• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BAHAN DAN METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II BAHAN DAN METODE"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

BAHAN DAN METODE

2.1 Kondisi Geografis dan Iklim Wilayah Studi

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan salah satunya adalah sumber daya air. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1500m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai dengan ketinggian 100-1500m di atas permukaan laut, wilayah daratan luas di utara ketinggian 0,10m di atas permukaan laut dan wilayah aliran sungai. Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan suhu 90C di Puncak Gunung Pangrango dan 340C di Pantai Utara. Curah hujan rata-rata 200mm per tahun dan di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun. (Pemprov Jabar, 2007)

Jakarta merupakan ibu kota negara dengan topografi di sebelah utara cenderung landai dengan ketinggian ±8m di atas muka laut, sedangkan di sebelah selatan kondisi topografi berbukit. Jakarta memiliki iklim tropis bersuhu 250C sampai dengan 380C dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari rata-rata

mencapai 350mm dan curah hujan terendah pada bulan Agustus mencapai 60mm.(Wikipedia, 2008)

Propinsi Banten memiliki iklim tropis, mengalami musim hujan dan musim panas yang bergantian sepanjang tahun, dengan rata-rata suhu udara adalah 28°C. Daerah di bagian selatan provinsi Banten didominasi oleh perbukitan, sedangkan daerah pantai mendominasi di bagian utara. (Mitra Praja Utama, 2006)

(2)

7 2.2 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari High Resolution Gridded Data Set yang dibuat oleh Climatic Research Unit dan Tyndall Center yang dapat diakses melalui website http://www.cru.uea.ac.uk/data/. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. CRU TS 2.1 merupakan data curah hujan historik (time series) bulanan tahun 1901-2002 dengan resolusi 30’ dengan kapasitas data sebesar 410MB.

2. CRU CL 2.0 merupakan data curah hujan klimatologi (rata-rata keadaan umum) bulanan tahun 1961-1990 dengan resolusi 10’ dan kapasitas data sebesar 103MB. Keterangan lebih lengkap dapat dibaca di New, et al (1999) dan New, et al (2000).

3. Tabel stasiun curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Data yang tersedia di CRU meliputi seluruh daratan dunia terkecuali Benua Antartika dan Benua Artik. Data CRU TS 2.1 digunakan sebagai data primer yang merupakan data titik ikat untuk menghasilkan data interpolasi. Data ini terdiri dari data bulanan periode tahun 1901-2002 dengan resolusi 30’ terdiri dari beberapa variabel cuaca yaitu: harian rata-rata temperatur, temperatur minimum dan temperatur maksimum, temperatur diurnal, presipitasi, frekuensi hari basah (wet day), frekuensi hari beku (frost day), kelembapan and tutupan awan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data presipitasi yang disimpan dalam format sebagai berikut:

1. Header

Tyndall Centre grim file created on 13.01.2004 at 14:28 by Dr. Tim Mitchell .pre = precipitation (mm)

CRU TS 2.1

[Long=-180.00, 180.00] [Lati= -90.00, 90.00] [Grid X,Y= 720, 360] [Boxes= 67420] [Years=1901-2002] [Multi= 0.1000] [Missing=-999]

(3)

8 2. Kotak grid Grid-ref= 1, 148 3020 2820 3040 2880 1740 1360 980 990 1410 1770 2580 2630 3020 2820 3040 2880 1740 1360 980 990 1410 1770 2580 2630 3020 2820 3040 2880 1740 1360 980 990 1410 1770 2580 2630 3020 2820 3040 2880 1740 1360 980 990 1410 1770 2580 2630

Gambar 2.1 Format data CRU TS 2.1

Informasi yang ditampilkan pada header baris pertama hingga baris terakhir adalah atribut dan tanggal pembuatan, variabel iklim (parameter) serta unit pengukuran, kata kunci khusus internal CRU yang dapat kita abaikan, jumlah kotak grid pada masing-masing sumbu, dan jumlah kotak yang berisikan data yang valid, periode data, integer pengali untuk memperoleh nilai yang benar dan nilai yang hilang.

