• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan pengembangan pola pemuliaan (breeding scheme) domba priangan yang berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dan pengembangan pola pemuliaan (breeding scheme) domba priangan yang berkelanjutan"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN PENGEMBANGAN POLA PEMULIAAN

(Breeding Scheme)

DOMBA PRIANGAN YANG BERKELANJUTAN

DEDI RAHMAT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis dan Pengembangan Pola Pemuliaan (Breeding Scheme) Domba Priangan yang Berkelanjutan adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi di manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2006

Dedi Rahmat

(3)

ABSTRAK

DEDI RAHMAT. Analisis dan Pengembangan Pola Pemuliaan (Breeding Scheme) Domba Priangan yang Berkelanjutan Dibimbing oleh HARIMURTI MARTOJO, RONNY R NOOR, dan ASEP ANANG

Domba priangan telah lama dikenal dan banyak dipelihara petani baik sebagai usaha sampingan maupun hobi. Sumbangan ternak domba terhadap produksi daging khususnya di Jawa Barat cukup tinggi. Salah satu tantangan dalam usaha peternakan domba adalah belum tersedianya suplai bibit unggul domba secara kontinyu yang produksinya tinggi dan efisien serta harganya dapat terjangkau oleh peternak. Pengadaan bibit umumnya masih merupakan hasil swadaya peternaknya sendiri. Program pemuliaan yang tepat dan terarah serta berkelanjutan belum ada.

Penelitian untuk mencari pola pemuliaan domba priangan yang ber-kelanjutan telah dilaksanakan di Margawati dan Kelompok Peternak H Osih di Kabupaten Garut, Kelompok Peternak Jogya Grup di Kabupaten Bandung dan peternakan domba Lesan Putra di Kodya Bogor, selama satu tahun mulai Agustus 2003 sampai dengan Agustus 2004. Metode yang digunakan adalah metode survey . Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara pada inti maupun peternak anggota dengan berpedoman pada daftar pertanyaan

(questioner). Pengambilan sampel peternak dilakukan dengan cara purposive sampling. Variabel amatan terdiri atas karakteristik peternak, pola pemuliaan ternak dan koefisien teknis. Analisis deskriptif digunakan untuk data variabel karakteristik demografis peternak dan model pola pemuliaan. Uji Mann-Whitney

digunakan untuk membandingkan skor nilai partisipasi, pengetahuan dan motivasi antar kelompok peternak. Parameter genetik diduga dengan Animal Model Restricted Maximum Likelihood (REML). Nilai heritabilitas diduga dengan memperhitungkan maternal genetic effect (m2) dan lingkungan bersama (c2). Pola yang tepat ditentukan berdasarkan hasil Proses Hierarki Analisis terdiri atas tiga tingkat, tingkat 1 fokus yaitu pola pemuliaan yang berkelanjutan, tingkat 2 terdiri atas kriteria atau komponen yang berkontribusi terhadap program pemuliaan, tingkat 3 terdiri atas model pola pemuliaan yang akan dipilih yaitu Pola Margawati , Pola Jogya Grup dan Pola H Osih.

(4)

ABSTRACT

DEDI RAHMAT. Analysis and Development of Sustainable Breeding Scheme of Priangan Sheep (under the supervisions of H Harimurti Martojo, Ronny Rachman Noor and Asep Anang).

Priangan sheep have been known for a long time and there are many of them have been either as tangible benefits or intangible benefits. The sheep contribution for meat production especially in West Java is high enough. The main challenge of sheep farming is a low productivity of animal produced and there is no superior breed available yet and the affordable for the farmers. The breed suplay generally is self providing by the farmers. Proper and sustainable breeding schemes for the genetic improvement of Priangan sheep has not been conducted.

The research to find out the sustainable breeding schemes of Priangan Sheep conducted at Margawati, H. Osih and Jogya Group breeder in order to analyze overall aspects, including demographic characteristics, behavior and farmer participation in breeding programs. The research method use was survey method with purposive sampling. Primary data were obtained from observation and interview to either nucleus or members which based on questionnaire. Descriptive analysis was used for demographic characteristic variable and breeding scheme. Mann-Whitney test was used for comparing participation, knowledge and motivation scores among the farmer groups. The genetics parameters were predicted by Animal Model, Restricted Maximum Likelihood (REML). The heritability was predicted with considering maternal genetic effect (m2) and common environmental effect (c2). The proper scheme was determined based on Analytical Hierarchy Proses, which consisted of three levels, the first level focused on the sustainable breeding scheme, the second level consisted of criteria or component that contributing on breeding program and the third level consisted of breeding scheme that would be selected were Margawati, Jogya Group, and H Osih schemes.

(5)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(6)

ANALISIS DAN PENGEMBANGAN POLA PEMULIAAN

(Breeding Scheme)

DOMBA PRIANGAN YANG BERKELANJUTAN

DEDI RAHMAT

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Disertasi : Analisis dan Pengembangan Pola Pemuliaan (Breeding Scheme) Domba Priangan yang Berkelanjutan

Nama : Dedi Rahmat

NPM : D 016010011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H. Harimurti Martojo. M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. Dr. Agr Ir. Asep Anang, M.Phil.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

disertasi dengan judul, Analisis dan Pengembangan Pola Pemuliaan (Breeding

Scheme) Domba Priangan yang Berkelanjutan.

Sungguh tidak mudah untuk menyusun urutan pernyataan penghargaan

dan rasa terimakasih sesuai dengan peran dan jasa masing-masing, namun

penulis ingin memanfaatkan kesempatan yang baik ini sebagai ungkapan

perasaan.

Kepada Prof. Dr. Harimurti Martojo, M.Sc sebagai ketua komisi

pembimbing, Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, Mrur.Sc dan Dr. Agr. Ir. Asep

Anang, M.Phil masing-masing sebagai anggota komisi, penulis menyampaikan

rasa terimakasih yang tidak terhingga atas kesabaran, penyediaan waktu,

keikhlasan, kelembutan maupun ketegasan selama proses pembimbingan

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Program Doktor.

Kepada Rektor Universitas Padjadjaran, Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Padjadjaran serta Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, penulis

mengucapkan terimakasih atas kesempatan belajar, bimbingan, saran dan

bantuan yang sangat berarti bagi penulis. Kepada pihak sponsor, yaitu BPPS

penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan terutama yang menyangkut

pembiayaan selama mengikuti pendidikan sampai penulisan disertasi.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Kepala UPTD-BPPTD

Margawati beserta staf, bapak H Osih beserta anggota peternak, bapak Oro

Suhara beserta anggota kelompok Jogja Grup, bapak Ir. Ateng Sutisna serta Drh

Lanlan peternak Lesan Putra, atas fasilitas serta kerjasamanya selama penulis

melakukan penelitian.

Tidak kecil pula saham do’a ibu, ayah serta mertua yang telah

menggembleng penulis agar selalu tabah dalam menghadapi kesulitan, untuk ini

penulis menyampaikan sembah sujud dan cinta kasih yang mendalam. Demikian

pula kepada istri tercinta Hj. Cucu Daryati L serta anak-anakku Diana Pasca

Rahmawati, Muhamad Iqbal Rahmadi dan Khoerunnisa Rahmayani yang telah

banyak berkorban dan ditinggalkan selama penulis mengikuti pendidikan,

kesabaran dan ketabahannya patut dibanggakan, terimakasih atas segalanya.

Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Dr.Ir. Indyah Wahyuni Msi,

(9)

Dr.Ir. Jasmal A Syamsu, Msi, Ir. Mobius Tanari, Msi, Ir. Rahmat Wiradimadja MS,

Ir. Handi Burhanuddin MS serta rekan rekan dan kerabat yang tidak dapat

disebutkan satu persatu atas bantuan moril maupun materil, hanya Allah SWT

yang akan membalasnya.

Akhir kata semoga disertasi ini dapat berguna dan mencapai tujuannya,

segala puja dan puji selalu bagi Allah SWT semata.

Bogor, Juli 2006

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut tanggal 15 Juni 1958 yang merupakan anak

pertama dari ayah Iri Riyadi dan ibu Titi Maryati. Pendidikan Sarjana ditempuh di

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung lulus pada tahun 1983

dan lulus Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ternak pada Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor tahun 1989.

