5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buku
Dewasa ini banyak media informasi yang beredar disesuaikan dengan kegunaannya salah satunya adalah buku. Haslam (2006) mengatakan bahwa buku adalah media tertua yang berisikan pandangan, ide, dan pengetahuan di dunia.
Buku memiliki peran yang penting dalam menyampaikan informasi edukatif, unsur budaya hingga perekonomian. (hlm.6).
2.1.1. Buku Panduan
Buku panduan menurut Peel & Sorensen (2016) dapat berupa buku panduan pariwisata yang dipakai wisatawan sebelum, saat ataupun sesudah melakukan kegiatan pariwisata (hlm.8). Buku panduan bertujuan untuk membantu, memberi saran, mengingatkan, mengedukasi wisatawan saat berkunjung ke suatu tempat wisata (hlm. 23).
2.1.2. Fungsi dan Ukuran Buku
Dalam menentukan ukuran buku yang cocok dengan perancangan, perancang dapat mempertimbangkan fungsi buku, jumlah buku yang akan cetak serta material yang akan dipakai. Berikut adalah fungsi dan ukuran buku menurut Masterson (2007, hlm. 29-32).
6 1. Pocket book
Sesuai dengan namanya pocket book, buku ini harus muat dengan ukuran kantong. Pada umumnya buku ini berukuran 4 x 5 inci. Buku ini juga biasanya dirancang untuk masuk kedalam kotak perkakas, tas dan kantong mobil. Buku ini cocok untuk digunakan sebagai buku manual.
Gambar 2.1. Fungsi & Ukuran Buku (Book Design & Production, 2007)
2. The Mass Market Paperback
Buku ini sangat jarang diproduksi karena dianggap kurang menguntungkan secara finansial bila tidak terjual karena biasanya buku ini dibuat
7 menggunakan kertas pulp yang murah dan bila tidak terjual maka cover akan dicabut dan dikembalikan kepada penerbit.
3. The Rack Brochure
Buku ini biasanya berukuran 4 x 9 inci. Sama seperti pocket book, buku ini harus muat untuk dimasukkan kedalam saku kantong celana sehingga cocok menjadi buku panduan wisata dan booklet kecil.
4. The Standard Novel
Buku ini pada umumnya berukuran 6 x 9 inci. Buku ini akan efisien bila dicetak dengan kuantitas yang banyak, bila dicetak dengan kuantitas yang sedikit akan merugikan penerbit kecil karena ukuran buku akan membuat penggunaan kertas banyak terbuang.
5. The Text Book Size
Buku ini cocok untuk berisi tulisan dan ilustrasi karena ukurannya yang cukup besar yaitu 7 x 10 inci. Dalam memproduksi buku ini pencetak dapat membedakan material kertas.
2.2. Photography
Menurut Mulyanta (2007), Fotografi adalah teknologi “penghenti waktu” yang dapat menangkap setiap detik perjalanan waktu serta menghentikannya. Fotografi mengabadikan momen dalam satu jepretan yang dapat membantu kita mengingat kembali keadaan yang telah lampau. (hlm. 24).
8 2.2.1. Travel Photography
Menurut Ang, (2013), dalam bukunya yang berjudul Digital Photography Masterclass, menyebutkan bahwa Travel fotografi adalah fotografi yang dilakukan diluar studio. Travel fotografi biasanya dilakukan saat seseorang melakukan travelling dan berisi keadaan lingkungan suatu tempat, pemandangan alam, monumen dan tempat wisata dan masih banyak lagi. (hlm. 247). Fotografi ini dapt diambil saat berwisata ataupun berjalan diluar ruang. Seperti pada gambar dibawah ini travel fotografi dapat berupa environment gedung, ataupun lampu jalanan.
Gambar 2.2. Travel Photography (Digital Photography Masterclass,2013)
Travel fotografi tidak memerlukan penambahan lighting yang signifikan seperti softbox ataupun yang lainnya. Biasanya cahaya yang didapatkan lebih natural karena dari lampu-lampu jalanan ataupun matahari. Selain itu dalam
9 melakukan travel photography fotografer harus mempersiapkan akan barang bawaan yang diperlukan saat memotret, karena akan sangat berbeda bila travel photography yang dilakukan di sebuah kota dengan gedung tinggi dan memotret pada daerah pantai, pegunungan ataupun hutan.
2.2.2. Food Photography
Menurut Young, (2016), Food Photography adalah kegiatan memotret sebuah makanan dengan tujuan membuat suatu gambar yang dapat mendeskripsikan rasa makanan tersebut menjadi terlihat lebih lezat. Food photography biasanya dipakai untuk kepentingan commersial photography seperti dalam membuat menu makanan atapun mempromosikan hidangan suatu rumah makan.
Gambar 2.3. Food Photography
(https://digital-photography-school.com/5-tips-to-seriously-improve-your-food- photography-techniques/)
Perbedaan food photography dengan pemotretan yang lainnya adalah subjek utama pada saat memotret yaitu berupa makanan. Makanan dalam food photography dapat dibuat sedemikian rupa supaya terlihat lebih menarik, dengan
10 beberapa trik di balik layar, seperti menggunakan tusuk gigi pada burger untuk membuat burger tetap kokoh ataupun memakai pewarna makanan supaya membuat makanan terlihat lebih menggiurkan. (hlm. 58).
2.2.3. Teknik Food Photography
Ada beberapa Teknik fotografi yang penulis pakai dalam pengambilan foto, yaitu teori dari Young, N (2016) dalam bukunya yang berjudul Food Photography.
Teori dalam mengambil fotografi makanan ini bertujuan supaya makanan terlihat lebih menarik serta sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan. Penggunaan beberapa teknik dibawah ini menyesuaikan dengan bentuk makanan, hingga komposisi elemen pada makanan. (hlm. 64).
