PENGEMBANGAN TRANSMITER SUHU SMART MENGGUNAKAN AT89S52 DENGAN MEDIA FREKUENSI RADIO
Budiman
STT Teknik Mitra Karya Abstrak
Suatu sistem pengukuran nirkabel akan mempunyai keunggulan jika pemantau dapat memberikan atau merubah parameter-parameter yang terdapat pada sistem pengukur. Sistem pengukur mempunyai kemampuan rentang pengukuran tertentu. Rentang ini kadang-kadang berkaitan langsung dengan ketelitian pengukuran. Jika rentang ini dapat diubah oleh pemantau maka akan terwujud suatu sistem pemantauan yang luwes dimana tingkat ketelitian pengukuran dapat ditentukan oleh pemantau. Sistem yang berjalan seperti ini disebut dengan Transmiter Smart. Sistem transmiter suhu smart yang dirancang telah mampu memberikan informasi suhu dan rentang pengukuran yang diinginkan dapat ditentukan dari bagian pemantau sehingga ketelitian pengukuran dapat ditingkatkan. LM35 merupakan tranduser suhu yang praktis dengan linearitas yang tinggi dan memiliki respon yang cepat. ADC0804 sebagai pengubah besaran analog ke digital mampu melakukan konversi dengan kesalahan yang amat kecil dan rentang masukan analog yang dapat dengan mudah ditentukan dengan pemberian tegangan analog pada pin Vin(-) dan Vref/2. Penggunaan sistem sample and hold merupakan suatu solusi untuk mendapatkan lebih dari satu tegangan analog secara bersamaan dari sebuah sumber tegangan analog. Modulasi ASK atau modulasi ON OFF merupakan pemodulasian yang dapat direalisasikan dengan mudah. Osilator Collpits dapat digunakan untuk pemancar FM dan jarak pancaran bergantung pada penguat yang digunakan.
Kata Kunci: Jalur transmisi, transmisi 500 kv PENDAHULUAN
Sekilas Tentang GI 500 KV Demak dan SUTT
Sasaran pembangunan PLTS Kabupaten Demak Kapasitas 30 MW dengan daya 500 KV adalah untuk :
a. Mengantisipasi perkembangan beban di kawasan Semarang , Demak dan sekitarnya, termasuk Jalur Transmisi Jawa Bali.
b. Meningkatkan standar mutu pelayanan tenaga listrik kepada pelanggan.
c. Meningkatkan keandalan pelayanan kepada pelanggan dengan memperbaiki SAIDI dan SAIFI karena panjang penyulang menjadi lebih pendek
d. Menurunkan susut distribusi Pembangunan SUTT 500 KV ini dilakukan sejalan dengan rencana pemerintah dalam penyediaan percepatan sistem kelistrikan program 35.000 MW.
Kegiatan pembangunan SUTT 500 KV yang meliputi kegiatan pembangunan saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 500 KV sepanjang 21.780 m sebanyak 44 tower dan pembangunan gardu induk seluas 2 Ha yang untuk selanjutnya disebutkan sebagai pembangunan SUTT 500 ini selain bertujuan untuk peningkatan kehandalan sistem kelistrikan juga dilakukan dengan memperhatikan lingkungan.
Rencana Jalur Transmisi 500 KV. Saluran transmisi 500 KV yang digunakan untuk menyalurkan energi listrik sepanjang ± 21.780 m mulai dari Pembangkit PLTS Desa Wonosekar Kecamatan Karangawen Kapasitas 30MW dengan Tegangan 500 KV yang melalui 3 kecamatan antara lain Karangawen, Pedurungan, Genuk. transmisi seperti disajikan pada Gambar 3.1
Gambar Rencana Jalur SUTT 500 KV
Alasan Mengunakan SUTT 500 KV. Dalam perencanaan penyaluran daya listrik dari Pembangkit PLTS Desa Wonosekar kecamatan Karangawen Kabupaten Demak ke Gardu Induk PLN Krapyak Wilayah Semarang
500 KV (baru) menggunakan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dengan tegangan 500 KV. Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
a. Jarak penyaluran pendek, 21.780 km.
b. Dengan tegangan 500 KV masih memungkinkan untuk menyalurkan daya sebesar 400 MVA / sirkit.
