ANALISIS AKTIVITAS DISTRIBUSI DAN USULAN PENGGUNAAN METODE DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP)
(Studi Kasus Di UD. Azam Jaya – Sidoarjo)
S
SKKRRIIPPSSII
D
DiiaajjuukkaannOOlleehh:: VINA NUR QONITA
NPM : 0732010105
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan judul “Analisis Aktivitas Distribusi Produk Sandal Dan Usulan Penggunaan Metode Distribution Requirement Planning (DRP) di UD. Azam Jaya - Sidoarjo” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Orang Tua saya yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto,MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku ketua jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak Ir. Budi Santoso MMT. Selaku Dosen Pembimbing I 7. Bapak Ir. Joumil Aidil SZS MT. Selaku Dosen Pembimbing II 8. Dosen penguji Seminar 1 & 2 maupun Dosen Penguji Skripsi saya.
9. Bapak Saiful Mu’in selaku pimpinan perusahaan UD. Azam Jaya - Sidoarjo. 10.Ibu Lis pembimbing lapangan di UD. Azam Jaya - Sidoarjo dan Seluruh
karyawan UD. Azam Jaya - Sidoarjo yang telah meluangkan waktunya terhadap penelitian saya.
12.Seluruh Assisten Laboratorium Pemrograman Komputer dan SSI Teknik Industri Th 2011.
13.Teman-teman seangkatan khususnya Paralel C dan Semua pihak yang telah membantu penyelesaian Skripsi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya masih terdapat banyak kekurangan, namun hal itulah yang mendorong kami untuk berbuat lebih baik. Kami mohon maaf jika penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini terdapat kesalahan, Akhirnya semoga Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Surabaya, 8 September 2011
Hormat kami
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah.... ... 2
1.4 Asumsi ... 3
1.5 Tujuan Penelitian ... 3
1.6 Manfaat Penelitian ... 3
1.7 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Persediaan... 6
2.1.1 Timbulnya Persediaan... 7
2.1.2 Fungsi Persediaan ... 8
2.1.3 Jenis Persediaan ... 9
2.1.4 Biaya – Biaya dalam Sistem Persediaan ... 10
2.1.5 Sistem Persediaan Demand Independent : Model Deterministik... 11
2.1.5.1 Sistem Economic Order Quantity (EOQ) Single Item ... 12
2.2 Distribution Requirement Planning ... 16
2.2.1 Konsep Distribution Requirement Planning... 20
2.2.2 Fungsi Distribution Requirement Planning ... 22
2.3 Penentuan Ukuran Lot dan Stock Pengaman ... 23
2.4 Peramalan... 27
2.4.1 Peran Akan Teknik Peramalan ... 32
2.4.2 Prinsip-prinsip Dalam Menggunakan Peramalan Permintaan... 32
2.4.3 Metode Peramalan ... 33
2.4.4 Peramalan Demand Bulanan ... 39
2.4.5 Pengujian Peramalan ... 40
2.5 Penelitian Terdahulu ... 42
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 51
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 51
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 53
3.4 Metode Pengolahan Data ... 53
3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 65
4.1.1 Data Permintaan Produk Bulanan ... 65
4.1.2 Data Inventory On Hand ... 68
4.1.3 Lead Time... 68
4.1.4 Biaya Pengiriman ... 69
4.2 Pengolahan Data ... 72
4.2.1 Perhitungan Biaya Ditribusi Metode Perusahaan ... 72
4.2.2 Perhitungan Biaya Ditribusi Metode DRP... 73
4.2.2.1 Menghitung EOQ dan SS... 74
4.2.2.1.1 Menghitung Economic Order Quantity ... 74
4.2.2.1.2 Menghitung Safety Stock... 75
4.2.3 Perbandingan Metode Perusahaan Dengan Metode DRP... 77
4.2.4 Membuat Diagram Pencar Data Permintaan... 78
4.2.4.1 Menghitung Mean Square Error(MSE) ... 79
4.2.4.2 Uji Verifikasi dengan Moving Range Chart ... 79
4.2.4.3 Menentukan Peramalan Demand Bulanan ... 81
4.2.4.4 Menghitung EOQ dan SS... 82
4.2.4.4.1 Menghitung Economic Order Quantity ... 83
4.2.4.4.2 Menghitung Safety Stock... 84
4.2.5 Pembuatan Total Kebutuhan Seluruh Produk ... 85
4.3 Analisa dan Pembahasan... 86
4.3.1 Perbandingan Metode Perusahaan dengan Metode DRP... 112
4.3.2 Perencanaan Distribusi Hasil Peramalan Dengan Metode DRP ... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 95
5.2 Saran... 96 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Logistik... 6
Gambar 2.2 Model Persedian Klasik ... 12
Gambar 2.3 Kurva Total Cost Minimum ... 14
Gambar 2.4 Distribution Requirement Planning ... 17
Gambar 2.5 Pola data Horison ... 29
Gambar 2.6 Pola data Musiman ... 29
Gambar 2.7 Pola data Siklus ... 30
Gambar 2.8 Pola data Trend... 30
Gambar 2.9 Grafik Moving Range ... 37
Gambar 3.1 Struktur Distribusi Produk ... 55
Gambar 3.2 Diagram Alir Pemecahan Masalah (Flow Chart) ... 58
Gambar 4.1 Diagram Pencar Data Permintaan Produk GN ... 78
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persamaan MRP dan DRP ... 18
Tabel 2.2 Pebedaan MRP dan DRP ... 18
Tabel 2.3 Hasil Analisa Perhitungan DRP... 21
Tabel 2.3 Formulasi Titik Reorder berdasarkan Distribusi Normal Standart .. 25
Tabel 3.1 Hasil Analisa Perhitungan DRP untuk tiap item ... 56
Tabel 4.1 Data Permintaan Produk GN... 66
Tabel 4.2 Data Permintaan Produk SL... 66
Tabel 4.3 Data Permintaan Produk SW ... 67
Tabel 4.4 Data Permintaan Produk JP... 67
Tabel 4.5 Inventory On Hand Januari 2010 ... 68
Tabel 4.6 Inventory On Hand Februari 2011 ... 68
Tabel 4.7 Lead Time... 69
Tabel 4.8 Rincian Biaya Penyimpanan ... 69
Tabel 4.9 Biaya Simpan Produk GN (Rp. 300,-/pasang/bulan)... 70
Tabel 4.10 Biaya Simpan Produk SL (Rp. 250,-/pasang/bulan) ... 70
Tabel 4.11 Biaya Simpan Produk SW (Rp. 200,-/pasang/bulan)... 71
Tabel 4.12 Biaya Simpan Produk JP (Rp. 250,-/pasang/bulan)... 71
Tabel 4.13 Biaya Simpan Produk selama 1 tahun... 72
Tabel 4.14 Total Biaya Pengiriman selama 1 tahun ... 73
Tabel 4.15 Economy Order Quantity (EOQ) (pasang) ... 75
Tabel 4.16 Safety Stock (SS)... 76
Tabel 4.17 Total Cost Disrtibution dengan DRP ... 77
Tabel 4.18 Perbandingan Hasil Total Cost ... 77
Tabel 4.19 Mean Square Error ... 79
Tabel 4.20 Perhitungan Moving Rang Chart Produk GN ... 80
Tabel 4.21 Hasil Peramalan Demand Bulanan ... 82
Tabel 4.22 Economy Order Quntity(DRP) (pasang) ... 84
Tabel 4.23 Safety Stock (SS) ... 85
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Gambaran Umum Perusahaan
Lampiran B Data Permintaan dan Plot Data untuk Peramalan Lampiran C Perhitungan EOQ
Lampiran D Perhitungan Safety Stock
Lampiran E Perhitungan Total Biaya Distribusi
Lampiran F Plot Data Permintaan Masing-masing Produk Lampiran G Tabel Forcesting Masing-masing Produk Lampiran H Total Perhitungan Moving Range Chart (MRC) Lampiran I Hasil Peramalan Demand Bulanan
Lampiran J Perhitungan EOQ
Lampiran K Perhitungan Safety Stock
ABSTRAK
Suatu perusahaan banyak dihadapkan pada masalah yang berhubungan dengan sistem distribusi. Masalah yang timbul karena konsumen berada pada lokasi yang terpisah secara geografis, hal ini mengakibatkan pentingnya untuk menyimpan persediaan pada beberapa lokasi sehingga dapat menimbulkan masalah pada manajemen dalam mengkoordinasikan sistem distribusi dari bagian pemasaran, juga pada bagian produksi yang akan menghasilkan produk terbaik. Untuk itu diperlukan adanya sistem distribusi yang baik serta persediaan produk yang tepat agar tingkat kepuasan konsumen maupun keuntungan perusahaan dapat terjaga.
