• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Keterbatasan dalam bidang permodalan dan penguasaan teknologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Keterbatasan dalam bidang permodalan dan penguasaan teknologi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keterbatasan dalam bidang permodalan dan penguasaan teknologi merupakan kendala yang umum dihadapi oleh hampir setiap negara berkembang dalam rangka pembangunan ekonomi nasionalnya yang bersifat multikompleks.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi masalah tersebut. Salah satu alternatif pemecahan masalah adalah dengan mendatangkan dana bantuan luar negeri baik berupa pinjaman luar negeri maupun penanaman modal asing (Sumartono, 1984).

Zaidun (2008), dalam orasi ilmiahnya menyebutkan bahwa investasi bagi suatu negara merupakan suatu keharusan atau keniscayaan, investasi merupakan salah satu motor penggerak roda ekonomi agar negara dapat mendorong perkembangan ekonominya selaras dengan tuntutan perkembangan masyarakatnya. Investasi di suatu negara akan dapat berlangsung dengan baik dan bermanfaat bagi negara dan rakyatnya, manakala negara mampu menetapkan kebijakan investasi sesuai amanah konstitusinya.

Dengan demikian, maka pasar modal sebagai salah satu alternatif pembiayaan pembangunan, harus dapat memfasilitasi perkembangan ekonomi pasar. Dalam hubungan ini, swasta akan menjadi motor dalam kegiatan ekonomi (private sector leads growth economy). Nilai positif lainnya dari lembaga pasar modal adalah menyediakan sarana diversifikasi risiko, baik untuk emiten maupun untuk pemodal.

(2)

Selain itu, pasar modal juga berperan dalam mekanisme alokasi modal dan pemantauan korporasi serta sebagai sarana bagi pemerintah untuk melaksanakan ekonomi pasar disamping memanfaatkan baik kebijakan fiskal maupun moneter.

Dalam hal pasar modal sebagai suatu pusat ekonomi, maka apabila pasar modal runtuh akan berakibat berantai pada sektor lainnya. Itulah sebabnya mengapa pasar modal harus diawasi secara ketat (Anwar, 2008).

Pengertian Pasar Modal menurut Undang-undang No. 8 tahun 1995 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.

Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.

Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi dan reksa dana.

(3)

Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pasar Modal merupakan tempat bertemunya investor sebagai pemillik dana dan perusahaan/institusi yang memerlukan dana.

Aktivitas pasar modal di Indonesia telah berlangsung cukup lama yaitu sejak tahun 1912, dan ketika itu masih dilakukan oleh penjajahan Belanda. Setelah melewati masa kemerdekaan, pemerintahan Indonesia mengambil alih dan meneruskan kembali perdagangan efek yang telah dirintis oleh pemerintahan Hindia Belanda. Dikarenakan belum banyak yang mengetahui tentang bursa, maka perdagangan saham dan obligasi dilakukan tanpa organisasi resmi dan mengakibatkan catatan resmi mengenai transaksi tersebut tidak lengkap.

Pasar Modal Indonesia, yang telah ada sejak zaman Hindia Belanda, tepatnya pada tanggal 14 Desember 1912 di Batavia, perkembangannya mengalami masa pasang-surut akibat berbagai faktor, mulai dari Perang Dunia I dan II hingga perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada Pemerintah Republik Indonesia (RI).

Selanjutnya, pihak Pemerintah RI melakukan pembentukan ulang Pasar Modal Indonesia melalui Undang-Undang Darurat No. 13 tahun 1951 yang kemudian dipertegas oleh Undang-Undang Republik Indonesia No.15 tahun 1952.

Perkembangan perdagangan efek pada periode ini berlangsung marak, namun tidak bertahan lama dikarenakan dihadapkan pada resesi ekonomi pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II. Dalam 2 dasawarsa selanjutnya, perkembangan Pasar Modal Indonesia mengalami stagnasi sehubungan dengan

(4)

dihentikannya kegiatan Pasar Modal sepanjang dekade 1960-an hingga akhir pertengahan 1970-an.

