• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT NELAYAN PADA FESTIVAL ISSAKIHOTO DI ISHIKAWA ISHIKAWA KEN NO ISHIZAKI HOUTOUMATSURI NI OKERU GYOMIN NO JIMOTO CHIE SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT NELAYAN PADA FESTIVAL ISSAKIHOTO DI ISHIKAWA ISHIKAWA KEN NO ISHIZAKI HOUTOUMATSURI NI OKERU GYOMIN NO JIMOTO CHIE SKRIPSI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT NELAYAN PADA FESTIVAL ISSAKIHOTO DI ISHIKAWA

ISHIKAWA KEN NO ISHIZAKI HOUTOUMATSURI NI OKERU GYOMIN NO JIMOTO CHIE

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang Ilmu Sastra Jepang OLEH:

NUR AINUN 160722007

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG EKSTENSI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT NELAYAN PADA FESTIVAL ISSAKIHOTO DI ISHIKAWA

ISHIKAWA KEN NO ISHIZAKI HOUTOUMATSURI NI OKERU GYOMIN NO JIMOTO CHIE

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh:

NUR AINUN 160722007

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Nandi S

NIP :19600822 1988 03 1 002 NIP:19580704 1984 12 1 001

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D.

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG EKSTENSI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

DISETUJUI OLEH : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, 5 Maret 2018

Program Studi Sastra Jepang Ekstensi Ketua,

NIP : 19580704 1984 12 1 001

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan Kasih-Nya penulis diberikan kesehatan selama mengikuti perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Cukup banyak hambatan dan kesulitan yang penulis hadapidalam menyelesaikan skripsi ini.

Namun usaha dan diiringi doa merupakan dua hal yang memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT NELAYAN PADA FESTIVAL ISSAKIHOTO DI ISHIKAWA”ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya tidak terlepas dari bimbingan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Drs. Budi Agustono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang. M.S., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Drs. Nandi S selaku dosen pembimbing I, yang telah

mengorbankan waktu dan tenaga serta bimbingan dan pengarahan

dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

4. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang. M.S., Ph.D., selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan kritik dan saran kepada penulis.

5. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang dimiliki kepada penulis selaku mahasiswa Sastra Jepang (SI) Ekstensi selama masa perkuliahan.

6.Dari semua ungkapan terima kasih teristimewa untuk kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis sampai akhir hayat mereka.

7.Terima kasih terutama kepada keluarga tercinta yang selalu mendukung penulis dan tidak pernah mengeluh karena berkurangnya waktu penulis buat mereka.

8.Kepada teman-teman angkatan 2016 Ekstensi Sastra Jepang dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberi semangat dan dukungan kepada penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa jurusan Sastra Jepang.

Medan, 5 Maret 2018 Penulis

NIM: 160722007

Nur Ainun

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan dan Kerangka Teori... 7

1.5 Tujuan dan Manfaat ... 10

1.6 Metode Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT NELAYAN DI ISHIKAWA DAN KEARIFAN LOKAL 2.1 Kondisi Alam dan Laut Jepang ... 13

2.2 Kehidupan Masyarakat Nelayan Jepang di Ishikawa ... 15

2.3 Mitos-MitosdanAturan-AturanNelayan ... 17

2.4 Kearifan Lokal ... 22

BAB III KEARIFAN LOKAL MASYARKAT NELAYAN PADA FESTIVAL ISSAKIHOTO DI ISHIKAWA 3.1 Sejarah Festival Issakihoto ... 24

3.2 Pelaksanaan Festival issakihoto ... 26

(7)

3.3 Kearifan Lokal pada Festival Issakihoto ... 31 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 39 4.2 Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

LAMPIRAN

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dewasa ini Jepang dikenal sebagai negara paling berpengaruh di dunia dari segala bidang teknologi yang dihasilkannya. Jepang juga merupakan negara yang kuat pendiriannya sehingga tetap menjaga nilai-nilai budaya tradisionalnya sampai saat ini.Dalam bidang ekonomi, perikanan Jepang dikenal sebagai nomor satu di dunia. Distributor terbesar dalam produksi perikanan seperti: sarden, cakalang, kepiting, udang, salem, cumi-cumi, tuna, kerang, makerel dan lain-lain.

Dalam buku Modern Japan: "land and man" karya Teikoku-shoin dalam terbitan bahasa Inggris dikatakan bahwa Jepang sudah sejak dulu menjadi nomor satu dalam hal perikanan dunia. Bertahun-tahun Jepang ikut serta dalam memancing di berbagai samudera di berbagai belahan dunia. Hal ini menjadi perhatian dunia atas kesuksesan Jepang menduduki peringkat pertama dalam perikanan. Oleh sebab itu juga tidak menutup kemungkinan bahwa para nelayan Jepang memiliki kehidupan yang sangat layak, juga memiliki cara-cara atau aturan khusus dalam menjaga prestasi mereka dalam mengekspor ikan segar terkemuka.

Jika kita mengikuti sejarah Jepang, sejak dulu masyarakat terdahulu selalu

mendapat cara-cara baru baik dalam memancing maupun perlindungan terhadap

ekosistem laut dari pengalaman hidup mereka. Mengingat laut merupakan tempat

yang secara hakiki ikan dapat melangsungkan kehidupannya, maka untuk pertama

kalinya pada awal periode zaman Jomon, lebih dari 5.000 tahun yang lalu

(9)

ilmuwan terkemuka mengatakan bahwa rakyat zaman Jomon menemukan sebuah manfaat penggunaan pohon kelapa untuk pertama kalinya yang terapung di perairan Jepang berasal dari Tang China yang di bawa oleh arus kuroshio yang mengalir sepanjang pinggiran pantai kepulauan Jepang. Dalam kasus ini kita ketahui bahwa pohon kelapa memiliki peran penting di pesisir pantai, akar pohon kelapa berguna untuk pencegahan erosi dan menahan endapan lumpur yang dibawa oleh air sungai dari pegunungan. Hal yang dapat kita katakan salah satu kearifan lokal yang masih digunakan di seluruh pinggiran pantai. Secara tidak langsung mereka masih melestarikan cara orang orang terdahulu dalam menjaga ekosistem laut yang dapat membantu mereka dalam hal perikanan.

Kuroshio (黒潮) merupakan arus panas yang mengalir dari kepulauan Filipina, menyusur sebelah timur kepulauan Jepang dan terus ke pesisir. Kuroshio ini sendiri memberi banyak keuntungan bagi para nelayan Jepang dalam menangkap ikan. Seperti nelayan dari Okinawa misalnya, yang menggunakan Kuroshio sebagai acuan mereka dalam menangkap ikan.Kuroshio sendiri biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan April. Pada waktu-waktu itu pula para nelayan Okinawa pergi melaut dengan kapal laut besar yang dipenuhi nelayan dan mereka akan memancing ikan dari atas kapal secara bersamaan. Cara melaut dengan kapal besar ini sudah berlangsung cukup lama di Jepang.

Dalam praktik penangkapan ikan, Jepang memasang jaring atau memancing langsung dari pinggiran bibir kapal tanpa menggunakan bahan- bahan berbahaya seperti peledak, karena hal tersebut dapat merusak ekosistem. Jepang juga merupakan negara yang memiliki peraturan ketat dalam hal memancing.

Bagi anak-anak ikan yang tersangkut di dalam jaring akan dilepas kembali ke

(10)

lautan, karena dalam pemahaman mereka jika melepas kembali anak ikan yang masih kecil mereka dapat tumbuh menjadi ikan besar yang dapat ditangkap dikemudian hari. Pemikiran seperti ini tetap terus dijaga sebagai budaya yang mereka turunkan dari generasi ke generasi.

Kearifan lokal itu adalah nilai budaya yang positif. Nilai budaya yang positif pada komunitas masa lalu belum tentu semuanya positif pada komunitas masa sekarang ini. Dengan demikian, kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan bersumber dari nilai budaya yang masih dapat diterapkan pada masa sekarang, baik itu nilai budaya yang bermanfaat untuk penciptaan kedamaian maupun peningkatan kesejahteraan. Kearifan lokal dapat didekati dari perspektif struktural, kultur, dan fungsional. Dalam pembahasan ini penulis lebih mendekati kearifan lokal yang dapat didekati dari perspektif kultur.

Perspektif kultur lebih menekankan pada konteks kearifan lokal sebagai nilai yang diciptakan, dikembangkan, dan dipertahankan dari masyarakat sendiri dan karena kemampuannya dapat bertahan dan menjadi pedoman hidup masyarakat. Di dalam kearifan lokal tercakup berbagai mekanisme dan cara untuk bersikap, berprilaku, dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tata sosial. Pada dasarnya, ada lima dimensi kultur tentang kearifan lokal, yaitu pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, dan proses sosial lokal (Ife, 2002:101-102).

