BAB II
TANGGUNG JAWAB PIHAK BANK TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI NASABAH JIKA TERJADI KEHILANGAN ATAU KERUSAKAN
BARANG YANG DISIMPAN DALAM SAFE DEPOSIT BOX DI PT. BANK PANIN CABANG PEMBANTU TEBING TINGGI
A.
Prinsip kehati-hatian bank dalam melaksanakan fasilitas Safe Deposit Box.Pasal 2 UU No 7 tahun 1992 menetapkan bahwa Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian. Melihat banyaknya terjadi pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian
didalam perbankan nasional memperlihatkan bahwa pelaksanaan prinsip ini sangat
diperlukan dalam menjalankan usaha perbankan itu sendiri. Pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi bukan hanya menyangkut mengenai pemberian kredit, tetapi terdapat
juga pelanggaran lain yang terjadi namun tidak mendapat perhatian khusus oleh
pemerintah atau pengawas perbankan yaitu dalam pemberian jasa Safe Deposit Box
kepada para nasabah.
Dalam penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud
dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi ekonomi ini tersimpul dalam Pasal 33 UUD
1945, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan. Dari penjelasaan ini ditegaskan kembali bahwa Perbankan Indonesia
didalam menjalankan usahanya. Menurut Rochmat Soemitro “pembangunan di
bidang ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi menentukan masyarakat
harus memegang peran aktif dalam kegiatan pembangunan, memberikan pengarahan
dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat
bagi perkembangan dunia usaha”. Salah satu bentuk wujud demokrasi ekonomi yang
dimaksud adalah dengan adanya beberapa prinsip yang hadir didunia perbankan.
Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu prinsip
kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-hatian (prudential
principle), prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah
(know how costumer principle).44
1. Prinsip Kepercayaan (fiduciary relation principle)
Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank
dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
2. Prinsip Kehati-hatian (prudential principle)
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank
dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
44Hukum Perbankan: Asas dan Prinsip Perbankan
diakses
3. Prinsip Kerahasiaan (secrecy principle)
Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 40 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan untuk dalam hal-hal untuk kepentingan pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutang Negara (UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.
4. Prinsip Mengenal Nasabah (know how costumer principle)
Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk
mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas
illegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.
Kehati-hatian yang berasal dari kata “hati-hati” (prudent) jika dikaitakan
dengan fungsi pengawasan bank dan manajemen bank mempunyai kaitan yang erat.
Prudent dapat juga diterjemahkan dengan bijaksana, namun dalam dunia perbankan
istilah itu dapat juga digunakan dengan hati-hati atau kehati-hatian (prudential).45
45
Permadi Grandapraja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 21.
Jadi prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang
menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
padanya.46
Selain didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, penegasan
dalam menggunakan prinsip kehati-hatian ini juga diatur didalam Pasal 29 ayat (2),
(3), (4) Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan yaitu:
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas
perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa perbankan
Indonesia dalam melakukan usahanya berasas demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Maka berdasarkan hal ini, jelas bahwa dalam
menjalankan usahanya, perbankan wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian.
47
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha launnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan danannya kepada bank.
(4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
46
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 29.
47
Penegasan pasal-pasal tersebut memperlihatkan bahwa penggunaan prinsip ini
sangat penting dan bank wajib menjunjung penggunanya dalam melakukan fungsi
bank itu sendiri, sehingga segala perbuatan dan kebijaksanaan yang harus dilakukan
oleh pihak bank senantiasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dalam judul Bab V Undang-Undang Perbankan yang terdiri dari Pasal 29
sampai dengan Pasal 37B, maka Pasal 29 merupakan pasal yang masuk dalam
lingkup pembinaan dan pengawasan. Artinya, ketentuan prudent banking merupakan
bagian dari pembinaan dan pengawasaan bank.48
Didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memang tidak memberikan
pengertian dan penjelasan secara pasti mengenai prinsip kehati-hatian. Namun Prinsip kehati-hatian (prudential
principle) dalam sebuah perbankan dapat digunakan secara tidak langsung oleh bank
demi menjaga kepentingan para nasabahnya yang dimana nasabah ini adalah bagian
dari konsumen yang memakai jasa-jasa bank. Kebijakan dalam penggunaan prinsip
merupakan upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang
lebih mengarah untuk mencegahnya resiko kerugian yang dialami nasabah dalam
kebijakan dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
48
Mulhadi, Prinsip Kehati-Hatian (Prudent Banking Principle) dalam Kerangka UU
didalam Pasal 25 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 menegaskan 2 hal mengenai
prinsip ini yaitu:
1. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia
menetapkan ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
2. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketegasan Bank Indonesia terhadap prinsip ini memperihatkan bahwa segala
kegiatan usaha perbankan hendaknya dilakukan dengan penerapan prinsip ini. Fungsi
perbankan dalam perekonomian suatu negara berpedoman pada ketentuan Pasal 3
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat”. Selain dalam menghimpun dan penyalur dana
masyarakat, perbankan juga memiliki banyak bentuk jasa-jasa yang diberikan kepada
masyarakat misalnya, penciptaan uang, mendukung kelancaran mekanisme
pembayaran, mendukung kelancaran transaksi nasional, dan menyimpan
barang-barang berharaga.
