Bobot sapih adalah bobot pada saat anak dipisahkan pemeliharaannya dari induknya. Penyapihan pada keempat kelompok peternak yang diamati dilakukan pada umur 4 bulan. Rataan bobot sapih anak per induk di kelompok Margawati, Lesan Putra dan H. Osih masing terdapat pada Tabel 14.
Tabel 14 Rataan bobot sapih anak (kg/induk) pada kelompok peternak Kelompok Peternak Jumlah Pengamatan Bobot Sapih (kg) standar Deviasi Koefisien Keragaman (%) Margawati 640 14.31a 3.71 25.92 Lesan Putra 122 16.14b 2.88 17.84 H. Osih 98 16.81b 4.37 28.13
Keterangan : huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05
Tabel 14 memperlihatkan bahwa bobot sapih pada kelompok domba tangkas yaitu pada kelompok Lesan Putra dan H. Osih nyata lebih tinggi (p<0.05)
dibandingkan dengan kelompok Margawati, sedangkan pada kelompok Lesan Putra dan H. Osih tidak berbeda nyata. Bobot sapih hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Nafiu (2003) yang memperoleh bobot sapih domba priangan per ekor induk adalah 17.09 ± 0.33 kg, namun lebih tinggi dari hasil penelitian Inounu et al. (1998) bobot sapih domba Priangan peridi adalah 13.12±4.33 kg dan hasil penelitian Iniguez et al. (1991) pada domba lokal Sumatera diperoleh bobot sapih per induk 11.45 kg.
Rata-rata bobot sapih berdasarkan jenis kelamin dan tipe kelahiran dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Rataan bobot sapih berdasarkan jenis kelamin dan tipe kelahiran
Jantan Betina
Kelompok
Peternakan Tunggal Kembar Triplet Tunggal Kembar Triplet
Margawati 10.81a±1.30 8.51a±1.35 6.78a±1.04 9.97a±1.25 8.00a±1.36 6.56a±0.52 Lesan Putra 11.63b±1.19 8.51c±1.35 6.78a±1.04 9.96b±1.25 8.00b±1.36 6.56b±0.52 H. Osih 12.22b±1.96 11.64b±1.68 8.75b±0.79 10.95b±0.67 10.61b±1.42 8.48b±0.63
Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05
Berdasarkan Tabel 15 tampak bahwa kelompok Margawati memiliki bobot sapih paling rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya, sementara bobot sapih kelompok H. Osih dengan Lesan Putra tidak berbeda nyata. Tinggi bobot sapih pada kelompok H. Osih dan Lesan Putra diantaranya karena induk dan jantan domba tangkas merupakan hasil seleksi dengan bobot induk rata-rata di atas 35 kg dan jantan di atas 40 kg.
Tipe kelahiran berpengaruh terhadap bobot sapih, bobot sapih pada tipe kelahiran tunggal lebih tinggi dibandingkan dengan kelahiran kembar maupun kembar tiga. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Subandriyo dan Vogt (1995) pada domba Suffolk dan Dorset serta hasil penelitian Nafiu (2003) pada domba Priangan dan hasil persilangannya dengan domba St. Croix dan Moulton Charollais.
Anak domba jantan memiliki bobot sapih lebih tinggi dibandingkan betina, seperti terlihat pada hasil penelitian ini rata-rata bobot sapih jantan tungal 11.53% lebih tinggi dari bobot sapih betina sedangkan bobot sapih jantan kembar dan kembar tiga masing-masing 8.57% dan 3.88% lebih tinggi dari bobot sapih betina kembar dan betina kembar tiga. Hasil penelitian Nafiu (2003) rataan bobot sapih jantan 11% lebih tinggi dari bobot sapih betina, sementara hasil penelitian Tiesnamurti (2002) diperoleh perbedaan bobot sapih jantan 24% lebih tinggi dari
bobot sapih betina. Bobot sapih domba jantan lebih tinggi dari betina karena adanya keterlibatan hormon kelamin dalam pengaturan pertumbuhan. Hormon
androgen yang merupakan hormon kelamin yang mengatur pertumbuhan lebih tinggi pada ternak jantan menyebabkan pertumbuhannya lebih cepat dari betina (Gatenby 1986; Nalbandov 1990).