Pada tahun 2001 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi

Program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB dengan mendapat beasiswa BPPS

dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Peternakan,

Universitas Padjadjaran Bandung sejak tahun 1984 sampai sekarang dengan

jabatan terakhir adalah Lektor Kepala pada Laboratorium Pemuliaan Ternak dan

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Deskripsi Domba Priangan ... 4

Produksi dan Reproduksi Domba Priangan ... 4

Parameter Genetik dan Nilai Pemuliaan ... 6

Pola Pemuliaan (Breeding Scheme) ... 7

Pola Pemuliaan Berkelanjutan ... 9

MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Metode Penelitian ... 12

Analisis Data ... 13

Proses Analisis Hirarki (Analitical Hierarchy Proces) ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak ... 17

Partisipasi dan Perilaku Peternak dalam Kegiatan Pemuliaan ... 18

Pola Pemuliaan Domba di Margawati ... 20

Pola Pemuliaan Domba di H Osih ... 23

Pola Pemuliaan Domba di Kelompok Jogya Grup ... 26

Keragaan Produksi dan Reproduksi Domba Priangan ………. 31

Persentase Tipe Beranak ... 31

Bobot Lahir ... 32

Bobot Sapih ... 34

Heritabilitas ... 36

Dugaan Nilai Pemuliaan ... 38

Dugaan Respon Seleksi Per Generasi ... 39

Pengembangan Pola Pemuliaan Berkelanjutan... 40

Pola Pemuliaan Domba Priangan Berkelanjutan ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rataan sifat-sifat kuantitatif domba garut dewasa ... 4

2 Keragaan produksi domba Priangan ... 5

3 Keragaan reproduksi domba garut pada pemeliharaan tradisional

dan Intensif…..……….. …… 5

4 Skala banding berpasangan ... 16

5 Karakteristik demografis peternak ... 17

6 Skor perilaku dan partisipasi peternak tiga kelompok pembibit ………... 19

7 Sasaran peningkatan mutu genetik dan produksi ternak ... 21

8 Urutan empat besar sifat kualitatif yang paling diperhatikan

dalam seleksi ... 29

9 Bentuk tanduk yang disukai ... 30

10 Pola warna yang dijadikan dasar seleksi ... 31

11 Distribusi tipe kelahiran (%) dan rataan jumlah anak sekelahiran

(ekor/kelahiran) menurut kelompok peternak... 32 12 Rataan total bobot lahir anak (kg/induk) pada kelompok peternak ... 33

13 Rataan bobot lahir berdasarkan jenis kelamin dan tipe kelahiran ………. 33

14 Rataan bobot sapih anak (kg/induk) pada kelompok peternak... 34

15 Rataan bobot sapih berdasarkan jenis kelamin dan tipe kelahiran …… 35

16 Dugaan nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih ... 37

17 Vektor prioritas faktor yang menentukan dalam pola pemuliaan

berkelanjutan . ……… 46

18 Vektor prioritas kelompok peternak pada masing-masing faktor yang

menentukan dalam pola pemuliaan berkelanjutan... 47

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pola pemuliaan di Margawati …...……… 21

2 Pola seleksi di Margawati ……….……... 22

3 Pola pemuliaan di H. Osih ... ……… 25

4 Pola pemuliaan di kelompok Jogya Grup ... 27

5 Berbagai bentuk tanduk ... 29

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Daftar pertanyaan untuk responden ……… 61

2 Dugaan nilai pemuliaan bobot lahir dan bobot sapih domba priangan di kelompok Margawati, Lesan dan H. Osih ……… 69

3 Dugaan respon seleksi bobot lahir dan bobot sapih domba priangan di kelompok Margawati, Lesan dan H. Osih ……….. 71

4 Kuisioner penentuan bobot faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan Pembangunan Peternakan Tahun 2000-2005, kebijakan

operasional produksi dan faktor produksi peternakan diantaranya mencakup

sumberdaya ternak. Kebijakan peningkatan populasi ternak dilakukan dengan

peningkatan kelahiran, peningkatan produksi dan produktivitas, pengendalian

pemotongan ternak betina produktif, pengendalian reproduksi dan penyediaan

bibit ternak bermutu (Dirjen Peternakan 2000). Tiang utama dalam pembangunan

peternakan adalah pembangunan ternak yang berbasis sumber daya alam lokal.

Komoditi ternak utama adalah sapi potong, kambing, domba, ayam buras dan

itik. Jenis ternak ini merupakan komoditi ternak asli Indonesia (ternak lokal) yang

sangat potensial sebagai sumber tum puan kehidupan masyarakat pedesaan dan

dianggap sebagai komoditi utama dalam memberdayakan peternak di pedesaan

untuk mensejahterakan dirinya yang pada gilirannya akan mensejahterakan

seluruh masyarakat dengan produk ternaknya.

Kebijakan dalam pembibitan ternak dituangkan dalam visi dan misi

pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia. Visi pembibitan peternakan

adalah tersedianya berbagai jenis ternak dalam jumlah dan mutu yang memadai

serta mudah diperoleh, adapun misinya adalah 1). Menyediakan bibit yang

berkualitas dalam jumlah cukup, 2). Mengurangi ketergantungan impor bibit

ternak, 3). Melestarikan dan memanfaatkan bangsa ternak lokal, 4). Mendorong

pembibitan-pembibitan pemerintah, swasta dan masyarakat. Selanjutnya untuk

mencapai misi di atas dilakukan melalui strategi pengembangan industri benih

dan bibit di Indonesia yaitu : 1). Strategi pengembangan pengusahaan benih/bibit

dan SDM, 2). Strategi pengembangan teknologi benih/bibit unggul, 3). Strategi

pengembangan kelembagaan pembibitan (Dirjen Produksi Peternakan 2003).

Domba Priangan sebagai aset plasma nutfah Jawa Barat, memiliki potensi

yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan cukup tanggap

terhadap manajemen pemeliharaan dibandingkan domba lokal dan bangsa

domba lain yang ada di Indonesia disamping itu memiliki keunggulan unik yang

dapat dijadikan daya tarik parawisata daerah (Heriyadi et al. 2002).

Domba sebagian besar dibudidayakan oleh petani di pedesaan dengan

(16)

semi intensif dan merupakan usaha komplementer dari usaha pokok pertanian.

Tujuan pemeliharaan domba di Indonesia umumnya adalah sebagai penghasil

daging kecuali di Jawa Barat khususnya di Priangan selain penghasil daging juga

untuk tujuan domba tangkas/domba adu. Pola usaha ternak yang dilaksanakan

peternak pada umumnya dapat digolongkan dalam pola pembesaran atau

pembibitan, hasil usaha yang diharapkan adalah produksi anak untuk kemudian

dibesarkan sampai umur jual.

Pada usaha ternak domba, bibit berpengaruh langsung terhadap

keuntungan yang diperoleh. Pengeluaran utama dari usaha peternakan sangat

tergantung dari tiga parameter biologis yaitu produksi induk, reproduksi dan

pertumbuhan anak. Penerimaan dari produksi induk pertahun salah satunya

dapat ditingkatkan melalui pemilihan bibit ternak yang tepat sesuai dengan lokasi

usaha atau dengan perbaikan mutu genetik ternak (Inounu dan Soedjana 1998).

Bibit merupakan modal awal dari proses budidaya, oleh karena itu

diperlukan bibit berkualitas dalam jumlah yang cukup memadai, mudah diperoleh

dan terjamin kontinuitasnya. Pengadaan bibit umumnya masih merupakan hasil

swadaya peternaknya sendiri. Usaha pemerintah dalam penyediaan bibit

berkualitas melalui perbaikan mutu genetik domba Priangan telah banyak

dilakukan baik melalui persilangan dengan domba impor maupun seleksi yang

dilakukan di balai pembibitan, namun hasilnya belum memuaskan. Pola

pemuliaan yang tepat dan berkelanjutan belum ada, kebijakan yang dilakukan

umumnya bersifat top down, hampir tidak pernah memperhatikan aspirasi dan

kemampuan peternak.

Astuti (1999) mengemukakan bahwa penyusunan program pemuliaan

harus bersifat spesifik terkait dengan kondisi dan kebutuhan serta sosial budaya

setempat. Pilihan program pemuliaan lebih ditekankan pada seleksi di dalam

populasi dan tetap melibatkan peternak sebagai pelaku utama pengembangan

ternak lokal. Salah satu rekomendasi FAO (2002) pada 7th World congress on

genetic applied to livestock production, untuk program pemuliaan yang

berkesinambungan perlu diidentifikasi dan dievaluasi berbagai aspek yang ada

dan keterlibatan peternak dalam pemuliaan tradisional. Peternak harus dilibatkan

dalam kegiatan pemuliaan ternak.

Sehubungan dengan maksud tersebut maka dilaksanakan penelitian untuk

mengkaji lebih jauh pola pemuliaan khususnya pada domba Priangan, sehingga

(17)

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji pola pola pemuliaan yang telah ada termasuk faktor-faktor yang

mempengaruhi kelebihan dan kekurangannya.

2. Menyusun pengembangan pola pemuliaan domba Priangan yang

berkelanjutan

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian sebagai sumbangan terhadap ilmu pengetahuan

khususnya dalam Ilmu Pemuliaan Ternak, serta diharapkan berguna dalam

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Domba Priangan

Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan

hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad

dan domba lokal. Persilangan diperkirakan mulai terjadi sekitar tahun 1864 ketika

pemerintah Hindia Belanda memasukkan domba merino sebanyak 19 ekor

betina dan seekor jantan ke Garut yang dipelihara K.F. Holle. Terbentuknya

bangsa domba Priangan seperti sekarang ini merupakan hasil seleksi yang telah

dilakukan selama bertahun-tahun dan adaptasinya terhadap lingkungan

setempat (LIPI 1979).

