• Tidak ada hasil yang ditemukan

JOINED-UP GOVERNMENT (STUDI DESKRIPTIF TENTANG KOORDINASI HORIZONTAL ANTAR INSTANSI TERKAIT UPAYA PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SURABAYA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JOINED-UP GOVERNMENT (STUDI DESKRIPTIF TENTANG KOORDINASI HORIZONTAL ANTAR INSTANSI TERKAIT UPAYA PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA SURABAYA)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

JOINED-UP GOVERNMENT

(STUDI DESKRIPTIF TENTANG KOORDINASI HORIZONTAL ANTAR INSTANSI TERKAIT UPAYA PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI

KOTA SURABAYA)

Faris Juni Avianto

Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract

Joined-Up Government is one of the type of governance which prioritizes coordination among government agencies in managing public issues. One of them is related to the issue of green open space management. The coordination type in this research is horizontal coordination. The aims of this study is to describe how horizontal coordination among agencies is related to green open space management in Surabaya and what obstacles in horizontal coordination among agencies related to green open space management in Surabaya. This research used descriptive qualitative research method. Data are collected by using observation, document studi es and in- depth interviews with 5 informants in different background agencies. The determination of informants was purposive where the parties were considered to understand the management of green open space in Surabaya City.

The results of this study indicate that the adopted of Joined-Up Government in Surabaya so far has not been maximized yet. There are several obstacles in horizontal coordination between agencies such as, the coordination time to the activities of each ag ency that is collided. Different perceptions of each agency that emerges the sectoral ego, lack of support from superiors which makes the implementation of the results of coordination agreements has not maximized yet. Furthermore, there are criterias that are indicating that Joined-Up Government has been implemented, such as communication in horizontal coordination between agencies is done intensely and assisted the use of information technology as well. The implementation of the result of coordination agreement as proved by the arrangement of green open space management activity in Surabaya.

Keywords:Joined-Up Government, Horizontal Coordination between Agencies, Green Open Space

PENDAHULUAN

Fenomena pemanasan bumi (global warming), degradasi kualitas lingkungan, dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan air bersih dan udara sehat di sebuah kota. Hal ini berfungsi untuk menjamin keberlangsungan dan menyelamatkan kehidupan umat manusia di muka bumi. Keberadaaan lingkungan hidup sebagai salah satu aset manusia merupakan suatu hal yang mendasar. Sebab secara formalitas masyarakat dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melakukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) sebanyak 3 (tiga) kali, yang pertama pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia; kedua pada tahun 1992 di selenggarakan di Rio de Janeiro Brasil; dan ketiga pada tahun 2002 diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan.

Berdasarkan dari hasil konferensi tersebut maka diharapkan kota-kota di seluruh dunia mampu menerapkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dengan pembangunan yang menselaraskan antara pembangunan

fisik dan pembangunan lingkungkan maka akan mampu mengurangsi dampak buruk dari kerusakan alam yang menyebabkan terjadinya pemanasan global (global warming).

Sejalan dengan adanya pembangunan, maka pertambahan penduduk kota juga menjadi semakin meningkat, baik pertumbuhan alami (natural growth) maupun urbanisasi (urbanization) yang masih tergolong tinggi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya tuntutan akan ruang (space) untuk mengakomodasi sarana dan prasarana. Dengan kata lain kota yang padat penduduk membutuhkan infrastruktur sebagai sarana dan prasarana yang menunjang.

(2)

2 Kota-kota besar sering kali dijadikan simbol dari

sebuah kemajuan atau keberhasilan. Berbagai gedung tinggi dan pusat perbelanjaan menjadi landmark/icon dari setiap kota. Seiring dengan kondisi bumi yang terus memburuk akibat dari pemanasan iklim, masalah penghijauan dan kelestarian menjadi perhatian serius.

Menurut aturan internasional maka suatu kota harus memenuhi kebutuhan ruang terbuka atau open spaces guna mengarah kepada pembangunan berkelanjutan.