Heritabilitas
Salah satu parameter penting dalam pemuliaan adalah nilai heritabilitas, karena nilai ini menunjukkan berapa besar kekuatan suatu sifat diturunkan dari tetua kepada anaknya. Nilai heritabilitas dapat digunakan untuk menduga nilai pemuliaan serta menduga respon seleksi. Nilai heritabilitas tidak tetap bergantung kepada bangsa ternak, jumlah cuplikan data, waktu dan tempat penelitian, metode analisis yang digunakan, ukuran populasi yang digunakan, jumlah pejantan yang diamati dan cara pengambilan sampel (Hardjosubroto 1994; Anang 1992).
Pendugaan nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih domba Priangan telah dilakukan beberapa peneliti terdahulu antara lain Siregar (1981) memperoleh hasil masing–masing 0.43 ± 0.02 dan 0.35 ± 0.25, hasil penelitian Setiadi (1983) 0.21 ± 0.15 dan 0.71 ± 0.33 serta hasil penelitian Nafiu (2003) adalah 0.36 ± 0.08 dan 0.22 ± 0.07. Nilai heritabilitas tersebut diduga tanpa memasukkan pengaruh maternal (m2) dan lingkungan bersama (c2) dalam model analisisnya.
Schuler et al. (2001) menyatakan bahwa dalam analisis heritabilitas perlu dipisahkan ragam yang timbul karena pengaruh maternal dan lingkungan bersama, dugaan nilai heritabilitas yang tidak memisahkan pengaruh maternal dan lingkungan bersama memiliki peluang bias yang besar mengingat keragaman pada induk banyak berpengaruh terhadap keragaman anak yang dibesarkan. Pengaruh induk terhadap keragaman genetik anak terjadi sebelum dan sesudah kelahiran. Sebelum kelahiran keragaman terjadi karena perbedaan lingkungan uterus, setelah kelahiran bisa terjadi karena perbedaan produksi susu dan tingkah laku menyusu.
Nilai heritabilitas bobot lahir hasil penelitian berkisar antara 0.05 sampai 0.15 sedangkan bobot sapih berkisar antara 0.06 sampai 0.21 termasuk katagori rendah. Dengan memisahkan pengaruh maternal dan lingkungan bersama ke dalam analisis nilai dugaan heritabilitas yang diperoleh lebih kecil dibandingkan
hasil penelitian sebelumnya yang tidak memisahkan pengaruh maternal dan lingkungan bersama (Siregar 1981; Setiadi 1983; Nafiu 2003).
Dugaan nilai heritabilitas yang memisahkan pengaruh maternal dan lingkungan bersama pada kelompok Margawati, H. Osih dan Lesan Putra disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Dugaan nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih
Bobot lahir Bobot sapih
Kelompok
Peternak h2±SE m2±SE c2±SE h2±SE m2±SE c2±SE Margawati 0.05±0.03 0.17±0.07 0.72±0.14 0.06±0.04 0.14±0.08 0.66±0.16 H. Osih 0.12±0.05 0.43±0.10 0.32± 0.14 0.13±0.05 0.38±0.11 0.36± 0.17 Lesan Putra 0.15±0.07 0.11±0.07 0.59± 0.18 0.21±0.09 0.08±0.07 0.50± 0.19
Nilai heritabilitas bobot lahir di kelompok Margawati 0.05 hampir sama dengan hasil penelitian Dudi (2003) dengan menggunakan metode yang sama yaitu sebesar 0.09 namun lebih rendah dari hasil penelitian Nafiu (2003) yang mendapatkan nilai heritabilitas bobot lahir domba Priangan 0.12. Hasil penelitian Nafiu mendekati nilai heritabilitas bobot lahir di kelompok H Osih dan Lesan Putra. Untuk bobot sapih nilai heritabilitas terendah di kelompok Margawati yaitu 0.06 dan heritabilitas tertinggi di kelompok Lesan Putra yaitu 0.21. Hasil penelitian Dudi (2003) diperoleh nilai heritabilitas bobot sapih domba Priangan 0.13 sedangkan Nafiu (2003) mendapatkan 0.08. Dengan memisahkan pengaruh maternal dan lingkungan bersama Broomley et al. (2001) mendapatkan heritabilitas bobot sapih domba Columbian, Polipay, Rambouillet, dan Targhee masing-masing sebesar 0.02 ; 0.10 ; 0.11 dan 0.08. Hasil penelitian Jara et al.
(1998) heritabilitas bobot lahir, bobot sapih dan bobot umur 14 bulan domba corriedale masing masing adalah 0.24±0.06 , 0.38±0.08 dan 0.09±0.03.