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal
yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang
berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak
yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box).
Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa
deposit box. Bank memiliki beberapa keuntungan, jika terdapat nasabah yang
memakai jasa safe deposit box tersebut, yaitu bank mendapat biaya sewa, adanya
uang jaminan yang menginap dan yang lain adalah sebagai wujud pelayanan bank
terhadap nasabah.49
Perlunya bank-bank memegang prinsip kehati-hatian dalam penyewaan safe
deposit box adalah untuk memastikan bahwa peran bank sebagai pihak pemilik safe
deposit box dan penyimpan safe deposit box tersebut tidak mengganggu operasional
kegiatan usaha perbankan yang dilakukan oleh bank itu sendiri. Jangan sampai fungsi
bank tersebut dapat merusak citra bank sendiri atau bank justru memperoleh
risiko-risiko baru yang tidak dapat dikontrol oleh bank tersebut. Selain dari pada itu,
perlunya bank menerapkan prinsip kehati-hatian adalah untuk melindungi nasabah
yang memakai produk bank tersebut.
49
B. Perjanjian Penyimpanan Barang Safe Deposit Box Di PT. Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi.
Berdasarkan Pasal 1313 BW suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.50 Maka dari pengertian ini, terdapat tiga unsur yang terkandung yaitu:51 1. Perbuatan
Penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih
tepat jika dibarengi dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak.
2. Satu orang atau lebih satu orang lain atau lebih
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadapan-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok dan pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
3. Mengikatkan dirinya
Didalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu
ke pada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Syarat sahnya perjanjian tertuang didalam Pasal 1320 BW yaitu:
1. Adanya kesepakatan yang mengikatkan dirinya
J.Satrio, menyatakan kata sepakat sebagai persesuian kehendak antara dua
orang dimana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan.
Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena
50
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intermasa, 2001), hlm. 36.
51
Lisa Kuspriatni “Hukum Perjanjian”,
kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti
pihak lain.52
2. Cakap untuk membuat perikatan.
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kehilafan mengenai
hakekat barang yang menjadi pokok persetujan atau kekhilafan mengenai diri pihak
lawanya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut,
adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal
1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga
adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar
“sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
Para pihak mampu membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini
adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prilaku
yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang
membuat suatu perjanjian.
Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan:
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang diaruh dibawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan
pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian tertentu.
3. Suatu hal tertentu
52
Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek
perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang
bersangkutan. Prestasi itu sendiri biasa berupa perbuatan untuk memberikan suatu,
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Perjanjian harus menentukan jenis
objek yang diperjanjikan, jika tidak maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal
1332 BW menentuka hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat
menjadi objek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru
akan ada dikemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh
undang-undang secara tegas.
4. Suatu sebab atau kausa yang halal
Yang dimaksud dengan sebab atau kausa bukanlah sebab yang mendorong
orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan
bersama yang hendak dicapai oleh para pihak.53
Syarat pertama dan kedua menyangkut subjek, sedangkan syarat ketiga dan
keempat mengenai objek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan)
atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan
perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai
objek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.
53
Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jika dikaji lebih dalam perjanjian memiliki banyak bentuk, maka para ahli
melakukan pembagian jenis-jenis perjanjian jika dilihat dari sumber hukumnya,
namanya, bentukya, aspek kewajibanya, maupun aspek laranganya:54
1. Kontrak Menurut Sumbernya
Kontrak berdasarkan sumbernya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan
pada tempat kontrak itu ditemukan. Menurut Sudikno Mertokusumo menggolongkan
perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya, membagi dalam lima macam, yaitu:55 a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;
b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan
peralihan hukum benda, misalnya : peralihan hak milik;
c. Perjanjian oblihatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara yang disebut dengan
“bewijsovereenkomst”; dan
e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan
“publiekrechtelijk overeenkomst”
2. Kontrak Berdasarkan Namanya.
Kontrak berdasarkan namanya tercantum didalam Pasal 1319 KUHPerdara
dan Artikel 1355 BW, yang dimana berdasarkan Pasal tersebut dibagi menjadi dua
macam kontrak yaitu kontrak Nominaat (bernama) dan kontrak Innominat (tidak
bernama). Kontrak Nominat diatur didalam Pasal 1319 KUHPerdata.
Salah satu bentuk kontrak nominat adalah sewa menyewa yang terdapat dalam
Pasal 1548 sampai 1600 KUHPerdata. Sewa menyewa adalah suatu persetujuan,
54
Adi Saputra, “Perjanjian Safe Deposit Box Ditinjau Dari Hukum Perdata Dan Hukum
Perlindungan Konsumen (Pada PT. Bank Sumatera Utara)”, Skripsi, Ilmu Hukum, Universitas
Sumatera Utara, 2006, hlm. 20.
55
Sudikno Mertokusumo, ”Mengenal Hukum (suatu pengantar)”, (Yogyakarta: Liberty), hlm. 36.
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan
suatu barang kepada pihak lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu
harga yang disanggupi oleh pihak yang terakhir (Pasal 1548 KUHPerdata).
KUHPerdata tidak membatasi bentuk perjanjian sewa-menyewa yang dibuat oleh
para pihak, maka perjanjian sewa menyewa dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan
lisan.
