1
Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015
1Oleh : Dr. M. Nasich, Ak2
1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas;
Dasar Pembentukan Pasar Tunggal ASEAN
Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN Economic Community (AEC) yang berdayasaing dan berperan aktif dalam ekonomi global. Sedangkan momentum menuju terwujudnya AEC 2015 tentunya tidak terlepas dari ASEAN sebagai organisasi regional sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan tersebut.
Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk mengembangkan AEC Blueprint yang merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015. AEC Blueprint memuat 4 (empat) kerangka utama/ pilar (Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015), yaitu :
2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce;
3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara- negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan
1Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan topik “...” yang diselenggarakan oleh Universitas... di Jombang, Sabtu 1 Oktober 2011.
2 Wakil Rektor II Universitas Airlangga; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.
2
4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Dari keempat pilar tersebut, saat ini pilar pertama yang masih menjadi perhatian utama ASEAN.Untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015, seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas.
A. Arus Bebas Barang
Arus bebas barang merupakan salah satu elemen utama AEC Blueprint dalam mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi. Dengan mekanisme arus barang yang bebas di kawasan ASEAN diharapkan jaringan produksi regional ASEAN akan terbentuk dengan sendirinya. Komponen arus perdagangan bebas barang tersebut meliputi penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan hambatan non-tarif sesuai skema AFTA (ASEAN Free Trade Area). Disamping itu, perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan yang diharapkan dapat memperlancar arus perdagangan ASEAN seperti prosedur kepabeanan, melalui pembentukan dan penerapan ASEAN Single Window (ASW), serta mengevaluasi skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and conformance).Untuk mewujudkan hal tersebut, negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) yang merupakan kodifikasi atas keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam liberalisasi dan fasilitasi perdagangan barang (trade in goods). Dengan demikian, ATIGA merupakan pengganti CEPT Agreement serta penyempurnaan perjanjian ASEAN dalam perdagangan barang secara komprehensif dan integratif.
3
Komitmen utama dalam ATIGA adalah penghapusan tarif seluruh produk intra-ASEAN, kecuali produk yang masuk dalam kategori Sensitive List (SL) dan Highly Sensitive List ( HSL), dilakukan sesuai jadwal dan komitmen yang telah ditetapkan dalam Persetujuan CEPT-AFTA dan digariskan dalam The Roadmap for Integration of ASEAN (RIA).
B. Arus Bebas Jasa
Liberalisasi jasa bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara- negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS). Liberalisasi jasa pada dasarnya adalah menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan jasa yang terkait dengan pembukaan akses pasar (market access) dan penerapan perlakuan nasional (national treatment) untuk setiap mode of supply.
Hambatan yang mempengaruhi akses pasar adalah pembatasan dalam jumlah penyedia jasa, volume transaksi, jumlah operator, jumlah tenaga kerja, bentuk hukum dan kepemilikan modal asing. Sedangkan hambatan dalam perlakuan nasional dapat berbentuk peraturan yang dianggap diskriminatif untuk persyaratan pajak, kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perijinan, standarisasi dan kualifikasi, kewajiban pendaftaran serta batasan kepemilikan properti dan lahan.
C. Arus Bebas Investasi
Prinsip utama dalam meningkatkan daya saing ASEAN menarik PMA (Penanaman Modal Asing) adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan PMA baik dari penanaman modal yang bersumber dari intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN.
D. Arus Modal yang Lebih Bebas
Arus modal mempunyai karakteristik yang berbeda apabila dikaitkan dengan proses liberalisasi. Keterbukaaan yang sangat bebas atas arus modal, akan berpotensi menimbulkan risiko yang mengancam kestabilan kondisi perekonomian suatu negara. Pada sisi yang
4
berbeda, pembatasan atas aliran modal akan membuat suatu negara mengalami keterbatasan ketersediaan kapital yang diperlukan untuk mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang. Dengan mempertimbangkan, antara lain hal-hal tersebut maka ASEAN memutuskan membuat arus modal menjadi lebih bebas.
E. Arus Bebas Tenaga kerja Terampil
Pada prinsipnya bahwa warga negara dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju. Pembahasan tenaga kerja dalam AEC Blueprint tersebut dibatasi pada pengaturan khusus tenaga kerja terampil (skilled labour) dan tidak terdapat pembahasan mengenai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour).