2.2.2.1 Finding Balance
Young, N (2016) mengatakan bahwa tidak ada aturan yang baku dalam fotografi, namun ada beberapa teknik yang dapat diterapkan untuk membuat hasil foto menjadi lebih baik. Seperti Keseimbangan objek dalam suatu frame foto itu perlu diperhatikan karena sangat membantu dalam menghasilkan foto yang lebih menarik. (hlm. 100-103). Di bawah ini ada beberapa teknik keseimbangan dalam fotografi, yaitu:
1. The Rule of Thirds
Young, N (2016), mengatakan bahwa dalam suatu frame foto kita dapat dibantu oleh 2 garis vertikal dan 2 garis horizontal yang akan membentuk 3 kotak horizontal dan 3 kotak vertikal. Untuk mendapatkan sebuah foto yang bagus fotografer dapat menempatkan objek utama sejajar pada garis-
11 garis tersebut atau dengan kata lain fotografer harus memposisikan objek 1/3 di dalam frame.
Dengan menempatkan subjek pada frame yang memiliki 9 kotak yang berukuran sama besar maka didapatkannya 4 titik yang menjadikan titik acuan fotografer dalam menempatkan foto. Dengan mengikuti aturan keempat titik ini biasanya foto menjadi lebih balance dan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Gambar 2.4. Rule of Thirds
( http://thatssage.com/blog/food-photography-composition-rule-of-thirds/)
Pada foto diatas ini objek utamanya adalah mangkuk. Maka penempatan mangkuk harus mengenai satu atau lebih dots pada garis vertikal dan horizontal yang berfungsi sebagai patokan dalam memoret rule of thirds. Dengan itu saat audiens melihat foto ini maka mata akan langsung tertuju kepada objek utama
12 yaitu mangkuk. Seperti pada gambar ditatas food photography dapat didampingi oleh elemen makanan yang berisi ataupun dapat menjadi dampingan makanan tersebut, contohnya seperti nachos dengan lime. Jarak antar objek memudahkan audiens dalam melihat satu objek ke objek lainnya.
2. Background and Foreground
Dalam memotret fotografer harus memperhatikan elemen background dari objek utama, bertujuan untuk membantu objek utama menjadi pusat perhatian. Background yang memiliki jarak semakin jauh dengan objek utama akan menghasilkan foto yang bokeh sehingga hasil foto hanya terfokus pada objek utama.
Gambar 2.5. Background and Foreground
( https://www.nikonusa.com/en/learn-and-explore/a/tips-and-techniques/creating- bokeh-in-a-photo-with-the-af-s-dx-nikkor-35mm-f-1-8g-lens.html )
Penggunaan teknik ini biasanya supaya foto terlihat lebih attractive.
Meskipun penggunaan foreground selalu menghasilkan foto yang blur, untuk pemilihan objek pada foreground juga harus diperhatikan, baik warna ataupun bentuk.
13 3. Triangles and Groups of Threes
Menempatkan dengan memakai segita sebagai patokannya itu dapat membantu fotografer dalam memperoleh keseimbangan objek yang tepat.
“Connect the dots” dengan menempatkan objek mengikuti bentuk segitiga maka orang akan melihat hasil foto tersebut memutari gambar dan melihat segala elemen yang ada di dalam foto tersebut. Pada penggunaan teknik ini, subjek akan terlihat lebih balance.
Gambar 2.6. Triangles and Group of Threes (Food Photography by Nicoles Young, 2016)
Penggunaan teknik ini juga berguna pada saat mengambil objek dengan environment yang ramai seperti gedung diyang berjejeran, atau memotret jalan yang terlihat tidak berujung. Penempatan seigita pada antar objek atau dari lensar mengerucut ke dalam jalan membuat hasil dari foto lebih indah dan seimbang.
2.2.2.2 Perspective and Framing
Young, N (2016), dalam bukunya mengatakan bahwa makanan yang indah
14 tidak cukup untuk fotografi yang indah, maka dari itu dibutuhkannya posisi yang paling tepat supaya mendapatkan hasil yang lebih baik. (hlm.
104-108).
1. Vertical and Horizontal
Ada 2 tipe framing yang dapat fotografer pakai dalam memotret yaitu vertikal dan horizontal, fotografer harus mencoba keduanya supaya mengetahui framing yang tepat untuk objek yang sedang dipotret.
Gambar 2.7. Vertical and Horizontal (Food Photography by Nicoles Young, 2015)
Biasanya makanan yang memiliki lebar lebih luas menggunakan teknik framing horizontal sedangkan yang meninggi menggunakan teknik vertikal. Pemakaian teknik ini selain disesuaikan dengan bentuk objek juga merancang perspektif yang akan diliat oleh audiens.
15 2. Three-Quarters
Teknik di bawah ini adalah teknik yang tepat dalam memotret sebuah makanan, karena dengan teknik ini kita dapat melihat makanan yang sama persis seperti di foto. Dalam teknik ini kita dapat melihat secara detail elemen dan tekstur dari makanan itu sendiri.
Young (2016), menyatakan bahwa untuk pengambilan foto dengan teknik ini paling cocok diambil secara horizontal. Penggunaan teknik ini mirip dengan eye level, hanya saja pada teknik ini porsi dari objek ditata secara seimbang 3/4 dari keseluruhan frame.
Gambar 2.8. Three-Quaters (Food Photography by Nicoles Young, 2016)
Terlihat pada foto makanan diatas, penggunaan objek cukup memenuhi layar yaitu sebesar tiga per empat dari ukuran frame. Meskipun objek yang digunakan cukup banyak, namun tetap ada white space dan kelebihan teknik ini adalah audiens dengan cepat langsung mengenali makanan dan mata langsung tertuju pada objek.