Informasi baris pertama pada gambar 2.1 menyatakan bahwa data tersebut berada pada baris pertama dan kolom ke-148 dimana nilai tengahnya berada pada koordinat 73,750LS dan 179,750BB. Variabel X dan Y merupakan posisi kotak grid dimana nilai (X,Y) = (1,1) berada pada 89,750LS dan 179,750BT yang diilustrasikan pada gambar 2.2. Data ini tidak disertakan dengan informasi datum sehingga perlu dilakukan pendefinisian datum terlebih dulu. Dalam penelitian ini digunakan datum yang umum digunakan yaitu WGS 1984.

Berdasarkan informasi grid pada gambar 2.2, maka dapat dihitung nilai koordinat tengah tiap kotak grid dengan persamaan:

25 . 180 ) 5 . 0 ( × − = i i X ϕ (2.1) 25 . 90 ) 5 . 0 ( × − = i i Y λ (2.2)

Bulan Januari s.d Desember Posisi Grid (X,Y)

Tahun

(4)

9 dimana

i = 1,2,3, ..., n; λ = Bujur ke-i Xi = Baris ke-i; ϕ = Lintang ke-i

Yi = Kolom ke-i

Gambar 2.2 Informasi data CRU TS 2.1

Angka yang tertera di setiap baris dan kolomnya merupakan data curah hujan yang harus dikalikan dengan integer pengali. Kemungkinan tidak adanya variasi data dalam satu grid box, dikarenakan data yang ada tidak mencukupi, atau area tertentu hanya menerima jumlah presipitasi sedikit pada bulan tertentu, area tersebut jarang menerima presipitasi dalam bentuk yang tersebar rata, jumlah penakar hujan yang sedikit dengan penempatan yang saling berjauhan.

Data pada kotak grid bersumber dari tiap stasiun meteorologi di setiap negara, diperoleh murni dari pengamatan stasiun, tidak menggunakan informasi satelit ataupun penginderaan jauh. Data CRU T.S 2.1 digunakan dalam penelitian ini karena memiliki data set iklim yang lengkap secara historik dan spasial serta global yang tidak dimiliki oleh lembaga, organisasi maupun instansi lainnya. CRU TS 2.1 merupakan estimasi terbaik dalam pola spasial iklim pada tiap momen waktu lengkap dari segi spasial maupun temporalnya, namun inhomogenitas kemungkinan muncul pada tiap kotak grid data historik (Mitchell, 2004).

Data CRU CL 2.0 digunakan sebagai data sekunder yang merupakan data pembanding dengan data hasil interpolasi yang akan dihasilkan model. Data ini

(5)

10 terdiri dari data bulanan periode tahun 1901-2002 dengan resolusi 10’ yang data koordinatnya disesuaikan dengan wilayah studi. Data CRU ini diperoleh dari stasiun meteorologi yang dimiliki lembaga lainnya dan juga merupakan hasil interpolasi data CRU T.S 2.1, sehingga dapat dilihat perbedaan maupun persamaan data dengan hasil interpolasi yang dilakukan dalam penelitian ini. Format penyimpanan data CRU CL 2.0 diilustrasikan pada gambar 2.3.

380.95 -26.583 17.1 16.8 19.6 21.9 20.4 18.3 19.4 17.3 20.2 20.2 18.2 15.9 -58.417 -26.25 17.1 16.7 19.6 21.9 20.5 18.4 19.6 17.5 20.4 20.3 18.2 15.9 -58.417 -26.417 17.2 16.8 19.7 21.9 20.5 18.4 19.5 17.4 20.3 20.3 18.3 16 -55.917 -67.25 13.3 11.4 9.7 11.8 11.5 8.3 8.4 7.2 7.4 7.4 10.2 11.1 -55.75 -67.25 13.3 11.3 9.6 11.7 11.4 8.3 8.4 7.2 7.4 7.4 10.2 11.1 -55.75 -67.417 13.3 11.4 9.7 11.7 11.5 8.2 8.4 7.2 7.4 7.4 10.2 11.1 -55.75 -67.583 13.2 11.2 9.5 11.6 11.4 8.2 8.3 7.1 7.3 7.4 10.1 11 -55.583 -67.417 13.3 11.3 9.6 11.7 11.4 8.2 8.3 7.2 7.4 7.4 10.2 11.1 -55.583 -67.583 13.1 11.1 9.5 11.6 11.4 8.2 8.3 7.1 7.3 7.3 10.1 10.9 -55.583 -68.083 13.2 11.2 9.6 11.6 11.4 8.1 8.3 7.1 7.3 7.4 10 10.9