Selain itu kearifan lokal mereka terhadap kepercayaan mitos dan hal tabu juga menjadi salah satu alasan atas kesuksesan mereka dibidang perikanan.

Misalnya, kepercayaan mereka terhadap Dewa Ebisu yang dipercaya sebagai

Dewa keberuntungan atau pemberi rizki yang kemudian memunculkan suatu

(11)

kebiasaan dan peraturan-peraturan yang membuat sistem perikanan mereka teratur. Sistem tersebut pun tidak hanya datang dan ditaati oleh kelompok tertentu, tetapi peraturan tersebut juga terbentuk dari sistem pemerintahan yang wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat nelayan pada umumnya. Untuk menghormati Dewa Ebisu, mereka selalu melaksanakan festival yang disebut Issakihoto, yang tujuannya adalah agar tangkapan nelayan selanjutnya akan mendapatkan hasil yang semakin melimpah

Festival Issakihoto diselenggarakan di Issaki-cho, kota Nanao-shi, Prefektur Ishikawa yang terkenal sebagai kota nelayan. Prefektur Ishikawa memiliki destinasi wisata air yang melimpah. Di Ishikawa juga ada cara mereka berdoa dan menyampaikan rasa syukur pada leluhur dan para dewa tepatnya di kota Nanao-shi, prefektur Ishikawa yang terkenal sebagai kota nelayan yang merupakan agenda setahun sekali yang diselenggarakan oleh para nelayan yang tinggal di kota Ishikawa. Penyampaian rasa syukur itu disebut ritual

“Tairyokigan” (ritual untuk memohon pada dewa agar para nelayan mendapat banyak tangkapan).

Festival ini merupakan agenda setahun sekali yang diselenggarakan oleh

para nelayan yang tinggal di kota ini. Umumnya di dalam festival di Jepang

orang-orang berkeliling kota sambil memanggul omikoshi (semacam kuil kecil

yang dapat dipindah dengan mudah) yang dipergunakan untuk berdoa dan

menyampaikan rasa syukur pada leluhur dan para dewa, tetapi pada festival di

Issaki-cho mereka memanggul hoto sehingga disebut festival Issakihoto. Hoto

dipanggul oleh para pria dan diarak keliling kota. Warna lentera dibedakan untuk

masing-masing wilayah kelurahan. Terdapat 2 macam ritual yang diadakan pada

(12)

festival ini. Pada pagi hari mereka memanggul hoto sebagai ungkapan rasa syukur pada leluhur dan dewa, dan pada sore hari mereka mengadakan ritual memohon para dewa agar para nelayan mendapat banyak tangkapan ( Tairyokigan ).

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud meneliti mengenai kehidupan masyarakat nelayan di Jepang melalui skripsi yang berjudul

“Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan pada Festival Issakihoto di Ishikawa”.

1.2Rumusan Masalah

Jepang populer dengan sebutan negara modern dan bertekhnologi canggih dalam segala bidang. Sebagai negara yang telah berhasil membangun hampir di semua bidang, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya sehingga Jepang sering disebut sebagai negara yang mempunyai wajah tradisional, yaitu bangsa yang tetap menjalankan budaya-budaya tradisional, terutama tampak dalam kegiatan ritual yang masih diselenggarakan oleh masyarakat pedesaan maupun perkotaan.

Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi

nilai-nilai tradisionalnya (Herniwati, 2011:2). Dalam kehidupan masyarakat

Jepang, matsuri masih dijadikan salah satu acara festival yang bersifat ritual yang

selalu dirayakan setiap tahunnya.Salah satu bentuk matsuri yang masih

diselenggarakan oleh masyarakat Jepang terdapat dalam bidang kelautan yaitu

ritual memberi persembahan kepada Dewa Ebisu agar tangkapan para nelayan

berlimpah ruah. Dewa Ebisu dianggap sebagai dewa keberuntungan dan juga

merupakan penjaga laut dan melestarikan ikan-ikan di lautan.

(13)

Festival Issakihoto dilaksanakan pada musim panas di minggu pertama bulan Agustus, dengan tujuan agar tangkapan para nelayan selanjutnya akan mendapatkan hasil yang semakin melimpah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana performasi Festival Issakihoto di Ishikawa?

2. Bagaimana kearifan lokal yang terdapat pada Festival Issakihoto?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka perlu adanya ruang lingkup pembahasan. Penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dengan tujuan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan tetap berfokus pada masalah yang ingin diteliti sehingga dapat memudahkan dalam menganalisa topik permasalahan.

Didalam penelitian ini, penelitian akan difokuskan pada performasi serta kearifan lokal yang terdapat dalam Festival Issakihoto. Untuk mendukung pembahasan, pada Bab II akan dikemukakan juga tentang Kondisi Alam dan Laut Jepang, Kehidupan Masyarakat Nelayan di Ishikawa, Mitos-mitos dan Aturan- aturan Nelayan Jepang, dan Kearifan Lokal.

1.4.Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Agama di Jepang digunakan untuk meninggikan dan melestarikan alam.

Alam adalah peninggalan leluhurdan pemberi kehidupan bagi anak cucu,dan

(14)

merupakan tempat tinggal roh-roh. Pohon di gunung dijaga oleh dewa gunung, sehingga air dapat mengalir ke desa untuk kehidupan anak cucu manusia di desa.

Binatang buruan juga dijaga oleh dewa gunung, juga untuk kehidupan manusia.

Oleh karena itu, alam adalah sesuatu yang sangat penting dilestarikan oleh manusia dan dewa. Jadi kelihatan keselamatan alam dan harmoni untuk kehidupan adalah sesuatu yang paling penting dalam pandangan beragama masyarakat Jepang (Situmorang, 2013:30-31).

Kearifan lokal (local wisdom) merupakan pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Disamping itu kearifan lokal dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem dalam tatanan kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan yang hidup di dalam masyarakat lokal.Peran kearifan lokal sangat penting untuk menentukan kemajuan suatu bangsa., hal ini dapat dilihat dari negara Jepang. Bangsa Jepang tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai khas bangsa tersebut sehingga bangsa Jepang menjadikan tradisi sebagai pengembangan dalam menuju kemajuan di era global (Wagiran, 2011:85).

Salah satu budaya Jepang yang erat kaitannya dengan ritual kepercayaan yaitu matsuri, karena di dalam matsuri terdapat berbagai macam ritual. Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama.

Istilah matsuri dalam bahasa Jepang diartikan dengan festival. Namun

demikian, matsuri bukanlah bentuk festival biasa, tetapi terdapat berbagai bentuk

ritual untuk ungkapan terima kasih dan penyembahan kepada dewa. Matsuri juga

(15)

diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat

mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Festival Issakihoto yang diselenggarakan di Issaki-cho, prefektur Ishikawa juga salah satu matsuri yang diselengarakan di Jepang. Festival yang diselenggarakan di musim panas ini merupakan salah satu matsuri dengan sejarah yang unik.

1.4.2. Kerangka Teori

Untuk melihat realitas, ritual dan kearifan lokal yang terdapat dalam Festival Issakihoto, penulis menggunakan teoriminkanshinkou artinya kepercayaan rakyat Jepang.Menurut Miyake dalam Situmorang (2013:29) bahwa pandangan masyarakat Jepang mengenai alam yaitu ada benda-benda alam seperti batu, sungai dan laut dan ada juga benda-benda hidup seperti tumbuhan , binatang dan manusia. Pada benda alam tersebut dapat memberikan bahaya atau dapat menjauhkan bahaya sehingga harus disembah. Demikian juga benda yang sangat besar seperti matahari, bulan dan bintang dianggap mempunyai kekuatan besar sehingga harus disembah. Penyembahan benda-benda diatas melahirkan adanya dewa matahari, dewa bulan dan dewa binatang.

Pada kalangan masyarakat nelayan, petani, pelaut, dan masyarakat yang

bergerak di bidang industri, Jepang mempercayai Dewa Ebisu sebagai Dewa

keberuntungan atau pemberi rizki yang kemudian memunculkan suatu kebiasaan

dan peraturan-peraturan yang membuat sistem perikanan mereka teratur. Sistem

(16)

tersebut pun tidak hanya datang dan ditaati oleh kelompok tertentu, tetapi peraturan tersebut juga terbentuk dari sistem pemerintahan yang wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat nelayan pada umumnya.

Selain itu penulis juga menggunakan teori kearifan lokal. Menurut I Ketut Gobyah dalam Buchari (2012: 115-116) kearifan lokal terbentuk sebagai suatu keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografi dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkandung di dalammya sangat universal.