UD. Azam Jaya adalah perusahaan sandal, perusahaan ini memproduksi produk Sandal di antaranya yaitu GN, SL, SW, dan JP. UD. Azam Jaya tampaknya belum memiliki satu aktivitas distribusi yang baik. Aktivitas distribusi yang dijalankan oleh perusahaan kurang efektif dan memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya sering terjadi kelebihan atau kekurangan terhadap permintaan produk dan keterlambatan pengiriman produk. Hal ini karena pihak perusahaan belum dapat memperkirakan kapan permintaan yang akan datang dan berapa jumlah yang akan dipesan.Sehingga pihak perusahaan mengalami kekurangan persediaan produk
Dengan adanya masalah tersebut, maka dilakukan penelitian dengan metode Distribution
Requirement Planning (DRP) dengan harapan dapat dilakukan pendistribusian produk dari pabrik ke
kota distribusi secara optimal. Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi eselon. Tujuan dari Distribution
Requirement Planning (DRP), yaitu melakukan aktivitas distribusi yang baik, sehingga keberhasilan
dalam pemenuhan permintaan pelanggan akan menjadi lebih optimal, kinerja penjualan meningkat dalam memenuhi order dengan tepat waktu dan tepat jumlah sehingga biaya distribusi dapat ditekan seminimun mungkin.
Hasil untuk perbandingan biaya distribusi dengan menggunakan metode perusahaan sebesar Rp. 82.458.000.- dan untuk metode DRP sebesar Rp.77.949.600.- , dengan penghematan sebesar 5,4%. Hasil penelitian didapatkan aktivitas distribusi produk adalah sebagai berikut, Produk GN: Pengiriman ke warehouse Sepanjang sebanyak 1461 pasang, warehouse Semarang sebanyak 2187 pasang, warehouse Jakarta sebanyak 2428 pasang. Produk SL: Pengiriman ke warehouse Sepanjang sebanyak 1612 pasang, warehouse Semarang sebanyak 2709 pasang, warehouse Jakarta sebanyak 2620 pasang. Produk SW: Pengiriman ke warehouse Sepanjang sebanyak 1827 pasang, warehouse Semarang sebanyak 2709 pasang, warehouse Jakarta sebanyak 2990 pasang. Produk JP: Pengiriman ke warehouse Sepanjang sebanyak 1594 pasang, warehouse Semarang sebanyak 2433 pasang,
warehouse Jakarta sebanyak 2681 pasang.
ABSTRACT
A lot of companies faced with problems related to the distribution system. Problems arise because consumers are at geographically separate location, this resulted in the need to keep inventory at multiple locations so that it can cause problems on management in co-ordinating the distribution system from the marketing department, also in the production that will produce the best products. It required a good distribution system and supply the right product to the level of customer satisfaction and company profits can b maintained.
UD. Azam Jaya is a footear company, the company manufactures products in between the GN Slippers, SL, SW, JP. UD. Azam Jaya seems not to have a good distribution activities. Distribution activities undertaken by the company are less effective and has few weaknesses. Among frequent excess or shortage of product demand and delays in product delivery. This is because the company could not predict when demand will come and how much will . The companies have a shortage of product inventory.
Given these problems, the research conducted by the method of Distribution Requirements Planning (DRP) can be done with the hope of distributing the product from the factory to the optimal distribution of cities. Distribution Requirements Planning is a method to handle th procurement of supplies in an echelon distribution network. The purpose of the Distribution Requirement Planning (DRP), which is doing a good distribution activities, so that the sucessin meeting customer demand will be more optimal , improved sales performance in fulfilling orders in a timely and appropriate amount so that distribution costs can be reduced to a minimum.
Results for comparison of distribution costs by using the methods of the company amounted to Rp. 82.458.000,- and for the DRP method of Rp. 77.949.600,-, with savings of 5,4%. The results obtained produt distribution planning I as follows, GN Products: Delivery to the warehouse Sepanjang many as 1461 pairs, 2187 pairs of semarang, Jakarta warehouse as many as 2428 pairs. SL Products: Delivery to the warehouse Sepanjang many as 1612 pairs, 2709 pairs of Semarang, Jakarta warehouse of 2620 pairs. Product SW: Delivery to the warehouse Sepanjang many as 1827 pairs, 2709 pairs of Semarang Jakarta Warehouse of 2990 pairs. JP Produts: Delivery to the warehouse Sepanjang many as 1594 pairs, 2433 pairs of Semarang, Jakarta warehouse as many as 2681 pairs.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri memiliki tingkat persaingan yang ketat dalam era pasar bebas, meskipun dalam tingkat distributor. Distributor dituntut menyalurkan produk dengan baik untuk mencegah kekosongan stok. Konsumen akan merasa puas terhadap pelayanan distributor, jika produk tersebut tiba tepat waktu, tepat jumlah dan tepat mutu. Hal ini mengakibatkan kebijakan untuk pengendalian persediaan produk pada suatu lokasi tertentu sangat penting dilakukan oleh manajemen dalam mengkoordinasikan aktivitas distribusi dari bagian pemasaran sehingga keuntungan perusahaan tetap stabil.
UD. Azam Jaya adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang sandal. Perusahaan ini memiliki berbagai jenis produk sandal. Perusahaan melakukan distribusi produknya melalui distributor yang tersebar di wilayah Sepanjang, Semarang dan Jakarta. Pengiriman produk dilakukan sesuai dengan permintaan masing-masing warehouse dengan menggunakan sarana transportasi darat.
Dengan adanya masalah tersebut, maka dilakukan aktivitas distribusi dengan metode Distribution Requirement Planning (DRP). Diharapkan dengan adanya aktivitas distribusi yang baik, keberhasilan dalam pemenuhan permintaan pelanggan akan menjadi lebih optimal, kinerja penjualan meningkat dalam memenuhi order dengan tepat waktu dan tepat jumlah sehingga biaya distribusi dapat ditekan seminimum mungkin.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan kondisi di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
”Bagaimana menganalisis aktivitas distribusi produk sesuai kapasitas persediaannya untuk permintaan produk dengan biaya distribusi minimum di UD. Azam Jaya-Sidoarjo?”