Gambar 2.3 Format Data Kotak Grid 10’

Tabel curah hujan dari BMG merupakan data lapangan yang digunakan sebagai validasi terhadap data ukuran model.

2.3 Presipitasi

Presipitasi merupakan bentuk air yang turun dari atmosfer mencapai permukaan bumi. Presipitasi bisa dalam bentuk hujan es, hujan air, salju, dan gerimis. Hujan yang paling dominan terjadi di Indonesia adalah hujan air yang dinyatakan dalam curah hujan.

2.3.1 Proses Fisik Presipitasi

Proses terjadinya presipitasi diawali pada saat radiasi panas mengakibatkan sejumlah air berubah bentuk menjadi uap (evaporasi) kemudian bergerak menuju atmosfer dan bergerak ke tempat yang tinggi akibat beda tekanan udara, hingga pada ketinggian tertentu akan mengalami kejenuhan dan berlanjut mengalami proses kondensasi. Kondensasi terjadi ketika udara yang dingin menyebabkan kelembapan tinggi, sehingga uap air berubah menjadi tetesan awan. Tetesan ini

λ

(6)

11 berukuran sangat kecil kurang lebih 5mikrometer. Menurut Luke Howard (1803), awan dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan bentuknya dan dinamakan dengan bahasa latin, yaitu:

1. Awan berbentuk serat disebut cirrus

2. Awan yang menyerupai lapisan disebut stratus 3. Awan yang menyerupai gumpalan disebut cumulus 4. Awan yang memproduksi hujan disebut nimbus

Sedangkan awan berdasarkan ketinggiannya dibagi menjadi:

1. Awan tinggi disebut juga prefix cirro, berada di ketinggian lebih dari 6000m di atas tanah, terdiri dari komposisi kristal es.

2. Awan tengah disebut juga prefix alto, berada di ketinggian 2000m sampai dengan 6000m di atas tanah, komposisi campuran tetesan air dan kristal es. 3. Awan rendah di ketinggian kurang dari 2000m komposisi tetesan air. 4. Awan vertikal, basis awan berada di bawah ketinggian 2000m dan atapnya

bisa meluas hingga lapisan troposfer.

(7)

12 Tetesan awan mengalami proses tumbukan dan penggabungan hingga menjadi tetesan hujan ataupun tetesan es dengan jari-jari kurang lebih 1mm. Pada saat udara mengalami kejenuhan kemudian terkondensasi maka akan turun ke permukaan tanah dalam bentuk umumnya es, saat proses menuju permukaan bumi terjadi perubahan temperatur yang tinggi sehingga menyebabkan partikel es mencair dan turun ke permukaan tanah sebagai curah hujan. Hujan yang turun ke permukaan bumi mengalami beberapa pergerakan seperti masuknya air hujan ke dalam tanah (infiltrasi), mengalir di atas permukaan bumi (air larian), dan masuk ke pori-pori tanah (perkolasi) kemudian menjadi air tanah. (gambar 2.4)

Jenis presipitasi bergantung pada kelembapan dan temperatur udara. Frekuensi hujan dipengaruhi relief topografi dan lokasi geografis sumber air. Badai cenderung tejadi di daerah sepanjang pantai dan area lintang selatan dengan suhu sedang dan relief yang landai. Hujan salju terjadi di daerah tinggi pada lintang menengah dan suhu dingin. Hujan yang umum ditemui di daerah tropis diantaranya:

1. Hujan konvektif, terjadi ketika lapisan udara di atas permukaan tanah menjadi lebih panas daripada lapisan udara diatasnya yang memaksa udara panas bergerak ke tempat yang lebih tinggi, hingga mengalami kodensasi, membeku kemudian jatuh sebagai air hujan (gambar 2.5(a)). Hujan ini terjadi dengan intensitas tinggi, berlangsung singkat dan mencakup wilayah yang tidak luas.