16 3. Eye Level
Dengan menggunakan teknik diatas fotografer dapat menghasilkan potret makanan yang lebih terlihat banyak dan tinggi, teknik ini juga baik digunakan saat memotret minuman. Teknik ini biasa digunakan untuk memotret makanan yang memiliki ketebalan supaya makanan atau minuman terlihat memiliki porsi yang lebih besar. Eye level yaitu teknik bagaimana memposisikan mata audiens sedater dengan meja. Pada penggunaan teknik ini bagus untuk membuat perspektif audiens melihat makanan ini terlihat menjadi lebih besar dan memiliki volume.
Gambar 2.9. Eye Level
(Food Photography by Nicoles Young, 2015)
4. Overhead View
Fotografer biasanya menggunakan teknik diatas untuk memotret makanan dalam jumlah yang banyak atau lebih besar. Teknik ini lebih baik digunakan saat memotret barang yang tidak terlalu tinggi karena dengan teknik ini jarak dari camera ke objek tidak terlalu jauh. Pada Teknik ini
17 kamera diletakan sejajar dengan mata dan menukik kebawah. Teknik ini mirip dengan bird eye’s view atau pengambilan foto berdasarakan mata burung namun perbedaannya adalah teknik ini posisi fotografer tidak terlalu jauh ataupun tinggi dari objeknya. Penggunaan teknik ini lebih menunjukkan pola objek yang akan di potret.
Gambar 2.10. Overhead View (Food Photography by Nicoles Young, 2015)
Namun ada pula kelemahan dari teknik ini yaitu, teknik ini tidak cocok untuk mengambil foto dengan objek yang memiliki badan yang ramping dan tinggi contohnya seperti botol. Bila botol yang ramping dan tinggi diambil dengan teknik ini, maka yang terjadi adalah botol hanya terlihat pada bagian tutup atasnya saja. Teknik ini lebih cocok digunakan pada objek yang memiliki lebar yang cukup atau group dari beberapa objek yang memiliki pola tertentu sehingga foto menjadi lebih indah.
18 2.3. Ilustrasi
Male (2007) dalam bukunya menyatakan bahwa ilustrasi adalah bahasa visual yang berfungsi memberi informasi suatu pesan kepada audiens. Ilustrasi dapat digunakan untuk mengedukasi, mempersuasi, mengutarakan pendapat serta menghibur atau bercerita. (hlm. 10).
2.3.1. Fungsi Ilustrasi
Male (2007) dalam bukunya menjelaskan ada beberapa fungsi ilustrasi. (hlm. 113- 196).
a. Dokumentasi, Intruksi & Referensi
Ilustrasi dapat dijadikan dokumentasi sejarah yang menyampaikan informasi dan dapat berumur lama, sehingga dapat dijadikan bahan penelitian pada waktu mendatang.
Gambar 2.11. Fungsi Ilustrasi
(Illustration: A Theoritical & Contextual Perspective, 2007)
Ilustrasi di bawah ini berfungsi untuk mendeskripsikan kehidupan di hutan yang ditempatkan di museum sehingga terlihatnya ekosistem binatang dengan habitatnya di alam liar. Dokumentasi tidak selalu mengenai fotografi tetapi
19 dapat berupa ilustrasi. Pengunaan ilustrasi juga dapat membantu museum dalam menceritakan habitat satwa.
b. Komentar
Pada fungsi ini visual pada ilustrasi dibuat sesuai dengan pandangan komentator dan perasaan yang dihadirkan seperti kesenangan, kemarahan, penghinaan, ataupun kesedihan. Contohnya pada ilustrasi dibawah ini, ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa munculnya Presiden Barak Obama pada artikel politiknya yang berjudul “In His Own Words”.
Gambar 2.12. Fungsi Ilustrasi
(Illustration: A Theoritical & Contextual Perspective, 2007)
Seperti pada ilustrasi diatas, illustrator menempatkan dirinya pada bagian bayangan Presiden Barack Obama, yaitu orang yang sedang melukis dan dirangkul oleh Presiden Barack Obama, serta penggunaan elemen grafis seperi confetti menunjukkan kegembiraan.
20 c. Mendongeng
Ilustrasi dengan fungsinya mendongeng mudah ditemui pada buku cerita anak-anak, novel grafis dan komik. Dengan menggunakan elemen visual, ilustrasi dan kata-kata yang seimbang maka cerita yang ingin disampaikan dapat tersalurkan dengan baik.
Gambar 2.13. Fungsi Ilustrasi
(Illustration: A Theoritical & Contextual Perspective, 2007)
Biasanya ilustrasi dengan fungsi mendongeng sering ditemui di buku cerita anak-anak. Penggunaan distori yang cukup besar serta shadow dan texture yang membuat anak menjadi tertarik. Namun harus diingat bahwa dalam fungsi ini ilustrasi yang disampaikan harus sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan pula.
21 d. Persuasi
Ilustrasi dalam fungsi persuasi tidak selalu tentang iklan produk ataupun layanan. Ilustrasi dapat digunakan sebagai tujuan penyampaian pesan dari pemerintah untuk menggiring opini publik terhadap suatu organisasi politik.
Seperti dalam ilustrasi dibawah ini tertuliskan “Masyarakat Dapat Lebih Kuat Daripada Penjahat” dan “Gunakan Suara Anda”.
Gambar 2.14. Fungsi Ilustrasi
(Illustration: A Theoritical & Contextual Perspective, 2007)
Ilustrasi ternyata tidak hanya dapat digunakan paka hal yang tidak formal, namun ini juga dapat digunakan pada hal yang formal seperti kegiatan pemutungan suara pada negara demokrasi. Seperti halnya diatas ini, pemerintah mengajak masyarakatnya untuk menggunakan hak pilih dengan menunjukkan 2 ilustrasi yaitu seseorang dengan hak pilihnya dan kata yang mempersuasif berupa mayarakat harus memilih dengan baik supaya masyarakat lebih kuat daripada tindak kriminalitas karena memiliki hak untuk memilih.