1.3 Batasan Masalah
Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan penelitian serta untuk menyederhanakan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Produk yang diteliti ada 4 komponen yaitu produk sandal GN, produk sandal SL, produk sandal SW, dan produk sandal JP
5. Data yang diambil adalah data permintaan yang didapatkan dari perusahaan mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Januari 2011.
6. Service Level masing-masing distributor sebesar 90 %.
1.4 Asumsi
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut : 1. Tidak diijinkan adanya back order.
2. Harga produk tidak mengalami perubahan selama penelitian. 3. Data yang digunakan adalah valid.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian mengenai perencanaan distribusi adalah: 1. Untuk mengetahui aktivitas pendistribusian ke tiga kota tujuan, yaitu
Sepanjang, Semarang, Jakarta.
2. Untuk menentukan total biaya distribusi yang minimum.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
Bagi Penulis :
1. Menambah pengetahuan penulis khususnya dalam bidang pendistribusian produk dari perusahaan sampai ke distributor.
Bagi Universitas :
1. Memberikan Informasi mengenai metode Distribution Requirement
Planning (DRP).
2. Menambah koleksi perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.
Bagi Perusahaan :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi bagi perusahaan dengan harapan dapat digunakan sebagai referensi mengenai sistem penjadwalan distribusi produk.
1.7 Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah dalam memahami Tugas Akhir (skripsi) ini, maka berikut disajikan sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN
Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Planning, juga mencakup konsep, dan kegunaan distribusi tersebut
pada proses distribusi produk. BAB III METODE PENELITIAN
Mencakup lokasi pencarian data, metode pengumpulan data dan pengolahan data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi hasil dan pembahasan data yang didasarkan atas teori yang telah diuraikan di atas dengan menggunakan data-data yang telah didapat selama penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisa data yang telah dikerjakan dan saran yang dianjurkan untuk pertimbangan perusahaan di masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Distribusi Persediaan
Distribusi adalah bagian yang bertangung jawab terhadap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendaliaan aliran material dari produsen ke konsumen
dengan suatu keuntungan. Pergerakan / aliran material ini terdiri dari pasokan
yang merupakan pergerakkan dan penyimpanan bahan mentah dari pemasok ke
pabrikan, dan distribusi yang mempunyai pergerakkan barang jadi dari pabrik ke
pelanggan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 2.1 Sistem Logistik
(Sumber : “Pengendalian Persediaan Suatu Pendekatan Kuantitatif”,Biegel, J.E, 1992)
Sedangkan persediaan merupakan semua barang dan bahan yang dipakai
dalam proses produksi dan distribusi perusahaan.
Jadi distribusi persediaan adalah suatu aktifitas perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian proses produksi dan distribusi perusahaan dari produsen hingga
sampai ke konsumen untuk memperoleh suatu keuntungan.
Distribusi sangatlah penting, sebab pada umumnya pemasok pabrikan, dan
pelanggan yang potensial tersebar luas secara geografis dengan meluasnya pasar,
tentunya akan diikuti dengan peningkatan volume produksi, maka biaya
pembelian atau biaya produksi akan berkurang, sehingga akan meningkatkan
keuntungan perusahaan untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan sistem
distribusi yang baik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi adalah saluran
distribusi, jenis pasar yang akan dilayani, karakteristik produk, jenis transportasi
yang digunakan.
2.1.1 Timbulnya Persediaan
Sebab-sebab diperlukannya persediaan dalam suatu sistem, baik sistem
manufaktur maupun non manufaktur dapat diklasifikasikan ke dalam lima alasan
antara lain :
1. Faktor Waktu
Bila jangka waktu pengiriman bahan relatif lama. Dalam suatu proses
produksi, pengiriman material dari supplier, pemeriksaan bahan baku, pembuat
produk dan pengiriman ke konsumen melalui persediaan perusahaan dapat
mengurangi rentang waktu dalam pemenuhan demand.
2. Faktor Ketidakseimbangan
Seringkali jumlah yang dibeli lebih besar dari pada yang dibutuhkan.
Kerena membeli dalam jumlah yang besar pada umunya lebih
ekonomis/murah, sehingga sebagian bahan/barang yang belum digunakan
disimpan sebagai persediaan.
3. Faktor yang tidak pasti
Persediaan menjadikan perusahaan memiliki “rasa aman” terhadap
kejadian-kejadian yang tidak di harapkan dan tidak terencana. Apabila terjadi
kondisi alam yang tidak pasti, maka pemenuhan kebutuhan bahan baku dapat
dilakukan dengan menggunakan persediaan yang telah ada.
4. Faktor ekonomi
Faktor ini dapat memberikan alternatif pengurangan biaya karena adanya
persediaan, perusahaan dapat membeli bahan baku ataupun berproduksi pada
tingkat yang menguntungkan. Pembelian bahan baku pada tingkat tertentu
dapat menghasilkan discount. Persediaan juga mampu untuk menstabilkan
kebutuhan mesin maupun manusia di suatu proses produksi.
5. Faktor keuntungan
Keinginan melakukan spekulasi untuk mendapatkan keuntungan besar dari
kenaikan harga barang di masa mendatang.
(“Pengendalian Persediaan Suatu Pendekatan Kuantitatif”,Biegel, J.E,
1992)
2.1.2 Fungsi Persediaan
Persediaan mempunyai beberapa fungsi dalam memenuhi kebutuhan,
diantaranya adalah sebagai berikut (Sofyan Assauri, 1993, hal. 219) :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan
yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus
produksi.
5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
6. Memberikan pelayanan (service) kepada langganan dengan sebaik-baiknya,
dimana keinginan langanan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan
jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut.
7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau
penjualannya.
2.1.3 Jenis Persediaan
Persediaan dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu:
a. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan dari
barang-barang yang digunakan dalam proses produksi, dimana barang-barang tersebut
diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier yang
menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang menggunakannya.
b. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process)
yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap proses yang kemudian
diproses kembali menjadi barang jadi.
c. Persediaan barang-barang pembantu atau perlengkapan (supplier stock) yaitu
persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk
membantu menghasilkan produk tetapi tidak merupakan bagian komponen
dari barang jadi.
d. Persediaan komponen produk (components stock) yaitu persediaan
yang dapat secara langsung di-assembling dengan komponen lain, tanpa
melalui proses produksi sebelumnya
e. Persediaan barang jadi (finished good stock) yaitu persediaan barang-barang
yang telah selesai diproses dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau
perusahaan lain.
(“Manajemen Persediaan”,Yamit, Z., 2005)
2.1.4 Biaya-biaya Dalam Sistem Persediaan
Tujuan dari adanya pengaturan persediaan adalah untuk menentukan
bahan baku dan barang jadi pada jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan biaya
rendah, untuk itu ada empat parameter yang perlu diperhatikan :
1. Biaya Pembelian (purchasing cost)
Biaya pembelian adalah biaya yang keluarkan untuk membeli barang.
Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan
harga satuan.
Biaya pembelian manjadi faktor penting ketika harga yang tergantung
pada ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity
discount atau price break, dimana harga barang perunit akan turun bila
jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan,
komponen biaya pembelian ini tidak dimasukkan kedalam total biaya sistem
persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit tidak
dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya
ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang
yang harus disimpan.