2. Hujan frontal, terjadi akibat bergulungnya dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembapan (gambar 2.5(c)). Hujan ini biasanya terjadi dengan intensitas rendah.

3. Hujan orografik, biasanya terjadi di daerah pegunungan. Massa udara bergerak menuju puncak gunung hingga terjadi proses kondensasi dan hujan turun. Setelah melewati puncak atau melewati daerah bayangan, kemungkinan udara sedikit bergerak sehingga udara yang turun cenderung mengalami pemanasan dan jumah hujan yang turun sangat sedikit seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.5(b). Hujan ini merupakan sumber air yang

(8)

13 sangat penting bagi kehidupan karena jatuh di hulu DAS yang kemudian akan menjadi pasokan air untuk sungai, danau dan sumber air lainnya.

Gambar 2.5 Hujan konvektif (a), hujan orografik (b), dan hujan frontal (c)

Ketebalan atau ketinggian air hujan adalah banyaknya curah hujan yang mencapai tanah atau permukaan bumi selama selang waktu tertentu dengan kondisi tidak ada yang jumlah air yang hilang karena penguapan, limpasan, infiltrasi atau peresapan, biasanya dinyatakan dalam besaran mm (millimeter). Di Indonesia, istilah presipitasi sama dengan curah hujan karena jarang ditemui salju kecuali di puncak-puncak gunung yang tinggi seperti Puncak Jayawijaya di Irian. Berdasarkan kondisi geografis wilayah studi, maka hujan yang umum terjadi adalah jenis hujan orografik dan konvektif.

2.3.2 Curah Hujan

Curah hujan diamati dengan menggunakan alat yang dinamakan penakar hujan (rain gauge). Alat tersebut terdiri dari dua jenis yaitu penakar hujan non rekam dan penakar hujan rekam (gambar 2.6). Alat ini biasanya berupa silinder atau tabung yang terdapat corong pada ujungnya tempat air hujan masuk. Alat penakar hujan rekam terdiri dari tiga jenis sesuai dengan sistem yang digunakan, yaitu titling siphon, tipping bucket, dan kolektor timbang.

Pada saat melakukan pengukuran, banyak faktor yang mempengaruhi hasil hitungan seperti kondisi angin, kelembaban, ketinggian, dan sebagainya sehingga mekanisme penempatan alat penakar hujan ini harus baku karena berkaitan dengan periode waktu yang digunakan untuk mengukur. Berikut adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi (Prawirowardoyo, 1994):

(9)

14 • Penempatan penakar hujan harus sedemikian rupa sehingga lubang

kolektor terletak horizontal

• Lubang kolektor diletakkan setinggi 120cm dari permukaan tanah • Tempat yang digunakan untuk pengamatan harus horisontal

• Disekeliling tempat pengamatan radius ≥4 kali tinggi alat penakar hujan diberi penghalang seperti tumbuh-tumbuhan

• Bagian bawah penakar hujan di tanam kuat di dalam tanah.

Gambar 2.6 Rain gauge (a), Tipping bucket (b), Rain gauge dengan menggunakan penghalang angin (Fohrer, 2007)

Tingkat ketelitian curah hujan daerah aliran ditentukan jumlah stasiun pengamatan yang ada di daerah tersebut. Metode pendugaan curah hujan daerah aliran (Bachri, 2007):

a. Metode rata-rata Aritmatik, dipergunakan jika curah hujan yang dihasilkan berbagai stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Persamaan

umumnya:

= = n i i P n P 1 1 (2.3)

b. Metode rata-rata Thiessen, digunakan untuk stasiun pengamat curah hujan yang tersebar tidak merata. Persentase basis daerah aliran ini diasumsikan dengan menarik garis poligon Thiessen dari pertemuan garis sumbu antar stasiun pengamat. Persamaan umumnya:

= = n i i i A A P P 1 (2.4)

c. Metode rata-rata Isohiet, merupakan garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman curah hujan yang sama. Metode ini

(10)

15 menggunakan isohiet sebagai garis-garis pembagi daerah aliran menjadi daerah-daerah di mana luas daerah ini dipakai sebagai faktor koreksi dalam

perhitungan. Persamaan umumnya: ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = − = −

2 1 1 1 1 i i n i i P P A A P (2.5) 2.4 Perapatan Spasial

Perapatan spasial adalah proses perapatan data yang memiliki resolusi tertentu menjadi lebih tinggi resolusinya. Dalam penelitian ini proses perapatan dilakukan dari data dengan resolusi 30’ menjadi data dengan resolusi 10’. Perapatan spasial pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi spasial Inverse Distance Weighted (IDW). Metode ini digunakan berdasarkan saran Mitchell (2004) kepada seluruh pengguna data dari CRU untuk menggunakan metode dan software berbeda dengan yang digunakan oleh CRU pada proses perolehan data dengan resolusi tinggi.

Interpolasi spasial adalah memperkirakan nilai variabel tertentu berdasarkan titik-titik yang tersedia dan diketahui nilai datanya. (Chou, 1997). Prinsip perhitungan IDW bergantung pada jaraknya, semakin dekat jarak titik yang akan diinterpolasi dari titik ikatnya maka semakin besar bobot hitungannya (gambar 2.7)

Keterangan:

= titik grid 30’

= titik interpolasi

= jarak dari titik grid 30’ ke titik interpolasi

Gambar 2.7 Penentuan bobot IDW

Perhitungan IDW dinyatakan dengan persamaan 2.6, persamaan 2.7 dan persamaan 2.8.

i

dij

(11)

16

= = n i n n j P P 1 α (2.6)

= = = n i k i n i k i n j r r P P 1 1 1 atau

= = = n i i n i n n j P P 1 1 α α (2.7) i α = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − 2 2 exp σ ij d (2.8)

dimana i = 1,2,…, n = titik ikat

j = 1,2,…, n = titik yang akan diinterpolasi P = nilai curah hujan (mm)

dij = jarak antara titik ikat dan titik yang akan diinterpolasi

k, σ = konstanta

Gambar 2.8 memperlihatkan grafik perbandingan nilai konstanta terhadap nilai bobotnya pada jarak yang sama. Nilai bobot diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.8.

(12)

17 Berdasarkan gambar 2.8 dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai konstanta maka semakin besar nilai bobot.. Adapun jarak yang digunakan dalam perhitungan adalah jarak geodesik dengan persamaan sebagai berikut:

[

i j i j i j

]

ij a

d = cos−1cosδ cosδ cos(λ −λ )+sinδ sinδ (2.9) dimana

i = 1,2,…, n ; n = jumlah titik ikat

j = 1,2,…, n ; n = jumlah titik yang akan diinterpolasi dij = jarak antara titik ikat dan titik yang akan diinterpolasi

a = 6378 km

2.5 Tahapan Perapatan Spasial

Hal pertama yang dilakukan dalam perapatan spasial yaitu pemilihan dan plotting titik-titik koordinat grid 30’ yang berada di wilayah studi yaitu pada koordinat 1050BB-1090BB dan 5,50LS-80LS yang ditunjukkan pada tabel 2.1 dan gambar 2.3.

Selanjutnya, ditentukan titik-titik yang akan diinterpolasi yaitu titik-titik grid 10’ seperti pada gambar 2.10 dan tabel 2.2.