Pentingnya kesadaran pengelolaan ruang terbuka hijau yang baik dimulai sejak adanya pada pertemuan KTT Bumi di Rio de Jainero pada tahun 1992, yang menghasilakn “Forest Principle 19”. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa kota-kota harus memperhatikan pengelolaan ruang terbuka hijau untuk keseimbangan ekologis, yang berfungsi untuk

keseimbangan ekosistem, penyediaan udara bersih, penyerapan karbondioksida, sekaligus mengurangi efek rumah kaca dan pemanasan kawasan kota.

Untuk mengimplementasikan kesepakatan internasional tersebut dimana tiap kota harus mampu menyediakan ruang terbuka hijau. Hal ini telah diatur dan dituangkan oleh pemerintah pusat dalam Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang memberikan landasan untuk pengaturan ruang terbuka hijau dalam rangka mewujudkan ruang kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Selanjutnya akan dijelaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Menteri PU No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang mengatur dan menetapkan bahwa setiap kota wajib memiliki ruang terbuka hijau minimal 30% dengan proporsi RTH Publik 20% dan RTH privat 10% dari luas kota.

Surabaya merupakan kota metropolitan terbesar ke dua setelah Jakarta. Dalam skala nasional Kota

Surabaya merupakan pusat pembangunan di wilayah Indonesia Timur. Sedangkan secara regional, Kota Surabaya merupakan Ibukota Propinsi Jawa Timur.

Dengan kondisi seperti itu maka Kota Surabaya menjadi daya tarik bagi penduduk untuk tinggal dan beraktifitas di kota tersebut.

Hal itu menyebabkan kepadatan penduduk di Kota Surabaya yang memiliki luas wilayah 33.048,10 Ha, tidak sebanding dengan jumlah penduduknya sebanyak 2,943,528 jiwa. Pada tahun 2015. Berikut adalah Jumlah penduduk di Kota Surabaya berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2009-2015 dapat kita lihat melalui tabel dibawah ini:

Tabel I.I

Jumlah Penduduk Kota Surabaya Tahun

(Year)

Laki-Laki (Male)

Perempuan (Female)

Jumlah (Total) 2010 1,469,916 1,459,612 2,929,528 2011 1,506,980 1,506,980 3,024,324 2012 1,566,072 1,506,980 3,125,576 2013 1,602,875 1,597,579 3,200,454 2014 1,430,985 1,422,676 2,853,661 2015 1,473,640 1,469,888 2,943,528 (Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010-2015)

Dari tahun ke tahun peningkatan akan jumlah populasi penduduk di Kota Surabaya semakin banyak, walaupun terkadang mengalami penurunan jumlahnya.

Terjadinya peningkatan jumlah penduduk ini selain dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah kelahiran, peningkatan jumlah populasi penduduk di Kota Surabaya juga dipengaruhi oleh arus urbanisasi. Hingga akhir tahun jumlah penduduk Kota Surabaya telah mencapai angka sekitar tiga juta penduduk. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya, maka kebuthan akan tata ruang akan semakin besar pula.

(3)

3 Terjadinya peningkatan jumlah penduduk ini

selain dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah kelahiran, peningkatan jumlah populasi penduduk di Kota Surabaya juga dipengaruhi oleh arus urbanisasi.

Hingga akhir tahun jumlah penduduk Kota Surabaya telah mencapai angka sekitar tiga juta penduduk. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya, maka kebuthan akan tata ruang akan semakin besar pula.

Kepadatan penduduk yang terjadi menyebabkan tingginya permintaan lahan, khususnya lahan perumahan, selain itu juga lahan untuk industri dan bisnis. Kebutuhan lahan perumahan di Kota Surabaya dalam kurun waktu tahun 2003 – 2013, diperkirakan meliputi 53,85% dari total luas Surabaya. Sesuai RTRW Kota Surabaya tahun 2003-2013, kebutuhan permukiman sampai dengan tahun 2013 diperkirakan mencapai 556.542 unit, dengan kebutuhan lahan lebih kurang 17.593,75 Ha.