Pasar modal tidak menjalankan aktivitasnya sampai tahun 1977. Penutupan pasar modal Indonesia tersebut tidak lepas dari orientasi politik pemerintah Orde Lama yang menolak modal asing dalam kebijakan nasionalisasi. Pada tahun 1977, Pemerintah mengaktifkan kembali Pasar Modal Indonesia dengan ditandai go public-nya PT Semen Cibinong.

Namun, dunia Pasar Modal Indonesia baru benar-benar mengalami perkembangan pada sekitar akhir dekade 1980-an, yang antara lain ditandai dengan pendirian PT Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1989 dan swastanisasi PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 1992.

Penetapan Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal juga semakin mengukuhkan peran BEJ dan BES sebagai bagian dari Self Regulatory Organization (SRO) Pasar Modal Indonesia. Dampak positif dari kebijakan

deregulasi telah menebalkan kepercayaan investor dan perusahaan terhadap pasar

modal Indonesia. Sejak itu, BEJ tumbuh pesat berkat sejumlah pencapaian di bidang teknologi perdagangan, antara lain dengan komputerisasi perdagangan

melalui sistem Jakarta Automated Trading System (JATS) di tahun 1995, perdagangan tanpa warkat di tahun 2000 dan Remote Trading System pada tahun 2002.

Sementara itu, BES mengembangkan pasar obligasi dan derivatif. Tahun 2007 menjadi titik penting dalam sejarah perkembangan Pasar Modal Indonesia.

Dengan persetujuan para pemegang saham kedua bursa, BES digabungkan ke

(5)

dalam BEJ yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tujuan meningkatkan peran pasar modal dalam perekonomian Indonesia.

Pada tahun 2008, Pasar Modal Indonesia terkena imbas krisis keuangan dunia. IHSG, yang sempat menyentuh titik tertinggi 2.830,26 pada tanggal 9 Januari 2008, terperosok jatuh hingga 1.111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008 sebelum ditutup pada level 1.355,41 pada akhir tahun 2008. Kemerosotan tersebut dipulihkan kembali dengan pertumbuhan 86,98% pada tahun 2009 dan 46,13%

pada tahun 2010. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1.1

Perkembangan Pasar Modal di Indonesia

Desember 1912 • Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda 1914–1918 • Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang

Dunia I

1925–1942 • Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya

Awal tahun 1939 • Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup

1942–1952 • Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II 1956 • Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek

semakin tidak aktif

1956–1977 • Perdagangan di Bursa Efek vakum

10 Agustus 1977 • Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal).

• Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.

Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

1977–1987 • Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal

1987 • Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia

1988–1990 • Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat

(6)

2 Juni 1988 • Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer Desember 1988 • Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88)

yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal

16 Juni 1989 • Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya

13 Juli 1992 • Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ

22 Mei 1995 • Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems) 10 November 1995 • Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996

1995 • Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya 2000 1. Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai

diaplikasikan di pasar modal Indonesia

2002 • BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)

2007 • Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)

02 Maret 2009 • Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia

Sumber: http://jendelapasarmodal.blogspot.com/

Pada era globalisasi sekarang ini, hampir semua negara menaruh perhatian lebih terhadap pasar modal karena memiliki peranan penting pada perkembangan suatu negara. Pasar modal dipandang sebagai salah atu sarana yang efektif untuk ikut serta mempercepat pembangunan suatu negara. Pasar modal merupakan bagian dari pasar finansial atau keuangan.

Perekonomian di dunia pada era globalisasi ditandai dengan semakin interdependensi antarnegara yang semakin mengarah pada integrasi ekonomi secara global. Ketidakpastian berbagai aspek yang mencakup perekonomian dunia akan terus meningkat. Selama beberapa tahun terakhir pasar modal di Indonesia telah berkembang dengan pesat yang ditandai oleh melonjaknya jumlah saham

(7)

yang diperdagangkan dan semakin tingginya volume perdagangan saham. Seiring dengan perkembangan keputusan investasi pasar modal juga semakin meningkat (Alishina, 2012).