2. Biaya Pengadaan (procurement cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas dua jenis sesuai asal usul barang, yaitu
biaya pemesanan (Ordering Cost) bila barang yang diperlukan diperlukan
diperoleh dari pihak luar (Supplier) dan biaya pembuatan (Setup Cost) bila
barang diperoleh dengan memproduksi sendiri.
3. Biaya Pemesanan (ordering cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya menentukan
pemasok (Supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya
pengangkutan, biaya pengiriman dan seterusnya. Biaya ini di asumsikan
konstan untuk setiap kali pesan.
4. Biaya Penyimpanan (holding cost/carrying cost)
Biaya penyimpanan yaitu semua pengeluaran yang timbul akibat
menyimpan barang atau biaya yang diperlukan untuk mengadakan dan
memelihara persediaan.
(“Manajemen Persediaan”,Yamit, Z., 2005)
2.1.5 Sistem Persediaan Demand Independent : Model Deterministik
Dalam sistem persediaan demand independent model deterministik terdiri
dari sistem economic order quantity (EOQ) single item dan economic order
2.1.5.1 Sistem Economic Order Quantity (EOQ) Single Item
Ukuran dari sebuah order yang meminimumkan total biaya persediaan
dikenai sebagai Economic Order Quantity (EOQ). Model persediaan klasik dari
EOQ dapat dilihat pada gambar 2.1., dimana Q adalah ukuran order.
Gambar 2.2 Model Persediaan Klasik
(Richard J. Tersine, 1994, 4 th, hal 93).
Dimana :
Q = Ukuran lot
Q/2 = Rata - rata persediaan
B = Titik order kembali
ac = ce = Interval antar order
ab = cd = ef = lead time
Model persedian yang paling sederhana ini memakai asumsi-asumsi
sebagai berikut:
1. Hanya satu item produk yang diperhitungkan.
2. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui.
3. Produk yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia.
5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat
digunakan.
6. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan
(strorage).
7. Tidak ada quantity discount.
Dengan tidak mengijinkan stock out, total biaya persediaan digambarkan
pada Gambar 2.2. dan formulasinya adalah:
n Penyimpana B Pemesahan B Pembelian B Annual Biaya
Total
2 HQ Q CR RP QTC
Dimana:
R = Permintaaan tahunan dalam unit
P = Biaya pembelian dari sebuah item
C = Biaya pemesanan tiap kali pesan
H - PF = Biaya penyimpanan per unit per tahun
Q = Ukuran lot atau besarnya order dalam unit
F = Fraksi biaya penyimpanan
Untuk mendapatkan ukuran lot dengan biaya minimum (EOQ), diturunkan
total biaya annual terhadap ukuran lot (Q) dan semakin mendekati hasil nol.
0 Q CR 2 H dQ dTC 2
Sehingga didapat formulasi EOQ
PF 2CR H
2CR
Q*
2C HR *
Q R
m
Rata-rata tenggang waktu antar order T, formulasinya :
HR 2C m
* Q m
1
T
Titik pemesanan kembali (reorder point) didapatkan dengan menentukan
demand yang akan terjadi selama priode Lead Time. Jika Lead Time L dinyatakan
dalam bulan, formulasi titik order :
12 RL B
Jika Lead Time dinyatakan dalam minggu, formulasinya :
52 RL B
Total biaya minimum didapatkan dengan mensubsitusikan nilai Qo pada
Q dalam pemesanan total biaya mannual :
Q* PR HQ*TC
Gambar 2.3 Kurva Total Cost Minimum
2.1.5.2 Economic Order Quantity (EOQ) Multi Item
Model ini merupakan model EOQ untuk pembelian bersama (Joint
Purchase) beberapa jenis item, dimana asumsi-asumsi yang dapat dipakai adalah :
a. Tingkat permintaan untuk setiap jenis item bersifat konstan dan diketahui
dengan pasti, lead time juga diketahui dengan pasti. Oleh karena itu, tidak
ada stock out maupun biaya stock out.
b. Lead timenya sama untuk semua item, dimana semua item yang dipesan akan
datang pada satu titik waktu yang sama untuk setiap siklus.
c. Holding cost, harga per-unit (unit cost) dan ordering untuk setiap item
diketahui.
Penentuan rumus EOQ untuk kasus joint purchase diperoleh dengan
menderivasi biaya total persediaan yang, terdiri dari total ordering cost dan total
holding cost selama periode tertentu, dimana :
Rpi Q
D ki K
Cost Ordering Total
Dimana :
K = Biaya pemesanan yang tidak tergantung jumlah item
ki = Biaya pemesanan tambahan karena adanya penambahan
item-i kedalam pesanan
d1 = Biaya selama periode tertentu untuk item-i
D = Biaya yang diperlukan selama periode tertentu untuk semua
itu
QRpi = EOQ untuk ukuran lot terpadu dalam "nilai" rupiahTotal holdingcost dapat diformulasikan :
QRpi 2 h Cost Holding Total Sehingga :
Rpi RPi Q 2 h Q D ki K TCNilai EOQ optimal dapat dirumuskan :
h ki K Rpi *Q
EOQ untuk masing-masing item dalam unit dirumuskan:
i i C Rp * Q Q
Frekuensi pemesanan yang terjadi setiap periode dirumuskan:
D Rp * Q f 1 * T
Sumber : (Nasution, A. H., 2004, Hal 235-236)
2.2Distribution Requirement Planning
Istilah DRP memiliki dua pengertian yang berbeda, yaitu : distribution
requirement planning dan distribution resource planning.
Distribution Requirement Planning adalah berfungsi menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengisi kembali inventori pada distribution center. Sedangkan
Distribution Resource Planning merupakan perluasan dari distribution requirement planning yang mencakup lebih dari sekadar sistem perencanaan dan
pengendalian pengisian kembali inventori, tetapi ditambah dengan perencanaan
: warehouse space, tenaga kerja, uang, fasilitas transportasi dan warehousing.
Termasuk di sini adalah keterkaitan dari replenishment system ke financial system
dan penggunaan simulasi sebagai alat untuk meningkatkan performansi sistem.
(Gasperz, Vincent, 2004, hal 300-301)
Distribution Requirement planning merupakan aplikasi dari angka logika
Material Requirement Planning (MRP). Persediaan Bill of Material (BOM) pada
MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada Distribution Requirement
Planning (DRP) menggunakan logika Time Phased On Point (TPOP) untuk
memerlukan pengadaan kebutuhan pada jaringan (Richard J. Tersine, Principle
Inventory and Material Management, 1998).
Distribution Requirement Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan
pada level terendah dalam jaringan tersebut yang akan menentukan kebutuhan
persediaan pada level yang lebih tinggi.
Konsep umum DRP dapat dilihat dalam gambar 2.4
Gambar 2.4 Distribution Requirement Planning
Persamaan : 1. Menggunakan cara perhitungan matematis yang sama. 2. Mempunyai matriks komponen perhitungan yang sama. 3. Membedakan Independent demand dan dependent demand. 4. Metode berlaku untuk dependent demand.
5. Keduannya menggunakan cara pemesanan berdasarkan rentang waktu.
Tabel 2.1. Persamaan MRP dan DRP
MRP DRP
Untuk kegiatan manufakturing. Untuk kegiatan distribusi. Menghitung kebutuhan tiap
komponen.
Menghitung kebutuhan barang untuk tiap pusat distribusi.
Cocok untuk pabrik jenis rakitan. Cocok untuk sistem distribusi bertingkat.