Didalam KUHPerdata terdapat Hak dan Kewajiban dari para pihak :
1. Hak dan Kewajiban dari pihak yang menyewakan:
a. Menerima harga sewa yang telah ditentukan.
b. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa Pasal 1550 ayat (1)
KUHPerdata.
c. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga dapat dipakai
untuk keperluan yang dimaksud Pasal 1550 (2) KUHPerdata.
d. Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan
Pasal 1550 (3) KUHPerdata.
e. Melakukan pembetulan pada waktu yang sama Pasal 1551 KUHPerdata.
2. Hak dan Kewajiban Penyewa:
a. Menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik;
b. Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, artinya
kewajiban memakainya seakan barang itu kepunyaanya sendiri;
c. Membayar harga sewa pada waktu yang ditentukan Pasal 1560 KUHPerdata;
d. Penyewa bertanggungjawab atas segala kerusakan yang ditimbulkan pada
barang yang disewakan selama waktu sewa, kecuali jika membuktikan bahwa
kerusakan itu terjadi diluar kesalahannya Pasal 1564 KUHPerdata;
e. Penyewa bertanggungjawab atas kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan
pada barang sewa oleh mereka yang mengambil alih sewanya Pasal 1566
KUHPerdata.
Resiko atas musnahnya barang diluar kesalahan pada masa sewa, perjanjian
sewa-menyewa itu batal demi hukum dan yang menanggung resiko atas musnahnya
barang tersebut adalah pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUHPerdata). Artinya
pihak yang menyewakan yang akan memperbaikinya dan menanggung segala
kerugiannya. Jika barang yang disewakan hanya sebagian yang musnah, maka
penyewa dapat memilih menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa
atau akan meminta pembatalan perjanjian sewa-menyewa (Pasal 1553
KUHPerdata).56
56
Perjanjian sewa-menyewa safe deposit box sebagai produk perbankan secara
umum mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
Pasal 6 butir (h) Undang-Undang Perbankan 1992 menyebutkan bahwa bank umum
menyediakan tempat untuk menyimpan barang atau surat berharga. Kemudian
Undang-Undang Perbankan 1992 dirubah dengan diundangkannya Undang-Undang
Perbankan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1992 tentang Perbankan. Perubahan tersebut
tidak menyeluruh, namun hanya bagian-bagian tertentu saja. Dalam hal ini Pasal 6
butir (h) Undang-Undang Perbankan 1992 termasuk yang tidak dirubah sama sekali.
Apabila diperhatikan ketentuan ini tidak memberikan ketegasan mengenai
jenis perjanjian dari usaha perbankan yang dimaksud. Ketentuan Pasal 6 butir (h)
Undang-Undang Perbankan 1992 merupakan perkembangan yang tergolong baru.
Sebelumnya Pasal 23 ayat (8) Undang-Undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967
menyebutkan bahwa bank umum menyewakan tempat menyimpan barang-barang
berharga. Namun dengan adanya Undang Perbankan 1992, maka
Undang-Undang Perbankan 1967 dicabut dan tidak berlaku lagi.57
Melihat Pasal yang berhubungan dengan safe deposit box didalam
Undang-Undang Perbankan, jelas bahwa safe deposit box tidak diatur oleh undang-undang
tersendiri atau suatu peraturan tersendiri. Sedangkan Undang-Undang Perbankan
57
Widodo, “Pelaksanaan Penyelenggaraan Safe Deposit Box Pada PT.Bank Rakyat Indonesia
(PERSERO) TBK.Di Jakarta”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Pogram Pasca Sarjana
1998 sifatnya hanya sebagai dasar hukum penyelenggaraanya. Sehingga pelaksanaan
safe deposit box diserahkan sepenuhnya kepada bank umum penyelenggara yang
bersangkutan.
Perjanjian Safe Deposit Box secara umum memiliki hubungan yang erat
dengan ketentuan Bab VII Buku III KUHPerdata tentang perjanjian sewa-menyewa.
Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang
lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan
pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi
pembayarannya.
