• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik terhadap perencanaan maupun tahap-tahap perencanaan dan penilaian. Keberhasilan pengelolaan mangrove dapat dioptimalkan melalui strategi pengelolaan hutan

mangrove berbasis masyarakat yang mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola

sumberdaya alam. Mengelola disini mengandung arti, masyarakat ikut memikirkan, merencanakan,

memonitor dan mengevaluasi sumberdaya ekosistem hutan mangrove dan manfaat sumberdaya tersebut

secara berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian ekosistem tersebut. Pada dasarnya pengelolaan

kawasan hutan mangrove dilakukan bukan saja difokuskan kepada kegiatan fisik tetapi kegiatan manusia

yang berkaitan langsung dengan keberadaan mangrove. Hal ini sangat penting dilakukan oleh karena : a.

Sebagian besar masalah pesisir adalah disebabkan oleh manusia sehinggan dalam penanganannnya lebih

bijak jika diselesaikan melalui keterlibatan langsung masyakat disekitarnya b. Keterlibatan masyarakat

adalah sumber informasi pesisir yang baik yang berhubungan dengan pengelolaannya c. Keterlibatan

masyarakat dapat menyeimbangkan pandangan masyarakat tersebut d. Masyarakat merasa dihargai

karena dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan terutama jika buah pikirannya diakui dan dimasukkan

dalam perencanaan kegiatan sehingga menjadi pendorong pelaksanaan yang lebih baik. Pengelolaan

Mangrove berbasis masyarakat termasuk pada program penganggulangan kerusakan mangrove yang telah

terjadi pada kawasan pantai timur Sumatera Utara melalui langkah terpadu yang tepat dilakukan adalah

pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Tujuan

utama langkah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan mangrove. Dalam

hal ini Syukur dkk., 2007 menyatakan bahwa ada lima yang harus diperhatikandalam kegiatan pengelolaan

hutan mangrove berbasis masyarakat adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui

pemberian alternative usaha yang secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah lingkungan 2.

Memberikan akses kepada masyarakat berupa informasi, akses terhadap; pasar, pengawasan, penegakan

dan perlindungan hokum serta sarana dan prasarana pendukung lainnya 3. Menumbuh dan meningkatkan

kesadaran masyarakat terhadap arti dan nilai sumberdaya ekosistem sehingga membutuhkan pelestaraian

198

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

4. Menumbuh dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menjaga, mengelola dan melestarikan

ekosistem 5. Menumbuh dan meningkatkan kemampuan amsyarakat untuk mengelola dan melestarikan

sumberdaya ekosistem Beberapa tahapan strategi pengelolaan mangrove yang dapat dilakukan pada

kawasan Pantai Timur Sumatera Utara dilakukan antara lain : 1. Penghijauan dan Rehabilitasi Hutan

Mangrove Masyarakat akan berpartisipasi secara sukare rela dalam kegiatan penghijauan dan rehabilitasi,

jika memiliki motivasi berperan serta. Motivisi ini berfungsi sebagai pendorong sehingga timbul tindakan

nyata yang dilakukan dalam bentuk aksi penghijauan ataupun rehabilitasi. Motivasi masyarakat melakukan

kegiatan penghijauan dan rehabilitasi hutan mangrove akan timbul, bila adanya kesempatan yang diberikan

kepada masyarakat untuk melakukan sesuai dengan kemampuannya melalui pendampingan. Kegiatan

penghijauan ataupun rehabilitasi yang dilakukan dimulai dengan keterlibatan dari perencanaan, proses,

monitoring dan evaluasi sehingga keberadaan masyarakat berarti pada program tersebut. 2. Pelatihan

Pemanfaatan Mangrove non Kayu Pemanfaatan mangrove tidak hanya dengan melakukan penebangan

kayunya. Pemanfaatan lain dari mangrove dapat diperoleh dari buah dan daunya yang telah mulai

disosialisasikan diberbagai media. Pemanfaatan non kayu tersebut disosialisasikan dan diimplementasi

dengan pelatihan . Salah satu fungsi hutan mangrove sebagai sumberdaya tanaman mangrove sebagai

salah satu bahan baku makanan alternative masih sangat sedikit sekali diketahui oleh masyarakat umum

oleh karena Informasi tentang pemanfaatan tumbuhan mangrove sebahai bahan baku makanan jarang

sekali disosialisasikan Salah satu contoh pemanfaatan non kayu adalah pengolahan buah mangrove

menjadi bahan makanan. Contoh makanan dari mangrove adalah : a. Buah perpat (Soneratia Spp.)