Melalui teori Gobyah tersebut, penulis dapat mengungkapkan kearifan lokal yang terdapat dalam Festival Issakihoto yaitu Festival yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi alam dan musim Jepang serta keyakinan dan kepercayaan yang telah dianut masyarakat Jepang yang berlangsung sampai saat ini.

Penelitian ini juga menggunakan teori matsuri. Menurut Ike Iswari Lawanda (2004:16) matsuri adalah merupakan ekspresi keyakinan keagamaan orang Jepang yang berfungsi memantapkan keyakinan bahwa dunia terdiri dari dunia nyata dan dunia gaib.

Mekanisme penyelenggaraan matsuri yang sudah berakar dalam budaya

masyarakat membentuk etos masyarakat serta mengarahkan setiap individu

menjalankan prilaku dan tindakan sesuai dengan aturan yang dimiliki oleh simbol

matsuri.

(17)

Melalui teori matsuri diharapkan dapat mengungkapkan maksud dan arti dari setiap bagian dan tahapan ritual yang dilakukan masyarakat Jepang dalam Festival Issakihoto.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pelaksanaan Fesitval Issakihoto.

2.Mendeskripsikan kearifan lokal yang terdapat pada Festival Issakihoto

1.5.2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai dengan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi baru bagi masyarakat luas dan mahasiswa Sastra Jepang yang mempelajari tentang budaya masyarakat Jepang di setiap universitas, yang kedepannya dapat memberikan masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai ritualitas dalam Festival Issakihoto pada masyarakat Jepang.

2. Penelitian ini diharapkan dapatmenambah wawasan penulis tentang ritualitas dalam Festival Issakihoto pada masyarakat Jepang.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan ilmiah

yang bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para pembaca yang

(18)

tertarik ingin mengetahui lebih lanjut tentang ritualitas dalam Festival Issakihoto pada masyarakat Jepang.

4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi para akademisi dan peneliti berikutnya dalam penulisan karya ilmiah yangi ngin mengkaji lebih mendalam tentang Festival Issakihoto.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan kegiatan yang sistematis dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Erlina, 2011:

8). Untuk mendukung tercapainya penelitian, maka harus dilengkapi dengan metode penelitian yang tepat dan sesuai dengan permasalahan penelitian yang akan dibahas.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis (descriptive research), artinya metode ini tidak terbatas sampai pada pengumpulan dan menyusun data, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data itu (Soejono dan H. Abdurrahman, 1994:24). Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan- pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari satu fenomena (Erlina, 2011:11).

Dalam penelitian ini, digunakan juga metode kepustakaan (library

research) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode

(19)

pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan

penelitian. Hal ini dimaksudkan guna memperoleh informasi penelitian sejenis

dan memperdalam kajian teoritis suatu penelitian. Dalam hal ini penulis

memanfaatkan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara serta

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Selain itu, penulis juga memperoleh

data dengan memanfaatkan media internet untuk mencari data yang berhubungan

dengan masalah yang ditelitiseperti melalui jurnal dan surat kabar online.

(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT NELAYAN DI ISHIKAWA DAN KEARIFAN LOKAL

2.1 Kondisi Alam dan Laut Jepang

Secara astronomis, Jepang terletak diantara 30° LU-47° dan 128° BT-149°

BT.Adapun batas batas geografisnya adalah disebelah barat berbatasan dengan Laut Jepang dan selat Korea. Di sebelah Timur berbatasan dengan Samudera Pasifik, diutara berbatasan dengan Laut Okhosk, dan disebelah Selatan berbatasan dengan Laut Cina Timur dan Samudera Pasifik. Selain itu, Jepang juga bertetangga dengan beberapa Negara seperti China dan Korea di sebelah barat, Taiwan dan Philipina disebelah selatan, benua Amerika di sebelah timur dan Uni Soviet di sebelah utara. Ibu kota negara ini adalah kota Tokyo yang terletak di Pulau Honshu. Luas daratan Jepang kurang lebih sekitar 337.748 kilometer persegi dengan sekitar 71% daratannya merupakan daerah pegunungan. Sekitar 10% dari jumlah gunung yang masih aktif di dunia berada di Jepang dan gunung Fuji sebagai gunung tertinggi.

Jepang adalah sebuah negara dimana geografinya terletak didaerah subtropis bagian utara belahan bumi, oleh karena itu mengenalempat musim yaitu musim panas (natsu) dan musim dingin (fuyu) yang diantarai musim gugur (aki) dan musim semi (haru).

Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari empat buah pulau besar

dan beribu pulau pulau kecil, pulau pulau besar tersebut adalah pulau Hokkaido,

Honshu, Kyushu dan Shikoku. Pulau-pulau tersebut terdiri dari daerah

(21)

pegunungan yang langsung menghadap ke lautan Pasifik sebelah timur dan laut Jepang di sebelah barat.Iklim daerah Jepang sebelah timur sangat berbeda dengan iklim Jepang sebelah barat. Sebelah timur menghadap lautan Pasifik oleh karena itu mempunyai karakteristik pantai yang curam dan berkelok kelok. Jepang sebelah timur ini mendapatkan angin laut yang hangat dari lautan Pasifik sehingga apabila salju turun maka segera akan mencair, oleh karena itu hampir tidak didapati lapangan ski. Berbeda dengan Jepang bagian Barat yang mempunyai karakteristik pantai yang landai atau didapati pantai pasir. Kemudian karena angin darat yang dingin dari daratan Asia berhembus, sehingga cuaca dingin yang berkelanjutan mengakibatkan salju tidak segera mencairsehingga tumpukan salju dapat bertahan lama, dan mengakibatkan banyak ditemui lapangan ski.

Laut Jepang dihubungkan dengan laut-laut di sekitarnya oleh 5 selatdangkal: Selat Tartary antara daratan Asia dan Sakhalin, Selat La Perouse antara pulau-pulau Sakhalin dan Hokkaido, Selat Tsugaru antara Hokkaido dan Honshu, Selat Kanmon antara pulau Honshu dan Kyushu, dan Selat Korea antara Semenanjung Korea dan pulau Kyushu. Selat Korea terdiri dari Kanal Barat dan Selat Tsushima yang ada di kedua belah sisi pulau Tsushima.

Titik terdalam: 3.742 meter di bawah permukaan laut Kedalaman rata-rata: 1.752 meter

Luas permukaan: sekitar 978.000 km²

Laut Jepang memiliki 3 palung utama: Palung Yamato di sebelah

tenggara, Palung Jepang di sebelah timur, dan Palung Ulleungdi sebelah barat

(22)

daya. Titik terdalam Laut Jepang terletak di Palung Jepang, sedangkan titik terdangkal terletak di Palung Tsushima.

Arus hangat Tsushima, cabang dari Arus Kuroshio, mengalir ke arah utara menuju Selat Korea sepanjang garis pantai Jepang. Arus dingin Liman mengalir ke selatan melalui Selat Tartary sepanjang garis pantai Rusia. Pertemuan arus hangat dengan air laut bersuhu dingin membentuk pusaran arus dingin dan sebaliknya membentuk pusaran arus hangat. Laut Jepang merupakan wilayah perairan Jepang yang terkepung daratan ketika seluruh daratan Asia Timur masih bersatu.

2.2Kehidupan Masyarakat Nelayan Jepang di Ishikawa

Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang terletak di barat Samudra Pasifik. Negara ini dikenal dengan julukan “Negeri Matahari Terbit“, karena orang Jepang dahulu adalah penyembah matahari. Bahkan sampai sekarang pun mereka masih percaya Kaisar Jepang adalah keturunan Dewa Matahari.Selain itu Jepang juga dikenal sebagai Negeri Sakura, karena banyaknya tempat-tempat umum yang ditumbuhi bunga Sakura yang menjadi ciri khas negara Jepang.

Jepang termasuk salah satu negara yang memiliki armada perikanan terbesar didunia. Jepang adalah negara pengimpor hasil laut terbesar didunia (senilai 14 miliyar). Penduduk Jepang adalah yang paling gemar mengkonsumsi ikan.

Industri perikanannya sangat maju karena didukung oleh kondisi alam

yang ada. Faktor-faktor pendukungnya antara lain mempunyai perairan laut yang

(23)

kaya ikan. Di Tohuku dan Hokkaido Jepang merupakan tempat bertemunya arus panas kurosyiwo dan arus dingin oyasyiwo, menggunakan teknologi modern untuk penangkapan ikan, serta memiliki banyak pelabuhan alam untuk dermaga perikanan (teluk). Hasil ikannya berupa ikan sarden, salmon, tuna, paus, haring.