Potensi Pasar Tunggal ASEAN
Berdasarkan Indikator Kunci tampak bahwa AEC merupakan kekuatan pasar yang cukup potensial karena menguasai sekitar 4% GDP (PPP) dunia.
ASEAN Key Indicators, 2010
NO GDP
Country
(US$ Billion)
Population (Million)
GDP Per Capita
(US$)
GDP (PPP) as share (%) of World Total
1 Indonesia 706.7 232.5 3,015 1.39
2 Thailand 318.9 68.1 4,992 0.79
3 Malaysia 238.0 27.9 8,423 0.56
4 Singapore 222.7 4.8 43,117 0.39
5 Philippines 188.7 93.6 2,007 0.47
6 Vietnam 103.6 89.0 1,174 0.37
7 Brunei 13.0
Darussalam 0.4 31,239 0.03
8 Cambodia 11.6 15.1 814 0.04
9 Myanmar - - - -
10 Laos - - - -
Sumber : World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2011-2012.
5
Neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota ASEAN cukup bagus. Buktinya selama periode Januari-Maret tahun 2011 ini neraca perdagangan nonmigas dalam posisi surplus. Selama kuartal I tahun 2011 ekspor nonmigas Indonesia ke negara anggota ASEAN mencapai US$ 8,65 miliar, sedangkan impornya US$ 7,28 miliar. Dengan demikian neraca pedagangan Indonesia dengan Negara anggota ASEAN mengalami surplus US$ 1,37 miliar atau sekitar Rp. 11,78 miliar.
Sumber : Kementerian Perdagangan, Media Perdagangan, Mei-Juni 2011
Faktor Penentu Daya Saing
World Economic Forum (WEF) mempublikasikan laporan tahunan mengenai daya saing
global yaitu The Global Competitiveness Report2011-2012.Laporanini mempermudah penilaian potensi produktivitas di setiap negara. Dengan menyajikan berbagai faktor kunci pendorong pertumbuhan ekonomi, diharapkan dapat dipahami mengapa suatu negara dapat lebih berhasil dibandingkan negara lain dalam meningkatkan pendapatannya. Laporan ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menyusun rencana kebijakan ekonomi nasional suatu negara.
6
Laporan tahun ini menghimpun data-data ekonomi dari 142 negara.Data-data ekonomi tersebut diolah untuk menghasilkan peringkat daya saing negara-negara.Daya saing didefinisikan sebagai kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara. Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing yang tinggi, dan daya saing yang tinggi berpotensi memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Ada banyak determinan pendorong produktivitas, yang oleh WEF dikelompokkan ke dalam 12 pilar daya saing, yaitu: institusi, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi. Selanjutnya ke 12 pilar itu dikelompokkan ke dalam 3 kelompok pilar, yaitu: kelompok persyaratan dasar (Basic Requirements), kelompok penopang efisiensi (Efficiency Enhancers), dan kelompok inovasi
dan kecanggihan bisnis (Innovation and Sophistication Factors). Dalam memperkirakan tingkat daya saing negara, setiap pilar mendapat bobot yang berbeda, tergantung pada kemajuan ekonomi negara tersebut, dengan pertimbangan bahwa indikator yang sama mempunyai pengaruh berbeda pada negara-negara dengan tahapan kemajuan ekonomi yang berbeda. Tahapan ekonomi yang dimaksud adalah: pada awalnya ekonomi lebih didorong oleh faktor-faktor alam (seperti sumber daya alam dan tenaga kerja tidak terampil), kemudian oleh faktor efisiensi, dan tahap akhir oleh faktor inovasi.
7
Sumber : World Economic Forum,The Global Competitiveness Report 2011-2012.