menghasilkan makanan : syrup, selai, dodol, permen dan lain-lain. b. Buah api-api (Avecenia Spp.)

menghasilkan makanan : keripik, bahan tepung pembuatan kue basah dan lain-lain. c. Nipah (Nypa

fruticans) menghasilkan makanan : sebagai bahan bahan baku minuman (es buah) dan buahnya bias

langsung dimakan. 199

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

3. Penyiapan wilayah ekosistem mangrove menjadi lokasi wisata pantai seperti lokasi pemancingan alam

dan lain-lain. Kegiatan ini melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan sampai terbentuknya wilayah

pariwisata mangrove yang memiliki potensi untuk mensejahterahkan masyarakat sekitar kawasan wisata

tersebut. Pengelolaan hutan mangrove menjadi lokasi wisata cenderung memberikan dampak posistif

terhadap perekonomian masyarakat, seperti terbukanya lapangan usaha dan perekrutan tenaga kerja. Hal

utama dari program ini, pola masyarakat sebagai perambah hutan mangrove terhenti dan berganti dengan

pola penyelematan mangrove sebagai kawasan yang diminati pengunjung wisata. DAFTAR PUSTAKA

Arobaya, A dan A. Wanma. 2006. Menelusuri sisa areal hutan mangrove di Manokwari. Warta Konservasi

Lahan Basah,14 (4): 4-5. Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, HR, J.Rais, S.P Ginting,

dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita.

Jakarta. Dahuri. 2003. Keanekaragaman Hayati: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kusmana, C. 1994. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia.

Laboratorium Ekologi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manan, 1986.

Ekosistem Mangrove Wilayah Pesisir. Kanisius, Yogyakarta. Naamin, N. 1991. Penggunaan Lahan

Mangrove Untuk Budidaya Tambak Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Subagjo Soemodihardo et al.

Proseding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Pangan MAB Indonesia LIPI Nybakken,

J.W.1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Penerbit P.T. Gramedia. Jakarta. Rusila Noor, Y., M.

Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

Saenger et al. 1983. Global Status ol Mangrove. Ecosystem, IUCN Commossion on Eccology Papers. No.

1

1

1

3. 1983 Santoso, U. 2007. Permasalahan dan solusi pengelolaan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu.

Pertemuan PSL PT se-Sumatera tanggal 20 Februari 2006 di Pekanbaru. 200

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah Disampaikan pada Lokakarya

Nasional. Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta. Soemodihardjo, S.,

O.S.R. Ongkosongo dan Abdullah. 1986. Pemikiran Awal Kriteria Penentuan Jalur Hijau Hutan Mangrove.

Dalam Diskusi Panel Dayaguna dan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove (I. Soerianaga, S.

Hardjowigeno, N. Naamin, M. Sudomo dan Abdullah, Eds). LIPI – Panitia Program MAB Indonesia.

Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi Hutan Mangrove Dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.

Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 2 No.2. 68 -71 Syukur Djazuli, Aipassa dan Arifin. 2007. Analisis Kebijakan Pelibatan

Masyarakat dalam mendukung Pengelolaan Hutan Mangrove di Kota Bontang. Jurnal Hutan dan

Masyarakat. Vol. 14. N0. 2 Desember 2007. FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980–2005. Forest

Resources Assessment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations.