Biasanya untuk bahan baku/ penolong.
Biasanya untuk barang jadi/ komoditas.
MRP adalah proses dari atas, yaitu
dari Master Production Schedule
ke kebutuhan tiap komponen.
DRP adalah proses dari bawah, yaitu dari kebutuhan Retail ke Distritibution Center dan Warehouse Center.
Perbedaan :
Semua kebutuhan komponen bersifat dependent.
Kebutuhan Retail bersifat
Independent, sedangkan kebutuhan DC dan WC bersifat
Dependent.
(Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, (2003), Grasindo- Jakarta. hal 249)
Tabel 2.2. Perbedaan MRP dan DRP
.
(James H. Green, PhD, 2nd , Mc. Grow-Hill, Inc., 1987, hal. 222).
Gambar 2.5 Perbedaan MRP dan DRP
Pada gambar 2.5 diperlihatkan perbedaan struktur dari MRP dan DRP.
komponen. Untuk MRP, langkah awalnya adalah melakukan perencanaan (JIP)
untuk kemudian tiap-tiap komponen dapat dijadwalkan kebutuhannya.
Sedangkan pada gambar (b) merupakan struktur distribusi (BOD) terlihat
1 sumber penawaran (SS) terdiri dari 3 pusat distribusi (DC). Pada DRP, langkah
awalnya adalah membuat perencanaan permintaan dari masing-masing pusat
distribusi untuk kemudian sumber penawaran melakukan eksekusi berupa
pemenuhan kebutuhan tiap-tipa pusat distribusi.
Distribution Requirement Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan
pada level terendah dalam jaringan tersebut yang akan menentukan kebutuhan
persediaan pada level yang lebih tinggi.
Pengolahan data dengan metode DRP dimulai dengan perhitungan Safety
Stock (SS) untuk mengetahui batasan inventory agar tidak terjadi stock out.
Kemudian dilakukan perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) untuk
mengetahui berapa jumlah produk yang harus disediakan baik oleh masing –
masing warehouse.
Formulasi Safety Stock adalah :
L . D -B S
Reorder Point:
L Z DL B
Dimana :
S = SafetyStock
B = Titik reorder
D = Rata - rata demand
Zα = Standard deviasi permintaan
EOQ ditentukan dengan melihat dengan melihat demand bulanan tiap item
pada masing-masing distributor.
Nilai EOQ dirumuskan :
H C Rm 2
EOQ
Rm = Rata – rata permintaan tiap bulan (unit)
= 12
D
C = Biaya Pengiriman (Rp./kirim)
H = Biaya Penyimpanan (Rp./unit/bulan)
2.2.1. Konsep Distribution Requirement Planning
Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani
pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi multi eselon. Metode ini
menggunakan demand independent, dimana dilakukan peramalan untuk
memenuhi struktur pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada dalam
jaringan distribusi, semuanya merupakan variabel yang dependent kecuali level
yang langsung memenuhi consumer.
Distribution Requiremeni Planning lebih menekankan pada aktivitas
pengendalian dari pada kegiatan pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan
mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode
ini dapat memprediksi masalah-masalah sebelum masalah-masalah tersebut
Distribution Requirement Planning tiap Warehouse dan item ditabulasikan
sebagai berikut :
X Distribution Center
On Hand Balance : Lead Time : Safety Stock : Order Quantity :
Period
Past
Due 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross Requirement Schedule Receipts Projected On Hand
Net Requirements
Planned Order Receipts
Planned Order Release (Richard J. Tersine, 1994, 4 th, hal 93).
Tabel 2.3 Hasil Analisa Perhitungan DRP untuk tiap Warehouse
Langkah - langkah dasar DRP adalah sebagai berikut
1. Gross Requirement merupakan permintaan tiap bulan.
2. Scheduled Reciepts, dikenal juga dengan jadwal penerimaan adalah
3. Di hitung Projected On Hand pada periode tersebut:
Projected On Hand = (Projected On Hand Periode sebelumnya + Schedule
Receipt + Planned Order Receipt) - (Gross Requirement).
4. Net Requirement mengidentifikasikan kapan level persediaan (Scheduled
Receipt - Projected On Hand Periode sebelumnya) dipenuhi oleh Gross
Requirement. Untuk sebuah periode :
Net Requirement = (Gross Requirement + Safety Stock) – (Schedule Receipt
+ Projected On Hand Periode sebelumnya).
5. Planned Order Receipt ukuran rencana penerimaan dalam suatu periode pada
saat dibutuhkan. Diisikan pada periode yang sama dengan Net Requiremen
6. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (Planned
Order Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned Order
Receipt dengan Lead Time.
(Richard J. Tersine, 1994, hal 348)
2.2.2. Fungsi Distribution Requirement Planning
Distribusi Requirement Planning sangat berperan baik untuk sistem
distribusi. Dengan kebutuhannya persediaan time phasing pada tiap level jaringan
distribusi. DRP memiliki kemampuan untuk memprediksi suatu problem
benar-benar terjadi.
Perencanaan horizon dan Distribution Requirement Planning seharusnya
adalah sekurang-kurangnya sama dengan lead time kumulatif, perencanaan
kembali dan jaringan dilakukan secara periodik biasanya sekurang-kurangnya
sekali seminggu.
Keuntungan yang didapat dari penerapan metode DRP adalah :
1) Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun.
2) DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari
distribusi ke manufaktur untuk pembelian.
3) DRP menyediakan masukan untuk perencanaan penjadwalan distribusi
dari sumber penawaran ke titik distribusi.
2.2.3 Sistem Distribusi Tarik (Pull)
Pada sistem pull, setiap pusat distribusi daerah (agen) menentukan apa
Distribusi (agen) toko bertindak independent satu sama lain dan memesan
kebutuhannya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan agen yang lain, stock yang
tersedia pada distributor maupun jadwal produksi tiap lokasi menentukan
rencana sendiri dan biasanya memiliki safety stock sendiri.
Sistem pull tradisional ini bereaksi terhadap permintaan tanpa
mengantisipasinya. Tidak ada komunikasi antara agen dan sumbernya,
komunikasi terjadi secara khusus pada saat pemesanan. Hal ini menyebabkan
permintaan yang sangat fluktuatif pada sumbernya. Sehingga dibutuhkan safety
stock yang besar pada sumbernya, selain safety stock pada agen.
Kelebihan sistem pull ini adalah agen dapat beroperasi secara otonom
(tidak tergantung pada sumber atau agen lainnya), selain itu pengeluaran atas
pemrosesan data dan komunikasinya dilakukan pada saat dilakukan pemesanan.
Namun kelemahannya adalah pesanan ditempatkan tanpa mengetahui dan
menyeimbangkan dengan agen lainnya, serta tanpa memperhatikan stock yang
ada dan jadwal produksi.
(Nasution, Arman Hakim, 2006, hal 466-468)
2.2.4 Sistem Distribusi Dorong (Push)
Pada sistem ini perkiraan kebutuhan untuk tiap agen ditotal per periode
dan produksi dijadwalkan serta persediaan yang ada di alokasikan ke
masing-masing agen.
Sistem perusahaan mempertimbangkan total proyeksi kebutuhan
penerimaan dari sumber (pabrik) serta menciptakan kuantitas yang tersedia untuk
tiap agen dan pengecer.
Karakteristik sistem push ini adalah sebagi berikut :
Ramalan dibuat oleh distribusi
Manajer dapat menerima, menyusun atau membatalkan pesanan.