Sewa menyewa seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian lain pada
umumnya adalah merupakan perjanjian konsensul, yang berarti bahwa perjanjian
tersebut sudah dikatakan sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai
unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Oleh karena diserahkan si penyewa
adalah bukan hak milik atas barang, melainkan hanya hak pakai dan pemungutan
hasil dari barang tersebut, maka di Negeri Belanda semua ahli hukum berpendapat
bahwa, yang dapat menyewakan barang tidak hanya pemilik barang melainkan semua
orang yang berdasarkan atas suatu hak berkuasa untuk memindahkan pemakaian
barang ke tangan orang lain.58
58
Perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box yang dilakukan PT. Bank Panin,
Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dengan nasabah berpedoman dan mengacu
pada “Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box (SDB)”, yang dimana perjanjian
tersebut dibuat standard sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa
safe deposit box merupakan perjanjian baku. Pada perjanjian sewa-menyewa safe
deposit box di PT. Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing memuat 12 (dua belas)
Pasal yang dimana tiap-tiap Pasal terurai sebagai berikut:59
1. Pasal 1 berisi mengenai Fasilitas Sewa Menyewa Safe Deposit Box
2. Pasal 2 berisi mengenai Harga Sewa Menyewa
3. Pasal 3 berisi mengenai Jangka Waktu Sewa Menyewa
4. Pasal 4 berisi mengenai Uang Jaminan
5. Pasal 5 berisi mengenai Hak dan Kewajiban 6. Pasal 6 berisi mengenai Berakhirnya Perjanjian 7. Pasal 7 berisi mengenai Lain-lain
8. Pasal 8 berisi mengenai Kewajiban Penyewa Untuk Tunduk Kepada Segala
Petunjuk dan Peraturan Bank
9. Pasal 9 berisi mengenai Pernyataan Penyewa
10.Pasal 10 berisi mengenai Pasal Tambahan 11.Pasal 11 berisi mengenai Pemberitahuan 12.Pasal 12 berisi mengenai Domisili
Didalam KUHPerdata terdapat unsur-unsur perjanjian sewa-menyewa yang
meliputi tiga hal yaitu:
1. Menyerahkan suatu barang untuk dinikmati
2. Selama waktu tertentu
3. Pembayaran suatu harga
59
Dalam perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box pada PT. Bank Panin,
Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi yang memenuhi unsur “Menyerahkan suatu
barang dinikmati” yang terdapat dalam Pasal 1 Perjanjian Sewa-Menyewa Safe
Deposit Box PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi yaitu “ Fasilitas
Safe Deposit Box (SDB) adalah sebuat fasilitas yang disetujui untuk diberikan oleh
Bank kepada Penyewa semata-mata untuk keperluan menyimpan dokumen, surat
berharga, perhiasan, logam mulia, perhiasan, logam mulia, barang berharga lainnya
berdasarkan ketentuan perjanjian ini” dan Pasal 2 “Penyewa dengan ini menerima
naik pemberian Fasilitas Sewa Menyewa Safe Deposit Box diatas dari bank dengan
diterimanya dua anak kunci Safe Deposit Box”.60
Selain unsur menyerahkan suatu barang dinikmati, dalam Perjanjian
Sewa-Menyewa Safe Deposit Box pada PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing
Tinggi juga memenuhi unsur “Selama Waktu Tertentu” yang terdapat dalam Pasal 3
Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box PT.Bank Panin, Tbk cabang pembantu
Tebing Tinggi yaitu “Perjanjian ini dibuat untuk jangka waktu…….tahun terhitung
mulai tanggal…dan akan berakhir pada tanggal….dan akan diperpanjang secara
otomatis untuk jangka waktu yang sama atau jangka waktu yang lain yang disepakati
apabila telah dilakukan pembayaran harga sewa untuk jangka waktu tersebut. Dengan
60
demikian Perjanjian ini tetap berlaku selama jangka waktu sewa masih diperpanjang
dengan dibayarnya harga sewa sebagaimana mestinya”.61
Unsur lain dari perjanjian sewa-menyewa safe deposi box yang sesuai dengan
unsur-unsur perjanjian sewa-menyewa berdasarkan KUHPerdata adalah “Pembayaran
Suatu Harga” yang terdapat dalam Pasal 2 Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit
Box PT. Bank Panin Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi yaitu (1) ”Harga sewa
yang harus dibayar oleh Penyewa kepada Bank adalah sebesar
Rp…………(…………..) untuk masa ……….(……….) tahun. Setiap
pembayaran harga sewa akan diberikan tanda terima sendiri yang juga berlaku
sebagai bukti penerimaan jumlah uang sewa tersebut” dan (2) “ Harga sewa dibayar
lunas pada saat Surat Perjanjian ini ditandatangani dan harga sewa untuk jangka
waktu selanjutnya harus dilunasi dimuka sebesar harga sewa yang berlaku pada saat
perpanjangan. Uang sewa yang dibayar tidak dapat diminta kembali oleh Penyewa
karena alasan apapun, tetapi apabila perjanjian ini dibatalkan oleh Bank, Bank akan
mengembalikan sisa uang sewa untuk jangka waktu yang belum berjalan secara
prorate”.62
Namun didalam sewa-menyewa Safe Deposit Box pada PT. Bank Panin, Tbk
cabang pembantu Tebing Tinggi unsur-unsur perjanjian yang tertuang dalam bentuk
salinan “Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box (SDB)” yaitu:
61
Pasal 3 Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box PT.Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi.
62
1. Subjek dan Objek dalam “Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box (SDB)” di
PT.Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing Tinggi yaitu Nasabah dan Bank
sebagai Subjek dan Safe Deposit Box (SDB) sebagai Objek.
2. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Pihak dalam “Perjanjian Sewa Menyewa
Safe Deposit Box (SDB)” di PT. Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing
Tinggi.
Hal mengenai hak dan kewajiban yang terdapat didalam Perjanjian Sewa Safe
Deposit Box PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi tertuang dalam
Pasal 5 yaitu:63
1) Safe Deposit Box hanya dapat dibuka dengan dua macam anak kunci yang berbeda, satu macam anak kunci (master key) dipegang oleh bank dan dua macam anak kunci lainnya dipegang atau disimpan penyewa:
a. Jika hendak membuka Safe Deposit Box, penyewa harus mengisi kartu
Registrasi Ijin Membuka Safe Deposit Box”
b. Bilamana Penyewa tidak dapat menutup Safe Deposit Box sendiri, maka
Penyewa harus segera memberitahukan petugas Bank yang ditunjukan untuk menutupnya.
