• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES

ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU,

NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh: Ayu Destari C64102022

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2007

Ayu Destari C61402022

(3)

iii RINGKASAN

AYU DESTARI. Studi Karakter Suara Beberapa Spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh BONAR P. PASARIBU dan TOTOK HESTIRIANOTO.

Lumba-lumba dan sebagian besar paus bergigi lain mengandalkan sistem sonar yang disebut „ekholokasi‟ sebagai sensor utama mereka. Ekholokasi adalah kemampuan binatang untuk mentransmisikan suara dan mendeteksi pantulan dari suara tersebut setelah berbenturan dengan suatu objek. Pantulan tersebut

memungkinkan mereka untuk mengetahui bentuk, ukuran, tekstur, dan jarak dari objek. Suara dengan durasi, panjang gelombang, amplitudo, frekuensi, interval dan pola suara yang berbeda ditransmisikan untuk tujuan yang berbeda pula. Suara yang ditransmisikan oleh lumba-lumba dibagi menjadi tiga kategori; (1) click untuk

ekholokasi, (2) burst sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3)

whistle biasanya digunakan untuk komunikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengamati karakter suara dari beberapa spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.

Pengambilan data di lapangan dilakukan di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur yang dilaksanakan dari tanggal 27-30 Desember 2005 dan merupakan bagian dari riset „Inventarisasi Mamalia Air‟ yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Metode yang dipakai dalam mengumpulkan data spesies lumba-lumba adalah pengambilan contoh jarak jauh (distance sampling) dengan transek zig-zag dan menggunakan metode pengamatan dengan satu kelompok pengamat (single

observer/platform). Pengambilan sampel suara dilakukan dengan meletakkan hydrophone di bawah permukaan air dan direkam dengan menggunakan digital recorder yang sudah disambungkan ke amplifier dari hydrophone.

Hasil rekaman suara lumba-lumba dengan ekstensi „.VY4‟ harus diubah

menjadi data dengan ekstensi „.wav‟ dengan direkam ulang menggunakan program All

Sound Recorder XP. File suara ini harus dilakukan hiss reduction dan noise reduction

dengan program Cool Edit Pro 2.0. Setelah itu analisis dilakukan dengan program

Wavelab 4.0. Pada program ini dimunculkan grafik FFT (Fast Fourier Transform) dan

setiap 50 ms data tersebut di-ekspor ke ASCII untuk diolah lebih lanjut di Microsoft

Excell dan didapatkan grafik rata-rata FFT per 50 milisekon. Selain itu dilakukan juga

analisis PSD dengan menggunakan program Matlab 7.1.

Kondisi perairan dan cuaca yang tidak memungkinkan menyebabkan proses rekaman tidak dapat dilakukan setiap ditemukannya spesies Odontoceti. Dari empat

file yang berhasil terekam suara Odontoceti, terdapat total 22 potongan suara. Durasi

dari tiap potongan suara berkisar antara 150–150 ms. Kisaran puncak frekuensi pada nilai FFT adalah antara 2000 Hz-20000 Hz, dengan kisaran panjang gelombang antara 7,5-75 cm dan kisaran intensitas antara -17 dB dan -59 dB.

Lima potongan suara dari asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada 1720 – 3100 Hz dengan nilai PSD maksimum antara -0,28 dan -7 dB/Hz. File suara asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin memiliki kisaran frekuensi puncak pada 1900 – 3100 Hz dengan nilai PSD maksimum antara -4,5 dan 3,76 dB/Hz. Sementara enam potongan suara pada asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin memiliki kisaran

frekuensi puncak pada 2076 – 3445 Hz dengan nilai PSD maksimum antara -12,77 dan -4,26 dB/Hz dan lima potongan suara dari Pygmy Killer Whale memiliki kisaran

frekuensi puncak pada 1900 – 3100 Hz dengan nilai PSD maksimum antara -7,6 dan 4 dB/Hz.

Dilihat dari durasi yang lebih dari 100 ms dan frekuensi yang tidak lebih dari 25 kHz, dapat disimpulkan bahwa suara yang terekam pada penelitian ini bukan merupakan tipe suara click yang digunakan untuk ekholokasi. Suara dengan deskripsi seperti tersebut di atas lebih mirip dengan suara jenis whistle yang digunakan untuk komunikasi dan burst yang diproduksi pada saat lumba-lumba sedang mengalami tekanan emosi. Namun jika dilihat dari periodogram PSD, beberapa potongan suara memiliki puncak yang cukup tajam dengan bandwidth yang sempit yang mencirikan tipe suara click.