Perkembangan sistem informasi dunia mempunyai peranan besar dalam proses globalisasi perdagangan saham. Dengan perkembangan dan penerapan teknologi yang semakin maju ini maka penyebarluasan informasi pasar modal akan semakin canggih dan merata kepada seluruh para investor di seluruh dunia.

Adanya informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat dibutuhkan oleh investor untuk melakukan analisis pasar modal. Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap bagi investor tentang perkembangan bursa, Bursa Efek Indonesia menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Salah satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Indeks yang paling sering diperhatikan investor ketika hendak berinvestasi di Bursa Efek Indonesia adalah Indeks Harga Saham Gabungan. Hal ini dikarenakan indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/IHSG).

Indeks harga saham ini menjadi suatu indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan

(8)

menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula (http://konseptrading.com/).

Laporan studi dari Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia (2011) menyebutkan bahwa tingkat volatilitas di berbagai negara dapat dipengaruhi oleh faktor makro maupun mikro. Angka Volatilitas ketika indeks sedang dalam trend menurun (bearish) relatif tinggi, sedangkan dalam trend menanjak (bullish) volatilitas relatif stabil dan hanya sesekali berada di luar batas rata-rata. Hal ini menunjukan bahwa di Pasar Modal Indonesia apabila pergerakan IHSG sedang menurun maka terjadi panic selling, namun apabila IHSG bergerak sebaliknya panic buying tidak terjadi.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham, baik yang berasal dari luar (faktor eksternal) maupun dari dalam (faktor internal) seperti pengumuman-pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan, pendanaan, investasi, tenaga kerja, pengumuman dari badan direksi manajemen dan pengumuman laporan keuangan dari perusahaan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi indeks saham antara lain pengumuman dari pemerintah, pengumuman hukum, pengumuman industri sekuritas, gejolak politik dalam negeri, fluktuasi nilai tukar dan berbagai isu baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/faktor-faktor-yang- mempengaruhi.html).

Mauliano (2009) dalam penelitiannya mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia” menemukan hasil bahwa periode Januari 2004–Mei 2009 secara

(9)

parsial faktor eksternal yang mempengaruhi pergerakan IHSG adalah Indeks Dow Jones, Hang Seng, KLSE dan Harga Minyak Dunia, sedangkan faktor internal dalam negeri yang mempengaruhi IHSG adalah tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi. Penelitian tersebut dilakukan dengan regresi linier berganda menggunakan aplikasi SPSS.

Penelitian lain yang menggunakan IHSG sebagai variabel dependen juga dilakukan oleh Yuriantini (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA), Indeks Hang Seng (HSI) dan Kurs Rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil penelitiannya tersebut menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara indeks DJIA terhadap IHSG.

Sejalan dengan penelitian tersebut, Nezky (2013) dalam penelitiannya juga menemukan hasil yang sama bahwasanya Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terbukti memberikan respon yang searah terhadap gejokan Dow Jones Industrial Average (DJI). Perubahan Dow Jones Industrial Average (DJI) ini lebih berperan dalam menjelaskan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibandingkan nilai tukar, Indeks Produksi (IP), dan Pajak Perdagangan Internasional (PPI). Kesimpulan ini sejalan dengan kenyataan bahwa pasar modal Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh pasar modal asing, sehingga jika terjadi shock pada indeks saham besar luar negeri akan dengan mudah menimbulkan kepanikan di kalangan investor domestik.