(13)

18 Tabel 2.1 Tabel koordinat titik ikat (titik grid 30’)

No λ ϕ No λ ϕ No λ ϕ 1 105.25 -6.75 14 106.75 -7.25 27 108.25 -6.75 2 105.25 -5.75 15 106.75 -6.75 28 108.25 -6.25 3 105.25 -5.25 16 106.75 -6.25 29 108.75 -7.75 4 105.25 -4.75 17 107.25 -7.75 30 108.75 -7.25 5 105.75 -6.75 18 107.25 -7.25 31 108.75 -6.75 6 105.75 -6.25 19 107.25 -6.75 32 109.25 -7.75 7 105.75 -5.75 20 107.25 -6.25 33 109.25 -7.25 8 105.75 -5.25 21 107.75 -7.75 34 109.25 -6.75 9 105.75 -4.75 22 107.75 -7.25 35 109.75 -7.75 10 106.25 -7.25 23 107.75 -6.75 36 109.75 -7.25 11 106.25 -6.75 24 107.75 -6.25 37 109.75 -6.75 12 106.25 -6.25 25 108.25 -7.75 13 106.25 -5.75 26 108.25 -7.25

Gambar 2.10 Plot titik-titik yang akan diinterpolasi

Tahap selanjutnya adalah penentuan dan pendefinisian titik ikat untuk setiap titik yang akan diinterpolasi (gambar 2.11). Kemudian proses interpolasi dengan menggunaan persamaan 2.6 dan 2.7 pada setiap titik interpolasi per bulan dan per tahunnya dengan menggunakan proses looping pada MATLAB.

(14)