22 e. Identitas
Ilustrasi pada fungsi identitas yaitu biasanya penggunaan ilustrasi yang berciri khas identitas perusahaan. Dengan terbentuknya identitas perusahaan melalui ilustrasi maka suatu merk akan diakui, contohnya saat audiens melihat simbol atau gambar tertentu daripada sebuah perusahaan dan langsung dikenali secara cepat.
Gambar 2.15. Fungsi Ilustrasi
(Illustration: A Theoritical & Contextual Perspective, 2007)
Seperti ilustrasi dibawah ini yang merupakan ilustrasi untuk perangko di Hongaria pada tahun 1960. Ilustrasi ini ingin menjelaskan bahwa pacu kuda adalah identitas dari Negara Hongaria. Ilustrasi perangko juga tidak hanya terjadi pada negara Hongaria saja melainkan beberapa negara yang lainnya, yaitu menggunakan perangko dengan identitas negara itu sendiri.
23 2.3.2. Jenis Ilustrasi
a. Hyperrealism
Male, (2007) menyatakan bahwa dalam jenis ilustrasi ini menggunakan warna, tekstur, opacity, garis yang terlihat realistik sehingga mengarahkan kepada emosi yang ingin disampaikan oleh perancang. Pada Teknik ilustrasi ini ilustrasi yang dihasilkan terlihat lebih realistik, jarang terjadi distorsi dan proporsional dengan objek aslinya. (hlm. 84).
Gambar 2.16. Hyperrealism
(Illustration: A Theoritical & Contextual Perspective, 2007)
b. Ilustrasi Makanan
Bendiner, (2004) dalam bukunya menyatakan bahwa ada saat membuat ilustrasi makanan, elemen yang digunakan harus diperhatikan sesuai dengan karakter makanan itu sendiri seperti tekstur, suhu hangat ataupun dingin serta rasa sehingga pada saat audiens melihat ilustrasi dari suatu makanan audiens
24 memiliki gambaran akan makanan tersebut. Perancang dapat membuat ilustrasi makanan terlihat lebih menggiurkan dengan penggunaan warna, ukuran dan bentuk yang proporsional. (hlm. 223).
Gambar 2.17. Ilustrasi Makanan
(Illustration: A Theoritical & Contextual Perspective, 2007)
Penggunaan ilustrasi makanan ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah seseorang tidak perlu memikirkan kualitas sayur yang akan layu seperti halnya pada saat memotret makanan, illustrator juga dapat membuat makanan terlihat lebih menggiurkan dan ukuran ataupun porsi yang ditampilkan dapat beragam, selain itu pengambilan angle makanan dapat disesuaikan dengan mudah. Namun adapula kekurangan dari ilustrasi makan, yaitu kekurangannya adalah ilustrasi memang tidak dapat menunjukkan lebih detail daripada fotografi.
25 2.3.3. Peran Fotografi Dalam Ilustrasi
Zeegen (2005) dalam bukunya menjelaskan bahwa fotografi dapat digunakan sebagai refernsi saat membuat ilustrasi. Foto yang memiliki tampak detail seperti tekstur dan garis dapat digunakan sebagai bahan tiruan dalam membuat ilustrasi.
(hlm. 6).
2.3.4. Karakter Design
Pada tahap perancangan karakter, Mccould (2006), menjelaskan bahwa perancangan karakter dirancang sesuai dengan emosi, cerita, bahasa tubuh sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan. Ada beberapa macam perancangan karakter. (hlm. 94-96). Beberapa tahap perancangan karakter yaitu:
a. Realism
Pada perancangan karakter ini, karakter terlihat nyata dengan ekspresi dan kerutan wajah yang menyerupai persis dengan wajah manusia. Pada gaya visual ini kedalaman dan contour wajah terlihat seperti aslinya, bayangan pada rambut dan ketegangan otot rahang juga terlihat realistis.
Gambar 2.18. Perancangan Karakter (Mccould, 2006)
Pada perancangan karakter ini guratan-guratan dan garis-garis kerut wajah juga sangat diperhatikan dan mirip dengan wajah manusia, penyampaiannya juga lebih jelas dan ekspresif.
26 b. Simplification
Pada perancangan karakter ini, karakter lebih sedikit terlihat tidak nyata, penggunaan garis dan ekspresi lebih ringan. Terlihat perbedaan seperti gaya visual realism yaitu tidak adanya bayangan pada rambut, ataupun contour pada wajah.
Gambar 2.19. Perancangan Karakter (Mccould, 2006)
Pada perancangan karakter dengan teknik simplification, penyampaian emosi tidak terlalu jelas seperti pada realism, namun tetap dapat tersampaikan dengan baik. Penggunaan garis-garis yang lebih halus pada kerutan wajah tetap menggambarkan emosi yang ingin disampaikan.
c. Symbolism
Pada perancangan karakter ini, karakter dapat berupa simbol, karakter tidak terlihat nyata tetapi tetap menunjukkan emosi dengan bahasa tubuh yang diberi aksen simbol-simbol tertentu. Pada gaya visual ini pemakaian garis dikurangi seminimal mungkin. Pada teknik symbolism karakter tidak
27 dapat menyampaikan emosi dengan baik, maka dari itu biasanya didampingi dengan elemen grafis yang menunjukkan gerak gerik ataupun sifat yang ingin disampaikan.
Gambar 2.20. Perancangan Karakter (Mccould, 2006)
Seperti pada proses perancangan karakter di atas mulai dari yang realism hingga symbolism, penggunaan garis, shadow dan kedalaman sangat berbeda. Namun tetap terlihat ekspresi karakter yang “Anxious” selain dari kerutan wajah hingga penambahan elemen grafis seperti keringat pada teknik symbolism.