Mengetahui berbagai permasalahan di kota Surabaya maka untuk menjaga keseimbangan ekologis dan kelestarian lingkungan perlu memperhatikan aspek lingkungan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dimana setiap kota harus menyediakan paling sedikit 20% (RTH Publik) dari luas wilayah perkotaan. Seiring perkembangan Kota Surabaya dan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi maka pada tahun 2014 Kota Surabaya telah mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Tebuka Hijau, yang dilatar belakangi oleh keinginan pemerintah Kota Surabaya untuk melakukan pengelolaan kota dengan memperhatikan aspek ekologis dan menjaga ruang terbuka hijau yang telah ada.

Tujuan dikeluarkannya perda ini untuk melindungi ruang terbuka hijau dan sebagai bentuk komitmen pemerintah Kota Surabaya menjaga keseimbangan lingkungan. Sehingga tidak terjadi

konversi lahan yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berbubah menjadi ruang permukiman dan sarana pendukung kegiatan lainnya.

Menurut data yang ada pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, luasan ruang terbuka hijau Kota Surabaya hingga saat ini telah memenuhi target sebesar 20 persen dari luasan wilayah Kota Surabaya yang telah diatur dan ditentukan, hal ini dapat kita lihat ditabel berikut ini:

Grafik I.2

Perkembangan Luas Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, 2016

19,9 20 20,1 20,2 20,3 20,4 20,5 20,6 20,7 20,8

2010 2011 2012 2013 2014 2015 20,21 20,22 20,26

20,32

20,7 20,74

Persentae Luas RTH Terhadap Luas Kota (%)

3

(4)

4 Berdasarkan grafik yang ditunjukan pada grafik

I.2 diketahui bahwa tahun 2014 merupakan tahun yang menunjukan perkembangan paling pesat pada sisi luas Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki oleh Kota Surabaya.

Terlihat pada tahun 2013 luasan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya hanya seluas 20,32% terhadap luas kota, namun pada tahun 2014 meningkat menjadi 20.70%.

kemudian pada tahun 2015 luas Ruang Terbuka Hijau terus mengalami perkembangan, yaitu berada pada angka 20,74%. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah Kota Surabaya juga memiliki prioritas ataupun target untuk berupaya memberikan Ruang Terbuka Hijau yang layak

bagi masyarakat Kota Surabaya serta memberikan ruang bagi kota untuk dapat mengurangi resiko dari tingkat pencemaran udara yang terjadi di Kota Surabaya.

Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Surabaya difungsikan sebagai sarana rekreasi dan edukasi bagi warga Kota Surabayadan juga sebagai sarana tempat komunikasi publik. Adanya ruang terbuka hijau yang baik penataannya, kebutuhan psikologis manusia akan terpenuhi. Semakin banyaknya lahan yang diuslap menjadi taman kota mengundang banyak warga kota untuk berkunjung

Untuk melepas lelah, ataupun untk menghilangkan penat dari hiruk pikuknya Kota Surabaya. Semakin indahnya taman kota dan tersedianya fasilitas membuat daya tarik sendiri untuk mengundang masyarakat menikmati taman kota. Adapun penambahan fasilitas, diperuntukan member kenyamanan bagi warga pengunjung ruang terbuka hijau. Di sisi lain, semakin bertambahnya warga yang menggunakan fasilitas umum tersebut, mengundang banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) dan warga untuk berkunjung ke taman kota.

Banyaknya pedagang kaki lima dan warga yang berkunjung, dimungkinkan menimbulkan kesemrawutan dan bisa mengganggu keindahan ruang terbuka hijau seta ketidaknyamanan warga kota. Bukan tidak mungkin akan terjadi juga tindak kriminalitas dan seksual di lokasi ruang terbuka hijau tersebut.