Jepang adalah negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Oleh karena itu banyak sumber makanan tradisional Jepang berasal dari laut. Dalam penangkapan ikan di Jepang ada banyak metode yang dilakukan. Masyarakat nelayan tradisional Jepang menyembah Dewa Ebisu untuk menangkap ikan. Dewa Ebisu dianggap sebagai Dewa keberuntungan dan juga merupakan penjaga laut dan melestarikan ikan-ikan dilautan. Dengan adanya penyembahan Dewa laut ini juga turut menentukan tatakrama menangkap ikan dilaut.

Prefektur Ishikawa (石川県Ishikawa-ken) adalah prefekturJepang yang

terletak di wilayah Chubu, PulauHonshu. Ibu kotanya adalah Kanazawa. Prefektur

Ishikawa merupakan hasil penggabungan Provinsi Kaga dan Provinsi Noto yang

lebih kecil.Ishikawa memiliki pantai yang menghadap laut Jepang. Bagian utara

dari prefektur ini merupakan Semenanjung Noto yang sempit, dan bagian selatan

lebih luas dengan sebagian besar pegunungan. Adapun ibu kota

prefektur, Kanazawa, terletak di dataran rendah dekat pantai. Prefektur Ishikawa

memiliki destinasi wisata air yang melimpah, di Ishikawa juga ada cara mereka

berdoa dan menyampaikan rasa syukur pada leluhur dan para dewa tepatnya di

kota Nanao-shi, prefektur Ishikawa yang terkenal sebagai kota nelayan yang

merupakan agenda setahun sekali yang diselenggarakan oleh para nelayan yang

tinggal di kota Ishikawa. Penyampaian rasa syukur itu disebut ritual

(24)

“Tairyokigan” (ritual untuk memohon pada dewa agar para nelayan mendapat banyak tangkapan).

2.3 Mitos – Mitos dan Aturan – Aturan Nelayan

Mitos merupakan salah satu kearifan lokal yang dimiliki seluruh komunitas masyarakat di muka bumi. Begitu juga bangsa Jepang yang memiliki banyak mitos yang menjadi kepercayaan yang masih dijaga sampai saat ini.

Pengertian mitos seperti yang dikutip pada http://.m.wikipedia.org/wiki/

Mitos adalah Mythos dalam bahasa Yunani atau Mite dalam bahasa Belanda adalah cerita rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya.Dalam pengertian yang lebih luas mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional. Pada umumnya mitos menceritakan terjadinya alam semesta, dunia dan para mahluk penghuninya, bentuk topografi, makhluk suprantural, dan sebagainya.

Masyarakat Jepang merupakan bangsa yang termasuk memiliki banyak

mitos. Salah satu mitos yang kemudian menjadi kepercayaan mereka adalah mitos

mereka terhadap para Dewa yang kemudian menjadi sebuah kepercayaan. Dewa

keberuntungangan atau yang sering disebut Shichi Fukujin adalah tujuh Dewa

keberuntungan yang memiliki mitos dan dipercaya oleh masyarakat Jepang hingga

saat ini. Ketujuh Dewa tersebut adalah: Ebisu, Daikokuten, Bisha Monten,

Benzeiten, Fukurokuju, Hotei dan Juroujin. Dalam hal ini Ebisu dipercaya sebagai

pemberi rezeki bagi para nelayan.

(25)

Ebisu merupakan Dewa yang sangat dikenal dalam kalangan nelayan, petani, pelaut, dan masyarakat yang bergerak dibidang industri. Ebisu adalah dewa ketulusan, kekayaan, keberuntungan dan praktek bisnis yang bersih dan adil.

Ebisu pada umumnya sering ditampilkan dalam pakaian resmi pengadilan atau jubah perburuan orang istana, tetapi atribut intinya adalah tangkai pancing di tangan kanan dan ikan sea bream atau kakap tergantung dari tali pancing atau diselipkan di bagian bawah tangan kiri. Di Jepang kedua ikan ini merupakan simbol dari keberuntungan.

Ebisu juga digambarkan memakai topi runcing yang terlipat di bagian

tengah, yang mana sering digunakan oleh para masyarakat istana pada masa

kerajaan zaman dulu. Secara tidak umum, Ebisu sering digambarkan membawa

kipas lipat daripada ikan atau pancingan. Arti dari kipas tersebut tidak jelas, tetapi

tidak diragukan bahwa itu menyimbolkan sebagai pengabul permintaan atau

pencipta keputusan di masa lampau, kipas dilambaikan oleh kaisar dalam arah

tertentu untuk menunjukkan baik permintaan atau penolakan dari sebuah

permintaan saat audiensi kaisar dengan para bangsawan dan rakyat jelata. Bagi

bangsa pencinta ikan, tidak heran jika Ebisu merupakan salah satu dari tujuh

Dewa keberuntungan yang sangat popular. Ebisu juga merupakan satu-satunya

dari tujuh Dewa keberuntungan yang berasal dari Jepang. Saat ini Ebisu tidak

hanya Dewa kemakmuran bagi keselamatan nelayan dan pemberi hasil pancingan

yang melimpah, tetapi juga sebagai Dewa kemakmuran bisnis bagi para saudagar

dalam semua jenis perniagaan dan kesuksesan bagi semua orang dalam berbagai

jenis pekerjaan.

(26)

Selain Ebisu, dewa lainnya yang dipercayai oleh masyarakat nelayan adalah Funadama, adalah Dewa perempuan yang diyakini dapat melindungi kapal- kapal nelayan. Di banyak kampung nelayan di Jepang meyakini Funadama sebagai Dewa yang sangat menyerupai tingkah laku perempuan dan bahkan terdapat kasus yang mana para wanita dianggap penjelmaan dari Funadama itu sendiri. Dengan alasan itulah rambut wanita yang mengandung elemen api dan tanah dipercaya dapat melindungi kapal dari karam. Namun di daerah lain di Jepang Funadama dikenal sebagai Dewa yang juga membawa arah angin yang bagus, bahkan dapat menarik perhatian ikan. Pada sebuah perayaan pada perahu yang pertama kali berlayar dihari kedua pada tahun tersebut harus membuat sebuah upacara, dimana upacara tersebut merupakan pemujaan bagi Dewa Funadama. Pemujaan ini selalu dilakukan dengan sebuah kotak kayu yang didalamnya berisi rambut wanita, koin kuno, boneka dan barang- barang lainnya.

Pada kapal modern akan diletakkan dua kotak untuk upacara pemujaan, satu di depan, dan yang satunya diletakkan pada kabin. Sebelumnya pada kapal-kapal nelayan terdahulu, kotak tersebut diletakkan dibawah tiang kapal, dimana para pembuat kapal memasang Shintai (tubuh dari Dewa, objek, simbol atau perantara yang diyakini sebagai tempat Dewa bersemayam) dengan sangat rahasia sebelum berlayar.

Selanjutnya ada Dewa Benzaiten yang dipercaya sebagai Dewa air.

Banzaiten merupakan salah satu dari tujuh Dewa keberuntungan. Satu-satunya

Dewa perempuan dari kelompok 7 Dewa keberuntungan. Benzaiten merupakan

Dewa yang berasal dari kepercayaan Hindu. Selama abad 12-13 ia berkembang

(27)

menjadi Dewa air dan pelindung pembelajaran seni dan musik (pada sesuatu yang mengalir).

Pada karakter sistem kepercayaan, memperlihatkan bahwa nelayan masih percaya bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga diperlukan perlakuan- perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dengan meningkatnya tingkat pendidikan, upacara-upacara tersebut bagi sebagian kelompok nelayan hanyalah sebuah ritualisme. Sebagai tradisi yang dilangsungkan hanya sebagai satu instrumen stabilitas sosial dalam komunitas nelayan.Selain mitos yang dipercayai bangsa Jepang, bidang perikanan mereka juga diatur oleh aturan-aturan yang di taati, dihormati, dan dijalankan.

Salah seorang Kepala Devisi Budidaya dan Pakan ikan Perum Perikanan Indonesia, Agung Setianto yang pernah mengambil gelar doktor dari Tokyo University of Marine Technology mengatakan nelayan di Jepang sangat makmur.

Kebutuhan produksi mereka dijamin oleh pemerintah. Para nelayan memiliki kapal sendiri, tidak ada illegal fishing, juga peraturan penangkapan yang memakai kuota.