2.4. Flat Design
Pratas (2014) menyatakan bahwa flat design adalah gaya desain digital yang berbentuk minimalis dan menghilangkan elemen visual yang lainnya seperti kedalaman, tekstur, bayangan dan beberapa elemen lainnya. Flat design ini menghasilkan tampilan yang sangat sederhana dan bersih, dengan garis-garis sederhana dan warna cerah dengan itu kelebihan dari flat design adalah mudahnya tersampaikannya informasi. Desain ini merupakan design yang sedang trend dan
28 menariknya gaya desain ini bertahan lama. Jadi sangat umum bagi para designer menggunakan design dengan gaya ini karena sering ditemui dan menjadi refernsi para designer. (hlm. 6-18).
2.4.1. Flat Design Illustration
Pratas (2014) menyatakan bahwa flat design ilustrasi adalah gaya ilustrasi yang datar dan menggunakan warna-warna datar. Biasanya illustrator menggunakan gaya design ini untuk membuat flat iconography untuk keperluan website.
Gambar 2.21. Flat Design (Mccould, 2006)
Menariknya dengan flat design penempatan tata letak konten dan foto menjadi lebih menonjol, karena pada dasarnya fungsi desain adalah mendukung penyampaian informasi suatu konten. (hlm. 21). Penggunaan flat design ini sudah sangat kita jumpai tidak hanya pada website namun pada gadget yang sering kita pakai yaitu laptop ataupun handphone, pada aplikasi kebanyakan menggunakan flat design untuk memudahkan pengguna dalam pemahaman konteks.
29 2.5. Copywriting
Menurut Robert dalam bukunya The Copywriter's Handbook (2006) tujuan utama dalam mengiklankan sesuatu adalah meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan. Keberhasilan copywriting bukan mengenai seberapa menghibur namun yang terpenting adalah meningkatkan penjualan. (hlm. 19).
2.6. Layout
Menurut Tondreau, (2009) Layout adalah pengaturan tata letak elemen visual pada halaman atau layar. Layout berfungsi untuk mengatur rancangan sehingga informasi dapat terbaca dan dipahami dengan mudah. (hlm. 134).
2.6.1. Jenis Layout
Ada beberapa jenis Layout Menurut Tondreau. (2009, hlm. 86-94). Jenis-jenis layout adalah sebagai berikut:
1. Let The Color Be The Information
Dengan menggunakan teknik warna yang menjelaskan tentang informasi dapat didampingi dengan tipografi yang sederhana dan minimalis. Teknik ini dapat membantu pembaca lebih mudah mendapatkan informasi yang dicari. Penggunaan layout ini yaitu dengan membuat warna sebagai media penyampaian informasi, yaitu penggunaan warna yang mendominasi elemen.
30 Terlihat pada foto dibawah ini penggunaan bunga dengan warna warm dengan tujuan untuk menerangkan warna dari bunga, yaitu seperti kemiripan warna dengan tone warm namun memiliki jenis bunga yang berbeda seperti warna merah pada mawar akan berbeda dengan bunga anemone ataupun awrna kuning pada buga matahari akan berbeda dengan bunga yang lainnya pula.
Gambar 2.22. Let The Color Be The Information (Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2009)
2. Use Color in Typography for Emphasis
Penggunaan warna dapat membantu para pembaca melihat topik utama terutama pewarnaan dalam tipografi. Namun dalam menggunakan teknik ini harus diperhatikan jumlah warna yang digunakan, karena jika terlalu menggunakan banyak warna dalam penulisan informasi akan membuat pembaca sulit dalam mencerna informasi dari media tersebut.
31 Penggunaan warna pada tipografi juga mendukung penyampaian pesan tersampaikan dengan baik, contohnya warna merah pada tipografi dapat mengandung arti yang berbeda seperti memberi semangat atau tanda kemarahan. Namun penggunaan warna yang terlalu banyak dapat membingungkan, maka dari itu penggunaan harus secukupnya saja dan sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan.
Gambar 2.23. Use Color in Typography for Emphasis (Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2009)
3. Get Noisy
Penggunaan tipografi yang mendominan dan besar, serta dibantu oleh warna-warna yang membedakan kalimat utama dengan kalimat yang lainnya menjadi lebih indah dan mudah di ingat. Penempatan yang tidak selalu searah dapat membantu unsur aesthetic dari perancangan.
32 4. Put the Information in the Color
Menggunakan berbagai warna untuk tempat menulis informasi sangat membantu pembaca dalam membedakan informasi yang sedang dicari.
Pembedaan warna dalam membedakan informasi contohnya seperti dalam kalender dapat memudahkan pembaca untuk membedakan hari libur.
Gambar 2.24. Put the Information in the Color (Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2009)
2.7. Unsur Desain
Supriyono, (2010) menulis dalam bukunya bahwa ada 6 unsur desain yang sering digunakan dalam perancangan yaitu garis, bidang, warna, gelap dan terang, tekstur dan format. Keenam unsur tersebut dapat menghasilkan desain yang harmonis, menarik, dan komunikatif. (hlm. 58-80).
2.7.1. Garis
Garis adalah elemen suatu dimensi yang memiliki ketebalan tertentu. Garis tidak selalu tergores disuatu bidang contohnya seperti deretan tiang lampu, deretan pepohonan juga tergolong dalam garis.
33 2.7.2. Bidang
Bidang adalah suatu elemen grafis yang memiliki dimesi tinggi dan lebar.
Bidang tidak hanya elemen visual yang diciptakan melainkan jarak kosong yang memisahkan elemen grafis juga dapat disebut dengan bidang kosong.
2.7.3. Warna
Warna adalah elemen visual yang dapat menyampaikan suatu pesan dari sebuah grafis dengan mengatur hue, value, dan instensity dari suatu elemen visual. Warna memiliki sifat dan karakteristik masing-masing yang dapat membantu memberi sifat pada suatu objek visual.