19 Tabel 2.2 Tabel koordinat titik yang akan diinterpolasi (titik grid 10’)

No Lintang Bujur No Lintang Bujur No Lintang Bujur No Lintang Bujur

1 -7.917 108.083 48 -7.25 108.417 95 -6.75 106.583 142 -6.417 108.25 2 -7.917 108.25 49 -7.25 108.583 96 -6.75 106.75 143 -6.417 108.417 3 -7.917 108.417 50 -7.25 108.75 97 -6.75 106.917 144 -6.25 105.917 4 -7.75 107.917 51 -7.25 108.917 98 -6.75 107.083 145 -6.25 106.083 5 -7.75 108.083 52 -7.25 109.083 99 -6.75 107.25 146 -6.25 106.25 6 -7.75 108.25 53 -7.083 106.583 100 -6.75 107.417 147 -6.25 106.417 7 -7.75 108.417 54 -7.083 106.75 101 -6.75 107.583 148 -6.25 106.583 8 -7.75 108.917 55 -7.083 106.917 102 -6.75 107.75 149 -6.25 106.75 9 -7.75 109.083 56 -7.083 107.083 103 -6.75 107.917 150 -6.25 106.917 10 -7.583 107.583 57 -7.083 107.25 104 -6.75 108.083 151 -6.25 107.083 11 -7.583 107.75 58 -7.083 107.417 105 -6.75 108.25 152 -6.25 107.25 12 -7.583 107.917 59 -7.083 107.583 106 -6.75 108.417 153 -6.25 107.417 13 -7.583 108.083 60 -7.083 107.75 107 -6.75 108.583 154 -6.25 107.583 14 -7.583 108.25 61 -7.083 107.917 108 -6.75 108.75 155 -6.25 107.75 15 -7.583 108.417 62 -7.083 108.083 109 -6.583 105.25 156 -6.25 107.917 16 -7.583 108.583 63 -7.083 108.25 110 -6.583 105.583 157 -6.25 108.25 17 -7.583 108.75 64 -7.083 108.417 111 -6.583 105.75 158 -6.083 105.917 18 -7.583 108.917 65 -7.083 108.583 112 -6.583 105.917 159 -6.083 106.083 19 -7.583 109.083 66 -7.083 108.75 113 -6.583 106.083 160 -6.083 106.25 20 -7.417 106.583 67 -7.083 108.917 114 -6.583 106.25 161 -6.083 106.417 21 -7.417 106.75 68 -7.083 109.083 115 -6.583 106.417 162 -6.083 106.583 22 -7.417 106.917 69 -6.917 106.25 116 -6.583 106.583 163 -6.083 106.75 23 -7.417 107.083 70 -6.917 106.417 117 -6.583 106.75 164 -6.083 106.917 24 -7.417 107.25 71 -6.917 106.583 118 -6.583 106.917 165 -6.083 107.083 25 -7.417 107.417 72 -6.917 106.75 119 -6.583 107.083 166 -6.083 107.25 26 -7.417 107.583 73 -6.917 106.917 120 -6.583 107.25 167 -6.083 107.417 27 -7.417 107.75 74 -6.917 107.083 121 -6.583 107.417 168 -5.917 106.083 28 -7.417 107.917 75 -6.917 107.25 122 -6.583 107.583 169 -5.917 107.083 29 -7.417 108.083 76 -6.917 107.417 123 -6.583 107.75 170 -5.75 105.083 30 -7.417 108.25 77 -6.917 107.583 124 -6.583 107.917 171 -5.75 105.25 31 -7.417 108.417 78 -6.917 107.75 125 -6.583 108.083 172 -5.75 105.583 32 -7.417 108.583 79 -6.917 107.917 126 -6.583 108.25 173 -5.75 105.75 33 -7.417 108.75 80 -6.917 108.083 127 -6.583 108.417 174 -5.583 104.917 34 -7.417 108.917 81 -6.917 108.25 128 -6.417 105.917 175 -5.583 105.083 35 -7.417 109.083 82 -6.917 108.417 129 -6.417 106.083 176 -5.583 105.25 36 -7.25 106.417 83 -6.917 108.583 130 -6.417 106.25 177 -5.583 105.417 37 -7.25 106.583 84 -6.917 108.75 131 -6.417 106.417 178 -5.583 105.583 38 -7.25 106.75 85 -6.917 108.917 132 -6.417 106.583 179 -5.583 105.75 39 -7.25 106.917 86 -6.917 109.083 133 -6.417 106.75 180 -5.417 104.917 40 -7.25 107.083 87 -6.75 105.25 134 -6.417 106.917 181 -5.417 105.083 41 -7.25 107.25 88 -6.75 105.417 135 -6.417 107.083 182 -5.417 105.25 42 -7.25 107.417 89 -6.75 105.583 136 -6.417 107.25 183 -5.417 105.417 43 -7.25 107.583 90 -6.75 105.75 137 -6.417 107.417 184 -5.417 105.583 44 -7.25 107.75 91 -6.75 105.917 138 -6.417 107.583 185 -5.417 105.75 45 -7.25 107.917 92 -6.75 106.083 139 -6.417 107.75 46 -7.25 108.083 93 -6.75 106.25 140 -6.417 107.917 47 -7.25 108.25 94 -6.75 106.417 141 -6.417 108.083

(15)

20

Gambar 2.11 Penentuan titik ikat untuk setiap titik yang akan diinterpolasi Dij

i

Gambar

Gambar 2.2 Informasi data CRU TS 2.1
Gambar 2.3 Format Data Kotak Grid 10’
Gambar 2.4 Siklus hidrologi
Gambar 2.5 Hujan konvektif (a), hujan orografik (b), dan hujan frontal (c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyampaikan hasil konseptualisasi tentang pemotretan model dengan kamera digital dalam !entuk lisan, tulisan, dan gam!ar atau media lainnya' T's asil

Yang dimaksud dengan insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan

 Masa remaja adalah suatu periode dari pubertas menjadi masa dewasa awal, merupakan tahap perkembangan yang paling penting, krn diakhir tahap ini, seseorang

Dalam analisis komponen utama jumlah varian data yang terkandung dalam semua varaibel asli dipertimbangkan, analisis ini direkomendasikan apabila tujuan peneliti

File suara asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada 1900 – 3100 Hz dengan nilai PSD maksimum antara -4,5 dan

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, saat ini manusia telah membuat bahan aditif yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan bahan aditif alami, bahan aditif buatan manusia

Tujuan survey melaui kuesioner adalah untuk mendapatkan informasi mengenai tanggapan dan penilaian konsumen terhadap produk Pepsoden Whitening yang perlu mendapatkan perhatian