STUDI PERENCANAAN
JARINGAN 500 KV Kelayakan Sambungan
Pemilihan Konfigurasi Saluran Transmisi
Kapasitas daya yang dapat disalurkan oleh sirkuit bila menggunakan konduktor tunggal 5x60 MVA. Digunakan bundle conductor untuk meningkatkan kapasitas daya saluran transmisi. Untuk menjaga kontinuitas daya perlu digunakan saluran vertikal ganda, sehingga jika salah satu saluran terputus transmisi masih mampu menyalurkan daya dengan satu saluran yang lain.
Ukuran dan Tipe Konduktor Transmisi
Rencana daya yang dialirkan sebesar 5x60 MVA menggunakan saluran vertikal ganda. Perhitungan arus dilakukan berdasarkan daya yang akan disalurkan, maka perhitungan arus adalah sebagai berikut :
Rating Arus :
Arus untuk bundele konduktor dengan n = 2
Dengan faktor keamanan 110% maka I = 1,1 x 461,9 = 635 A Dipilih konduktor ACSR 48/7 dengan luas aluminium 340 mm2 dengan diameter = 2,5 cm atau jari - jari = 1,25 cm yang memiliki kapasitas hantar arus 790 A Dari hasil perhitungan diatas maka ditentukan saluran menggunakan kawat ACSR 48/7, 340 mm2 dengan bundle conductor dua (n=2).
Untuk Dua Menara Yang Sama Tinggi
Untuk Dua Menara yang berbeda tngginya dengan beda tinggi antar menara H = 1 m
Penentuan Jarak Bebas Konduktor Jaringan SUTT 150 kV (Clearance) Penentuan Jarak Bebas Pada Bundle Conductor ke Tanah (Phase to Ground Clearence) : GC = 6,096 + (V – 50) 0,0127 + 0,73 (SAG2 – SAG1) GC = 6,096 + (150 – 50) 0,0127 + 0,73 (6,683 – 1,4) GC = 11,22 meter
Perhitungan Jarak Bebas Bundle Conductor dengan Bundle Conductor lainnya antar Pada SUTT 150 kV Bambe Incomer V sebesar 150 kV.
Perhitungan jarak bebas bundle conductor dengan bundle conductor lain antar phasa dapat ditentukan dengan rumusan Code Formula: Perhitungan ini dilakukan dengan memperhatikan faktor Andongan yaitu 6,683 m = 250,4 inchi, pada suhu 900. a = 0,3 inch per kV + 8
a = ( 0,3 x 150) + 8 = 45 + 36,5 a = 81,5 inchi = 2,07 meter
Sehingga jarak bebas bundle conductor dengan bundle conductor lainnya dengan memperhitungkan faktor keamanan sebesar 115% maka : 1,15 x 2,07 = 2,38 meter _ 2,5 meter. Gambar 4.1 Konfigurasi Konduktor hasil Perhitungan
Gambar 4.2 Ruang Bebas
Tabel 4.1 Jarak bebas minimum antara penghantar SUTT dengan benda lain
Perhitungan jumlah isolator dan jarak sambaran.
Perhitungan jumlah isolator optimal dimaksudkan untuk menentukan jumlah isolator pada tiap – tiap menara yang mampu menahan tegangan lebih switching dan litghning pada daerah tertentu. Untuk konfigurasi vertikal maka :
Penentuan jumlah isolator dengan mengacu pada standart didapatkan jumlah isolator (jjs) = dengan melihat tabel 4.8. maka dipilih isolator tipe normal (type A) dengan panjang / tinggi tiap isolator sebesar 146 mm sehingga :
panjang rangkaian isolator (D) maka : D = 11 x 146 mm = 1606 mm Isolator berkonfigurasi double suspension jumlah isolator
(jjs) = 2 jjs = 2 x 11 = 22
Untuk mencari jarak sambaran ditentukan dengan mengetahui harga kerapatan udara dengan asumsi sepanjang jalur homogen dan kondisi cuaca cerah dengan suhu 350C dan kelembaban udara 60% yaitu :
SPF = D. HS. _
Pemilihan Tower
Gambar 4.3 Tower Suspension Transmisi Tipe AA
Pentanahan Kaki Menara
Tahanan kaki menara perlu dibuat sekecil mungkin untuk menghindarkan efek sambaran petir. Tahanan ini
ditentukan oleh bentuk fisik tahanan dan tahanan jenis dari tanah (untuk ini dipilih tahanan berbentuk elektrode batang ditananm tegak lurus
Gambar 4.3 Tower Suspension Transmisi Tipe DD
di dalam tanah atau menggunakan elektroda batang berselubung pipa galvanis 2”). Biasanya digunakan rod elektroda sepanjang 5,5 m dengan kedalaman yang sama yaitu 5,5 meter dengan jari – jari rod elektroda sebesar 1,27 cm.