(Nasution, Arman Hakim, 2006, hal 466-468)
2.3 Penentuan Ukuran Lot dan Stock Pengaman
Penentuan ukuran lot dalam distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti frekuensi pengiriman, EOQ, ukuran kapasitas konsumen serta jumlah total
yang dibutuhkan.
Teknik-teknik penentuan ukuran lot diantaranya sebagai berikut :
1. EOQ
2. Lot For Lot (LFL)
3. Fixed Order Interval (FOI)
4. Periode Order Quantity (POQ)
5. Least Unit Cost
6. Least Total Cost
7. Part Periode Balancing
8. Wagner Within Algoritma
9. Fixed Periode Requirement
Ukuran lot tidak didasarkan pada minimum biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan, bila biaya penyimpanan tidak diidentifikasikan baik secara marginal
Kebutuhan stock pengaman dalam suatu sistem multi eselon berbeda
untuk tiap-tiap lokasi. Secara umum stock pengaman tidak dapat diasumsikan
untuk semua eselon, namun disentralisasikan untuk masing-masing eselon. Bila
item tersebut berharga mahal dengan demand yang relative murah, entralisasi
stock pengaman merupakan alternatif terbaik, sebaliknya bila item tersebut
berharga atau mempunyai biaya yang cukup rendah demand yang cukup tinggi,
maka, alternatif terbaik adalah desentralisasi stock pengaman pada level terendah
untuk meningkatkan service level.
Formulasi stock pengaman adalah
S = B DL
Dimana :
S : Stock Pengaman
B : Titik Reorder
D : Rata-rata Demand Harian
L : Lead Time
Penentuan titik reorder (B) yang digunakan untuk menentukan stock
pengaman tidak dapat digunakan teknik atau cara yang biasa dipakai, serta
mempertimbangkan tingkat servive level yang diinginkan. Formulasinya
berdasarkan tingkat service level yang digunakan.
Service level 95 %, artinya bahwa probabilitas 95 % dari permintaan
tersebut tidak akan melebihi dari permintaan selama periode masa tenggang.
Resiko kehilangan biaya berkaitan erat dengan tingkat pelayanan. Tingkat
pelayanan sebesar 95% menunjukkan bahwa resiko kehabisan persediaan sebesar
5 %.
Tingkat Pelayanan = 100% - resiko kehabisan stock
(Rangkuti.F,(2004), PT. Raja Grafindo Persada - Jakarta)
Tabel 2.4 Formulasi titik reorder berdasarkan Distribusi Normal Standart
Titik Reorder Tingkat Service Level
L
DL3,09D 99,90%
L
DL2,58D 99,50%
L
DL2,33D 99%
L
DL1,96D 97,50%
L
DL1,64D 95%
L
DL1,28D 90%
L
DL1,04D 85%
L
DL0,85D 80%
L
DL0,67D 75%
[image:37.595.199.426.250.604.2](Richard J Tersine, Principles of Inventory and Material, Fourth Edition, 1998)
Tabel di atas menunjukkan hubungan antara tingkat pelayanan dengan
reorder point. Misal kita menggunakan tingkat pelayanan 95 %, maka untuk
menghitung safety stock kita menggunakan rumus reorder point DL1,64D L,
Perhitungan untuk mencari persediaan pengaman dapat dengan
menggunakan deviasi standar, atau dapat langsung dengan menggunakan MAD.
Perlu dicatat bahwa perhitungan persediaan pengaman dengan menggunakan
rumus standar deviasi ada kekurangan, yaitu perhitungan standar deviasi
menyangkut perhitungan perkalian, pangkat, akar, dan cukup rumit. Untuk lebih
mempermudah dalam perhitungan dapat digunakan rumus MAD (mean absolute
debviation). Formulasi MAD adalah :
Persediaan Pengaman = MAD X Faktor Pengaman Keterangan :
- MAD = pemakain barang selama waktu pemesan.
- Faktor Pengaman = faktor keaman yang dihitung untuk MAD, yang
besarnya tergantung dari tingkat layanan.
Contoh perhitungan berikut ini akan lebih menjelaskan penggunaan rumus
tersebut. Berapa besarnya persediaan pengaman yang paling optimal apabila
ditetapkan bahwa tingkat layanan yang dikehendaki adalah 95% dan diketahui
bahwa jumlah pemakaian selama tiga puluh (30) kali waktu pemesanan, sebagai
berikut :
26 5 20 13 18 13 13 7 19 19 9 22 33 10 5 18 9 9 10 3 18 10 10 7 13 13 17 17 17 17
satuan
MAD 5.2
30 156 30 ) 14 17 ( .... ) 13 14 ( ) 14 26 (
Sehingga, Deviasi Standar = 5.20 X 1.25 = 6.50 satuan
2.4 Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan
di masa akan datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas,
waktu, dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang
ataupun jasa. Dalam kondisi pasar bebas, permintaan pasar lebih bersifat
kompleks dan dinamis karena permintaan tersebut tergantung dari keadaan sosial,
ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing, dan produk subtitusi. Oleh
karena itu peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan
dalam pengambilan keputusan manajemen. (Nasution, A. H., 2004, Hal 235-236).
Sasaran peramalan dapat di kategorikan berdasar jangka waktunya ke
dalam sasaran jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, dan segera.
(baroto,teguh, 2002, Hal 22).
Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horison waktu masa
depan yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas beberapa kategori :
a) Peramalan jangka pendek.
Permalan ini mencakup jangka waktu hingga 1 tahun tetapi, umumnya
kurang dari 3 bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan
pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugsan kerja, dan
tingkat produksi.
b) Peramalan jangka menengah.
Peramalan jangka menengah atau Intermediate, umumnya mencakup
hitungan bulanan hingga 3 tahun. Peramalan ini berguna untuk
merencanakan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas,
c) Peramalan jangka panjang.
Umumnya untuk perencanaan masa 3 tahun atau lebih. Peramalan jangka
panjang digunakan untuk merencanakan produk baru, pembelanjaan modal,
lokasi atau pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan
(Litbang).
Terdapat dua jenis model peramalan yang utama, yaitu: model deret berkala
(time series) dan model regresi (kausal). Pada jenis pertama, pendugaan masa
depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel atau kesalahan
masa lalu. Tujuan metode peramalan deret berkala seperti itu adalah dengan
menemukan pola dalam deret historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke
masa depan.
Model kausal di pihak lain mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan
menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas.
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala (time series) yang
tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang
paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi
empat jenis (Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 ) :
1. Pola Horizontal (H)
Terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan.
Deret seperti itu adalah “stasioner” terhadap nilai rata-ratanya. Suatu produk
yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu
[image:41.595.158.475.99.259.2]
Gambar 2.5. Pola Data Horizontal
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
2. Pola Musiman (S)
Terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya
kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).
Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar
pemanas ruang semuanya menunjukkan jenis pola ini.
Gambar 2.6. Pola Data Musiman Kuartalan
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
3. Pola Siklis (C)
Terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang
seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti
mobil, baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini. S S F W S S F W S S F W
1979 1980 1981 1982
Y
[image:41.595.163.488.444.596.2]waktu Y
1972 73 74 75 76 77 78 79 80 81 waktu Y
[image:42.595.169.479.90.240.2]
Gambar 2.7. Pola Data Siklus
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
4. Pola trend (T)
Terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang
dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan
berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend
selama perubahannya sepanjang waktu.