12 Pilar Peningkatan Daya Saing
World Economic Forum (WEF) menyampaikan hasil penelitian terkait daya saing (tahun 2011-2012 dari 142 negara) melalui beberapa indikator, untuk negara-negara ASEAN-6 dan CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, Vietnam) sebagai berikut:
The Global Competitiveness Index 2011-2012 and 2010-2011 Comparisons For ASEAN-6 and CMLV Countries
NO Country 2011-2012 2010-2011
Rank/142 Score Rank
1 Singapore 2 5.63 3
2 Malaysia 21 5.08 26
3 Brunei Darussalam 28 4.78 28
4 Thailand 39 4.52 38
5 Indonesia 46 4.38 44
6 Vietnam 65 4.24 59
7 Philippines 75 4.08 85
8 Cambodia 97 3.85 109
9 Myanmar - - -
10 Laos - - -
Sumber : World Economic Forum,The Global Competitiveness Report 2011-2012.
8 NO
The Global Competitiveness Index 2011-2012: Basic Requirements
Country
Basic Requirements
Pillars 1.Institutions 2.Infrastructur
e
3. Macroecomic Environment
4.Health and Primay Educations Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score
1 Singapore 1 6.33 1 6.11 3 6.33 9 6.22 3 6.65
2 Brunei 24
Darussalam 5.48 34 4.80 56 4.23 1 6.70 30 6.17
3 Malaysia 25 5.45 30 4.94 26 5.22 29 5.50 33 6.14
4 Thailand 46 4.88 67 3.85 42 4.65 28 5.52 83 5.49
5 Indonesia 53 4.74 71 3.81 76 3.77 23 5.66 64 5.74
6 Vietnam 76 4.41 87 3.63 90 3.59 65 4.78 73 5.66
7 Philippines 100 4.17 117 3.22 105 3.09 54 4.99 92 5.38
8 Cambodia 108 3.99 79 3.69 107 3.01 101 4.42 111 4.86
9 Myanmar - - - - - - - - - -
10 Laos - - - - - - - - - -
Sumber : World Economic Forum,The Global Competitiveness Report 2011-2012.
Country
The Global Competitiveness Index 2011-2012: Efficiency Enhancers
Efficiency Enhancers
Pillars 5. Higher
Educations and Training
6. Good Market Efficiency
7. Labor Market Efficiency
8. Financial Market Development
9.
Technological Readiness
10. Market Size Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score
1
Singapore 5.58 4 5.77 1 5.57 2 5.86 1 5.84 10 5.90 37 4.56
20
Malaysia 4.88 38 4.76 15 5.06 20 4.87 3 5.53 44 4.29 29 4.75
43
Thailand 4.38 62 4.25 42 4.47 30 4.75 50 4.35 84 3.47 22 5.02
56
Indonesia 4.18 69 4.16 67 4.23 94 4.06 69 4.06 94 3.33 15 5.22
66
Vietnam 4.05 103 3.47 75 4.16 46 4.60 73 4.00 79 3.51 33 4.59
70
Philippines 4.03 71 4.13 88 4.05 113 3.92 71 4.02 83 3.47 36 4.57
Brunei 71
Darussalam 4.03 61 4.25 82 4.08 9 5.25 57 4.21 57 3.86 121 2.50
98
Cambodia 3.69 120 3.07 58 4.30 38 4.64 74 4.00 110 3.03 93 3.07
-
Myanmar - - - - - - - - - - - - -
-
Laos - - - - - - - - - - - - -
Sumber : The Global Competitiveness Report 2011-2012, World Economic Forum
The Global Competitiveness Index 2011-2012: Innovation and Sophistication Factor
No
s
Country
Innovation And Sophistications
Factors
Pillars 11. Business
Sophistication 12. Innovation Rank Score Rank Score Rank Score
1 Singapore 11 5.23 15 5.13 8 5.33
2 Malaysia 22 4.65 20 4.99 24 4.32
3 Brunei Darussalam 73 3.45 85 3.75 68 3.15
4 Thailand 51 3.75 47 4.20 54 3.30
5 Indonesia 41 3.90 45 4.22 36 3.59
6 Vietnam 75 3.44 87 3.72 66 3.16
7 Philippines 74 3.45 57 4.11 108 2.79
8 Cambodia 91 3.31 90 3.63 85 3.00
9 Myanmar - - - - - -
10 Laos - - - - - -
Sumber : The Global Competitiveness Report 2011-2012, World Economic Forum
9
Diantara negara-negara ASEAN, setelah Singapura maka Malaysia menempati posisi teratas (peringkat ke 21), disusul oleh Brunei Darussalam (28) dan Thailand (39).Sementara Vietnam dan Filipina berada di belakang Indonesia, pada peringkat ke 65 dan 75 bertururt- turut. Cukup mengejutkan adalah Filipina, yang naik 10 tingkat dari peringkat ke 85 tahun lalu. Kinerja daya saing Indonesia lebih buruk daripada Thailand, yang hanya turun satu tingkat, kendati Thailand mengalami gejolak politik cukup lama.Malaysia mengalami kenaikan peringkat yang sangat besar (5 tingkat).
