• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Lestari, Bagia, Jana (2015) dalam jurnalnya Pengaruh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Menggunakan variabel dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus serta menggunakan pendekatan path analysis menunjukkan dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus berperan dalam upaya mendukung peningkatan belanja langsung pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Syamni, Husodo dan Syarifuddin (2014) dalam jurnal yang berjudul Hubungan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung di Kabupaten Aceh Utara, dengan menggunakan variabel pendapatan asli daerah dan menggunakan pendekatan regresi liniear berganda menunujukkan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan asli daerah dengan belanja langsung di kabupaten Aceh Utara. Dengan kata lain, semua variabel dalam penelitian ini baik pajak daerah, retribusi daerah dan lain- lain pendapatan yang sah berpengaruh terhadap belanja langsung di Kabupaten Aceh Utara.

Rahmawati (2010) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap

(2)

Alokasi Belanja Daerah (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah), dengan menggunakan variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum serta pendekatan regresi liniear berganda, menjelaskan bahwa parsial maupun simultan pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap persentase belanja langsung dan belanja tidak langsung. Hasil penelitiannya menunjukkan semakin tinggi pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum yang diperoleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat, maka akan semakin tinggi pula alokasi belanja pemerintah daerah.

Hubungan penelitian saat ini dengan peneliti terdahulu yaitu adanya perbedaan dan persamaan variabel. Untuk perbedaannya adanya penambahan variabel Jumlah Penduduk serta pada objek penelitian di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur untuk periode 2014-2016. Sedangkan persamaannya yaitu adanya variabel PAD, DAU, DAK, DBH serta Belanja Daerah dalam penelitian saat ini ataupun penelitian terdahulu.

B. Tinjauan Pustaka 1. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang berasal dari pendapatan APBN

yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang

dialokasikan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi (Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor. 23 Tahun 2013). Dana perimbangan bertujuan mengurangi

(3)

kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerintah antar daerah guna tercapai adanya pemerataan pembangunan.

Dana Perimbangan terdiri dari 3 komponen :

a. Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase dari potensi yang dimiliki daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Potensi daerah tersebut berasal dari pajak dan sumber daya alam. Besaran dana bagi hasil untuk setiap daerah berbeda-beda sesuai dengan besar kecilnya potensi yang berada di daerah masing-masing.

Dana bagi hasil yang berasal dari pajak terdiri atas pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan pajak penghasilan (PPh). Sedangkan yang berasal dari sumber daya alam adalah kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi.

b. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer

dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari

pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan

(4)

kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Besaran Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang- kurangnya sebesar 26 % (dua puluh enam persen) dari total APBN.

Menurut Nahlia (2014), daerah yang mempunyai kapasitas fiskal tinggi akan mendapatkan dana alokasi umum yang lebih kecil, dan sebaliknya daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah akan mendapatkan jumlah dana alokasi umum yang lebih besar, sehingga akan mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah.

c. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu, yang bertujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Kriteria Pengalokasian DAK :

a. Kritera Umum, dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan

daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah

dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah.

(5)

b. Kriteria Khusus, dirumuskan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah.

c. Kriteria Teknis, disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK.

Mekanisme penyaluran dana dari pusat ke daerah :

RKUN (Rekening Kas Umum Negara), RKUD (Rekening Kas Umum Daerah ), RKD (Rekening Kas Desa). Pemerintah pusat mengatur, menetapkan, dan menyalurkan dana melalui RKUN ke RKUD kemudian dari RKUD harus menyalurkan ke RKD, dalam hal daerah Kabupaten/Kota jika tidak menyalurkan ke Dana Desa, maka pemerintah pusat juga berhak memberikan sanksi pemotongan Dana Perimbangan tahun berikutnya.

Sesuai dengan APBN TA 2018, Pemerintah mengalokasikan

Dana Pusat yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik

dalam mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian,

mengatasi kesenjangan pembangunan, serta memperkuat

masyarakat di daerah sebagai subjek dari pembangunan. Presiden

memberikan arahan agar penyaluran dana dari pemerintah pusat ke

daerah dilakukan dengan skema padat karya tunai, dan dapat

dilaksanakan mulai bulan Januari 2018. Untuk mendukung

pelaksanaan arahan tersebut, Menteri Keuangan menetapkan PMK

(6)

tentang perubahan kedua atas PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan transfer dana dari pusat ke daerah dan dana desa. (DJPK 2018).