Kerusakan-kerusakan yang disebabkan karena tidak dipenuhinya ketentuan ini menjadi tanggungjawab Penyewa.
2) Safe Deposit Box hanya boleh digunakan untuk meyimpan dokumen, surat berharga, perhiasan, logam mulia, atau barang berharga lainnya.
a. Safe Deposit Box tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan senjata api, bahan peledak, bahan-bahan kimia berbentuk padat, cair maupun gas, dan barang-barang lainnya yang dilarang oleh undang-undang/ Pemerintah ataupun peraturan lain, yang diduga dapat membahayakan/merusak Safe Deposit Box, bangunan, barang-barang lain yang terdapat disekitarnya.
b. Penyewa bertanggung jawab atas kerugian yang timbul sebagai akibat
langsung/tidak langsung dari pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan oleh Penyewa atau kuasanya.
63
c. Jika dipandang perlu, atas permintaan Bank, penyewa wajib memperlihatkan isi Safe Deposit Box yang disewanya.
3) Bank tidak bertanggungjawab atas kondisi atau keadaan dari barang-barang isi
Safe Deposit Box atau atas kerusakan apapaun atau berubahnya isi Safe Deposit Box yang disebabkan karena angin ribut, banjir, kebakaran, perang , gempa bumi, dan semua keadaan di luar kemampuan Bank untuk menguasai atau mengatasinya (force majeur).
4) Penyimpanan barang-barang ke dalam atau pengembalian dari Safe Deposit Box
dapat dilakukan pada setiap hari kerja, yaitu: Senin-Jumat Pukul 09.00-16.00
dengan ketentuan setiap pengambilan/kunjungan ke dalam Safe Deposit Box
maksimum 15 menit.
5) Dalam hal masa sewa telah habis sedangkan,
a. Barang yang disimpan dalam Safe Deposi Box tidak/belum diambil dan;
b. Uang sewa untuk masa sewa berikutnya atau perpanjangan sewa belum/tidak
dibayar.
Maka sejak saat berakhirnya masa sewa yang lama, Penyewa dikenakan denda yang besarnya ditentukan oleh pihak Bank.
Dalam hal penyewa belum memenuhi kewajiban membayar harga sewa Safe
Deposit Box, untuk masa berikutnya, Bank berhak menolak Penyewa atau
kuasanya memasuki ruangan Safe Deposit Box untuk membuka Safe Deposit Box
sampai harga sewa dimaksud dilunasi. 6) Pada saat
a.Habisnya masa sewa dan perjanjian sewa menyewa tidak diperpanjang b.Atau bilamana perjanjian sewa-menyewa dibatalkan
Penyewa wajib memberitahukan pengembalian Safe Deposit Box yang disewa
kepada Bank.
Sebaliknya jika perjanjian sewa-menyewa yang bersangkutan ingin diperpanjang maka Penyewa harus mengisi dan menandatangani formulir-formulir yang ditentuakan oleh Bank serta membayar uang sewa untuk priode perpanjangan. Bilamana terjadi hal-hal terebut dibawah ini, Penyewa harus segera memberitahukan secara tertulis kepada Bank/Petugas yang ditunjuk, yaitu:
a.Penggantian nama Penyewa dan/atau alamat Penyewa
b.Kejadian-Kejadian lain yang berhubungan dengan sewa menyewa Safe Deposit
Box yang dapat mengakibatkan kerugian pada pihak Penyewa dan/atau pihak
Bank.
3. Wanprestasi dan Akibat yang ditimbulkan dalam “Perjanjian Sewa Menyewa Safe
Hal mengenai wanprestasi dan akibatnya tertuang dalam Pasal 5 butir (5)
yaitu:64
Dalam hal masa sewa telah habis sedangkan,
a. Barang yang disimpan dalam Safe Deposi Box tidak/belum diambil dan
b. Uang sewa untuk masa sewa berikutnya atau perpanjangan sewa belum/tidak
dibayar.
Maka sejak saat berakhirnya masa sewa yang lama, Penyewa dikenakan denda yang besarnya ditentukan oleh pihak Bank. Dalam hal penyewa belum memenuhi
kewajiban membayar harga sewa Safe Deposit Box, untuk masa berikutnya, Bank
berhak menolak Penyewa atau kuasanya memasuki ruangan Safe Deposit Box untuk
membuka Safe Deposit Box sampai harga sewa dimaksud dilunasi.
4. Berakhirnya Perjanjian ditimbulkan dalam “Perjanjian Sewa Menyewa Safe
Deposit Box (SDB)” di PT.Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing Tinggi,
tertuang dalam Pasal 6 yaitu:65
1. Perjanjian Sewa-Menyewa ini berakhir apabila masa berlakunya telah berakhir dan;
a. Penyewa tidak memperpanjang lagi
b. Penyewa bermaksud memperpanjang akan tetapi Bank tidak
menyetujuinya.
2. Penyewa dapat menghentikan sewa-menyewa ini setiap saat tanpa hak
menuntut kembali bagian dari harga sewa untuk jangka waktu yang belum lewat.
