• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA - HUBUNGAN FAKTOR KARAKTERISTIK BALITA DAN PERILAKU PENCEGAHAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS SUMBANG II KECAMAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA - HUBUNGAN FAKTOR KARAKTERISTIK BALITA DAN PERILAKU PENCEGAHAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS SUMBANG II KECAMAT"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Definisi ISPA

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin, 2007).

(2)

hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. (Justin, 2007).

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, Virus dan riketsia Bakteri penyebab ISPA antara lain genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Hemofilus, Bordetella, dan

Corynebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Mexovirus, Adenovirus, Coronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain (Dinkes, 2007).

3. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi semua penyakit ISPA yang umumnya disertai batuk sebagai berikut:

1) ISPA berat : ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada waktu inspirasi (secara klinis ISPA berat=Pneumonia berat).

2) ISPA sedang : ditandai oleh adanya nafas cepat : a. Umur 2 bulan – 1 tahun : 50X per menit atau lebih. b. Umur 1 tahun – 5 tahun : 40X per menit atau lebih.

(Secara klinis ISPA sedang = pneumonia)

(3)

ISPA ringan = bukan pneumonia) Rinofaringitis, faringitis dan tonsillitis tergolong bukan pneumonia.

Klasifikasi ISPA dalam program P2 ISPA juga dibedakan untuk golongan umur kurang dari 2 bulan dan golongan umur balita 2 bulan – 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang dari 2 bulan ada 2 klasifikasi yaitu : 1) Pneumonia Berat

Anak dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam atau nafas cepat (60X per menit atau lebih). Tarikan dinding dada kedalam terjadi bila paru-paru menjadi “kaku” dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas. Anak dengan tarikan dinding dada ke dalam, mempunyai resiko meninggal yang lebih besar dibanding dengan anak yang hanya menderita pernafasan cepat.

Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda-tanda lain seperti :

a. Napas cuping hidung, hidung kembang kempis waktu bernafas. b. Suara rintihan

(4)

2) Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan adanya tarikan kuat ke dalam dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu < 60 kali per menit (batuk,pilek,biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan ini adalah : kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, gizi buruk, demam/dingin.

Untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun ada 3 klasifikasi, yaitu : 1) Pneumonia Berat, bila disertai nafas sesak dengan adanya tarikan dada

bagian bawah ke dalam waktu anak menarik nafas, dengan catatan anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis dan meronta.

2) Pneumonia, bila hanya disertai nafas cepat dengan batasan : a. Untuk usia 2 bulan – kurang 12 bulan = 50X per menit. b. Untuk usia 1 tahun – 5 tahun = 40X per menit atau lebih.

3) Bukan Pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam atau nafas cepat (batuk pilek biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun adalah : tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing dan gizi buruk (Dinkes, 2007).

4. Epidemiologi Penyakit

(5)

dan kematian pada bayi dan balita karena ISPA. Di Negara maju, angka kejadian ISPA mencapai 50% dari semua penyakit yang diderita anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun dan 30% dari semua penyakit yang diderita anak – anak berusia 5-12 tahun (Kusmana,2004). Setiap anak Indonesia diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan merupakan 40-60% kunjungan Puskesmas adalah penyakit ISPA (Direktorat jendral P2M&PL, 2009).

Manifestasi klinis akibat ISPA dapat bermacam-macam, tergantung beberapa hal :

1). Usia penderita

2). Penyakit lain yang menyertainya 3). Ada tidaknya kelainan

4). Mikroorganisme apa yang menjadi penyebabnya

5). Bagaimana daya tahan tubuh penderita saat terserang infeksi 6). Bagian saluran nafas mana yang terserang infeksi

7). Bagaimana cara penderita mendapatkan infeksi, di komunitas atau di rumah sakit. (Kusmana,2004).

(6)

terhadap insiden ISPA (musim bujan 56% dan kemarau 44%) (Kartasasmita,1993

5. Tanda dan Gejala

Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekuensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chestindrawing).

(7)

Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya :

1) Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas), demam.

2) Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.

6. Penyebab Terjadinya ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamurdan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

(8)

7. Cara penularan

ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingusyang dapat menghasilkan superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).

8. Pertolongan pertama penderita ISPA

Menurut Direktorat jendral P2M&PL (2010), Untuk perawatan ISPA di rumah ada beberapa hal yang dapat dilakukan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA yaitu :

a. Mengatasi panas (demam)

(9)

bersih dengan cara kain dicelupkan pada air (tidak perlu di tambah air es).

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan

Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d. Pemberian minuman

Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

e. Lain-lain

(10)

dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Diusahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan di rumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan di atas diusahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama lima hari penuh dan setelah dua hari anak perlu dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. (Direktoral jendral P2M&PL, 2010).

9. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI, 2009, ada beberapa yang dapat mencegah terjadinya ISPA di antaranya.

a. Pelaksanaan PHBS yang meliputi cuci tangan sampai bersih dengan sabun.

b. Meningkatkan daya tahan tubuh.

c. Menjaga kondisi udara dalam rumah tetap sehat melalui tidak merokok dalam rumah.

d. Menjaga kebersihan Lingkungan.

(11)

10. Diagnosis ISPA

Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan atau serologi (Mansjoer, dkk, 2008).

Berdasarkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang diajukan oleh WHO di dalam buku Mansjoer (2008), pneumonia dibedakan atas :

1) Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

2) Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

3) Pneumonia : bila tidak ada retraksi tapi napas cepat : a) > 60x/menit pada bayi < 2 bulan

b) > 50x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun c) > 40x/menit pada anak 1 – 5 tahun

(12)

B. Balita

Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Depkes RI, 2010)

(13)

C. Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian

1. Faktor Resiko Karakteristik Balita Terjadinya ISPA

Menurut hasil penelitian yang ada, dapat diketahui bahwa ISPA pada umumnya menyerang anak dengan presentase kesakitan yang cukup tinggi, juga menyerang pada dewasa muda dan usia lanjut. Hal ini bias terjadi karena banyak faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA (Wan, 1986) dalam (Kusmana, 2004).

Faktor Karakteristik balita yang berperan dalam kejadian ISPA :

1) Umur anak

Semakin tinggi usia anak, semakin tahan terhadap serangan ISPA. Sedangkan makin muda usia anak, makin sering serangan ISPA terjadi, yaitu untuk bayi di bawah 1 tahun yang mendapat serangan lebih dari 6 kali meliputi 28%, sedang untuk anak diatas 1 tahun hanya 7,3% saja (Suwendra, 1988)

Resiko untuk terkena penyakit ISPA lebih besar pada anak di bawah 2 tahun dari pada anak yang lebih tua, yang dimungkinkan karena status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum tinggi dan lumen saluran nafas yang relatif sempit (Kartasasmita, 1993).

2) Berat badan lahir

(14)

dikarenakan pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya (Kartasasmita, 1993).

3) Status gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA berat “ bahkan serangannya lebih lama (Kusmana, 2004).

(15)

4).Pemberian Vitamin A

Pemberian vitamin A pada anak balita yang dilakukan enam bulan sekali, dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahan dan kesehatan, terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan mempertahankan sel epitel yang mengalami deferensiasi (Basuki,2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Ismadi (1998) menyatakan adanya hubungan antara kekurangan vitamin A dengan kejadian penyakit ISPA dan diare, karena diperkirakan vitamin A ikut berperan dalam proses imunologik humoral maupun seluler.

5). Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

Peranan air susu Ibu (ASI) juga menunjukan adanya hubungan dengan terjadinya ISPA pada balita, karena selain sebagai bahan nutrisi, air susu Ibu juga mengandung bahan antibodi lan leukosit yang berguna meningkatkan daya tahan tubuh bagi balita terhadap infeksi. ASI juga mengandung laktoferin yang berfungsi untuk mengikat zat besi. Zat kekebalan yang terdapat di dalam ASI dapat melindungi balita dari berbagai penyakit infeksi saluran nafas, diare, infeksi telinga dan penyakit alergi (Markum, 2002).