PMK tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 50/PMK.07/2017 menurut ketentuan sebagai berikut:

Perubahan tahapan penyaluran Dana Pusat dari semula 2 tahap menjadi 3 tahap dan persyaratan penyaluran, dengan ketentuan:

a. Tahap 1 sebesar 20 %, disalurkan paling cepat bulan Januari dan paling lambat minggu ketiga bulan Juni dengan persyaratan:

- Peraturan Daerah mengenani APBD Kab/Kota

- Peraturan Bupati/Walikota tentang cara pembagian dan penetapan rincian dana.

b. Tahap 2 sebesar 40 %, disalurkan paling cepat bulan Maret dan paling lambat minggu keempat bulan Juni dengan persyaratan:

- Laporan Realisasi Penyaluran Dana tahun anggaran sebelumnya dan,

- Laporan Konsolidasi Realisasi Penyerapan dan Capaian Output Dana tahun anggaran sebelumnya.

c. Tahap 3 sebesar 40 % disalurkan paling cepat bulan Juli dengan persyaratan:

- Laporan Realisasi Penyaluran Dana sampai tahap 2 dan,

(7)

- Laporan Konsolidasi Realisasi Penyerapan dan Capaian Output Dana sampai dengan tahap 2.

2. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang didapat dari sumber-sumber daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Republik Indonesia Nomer. 23 Tahun 2013).

Menurut Mardiasmo (2002:132), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh oleh sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi yang baik didaerahnya masing-masing, guna meningkatkan pendapatannya. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah suatu daerah mengurangi ketergantungan daerah tersebut atas transfer dari pemerintah.

Pendapatan Asli Daerah berasal dari 4 (empat) komponen yaitu

pajak daerah, retribusi daerah, bagi laba BUMD dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah.

(8)

a. Pajak Daerah

Merupakan iuran pembayaran wajib yang dilakukan oleh perorangan pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan digunakan untuk membiyai penyelenggaraan pemerintah di daerah dan pembangunan daerah.

Devas dalam Mahmudi (2010:21) membagi prinsip pajak menjadi 5, yaitu:

1. Prinsip Elastisitas

Pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup elastis, artinya besarnya pajak daerah yang dibebankan mudah untuk naik dan turun mengikuti naik turunnya tingkat pendapatan masyarakat. Implikasi prinsip elastisitas pajak ini terhadap manajemen pajak daerah adalah perlunya pemerintah daerah meningkatkan pendapatan masyarakat terlebih dahulu sebelum menaikkan pajak agar nantinya masyarakat tidak keberatan membayar pajak.

2. Prinsip Keadilan

Pajak daerah harus memberikan keadilan, baik secara

vertikal (sesuai dengan tingkatan kelompok sosial masyarakat)

maupun adil secara horizontal (berlaku sama bagi setiap anggota

kelompok masyarakat). Implikasi prinsip keadilan terhadap

(9)

manajemen pajak daerah adalah perlunya pemerintah daerah menerapkan tarif pajak yang progresif untuk jenis pajak tertentu dan menerapkan perlakuan hukum yang sama bagi seluruh wajib pajak sehingga tidak ada yang kebal pajak.

3. Prinsip Kemudahan Administrasi

Administrasi pajak daerah harus fleksibel, sederhana, mudah dihitung, dan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi wajib pajak. Implikasinya prinsip kemudahan administrasi terhadap pajak daerah adalah perlunya pemerintah daerah melakukan perbaikan sistem administrasi pajak daerah sehingga menjamin adanya kesederhanaan, kemudahan, dan fleksibilitas bagi masyarakat dalam membayar pajak.

4. Prinsip Keberterimaan Politis

Pajak daerah harus dapat diterima secara politis oleh masyarakat, sehingga masyarakat sadar untuk membayar pajak.

Implikasinya prinsip ini terhadap manajemen pajak daerah

adalah perlunya pemerintah daerah bekerjasama dengan DPRD

dan melibatkan kelompok masyarakat dalam menetapkan

kebijakan pajak daerah dan sosialisasi pajak daerah. Bahkan,

jika dimungkinkan melibatkan masyarakat dalam pemungutan

pajak tertentu.