Malaysia mengalami perbaikan lima tingkat dibanding tahun sebelumnya sehingga mencapasi posisi ke-21. Negeri ini mengalami kemajuan terutama untuk pilar institusi dan makroekonomi serta beberapa ukuran efisiensi pasar. Diantara kelebihan yang menonjol dari kinerja yang kuat dan konsisten adalah sektor keuangan yang sehat dan efisien (yang menempatkan diantara negara-negara maju) serta pasar barang yang efisien (peringkat 15).
Selain itu, kondisi makroekonomi makin membaik sehingga mencapai peringkat 29, meskipun negara terus mengalami defisit anggaran sekitar 5% dari PDB. Malaysia saat ini bergerak ke arah menjadi lebih inovasi sehingga perlu meningkatkan kinerja dalam pendidikan dan kesiapan teknologi. Dimensi selanjutnya, Malaysia pada peringkat 44 dengan ruang untuk perbaikan dalam adopsi teknologi baik untuk bisnis dan masyarakat umum.
Pendidikan tinggi dan traning pada peringkat 38 dimana perbaikan akses tetap menjadi prioritas.
Meskipun turun satu peringkat, Thailand (peringkat 39) mempertahakan skornya dan tampaknya menjadi stabil setelah kinerjanya terkikissempat tahun sebelumnya. Lingkungan ekonomi makro yang membaik (peringkat 28, naik 18tingkat) merupakan aspek yang paling positif dari prestasi Thailand dalam penilaian tahun ini. Defisit anggaran telah dikendalikan dan dibawa ke tingkat yang mudah dikelola. Efisiensi pasar tenaga kerja juga positif (peringkat 30). Selain pasar tenaga yang fleksibel (peringkat 44) dan memungkinkan untuk
10
efisiensi alokasi bakat (peringkat 34). Namun banyak tantangan yang perlu ditangani untuk membuat Thailand lebih kompetitif. Salah satu bidang perhatian terbesar adalah efisiensi institusi publik (peringkat 74) yang telah memburuk selama 3 tahun terakhir. Kondisi keamanan yang membebani biaya tinggi pada bisnis (peringkat 91). Masih dilihat pengaruh pandangan politik baru pada perekonomian dan apakah pemerintah baru akan berhasil dalam memulihkan kepercayaan komunitas bisnis.
Penurunan penilaian daya saing Vietnam tahun ini, turun 6 tingkat ke peringkat 65. Negara ini mengalami penurunan 10 dari 12 pilar GCI dan mengalami perbaikan yang signifikan dalam makroekonomi (peringkat 65, naik 20 tingkat). Meskipun demikian peningkatan yang cukup besar ini masih ada tantangan makroekonomi yang terjadi. Defisit anggaran tahun 2010 masih cukup besar, 6% dari GDP dan inflasi bergerak kembali mendekati double digit.
Ke depan Vietnam harus membangun kekuatan untuk menangani perekonomian yang banyak tantangan. Diantaranya, kekuatan kompetitif untuk pasar tenaga kerja yang efisien (peringkat 46) dan potensi inovasi (peringkat 66) mendukung tahapan pembangunan, termasuk ukuran pasar yang relatif besar (peringkat 33) yang diuntungkan dari pasar ekspor yang besar.
Infrastruktur tetap menjadi kendala dalam mamacu pertumbuhan ekonomi, mekipun perbaikan telah dilakukan beberapa tahun terakhir, khususnya terkait dengan kualitas jalan (peringkat 123) dan pelabuhan (peringkat 111).