Mulliadi (1996) mengemukakan bahwa bentuk tubuh domba Priangan

jantan : garis muka cembung, telinga rumpung (kecil) tanduk kokoh dan kuat,

garis punggung cekung, dada lebar, tipe ekor sedang sampai gemuk, sedangkan

betina : garis muka cembung, telinga rumpung (kecil), tanduk kecil atau benjolan,

garis punggung lurus bagian dada tidak lebih besar, ekor termasuk tipe sedang.

Warna sangat beragam dari putih, hitam coklat abu-abu dan kombinasi

warna-warna tersebut.

Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian

Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rataan Sifat-sifat Kuantitatif Domba Garut dewasa

Sifat Kualitatif Jantan Betina

Bobot badan (kg) 57.74 ± 11.96 36.89 ± 9.35

Panjang badan (cm) 63.41 ± 5.72 56.37 ± 4.58

Lingkar dada (cm) 88.73 ± 7.58 77.41 ± 6.74

Tinggi pundak (cm) 74.34 ± 5.84 65.61 ± 4.85

Sumber : Heriyadi et al. 2002

Produksi dan Reproduksi Domba Priangan

Tujuan pemeliharaan domba di Indonesia umumnya adalah sebagai

penghasil daging. Pola usaha ternak yang dilaksanakan peternak pada umumnya

dapat digolongkan dalam pola pembesaran atau pembibitan, hasil usaha yang

diharapkan adalah produksi anak untuk kemudian dibesarkan sampai umur jual.

Pada pola usaha demikian produktivitas usaha ternak dipengaruhi oleh efisiensi

(19)

cara untuk meningkatkan produktivitas ternak domba adalah dengan cara

meningkatkan efisiensi reproduksi ternak (Hastono & Masbulan 2001).

Tolok ukur untuk menilai produktivitas domba penghasil daging diantaranya

adalah berat lahir, berat sapih, berat dewasa, pertambahan berat badan dan litter

size. Keragaan produksi domba Priangan berdasarkan hasil penelitian Sutedja

et al. (1978) terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Keragaan produksi domba Priangan

Keragaan Produksi Nilai

Bobot lahir (Kg/ekor) 1.70 ± 0.22

Bobot sapih (kg/ekor) 10.00 ± 2.30

Bobot 1 tahun (kg/ekor) 31.60 ± 1.00

Rata-rata jumlah anak per kelahiran (ekor) 1.86 ± 0.11

Mortalitas rata-rata sampai dewasa (%) 8.90

Sumber : Sutedja et al. (1978)

Menurut Standarisasi bibit domba Garut, bobot lahir jantan tunggal, kembar

dua dan kembar tiga minimal 3.02 ± 0.40 kg, 2.72 ± 0.24, dan 2.26 ± 0.15

sedangkan rata-rata bobot sapih jantan adalah 11.50 ± 1.50 (Heriyadi et al.

2002). Pada usaha ternak domba keragaan reproduksi penting diperhatikan

karena sangat menentukan banyaknya anak yang dihasilkan. Keragaan

reproduksi domba Priangan yang dipeliharan pada lingkungan tradisional dan

intensif terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Keragaan reproduksi domba Garut pada pemeliharaan tradisional dan intensif

Tradisional Intensif

Rataan Kisaran Rataan Kisaran Umur Pertama kawin (bulan) 9.57 7 -12 12.61 8 -18

Siklus berahi (hari) 19.35 14 – 30 17.92 17 - 20

Umur pertama beranak (bulan) 17.00 10 -18 19.92 12 - 40

Kawin setelah beranak (hari) 59.28 40 – 90 54.07 40 - 78

Jumlah kawin/kebuntingan (kali) 1.50 1 – 5 1.61 1 - 3

(20)

Parameter Genetik dan Nilai Pemuliaan

Parameter genetik yang penting diketahui dalam menyusun program

pemuliaan diantaranya adalah nilai heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat.

Heritabilitas adalah suatu koefisien yang menggambarkan berapa bagian dari

keragaman fenotipik total yang disebabkan oleh pengaruh kelompok gen yang

beraksi secara aditif, sedangkan korelasi genetik adalah korelasi yang lebih

banyak dipengaruhi oleh gen-gen yang beraksi secara pleiotropik (Martojo 1992),

kedua nilai ini berperan di dalam pelaksanaan seleksi.

Nilai heritabilitas dan korelasi genetik dapat dihitung dengan berbagai cara,

rancangan untuk menghitung heritabilitas dan korelasi genetik dapat sama.

Pendugaan terhadap besarnya nilai heritabilitas akan berbeda-beda tergantung

pada metoda yang digunakan, ragam genetik populasi, pengambilan contoh dan

banyaknya data serta kondisi populasi tempat heritabilitas dihitung (Lasley 1972;

Falconer 1981; Warwick et al. 1990)

Nilai heritabilitas bobot lahir, bobot sapih dan pertambahan bobot badan

sampai disapih domba Priangan hasil penelitian Setiadi (1983) masing-masing

0.25 ± 0.15, 0.71 ± 0.33, dan 0.79 ± 0.36, hasil penelitian Rahmat (2000),

heritabilitas bobot lahir 0.23 ± 0.13 dan bobot sapih 0.24 ± 0.16 dan hasil

penelitian Dudi (2003) dengan memperhitungkan maternal genetic effect dan

lingkungan bersama, nilai heritabilitas bobot lahir 0.09 ± 0.04, bobot sapih 0.13 ±

0.008 dan pertambahan bobot badan sampai sapih 0.19 ± 0.09.

Korelasi genetik bobot lahir dengan bobot sapih 0.58 ± 0.27, bobot lahir

dengan pertambahan bobot badan 0.34 ± 0.17 dan bobot sapih dengan

pertambahan bobot badan 0.35 ± 0.02 (Rahmat 2000).

Nilai pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam

mengevaluasi keunggulan individu dalam mengevaluasi ternak dan merupakan

parameter penting dalam program pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan pada

dasarnya merupakan regresi dari nilai fenotipik ternak terhadap nilai

heritabilitasnya. Karena pentingnya nilai pemuliaan dalam pemuliaan ternak,

kecermatan pendugaan nilai pemuliaan akan menentukan respon seleksi yang

diperoleh.

Nilai pemuliaan dapat diduga dengan berbagai cara, salah satu cara yang

cukup cermat dalam menduga nilai pemuliaan adalah menggunakan Best Linear

Unbiased Prediction (BLUP). Keuntungan metode BLUP adalah (1). model dapat

(21)

dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi (2). memungkinkan

untuk turut diperhitungkannya seluruh informasi kekerabatan antar ternak (3).

bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang tidak mempunyai catatan produksi

asalkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan individu yang mempunyai

catatan (4). EBV yang dihasilkan lebih akurat (Anang et al. 2003)

Pola Pemuliaan (Breeding Scheme)

Pemuliaan ternak adalah usaha jangka panjang dengan suatu tantangan

utama adalah memperkirakan ternak macam apa yang menjadi permintaan di

masa mendatang serta merencanakan untuk menghasilkan ternak-ternak yang

diharapkan tersebut (Warwick et al. 1990). Peran pemuliaan dalam kegiatan

produksi ternak sangat penting diantaranya untuk menghasilkan ternak-ternak

yang efisien dan adaptif terhadap lingkungan. Produksi ternak yang efisien

bergantung pada keberhasilan memadu sistem managemen, makanan, kontrol

penyakit dan perbaikan genetik.

Perbaikan mutu genetik akan efektif bila telah diketahui parameter genetik

sifat-sifat produksi yang mempunyai nilai ekonomis disertai dengan tujuan

pemuliaan (breeding objective) dan pola pemuliaan (breeding scheme) yang

jelas. Untuk keberhasilan kegiatan pemuliaan perlu biaya mahal, waktu lama

serta perlu teknologi, sehingga program pemuliaan ternak di negara-negar

berkembang biasanya dilakukan oleh pemerintah (Devendra & Mc Leroy 1982).

Salah satu cara untuk perbaikan genetik pada domba dilakukan melalui

seleksi dalam kelompok ternak lokal dengan tujuan untuk meningkatkan

frekuensi gen yang diinginkan. Kegiatan seleksi akan efektif bila jumlah ternak

yang diseleksi banyak, namun catatan performans individu dari jumlah yang

banyak akan sangat mahal. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah,

seleksi atau peningkatan mutu genetik dilakukan pada kelompok-kelompok

tertentu kemudian disebarkan pada kelompok lain (Wiener 1999). Struktur ternak

bibit umumnya berbentuk piramida yang terbagi menjadi tiga strata (tiers) yaitu

pada puncak piramida kelompok elit (nucleus), kelompok pembiak (multiplier),

dan paling bawah kelompok niaga (Nicholas 1993; Warwick et al. 1990; Wiener

1999).

Pola pemuliaan pada dasarnya ada dua bentuk yaitu pola inti tertutup

(Closed nucleus breeding scheme) dan pola inti terbuka (Open nucleus breeding

(22)

(nucleus) ke bawah tidak ada gen yang mengalir dari bawah ke nucleus.