Gambar 2.8. Pola Data Trend
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
Banyak deret data mencakup kombinasi dari pola-pola di atas. Metode
peramalan yang dapat membedakan setiap pola harus dipakai bila diinginkan
adanya pemisahan komponen pola tersebut. Demikian pula, metode alternatif
[image:42.595.169.477.442.598.2]sehingga nilai mendatang dapat diramalkan.
Metode peramalan kualitatif atau teknologis, di lain pihak, tidak
memerlukan data yang serupa seperti metode peramalan kuantitatif. Input yang
dibutuhkan tergantung pada metode tertentu dan biasanya merupakan hasil dari
pemikiran intuitif, perkiraan (judgment), dan pengetahuan yang telah didapat.
Pendekatan teknologis seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang
terlatih secara khusus. Metode teknologis dibagi menjadi dua bagian, yaitu
metode eksploratoris dan normatif. Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S,
analogi, dan penelitian morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini
sebagai titik awalnya dan bergerak ke arah masa depan secara heuristik,
seringkali dengan melihat semua kemungkinan yang ada. Metode normatif,
seperti matriks keputusan, pohon relevansi (relevance trees), dan analisa sistem
dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian
bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai, berdasarkan kendala,
sumberdaya, dan teknologi yang tersedia.
Ramalan teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk, untuk
membantu perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk
memberikan suatu ramalan numerik tertentu. Karena sifat dan biayanya, ramalan
kuantitatif digunakan sangat eksklusif untuk keadaan jangka menengah dan
panjang seperti perumusan strategi, pengembangan produk dan teknologi baru,
2.4.1 Peran Akan Teknik Peramalan
Komitmen tentang peramalan telah tumbuh karena beberapa faktor :
Pertama, adalah karena meningkatnya kompleksitas organisasi dan
lingkungannya hal ini akan menjadikan semakin sulit bagi pengambil keputusan
untuk mempertimbangkan semua faktor secara memuaskan.
Kedua, dengan meningkatkan ukuran organisasi, maka bobot dan kepentingan
suatu keputusan telah meningkat pula, lebih banyak keputusan yang memerlukan
telaah peramalan khusus dan analisis yang lengkap.
Ketiga, lingkungan dari kebanyakan organisasi telah berubah dengan cepat
sehingga keterkaitan yang harus dimengerti oleh organisasi berubah-rubah dan
pengamalan memungkinkan bagi organisasi untuk mempelajari keterkaitan yang
baru secara lebih cepat.
Keempat, pengambilan keputusan telah semakin sistematis yang melibatkan
justifikasi tindakan secara gambling (eksplisit).
2.4.2 Prinsip-Prinsip Dalam Menggunakan Peramalan Permintaan
Pengelolaan dan strategi logistik dapat dilakukan secara efektif apabila
dilandasi oleh beberapa prinsip penggunaan peramalan. Prinsip-prinsip ini secara
singkat dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebelum hal tersebut di bicarakan lebih
lanjut, perlu disadari bahwa yang sedang dibicarakan adalah mengenai suatu
peramalan, bukan suatu kepastian. Oleh karena itu, perlu di ingat hukum pertama
dan utama dari peramalan, yaitu peramalan dijamin mleset, atas dasar hukum
inilah prinsip-prinsip peramalan di letakkan. (Indrajit, Eko & Djokopranoto,
1. Peramalan yang baik pun masih memungkinkan kesalahan yang signifikan.
2. Peramalan memerlukan monitor dan perhitungan perkiraan kesalahan.
3. Ketidakpastian, yang mungkin besar, harus selalu diantisipasi dan
diperhitungkan.
4. Semua sistem peramalan selalu didasari oleh model yang bersifat implisit atau
eksplisit.
5. Peramalan sering kali juga didasarkan atas peramalan agregat yang perlu
dipecah-pecah menjadi komponen produk, letak geografis, atau
komponen-komponen lain.
2.4.3 Metode Peramalan
Di dalam perencanaan produksi untuk suatu perusahaan perlu diketahui
adanya unsur utama, yaitu peramalan produksi dan perkiraan produksi.
Penyusunan perencanaan produksi tanpa dilengkapi dengan peramalan dan
perkiraan produksi akan menjadi suatu perencanaan produksi yang kurang
lengkap. Metode peramalan merupakan suatu metode atau teori pendekatan
kemungkinan akan terjadinya suatu kejadian di masa yang akan datang dengan
menganalisa keadaan di waktu-waktu yang lalu. Penyusunan peramalan yang
berdasarkan pada data historis yang ada seringkali menggunakan trend untuk
melaksanakan perhitungan peramalan penjualan
a. Model Peramalan Kualitatif
Peramalan kualitatif umumnya bersifat subyektif, dipengaruhi oleh intuisi,
emosi, pendidikan dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, hasil peramalan
peramalan dengan model kualitatif tidak berarti hanya menggunakan intuisi, tetapi
seringkali mengikutsertakan model-model statistik sebagai bahan masukan dalam
judgement (pendapat, keputusan) dan dapat dilakukan secara perseorangan
maupun kelompok.
Dalam peramalan secara kualitatif ada 4 metode yang umum dipakai :
1. Juri Opini Eksekutif
2. Metode Delphi
3. Gabungan Tenaga Penjualan
4. Survey Pasar
b. Model Peramalan Kuantitatif
Peramalan Kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut :
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 8)
a. Tersedia informasi tentang masa lalu.
b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut
di masa mendatang.
Model kuantitatif dapat dipergunakan dalam prakiraan, pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu metode deret berkala (time series) dan
metode regresi atau kausal (Spyros M, Steven C, Victor E, 1995, hal. 9) :
1. Metode Time Series
Merupakan metode dimana pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan
nilai masa lalu dari suatu variabel atau kesalahan masa lalu. Tujuan metode
peramalan deret berkala seperti itu adalah dengan menemukan pola dalam
penting dalam memilih suatu metode time series yang tepat adalah dengan
mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan
pola tersebut dapat diuji.
2. Metode Kausal
Dengan mengasumsikan bahwa faktor yang diperkirakan/diramalkan
menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel
bebas. Maksud dari model kausal adalah menemukan bentuk hubungan
tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari
variabel tidak bebas.
c. Metode Double Moving Average (Moving Average With Trend)
Untuk mengurangi kesalahan sistematis yang terjadi bila rata-rata bergerak
dipakai pada berkecenderungan, maka dikembangkan metode rata-rata bergerak
linier (linier moving averages). Dasar metode ini adalah menghitung rata-rata
bergerak yang kedua. Rata-rata bergerak ganda ini merupakan rata -rata bergerak
dari rata-rata bergerak, dan menurut simbol dituliskan sebagai MA (MxN) dimana
artinya adalah MA M-periode dari MA N-periode.
Jadi prosedur peramalan rata-rata bergerak linier meliputi tiga aspek, yaitu:
1. Penggunaan rata-rata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis S’t).
2. Penyesuaian yang merupakan perbedaan antara rata-rata bergerak tunggal dan
ganda pada waktu t (dituiis S’t – S”t).
3. Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau
ke periode t+m jika kita ingin meramalkan m periode ke muka)
Penyesuaian ke 2 paling efektif bila trend bersifat linier dan komponen
kenyataan bahwa MA tunggal tertinggal (lags) di belakang deret data yang
menunjukkan trend.