(10)

5. Prinsip Nondistorsi Terhadap Perekonomian

Pajak daerah tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen. Namun diusahakan jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan yang berlebihan sehingga merugikan masyarakat dan perekonomian daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah menegaskan bahwa jenis pajak yang diterima kabupaten/kota terdiri atas : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, serta bea perolehan atas hak tanah dan bangunan.

Sedangkan jenis pajak yang diterima oleh provinsi adalah: pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok.

b. Retribusi Daerah

Merupakan iuran pembayaran masyarakat kepada

pemerintah daerah yang sifatnya bisa dipaksa berdasarkan peraturan

(11)

daerah yang berlaku sebagai pembayaran jasa atas pemberian izin tertentu yang diberikan. Sifat dari retribusi daerah adalah memperoleh kontraprestasi secara langsung.

Berdasarkan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.

28 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 10) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Retribusi Daerah dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

1) Retribusi Jasa Usaha

Jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Contoh : retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retibusi tempat penginapan/

pesanggrahan/ villa, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan kepelabuhanan, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan di air dan retribusi penjualan produksi usaha daerah.

2) Retribusi Jasa Umum

Jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah

untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat

dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

(12)

Contoh : retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan pendidikan dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

3) Retribusi Perizinan Tertentu.

Kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka

pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang

dimaksudkan untuk pembinaan, peraturan, pegendalian dan

pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau

fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan

menjaga kelestarian lingkungan. Contoh : retribusi izin

mendirikan bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol, retribusi izin gangguan, retribusi izin trayek dan

retribusi izin usaha perikanan.

(13)

c. Bagian laba badan usaha milik negara

Merupakan bagian pemerintahan daerah atas laba BUMD yang dimiliki. Apabila perusahan daerah (BUMD) mengalami kerugian, maka pemerintah daerah menggunakan dana APBD sebagai subsidi untuk BUMD dan pemerintah daerah tidak mendapatkan bagian laba.

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan ataupun bemtuk lain sebagai akibat dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah.

3. Jumlah Penduduk.

Jumlah penduduk juga berpengaruh terhadap belanja daerah. Jumlah penduduk yang besar bagi pemerintah daerah oleh para perencanaan pembangunan dilihat sebagai asset modal dasar pembangunan.

Perananan penduduk dalam pembangunan sangat penting, sesuai

dengan asumsi klasik bahwa jumlah penduduk mampu mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar merupakan

gambaran tersedianya pasar yang luas dan jaminan tersedianya input

faktor produksi. Pertambahan jumlah penduduk yang besar mempunyai

dampak yang luas terhadap program pembangunan, karena pertambahan

(14)

penduduk yang besar dengan kualitas yang rendah akan menjadi beban pembangunan (Arjoso, 2006).

Penduduk dapat merupakan faktor pendukung dan juga sebagai faktor penghambat dalam pembangunan. Penduduk sebagai pendukung atau modal pembangunan karena dengan jumlah penduduk besar dapat menyediakan tenaga kerja yang besar dapat bertindak sebagai produsen dan juga sebagai konsumen utama terhadap hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan akan berkontribusi tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penduduk dikatakan sebagai faktor penghambat apabila jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang rendah akan menjadi beban pemerintah dalam pembangunan (Suparmoko, 2002). Disisi lain penduduk sebagai obyek & sasaran dalam pembangunan memiliki peranan penting bagi pemerintah daerah sebagai dasar membuat perencanaan dan penyusunan kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan pengalokasian anggaran belanja khususnya melalui belanja langsung untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan rakyat.

4. Belanja Daerah

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah, Belanja Daerah adalah semua

kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih

dalam periode anggaran yang bersangkutan. Menurut Halim (2003)

(15)

“belanja daerah yaitu “pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah diatasnya. Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayaran kembali oleh daerah”.

Dari semua definisi tersebut terdapat dua hal utama yang patut untuk dilihat, yaitu bahwa belanja daerah adalah suatu bentuk kompensasi finansial yang mengurangi nilai kekayaan bersih suatu daerah dan yang kedua bahwa belanja daerah dilakukan berdasarkan kewenangan yang dimiliki sebagai bentuk tanggung jawab pelaksanaan pelayanan publik.