Ruang terbuka hijau di Kota Surabaya yang kini menjadi salah satu lokasi tujuan warga kota untuk berwisata tidak bisa dijauhkan dengan tindakan-tindakan usil oleh pengunjung. Seperti hal nya yang terjadi di Hutan kota mangrove wonorejo, hutan kota yang sering dijadikan lokasi kegiatan penanaman terkadang juga terkena imbasnya dengan ketidakadanya keberlanjutan perawatan pohon sehingga penenaman sebelumnya

hanya terlihat sebagai kegiatan formalitas saja.selain itu, aktifitas yang sangat padat di kawasan hutan mangrove ini membuat hewan-hewan yang berada di kawasan mangrove merasa terancam. Keanekaragaman hewan ini terlihat menurun dibandingkan dengan sebelum dijadikan kawasan ekowisata di hutan mangrove wonorejo. Faktor yang menyebabkan menurunnya hewan di kawasan tersebut dikarenakan kebisingan yang ditimbulkan aktifitas manusia di sana, kapal yang menggunakan mesin, serta wewangian yang sangat mencolok.

Pentingnya koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya salah satunya agar tidak terjadinya perubahan ahli fungsi lahan. Joined-Up Government hadir sebagai model yang menyelaraskan ide-ide dari masing-masing instansi secara terpadu dan terintegrasi dengan baik.

Dengan penyelarasan ide-ide dalam pelaksanaan koordinasi dapat menghasilkan inovasi-inovasi strategis dalam pengelolaan ruang terbuka hijau. terlebih stakeholder dari model Joined-Up Government merupakan teknokrat-teknokrat yang kompeten dan ahli.

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara akademis maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Akademis :

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu mengetahui bagaimana koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya serta kendala- kendala yang dihadapi dalam koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan terkait ilmu administrasi negara khsusnya pada mata kuliah perencanaan pembangunan terkait tentang koordinasi horizontal antar instansi dalam pengelolaan ruang terbuka hijau

2. Manfaat Praktis :

Penelitaian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan informasi, pertimbangan dalam melaksanakan kegiatan serta kontribusi secara menyeluruh dan bermanfaat bagi instansi-instansi yang termasuk dalam tim koordinasi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya selaku koordinator atau leading sector dalam mengawasi pelaksanaan koordinasi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif Penelitian kualitatif merupakan suatu upaya untuk mengetahui tentang kebenaran dari suatu

(5)

5 fenomena, penelitian kualitatif juga mengajak untuk

lebih membenarkan yang ada. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, studi dokumen dan wawancara secara mendalam, teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling yang kemudian berkembang menjadi snowball sampling. Purposive

sampling adalah teknik penentuan informan dengan pertimbangan tertentu, pertimbangan ini didasarkan orang tersebut dianggap paling mengetahui dan memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini.

Snowball sampling adalah teknik penentuan informasi yang jumlah awalnya sedikit lama-lama semakin banyak.

Koordinasi Horizontal Antar Instansi Terkait Upaya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya Dalam proses pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya, tidak mungkin jika dilaksanakan oleh satu instansi saja. Sebagaimana dijelaskan bahwa koordinasi lintas sektor terkait pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya sangat dibutuhkan Model Joined-Up Government menekanan adanya keterpaduan dari masing-masing instansi serta hilangnya sekat-sekat antar instansi tersebut. Dalam koordinasi horizontal antar instansi ini, terdapat beberapa strategi yang digagas oleh instansi yang melaksanakan koordinasi pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya. Seperti strategi

pengelolaan hutan kota mangrove di wonorejo, taman kota bungkul dan lain sebagainya.

Tim koordinasi pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya memiliki tugas yaitu melakukan pertemuan secara berkala dalam rangka koordinasi, integrasi, sinergi, dan sinkronisasi perencanaan pelaksanaan program kegiatan pengelolaan ruang terbuka hijau dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan di Kota Surabaya, dengan maksud mensinergikan program muai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan ruang terbuka hijau.

Peran Antar Instansi Dalam Koordinasi Horizontal Antar Instansi Terkait Upaya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya

Demi tercapainya pelaksanaan koordinasi horizontal yang baik, tim koordinasi harus saling melengkapi. Setiap SKPD dalam koordinasi horizontal harus menyatukan kegiatan-kegiatannya atau program- programnya sehingga terpadu dalam pelaksanaannya.

Terdapat beberapa instansi terkait yang memiliki peran yang berbeda, namun memiliki program terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya sebagai berikut:

1. Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya.

2. Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.

3. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya

4. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya.

5. Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya.

Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya terkait paya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya sebagai leading sector dalam koordinasi pengelolaan ruang terbuka hijau bersama instansi-instansi yang terkait. Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau juga memaparkan beragam ide dan gagasan yang membangun dalam pelaksanaan pengelolaan ruang terbuka hijau ini.

Adanya instansi-instansi yang melaksanakan koordinasi, diharapkan dapat berupaya mengembangkan obyek wisata berupa taman kota semakin baik dan layak untuk dikunjungi. Saling bertukar pikiran akan

ide-ide dan gagasan dari masing instansi ini. Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya dan instansi terkait berharap segala program dapat terlaksana sesuai dengan perencanaan dan strategi dalam RPJMD Kota Surabaya tahun 2016-2021.

Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya alam kaitannya dengan pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya menekankan perannya sebagai instansi yangerkaitan langsng. Perannya seperti melakukan sebuah penyusunan rencana program dan petunjuk teknis dalam rangka perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek/tahunan di bidang fisik dan prasarana; Pelaksanaan sinkronisasi perencanaan program kegiatan di Lingkungan Pemerintah Daerah dan instansi terkait yang berkaitan dengan bidang fisik dan

prasarana; Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang fisik dan prasarana.

Komunikasi Dalam Koordinasi Horizontal Antar Instansi Terkait Upaya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya

Koordinasi bertujuan menciptakan dan memelihara iklim dan sikap saling responsif-antisipatif di kalangan unit kerja yang satu tidak dirusak oleh keberhasilan unit kerja lain, melalui jaringan informasi dan komunikasi efektif. Dalam proses koordinasi tidak terlepas dari proses komunikasi. Komunikasi dipergunakan untuk usaha memecahkan masalah dalam pelaksanaan koordinasi, yang diantaranya mengadakan pertemuan-pertemuan antar SKPD sebagai forum untuk tukar-menukar informasi, pendapat, pandangan dan

(6)

6 untuk menyatukan persepsi bahasa dan tindakan dalam

mengahadapi masalah bersama.

Beberapa metode komunikasi yang terlaksana oleh instansi-instansi yang melaksanakan koordinasi pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya yaitu dengan diadakannya rapat-rapat formal. Rapat-rapat ini rutin dilaksanakan sesuai urgensi.

Kesesuaian Pelaksana Hasil kesepakatan Koordinasi Horizontal Antar Instansi Terkait Upaya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya

Dalam hal ini dijelaskan mengenai kesesuaian pelaksana kegiatan hasil kesepakatan proses koordinasi.

Dalam hal ini juga untuk mengetahui bagaimana partisipasi setiap instansi dala pelaksanaan proses koordinasi horizontal antar instansi terkait pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya.

Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surabaya tahun 2016- 2021 telah memaparkan beragam strategi yang terkait

pengeloaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya.

Merujuk dari pemaparan beberapa instansi tentang strategi yang direncanakan dalam pengelolaan ruang terbuka hijau, dimana sudah ditemukan dan direncanakan secara detail apa saja yang akan dilaksanakan secara berkala tersebut.

Kesesuaian Pelaksana Hasil kesepakatan Koordinasi Horizontal Antar Instansi Terkait Upaya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya

Dalam hal ini dijelaskan mengenai kesesuaian pelaksanaan kegiatan hasil kesepakatan proses koordinasi. Dalam hal ini juga untuk mengetahui bagaimana partisipasi setiap instansi dala pelaksanaan proses koordinasi horizontal antar instansi terkait pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya.

Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surabaya tahun 2016- 2021 telah memaparkan beragam strategi yang terkait pengeloaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya.

Merujuk dari pemaparan beberapa instansi tentang strategi yang direncanakan dalam pengelolaan ruang terbuka hijau, dimana sudah ditemukan dan direncanakan secara detail apa saja yang akan dilaksanakan secara berkala tersebut. Kaitannya dengan penjabrannya komunikasi dalam proses koordinasi, dapat dianaisis bahwasanya ketidakhadiran bukan merupakan suatu hambatan yang berat dala penginformasian, karena komunikasi dari masing-masing SKPD dalam koordinasi pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya selalu ada. Ini dibuktikan melalui adanya komunikasi melalui telepon, tatap muka secara langsung, pertemuan secara informal, serta berbagai aspek penunjang koordinasi lainnya.