Secara umum pembahasan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :
N X ... X X X '
S t t 1 t 2 t N 1 t
... (1)
N S ... S S S "
S t t 1 t 2 t N 1 t
... (2)
t t
t t tt S' S' S" 2S' S"
a ... (3)
t t
t S' S"1 N
2
b
... (4)
m . b a
Ftm t t ... (5)
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 8)
Dimana :
- Persamaan (1) mempunyai asumsi bahwa saat ini kita berada pada periode
waktu t dan mempunyai nilai masa lalu sebanyak N.MA (N) tunggal
dituliskan dengan S't.
- Persamaan (2) menganggap bahwa semua rata-rata bergerak tunggal (S')
telah dihitung. Dengan persamaan ini pula kita menghitung rata-rata
bergerak N-periode dari nilai-nilai S' tersebut. Rata-rata bergerak ganda
dituliskan sebagai (S").
- Persamaan (3) mengacu pada penyesuaian Moving Average tunggal (S',),
dengan perbedaan (S',- S").
- Persamaan (4) menentukan taksiran kecenderungan dari periode waktu yang
satu ke periode waktu berikutnya.
periode ke depan dari t.
d. Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda : Metode Dua Parameter dari Holt.
Metode pemulusan eksponensial Ganda dari Holt tidak menggunakan rumus
pemulusan berganda secara langsung, tetapi memuluskan nilai trend dengan
parameter yang berbeda-beda dari parameter yang digunakan pada deret asli.
Parameter pemulusan ekponensial ganda didapat dengan menggunakan
2 konstanta pemulusan (dengan nilai diantara 0 dan 1) dan 3 persamaan :
t 1 t 1
tt X 1 S b
S
t t 1
t 1t S S 1 b
b
m . b S m
Ft t t
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 8)
Persamaan pertama menyesuaikan St secara langsung untuk trend periode
sebelumnya, yaitu bt - 1 dengan menambahkan nilai pemulusan terakhir, yaitu St - 1.
Persamaan kedua meremajakan trend, yang ditujukan sebagai perbedaan antara 2
nilai pemulusan terakhir, karena mungkin masih terdapat sedikit kerendoman,
maka hal ini dihilangkan oleh pemulusan dengan δ (gamma) trend pada periode
terakhir (St - St - 1), dan menambahkan dengan. taksiran trend sebelumnya
dikalikan dengan (1 - δ). Persamaan ketiga digunakan untuk ramalan kemuka.
Trend bt dikalikan dengan jumlah periode ke muka yang diramalkan m dan
ditambahkan pada nilai dasar St.
plot di tersebut data setelah ) ball eye ( mata bola ) slope ( kemiringan taksiran B 2 X X X X B X S 1 1 1 1 e. Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Tunggal
Kasus yang paling sederhana dari pemulusan (smoothing) eksponensial
tunggal dapat dikembangkan dari persamaan (1) atau secara lebih khusus dari
suatu variasi pada persamaan tersebut yaitu sebagai berikut:
N X N X F
Ft 1 t t t N ... (1)
Misalkan observasi yang lama XtN tidak tersedia sehingga tempatnya
digantikan dengan suatu nilai pendekatan (aproksimasi). Salah satu pengganti
yang mungkin adalah nilai ramalan periode sebelumnya Ft. Dengan melakukan
substitusi ini persamaan (1) menjadi persamaan (2) dan dapat ditulis kembali
sebagai persamaan (3).
N F N X F
F t t
t 1
t ... (2)
Substitusi persainaan (1) ke persamaan (2)
t t 1 t F N 1 1 X N 1 F
... (3)
Dari persamaan (3) dapat dilihat bahwa ramalan ini
Ft1 didasarkan ataspembobotan observasi yang terakhir dengan suatu nilai bobot
1 N danpembobotan ramalan yang terakhir sebelumnya
Ft dengan suatu bobot
suatu konstanta antara nol (jika N tak terhingga) dan 1 (jika N = 1). Dengan
mengganti
1 N dengan a, persamaan (3) menjadi:
t t1
t X 1 F
F ... (4)
Persamaan ini merupakan bentuk umum yang digunakan dalam menghitung
ramalan dengan metode pemulusan eksponensial.
Cara lain untuk menuliskan persamaan (4) adalah dengan susunan sebagai
berikut:
t t
t1
t F X F
F ... (5)
Secara sederhana:
t t1
t F e
F ... (6)
Dimana et adalah kesalahan ramalan (nilai sebenamya dikurangi ramalan) untuk
periode t dari 2 bentuk Ft1 ini dapat dilihat bahwa ramalan yang dihasilkan dari
SES secara sederhana merupakan ramalan yang lalu ditambah suatu bentuk
penyelesaian untuk kesalahan yang terjadi pada ramalan terakhir. Dalam bentuk
ini terbukti jika mempunyai nilai mendekati 1, maka ramalan yang baru akan
mencakup penyesuaian kesalahan yang besar pada ramalan sebelumnya. (Spyros,
Makridakis, 199,. Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta, Hal 79)
2.4.4Peramalan Demand Bulanan
Antisipasi terhadap adanya kesalahan peramalan dilakukan dengan
menyediakan stock pengaman (safety stock) untuk tiap item pada masing-masing
warehouse dimana besarnya safety stock didasarkan atas besarnya standart deviasi
kesalahan peramalan adalah:
MAD 1.25
Dimana :
= Standart deviasi kesalahan peramalan
MAD = Mean Absolute Deviation
Untuk distribusi normal, standart deviasi dapat didekati dengan formulasi
1.25 x MAD. Hubungan antara standart deviasi dengan MAD sangat penting dalam
menentukan convidence limit dari peramalan dan untuk menentukan level safety
stock dalam sistem persediaan (Tersine, 1988).
2.4.5. Pengujian Peramalan
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode MRC (Moving
Range Chart). Tujuan metode ini adalah untuk memeriksa peramalan-peramalan
yang telah dilakukan, apakah data hasil peramalan sudah dalam kondisi yang
terkendali atau belum.
Langkah-langkah dalam pembuatan MRC adalah sebagai berikut : (Biegel,
1992, hal 65)
1. Menghitung Rentang Bergerak (Moving Range)
MR = │(d’t - dt ) – (d’t - 1 – dt - 1)│
Dimana :
dt : data aktual tahun tertentu
d’t : data hasil peramalan tahun tertentu
2. Menghitung Rata-rata Bergerak
MR =
1
3. Menghitung Batas-batas control
Batas Atas (BA) = + 2.66 MR
Batas Bawah (BB) = - 2.66 MR
4. Menghitung Titik-titik Simpangan (d’t-dt) ke dalam peta kendali
Fungsi peramalan yang terpilih dapat dipergunakan, apabila semua titik
berada dalam batas kontrol. Tetapi bila mendapatkan suatu titik tak terkendali (out
of kontrol), maka kita akan mencari peramalan yang baru.
Gambar 2.9Bagan Peta Kendali (John E. Biegel ; 1992)
Kondisi Out Control, yaitu :
1. Jika ada titik (Y,-Yt) yang berada diluar batas control (>BA
atau <BB)
2. Aturan tiga titik
Dari tiga buah titik yang berurutan, apakah dua titik atau lebih terdapat dalam
salah satu daerah A.
3. Aturan lima titik
Dari lima buah titik yang berurutan, apakah empat titik atau lebih terdapat
dalam satu daerah B.
BA (Batas Atas)
A = 2/3 . BA
B = 1/3 . BA
Gari