Belanja pemerintah daerah menurut kelompoknya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung.

a. Belanja Langsung

Belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.

b. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan

tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program

kegiatan. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai,

(16)

belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

Mahmudi (2010:96) menerangkan bahwa biaya langsung (direct cost) meliputi:

1) Biaya Tenaga Kerja Langsung

Yaitu tenaga kerja yang terlihat langsung dengan pelaksanaan kegiatan. Belanja tenaga kerja tergolong dalam variabel cost (biaya variabel) dimana besaran jumlahnya berfluktuasi mengikuti volume kegiatan, yang termasuk dalam biaya tenaga kerja langsung adalah honorarium dan upah, lembur, biaya personil lainnya misalnya asuransi kesehatan dan asuransi jiwa.

2) Biaya Barang dan Jasa

Yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

pembelian barang atau jasa yang digunakan untuk

pelaksanaan kegiatan. Biaya barang dan jasa ini meliputi

biaya alat tulis kantor, biaya bahan/material, biaya sewa

gedung, kendaraan dan peralatan, biaya perjalanan, biaya

cetak dan penggandaan, biaya kontrak hukum (notaris).

(17)

c. Belanja Modal

Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang-barang modal yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain pembelian tanah, gedung, mesin dan kendaraan, peralatan, instalasi dan jaringan, furniture, software.

5. Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah

Terkait dengan dana perimbangan (transfer pemerintah pusat), Holtz-Eakin et al (1985) serta Abdullah dan Halim (2003) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Dalam melaksanakan otonomi dan desentralisasi, pemerintah daerah belum mampu mengelola keuangannya sendiri dan masih bergantung terhadap transfer dari pemerintah pusat atau yang disebut dengan dana perimbangan sangat tinggi. Studi Legrensi dan Milas (2001) di Italia menemukan bukti empiris bahwa dalam jangka panjang transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) akan berpengaruh terhadap belanja pemerintah daerah.

Menurut Mardiasmo (2002:155), “Sumber penerimaan daerah

dalam bentuk desentralisasi dan otonomi untuk saat ini masih

didominasi oleh bantuan dana dan sumbangan dari pemerintah pusat

dalam bentuk Dana Perimbangan yaitu terdiri dari Dana Alokasi

Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH)

(18)

untuk membiayai kebutuhan Belanja Pemerintah Daerah. Secara rata- rata nasional, PAD hanya memberi kontribusi 12-15% dari total penerimaan daerah, sedangkan yang 70 % masih bergantung pada bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat.

Menurut Kuncoro (2004:34), “DAU merupakan block grant yang diberikan pada semua kabupaten dan kota untuk mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan Belanja Pemerintah Daerah yang benar sesuai kebutuhan dan potensi daerah masing-masing.

Dilihat dari hasil teori tersebut dapat dikatakan bahwa Dana Perimbangan berpengaruh signifikan terhadap besarnya Belanja Pemerintah Daerah. Jika Dana Perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat ke daerah semakin tinggi maka akan sangat membantu dan meningkatkan Belanja Pemerintah Daerah.

6. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja daerah

Studi tentang pengaruh pendapatan daerah terhadap pengeluaran

daerah yang dilakukan oleh Aziz et.al (2000); Doi dan Von Furstenberg

(1998) dalam jurnal Junaidi (2014), menyatakan bahwa dalam hipotesis

penelitiannya bahwa penerimaan daerah (terutama pajak) akan

mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah dikenal dengan

nama tax spend hypothesis. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat

(19)

hubungannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola pendapatan asli daerahnya (Mahmudi 2009). Dalam hal ini bahwa pemerintah daerah harus mampu menggali potensi yang dapat meningkatkan pendapatan. Sebab, dengan meningkatnya pendapatan maka akan menambah anggaran belanja bagi masing-masing daerah.

Menurut Mardiasmo (2002:132), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh oleh sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah dalam memenuhi belanja daerah, maka diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi yang baik didaerahnya masing-masing, guna meningkatkan pendapatannya.

Pendapatan Asli Daerah Daerah merupakan sumber dana utama

pemerintah yang dipakai untuk membiayai belanja daerah dan

pembangunan daerah. Secara konseptual perubahan pendapatan akan

berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, sehingga perubahan

PAD akan berpengaruh positif terhadap belanja. Peningkatan PAD

diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap

pengalokasian anggaran belanja oleh pemerintah. Peningkatan investasi

modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan

pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat pastisipasi (kontribusi)

(20)

publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD.