Kendala-Kendala Dalam Koordinasi Horizontal Antar Instansi Terkait Upaya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya

Pelaksanaan koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya tidak terlepas beragam hambatan-hambatan dan permasalahan yang ada. Hal ini dikarenakan koordinasi dalam pelaksanaannya dilakukan oleh lebih satu instansi, tidak hanya dilaksanakan oleh satu instansi saja. Kendala lain yang dihadapi selama pelaksanaan koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya adalah dilihat dari segi delegasi yang mengikuti rapat dari setiap instansi.

KESIMPULAN

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya merupakan bukti nyata pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penyediaan suatu lahan (open space) berupa ruang terbuka hijau (RTH) khususnya berupa taman dan hutan kota. Bukti nyata tersebut dapat terlihat dari dikelarnya peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 tentang pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Implementasi perda mengenai pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak akan berhasil dan berjalan dengan baik apabila tidak adanya koordinasi, komitmen dan kerjasama antar instansi di pemerintahan Kota Surabaya seperti Dinas Kebersihan dan ruang Terbuka

Hijau Kota Surabaya, Badan

Perencanaan Pembangunana Daerah Kota Surabaya, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya, dan Dinas Ke Koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya ini dapat dijabarkan dalam beberapa

indikator pengukuran koordinasi yang diantaranya sebagai berikut:

 Koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya terdapat beberapa kesepakatan- kesepakatan tugas dan fungsi masing-masing instansi yang sudah dilaksankan dengan baik

(7)

7 sesuai dengan kewenangannya. Salah satu

kesepakatan adalah mensukseskan pengelolaan dan menambah luasan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya baik dari sektor privat ataupun publik. Namun, tidak jarang terjadi tumpang tindih tugas maupn kewenangan oleh masing- masing instansi. Tumpang tindih tugas dan wewenang ini sering terjadi diantara Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya. Adanya komunikasi yang terjalin dengan baik dapat memudahkan koordinasi antar instansi tersebut sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mengelola ruang terbuka hijau sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

 Partisipasi antar instansi dalam pelaksanaan koordinasi horizontal terkait pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya dikatakan sesuai dengan pedoman kerja yang telah dirapatkan dalam forum koordinas Instansi-Instansi tersebut sudah melaksanakan peran dalam pelaksanaan program atau kegiatan sesuai dengan tupoksi inatansi masing-masing dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya dengan selalu berkoordinasi.

 Komunikasi dalam koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya dilakukan secara intens dengan setiap forum SKPD nya memiliki pembahasan sesuai dengan urgensi pengelolaan ruang terbuka hijau. Cara-cara komunikasi secara umum dibuktikan dengan adanya komunikasi secara tatap muka ataupun melalui elektronik. Komunikasi dalam koordinasi horizontal ini termasuk dalam komunikasi horizontal. Hal ini dibuktikan melalui adanya rapat-rapat rutin atau forum SKPD, interaksi informal atau komunikasi yang dilakukan diluar rapat. Komunikasi terkadang dilakukan melalui percakapan telepon, memo dan notulensi hasil dari pembahasan-pembahasan yang dilakukan.

Penggunaan teknologi informasi dalam koordinasi horizontal antar instansi terkait pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya juga dilakukan dengan cara mengunakan media sosial Whatsapp dan Facebook.

 Kesesuaian kegiatan hasil kesepakatan koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya dapat diuraikan dalam beberapa penjelasan berikut ini:

 Bentuk hasil koordinasi yang telah disebutkan dalam point 1 dilaksanakan oleh masing-masing instansi. Meskipun program yang berkaitan dengan pengelolaan ruang terbuka hijau itu menjadi salah satu

program satu instansi, namun instansi lainnya juga ikut terlibatdalam pelaksanaan program tersebut. Dapat diambil contoh yaitu perubahan ex- SPBU yang dirubah menjadi ruang terbuka hijau berupa taman aktif.