Pemakaian kuota disini maksudnya adalah misalkan sebuah kapal diberi

kapasitas sekian ton untuk jumlah kuota penangkapan yang harus mereka penuhi,

jika kuota tidak dapat dipenuhi maka kuota akan dicabut, dengan begitu

penangkapan bisa dikontrol dengan baik. Agung menjelaskan bahwa illegal

fishing tidak ada di Jepang karena regulasi diterapkan dengan baik. Aturan ini

ditegakkan dengan nelayannya yang disiplin. Shonin gyo-gyo atau izin perikanan

merupakan izin perikanan yang langsung diatur oleh pemerintah Jepang. Secara

(28)

umum aturan kanan mengatur mulai dari hukum boat nelayan dan hukum- hukum lainnya yang terkait dengan pengiriman yang mengatur penataan pada penanganan registrasi, dan pemeriksaan dari kapal-kapal nelayan. Hal ini memberikan aturan dan regulasi untuk perikanan melalui pembentukan sistem izin nasional, sistem ini dari pemerintah dari tiap masing-masing perfektur, dan sistem pengelolaan berdasarkan hak nelayan.

Sistem izin nasional merupakan sistem izin perikanan Jepang yang langsung mengontrol kapasitas penangkapan untuk penangkapan ikan dalam jumlah besar. Jumlah penangkapan yang diizinkan dengan tegas dibatasi dan dikontrol langsung oleh pemerintah. Izin yang diberikan menentukan nama penerima kesatuan pemancing dan satu kapal penangkap ikan oleh karena itu, satu izin hanya belaku untuk satu buah kapal tangkapan. Rincian dari izin dan syarat tersebut untuk aktivitas penangkapan, meliputi pembatasan pada area penangkapan, jadwal penangkapan ikan, pelabuhan dasar, alat yang digunakan.

dan metode penangkapan.

Untuk izin prefektur, izin ini diwajibkan untuk para nelayan yang di skalaindividual kapal untuk tiap memiliki kapal penangkapan ikan dengan semua penjelasan periode dari syarat penangkapan. Pemerintah pusat memutuskan jumlah kuota penangkapan dari kapal nelayan diatur oleh wakil rakyat dengan maksud mengatur jumlah maksimal dari keseluruhan hasil tangkapan baik oleh Prefektur ataupun oleh penanggung jawab wilayah laut setempat. Beberapa izin perikanan Prefektur adalah:

1. Untuk Jaring penangkap ikan dengan ukuran medium dapat menggunakan

kapal penangkap ikan yang berkuota 540 gross ton.

(29)

2. Pukat ikan skala kecil menggunakan kapal yang dibawah 15 gross ton.

3. Untuk penangkapan menggunakan jaring apung salmon dalam ukuran kecil menggunakan kapal dibawah 30 gross ton.

4. Untuk pukat ikan di pedalaman laut Seto menggunakan kapal lebih dari 5 gross ton.

Terakhir merupakan aturan yang mengatur hak-hak nelayan tradisional atau pun nelayan setempat. Pengaturan perikanan di area pesisir di atur berdasarkan peraturan daerah perikanan setempat. Sekelompok nelayan yang tergabung dalam perkumpulan kooperatif nelayan secara umum beranggapan hak eksklusif akan diberikan untuk operasi perikanan tertentu dan dengan demikian menganggap semua tanggung jawab untuk keberlanjutan jangka panjang dari sumber penghasilan. Walaupun itu tidak memberikan hak eksklusif pada perwilayah laut, hak untuk terlibat dalam perikanan di sediakan di bawah batasan kondisi yang ditetapkan, dengan memperhatikan musim memancing, jenis ikan yang dipancing, dan metode memancing.

Ada tiga jenis hak memancing atau disebut juga gyogyoken meliputi:

Kyouda Gyogoken artinya hak untuk bergabung dalam komunitas nelayan daerah

setempat. Kemudian Kukaku Gyogyoken artinya hak perikanan dalam menentukan

batas memancing. Terakhir Teichi Gyogyoken artinya hak yang mengatur mereka

dalam penggunaan jaring/jala dalam penangkapan ikan.

(30)

2.4 Kearifan Lokal

Menurut Sibarani (2012:135) istilah kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Kata “kearifan” berarti

“kebijaksanaan”, sedangkan kata “lokal” berarti “setempat”. Dengan demikian, kearifan lokal atau kearifan setempat (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal itu diperoleh dari tradisi budaya atau tradisi lisan karena kearifan lokal merupakan kandungan tradisi lisan atau tradisi budaya yang secara turun-temurun diwarisi dan dimanfaatkan untuk menata kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang kehidupannya atau untuk mengatur tatanan kehidupan komunitas. Pengertian kearifan lokal itu sangat perlu dipahami agar dapat digali dari tradisi lisan sebagai warisan budaya leluhur dan agar dapat dimanfaatkan untuk menata kehidupan sosial pada generasi muda sekarang ini.

Banyak pendapat mengenai kearifan lokal dan berdasarkan pemahaman terhadap kearifan lokal, dapat didefinisikan kearifan lokal sebagai berikut:

“Kearifan lokal” adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat

yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan

masyarakat.Jika kearifan lokal itu difokuskan pada nilai budaya, maka dapat juga

didefinisikan dengan cara lain. Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang

(31)

dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.

Definisi yang pertama lebih menekankan pada kebijaksanaan atau kearifan untuk menata kehidupan sosial yang berasal dari nilai budaya yang luhur, sedangkan definisi yang kedua menekankan nilai budaya luhur yang digunakan untuk kebijaksaan atau kearifan menata kehidupan sosial.

Menurut Balitbangsos Depsos RI dalam Sibarani (2005:5-15), kearifan

lokal itu merupakan kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang

tercermin dalam sikap, perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif di

dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun non material)

yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan kearah

yang lebih baik atau positif. Dalam penelitian terhadap tradisi budaya atau tradisi

lisan terdapat berbagai nilai dan norma budaya sebagai warisan leluhur yang

menurut fungsinya dalam menata kehidupan sosial masyarakat dapat

diklasifikasikan sebagai kearifan lokal.

(32)

BAB III

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT NELAYAN PADA FESTIVAL ISSAKIHOTO DI ISHIKAWA

3.1Sejarah Festival Issakihoto

Di Jepang ada acara musim panas yang telah berlangsung sejak dulu. Ini disebut “matsuri” ( 祭 ), yang berarti “festival”. Menurut Ike Iswary (2004) Matsuri berasal dari kata matsuru(祀る) yang artinya “menyembah atau memuja”

yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuriyaitu: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepangadalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang,jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat.

Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan

pergantian musim atau mendoakan arwahtokoh terkenal. Makna upacara yang

dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan

(33)

penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.

Pada penyelenggaraan matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan seperti mikoshi, dashi (danjiri) dan yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan.

Ada juga festival yang diadakan di luar musim panas, tapi ada sejumlah besar festival yang diadakan musim panas dengan pergantian orang yang luar biasa. Ada festival musim panas yang bersifat individual ke tempat-tempat di seantero Jepang, dan penduduk setempat menyambut para wisatawan untuk menikmati matsuri setiap tahun.

Festival yang diselenggarakan di musim panas ini merupakan salah satu matsuri

Ada beberapa alasan mengapa festival ini menggunakan

dengan sejarah yang unik. Festival Issakihoto dilaksanakan pada hari sabtu pada minggu pertama bulan Agustus. Festival Issakihoto diselenggarakan di Issaki-cho, kota Nanao-shi, prefektur Ishikawa yang terkenal sebagai kota nelayan. Festival ini merupakan agenda setahun sekali yang diselenggarakan oleh para nelayan yang tinggal di kota ini. Yang dimaksud dengan “hoto” dalam kata

“Issakihoto” adalah lentera besar (lihat lampiran). Festival hotopernah menjadi festival musim panas Kuil Issaki Hachiman, di manahoto dipangguldan diarak dalam gaya Festival Gion Kyoto.

hoto atau lentera

raksasa. Dulu di Issaki-cho banyak terjadi kebakaran. Termasuk pada saat

pelaksanaan festival juga sering terjadi kebakaran sehingga terjadi banyak

kerusakan sehingga festival itu dihentikan selama bertahun-tahun. Kemudian pada

(34)

tahun 1889ketika kota itu berada di tengah periode Meiji, seorang tukang kayu dari Okunoto (semenanjung Noto bagian utara) membawa sebuah lentera tua dan besar yang terbuat dari batu dan logam untuk digunakan saat festival di Issaki- cho. Sejak saat itu tidak ada lagi kebakaran dan kerusakan yang terjadi di Issaki- cho dan festival tersebut dimulai kembali sebagai sebuah festival untuk berdoa untuk panen besar dan hasil tangkapan ikan yang bagus, juga sebagai ritual untuk memadamkan api. Selanjutnya, lentera dibawa berkeliling kota sebagai ritual festival.Begitulah asal mula mengapa festival ini selalu menggunakan hoto.