Perbaikan genetik pada commercial stock terjadi bila ada perbaikan pada

nucleus. Peningkatan mutu genetik pada nucleus tidak segera tampak pada

strata dibawahnya, perlu waktu untuk meneruskan kemajuan genetik pada suatu

strata ke strata berikutnya. Perbedaan performans antara dua strata yang

berdekatan biasanya diekspresikan dengan jumlah tahun terjadinya perubahan

genetik yang ditunjukkan oleh perbedaan performan antara strata yang

berdekatan. Pola ini dalam praktek biasa digunakan dalam pemuliaan ternak

tradisional, peternakan babi dan pemuliaan ayam (Nicholas 1993).

Pola inti terbuka suatu sistem dimana inti (nucleus) tidak tertutup, oleh

karena itu aliran gen tidak hanya dari strata atas ke bawah tetapi juga dari bawah

ke atas. Karena itu setiap perbaikan genetik yang diperoleh dari hasil seleksi di

tingkat dasar akan memberikan kontribusi pada peningkatan genetik di inti,

besarnya kontribusi bergantung kepada laju aliran gen dari dasar ke inti. Dengan

masuknya ternak bibit dari kelompok lain ke inti hubungan kekerabatan antara

induk dengan jantan makin jauh sehingga laju inbreeding berkurang. James

(1979) mengemukakan bahwa kemajuan genetik pada sistem terbuka lebih tinggi

dibandingkan dengan sistem tertutup. Pada sistem terbuka respons seleksi

meningkat 10 sampai 15%, dengan laju inbreeding lebih rendah 50% bila

dibandingkan dengan sistem tertutup pada kondisi dan ukuran sama.

Kosgey (2004) mengemukakan bahwa pola inti terbuka cocok digunakan

untuk pemuliaan domba di negara berkembang (tropik). Selanjutnya dinyatakan

bahwa pola pemuliaan yang digunakan di negara berkembang berbeda-beda

sesuai dengan kondisi lingkungan dan sosial budaya setempat, pola-pola

tersebut antara lain pola tiga strata terdiri atas inti (nucleus), kelompok pembiak

(multiplier) dan populasi dasar, pola dua strata (inti dan peternak), hanya inti

saja, program hanya menseleksi jantan saja serta program seleksi jantan dan

betina.

Pola pemuliaan ternak terus berkembang sejalan dengan perkembangan

ilmu dan teknologi. Program-program statistik yang canggih dapat digunakan

untuk menilai seekor ternak, demikian juga kemajuan teknologi reproduksi seperti

inseminasi buatan sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan ternak

unggul, hal ini memungkinkan pada masa yang akan datang breeding scheme

(23)

Dalam pola pemuliaan yang perlu mendapat perhatian adalah peningkatan

genetik dan laju inbreeding (Woolliams 1998; Fimland et al. 2002). Peningkatan

genetik bertujuan untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin dari sumber

genetik yang ada melalui pemuliaan dengan memanfaatkan teknologi dan

keterbatasan lingkungan (Bijma et al. 2002). Selanjutnya Fimland et al. (2002)

mengemukakan bahwa salah satu faktor yang menentukan dalam pemuliaan

berkelanjutan adalah inbreeding. Pengaruh inbreeding pada domba umumnya

merugikan performan produksi. Menurut hasil-hasil penelitian yang dikumpulkan

oleh Lamberson dan Thomas ( 1984 ) peningkatan 1% inbreeding menurunkan

0.017 kg wool, 0.013 kg bobot lahir 0.111 kg bobot sapih dan 0.178 kg bobot pra

sapih, fertilitas induk menurun 1.4 sampai 1.16%, dan jumlah anak yang hidup

sampai sapih menurun 0.7 sampai 7.2%.

Pola pemuliaan yang digunakan harus sesuai dengan kondisi daerah atau

negara, kepentingan petani, konsumen, pemerintah maupun politik.

Kepentingan-kepentingan tersebut meliputi keamanan pangan, ketahanan pangan,

kesejahteraan ekonomi dan sosial produsen serta konsumen, produksi

berkelanjutan harus sesuai dengan kondisi lingkungan. Hasil penelitian Kosgey

et al. (2002) alternatif pola pemuliaan untuk domba daging di daerah tropis

adalah pola satu inti (one single breeding nucleus), gabungan kelompok peternak

komersial (a group of commercial flocks running a cooperative) dan pola

pemuliaan dua strata (two tier breeding scheme).

Program Pemuliaan Berkelanjutan

Program pemuliaan ternak merupakan suatu usaha jangka panjang dengan

suatu tantangan utama adalah memperkirakan ternak macam apa yang menjadi

permintaan di masa mendatang serta merencanakan untuk menghasilkan

ternak-ternak yang diharapkan tersebut, untuk itu maka perlu adanya kegiatan yang

berkelanjutan. Konsep pertanian berkelanjutan menurut Technical Advisory

Committee of the Consultative Group on International Agricultural Research

(TAC/CGIAR) dalam Chantalakhana dan Skunmun (2002) meliputi keberhasilan

dalam mengelola sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia

sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan

melindungi serta mengawetkan sumber daya alam. Keberhasilan berimplikasi

bahwa sistem produksi harus mampu meningkatkan pendapatan dan secara

(24)

termasuk sumber daya dari luar pertanian berupa produk-produk pabrik seperti

pupuk, mesin dan sebagainya. Mempertahankan atau meningkatkan kualitas

lingkungan berarti perubahan lingkungan atau pemanfaatan sumber daya tidak

boleh menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan, maka pemenuhan

kebutuhan dan produksi harus terpenuhi dengan tidak merusak keseimbangan

lingkungan.

Croston dan Pollot (1985) mengemukakan bahwa tiga hal penting untuk

keberhasilan program pemuliaan yaitu (1). Tujuan seleksi harus jelas serta

sejalan dengan yang diinginkan peternak, (2). Metode yang tepat untuk menilai

genotip (3). Pola (scheme) harus praktis untuk memperoleh materi genetik yang

tinggi yang akan menguntungkan untuk digunakan dalam pemuliaan. Hasil

penelitian Kosgey (2004) diketahui bahwa program pemuliaan ternak ruminansia

yang menggunakan pendekatan top down sering mengalami kegagalan. Tujuan

pemerintah umumnya meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan

pangan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, disisi lain peternak lebih

berorientasi sebagai mata pencaharian, lebih ditujukan untuk kepentingan

mereka sendiri dibandingkan dengan untuk kepentingan nasional. (Wollny et al.

2002).

Langkah pertama dalam menyusun program pemuliaan adalah menentukan

tujuan pemuliaan, yang dirumuskan bersama peternak supaya bisa berhasil dan

sesuai dengan kepentingan peternak. Sifat yang ditingkatkan sebaiknya bernilai

ekonomis tinggi serta mudah diukur, antara lain adalah littersize, laju reproduksi,

bobot lahir, bobot sapih, dan kualitas karkas. Langkah kedua bersama-sama

dengan petani menentukan bangsa yang cocok untuk dikembangkan. Langkah

ke tiga mengelola program pemuliaan supaya berhasil meningkatkan mutu

genetik ternak serta dalam jangka panjang dapat berkelanjutan. Selain adanya

partisipasi peternak untuk dapat berkelanjutan program pemuliaan harus

berorientasi pasar.

Philipsson dan Rege (2002), mengemukakan bahwa dalam menyusun

program pemuliaan yang berkelanjutan perlu integrasi antara kebijakan

pembangunan pertanian, kelengkapan prasarana, peran serta (partisipasi)

masyarakat, permintaan pasar serta aspek lain yang berkaitan dengan populasi

ternak. Selanjutnya dinyatakan bahwa partisipasi petani sangat menentukan

keberhasilan program pemuliaan yang berkelanjutan. Kosgey (2004)

(25)

pemuliaan adalah bagaimana mengefektifkan peran dan partisipasi petani.

Program yang optimal bukan hanya berhasil dalam meningkatkan genetik ternak

tetapi sesuai dengan sarana yang ada serta adanya keterlibatan peternak.

Partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap

program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan

kepentingan diri sendiri, partisipasi dalam pembangunan adalah peran serta

seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam

bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberikan

masukan berupa pikiran, tenaga, waktu, keahlian, materi serta ikut

(26)

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan di empat tempat yaitu :

1. Unit Pelaksana Teknis Dinas-Balai Pembibitan dan Pengembangan Ternak

Domba (UPTD-BPPTD) Margawati Kabupaten Garut

2. Kelompok peternak domba H. Osih , Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut

3. Kelompok Peternak Jogya Grup, Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung

4. Peternak domba Lesan Putra Ciomas Bogor

Empat lokasi diatas dipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan beberapa

pertimbangan antara lain:

(1) Sebagai sumber bibit domba Priangan.

(2) Lokasi 1 dan 4 memiliki recording.

(3) UPTD-BPPTD Margawati pembibitan milik Pemerintah, H. Osih peternak

domba tradisional, Lesan Putera adalah pengusaha swasta pembibit

domba tangkas anggota HPDKI dan Jogya Grup kelompok peternak domba

tangkas

(4) Kelompok Margawati, H. Osih dan Jogya Grup merupakan inti yang

memiliki peternak peternak binaan sebagai kelompok pembiak (multiplier)

dan atau kelompok komersil.