(16)

yang memperoleh ASI Eksklusif. Balita yang tidak diberi ASI menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi. Ini yang menjadikan risiko kematian karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara eksklusif memperoleh ASI dari Ibu (Sinar Harapan, 2004).

6). Status Imunisasi

Bayi baru lahir biasanya mempunyai kekebalan terhadap penyakit tertentu (dipteri dan campak sampai umur 4-9 bulan) yang didapat dari ibunya. Setelah umur tersebut maka perlu diberikan suatu kekebalan dengan memberikan imunisasi untuk merangsang tubuh membuat zat anti bila ada rangsangan zat masuk kedalam tubuh.

Kegiatan imunisasi BCG, DPT, polio dan campak pada bayi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi yang di sebabkan oleh penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi ( PD3I), di ketahui bahwa beberapa penyakit yang termasuk PD3I mempunyai gejala prodormal yang menyerupai ISPA.

(17)

41% dari penyakit campak berhubungan dengan infeksi sekunder diantaranya pneumonia pada anak berumur kurang dari 5 tahun ( Raharjoe & Said 1989). Imunisasi campak dan pertusis dengan cakupan lebih dari 70% di Negara berkembang, efektif untuk menurunkan angka kematian balita (cattaneo, 1994).

2. Faktor perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit ISPA

(18)

D. Kerangka Teori . umur BBL Pemberian vitamin A Pemberian ASI Eks Status gizi Kepadatan Hunian Ventilasi Jenis lantai Kepemilika n lubang asap Jenis bahan bakar Keberadaa n anggota keluarga yang merokok

Daya tahan tubuh

Kelengkapan Status Imunisasi

Kelembaban ruangan

(19)

(Gambar 2.1.Kerangka Teori Hubungan factor karakteristik balita dan perilaku pencegahan keluarga terhadap kejadian ISPA.

(Sumber: Modifikasi Dinkes RI, 2001; Soekidjo Notoatmodjo, 1997; Srikandi Fardiaz, 1992; Juli Soemirat, 2000; Depkes RI,2001; Kertasapoetra, Marsetyo, Med, 2001; Mukono, 2000; Dinkes Prov. Jateng, 2005; Markum, 2002; I Dewa

Nyoman Supariasa, Bachsyar Bakri dan Ibnu Fajar, 2002).

C. Kerangka Konsep

Variabel independent

(Gambar 2.2. Kerangka Konsep)

(Hubungan Faktor Karakteristik balita dan perilaku pencegahan terhadap kejadian ISPA pada balita)

Variabel Dependen Kejadian ISPA Pada balita

Karakteristik Balita 1. Usia

2. Status Berat badan lahir

3. Status gizi 4. Status pemberian

Vitamin A 5. Status pemberian

ASI eksklusif 6. Status Imunisasi

Perilaku Keluarga • Peran aktif

(20)

D. Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa saran yang dapat diajukan untuk pengembangan program aplikasi ini bagi peniliti lain adalah: (1) pengembangan dari program ini dapat dikembangkan menjadi 3D anaglyph dengan

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan augerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menuangkan apa yang dirancang didalam laporan

Pada Sistem Informasi ini dilengkapi juga dengan fitur transaksi dan chatting sehingga konsumen yang berminat terhadap produk UKM dapat langsung melakukan transaksi pembelian

BPR Bank Karanganyar kepada pelaku UMKM untuk mendukung upaya pengembangan UMKM di Kabupaten Karanganyar, dan (3) untuk mengetahui berapa besar pengaruh variabel

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Suresh dan Shashikala (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh persepsi akan resiko terhadap pembelian secara online pada konsumen di India, mengatakan bahwa konsumen

Secara umum kesimpulan dalam penelitian ini adalah “ Implementasi pembelajaran tematik dengan Quantum Teaching di kelas III SDN 21 Kecamatan Sungai Raya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Group Investigation berbantu permainan ular tangga dapat meningkatkan keterampilan guru dan hasil belajar siswa pada mata