2.7.4. Gelap dan Terang
Penyusunan gelap dan terang suatu visual dapat membantu dalam mendapatkan informasi dari visual tersebut. Dalam background yang gelap, informasi lebih mudah dibaca bila memiliki warna yang cerah dan sebaliknya.
2.7.5. Tekstur
Tekstur dibedakan menjadi 2 yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. Tekstur nyala adalah tekstur yang sering kita jumpai sehari-hari, seperti kasarnya pasir dan halusnya kapas. Namun tekstur semu adalah kesan visual suatu bidang yang menciptakan kesan kedalaman suatu bidang dan sifat bidang tersebut
34 2.7.6. Format
Format adalah pengaturan mendasar dalam membuat suatu visual, seperti besar dan kecilnya suatu elemen, ukuran teks, penggunaan warna visual dan penempatan informasi. Format merupakan unsur desain yang penting karena dapat memudahkan pembaca dalam menangkap informasi yang akan diberikan.
2.8. Teknik Desain
Supriyono, (2010) menulis bahwa ada beberapa teknik desain yang penting diketahui sebelum melakukan perancangan. Teknik-teknik tersebut berupa keseimbangan, tekanan, irama, dan kesatuan. (hlm. 86-89).
2.8.1. Keseimbangan
Teknik keseimbangan yaitu mengatur penempatan visual supaya sama berat dan seimbang. Keseimbangan tidak selalu mengacu pada suatu elemen grafis melainkan gelap dan terangnya suatu warna , jarak antar grafis dapat berperan besar dalam mencari keseimbangan visual.
2.8.2. Tekanan
Tekanan dalam perancangan dapat berupa warna yang kontras, ukuran visual yang diperbesar, tipografi yang menarik, dan elemen-elemen lain yang membantu dalam penempatan informasi supaya dapat terbaca dengan baik. Biasanya elemen
35 yang paling penting lebih ditonjolkan contohnya seperti visual yang kontras, perbedaan penempatan horizontal dan vertikal dan lain-lain.
2.8.3. Irama
Irama adalah penempatan visual yang dirasakan dengan memperhatikan jarak sebagai pemisah antar visual supaya tersusun menjadi estetik dan lebih menarik.
Irama dapat berupa repetisi dan variasi bentuk, pola , ukuran, dan posisi suatu elemen visual.
2.8.4. Kesatuan
Dalam perancangan unsur estetik adalah hal yang terpenting. Unsur estetik dapat diraih dengan memperhatikan kesatuan dari berbagai elemen visual. Elemen visual yang digunakan dalam suatu perancangan akan terlihat indah bila adanya warna, bidang, atau garis yang seragam.
2.9. Tipografi
Supriyono, (2010) menyatakan bahwa tipografi adalah gaya huruf yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk tujuan penulisan tertentu. Tipografi dapat membantu informasi menjadi lebih jelas terbaca tergantung dari ukuran, goresan dan sifat tertentu. (hlm. 19-20).
2.9.1. Jenis Huruf
Supriyono, (2010, hlm. 25-29) membagi beberapa jenis huruf seperti di bawah ini:
36 1. Huruf Klasik
Huruf klasik memiliki ciri khas yaitu adanya kait (serif). Salah satu contoh huruf klasik adalah Garamond. Bentuk huruf ini termasuk huruf yang bersifat mudah dibaca.
Gambar 2.25. Huruf Klasik.
(Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi, 2010)
2. Huruf Transisi
Huruf transisi juga memiliki kait, hanya saja perbedaan pada huruf ini yaitu tebal-tipis dari struktur huruf. Salah satu contoh huruf transisi yaitu Baskerville.
Gambar 2.26 Huruf Transisi.
(Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi, 2010)
3. Huruf Modern Roman
Huruf ini memiliki struktur huruf yang memiliki garis vertikal yang lebih tebal, dan garis horizontal yang sangat tipis. Ini membuat huruf ini tidak
37 terlalu mudah untuk dibaca. Contoh huruf ini yaitu Bodomi dan Scoth Roman. Pada huruf ini telihat penggunaan kait yang memberi kesan vintage dan serius.
Gambar 2.27. Huruf Modern Roman.
(Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi, 2010)
4. Huruf Sans Serif
Huruf ini memiliki ciri khas tidak memiliki kait. Huruf ini memiliki struktur yang ketebalan antar garis yang sama. Contoh dari huruf ini adalah Arial, Futura dan Gill San.
Gambar 2.28. Huruf Sans Serif.
(Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi, 2010)
5. Huruf Berkait Balok
Huruf ini memiliki struktur yang kaku, dan elegan. Namun huruf ini tidak terlalu mudah dibaca karena dapat membuat lelah pembaca. Contoh huruf ini yaitu Egyptian.
38 2.10. Grid
Menurut Tondreau, (2009) Grid terdiri dari garis-garis yang membagi halaman untuk membagi penempatan elemen visual. Grid berfungsi untuk memudahkan pembaca dalam memahami informasi. (hlm. 8). Ada berbagai macam grid menurut Tondreau, (2009, hlm. 22-62) yaitu:
1. Single Column Grid
Grid tipe ini lebih sering digunakan untuk penulisan essay atau buku.
Walaupun tidak dapat menampung banyak informasi dan memakan banyak halaman tetapi menggunakan grid ini dapat memperjelas bacaan karena penggunaan font yang tidak terlalu kecil.
Gambar 2.29. Single Column Grid.
(Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2011)
2. Two Column Grid
Dalam pembagian 2 kolom grid seperti di bawah ini, informasi dapat dibagi dengan ukuran sama rata atau salah satu lebih kecil. Dengan penempatan 2 kolom dalam 1 lembar, tempat untuk meletakkan informasi menjadi lebih
39 banyak. Penggunaan 2 column grid ini dapat disesuai dengan kebutuhan porsi konten yang ingin disampaikan.