Naik 10 tingkat menjadi peringkat 75, Filipina mengalami perbaikan peringkat terbesar pada tahun ini dengan beberapa kondisi yang perlu diperhatikan. Kualitas institusi publik sangat rendah, peringkatnya melebihi 100 untuk setiap 16 indikator terkait. Isu korupsi dan keamanan sangat rendah (masing-masing peringkat 127 dan 117). Ketersediaan infrastuktur meningkat sedikit dan belum mencukupi kebutuhan bisnis. Bahkan kualitas yang rendah untuk pelabuhan laut (peringkat 123) dan bandara (peringkat 115). Kualitas pendidikan masih
11
jauh dari standar (peringkat 110). Tetapi yang menarik adalah kondisi makroekonomi yang meningkat 14 peringkat (menjadi peringkat 54).
Kondisi Indonesia(Nasional dan Daerah)
Sebagaimana disebutkan di depan, peringkat daya saing dibentuk oleh 12 pilar, yang dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu kelompok persyaratan dasar (Basic Requirements), kelompok penopang efisiensi (Efficiency Enhancers), dan kelompok inovasi
dan kecanggihan bisnis (Innovation and Sophistication Factors). Untuk Indonesia, dari tiga kelompok pilar daya saing, hanya Kelompok Persyaratan Dasar yang mengalami kenaikan peringkat, yaitu naik 7 tingkat (dari ke 60 menjadi ke 53). Dua kelompok lain, yaitu Kelompok Penopang Efisiensi (Efficiency Enhancers) dan Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis (Innovation and Sophistication Factors), mengalami penurunan peringkat yang cukup besar, yaitu masing-masing (-5) dan (-4). Menjadi pertanyaanapakah yang menyebabkan terjadinya penurunan peringkat pada ke dua kelompok pilar ini.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka perlu diketahui bagaimana kinerja dari setiap pilar daya saing dibandingkan dengan pilar daya saing lain dalam kelompok yang sama maupun terhadap semua pilar lain (BlogBappenas, www.bappenas.go.id). Kelompok Persyaratan Dasar dibangun dari pilar-pilar Institusi, Infrastruktur, Makroekonomi, dan Kesehatan Dan Pendidikan Dasar. Kelompok Penopang Efisiensi dibangun dari pilar-pilar Pendidikan Tinggi, Efisiensi Pasar Barang, Efisiensi Pasar Tenaga Kerja, Pasar Keuangan, Kesiapan Teknologi, dan Besaran Pasar. Sedangkan Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis dibangun dari pilar-pilar Kecanggihan Bisnis dan Inovasi.
Penurunan peringkat pada Kelompok Penopang Efisiensi disebabkan oleh penurunan peringkat semua pilar di dalamnya, kecuali pilar Besaran Pasar yang tidak mengalami penurunan maupun kenaikan. Sedangkan penurunan peringkat pada Kelompok Inovasi dan
12
Kecanggihan Bisnis disebabkan oleh penurunan peringkat pada pilar Kecanggihan Bisnis.Kenaikan peringkat pada Kelompok Persyaratan Dasar didukung oleh kenaikan peringkat pilar Makroekonomi dan Infrastruktur.
Perubahan peringkat daya saing Indonesia menurut pilar-pilar daya saing. Terlihat bahwa hanya dua pilar daya saing yang menunjukkan kenaikan peringkat, yaitu Makro Ekonomi (12) dan Infrastruktur (6).Delapan pilar lain mengalami penurunan, dan dua pilar lagi tetap.Perubahan peringkat daya saing yang terburuk terjadi pada pilar-pilar Efisiensi Pasar Barang (-18), Institusi (-10), Efisiensi Pasar Tenaga Kerja (-10), Kecanggihan Bisnis (-8), dan empat pilar lainnya.
Analisis lebih lanjut ditujukan untuk mengetahui perubahan daya saing menurut indikator.