3. Bank secara sepihak setiap saat berwenang untuk membatalkan dan/atau
menghentikan Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box ini dalam hal: a. Penyewa melanggar ketentuan tentang jenis barang yang disimpan.
b. Penyewa telah menyewakan ulang atau mengalihkan hak penggunaan Safe
Deposit Box yang bersangkutan kepada pihak III.
c. Penyewa atau Kuasanya tidak memenuhi salah satu kewajiban yang timbul
dari perjanjian ini. Dalam hal ini, karena Penyewa berdasarkan hukum telah melalaikan kewajibannya, maka Penyewa diharuskan menganti biaya kerugian dan laba yang tidak dapat diterima oleh Bank akibat kelalaian tersebut.
64
Pasal 5 butir (5) Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box PT.Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi.
65
d. Bank karena sesuatu alasan semata-mata didasarkan atas pertimbangan
pihak Bank sendiri, telah menetapkan bahwa Safe Deposit Box yang
bersangkutan tidak dapat dipergunakan lagu. Dalam hal ini, Bank akan mengembalikan jumlah sewa untuk jangka waktu yang belum lewat.
4. Dalam hal pelanggaran atas peraturan-peraturan/ketentuan-ketentuan
sewa-menyewa ini oleh pihak penyewa atau dalam hal dideritanya kerugian oleh Bank dan/atau pihak lain, maka Bank berhak setiap saat membatalkan perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box dan menahan barang-barang dalam
Safe Deposit Box sebagai jaminan untuk memenuhi semua tuntutan yang mungkin diajukan kepada Penyewa.
5. Bilamana Perjanjian Sewa-Menyewa ini menjadi batal/dinyatakan batal oleh
Bank maka mengenai pembatalan mana Bank dan Penyewa dengan ini melepaskan ketentuan yang termasuk dalam pasal 1266 dan 1267 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berlaku di negara Republik Indonesia, sehingga mengenai pembatalan atau mengenai batalnya Perjanjian ini tidak lagi diperlukan suatu pernyataan atau keputusan dari Pengadilan atau instansi manapun.
Jika dicermati, maka klausul yang terdapat didalam Perjanjian Sewa
Menyewa Safe Deposit Box yang dibuat oleh PT. Bank Panin Tbk, cabang pembantu
Tebing Tinggi tentu tidak menguntungkan nasabah sebagai konsumen bank tersebut.
Keadaan ini terlihat dimana pelimpahan tanggunjawab dari pelaku usaha yang dengan
kata lain adalah bank justru dilimpahkan kepada nasabah atau konsumen pengguna
safe deposit box. Misalnya dalam Pasal 7 butir (9) dikatakan bahwa “Bank tidak
bertanggung jawab atas (a) kecurian, kehilangan atau rusaknya kunsi yang
disebabkan oleh Penyewa dan (b) kebenaran dari bank-bank simpanan, perubahan
dalam kualitas, hilang, rusak atau hal-hal lain”.66
66
Pasal 7 Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box PT. Bank Panin Tbk, cabang pembantu Tebing Tinggi.
Hal ini tidak sesuai dengan
pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang diharapkan oleh Undang-Undang Perbankan.
melindungi para nasabah yang memakai jasa safe deposit box tersebut. Sehingga
tingkat kepercayaan kepada lembaga ini menjadi lebih kuat untuk menggunakan jasa
perbankan di Indonesia.
C. Tanggungjawab Pihak Bank Atas Kerugian Yang Dialami Nasabah Jika Terjadi Kehilangan Atau Kerusakan Barang Yang Disimpan Dalam Safe Deposit Box Di PT. Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi
Suatu tanggungjawab lahir karena adanya suatu hubungan hukum yang terikat
antara satu pihak dengan pihak lain. Melihat dalam melakukan penyewan safe deposit
box, nasabah terikat dengan suatu bentuk perjanjian yang diberikan kepadanya oleh
bank, maka perjanjian itu telah menimbulkan hubungan hukum antara nasabah
dengan bank. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah dalam bentuk perjanjian
Safe Deposi Box didasarkan pada pengaturan didalam KUHPerdata.
Bank sebagai pihak pemberi sewa, selayaknya tunduk dengan peraturan
hukum yang telah ada. Tanggungjawab bank terhadap barang yang dititipkan oleh
nasabah sesuai dengan Pasal 1694 yaitu “Penitipan adalah terjadi, apabila seorang
menerima sesuatu barang dari seorang lai, dengan syarat bahwa ia akan
menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya”,
Pasal 1714 “Si penerima titipan diwajibkan mengembalikan barang yang
dalam mata uang yang sama, seperti yang dititipklan, baik mata uang-mata uang itu
telah naik atau telah turun harganya”.
Pasal 1715 “Si penerima titipan hanya diwajibkan mengembalikan barang
yang dititipkan dalam keadaannya semula”.
Pasal 1551 “ Pihak yang menyewakan diwajibkan menyerahkan barang yang
disewakan dalam keadaan yang terpelihara segala-galanya”.
Atas dasar pengaturan yang sesuai dengan Pasal-pasal KUHPerdata, bank
yang sebagai penyedia jasa safe deposit box memiliki dua kedudukan yaitu sebagai
pihak yang menyewakan safe deposit box dan sebagai penerima titipan barang-barang
yang disimpan nasabahnya di dalam safe deposit box.