Gambar 2.30. Two Column Grid
(Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2011)
3. Multicolumn Grid
Grid yang dibagi menjadi 3 bagian dapat menampung banyak informasi, tetapi tidak terlalu mudah dibaca karena font yang dipakai lebih kecil. Namun untuk majalah dan website yang memiliki banyak informasi yang perlu disampaikan, grid ini dapat menjadi acuan.
40 Multi kolom tata letak memiliki beberapa kolom yang dapat diubah sesuai keinginan. Sehingga multi kolom tata letak biasanya digunakan untuk halaman-halaman yang mengandung banyak konten.
Gambar 2.31. Multicolumn Grid.
(Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2011)
4. Hierarchical Grid
Grid ini membagi halaman menjadi beberapa bagian horizontal. Grid tipe ini biasa digunakan untuk penulisan notes harian.
Gambar 2.32 Hirearchical Grid.
(Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2011)
Pada tata letak yang menggunakan hirarki, informasi yang ada dapat disusun secara terstruktur. Tata letak ini mudah dijumpai pada kemasan makanan, poster, website dan lain sebagainya.
41 5. Villard De Honecourts Diagram
Haslam (2006) dalam bukunya menjelaskan cara membuat margin menggunakan diagram Pembagian dengan grid ini yaitu dengan cara membagi buku secara geometris dan ukuran yang seimbang. Grid ini sangat cocok untuk digunakan buku yang memiliki format horizontal.
(hlm. 44).
Gambar 2.33. Villard De Honecourts Diagram.
(Book Design, 2006)
6. Modular Grid
Grid tipe ini adalah grid yang paling kompleks diantara grid yang lainnya.
Dengan grid ini penempatan informasi dapat diukur secara mendetail dan membaginya sesuai dengan porsi kepentingan dari informasi tersebut.
42 Modular grid ini terbentuk dari garis-garis horizontal dan vertikal yang membuat kolom-kolom dengan ukuran yang sama. Modular grid ini memiliki kelebihan yaitu fleksible dan mudah diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan porsi konten yang ingin dirancang dan mudah disesuaikan sesuai dengan ukuran medianya.
Gambar 2.34. Modular Grid.
(Layout Essentials: 100 Design Principles for Using Grids, 2011)
Grid ini memiliki ukuran dan posisi yang konsisten dari kiri ke kanan
sehingga mendukung penempatan elemen grafis yang seimbang. Modular grid sangat cocok untuk perancangan yang menggunakan banyak text, foto dan elemen grafis.
2.11. Promosi
Menurut Kottler dalam buku Rangkuti (2009) menjelaskan bahwa promosi adalah proses menyebarkan informasi mengenai jasa ataupun produk yang ditawarkan sehingga tercapainya peningkatan penjualan sesuai dengan tujuan perusahaan.
(hlm.11). Selain itu dengan promosi, informasi dapat tersalurkan secara tepat kepada konsumen. (hlm. 17).
43 2.12. Media Sosial
Dewing, (2010) menyatakan bahwa sosial media mengacu kepada layanan berbasis internet. Sosial media dapat berupa pengguna internet yang berbagi koneksi. Pengguna media sosial bebas memilih apa yang disukai dan ingin dicari, ini dapat memudahkan para pengusaha yang mempromosikan usahanya di sosial media sesuai dengan segmentasi target pasarnya. (hlm. 1).
2.13. QR Code
Winter, (2011) menyatakan bahwa QR Code berupa simbol dua dimensi. Pertama kali ditemukan oleh Denso pada tahun 1994. QR code yang berbentuk kode batang in dapat berisi ribuan karakter yang dapat menghantarkan informasi secara virtual dan instan.
Gambar 2.35. QR Codes
(Scan Me: Everybody’s Guide to the Magical World of QR Codes, 2011)
QR code ini juga dapat digunakan untuk mengantarkan url pada internet yang berisi alamat suatu tempat. Menggunakan QR code dibilang cukup mudah karena pada saat ini hampir semua orang sudah mengenali telepon seluler, hanya
44 dengan menggunakan aplikasi bahkan hanya kamera telepon seluler kode ini dapat dipindai dan mendapatkan informasi menjadi lebih mudah. (hlm. 17).
2.14. Wisata Kuliner
Edelstein, (2011) menulis dalam bukunya bahwa wisata kuliner adalah perjalanan yang mengutamakan makanan khas dari suatu tempat wisata. Dalam wisata kuliner wisatawan dapat mengenali kultur budaya tempat wisata tersebut melalui makanan khasnya. (hlm. 9). Hall, (2003) dalam bukunya menyatakan bahwa kuliner memiliki beberapa peran penting yaitu seperti menghibur, bersosialisasi hingga cara yang efektif untuk mempelajari budaya suatu kota atau negara.
Pengalaman berkuliner dapat terekam dalam memori seseorang dalam jangka waktu yang lama bila didampingi dengan pengalaman serta kegiatan yang spesial.
(hlm. 59).
2.14.1. Aspek Kuliner
Stone dalam jurnalnya menjelaskan bahwa ada 5 aspek kuliner yang membuat wisata kuliner menjadi berkesan yaitu Locak culture, décor, service quality, social interaction dan novelty. Hal-hal berupa dekorasi suatu rumah makan, makanan dengan rempah-rempah yang khas, interaksi dengan orang lokal bahkan dengan warna, music ataupun wewangian dapat membuat wisatawan memiliki memori yang unik terhadap wisata kuliner suatu daerah.
45 Dibawah ini merupakan teori dari Stone (2017), menjelaskan bahwa ke 5 aspek kuliner ini dapat membuat wisatawan teringat akan wisata dari suatu daerah.
Contohnya seperti pada tahap social interaction, wisatawan akan mengingat kepada siapa wisatawan berinteraksi disuatu daerah, ataupun dengan siapa wisatawan berpergian hal ini menjadikan pengalaman yang berbeda pada saat melakukan kegiatan berwisata.