Bobot lahir dan bobot sapih merupakan sifat-sifat yang dipengaruhi komponen genetik induk (maternal genetic effect). Maternal genetic effec, yaitu pengaruh gen yang mempengaruhi kondisi lingkungan pada induk yang berpengaruh terhadap performa individu (Bourdon 1997). Pendugaan parameter genetik untuk sifat tersebut perlu memisahkan pengaruh maternal (BIF 1996; Jara et al. 1998). Pengaruh maternal genetic terhadap program seleksi antara lain adalah berpengaruh terhadap respon seleksi, bila pengaruh maternal diabaikan respon seleksi dapat menurun tapi biasanya pengaruhnya tidak besar (Haley 1994 dalam Anang 1995).
Pengaruh maternal (m2 ) hasil penelitian berkisar 0.11 sampai 0.43 untuk bobot lahir dan bobot sapih 0.08 sampai 0.38. Hasil ini lebih tinggi dari hasil Nafiu (2003), m2 domba priangan dan persilangan berkisar 0.00 sampai 0.19 untuk berat lahir dan 0.00 sampai 0.22 untuk berat sapih. Hasil penelitian Maria et al.
(1993) pada domba romanov pengaruh maternal bobot lahir 0.10 dan bobot sapih 0.00. Pengaruh maternal bobot lahir dan bobot sapih domba targhee adalah 0.20 dan 0.11 (Van Vleck et al. 2003).
Pada Tabel 16 terlihat c2 untuk bobot lahir berkisar sekitar 0.32 sampai 0.72 dan untuk bobot sapih berkisar 0.36 sampai 0.66. Nilai c2 baik untuk bobot lahir maupun bobot sapih tertinggi terdapat di kelompok Margawati, masing- masing 0.72 dan 0.66. Nilai c2 bobot lahir dan bobot sapih di kelompok H. Osih dan Lesan Putra sesuai dengan hasil yang diperoleh Nafiu (2003), nilai c2 untuk bobot lahir berkisar 0.41 sampai 0.53 dan bobot sapih berkisar 0.33 sampai 0.47, namun lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan Anang (1995) pada domba
temperate, nilai c2 bobot lahir berkisar 0.10 sampai 0.41 dan bobot sapih 0.00 sampai 0.18.
Pada semua kelompok m2 bobot sapih lebih rendah dibandingkan dengan m2 bobot lahir, demikian juga untuk pengaruh lingkungan bersama (c2 ). Sejalan dengan hasil penelitian Anang (1995) dan Jara et al. (1998) untuk bobot hidup pengaruh maternal dan pengaruh lingkungan bersama akan menurun sesuai dengan bertambahnya umur ternak.
Nilai Pemuliaan Dugaan
Pendugaan nilai pemuliaan merupakan salah satu faktor penting dalam mengevaluasi keunggulan genetik ternak, terutama untuk ternak-ternak yang akan digunakan untuk bibit. Besarnya nilai pemuliaan seekor ternak menunjukkan keunggulan potensi genetik yang dimiliki oleh ternak tersebut dari rata-rata populasinya. Johansson dan Rendell (1969) mengemukakan bahwa ternak yang mempunyai nilai pemuliaan lebih besar akan lebih baik bila dijadikan bibit atau ternak pengganti dibandingkan dengan ternak yang mempunyai nilai pemuliaan rendah.
Pejantan, induk dan anak yang memiliki nilai pemuliaan bobot lahir di atas rata-rata pada kelompok Margawati masing-masing adalah 41.67% ; 46.99%; dan 44.39%, pada kelompok H. Osih masing-masing 42.86%; 41.18%; dan 33.09% serta pada kelompok Lesan masing-masing 61%; 50.92%; dan 39.41%.
Dugaan nilai pemuliaan pejantan di atas nilai rata-rata dan sepuluh ekor terbaik untuk induk dan anak pada masing-masing kelompok berdasarkan bobot lahir dapat dilihat pada Lampiran 2.
Persentase pejantan, induk dan anak yang memiliki nilai pemuliaan untuk bobot sapih di atas rata-rata pada kelompok Margawati masing-masing 37.5%; 36.28%; dan 30.94%, kelompok H. Osih masing masing 5%; 32.56%; dan 33.33% serta pada kelompok Lesan Putra masing-masing 50% ; 48.72% ; dan 36.11%. Dugaan nilai pemuliaan jantan di atas rata-rata dan sepuluh ekor terbaik untuk induk dan anak berdasarkan bobot sapih untuk pejantan, induk, dan anak pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Lampiran 2.