Penelitian dilaksanakan selama satu tahun mulai Agustus 2003 sampai

dengan Agustus 2004.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode survey. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara pada inti maupun peternak anggota dengan

berpedoman pada daftar pertanyaan (questioner) di tiga kelompok yaitu

Margawati, H Osih dan Jogya Grup. Pengambilan sampel peternak dilakukan

dengan cara purposive sampling.

Variabel amatan terdiri atas :

1. Karakteristik peternak yang diamati meliputi : umur, pengalaman beternak,

tingkat pendidikan, tujuan beternak, partisipasi, pengetahuan dan motivasi

peternak dalam kegiatan pemuliaan.

2. Pola pemuliaan ternak diantaranya : sistem perkawinan, sistem seleksi,

(27)

3. Koefisien teknis diantaranya : umur pertama kali dikawinkan, lama

penggunaan induk dan pejantan, umur penyapihan, jumlah anak per

kelahiran, bobot lahir dan bobot sapih.

4. Parameter genetik.

5. Pengembangan pola pemuliaan.

Analisis Data

Analisis deskriptif digunakan untuk data variabel karakteristik demografis

peternak dan model pola pemuliaan. Umur peternak, dikelompokan menjadi 3

kelompok yaitu belum produktif (kurang 15 tahun), produktif (15 sampai 50 tahun)

dan tidak produktif (diatas 50 tahun).

Tingkat pendidikan, adalah pendidikan formal yang diselesaikan responden,

meliputi SD, SLTP, SLA, dan Perguruan Tinggi. Pengalaman beternak, dihitung

berdasarkan lamanya responden beternak domba. Pekerjaan pokok, adalah

pekerjaan yang merupakan usaha pokok responden.

Partisipasi adalah keikutsertaan peternak dalam kegiatan pemuliaan baik

yang dilakukan individu maupun kegiatan kelompok. Nilai partisipasi ditentukan

dari jawaban responden terhadap 10 pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

Kisaran total skor 10 sampai 50 karena setiap jawaban dinilai dengan skala 1

sampai 5. Responden yang memiliki skor total 26 sampai 33 partisipasi cukup, 34

sampai 41 tinggi, dan 42 sampai 50 sangat tinggi.

Motivasi, dalam beternak domba dan dalam program pemuliaan dinilai

berdasarkan jawaban responden terhadap 10 pertanyaan yang diajukan dalam

kuesioner. Kisaran total skor 10 sampai 50 karena setiap jawaban dinilai dengan

skala 1 sampai 5. Responden yang memiliki skor total 26 sampai 33 motivasi

cukup, 34 sampai 41 tinggi dan 42 sampai 50 sangat tinggi. Pengetahuan,yang

diukur dengan skor adalah pengetahuan peternak tentang reproduksi, seleksi

dan peningkatan mutu genetik ternak. Analisis statistik non parametrik

menggunakan uji Mann-Whitney (Siegel 1977) dilakukan untuk membandingkan

skor nilai partisipasi, pengetahuan dan motivasi peternak antar kelompok.

Pendugaan parameter genetik dilakukan di tiga kelompok yaitu di

Margawati, H. Osih dan Lesan Putra, domba yang diambil sebagai contoh adalah

domba yang memenuhi syarat untuk analisa yaitu mempunyai recording yang

lengkap, diantaranya: Identitas tetua, data pejantan dan induk dari ternak yang

(28)

Parameter genetik yang diduga adalah nilai hetritabilitas (h2) dan nilai

pemuliaan bobot lahir dan bobot sapih. Analisis deskriptif digunakan untuk

mengetahui nilai maksimum, minimum dan rata-rata sifat yang diamati dihitung

dengan menggunakan program SAS 8.0

Pengaruh jenis kelamin, tipe kelahiran, musim dan paritas sebagai efek

tetap terhadap bobot lahir dan bobot sapih dianalisis menggunakan analisis

ragam dengan model :

Yijklm = Ti + Jj + Mk + Pl + eijklm Keterangan : Yijklm = Sifat yang diamati

Ti = Tipe kelahiran Jj = Jenis kelamin Mk = Musim

Pl = Paritas eijklm = Galat

1. Tipe kelahiran, terdiri atas tunggal, kembar dua, kembar tiga atau kembar

empat.

2. Jenis kelamin, terdiri atas jantan dan betina.

3. Musim, terdiri atas musim hujan mulai bulan November sampai Maret dan

musim kemarau dari bulan April sampai September. Apabila ternak 50%

hidup di musim hujan dikatagorikan ternak tersebut hidup dimusim hujan,

apabila 50% hidup di musim kemarau dikategorikan ternak tersebut hidup di

musim kemarau.

4. Paritas, terdiri atas kelahiran ke 1, ke2 .... ke n.

Prosedur analisis menggunakan General Linear Model (GLM) dengan paket

program SAS 8.0. Parameter genetik diduga dengan Animal Model Restricted

Maximum Likelihood (REML). Perangkat lunak yang digunakan adalah Program

VCE 4.2 (Groeneveld 1998). Nilai heritabilitas diduga dengan memperhitungkan

maternal genetic effect (m2) dan lingkungan bersama (c2) dengan model

matematik :

(29)

Keterangan : y = Vektor catatan individu berukuran n x 1 X = Desain matrik untuk efek tetap

b = Vektor untuk efek tetap

Z = Desain matrik untuk efek random a = Vektor untuk direct additive effect

W = Desain matrik untuk maternal genetic effect dan lingkungan bersama

m = Vektor untuk maternal genetic effect

c = Vektor untuk pengaruh lingkungan bersama e = Vektor untuk residu

Persamaan mixed model (MME) adalah sebagai berikut :

X’X X’Z X’W X’W b X’y

Z’X Z’Z+A-1aa Z’W Z’W â Z’y

W’X W’Z W’W+Iam W’W m = W’y

W’X W’Z W’W W’W+ ?Ic c W’y

aa = 2

2

a e

σ

σ

am = 2

2

m e

σ

σ

? = 2

2

c e

σ

σ

Heritabilitas dihitung dengan rumus :

h2 =

2 2 2 2 e m a a

σ

σ

σ

σ

+

+

= 2

2

p a

σ

σ

Maternal genetic effect dihitung menggunakan rumus :

m2 = 2 2 2

2 e m a m

σ

σ

σ

σ

+

+

= 2

2

p m

σ

σ

Lingkungan bersama dihitung dengan rumus :

c2 = 2 2 2

2 e m a c

σ

σ

σ

σ

+

+

= 2

2 p c

σ

σ

Keterangan :

s2a = Ragam direct additive genetic effect s2m = Ragam maternal genetic effect s2c = Ragam lingkungan bersama s2e = Ragam lingkungan temporer s2p = Ragam fenotipe

A-1 = Invers matrix hubungan kekerabatan I = Matrik identitas

Pendugaan nilai pemuliaan menggunakan metode Best Linear Unbiased

(30)

adalah program Prediction and Estimation (PEST) (Groeneveld 1998). Model

linear untuk persamaan tersebut adalah :

Yijklm = Ti + Jj + Mk + Pl + Am +eijklm Keterangan : Yijklm = Sifat yang diamati

Ti = Tipe kelahiran Jj = Jenis kelamin Mk = Musim

Pl = Paritas

Am = pengaruh acak (nilai pemuliaan) ternak ke n eijklm = Galat

Proses Analisis Hirarki (Analitical Hierarchy Process).

Dalam merumuskan pengembangan pola pemuliaan domba priangan yang

paling cocok diantara pola yang ada digunakan proses analisis hirarkhi (Analitical

Hierarchy Process) menurut Saaty (1993), dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1. Menyusun hirarki yang terdiri dari tiga tingkat, tingkat 1 fokus yaitu pola pemuliaan yang berkelanjutan, tingkat 2 terdiri atas kriteria atau komponen yang berkontribusi terhadap program pemuliaan meliputi (1) Sumber daya

manusia, (2) Sumber daya ternak, (3) Tujuan pemuliaan, (4) Parameter

genetik, (5) Seleksi dan perkawinan, (6) Infrastruktur, (7) Sosial budaya, (8)

Pasar dan (9) Kebijakan pemerintah, tingkat 3 terdiri atas model pola pemuliaan yang akan dipilih antara lain (1) Pola Margawati, (2) Pola H. Osih

dan (3) Pola Jogya Grup.

2. Menentukan vektor prioritas kriteria dengan cara membandingkan berbagai

kriteria di tingkat 2 secara berpasangan dengan mempertimbangkan penting

relatif setiap kriteria. Skala banding berpasangan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Skala banding berpasangan (Saaty 1993)

Intensitas Kepentingan

Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen (x) sedikit lebih penting daripada elemen (y)

5 Elemen (x) lebih penting daripada elemen (y)

7 Elemen (x) jelas lebih penting daripada elemen (y)

9 Elemen (x) mutlak lebih penting daripada elemen (y)

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua nilai perbandingan yang berdekatan

3. Menentukan vektor prioritas untuk membandingkan model pola berkenaan

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Peternak

Karakteristik adalah sifat-sifat yang ditampilkan oleh seseorang yang

berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dalam lingkungannya

sendiri. Karakeristik individu diantaranya adalah umur, pendidikan, pengalaman,

dan status sosial, karakteristik ini akan berpengaruh terhadap kemampuan

individu untuk melaksanakan sesuatu, melakukan komunikasi dan memilih suatu

kegiatan (Newcomb 1981).