Konon sebelum mereka menggunakan hoto

Orang-orang asli Issaki-cho yang sedang berada di kota lain biasanya pulang ke Issaki demi festival ini. Selain mengarak

, mereka menggunakan “dashi”

(gerobak yang dihias).

hoto keliling kota, di sore hari juga diadakan ritual “Tairyokigan” (ritual untuk memohon pada dewa agar para nelayan mendapat banyak tangkapan.

3.2 Pelaksanaan Festival Issakihoto

Festival Issakihoto dilaksanakan pada hari Sabtu pada minggu pertama bulan Agustus. Festival Issakihoto diselenggarakan di Issaki-cho, kota Nanao-shi, prefektur Ishikawa yang terkenal sebagai kota nelayan. Festival ini merupakan agenda setahun sekali yang diselenggarakan oleh para nelayan yang tinggal di kota ini. Yang dimaksud dalam hoto dalam kata “Issakihoto” adalah lentera besar.

Festival Issakihoto terdiri dari 3 tahap yaitu:

1. Memanggul Hoto

(35)

Pada pagi hari orang-orang memanggul hoto. Butuh sekitar 100 orang untuk memanggulnya. Di bawah terik matahari yang panas, para pria mengusung hoto seberat dua ton dengan segenap kekuatan mereka untuk diarak berkeliling

kota. Seratus orang memakai ikat kepala (hachimaki), pita perut kain putih dan tabi putih (split-toe kaus kaki) membawa hoto sambil berteriak penuh semangat.

Para anak-anak memakai yukata (kimono musim panas) dan topi jerami dikepang dihiasi dengan bunga bermain seruling bambu, drum dan gong.Diiringi suara seruling dan drum khas Jepang, mereka berseru “Sakkasai, sakkasassai, iyasakasaa” sambil memanggul hoto

Warna hachimaki (ikat kepala) yang dikenakan para pemanggul

dengan cepat diiringi dengan musik mengelilingi jalanan sempit di kota nelayan ini.Gerakan hoto yang terkendali dengan baik dan hidup menjadi sorotan pada festival ini.

hoto sama

dengan hoto yang mereka panggul. Setiap hoto memiliki berat kurang lebih 2 ton dengan tinggi sekitar 12-13 meter.Festival Issakihoto sangatlah spektakuler, pasalnya arak-arakan dengan berbagai properti unik dilaksanakan dengan khidmat.

Disana akan ramai sekali didatangi para turis wisatawan asing. Orang-orang Jepang lokal pun pasti berkumpul untuk menonton dan bahkan ikut serta dalam festival. Tidak hanya penduduk setempat yang menikmati festival Issakihoto, tetapi orang-orang yang lahir di Ishikawa juga melakukan perjalanan kembali ke Ishikawa untuk melihat festival tersebut. Walaupun ada istirahat di pertengahan festival, tetapi tetap saja penonton terkesan.

2. Tradisi Tairyokigan

(36)

Selain mengarak hoto keliling kota, di sore hari juga diadakan ritual tairyokigan (ritual untuk memohon pada dewa agar nelayan mendapat banyak

tangkapan). Setelah beberapa jam memanggul hoto, para pria dari berbagai wilayah berkumpul di lapangan lengkap dengan hoto mereka masing-masing untuk melaksanakan ritual ini. Tarian yang dilakukan sebelum dan sesudah tairyokigan adalah atraksi yang paling dinanti para penonton. Para pria dari

ketujuh wilayah di Issaki-cho melakukan tarian sambil memanggul hoto. Disinilah mereka harus mengerahkan seluruh kekuatan dan konsentrasi mereka.

Selama festival Issakihoto berlangsung, jalanan akan dipenuhi dengan jejeran kios-kios makanan. Seperti yakitori (daging tusuk panggang), taiyaki, takoyaki, okonomiyaki, dan masih banyak lagi makanan lezat lainnya. Banyak

gadis yang memakai busana yukata, yaitu kimono musim panas didaerah itu. Juga memegang dompet tradisional dan kipas angin kertas.

Sebagian besar festival yang diadakan di Jepang dimeriahkan oleh sebuah

kuil portabel yang disebut omikoshi ( お 神 輿 ) sebuah objek tempat dewa

dimakamkan. Omikoshi (semacam kuil kecil yang dapat dipindah dengan mudah,

bentuknya seperti tandu) pada umumnya digunakan dalam setiap festival di

Jepang. Orang-orang Jepang berkeliling kota sambil memanggul omikoshi. Itu

merupakan cara mereka berdoa dan menyampaikan rasa syukur pada leluhur dan

para dewa. Mikoshi atau shin'yo (神輿、御輿 ) (kuil portabel) adalah tandu yang

dihias dengan megah seperti sebuah yagura, dan dipercaya dinaiki oleh objek

pemujaan atau roh dari kuil Shinto di Jepang. Pada penyelenggaraan matsuri,

(37)

mikoshi diusung beramai-ramai di pundak oleh para penganut, dan dibawa berpawai keliling kota.

Mikoshi dipakai untuk membawa objek pemujaan atau roh dari

persemayaman permanen ke tempat peristirahatan sementara (otabisho) selama berlangsungnya matsuri, dengan maksud untuk menenangkan mereka. Sebagian besar mikoshidibuat dari kayu yang dipernis hitam. Komponen terdiri dari sepasang kayu pemikul, bagian badan, dan atap. Dua batang kayu pemikul yang dipasang sejajar pada bagian bawah juga berfungsi sebagai penyangga bagian badan. Bentuk bagian badan bisa persegi, heksagonal, atau oktagonal. Pada puncak atap biasanya dipasang hiasan patung burung hōō. Meski biasanya mikoshi dibawa berpawai dengan diusung ramai-ramai, ada pula mikoshi yang ditarik orang setelah dinaikkan ke atas kereta dorong atau gerobak. Bergantung kepada karakteristik matsuri, pawai mikoshi dapat pula diikuti oleh iring- iringan dashi (山車 ), hoko(鉾 ), atau danjiri. Meski dulunya mikoshi hanya dimaksudkan untuk diusung oleh umat kuil tersebut yang disebut ujiko, kuil Shinto di kota-kota juga membolehkan pengunjung matsuri untuk berpartisipasi mengarak mikoshi.

Asal usul mikoshi tidak diketahui dengan jelas. Namun menurut catatan peristiwa pembangunan Nara Daibutsu di Nara (selesai tahun 750 M), sebuah ren'yo (tandu formal untuk mengangkut kaisar) dipakai untuk mengangkut objek

pemujaan dari Usa Hachiman- gū dari Kyushu ke ibu kota Nara.Di musim panas

atau awal musim gugur, banyak kuil besar Jepang melakukan setiap festival

Shinto dengan omikoshi dan ada lebih 85.000 tempat suci di Jepang.

(38)

Sehubungan dengan menyebarnya kultus arwah penuh dendam ( goryō) pada zaman Heian, mikoshi mulai dipakai di seluruh Jepang sebagai sarana transportasi mengangkut dewa. Tapi lain halnya dengan Issaki-cho dan daerah Noto, mereka tidak memanggul omikoshi saat festival namun memanggul hoto (di daerah Noto, hoto disebut dengan kiriko). Omikoshi mudah diangkut dan dipindahkan, tapi tidak halnya dengan kiriko. Perbedaannya adalah bahwa sementara dewa-dewa diabadikan di kuil portabel, dan tidak diabadikan di kiriko. Inilah yang menjadi keunikan dari Festival Isshakihoto.

Hoko, dashi atau hikiyama adalah jenis-jenis dari omikoshi

3. Mengumpulkan Hoto

Di malam hari, tujuh hoto berkumpul di Domae Square, tempat terakhir

berkumpul hoto dan tempat suci portabel. Setelah parade, festival tersebut

(39)

mencapai klimaksnya pada malam hari. Hoto dengan karakter besar dan gambar samurai yang dinamis muncul dalam kegelapan.

Saat drum dipukul sekali, hoto dinaikkan, dan pertunjukan kompetitif dimulai bersamaan dengan musik. Kinerja dinamisnya berasal dari kekuatan pria yang ahli dalam menavigasi lautan Noto. Selama pertunjukan memanggul hoto, kembang api menerangi langit malam musim panas, menciptakan kegembiraan besar di antara pembawa hoto dan penonton.Di Issaki-cho terdapat 7 wilayah yang membuat hoto dalam berbagai ukuran saat festival Issakihoto. Di bagian depan hoto

Pada lukisan bagian belakang dilukis gambar musha (seorang prajurit samurai). Meskipun hoto sangat besar, tidak terdapat mesin didalamnya sama sekali.

ditulis 3 buah huruf yang mengungkapkan harapan mereka dengan menggunakan tinta.