Dari 103 indikator yang digunakan dalam mengukur peringkat daya saing ini, indikator- indikator yang menunjukkan kenaikan peringkat sangat tinggi (lebih dari 5 tingkat) ada 6 indikator, diantaranya: Pelanggan Telpon Gerak (naik 16 Tingkat), Hutang Pemerintah (14), Peringkat Kredit Negara (13), Neraca Anggaran dan Belanja Pemerintah (11), dan Penyerapan Teknologi Perusahaan (11). Sedangkan indikator-indikator yang menunjukkan kenaikan peringkat sedang (1-5 tingkat) ada 15 indikator, seperti Kemampuan Membayar Jasa Keuangan (5), Transparansi Pemerintah (4), Kualitas Infrastruktur Kereta Api (4), Tingkat Partisipasi Pendidikan Menengah (4), dan Beban Prosedur Kepabeanan (4).
Indikator-indikator yang tetap peringkatnya ada 6 indikator. Dan indikator-indikator yang menunjukkan penurunan peringkat berjumlah 75 indikator, dimana 53 indikator diantaranya mengalami penurunan peringkat cukup besar (lebih dari 5 tingkat), seperti indikator-indikator Dampak Bisnis Peraturan PMA (-29), Kesediaan Mendelegasikan Kewenangan (-24), Ongkos Bisnis dari Kejahatan dan Kekerasan (-20), Keberadaan Hambatan Perdagangan (- 20), Kepemilikan Investor Asing (-20), dan Kesehatan Bank (-20).
13
Peringkat daya saing Indonesia yang mengalami penurunan tersebut menuntut perlunya dilakukan kaji ulang terhadap kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini.Kementerian dan lembaga yang membidangi setiap pilar dan indikator yang mengalami penurunan peringkat perlu bekerja lebih dari biasa untuk menaikkan peringkat pada masing-masing indikator dan pilar daya saing tersebut. Selain itu, berbagai faktor umum yang menghambat peningkatan daya saing perlu dibenahi dengan cepat agar tahun depan dan seterusnya peringkat daya saing Indonesia tidak merosot melainkan meningkat dengan konstan.
The Global Competitiveness Index in Detail : Indonesia
Sumber : World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2011-2012.
14
The Global Competitiveness Index in Detail : Indonesia
Sumber : World Economic Forum,The Global Competitiveness Report 2011-2012.
15
The Global Competitiveness Index in Detail : Indonesia
Sumber : World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2011-2012.
Sumber : World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2011-2012.
The Most Problematic Factors for Doing Business : Indonesia
16
Doing Business di Indonesia menyajikanpengukuran kuantitatif terhadapkebijakan-kebijakan di tingkat pusat dandaerah yang mengatur proses pendirianusaha, pengurusan izin mendirikanbangunan dan pendaftaran properti-karena hal-hal tersebut berlaku untukperusahaan-perusahaan kecil dan menengahdi dalam negeri.
Salah satu pilar dalam transisi Indonesiayang luar biasa adalah program desentralisasidengan sasaran yang ambisius. Jumlah kabupaten/kota bertambahmenjadi 480, meningkat dari sebelumnyayang berjumlah 292 pada tahun 1998,dan kewenangan untuk mengalokasikanpengeluaran dan mengatur penyediaanlayanan masyarakat dialihkan kepada pemerintah daerah.
Sumber : KPPOD, Doing Business di Indonesia 2010
17
Proses untuk mendirikanusaha adalah proses yang panjangdibandingkan dengan negara- negara lainyang terhimpun dalam Association ofSoutheast Asian Nations (ASEAN), yaitu rata-rata 50 hari, hanya lebih cepat apabiladibandingkan dengan Filipina, Kamboja, Republik Rakyat Demokratik Laosdan Brunei Darussalam. Para pengusahadi seluruh Indonesia juga memerlukanbiaya yang lebih tinggi untuk mendirikanusaha, memperoleh izin
mendirikanbangunan, dan mendaftarkan propertidibandingkan dengan para pesaing dikawasan tersebut.
Sumber : KPPOD, Doing Business di Indonesia 2010
Namun di beberapa kabupaten/kota di Indonesia menunjukkan indikator yang baik
18 Sumber : KPPOD, Doing Business di Indonesia 2010
Kualitas Sumber Daya Manusia antar daerah di Indonesia menunjukan persebaran yang berbeda sehingga berdampak pada kemampuan peningkatan daya saing daerah.
19
Sumber : BPS, Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, 2011
20
Sumber : BPS, Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, 2011
21
Sumber : BPS, Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, 2011