Keberhasilan dalam pengelolaan ternak diantaranya dipengaruhi oleh umur

peternak, tingkat pendidikan dan pengalaman beternak. Data karakteristik

[image:31.596.96.508.343.660.2]

peternak dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik demografis peternak

Kelompok Peternak

Uraian Margawati H. Osih Jogja Grup

Jumlah sample (n) Umur peternak (%)

- 15–50 tahun

- >50 tahun Tingkat pendidikan (%)

- SD

- SMP

- SLA-PT

Pengalaman beternak - < 10 tahun

- > 10 tahun Pekerjaan pokok (%)

- Pensiunan/pegawai

- Petani

- Peternak

- Pedagang

Tujuan pemeliharaan (%) - Usaha pokok

- Usaha sambilan/tabungan - Hobby

- Lain-lain

30 76.67 23.33 56.67 23.33 20 26.67 73.33 16.67 50 23.33 10 23.33 60.00 0 16.67 30 66 34 60 30 10 20 80 0 33.33 56.67 10 56.67 20.00 13.33 10 25 68 32 48 20 32 24 76 8 48 28 16 22.22 48.15 18.52 11.11

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar umur peternak

berkisar antara 15 sampai 50 tahun, sedangkan diatas 50 tahun kurang dari

35%. Menurut Undang-undang tenaga kerja No 14 Tahun 1969 disebutkan

(32)

15 sampai 54 tahun termasuk produktif dan lebih dari 55 tahun tidak produktif.

Banyaknya peternak usia produktif yang aktif dalam usaha pembibitan ternak

akan berpengaruh terhadap pengembangan ternak domba tangkas khususnya di

kabupaten Garut.

Pengalaman merupakan akumulasi dari proses belajar yang dialami

seseorang. Pengalaman yang dimiliki peternak menimbulkan minat dan

kebutuhan untuk melakukan sesuatu. Peternak dengan rata-rata pengalaman

diatas 10 tahun (73% sampai 80%), disertai umur masih produktif, keadaan

tersebut memberikan gambaran bahwa pengalaman memelihara domba cukup

baik dan diharapkan akan dapat menerapkan inovasi-inovasi baru dalam

pengembangan domba kearah yang lebih baik.

Pendidikan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami

sesuatu, makin tinggi pendidikan cenderung akan lebih banyak input dalam

struktur kognisinya, dengan memiliki pendidikan formal lebih tinggi akan memiliki

motivasi yang tinggi dan wawasan yang luas dalam menganalisis sesuatu

kejadian (Rahmat 1989). Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa pendidikan formal

peternak cukup beragam, sebagian besar masih berpendidikan SD (48 sampai

60%), SLTP (20 sampai 30%), dan SLTA-PT (10 sampai 32%). Tujuan beternak

domba sebagian besar masih merupakan usaha sambilan, namun untuk

peternak binaan H. Osih sudah mulai dijadikan usaha pokok (56.67%).

Partisipasi dan Perilaku Peternak dalam Kegiatan Pemuliaan

Partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap

program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan

kepentingan diri sendiri (Mubyarto 1984). Selanjutnya Anchok (1989)

mengemukakan bahwa keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan erat

kaitannya dengan pengetahuan, motivasi dan sikap. Adanya pengetahuan

terhadap manfaat sesuatu hal akan menyebabkan orang mempunyai sikap positif

terhadap hal tersebut, sikap positif selanjutnya akan mempengaruhi motivasi

seseorang untuk ikut serta dalam suatu kegiatan. Adanya motivasi untuk

melakukan suatu kegiatan sangat menentukan apakah kegiatan tersebut

betul-betul dilakukan, kegiatan yang sudah dilakukan disebut perilaku.

Skor nilai pengetahuan, motivasi dan partisipasi peternak pada kelompok

Margawati, H Osih dan Jogya Grup disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan

(33)

pengetahuan baik karena memiliki skor dalam kisaran antara 33 dan 41 dari skor

minimum 10 dan maksimum 50. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan pengetahuan peternak antara kelompok peternak yang

dibentuk oleh pemerintah (UPTD) dengan kelompok peternak rakyat maupun

kelompok anggota HPDKI. Umumnya peternak telah memiliki pengetahuan akan

pentingnya perbaikan mutu genetik, baik melalui seleksi maupun perkawinan

dengan bibit unggul, mereka juga selalu menghindari perkawinan inbreeding.

Pengetahun peternak masih kurang mengenai recording, hampir seluruh

responden tidak mengetahui cara dan pentingnya recording dalam kegiatan

pemuliaan. Recording hanya dilakukan di UPTD-BPPTD Margawati, Pada

kelompok H. Osih maupun Jogya Grup tidak ada recording namun mereka

[image:33.596.109.509.336.435.2]

mengingat silsilah pejantan serta induk yang digunakan.

Tabel 6 Skor perilaku dan partisipasi peternak tiga kelompok pembibit

Kelompok Peternak

Uraian Margawati H. Osih Jogya Grup

Pengetahuan

Motivasi

Partisipasi

33.07a ± 6.27

30.30a ± 3.82

32.93a ± 4.50

33.67a ± 5.39

32.83b ± 5.38

32.87a ± 4.94

35.84a ± 6.23

33.08b ± 3.70

37.72b ± 6.53

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) (Mann-Whitney Test).

Motivasi ke tiga model kelompok peternak termasuk katagori cukup karena

memiliki skor dalam kisaran 26 sampai 33 dari skor minimum 10 dan maksimum

50. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa kelompok peternak Margawati

memiliki motivasi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok peternak H. Osih

maupun kelompok peternak Jogya Grup. Rendahnya motivasi pada kelompok

Margawati karena memelihara ternak merupakan paket yang telah ditentukan

oleh Margawati semua kebijakan dalam pengadaan bibit, pola pemeliharaan dan

penjualan hasil ternak ditentukan oleh Margawati, selain itu tujuan pemeliharaan

ternak hanya merupakan usaha sambilan untuk tambahan penghasilan dari

usaha tani atau usaha lain. Hal ini berbeda dengan kelompok Jogya Grup

dimana peternak bebas dalam melakukan pola pemeliharaan maupun penjualan

hasil. Sebagai peternak domba tangkas mereka termotivasi untuk selalu

meningkatkan kualitas dombanya, dan menjaga popularitas kelompoknya.

Philipsson dan Rege (2002) mengemukakan bahwa partisipasi petani

(34)

berkelanjutan. Keberhasilan program pemuliaan tidak hanya ditentukan oleh

model pola pemuliaan, tetapi kesesuaiannya dengan sistem usaha ternak dan

keterlibatan peternak. Program pemuliaan yang gagal biasanya direncanakan

oleh pemerintah tanpa mempertimbangkan kebutuhan peternak serta akibat

jangka panjang dari kegiatan tersebut. Program yang berhasil harus sederhana,

pragmatis dan biayanya murah (Kosgey 2004).

Berdasarkan Tabel 6 partisipasi peternak dalam kegiatan pemuliaan untuk

ketiga kelompok termasuk kategori tinggi. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan

bahwa partisipasi kelompok Jogya Grup lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok Margawati maupun kelompok H. Osih. Tingginya skor partisipasi

terutama pada partisipasi dalam perencanaan kegiatan, kehadiran dalam

aktivitas serta pemanfaatan dan evaluasi hasil kegiatan.

Pola Pemuliaan Domba di Margawati

Unit Pelaksana Teknis Dinas-Balai Pengembangan dan Pembibitan Ternak

Domba (UPTD-BPPTD) Margawati Garut terletak di desa Sukanegla, kecamatan

Garut kota kabupaten Garut. Pada awalnya merupakan pilot proyek pembibitan

domba Priangan didirikan pada tahun 1975 berdasarkan DIP APBD No. 31523.

Selanjutnya pada tanggal 12 Juli 1979 sesuai dengan Perda Dinas Peternakan

Jawa Barat diubah menjadi Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan

Ternak (BPT-HMT) Margawati. Berdasarkan Perda No. 5 Tahun 2002, tentang

organisasi dan tata kerja sejak bulan Juni 2002 namanya diganti menjadi Unit

Pelaksana Teknis Dinas - Balai Pengembangan dan Pembibitan Ternak Domba

(UPTD-BPPTD) Margawati.