(4)

iv

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES

ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU,

NUSA TENGGARA TIMUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh: Ayu Destari C64102022

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(5)

v

Judul : STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES

ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

Nama : Ayu Destari NRP : C64102022

Disetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Tanggal Lulus: 17 Januari 2007 Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc NIP. 130 350 058

Pembimbing II

Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc NIP. 131 631 207

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan kepada Penulissehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Karakter Suara Beberapa Spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen pembimbing; Drs. Dharmadi dan Dr. Ngurah Wiadnyanaserta Pusat Riset Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk berpartisipasi dalam kegiatan “Inventarisasi Mamalia Air” dan menggunakan datanya dalam tulisan ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua Orang Tua serta kakak atas doa, dukungan dan dorongannya; Fisheries Diving Club atas ilmu dan pengalaman yang sangat berharga; teman-teman ITK 39 atas

kebersamaan yang luar biasa selama empat tahun terakhir; serta seluruh dosen pengajar, staf, senior dan adik-adik di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

Sangat disadari oleh Penulis bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun sebagai masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan seluruh pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2007 Ayu Destari

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Biologi Odontoceti ... 3

2.2. Penggunaan suara oleh Cetacea ... 8

2.2.1. Ekholokasi ... 9

2.2.2. Komunikasi ... 10

2.2.3. Pulsa suara burst ... 11

2.2.4. Produksi suara oleh lumba-lumba ... 11

2.2.5. Keunikan anatomi lumba-lumba ... 13

2.3. Penggunaan suara oleh beberapa spesies ikan dan invertebrata ... 15

2.3.1. Snapping shrimp (Alpheus heterochaelis) ... 15

2.3.2. Ikan ... 15

3. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

3.2. Alat dan Bahan ... 19

3.3. Pengambilan Data ... 21

3.3.1. Pengamatan spesies Odontoceti ... 21

3.3.2. Pengambilan sampel suara Odontoceti ... 23

3.4. Analisa Data ... 23

3.4.1. Noise dan hiss reduction ... 25

3.4.2. Pemotongan data (Cropping) ... 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin ... 28

4.2. Asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin ... 33

4.3. Asosiasi Short-finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin ... 40

4.4. Pygmy Killer Whale ... 47

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 57

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kisaran frekuensi suara pada beberapa spesies Odontoceti ... 9

2. Perbandingan berat otak dan spinal cord pada beberapa hewan, lumba-lumba dan manusia ... 14

3. File suara dan keterangan Spesies Odontoceti ... 28

4. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 1 ... 28

5. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 2 ... 29

6. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 3 ... 31

7. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 4 ... 32

8. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 5 ... 33

9. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 1 ... 34

10. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 2 ... 35

11. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 3 ... 36

12. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 4 ... 37

13. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 5 ... 39

14. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 6 ... 40

15. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 1 ... 41

16. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 2 ... 42

17. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 3 ... 43

18. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 4 ... 44

19. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 5 ... 45

20. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 6 ... 46

21. Puncak nilai-FFT per 100 ms pada potongan suara 1 ... 47

22. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 2 ... 48

23. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 3 ... 49

24. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 4 ... 50

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Stenella longirostris (Long-snouted spinner dolphin) ... 4

2. Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin) ... 5

3. Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin) ... 5

4. Globicephala macrorhynchus (Short-finned pilot whale) ... 6

5. Feresa attenuata (Pygmy killer whale) ... 7

6. Pseudorca crassidens (False killer whale) ... 7

7. Produksi dan Penerimaan Suara pada Lumba-lumba ... 12

8. Peta lokasi penelitian di Perairan Laut Sawu, NTT ... 18

9. Kapal motor Elang Laut ... 19

10. Hydrophone CR-100 dan Amplifier ... 20

11. Digital voice recorder ... 20

12. Posisi Pengamat pada metode single observer/platform ... 22

13. Diagram alir analisa data suara Odontoceti ... 24

14. File suara sebelum dan sesudah dihilangkan noise ... 25

15. Satu potongan suara dari beberapa potongan suara dalam satu file rekaman suara Odontoceti ... 26

16. Posisi perekaman suara Odontoceti ... 27

17. Periodogram PSD dari potongan suara 1 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 150 ms, threshold -100 dB/Hz .. 29