Secara umum prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum dapat dibedakan
sebagai berikut:67
1. Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan:68
Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan dapat ditemui pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum
secara perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Menurut ilmu hukum, seseorang dapat menuntut ganti rugi berdasarkan alasan perbuatan melawan hukum dapat dilakukan apabila memenuhi syarat:
a. Adanya perbuatan melawan hukum;
b. Ada kerugian
c. Ada hubungan kausalitas atara kerugian dan perbuatan melawan hukum
67
Erna Widjajati, “Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah Penyewa Save Deposit Box
Berdasarkan Klausula Baku”, Jurnal Hukum, Vol.10. Nomor 1 Januari-Juni 2009
68
d. Adanya kesalahan
Secara umum, asas tanggungjawab menurut Pasal 1365 KUHPerdata dapat
diterima karena dianggap adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti
kerugian bagi pihak korban.
2. Prinsip tanggungjawab untuk selalu bertanggungjawab
Prinsip ini menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggungjawab (presumption
of liability principle) sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Jadi
beban pembuktian ada pada si tergugat. Prinsip ini dianut dalam hukum
pengangkutan.
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab:69
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip tanggungjawab untuk selalu
bertanggungjawab yang hanya dikenal dalam transaksi konsumen yang bersifat
terbatas. Contoh penerapannya adalah pada hukum pengangkutan udara dimana
kehilangan/kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan yang biasa dibawa dan
diawasi oleh penumpang adalah tanggungjawab dari penumpang. Dalam hal ini
pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
4. Prinsip tanggungjawab mutlak
Prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip
tanggungjawab absolute yang berarti bahwa pelaku usaha selalu dianggap
bertanggungjawab kepada konsumen tanpa adanya unsur kesalahan.70
69Ibid.
, hlm. 61.
Prinsip ini
70
menentukan pula adanya pembebasan tanggungjawab si pelaku bila ternyata ada
force majeur. Prinsip ini, umum digunakan oleh pelaku usaha untuk merugikan
konsumen karena rasionalisasi penggunaan prinsip ini adalah agar produsen atau
pelaku usaha benar-benar bertanggungjawab terhadap kepentingan konsumen. Prinsip
ini biasanya diterapkan karena:71
a. Konsumen tidak dalam posisi yang mengguntungkan untuk membuktikan adanya
kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks;
b. Diasumsikan produsen atau pelaku usah dapat lebih mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi;
c. Prinsip ini dapat memaksa produsen atau pelaku usaha untuk tidak berhati-hati.
5. Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan72
Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan prinsip yang sering dilakukan oleh
pelaku usaha untuk mencantumkan klausul eksonerasi dalam perjanjian standart
yang dibuatnya. Didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, klausula baku
tidak boleh ditentukan sepihak oleh pelaku usaha, khususnya diatur dalam Pasal 18
ayat (1) huruf a dan g Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jika ada
pembatasan, maka harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang jelas.
Maka dari keempat prinsip tanggungjawab dapat disimpulkan bahwa bank
sebagai penyedia jasa safe deposit box harus tetap bertanggungjawab berdasarkan
unsur kesalahan apabila terjadi kehilangan barang-barang milik nasabah yang
dititipkan di safe deposit box sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata. Hal ini
71
N.H.T.Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, hlm. 157-158.
72
dikarenakan, bank selaku penyedia safe deposit box seharusnya menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menjaga barang-barang milik nasabah yang disimpan di dalam
safe deposit box. Syarat seseorang dapat menuntut gugatan ganti rugi berdasarkan
pasal 1365 KUHPerdata harus memenuhi persyaratan yaitu:73
1. Adanya perbuatan melawan hukum
2. Adanya kerugian
3. Adanya hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum
4. Adanya kesalahan
Namun, melihat bahwa perjanjian yang dipakai oleh nasabah dan bank adalah
salah satu bentuk perjanjian baku, maka sulit bagi nasabah untuk mendapatkan
tanggungjawab dari pihak bank, jika terjadi sesuatu atas benda yang ada didalam safe
deposit box. Didalam Pasal 1 butir (10) Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yang dimaksud klausula baku adalah setiap aturan dan syarat-syarat yang telah
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam
bentuk suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.
Klausula baku merupakan suatu klausula yang telah disiapkan oleh pelaku
usaha yang dimana isinya telah ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha,
sehingga isinya tentu saja menguntungkan pelaku usaha sebagai pihak yang memiliki
73
kedudukan yang kuat. Sedang konsumen yang memiliki kedudukan yang lebih
lemah, hanya memiliki dua pilihan yaitu:74
1. Apabila konsumen membutuhkan produk barang dan/jasa yang ditawarkan, maka
setujuilah perjanjian dengan syarat-syarat baku yang telah ditentukan pelaku usaha.
2. Apabila konsumen tidak menyetujui syarat-syarat baku yang ditawarkan oleh
pelaku usaha tersebut, maka jangan membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bersangkutan.
Ciri-ciri klausula baku menurut G.H.Treitle adalah:75
1. Perjanjian berbentuk tertulis. Bentuk perjanjian meliputi seluruh naskah
perjanjian secara keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku.
2. Format perjanjian distandarisasikan. Format perjanjian meliputi model, rumusan dan ukuran. Format ini dibakukan sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berubah blanko naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku.
3. Syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh pelaku usaha. Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak yang ditentukan sendiri secara sepihak oleh pelaku usaha atau organisasi pelaku usaha. Karena syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pihak pelaku usaha, maka akan cenderung menguntungkan pelaku usaha.
4. Konsumen hanya bisa menerima atau menolak. Jika konsumen bersedia
menerima syarat-syarat perjanjian yang disodorkan, maka konsumen akan menyetuju perjanjian tersebut, yang berarti bahwa konsumen juga bersedia menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, beserta segala konsekuensi yang timbul yang diakibatkan oleh adanya perjanjian tersebut. Sebaliknya, apabila konsumen tidak setuju dengan syarta-syarat perjnajian yang ditawarkan tersebut, maka konsumen tidak dapat menegosiasikan syarat-syarat yang telah tercantum tersebut, atau dengan kata lain konsumen tersebut tidak akan menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
5. Perjanjian baku cendrung menguntungkan pelaku usaha. Perjanjian baku
dirancang secara sepihak oleh pelaku usaha, sehingga akan selalu menguntungkan pelaku usaha, terutama dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Efisiensi biaya, waktu dan tenaga.
74
Az Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 96-97.
75
Ronald Honarto, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Analisis Klausula Baku Pada
Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box Milik Bank Mega dan Bank Rakyat Indonesia, Skripsi,
b. Praktis, karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau blanko
yang siap isi dan ditandatangani.
c. Homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah banyak. d. Penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui.
e. Pembebanan tanggungjawab.
Menurut Mariam Darus menjelaskan bahwa hal-hal yang muncul dalam suatu
perjanjian baku, biasanya mengatur mengenai:76 a. Cara mengakhiri Perjanjian
b. Cara memperpanjang berlakunya perjanjian
c. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
d. Penyelesaian sengketa melalui keputusan pihak ketiga e. Syarat-syarat mengenai eksonerasi.
Perjanjian baku yang sering dijumpai dalam masyarakat, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:77
1. Perjanjian Baku Sepihak.
Perjanjian baku sepihak ini adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukanya di dalam perjanjian tersebut. Pihak yang kuat dalam hal ini adalah pihak pelaku usaha, yang pada umumnya memiliki posisi lebih kuat dibandingkan konsumen.
2. Perjanjian Baku yang ditetapkan oleh pemerintah.
Perjanjian ini adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh pemerintah terhadap perbuatan hukum tertentu.
3. Perjanjian Baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat. Perjanjian jenis ini adalah perjanjian yang konsepnya sejak semula adalah untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat
yang bersangkutan, yang dalam kepustakaan Belanda disebut dengan “contract
model”
Melihat dari ketiga jenis perjanjian baku diatas, tentu yang paling sering
dijumpai adalah perjanjian baku sepihak. Perjanjian baku sepihak tersebut lazim
76
Mariam Darus, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku
(Standar), hlm. 63.
77Ibid
dijumpai dalam perjanjian perbankan, pembangunan, perdagangan, dan lain-lain.78
Maka dengan diadakannya perjanjian penyewaan safe deposit box
menggunakan perjanjian baku, membuat pihak PT. Bank Panin, Tbk cabang
pembantu Tebing Tinggi, tidak memiliki tanggungjawab apa pun atas kehilangan,
kerusakan atau apapun yang merugikan nasabah. Hal ini disampaikan berdasarkan
beberapa pasal yang tertuang dalam perjanjian, yaitu:
Melihat ciri-ciri yang dipaparkan, jelaslah bahwa perjanjian yang diberikan oleh
PT.Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi dalam menyewakan safe
deposit box kepada nasabah yang ingin menyewa adalah perjanjian dengan klausula
baku, terlihat dari Pasal 8 Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box yaitu
“Penyewa wajib tunduk dan menerima sepenuhnya segala pentunjuk dan peraturan
serta ketentuan yang telah maupun yang masih akan ditetapkan kemudian oleh Bank
sehubungan dengan sewa menyewa Sefe Deposit Box ini” .
1. Pasal 5 butir (3) “Bank tidak bertanggungjawab atas kondisi atau keadaan dari
barang-barang isi Safe Deposit Box atau atas kerusakan apapaun atau berubahnya
isi Safe Deposi Box yang disebabkan karena angin ribu, banjir, kebakaran, perang,
gempa bumi, dan semua keadaan di luar kemapuan Bank untuk menguasai atau
mengatasinya (force majeur)”
2. Pasal 7 butir (9) “Bank tidak bertanggungjawab atas:
a. Kecurian, kehilangan, atau rusaknya kunci yang disebablan oleh penyewa.
78
b. Kebenaran dari barang-barang simpanan, perubahan dalam kualitas, hilang,
rusak, atau hal-hal lain.
3. Pasal 7 butir (14) menyatakan “Bilamana karena adanya kerusakan pada Safe
Deposit Box atau sebab-sebab lain, Bank berpendapat bahwa Safe Deposit Box
tidak dapat dibuka atau ditutup dengan cara biasa maka Bank berhak menolak
permohonan penyewa untuk membuka dan menutup Safe Deposit Box yang
telah disewa dan Bank tidak bertanggungjawab atas kebenaran, kerusakan
perubahan kualitas, hilang, rusak atau hal-hal lain dari barang-barang simpanan