(8)

8

 Dalam pelaksanaan nya semua instansi yang terkait memiliki bagian- bagian penting, misalnya dalam proses pengerukan dan persiapan lahan dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan tata Ruang, lalu proses pembuatan taman dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau hingga proses pengaman ketika taman sudah beroperasi dilakukan pengawasan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya sehingga setiap instansi memiliki perannya masing-masing

 Pelaksanaan kegiatan hasil kesepakatan koordinasi antar instansi terkait pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya sudah dilakukan sesuai dengan prosedur.

Kaitannya dengan kesesuaian rencana masih belum dikatakan sempurna karena dalam pelaksanaannya terkadang terjadi kemunduran atau juga masih belum pasti kapan dilaksanakan.

Permasalahan yang dihadapi dalam koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya begitu beragam, hal tersebut diperkuat dengan bukti-bukti yang ditemukan dan diuraikan sebagai berikut ini:

 Permasalahan yang berkaitan dengan waktu.

Dengan banyaknya instansi yang terkait dalam

koordinasi horizontal ini membuat permasalahan waktu untuk melakukan koordinasi adalah permasalah yang sering terjadi. Terkadang salah satu instansi tidak dapat mengikuti rapat diakibatkan adanya urgensi yang lain dimasing-masing instansi

 Permasalahan yang berkaitan dengan komitmen. Permasalahan yang sering terjadi biasanya dikarenakan delegasi masing-masing instansi sering berubah-ubah ketika menghadiri rapat koordinasi sehingga tidak bisa melanjutkan apa yang sudah dibahas pada pertemuan sebelumnya.

 Permasalahan yang berkaitan dengan kesadaran masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam menyukseskan pengelolaan ruang terbuka hijau. Keterlibatan peran masyarakat sebagai pendukung koordinasi sangatlah penting.

 Permasalahan yang berkaitan dengan anggaran. Hal ini dikarenakan program- program dan kegiatan-kegiatan pengelolaan ruang terbuka hijau yang membutuhkan anggaran cukup besar sehingga segala perencanaan dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya dapat berjalan dengan sesuai rencana.

 Permasalahan yang berkaitan dengan komitmen berkoordinasi setiap instansi dalam pelaksanaan pengelolaan ruang terbuka hijau.

lemahnya komitmen dapat menyebabkan pelaksanaan koordinasi horizontal antar instansi terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau belum dapat dikatakan maksimal, dikarenakan banyaknya instansi- instansi yang diharuskan untuk melakukan koordinasi dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya.

 Permasalahan yang berkaitan dengan ego sektoral. Permasalahan yang selalu ditemui dalam pelaksanaan koordinasi adalah permasalahan mengenai ego sektoral, terlebih apabila komunikasi yang dilakukan antar instansi masih sangat minim dilakukan. Ego sektoral muncul diakibatkan adanya instansi

yang masih mengangap ini merupakan tugas dari instansi tersebut, dan instansi tersebut menganggap bahwa kegiatan tersebut dapat terlaksana tanpa bantuan dari instansi yang lainnya. Sehingga hal ini mengakibtakan permasalahan yang sering terjadi di alami oleh berbagai macam instansi.

SARAN

(9)

9 Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memeiliki

saran untuk Pemerintah Kota Surabaya khususnya instansi yang melaksanakan koordinasi horizontal terkait upaya pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya yaitu sebagai berikut:

 Meningkatkan komitmen keadiran instansi- instansi dalam rapat koordinasi agar setiap hasil keputusan dalam rapat koordinasi dapat direalisasikan dan dapat terlaksana tanpa adanya peninjauan kembali. Komitmen yang dijaga dengan baik dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pengelolaan ruang terbuka hijau.

 Menekan ego sektoral masing-masing instansi agar dalam pelaksanaan pengelolaan ruang terbuka hijau dapat berjalan secara terpadu dan dapat dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok masing-masing instansi.