18. Periodogram PSD dari potongan suara 2 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 400 ms, threshold -100 dB/Hz ... 30

19. Periodogram PSD dari potongan suara 3 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 250 ms, threshold -100 dB/Hz .. 31

20. Periodogram PSD dari potongan suara 4 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 250 ms, threshold -100 dB/Hz .. 32

21. Periodogram PSD dari potongan suara 5 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 320 ms, threshold -100 dB/Hz .. 33

(10)

x

22. Periodogram PSD dari potongan suara 1 False Killer Whale, Short- finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 380 ms,

threshold -100 dB/Hz ... 35 23. Periodogram PSD dari potongan suara 2 False Killer Whale, Short-

finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 444 ms,

threshold -100 dB/Hz ... 36 24. Periodogram PSD dari potongan suara 3 False Killer Whale, Short-

finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 250 ms,

threshold -100 dB/Hz ... 37 25. Periodogram PSD dari potongan suara 4 False Killer Whale, Short-

finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 400 ms,

threshold -100 dB/Hz ... 38 26. Periodogram PSD dari potongan suara 5 False Killer Whale, Short-

finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 320 ms,

threshold -100 dB/Hz ... 39 27. Periodogram PSD dari potongan suara 6 False Killer Whale, Short-

finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 250 ms,

threshold -100 dB/Hz ... 40 28. Periodogram PSD potongan suara 1 asosiasi Short-finned Pilot

Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 173 ms, threshold

-100 dB/Hz ... 41 29. Periodogram PSD potongan suara 2 asosiasi Short-finned Pilot

Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 300 ms, threshold

-100 dB/Hz ... 42 30. Periodogram PSD potongan suara 3 asosiasi Short-finned Pilot

Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 230 ms, threshold

-100 dB/Hz ... 43 31. Periodogram PSD potongan suara 4 asosiasi Short-finned Pilot

Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 325 ms, threshold

-100 dB/Hz ... 44 32. Periodogram PSD potongan suara 5 asosiasi Short-finned Pilot

Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 150 ms, threshold

-100 dB/Hz ... 45 33. Periodogram PSD potongan suara 6 asosiasi Short-finned Pilot

Whale dan Bottlenose Dolphin, durasi pulsa 300 ms, threshold

-100 dB/Hz ... 46 34. Periodogram PSD potongan suara 1 dari file suara Pygmy Killer

Whale, durasi pulsa 1150 ms, threshold -100 dB/Hz ... 48 35. Periodogram PSD potongan suara 2 dari file suara Pygmy Killer

(11)

xi

36. Periodogram PSD potongan suara 3 dari file suara Pygmy Killer

Whale, durasi pulsa 240 ms, threshold -100 dB/Hz ... 50 37. Periodogram PSD potongan suara 4 dari file suara Pygmy Killer

Whale, durasi pulsa 515 ms, threshold -100 dB/Hz ... 51 38. Periodogram PSD potongan suara 5 dari file suara Pygmy Killer

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jalur-jalur pada daerah penelitian ... 57

2. Data hasil pengamatan cetacean di Laut Sawu tanggal 27-30 Desember 2006 ... 58

3. Peta distribusi Odontoceti di Perairan Laut Sawu, NTT ... 63

4. Sebaran nilai intensitas tertinggi per satuan waktu ... 64

5. Contoh program membuat periodogram PSD ... 65

6. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 2 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin ... 66

7. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 1 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin .... 68

8. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 2 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin .... 70

9. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 4 asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin .... 73

10. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 2 asosiasi Short- finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin ... 75

11. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 3 asosiasi Short- finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin ... 77

12. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 4 asosiasi Short- finned Pilot Whale dan Bottlenose Dolphin ... 79

13. Grafik nilai-FFT per 100 ms dari potongan suara 1 Pygmy Killer Whale ... 81

14. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 2 Pygmy Killer Whale ... 84

15. Grafik nilai-FFT per 50 ms dari potongan suara 5 Pygmy Killer Whale ... 86

16. List spesies ikan yang dapat memproduksi suara di Perairan New England ... 88

(13)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Laut Indonesia memiliki keanekaragaman jenis cetacean yang tinggi, terdapat sekitar 31 jenis paus dan lumba-lumba di perairan Indonesia dari total 86 jenis di dunia (Tomascik et al., 1997). Lumba-lumba merupakan salah satu mamalia laut yang dilindungi, sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Hewan ini juga dilindungi dunia dalam Apendix I Convention International in Trade Endangered Species (CITES), sebuah perjanjian internasional tentang pembatasan perdagangan satwa yang dilindungi.