Adanya pengaruh indeks Dow Jones terhadap IHSG juga diteliti oleh Tamara dan Dr. Atim Djazuli, SE., MM. (2012). Pada penelitiannya yang berjudul

(10)

“Pengaruh Dow Jones Industrial Average, Deutscher Aktienindex, Shanghai Stock Exchange Composite Index, dan Straits Times Index Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia (Periode 2010 – 2012)”

diperoleh hasil bahwa Dow Jones Industrial Average secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

Tidak hanya indeks Dow Jones saja yang mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Indeks harga saham global lainnya pun turut mempengaruhi gejolak IHSG di Bursa Efek Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian dari Ali Hasibuan dan Taufik Hidayat (2011).

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Indeks Harga Saham Global terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)” menemukan hasil bahwasanya secara simultan variabel indeks harga saham global (Nasdaq, Taiex, Nikkei, KOSPI) berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Penelitian oleh Haryogo (2013) dengan menggunakan analisa regresi linear berganda dan uji hipotesis terhadap return bulanan Kurs, Dow Jones, dan IHSG diperoleh hasil bahwa secara parsial Kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG dan Dow Jones berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Namun secara bersama-sama Kurs dan Dow Jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG.

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwandaru dkk (2012) yang berjudul “Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI, Nilai tukar Rupiah, indeks Nikkei 225 dan indeks Dow Jones terhadap indeks Harga Saham Gabungan (studi pada Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012)”. Penelitian

(11)

eksplanatori kuantitatif tersebut membuktikan bahwa variabel indeks Nikkei 225 signifikan pengaruhnya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dan variabel Indeks Dow Jones justru tidak signifikan pengaruhnya terhadap IHSG.

Misgiyanti dan Idah Zuhroh (2008) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Suku Bunga Luar Negeri Federal Reserve (the Fed), Nilai Tukar Rupiah/US $ dan Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008 dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis datanya menemukan bahwa the Fed rate, nilai tukar dan inflasi mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap Jakarta Islamic Index, sedangkan secara parsial justru ditemukan pengaruh negatif dan signifikan

antar variabelnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara the Fed Rate, Indeks Dow Jones dan Nikkei 225 terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah The Fed Rate, Indeks Dow Jones dan Nikkei 225 berpengaruh pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis

(12)

pengaruh The Fed Rate, Indeks Dow Jones dan Nikkei 225 terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan dan pandangan peneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Harga Saham (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Untuk memberikan tambahan informasi bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa/i tentang pasar modal dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

3. Untuk para investor, dimana hasil penelitian ini dapat memberi informasi sebagai sumber referensi untuk menilai saham di pasar modal.

4. Sebagai bahan referensi dan tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga diharapkan untuk dikenbangkan selanjutnya, sehingga dapat memperluas ilmu.

Referensi

Dokumen terkait

mengamati 4 aspek perkembangan anak yaitu perkembangan fisik motorik, kognitif , bahasa dan sosial emosional yang terlihat dalam Tabel 4 , yaitu dari 27 anak sebagai

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa value proposition SDM pengurus Yayasan Al-Jihad Surabaya secara teori value proposition SDM telah terlaksana dengan penilaian

Perkembangan usaha pengguna produk gula merah yang ada di Kelurahan Kambo Kota Palopo, kecarnatan bone-bone, kabupaten luwu utara cukup bergantung pada pendapatan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru didapatkan hasil tentang pengelolaan TMP agar menjadi angkutan umum yang lebih baik ke depannya yaitu

Pemberian rasio C/N yang berbeda, berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup ikan lele dumbo ( Clarias sp ) dikarenakan kurangnya nilai oksigen

Pada jenis updraft gasifier tar yang terbentuk cukup besar yaitu 10 sampai dengan 20% dari feed (bahan bakar) hal ini dikarenakan tar mulai terbentuk pada

Ciri-ciri model formatif diantaranya sebagai berikut: a) arah hubungan kausalitas dari indikator ke variabel laten, b) antar indikator diasumsikan tidak berkorelasi

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa, data mengenai pemeriksaan waktu protrombin pada pasien yang diduga mengalami gangguan hemostasis hanya didapatkan pada 15 dari 34