Tujuan didirikannya UPTD-BPPTD Margawati antara lain untuk

mempertahankan dan meningkatkan populasi, kualitas dan produktivitas domba

Priangan sebagai salah satu ternak khas Jawa Barat. Sesuai dengan fungsinya

UPTD-BPPTD Margawati berupaya mengembangkan domba Priangan sesuai

dengan pola pembibitan yang dianjurkan supaya diperoleh bibit domba Priangan

berkualitas unggul untuk disebarkan ke masyarakat luas sehingga diharapkan

dapat menjamin pasokan bibit domba Priangan untuk wilayah Provinsi Jawa

Barat. Selain itu balai mempunyai fungsi sosial diantaranya dapat digunakan

sebagai tempat pelatihan untuk meningkatkan keterampilan teknik beternak

(35)

Kebijakan produksi, reproduksi dan pola pemuliaan di Margawati mengacu

kepada tugas pokok dan fungsi UPTD-BPPTD yaitu : peningkatan mutu genetik

[image:35.596.116.512.166.301.2]

dan produksi ternak dengan sasaran seperti yang tercantum dalam Tabel 7.

Tabel 7 Sasaran peningkatan mutu genetik dan produksi ternak

No Sifat Produksi Sasaran

1. Bobot lahir rata-rata 2.5 kg

2. Bobot sapih 11 kg

3. Kematian < 2%/th

4. Lamb crop 150 %

5. Prolifikasi 1.47

6. Lambing rate 1.35

Sebagai UPTD Margawati berkewajiban untuk memberikan kontribusi

terhadap pendapatan asli daerah, untuk itu Margawati membentuk

kelompok-kelompok peternak sebagai plasma, setiap kelompok-kelompok memelihara 10 ekor induk

dengan satu ekor jantan. Ternak yang dipelihara di plasma merupakan hasil

seleksi dari ternak di Margawati. Hubungan antara Margawati sebagai inti

dengan kelompok peternak sebagai plasma berdasarkan model pola pemuliaan

dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.

Margawati (Inti)

? / ?

? / ? Kelompok peternak (Plasma)

Peternak lain bukan kelompok

Gambar 1 Pola pemuliaan di Margawati

Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa pola pemuliaan di Margawati

menggunakan pola inti terbuka (Open Nucleus Systems), dua tingkat yaitu

tingkat pertama Margawati sebagai inti dan tingkat ke dua peternak (plasma).

[image:35.596.170.454.454.648.2]
(36)

plasma baik untuk penentuan induk maupun pejantan yang digunakan ditentukan

oleh Margawati demikian pula untuk penjualan ternak.

Pola seleksi yang dilakukan di Margawati disajikan pada Gambar 2.

Ternak-ternak terseleksi dari plasma masuk ke inti, sebagian dijual ke peternak

lain sebagai bibit, sedangkan ternak-ternak yang tidak terpilih dijual sebagai

ternak pedaging. Sebagai sumber bibit unggul Margawati tidak hanya

menggunakan hasil seleksi dari plasma ataupun Margawati sendiri tetapi juga

mengambil bibit-bibit unggul dari peternak diluar kelompok. Kriteria seleksi yang

digunakan oleh Margawati meliputi ; bobot lahir, bobot sapih, bobot enam bulan,

bobot satu tahun dan litter size. Pola pemuliaan lebih ditekankan kepada tidak

terjadinya perkawinan sedarah (Inbreeding).

Jantan >< Betina

Keturunan

Jantan 50% Betina 50%

Diseleksi sesuai dengan Diseleksi sesuai dengan ternak unggul yang diinginkan ternak unggul yang diinginkan

10% calon pejantan 90% bakalan 10% bakalan 90% calon bibit

digemukkan

[image:36.596.115.483.299.575.2]

Ternak yang terus dikembangkan guna menghasilkan bibit unggul

Gambar 2 Pola seleksi di Margawati

Van Arendonk et al. (1998) mengemukakan bahwa dalam program

pemuliaan dua aktivitas perlu diperhatikan, pertama hasil seleksi dari populasi

dasar berdasarkan nilai pemuliaan sifat-sifat yang relevan, kedua penyebaran

ternak hasil peningkatan genetik ke kelompok komersial. Di negara-negara

berkembang dengan jumlah ternak yang dipelihara sedikit, sumber daya

terbatas, perbaikan mutu genetik lebih tepat dilakukan pada inti (Nucleus).

Semua sifat dicatat dan di evaluasi di inti, hasilnya disebarkan ke kelompok

komersial melalui jantan/inseminasi yang dikoordinir oleh inti. Ternak di inti harus

(37)

keberhasilan implementasi pola pemuliaan pada peternak, harus ada interaksi

antar inti dengan kelompok peternak baik dalam masalah teknik maupun sosial

ekonomi. Harus selalu diingat bahwa tujuan pemuliaan (breeding objective) pada

inti akan berpengaruh keseluruh pola (scheme). Tujuan pemuliaan pada inti

harus didasarkan pada apa yang diharapkan peternak. Oleh karena itu

Margawati sebagai stasiun pembibitan domba tidak hanya sebagai penghasil

bibit tetapi harus mampu berinteraksi dengan peternak dalam meningkatkan

produktivitas ternak.

Pola Pemuliaan Domba di H. Osih

H. Osih merupakan penghasil bibit domba Priangan khususnya domba

tangkas yang cukup terkenal di Garut, meskipun pada awalnya domba yang

dipelihara dan dijual untuk bibit merupakan hasil dari perkawinan yang tidak

terencana namun dalam perjalanan selanjutnya H. Osih melakukan kegiatan

pemuliaan melalui perkawinan bibit-bibit unggul yang dihasilkan dari seleksi yang

ketat dan terarah.

Sistem perkawinan menggunakan kawin alam, seluruh responden telah

mengetahui gejala-gejala berahi ternaknya dan kapan waktu yang tepat untuk

dikawinkan sehingga keberhasilan perkawinan cukup tinggi. Mereka tidak

mengawinkan ternak yang kekerabatannya dekat sehingga kemungkinan

inbreeding kecil.

Tujuan pemuliaan di kelompok ini adalah menghasilkan domba tangkas

unggul melalui seleksi individu. Kriteria seleksi terutama didasarkan pada

performa lomba ketangkasan, sifat-sifat yang diseleksi lebih banyak sifat

kualitatif, diantaranya pola warna, bentuk tanduk, bentuk telinga, dan bentuk

badan. Sifat kuantitatif yang paling diperhatikan adalah bobot lahir, bobot sapih

dan bobot umur satu tahun. Silsilah juga menjadi pertimbangan seleksi, untuk

jantan lebih disukai berasal dari kelahiran tunggal dan turunan ternak juara.

Kelompok peternak H. Osih sangat fanatik dengan pola warna hitam dan

atau belang hitam (warna baralak dan baracak), sehingga pola warna jantan dan

induk yang dipilih adalah warna-warna tersebut. Bentuk tanduk diarahkan bentuk

gayor dan leang, untuk bentuk tanduk tidak jadi kriteria utama, bentuk telinga

harus rumpung. Bentuk badan harus nyinga (seperti singa) besar pada bagian

depan (dada). Kriteria seleksi berdasarkan sifat kualitatif, urutan pertama bentuk

(38)

Seleksi domba jantan untuk bibit maupun tangkas dilakukan beberapa

tahap yaitu pada umur sapih (4 bulan), umur 7 sampai 9 bulan, dan umur 1,5

tahun (gigi seri tanggal 2). Pada umur sapih kriteria seleksi terutama melihat

postur tubuh secara umum, diutamakan dari kelahiran tunggal, tidak terlihat cacat

tubuh, kecepatan pertumbuhan, dan kesehatan ternak. Pada umur ini

pemeliharaan masih disatukan jantan dan betina. Umur 7 sampai 9 bulan sering

disebut domba galingan dilakukan seleksi khusus, mulai diperhatikan bagian

kepala meliputi raut muka, sorot mata, daun telinga, dan tanduk, postur tubuh,

kaki, ekor, serta warna bulu. Pada umur ini domba mulai dikandang pada

kandang individu. Pada umur 1,5 tahun dilakukan seleksi terakhir terhadap

sifat-sifat yang diseleksi pada umur sebelumnya, pada umur ini keserasian antara

bentuk tanduk, muka, postur tubuh, warna bulu, serta karakteristik lainnya sudah

dapat dilihat dengan jelas.

Seleksi domba betina lebih diarahkan pada pola warna bulu, tidak terlihat

cacat tubuh, kecepatan pertumbuhan, dan kesehatan ternak. Sama seperti

jantan, untuk betina seleksi dimulai sejak lahir namun tidak harus dari kelahiran

tunggal, bisa berasal dari kelahiran kembar dua. Sifat kuantitatif yang

diperhatikan bobot lahir, pertumbuhan sampai sapih dan pertumbuhan pasca

sapih, sampai menjelang dikawinkan. Domba betina dikawinkan pertama kali

pada umur satu tahun, biasanya digunakan rata-rata sampai 7 kali beranak.

Kegiatan seleksi seluruhnya dilakukan oleh H. Osih dan pak Ade (putra H. Osih),

untuk jantan diseleksi 20% terbaik dan betina 70% terbaik. Domba terseleksi

dipelihara di kelompok, yang tidak terseleksi dijual untuk domba potong atau

sebagai bibit di peternak lain. Domba jantan seluruhnya dimiliki H.Osih, betina

disebar ke peternak penggarap angota kelompok H. Osih. Pola pemuliaan yang

dilakukan H. Osih dapat dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 3.