Berdasarkan standar PT. PLN (Persero) P3B pentanahan kaki menara dipasang pada setiap menara, dengan jumlah pentanahan 4 buah tiap tower. Bila tahanan pentanahan masih lebih besar dari 5 ohm, maka diusahakan dengan pentanahan counterpoise yang dibuat dari kawat baja 38 mm2 sebagai counterpoise yang ditanam secara radial.
Dengan standar diatas maka kita dapat menghitung pentananhan kaki menara sesuai dengan rumus persamaan yang telah tersedia :
Untuk pentanahan sistem Ground Rod :
• Untuk Tanah Rawa / Sawah
• Untuk Ladang
Gambar 4.5
Pemasangan Batang Pentanahan Kaki Menara
Berdasar SPLN 121_1996 (Tampak Samping)
Gambar 4.6 Pemasangan Batang Pentanahan Kaki Menara
Jaringan Distribusi
Perencanaan sistem distribusi energi listrik merupakan bagian yang esensial dalam mengatasi pertumbuhan kebutuhan energi listrik yang cukup pesat. Perencanaan diperlukan sebab berkaitan dengan tujuan pengembangan sistem distribusi yang harus memenuhi beberapa kriteria teknis dan ekonomis.
Perencanaan sistem distribusi ini harus dilakukan secara sistemik dengan pendekatan yang didasarkan pada peramalan beban untuk memperoleh suatu pola pelayanan yang optimal. Perencanaan yang sistemik tersebut akan memberikan
sejumlah proposal alternatif yang dapat mengkaji akibatnya yang secara langsung berhubungan dengan aspek keandalan dan ekonomis.
Tujuan umum perencanaan sistem distribusi ini adalah untuk mendapatkan suatu fleksibilitas pelayanan optimum yang mampu dengan cepat mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan energi elektrik dan kerapatan beban yang harus dilayani. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menjadi input terkait dalam perencanaan sistem distribusi ini antara lain adalah : pola penggunaan lahan pada regional tertentu, faktor ekologi dan faktor geografi.
Perencanaan sistem distribusi ini harus mampu memberikan gambaran besarnya beban pada lokasi geografis tertentu, sehingga dapat ditentukan dengan baik letak dan kapasitas gardu-gardu distribusi yang akan melayani areal beban tersebut dengan mempertimbangkan minimisasi susut energi dan investasi konstruksi, tanpa mengurangi kriteria, teknis yang diperlukan. Perencanaan sistem distribusi ini dapat dilakukan
dalam perioda jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Perencanaan jangka panjang harus selalu diaktualisasi dan dikoordinasikan dengan perencanaan jangka menengah dan dikoreksi oleh perkembangan jaringan distribusi kondisi eksisting. Efektifitas perencanaan sistem distribusi ini makin diperlukan bula dikaitkan dengan makin tingginya investasi terhadap energi, peralatan dan tenaga kerja. Di samping itu perencanaan yang baik akan memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan sistem distribusi. Kondisi ini disebabkan pada kenyataan sistem distribusi merupakan ujung tombak dari pelayanan energi listrik karena langsung berhubungan dengan konsumen sehingga adanya gangguan pada sisi distribusi akan berakibat langsung pada konsumen. Sedangkan adanya gangguan pada sisi transmisi ataupun sisi pembangkit belum tentu menyebabkan terjadinya proses interupsi disisi konsumen.