Gambar 2.36. Aspek Kuliner (Elements of Memorable Food, Drink, and
Culinary Tourism Experiences., 2017)
2.15. Kota Tegal
Dikutip dari website resmi pemerintah Kota Tegal (2014), Kota Tegal secara geografis terletak diantara 109°08’ - 109°10’ Bujur Timur dan 6°50’ - 6°53’
Lintang selatan, dengan wilayah seluas 39,68 Km² atau kurang lebih 3.968 Hektar. Kota Tegal berada di Wilayah pantai utara, dari peta orientasi Provinsi Jawa Tengah berada di Wilayah Barat, dengan bentang terjauh utara ke Selatan
46 6,7 Km dan Barat ke Timur 9,7 Km. Dilihat dari Letak Geografis, Posisi Kota Tegal sangat strategis sebagai Penghubung jalur perekonomian lintas nasional dan regional di wilayah Pantai Utara Jawa ( Pantura ) yaitu dari barat ke timur (Jakarta-Tegal-Semarang-Surabaya) dengan wilayah tengah dan selatan Pulau jawa (Jakarta-Tegal-Purwokerto-Yogyakarta-Surabaya) dan sebaliknya.
2.15.1. Sejarah Kota Tegal
Secara historis dijelaskan bahwa eksistensi dari Kota Tegal tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu. Bangsawan ini adalah saudara dari Raden Benowo yang pergi kearah Barat dan sampai di tepian sungai Gung. Melihat kesuburan tanahnya, Ki Gede Sebayu tergugah dan berniat bersama-sama penduduk meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan. Daerah yang sebagian besar merupakan tanah lading tersebut kemudian dinamakan Tegal. (Pemerintah Kota Tegal, 2014).
Selain berhasil memajukan pertanian, dia juga merupakan ahli agama yang telah membimbing warga masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas jasanya tersebut, akhirnya dia diangkat menjadi pemimpin dan panutan warga masyarakat. Kemudian oleh Bupati Pemalang dikukuhkan menjadi sesepuh dengan pangkat Juru Demung atau Demang.
Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi Pemimpin Tegal dilaksanakan pada perayaan tradisional setelah menikmati hasil panen padi dan hasil pertanian lainnya. Perayaan tersebut tepat di bulan punama tanggal 15 sapar tahun EHE 988 yang bertepatan dengan hari jumat kliwon 12 April 1580. Dalam perayaan juga dikembangkan ajaran dan budaya agama islam yang hingga sekarang masih
47 berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Hari,tanggal dan tahun Ki Gede Sebayu diangkat menjadi Juru Demung itu ditetapkan sebagai hari jadi Kota Tegal dengan peraturan Daerah No.5 tahun 1988 tanggal 28 Juli 1988. (Pemerintah Kota Tegal, 2014).
2.15.2. Hotel dan Pariwisata Tegal
Jalan tol trans jawa yang sudah beroperasi sejak tahun 2017 memiliki dampak yang besar terhadap Kota Tegal. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kota Tegal (2019), dalam dua tahun terakhir yaitu 2017- 2018, hotel di Kota Tegal berkurang 2 unit. Perubahan terjadi pada akomodasi lainnya yang turun dari 16 unit menjadi 13 unit.
Tabel 2.1. Data BPS Kota Tegal 2019
Dibawah ini merupakan data junlah kamar hotel dan akomodasi lainnya menurut klasifikasi di Kota Tegal pada tahun 2014 hingga tahun 2018. Pada data berikut
48 dikelompokkan menjadi 4 yaitu bintang 3, bintang 2, bintang 1 dan akomodasi lainnya. Terlihat bahwa ada penurunan yang semenjak tahun 2017 ke 2018.
Dari data dibawah ternyata penurunan tidak hanya pada jumlah hotel saja namun terjadi penurunan jumlah kamar pada tahun 2017 ke 2018 yaitu sebesar 84 buah. Pada tahun 2017 ada 403 kamar menjadi 319 kamar. Sedangkan kenaikan jumlah kamar terjadi sebelum adanya jalan tol yaitu paling besar pada tahun 2015 ke 2015 yaitu dari 1041 naik menjadi 1159.
Tabel 2.2. Data BPS Kota Tegal 2019
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) pada tahun 2012-2017 antara 30-40%
sedangkan non-bintang rata-rata di bawah 30 persen. Kemudian di tahun 2017 terjadi penurunan TPK untuk hotel bintang dari tahun sebelumnya yaitu dari 36,57% menjadi 35,01%. Rata-rata lama tamu domestik menginap di hotel
49 bintang tahun 2017 adalah 1,18 malam tempat tidur, mengalami penurunan dari tahun 2016 yang tercatat 1,23 malam tempat tidur.
Dibawah ini juga terdapat data banyaknya pengunjung Pantai Alam Indah (PAI) menurut dari bulan Januari hingga Desember di Kota Tegal pada tahun 2015 hingga 2018. Hasil dari analisia data pada table dibawah ini wisatawan rata- rata paling banyak datang ke Kota Tegal pada bulan Juli terutama bulan Juli pada tahun 2015 yaitu terdapat 71.234 pengunjung.
Tabel 2.3. Data BPS Kota Tegal 2019
Data pengurangan wisata Kota Tegal juga didukung dengan jumlah pengunjung tempat wisata alam di Kota Tegal itu Pantai Alam Indah. Pada tahun 2015 pengunjung Pantai Alam Indah (PAI) tercatat sejumlah 523.811 pengunjung kemudian turun menjadi 506.480 pengunjung pada tahun 2016 kemudian pada tahun 2017 naik menjadi 538.229 pengunjung dan kondisi terparah turun semenjak adanya jalan tol yaitu di tahun 2018 yang tercatat 498.884 pengunjung