Berdasarkan hasil pengamatan pola tersebut sesuai dengan pola ram circle.

Peternak anggota hanya memelihara betina, pejantan ditentukan oleh H. Osih

berdasarkan hasil seleksi di kelompok. Pejantan tersebut kemudian digilir untuk

digunakan anggota kelompok.

Kosgey ( 2004) mengemukakan bahwa pada pola ram circle ukuran inti dan

ratio jantan betina berpengaruh terhadap kemajuan genetik (∆G) dan koefisien

inbreeding (F). Semakin besar ukuran inti ∆G meningkat dan koefisien inbreeding

(F) menurun.

(39)

?

?

?

? ?

? ?

? ?

?

? ?

[image:39.596.126.491.94.352.2]

Gambar 3 Pola pemuliaan di H. Osih

Apabila pada kelompok ini dilengkapi dengan catatan performa (recording)

dan inti mampu menseleksi jantan sebagai reference sire, pola ini akan sesuai

dengan model sire reference scheme. Anang (2003) mengemukakan bahwa

model sire reference scheme cocok digunakan untuk model pola pemuliaan

domba priangan. Dengan adanya genetic links antar kelompok, evaluasi genetik

antar kelompok dan antar tahun bisa dilakukan dengan mempertimbangkan

kelompok sebagai efek tetap, sehingga nilai pemuliaan dan performa ternak

antar kelompok dapat diperbandingkan. Peran inti adalah mengelola dan

menseleksi jantan yang akan digunakan sebagai reference sire. Parameter

genetik dan fenotip dapat dihitung menggunakan restricted maximum likelihood

(REML) dan nilai pemuliaan dapat diduga menggunakan best linear unbiased

prediction (BLUP). Pendugaan nilai pemuliaan pada sire reference scheme

menggunakan BLUP akan lebih akurat, sebagai akibat dari lebih efektifnya

pemisahan pengaruh genetik dan non genetik serta informasi dari kerabat (Simm

dan Wray 1991). Selanjutnya Lewis dan Simm (2002) mengemukakan bahwa

kemajuan genetik akan meningkat sejalan dengan peningkatan intensitas seleksi

serta peningkatkan jumlah induk dalam kelompok yang dikawinkan dengan

reference sire.

H. Osih

Peternak

Peternak

Peternak

Peternak

Peternak

(40)

Pola Pemuliaan di Kelompok Jogya Grup

Sekretariat Kelompok Jogya Grup berlokasi di Desa Laksana Kecamatan

Ibun Kabupaten Bandung. Kelompok ini merupakan kelompok peternak domba

tangkas dikukuhkan pada tanggal 18 Agustus 1996, diketuai oleh Oro Suhara,

sekretaris Iin Risnawati dan bendahara Erna Erfiana dengan anggota tetap pada

saat ini 25 orang.

Fungsi kelompok untuk membangun dan mengembangkan potensi

kemampuan ekonomi anggota khususnya dan masyarakat umumnya melalui

ternak domba, untuk itu kelompok berperan aktif dalam meningkatkan kualitas

dan kuantitas ternak domba, memperkokoh perekonomian melalui agribisnis bibit

domba, penyediaan pakan, pelayananan kesehatan ternak serta mengadakan

kemitraan dengan dinas peternakan, perguruan tinggi, BUMN maupun

usaha-usaha swasta lainnya.

Kegiatan utama kelompok melakukan pembinaan terhadap anggota melalui

pertemuan-pertemuan rutin mingguan, tukar menukar pengalaman beternak

antar sesama anggota, mengikuti kegiatan kontes dan ketangkasan domba baik

tingkat regional maupun nasional. Untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan anggota kelompok sering mendatangkan ahli untuk memberikan

ceramah maupun pelatihan. Kegiatan perekonomian kelompok diantaranya

membentuk koperasi simpan pinjam, dibidang agribisnis sebagai usaha pokok

menjual bibit ternak, mengusahakan pengadaan pakan terutama konsentrat,

bekerjasama dengan Perum Perhutani menanam hijauan pakan ternak dilahan

kehutanan sebagai tanaman sela.

Anggota kelompok adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa, mereka

mempunyai wewenang penuh dalam memelihara ternaknya, namun demikian

mereka berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh

kelompok, mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasarkan azas

kekeluargaan serta menanggung kerugian kelompok sesuai yang diatur dalam

kesepakatan. Ketua kelompok lebih berperan dalam mengkoordinasikan kegiatan

kelompok, serta memberikan arahan dalam kegiatan usaha ternak terutama

dalam seleksi bibit, menentukan pejantan yang digunakan dan penjualan ternak.

Populasi ternak yang dimiliki kelompok pada bulan September 2003 sebanyak

756 ekor, rata-rata pemilikan 30 ekor/anggota dengan sex ratio jantan : betina

yaitu 1 : 5. Anggota kelompok peternak umumnya mempunyai peternak

(41)

kelompok melakukan seleksi bibit unggul baik pejantan maupun induk, hasil

seleksi tetap dipelihara oleh peternaknya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan ketua serta

anggota kelompok model pola pemuliaan di kelompok Jogya Grup termasuk

Model Group Breeding Scheme. Model pola pemuliaan kelompok Jogya Grup

[image:41.596.117.500.213.455.2]

disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pola pemuliaan di kelompok Jogya Grup

Pola ini hampir sama dengan pola yang dilakukan Chagunda dan Wollny

(2005) dalam konservasi sumber genetik ternak lokal di Malawi. Adanya

kerjasama dalam kelompok memungkinkan untuk mendapatkan ternak yang

memiliki performa baik, dari sekian banyak ternak yang dimiliki kelompok. Kriteria

seleksi ditentukan bersama oleh kelompok sesuai dengan kebutuhan. Ternak

terpilih tetap dipelihara oleh pemiliknya, peternak berkontribusi dalam program

dengan membolehkan ternaknya untuk digunakan dalam kelompok atau menjual

ternak terseleksi kepada peternak lain sesama anggota kelompok.

Keuntungan pola ini antara lain adalah: inbreeding akan rendah,

meningkatkan partisipasi peternak karena peternak berperan langsung dalam

program pemuliaan, peternak dapat memelihara/mengontrol ternak unggulnya,

dan prasarana yang ada dapat dimanfaatkan bersama.

Di New Zealand grup breeding Scheme pertama kali dikembangkan tahun

1967, selanjutnya berkembang sangat pesat (Peart 1979). Pembibit membentuk

Anggota

Anggota Anggota

Anggota

Anggota

Anggota

?

?

?

?

?

(42)

kerjasama untuk memanfaat keunggulan ternak yang ada, pengalaman peternak

serta prasarana yang dimiliki. Ternak dengan performa baik sesuai dengan yang

diharapkan kelompok dipilih dan dipelihara di inti. Recording dilakukan di inti

untuk sifat-sifat yang mempunyai nilai ekonomis selanjutnya seleksi didasarkan

atas sifat-sifat tersebut, ternak pengganti untuk kelompok anggota umumnya

berasal dari inti sehingga perbaikan akan cepat menyebar ke seluruh kelompok.

Keberhasilan grup sangat bergantung kepada efektifitas organisasi, partisipasi

peternak serta pola pemuliaan yang digunakan.

Tujuan seleksi di kelompok Jogya Grup adalah menghasilkan domba

tangkas unggul atau domba dengan berat badan tinggi. Kriteria seleksi meliputi :

sifat sifat kualitatif diantaranya adalah bentuk badan, warna bulu, bentuk tanduk,

serta bentuk telinga. Sifat Kuantitatif terutama adalah bobot lahir, bobot sapih,

bobot tujuh bulan, dan bobot satu tahun. Seleks

Gambar

Tabel 1  Rataan Sifat-sifat Kuantitatif Domba Garut dewasa
Tabel 3  Keragaan reproduksi domba Garut pada pemeliharaan                              tradisional dan intensif
Tabel 5  Karakteristik demografis peternak
Tabel 6  Skor perilaku dan partisipasi peternak tiga kelompok pembibit
+7

Referensi

Dokumen terkait

national anthem of the People’s Republic of China would be played on official occasions such as flag-raising and medal ceremonies (see also Xu 2008); and 2) Hong Kong started

Pada tahun 2020, Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri telah menetapkan sasaran dan indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Kecamatan

Stroke atau serebrovaskuler ( CVA ) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak. Sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler

Fraksi etil asetat dari ekstrak etanol daun sembukan (Paederia foetida L.) terbukti mempunyai aktivitas larvasida yang paling tinggi terhadap larva nyamuk..

Sehingga kebijakan yang diambil sangat menentukan permasalahan keberhasilan dari program yang akan dilakukan untuk pengentasan kemiskinan bagi masyarakat apakah

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Strategi layanan BK yang dapat dilakukan untuk mengembangkan self- control siswa sekolah dasar adalah layanan dasar dengan strategi bimbingan kelompok, karena menurut

Sedangkan konsep sistem pendidikan nasional masih bergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep tentang pendidikan nasional, adapun