Perencanaan sistem distribusi dimulai dari sisi konsumen. Pola kebutuhan, tipe dan factor beban dan
karakteristik beban yang dilayani akan menentukan tipe sistem distribusi yang akan dipakai. Kelompok-kelompok beban tersebut akan dilayani oleh jaringan sekunder. Sekelompok jaringan sekunder ini akan dilayani oleh trafo-trafo distribusi yang selanjutnya sejumlah trafo ini akan memberikan gambaran pembebanan pada jaringan primer. Jaringan distribusi ini akan mendapat masukan energi dari trafo-trafo gardu induk. Sistem beban pada jaringan distribusi ini akan menentukan pula lintasan dan kapasitas saluran distribusi. Dengan demikian setiap langkah
proses perencanaan sistem distribusi merupakan input bagi langkah proses berikutnya.
Faktor-Faktor Dasar Perencanaan Distribusi
1. Peramalan beban
Perencanaan sistem distribusi memerlukan prakiraan (forecasting) beban masa depan. Kualitas dan akurasi perencanaan sistem tergantung pada kualitas dan akurasi data dan prakiraan beban. Dalam perencanaan sistem distribusi meliputi penentuan
ukuran, lokasi dan perubahan waktu masa depan, seperti sejumlah komponen-komponen sistem (substation, saluran, penyulang, dan sebagainya).
Lokasi geografis beban-beban dianalisa menggunakan pendekatan area yang kecil (small area), yang mana dibagi daerah pelayanan utilitas ke dalam sejumlah area kecil dan prakiraan beban pada setiap salah satunya, oleh sebab itu akan dapat ditentuan dimana dan berapa banyak yang akan dikembangkan. Ada dua metode untuk membagi sistem ke dalam area kecil , yaitu :
a. Melaksanakan prakiraan dalam perihal penyulang, substation, atau wilayah (zone) ditetapkan oleh komponen-komponen distribusi,
b. Melaksanakan prakiraan dalam perihal grid seragam (uniform grid), berbasis pada pemetaan sistem koordinasi.
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metodologi berbasis grid (b) memerlukan pertimbangan data input, tidak hanya
historis rekaman beban dalam setiap blok grid, tetapi juga ekonomi, sosial, demografis dan penggunakan informasi pertanahan, untuk memperoleh hasil yang akurat. Untuk kebanyakan utilitas, adalah sulit untuk memperoleh data-data yang lengkap tersebut di atas. Prakiraan distribusi beban dengan menggunakan metode (a) di atas hanya diperlukan data historis beban beberapa tahun, yang mana dengan mudah didapat pada setiap utilitas. Batas pertambahan atau pengurangan beban akan dievaluasi dengan memperhatikan terhadap elemen-elemen penting lainnya, seperti termasuk pertanahan, air, seperti faktor-faktor ekonomi dan sosial, bahwa akan memberi pengaruh yang kuat pada kecendrungan prakiraan beban. Pada gambar 1 memberikan gambaran faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses peramalan beban. Seperti yang diharapkan, pertumbuhan beban mempunyai korelasi yang kuat dengan aspek pengembangan komunitas dan
pengembangan lahan. Sedangkan output peramalan beban tersebut dapat berupa kerapatan beban yang dinyatakan dalam dalam KVA per satuan luas layanan sistem distribusi energi listrik untuk skala jangka panjang. Dan bila peramalan dilakukan dalam skala jangka pendek maka diperoleh output lebih detail dan dinyatakan dengan besaran kerapatan beban KVA per satuan luas layanan yang diasosiasikan dengan koordinat grid atau luasan yang diminati. Penggunaan sistem grid dengan koordinat-koordinatnya merupakan suatu metoda yang banyak digunakan baik pada proses peramalan beban jangka pendek. Dengan berdasar pada besarnya kerapatan beban pada masing-masing grid tersebut dapat ditentukan pula pola dan lintasan jaringan distribusi serta area layanan masing-masing trafo distribusi.