Rome. Melana, D.M., J. Atchue III, C.E. Yao, R. Edwards, E.E. Melana, and H.I. Gonzales. 2000. Mangrove

Management Handbook. Departemen of Environment and Natural Resources, manila, Philippines through

the Coastal Resource Management Project, Cebu Citu, Philippines. 201

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KAJIAN PERUBAHAN IKLIM MELALUI ANALISIS CURAH HUJAN PADA LA- NINA MODERAT 1998 DAN

2010 Yeli Sarvina dan Kharmila Sari H Balai Penelitian Agroklimat dan Hydrology Jl. Tentara Pelajar No. 1a,

Cimanggu Bogor 16111 Email: ysvina@yahoo.com Abstrak Cuaca yang terjadi sepanjang tahun 2010

merupakan terekstrem dalam 12 tahun terakhir. Kejadian iklim ekstrim ini telah mengakibatkan kerugian

harta benda dan nyawa manusia. Kondisi cuaca ekstrim tahun 2010 mirip dengan kejadian cuaca ekstrim

tahun 1998, dimana pada semester pertama terjadi fenomena global El Nino sedangkan pada semester

kedua terjadi La Nina dengan intensitas moderat. Membandingkan karakter curah hujan pada dua kejadian

La- Nina dengan kekuatan yang sama dapat dijadikan sebagai salah satu indicator perubahan iklim yang

terjadi. Karakteristik curah hujan ditentukan melalui parameter anomali curah hujan tahun 1998 dan 2010

terhadap curah hujan rata-ratanya (normalnya), curah hujan maksimum dan sifat intensitas hujan pada

bulan La Nina (Juni- Desember). Sifat intensitas hujan ditentukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh

BMKG. Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan tahunan 2010 di sebagian besar stasiun lebih tinggi

dibandingkan dengan curah hujan normalnya kecuali di Padang Marpoyan dan Pusaka Negara. Intensitas

curah hujan maksimum tertinggi 739 mm .Sebagian besar curah hujan maksimum terjadi pada bulan

Januari-Maret. Sifat intensitas hujan pada bulan La Nina secara umum di atas normal kecuali di stasiun

Padang Marpoyan dan Samuntai. La Nina 2010 lebih berpengaruh terhadap peningkatan dan variabilitas

curah hujan dibandingkan dengan La Nina 1998. Kekuatan La Nina yang sama memberikan dampak yang

berbeda. Ini mengidentifikasikan bahwa perubahan iklim telah terjadi. Kata kunci : La Nina 1998/2010,

Curah hujan, Perubahan Iklim PENDAHULUAN Variabilitas dan perubahan iklim merupakan fenomena

global yang sedang dan terus akan terjadi. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca

mengakibatkan terjadinya pemanasan global, diikuti dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibat

pemuaian dan 202

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari

Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1

pencairan es di wilayah kutub. Perubahan iklim juga mengakibatkan meningkatnya kejadian iklim dan cuaca

ekstrim. Bentuk bencana iklim yang paling sering terjadi ialah banjir kemudian diikuti oleh tanah longsor,

kekeringan, penyakit yang dibawa oleh air dan vector, angin kencang, dan kebakaran. Pada tingkat global

frekuensi dan intensitas kejadian bencana cuaca dan iklim juga meningkat secara konsisten dari waktu ke

waktu Cuaca yang terjadi sepanjang tahun 2010 merupakan terekstrem dalam 12 tahun terakhir. Fenomena

ini telah mengakibat banjir besar di beberapa negara seperti di China, India, Pakistan, Brazil, Australia dan

Indonesia. Tak hanya banjir gelombang panas pun menyerang beberapa negara di Eropa dan Asia. Pada

kejadian gelombang panas tersebut suhu udara di Rusia mencapai 38 0 C, di Jepang 35 0 C bahkan di

China mencapai 44 0 C. Kejadian cuaca ekstrim ini telah mengakibatkan kerugian harta benda dan nyawa

manusia (BMKG,2010). Kondisi cuaca ekstrim tahun 2010 mirip dengan kejadian cuaca ekstrim tahun 1998,

dimana pada semester pertama terjadi fenomena global El Nino sedangkan pada semester kedua terjadi La

Nina dengan intensitas moderat ( NOAA, 2010) . Fenomena El Nino dan La Nina atau lebih sering disebut

fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) berpengaruh erat terhadap curah hujan di Indonesia

terutama nilai Sea Surface Temperature (SST) Nino 3. 4 (Hendon, 2001). Tidak semua stasiun memiliki

korelasi nyata dengan El Nino dan La Nina. Masih diperlukan analisis hubungan antara indikator

penyimpangan iklim dengan curah hujan. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan pengaruh