BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Stroke adalah keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008).
Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan secara patologis sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak adekuat
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. ( WHO )
Stroke atau serebrovaskuler ( CVA ) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak. Sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. Stroke adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia. Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir. Stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang
mempunyai beberapa kecacatan. Dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke non hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena defisit neurologis yang terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah otak.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK 1. Otak
Gambar 1. Anatomi Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara, 1998).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata
rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
2. Nervus Cranialis
a. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
c. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris.
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris. 3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.
i. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
3. Sirkulasi darah otak
Gambar 2
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara, 1998).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai
darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal
ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan
temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui
venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke
vena-vena ekstrakranial.
C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
1. Trombosis cerebral
Thrombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya.
Keadaan yang dapat menyebabkan thrombosit cerebral: 2. Atherosklerosis/arterioskerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya ketentuan atau elastisitas pembuluh darah
3. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral Arteritis (radang pada arteri)
4. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
5. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah b. Cardiac pulmonary arrest c. CO turun akibat aritmia 6. Hypoksia setempat
a. Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aradinoid b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrant
( Smeltzer C. Suzanne, 2002 )
D. FAKTOR RESIKO PADA STROKE
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
f. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
g. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
i. Konsumsi alkohol
( Smeltzer C. Suzanne, 2002 )
E. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi ( pembuluh darah mana yang tersumbat ) , ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral ( sekunder atau aksesori ). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Kehilangan motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas
dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia ( paralisis pada salah satu sisi ) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiperesis, atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. Apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali ( biasanya dalam 48 jam ), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas ( peningkatan tonus otot abnormal ) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat.
Kehilangan komunikasi. Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh
paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disartria ( kesulitan berbicara ), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia ( bicara defektif atau kehilangan bicara ), yang terutama ekpresif atau reseptif
c. Apraksia ( ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya ), seperti terlihat ketika pasien mengmbil sisir dan berusaha untuk menyisir ranbutnya.
( Smeltzer C. Suzanne, 2002 )
F. PATOFISIOLOGIS
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
G. PATHWAYS KEPERAWATAN
. Pemasangan katub jantung prostetik
Arterio sklerosis
Trombosis serebral Peningkatan insiden embolisme
Emboli serebral Penyumbatan arteri
serebral
Penghentian suplai drh ke otak Otak kekurangan O2 Iskemia Infark Nekrosis jar.serebral Metab anaerob Asam laktat pe CBF Pe TIK Kelemahan anggota Gerak hemi perasis
Kerusakan otot menelan Disfagia MK: Nutrisi kebut.tubuh Ggg komunikasi afasia MK: Gangguan komunikasi verbal Kerusakan kontrol motorik Spingter urinarus eksternal
Rusaknya sensori pengisian
kandungkemih Inkontinensia Lobus temporalus MK: gangguan persepsi sensori Gangguan pengecap pendengaran Gangguan sensori perub tekanan tjd kesemutan MK: gangguan persepsi sensori L.oksipitalis Penglihatan diplopia hemonimus himionopsia MK: resiko cidera Cerebrum Tubuh tidak seimbang Gangguan pada sikap
dan tonus otot
Gerakan tubuh tidak teratur MK: resiko cidera MK: bersihan jalan nafas tdk efektif Batang otak Fs otot pernafasan menurun Medula oblongata Gangguan otot pernafasan Penumpukan sputum Ronkhi (+) Lobus frontalis Cerebrum
Kegagalan pacu jantung
L.parietalis
H. PENATALAKSANAAN
1. Bantuan kepatenan jalan nafas a. Ventilasi berbantuan O2 b. Trakeostomi
2. Tirah baring
3. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi 4. Obat-obatan : a. Anti hipertensi b. Anti fibrinditi c. Anti spasmodic d. Anti konvulson e. Kortika steroid
5. EEG dan pemantauan jantung
6. Pantau TIK ( Tekanan Intra Kranial ) 7. Pemasangan kateter indwelling 8. Rehabilitas neurologis
( Tucker, 2002 )
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
a. menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
( Doengoes, 2000 )
J. KOMPLIKASI
Stroke non hemoragik dapat menyebabkan : a. Hipoksia Serebral
b. Penurunan darah serebral c. Luasnya area cedera
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat Data Subyektif:
a. kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
b. mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot ) Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
a. Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic ), paraliysis ( hemiplegia ), kelemahan umum.
b. gangguan penglihatan
2. Sirkulasi Data Subyektif:
a. Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
a. Hipertensi arterial
b. Disritmia perubahan EKG c. Palpasi : kemungkinan bervariasi
3. Integritas Ego Data Subyektif:
a. Perasaan tidak berdaya, hilang harapan Data obyektif:
a. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan, kegembiraan b. kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi Data Subyektif:
a. Inkontinensia, anuria
b. distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus ( ileus paralitik )
5. Makan/ Minum Data Subyektif:
a. Nafsu makan hilang
b. Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia d. Riwayat Diabetes mellitus, Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif:
a. Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring ) b. Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori Neural Data Subyektif:
a. Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b. nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
c. Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
d. Penglihatan berkurang
e. Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
f. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman Data obyektif:
a. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
b. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
c. Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d. Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
e. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
f. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / Kenyamanan Data Subyektif:
a. Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif:
a. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif: Perokok ( factor resiko ) 9. Keamanan
Data obyektif:
a. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
d. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi Social Data obyektif:
a. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
( Doenges, 2000 )
11. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam perfusi jaringan serebral adekuat
Kriteria Hasil :
1. Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor
2. Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
Intervensi :
1. Monitor dan catat status neurologist secara teratur dan monitor TTV Rasional : Sebagai data dasar dalam menentukqn intervensi yang tepat
2. Pertahankan tirah baring, sediakan lingkungan yang tenang, atur kunjungan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mengoptimalkan kondisi klien
3. Kepala dielevasikan perlahan – lahan pada posisi netral Rasional : Memperlancar sirkulasi darah ke jaringan serebral 2. Ajarkan klien untuk alih posisi
Rasional : Meningkatkan metabolisme dan sirkulasi darah 3. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : Untuk meningkatkan suplai oksigen keserebral dan mencegah. hipoksia jaringan
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil:
1. Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas 2. Ekspansi dada simetris
4. Tidak terdapat tanda distress pernapasan 5. GDA dan tanda vital dalam batas normal Intervensi:
1. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
Rasional : Sebagai data dasar dalam menentukan intervensi yang tepat
2. Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan nafas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal (semi fowler ). Rasional : Untuk memperlancar aliran oksigen yang adequat.
3. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan nafas setiap 4 jam. Rasional : Untuk menentukan adanya kelainan suara nafas
4. Penghisapan sekresi sesuai indikasi
Rasional : Untuk memperlancar aliran oksigen yang adekuat
5. Ajarkan klien untuk memepertahankan posisis semi fowler Rasional : Untuk meningkatkan kemandirian klien
6. Kolaborasi pemberian oksigenasi sesuai advis
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dalam tubuh dan sebagai intervensi keperawatan yang holistic.
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pola nafas efektif
Kriteria hasil:
1. RR 18-20 x permenit 2. Ekspansi dada normal Intervensi :
1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : Sebagai data dasar dalam menentukan intervensi yang tepat
2. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
3. Berikan posisis yang nyaman ( semi Fowler ) Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan klien
4. Ajarkan klien untuk melakukann latihan nafas dalam
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemandirian klien
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat dan melakukan tindakan keperawatan secara holistic.