Hoto

a. Kabupaten Timur 1 - hijau

dipanggul oleh para pria dan diarak keliling kota. Warna lentera dibedakan untuk masing-masing wilayah kelurahan. Selain itu, ketujuh kabupaten

tersebut masing-masing diberi warna tersendiri seperti di bawah ini:

b. Distrik timur 2 - berwarna kuning c. Kabupaten Timur 3 - merah d. Distrik timur 4 - biru e. Kabupaten Barat 1 - putih

f. Distrik Barat 2 - merah muda (ini adalah daerah yang membawa lentera tertinggi dan terberat)

g. Distrik Barat 3 - ungu

(40)

Mereka mengusung hoto yang berat itu dari pagi hingga tengah malam.

Hoto tersebut merupakan hoto terbesar di Jepang.

Ada jeda waktu dalam prosesi, tapi melihat mereka membawa lampion dengan teriakan antusias terus menerus dari siang sampai tengah malam adalah pemandangan yang tak seorang pun bisa melewatinya.

Dapat dikatakan bahwa ketika lentera dan para pria dari tujuh distrik berkumpul di tempat itu (yang hampir tidak dapat disebut luas) dan dengan ramai menari dengan lampion merupakan kekuatan terbesar di kota Ishikawa.

Pertunjukan energik memanggul kiriko besar yang dibawa oleh seratus nelayan tidak boleh dilewatkan. Saat melihat lentera dari gang sempit, mereka terlihat lebih besar lagi, dan masyarakat bisa merasakan dampaknya yang maksimal.

Fakta bahwa tidak ada kabel listrik di seberang jalan yang menghalangi jalannyahoto besar adalah indikasi pentingnya kawasan ini berada pada festival tradisionalnya.

3.3Kearifan Lokal pada Festival Issakihoto

Jepang adalah negara maju yang masih tetap berpegang teguh pada nilai-

nilai kearifan lokal mereka. Bisa diliat bahwa Jepang tetap mampu memancarkan

cahaya kearifan lokalnya meski ditengah gegap gempita mereka sebagai sebuah

negara maju dengan kekuatan industri yang luar biasa. Kebiasaan masyarakat

Jepang untuk tetap menjaga budayanya sangat patut untuk ditiru. Berbagai budaya

khas Jepang yang selalu eksis sampai sekarang misalnya budaya samurai, budaya

minum teh, dan banyak lagi.

(41)

Selain itu Jepang juga merupakan negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Oleh karena itu banyak sumber makanan tradisional Jepang berasal dari laut. Dalam penangkapan ikan di jepang ada banyak metode yang dilakukan.

Masyarakat nelayan tradisional Jepang menyembah Dewa Ebisu untuk menangkap ikan. Dewa Ebisu dianggap sebagai Dewa keberuntungan dan juga merupakan penjaga laut dan melestarikan ikan-ikan dilautan. Dengan adanya penyembahan Dewa laut ini juga turut menentukan tatakrama menangkap ikan dilaut.

Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen, kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Di Isshikawa juga ada cara mereka berdoa dan menyampaikan rasa syukur pada leluhur dan para dewa tepatnya di kota Nanao- shi, prefektur Ishikawa yang terkenal sebagai kota nelayan. Festival ini merupakan agenda setahun sekali yang diselenggarakan oleh para nelayan yang tinggal di kota ini. Hari yang sama juga diadakan ritual Tairyokigan (ritual untuk memohon pada dewa agar para nelayan mendapat banyak tangkapan).

Berikut adalah analisis kearifan lokal yang terdapat dalam Festival

Issakihoto:

(42)

1. Keseragaman

Kehidupan masyarakat Jepang memegang prinsip keseragaman, terlebih sesudah masa perang. Sebagaimana diketahui, Jepang adalah negara yang identik dengan istilah homogen karena mayoritas penduduknya yang berpegang teguh pada hal keseragaman. Keseragaman dalam hal kebiasaan, sampai pola pikir mereka yang nyaris sama dalam hal apapun. Sikap mayoritas masyarakat Jepang yang menghargai waktu dengan sebaik-baiknya memberikan kontribusi yang terbaik pada diri mereka untuk pendidikan dan pekerjaan yang mereka jalani adalah dampak positif dari keseragaman. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Jepang agar dapat bertahan di zaman modern ini (academia.edu).

Kebudayaan Jepang yang memiliki prinsip keseragaman memudahkan proses penemuan identitas suatu kebudayaan itu sendiri, karena faktor keseragaman itu akan memudahkan proses komunikasi yang intens dan menimbulkan suatu identitas sendiri. Selain itu ada faktor psikologis masyarakat Jepang untuk membangun negaranya secara mandiri dan cepat.

2. Kebersamaan dan Keakraban

Masyarakat Jepang menghargai harmoni, yaitu keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam kelompok (Suryohadiprojo, 1987:47). Hal ini dapat dilihat dari masyarakat Jepang yang masih memegang teguh unsur kebersamaan dan keakraban sebagai bagian dari kearifan lokal mereka.

Masyarakat Jepang memegang sebuah norma dan sistem yang

dapatmembangun hubungan kebersamaan dan keakraban antar sesama. Norma

(43)

atau sistem yang dimaksud adalah dengan menciptakan kesetiakawananantara rakyat bersama dengan penguasa, sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa kebersamaan dari seluruh lapisan rakyat.

Rasa kebersamaan tersebut dimunculkan dalam bentuk yang dikenal dengan istilah nakama ishiki yang merupakan pengabdian dari sistem nilai orang Jepang didalam kehidupan praktis yaitu merupakan fungsi dari orientasi kegiatan usaha atau pengaktualisasian paham yang irasional kedalam kegiatan yang bersifat rasional atau Wa (we feeling) yaitu perasaan akrab atau erat antar sesama anggota masyarakat maupun antar anggota masyarakat dengan pemimpin-pemimpinnya (Saronto dan Nurjannah, 2006:43).

3. Menghormati Roh Leluhur

Masyarakat Jepang sangat menghormati roh leluhur. Menurut Bellah (1992:8-82) masyarakat Jepang mempunyai 2 konsep dasar mengenai ketuhanan.

a.Yang pertama adalah Tuhan sebagai suatu entitas lebih tinggi yang memelihara, memberikan perlindungan dan cinta. Oleh karena itu diperlakukan

secara sakral. Tindakan-tindakan religious yang ditujukan kepada entitas-entitas ini bercirikan sikap hormat, syukur atas rahmat yang diterima dari mereka, dan usaha-usaha unruk membalas rahmat tersebut.

b. Yang kedua Tuhan merupakan dasar dari segala yang ada atau inti terdalam

dari realitas. Tindakan-tindakanreligius yang ditujukan kepada entitas-entitas ini

adalah usaha para pengikut untuk mencapai kondisi menyatu dengan dasar dari

segala yang ada dan hakikat realitas ini.

(44)

Berdasarkan hal yang telah disebutkan diatas, hubungan manusia, alam, dan Tuhan bukanlah hanya sebagai suatu identitas statis,melainkan harmoni dalam ketegangan. Maksud dari harmoni dalam ketegangan adalah istilah untuk menghilangkan kesan kelakuan dalam harmoni (Bellah, 1992:83). Rasa syukur manusia terhadap entitasyang maha tinggi dan maha baik bukanlah sutau kewajiban yang ringan, tetapi menyangkut pengorbanan langsung dari kepentingan terdalam seseorang atau bahkan hidupnya. Oleh karena itu, dengan menghormati roh leluhur dan kegiatan yang religius akhirnya telah menguatkan nilai-niai sentral yang ada dalam masyarakat Jepang (Bellah, 1992:114)

4. Menghargai Makhluk Hidup

Pada dasarnya, masyarakat Jepang sangatlah menghargai makhluk hidup dan menganggapnya memiliki hak yang sama dengan manusia.Jepang juga

merupakan negara yang memiliki peraturan ketat dalam hal memancing, bagi anak-anak ikan yang tersangkut di dalam jaring juga akan dilepas kembali ke lautan, karena dalam pemahaman mereka jika melepas kembali anak ikan yang masih kecil mereka dapat tumbuh menjadi ikan besar yang dapat ditangkap dikemudian hari. Pemikiran seperti ini juga tetap terus dijaga sebagai budaya yang terus mereka turunkan dari generasi ke generasi.

5. Menghargai Alam

Masyarakat Jepang memiliki suatu sikap yang senantiasa mencari harmoni

dengan alam semesta, khususnya dengan lingkungan. Harmoni ini mencari

ketenangan, kesederhanaan, dan keindahan (Suryohadiprojo,1987:49).

(45)

Sikap masyarakat Jepang yang sangat menghargai alam mempunyai arti penting bukan hanya sebagai guru etika dan agama tetapi juga sebagai seorang yang berhasil dalam hal-hal praktis (Bellah, 1992: 179).