Gambar 16. Faktor – faktor yang mempengaruhi peramalan beban
2. Pengembangan Gardu
Seperti halnya dengan peramalan beban, maka pengembangan gardu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar dominan. Kondisi eksisting jaringan distribusi serta konfigurasinya merupakan faktor yang mendampingi pertumbuhan beban, kerapatan beban dalam proses penentuan pengembangan gardu atau melakukan konstruki gardu baru. Faktor – faktor dasar tersebut tersebut digambarkan sebagai berikut :
Gambar 17. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengembangan gardu
3. Pemilihan Letak Gardu
Letak gardu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak dari pusat beban, jarak dari jaringan sub-transmisi yang ada dan adanya batasan – batasan seperti tersedianya lahan, investasi yang harus digunakan, dan aturan penggunaan lahan.
Lokasi ideal gardu mengikuti pandangan – pandangan sebagai berikut :
a. Lokasi gardu tersebut sebanyak mungkin melingkupi sejumlah beban
b. Dapat memberikan level tegangan yang baik
c. Mampu memberikan akses yang baik untuk incoming saluran sub transmisi dan out going penyulang primer.
d. Mempunyai ruang yang cukup untuk pengembangan
e. Tidak bertentangan dengan aturan tata guna lahan
f. Dapat meminimisasi jumlah konsumen yang terpengaruh terhadap adanya gangguan g. Kemudahan instalasi.
Di samping faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan letak gardu tersebut, terdapat juga proses pentahapan yang dilakukan dalam rangka pemilihan lokasi gardu. Proses pemilihan tersebut diberikan dalam gambar 3 dan 4. Seleksi awal terhadap lokasi gardu tersebut didasarkan pada aspek safety, engineering, sistem perencanaan, institusional, ekonomi dan faktor estetika.
Gambar 18. Prosedur Pemilihan
Gardu
Gambar 19. Faktor – faktor yang mempengaruhi lokasi gardu
Pemilihan Level Tegangan Penyulang Primer
Faktor – faktor dasar dalam menentukan level tegangan pada penyulang primer diberikan sebagai berikut :
Gambar 20.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan level tegangan
5. Pembebanan Penyulang Primer Pembebanan penyulang primer adalah pembebanan penyulang tersebut pada kondisi beban puncak dan di ukur di sisi gardu. Faktor – faktor yang mempengaruhi disain pembebanan penyulang tersebut antara lain :
a. Rapat beban penyulang b. Pola bembebanan
c. Laju pertumbuhan beban d. Keperluan reverse capacity
kondisi darurat
e. Kontinuitas pelayanan f. Kualitas pelayanan g. Keandalan pelayanan
h. Level tegangan pada penyulang primer
i. Tipe dan biaya konstruksi j. Lokasi dan kapasitas gardu
distribusi
Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan lintasan jaringan primer tersebut diberikan dalam gambar 21, 22 dan 23.
Gambar 21
Faktor – faktor yang mempengaruhi lintasan penyulang primer
Gambar 22.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
jumlah penyulang keluar Gambar 23.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan ukuran konduktor
Gambar 24.
Faktor – faktor yang mempengaruhi investasi pengembangan sistem distribusi
PENUTUP
Faktor-Faktor Investasi
Secara umum, sistem distribusi didisain dengan berdasar pada minimisasi biaya investasi tapi teknis sistem distribusi tersebut masih dipenuhi. Adapun faktor investasi yang mempengaruhi pengembangan sistem distribusi.
DAFTAR PUSTAKA
Nalwan, Paulus Andi, 2003, Panduan Praktis Teknik Antarmuka dan
Pemrograman Mikrokontroler AT89C51, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Eko, Agfianto Putra, 2004, Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55 (Teori dan Aplikasi), Penerbit Gava Media, Yogyakarta.
Lenk, John D, 1981, Understanding Electronic Schematics, Prentice Hall Inc, Hardy, James K, 1979, High Frequency Circuit
Design, Preston Publishing Company Inc
Anonim, 2005, Atmel AT89S52 8-bit Microcontroller with 8 K Bytes in System Programmable Flash, www.atmel.com , Atmel Corporation.
Albert O’Grady & Jim Ryan,2005, Build a Smart Analog Process-Instrument Transmitter with Low-Power Converters and a Microcontroller,
http://www.analog.com/library/a nalogDialogue/archives/31-1/Smart_Analog.html