Menurut Tambunan (2006) Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah. Jika PAD meningkat, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Melihat hasil teori tersebut dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan karena PAD merupakan sumber pendapatan daerah yang penting dalam memenuhi belanjanya.

Pendapatan asli daerah juga dapat menunjukkan mandiri atau tidaknya

suatu daerah, karena semakin banyak pendapatan asli daerah yang

dihasilkan atau diperoleh dalam suatu daerah, maka daerah tersebut

semakin mandiri dan sebaliknya semakin sedikit pendapatan asli daerah

yang diperoleh suatu daerah, maka daerah tersebut semakin sedikit tidak

mandiri karena untuk belanjanya daerah tersebut masih membutuhkan

bantuan dana dari pemerintah pusat.

(21)

7. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Belanja Daerah

Jumlah Penduduk juga mempengaruhi Belanja Daerah.

Pertumbuhan penduduk bukanlah suatu masalah, melainkan sebaliknya justru merupakan unsur penting dan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi (Simon dalam Todaro 2006, Herlina 2013). Adam Smith juga berpendapat dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan penduduk tinggi akan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk yang tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi dan pemberdayaan manusia akan banyak bermunculan ide-ide baru dan tenaga ahli.

Penduduk dapat merupakan faktor pendukung dan juga sebagai faktor penghambat dalam pembangunan. Penduduk sebagai pendukung atau modal pembangunan karena dengan jumlah penduduk besar dapat menyediakan tenaga kerja yang besar dapat bertindak sebagai produsen dan juga sebagai konsumen utama terhadap hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan akan berkontribusi tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penduduk dikatakan sebagai faktor penghambat apabila jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang rendah akan menjadi beban pemerintah dalam pembangunan (Suparmoko, 2002).

Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur belanja

daerah rendah, serta persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga

hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah

(22)

sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif (Junaidi, 2014).

Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yaitu indikator kependudukan yang menjadi isu penting dalam pembangunan ekonomi.

Tingginya laju pertumbuhan penduduk akan berimplikasi terhadap perencanaan pembangunan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang berdampak terhadap besarnya pengeluaran pemerintah untuk membiayai pembangunan guna dapat meningkatkan pendapatan penduduk. Pertumbuhan penduduk dihubungkan dengan belanja daerah dianggap sebagai faktor dalam merangsang pendapatan. Sebab, meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan pendapatan dan meningkatnya pendapatan akan meningkat pula pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah.

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan telaah pustaka dan di perkuat dengan penelitihan

terdahulu diduga bahwa dana perimbangan dan pendapatan asli daerah

berpengaruh terhadap belanja daerah pemerintah daera Jawa Timur. Maka,

secara sederhana kerangka pemikiran dapat dirumuskan pada gambar di

bawah ini :

(23)

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Dari kerangka pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Timur.

Dana Perimbangan (X1)

(

Pendapatan Asli

Daerah (X2)

Belanja Daerah

(Y)

Jumlah Penduduk (X3)

(24)

D. Hipotesis

Berdasarkan pada tinjauan teori, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran, maka dugaan sementara (hipotesis) yang dipakai adalah :

H1 : Diduga dana perimbangan, pendapatan asli daerah, dan jumlah

penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah

Pemerintah Kab/Kota di Jawa Timur.

Referensi

Dokumen terkait

(pemulihan) dan semua kegiatan sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat lalu mengenai tingkat kemajuan pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Karangayu

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan

Laporan keuangan merupakan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja serta kondisi sebenarnya suatu

Selama pengelolaan sampah program HBS (Hijau Bersih Sehat) di RT.16 dan RT.17 Kelurahan Karang Anyar dilaksanakan, terdapat beberapa hambatan- hambatan dalam masyarakat

2). Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke dalam peta digambar dalam

activity menjadi passivity , tidak dijelaskan oleh Thrax. Namun secara umum, dua penjelasan mengenai kata benda dan kata kerja ini sudah bisa men jelaskan aspek semantik

Mengingat usaha perbengkelan pada umumnya yang berupa usaha kecil dan menengah dan tingkat pencemaran air limbah bengkel yang telah mengikuti program pengelolaan lingkungan

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan konsumen teh celup Sariwangi di Kota Denpasar yang meliputi