Konsep Sontoku dijelaskan antara lain sebagai berikut:

a. Manusia harus membuktikan dari tindakan dan kerjanya bahwa dia berterima kasih kepada dewa, kaisar, orang tuanya, dan para leluhurnya atas karunia mereka.

b. Manusia harus rajin dan hemat, hidup sesuai dengan kemampuannya, dan bertingkah laku yang akan mendorong kesejahteraan diri dan negaranya.

c. Manusia harus menabur benih yang bagus, menanam pohon yang bagus, dan demikian akan menikmati kebahagiaan abadi.

Dari berbagai pandangan diatas, masyarakat Jepang lebih menjaga etika terhadap alam, dan dikarenakan etika tersebut tetap dipertahankan, maka kehidupan nelayan Jepang tidak hanya maju dalam segi budaya namun juga ekonomi.

Berdasarkan kelima penjelasan mengenai kearifan lokal yang didapat masyarakat Jepang dalam ritual di Festival Issakihoto, maka disetiap bagian ritual tersebut mengandung beberapa unsur kearifan lokal yang akan dijelaskan melalui tabel dibawah ini:

No Ritual Arti Kearifan Lokal

1. Mengarak hoto Pembuktian

masyarakat nelayan keliling kota

Kebersamaan/ Keakraban

Dikarenakan pada ritual ini

(46)

sebagai rasa terima kasih atas rezeki selama setahun ini

masyarakat dari beberapa daerah berkumpul bersama-sama memanggul hoto sehingga menimbulkan kebersamaan dan keakraban.

2. Tairyokigan Permohonan pada dewa

Menghargai roh leluhur

Dikarenakan ritual ini mempersembahkan makanan yang juga dipersembahkan untuk roh leluhur sebagai ucapan syukur serta berdoa

untuk panen besar dan hasil tangkapan ikan yang bagus, juga sebagai ritual untuk memadamkan api.

3. Mengumpulkan Hoto

Dimaksudkan sebagai

penutupan dari seluruh acara festival

Issakihoto

Menghargai Alam

Dikarenakan melalui iringan

musik dipercaya dewa

semakinsenang dan tetap menjaga

keadaan alam di laut Jepang dan

(47)

manusia sangat menghargaikaisar, orang tuanya,

dan para leluhurnya atas karunia mereka.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Festival Issakihoto adalah sebuah festival dimana masyarakat Jepang memohon kepada dewa Ebisu untuk hasil tangkapan yang baik dan merupakan agenda setahun sekali yang diselenggarakan oleh para nelayan yang ada di kota Ishikawa.

2. Selain diadakan sebagai agenda tahunan, Festival Issakihoto juga dijadikan sebagai bentuk hiburan sekaligus sarana untuk menambah keakraban bagi masyarakat Jepang.

3. Festival Issakihoto dilakukan berdasarkan realitas yang terjadi di wilayah

Jepang sendiri; bahwa Jepang adalah negara kepulauan yang dikelilingi

lautan. Oleh karena itu banyak sumber makanan tradisional Jepang berasal

dari laut. Masyarakat nelayan tradisional Jepang menyembah dewa Ebisu

untuk menangkap ikan. Dewa Ebisu dianggap sebagai dewa keberuntungan

dan juga merupakan penjaga laut dan melestarikan ikan-ikan di lautan.

(48)

4. Festival Issakihoto dilakukan dalam 3 tahapan yaitu pada siang hari para pria mengusung hoto dibawah terik matahari di musim panas keliling kota, pada sore hari diadakan ritual tairyogikan untuk memohon pada dewa agar para nelayan mendapat banyak tangkapan. Dan setelah itu kembali dilakukan atraksi tarian sambal memanggul hoto yang merupakan atraksi yang paling dinanti oleh para penoton.

5. Festival Issakihoto memiliki kearifan lokal yang dipercaya oleh masyarakat Jepang hingga saat ini. Secara keseluruhan mulai dari tahapan hingga unsur- unsur ritualnya, ada beberapa kearifan lokal yang terdapat dalam Festival Issakihoto yaitu keseragaman, menghargai roh leluhur, kebersamaan dan keakraban, menghargai makhluk hidup dan menghargai alam.

6. Secara tidak langsung, Festival Issakihoto menjadi sarana mempererat hubungan sosial msyarakat Jepang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa unsur ritual Festival Issakihoto yang melibatkan banyak masyarakat untuk bergabung dan berinteraksi.

4.2 Saran

1. Sebaiknya masyarakat Jepang khususnya daerah Ishikawa agar tetap mempertahankan tradisi Issakihoto dikarenakan sebagai selain sebagai sarana penyembahan bagi dewa untuk hasil tangkapan yang lebih baik, Festival Issakihoto juga dapat menjadi sarana mempersatukan ikatan sosial masyarakat Jepang melalui berbagai macam ritualnya.

2. Sebaiknya Festival Issakihoto dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran

bagi masyarakat Jepang ataupun masyarakat dari negara lain untuk lebih

(49)

menghargai alam, makhluk hidup dan Tuhan karena Festival Issakihoto mengajarkan beberapa kearifan lokal yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan negara Jepang, terutama dalam segi budayadan kepercayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Bellah, Robert N. 1992. Religi Tokugawa: Akar-AkarBudayaJepang. Jakarta: PT GramediaPustakaUtama.

Buchari, Muhammad Saleh. 2012. “Nilai Pendidikan Bermuatan Kearifan Lokal Dalam Upacara Laut Pada Komunitas Suku Bajo di Bajoe Bone Dan Wakatobi” (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Erlina. 2011. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press

Hernawati. 2011. ‘Masyarakat Jepang Memaknai Matsuri dalam Kehidupannya”

(Jurnal).Jurna lSosietas. Program Studi Pedidikan Sosiologi UPI Bandung: Volume I, Nomor I, 15 Maret 2011.

Lawanda, Ike Iswary. 2004. Matsuri: Upacara Sosial dalam Masyarakat Jepang.

Jakarta: WedatamaWidya Sastra.

Saronto, Budi dan Desyana Nurjannah. 2005. Gaya Manajemen Jepang

Berdasarkan Asas Kebersamaan Dan Keakraban: Rahasia Dibalik

Kekuatan Perusahaan Jepang. Jakarta: Hecca MitraUtama

(50)

Sibarani, Robert.2012KearifanLokalHakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan.

Jakatra :Asosiasi Tradis iLisan.

Situmorang, Hamzondan Rospita Uli. 2013. Minzo kuGaku( Ethnologi Jepang).

Medan : USU Press.

Situmorang, Hamzon. 2017. Minzoku Gaku( Ethnologi Jepang) Edisi Revisi.

Medan USU press.

Soejonodan H. Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian: Suatu Pemikirandan Penerapan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Suryohadiprojo, Sayidiman. 1987. BelajardariJepang: Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup. Jakarta: UI Press.

Auliani, Putri. 2016. Tinjauan Umum Tentang Kearifan LokalMasyarakat Nelayan di Jepang .Skripsi S1 FIB USU

https://matcha-jp.com/id/1189

https://www.hot-ishikawa.jp/indonesia/attraction/events/index.html

https://www.hot-ishikawa.jp/english/attraction/events/index.html(5 maret 2017) https://www.hot-ishikawa.jp/kiriko/en/kiriko/issaki.php(5 maret 2017)

sejarahanda.blogspot.com/2012/06/letak-geografis-negara-jepang.html (9 April2018)

https://id.wikipedia.org/wiki/Wilayah_perairan_Jepang( 9Maret 2018)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

ingin berbagi cara agar si kecil mau makan sayur dan juga buah.

mendapatkan perencanaan strategis yang tepat untuk pelayanan publik di Rumah Sakit Umum Daerah Arosuka.. Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang dilanjutkan

Ilmu Kesehatan Anak , Jakarta: Trans Info Media.. Pertolongan Pertama untuk Bayi dan Anak

Kecenderungan hubungan persepsi pasien tentang aspek hukum keselamatan pasien dengan partisipasi pasien dalam keselamatan pasien terlihat bahwa persentase tertinggi

Setelah pengujian sistem selesai dilakukan, maka akan dilakukan tahap selanjutnya yaitu pemantapan, pada tahap ini ujicoba keseluruhan piranti akan dilakukan agar

armigera tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan sifat toleran terhadap virus serangganya (HaNPV).. armigera relatif tetap walaupun serangga tersebut telah mengalami

sesungguhnya. Melatih diri untuk berinteraksi di lingkungan sekolah, baik dengan guru, maupun murid-muridnya. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi di dalam

a. Faktor internal adalah fator yang berasal dari diri siswa itu sendiri, dan keberadaanya mempengaruhi belajar siswa atau bisa dikatakan apabila faktor tersebut berjalan