 Meningkatkan pengawasan, dalam pelaksanaan pengelolaan ruang terbuka hijau aspek pengawasan adalah salah satu aspek penting yang harus diperhatikan oleh setiap

instansi dalam menjalankan perannya masing- masing agar semua proses dari hasil koordinasi dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan.

 Melakukan sosialisasi dan pengembangan sumber daya manusia terhadap masyarakat yang turut serta melaksanakan proses pengelolaan ruang terbuka hijau, sehingga hasil yang telah disepakati dapat dipahami pula oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Arikunto, Suharimi. 2013. Manajemen Penelitian.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Bintoro Tjokromidjojo. 1995 Perencanaan Pembangunan. Jakarta: PT Gunung Agung.

Christopher Pollit. 2003. Joined-Up Government Political Studies Review University of Leuven, February 2003

Dermawan,Edy.2003.Teori Dan Kajian Ruang Public Kota. Semarang:Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.

Demartono, Argyo. Dkk. 2009. Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat. Yogyakarta:

Sebelas Maret University Press.

Efficiency Unit. 2009. Joined-Up Government: Research Diivision, Institute of Public Administration, Itreland.

Ernawa,Imam S. 2003. Kota Tidak Hanya Direncanakan Tetapi Juga Harus Dirancang. Jakarta:

Majalah Kiprah Edisi 05 Januari.

Handayaningrat, Soewarno. 1988. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional.

Jakarta: CV Haji Masa Agung.

Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Manajemen dasar, Pengertian, dan masalah. Jakarta: Bumi Aksara.

Herbert Simon dalam Syafrudin, Ateng. 1993.

Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di daerah. Bandung: PT. Citra Aditya bakti.

Ketua LAN dalam Handayaningrat, Soewarno. 1988.

Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Haji Masaagung.

Miles dan Huberman dalam Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Moloeng, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moekijat. 1989. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen Perushaan. Bandung: Penerbit Manda Maju.

Muhammad, Ami. 2009. Komunikasi Organisasi.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Rineka Cipta.

Nirwono Joga-Iwan Ismaun. 2011. RTH 30%! Resolusi Kota Hijau. Jakarta:PT Gramedia Pustaka.

Satori, Djam’an dan AAn Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Silalahi, Uber. 2011. Asas-Asas Manajemen. Bandung:

PT Refika Aditama.

Shirvani,Hamid.1985.The Urban design Process.New York:Van nostrad Renhold Company.

Simon dan march dalam talizidulu, Ndraha. 2003.

Keybernology: Ilmu Pemerintahan baru.

Jakarta: PT. Rineka Cipta

Supriadi. 2008. Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta: Sinar Grafika.

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Syafrudin, Ateng. 1993. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di daerah. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Talizidulu, Ndraha. 2003. Kybernology: Ilmu Pemerintahan Baru. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Waediyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata.

Yogyakarta: CV Andi Offset.

(10)

10 Victorian Management. 2007. Joined-Up Government; A

Review of National International Experience by State Authority, Melbourne.

UNDANG-UNDANG :

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Peraturan Menteri PU No. 05/PRT/M/2008 tentang

Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menggunakan teknologi yang memadai dalam melakukan distribusi panen kelapa sawit.Diantara teknologi ini dengan

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa fungsi dan tugas customer service dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Sub Divisi

Seluruh dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya yang telah. memberi bantuan material, konsultasi pembelajaran, maupun

Beberapa kajian terdahulu mendapati bahawa kurangnya pendedahan pengetahuan mengenai pengurusan baja adalah merupakan faktor yang signifikan terhadap pengeluaran BTS

Sedangkan nilai tingkat penurunan kadar air terendah dari tanah sebelum diolah hingga setelah dilakukan pembajakan adalah pada kecepatan pembukaan throttle 60 o

Mengetahui Pokja Jasa Konsultansi Kepala Unit Layanan Pengadaan Ketua. ttd

Kualitas objek wisata tidak hanya dapat dinilai dari kondisi objek wisata itu sendiri, namun dilihat juga dari fasilitas, pelayanan, jasa, pemasaran, dan aksesibilitas yang

PROFITABILITAS PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2013-.