Usaha konservasi terhadap mamalia laut membutuhkan data dan informasi yang akurat dan terkini, sayangnya belum banyak peneliti Indonesia yang melakukan penelitian mengenai mamalia laut ini. Penelitian mengenai mamalia laut di perairan Indonesia tersebut justru banyak dilakukan oleh peneliti asing. Departemen Kelautan dan Perikanan sendiri baru merintis penelitian tersebut melalui ‘Riset Inventarisasi Mamalia Air’ pada tahun 2003 lalu. Salah satu penelitian yang banyak sekali dilakukan oleh peneliti

cetacean dunia adalah mengenai kemampuan bio-sonar Odontoceti (paus bergigi) yang dapat mentransmisikan sinyal suara dan mendapatkan informasi mengenai lingkungan sekitar dari pantulan suara tersebut.

Lumba-lumba dan sebagian besar paus bergigi lain mengandalkan sistem sonar yang disebut ‘ekholokasi’ sebagai sensor utama mereka, karena akustik merupakan sarana yang paling efektif dan efisien untuk

berkomunikasi pada lingkungan perairan (www.instruct1.cit. cornell.edu). Ekholokasi adalah kemampuan binatang untuk mentransmisikan suara dan

(14)

mendeteksi pantulan dari suara tersebut setelah berbenturan dengan suatu objek (Simmonds et al., 2004). Mereka mentransmisikan sinyal akustik dari nasal cavity pada bagian kepala dan menerima pantulannya dari rahang bawah. Pantulan tersebut memungkinkan mereka untuk mengetahui bentuk, ukuran, tekstur, dan jarak dari objek. Hal ini sangat berguna sebagai alat navigasi, untuk mencari mangsa dan menghindar dari predator.

Suara dengan durasi, panjang gelombang, amplitudo, frekuensi, interval dan pola suara yang berbeda ditransmisikan untuk tujuan yang berbeda pula. Suara yang ditransmisikan oleh lumba-lumba dibagi menjadi tiga kategori; (1) click untuk ekholokasi, (2) burst sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3) whistle biasanya digunakan untuk komunikasi (Caldwell dan Caldwell, 1990).

Penelitian mengenai hal tersebut telah dilakukan sejak akhir tahun 1950 dan banyak dilakukan pada beberapa spesies Odontoceti yang hidup dalam penangkaran (captivity), namun belum dapat dipastikan bahwa sinyal yang ditransmisikan oleh Odontoceti yang hidup dalam penangkaran dapat mewakili sinyal yang ditransmisikan oleh Odontoceti liar yang hidup di laut lepas yang selalu menggunakan ekholokasi untuk navigasi dan berburu mangsa. Penelitian ini merupakan penelitian dasar untuk mengetahui

karakter suara dari beberapa spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakter suara dari beberapa spesies Odontoceti di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.

(15)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Odontoceti

Lumba-lumba, paus dan pesut merupakan mamalia laut yang

termasuk dalam ordo Cetacea, yang mempunyai dua sub-ordo yaitu Mysticeti dan Odontoceti. Paus baleen adalah anggota dari sub-ordo Mysticeti,

sedangkan paus bergigi (toothed whale) termasuk dalam sub-ordo Odontoceti (Jefferson et al., 1993). Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Cetacea Sub-ordo : Odontoceti Famili : Delphinidae Genus: Stenella

Spesies : Stenella longirostris

-

Gray, 1828 (Long-snouted spinner dolphin)

Stenella attenuata-Gray, 1846

(Pantropical spotted dolphin) Genus: Tursiops

Spesies: Tursiops truncatus-Montagu, 1821 (Bottlenose dolphin)

Genus: Globicephala

Spesies: Globicephala macrorhynchus-Gray,1846 (Short-finned pilot whale)

Genus: Feresa

Spesies: Feresa attenuata-Gray, 1875 (Pygmy killer whale)

Genus: Pseudorca

Spesies: Pseudorca crassidens-Owen, 1846 (False killer whale)

(16)

Stenella longirostris (Long-snouted spinner dolphin)

Lumba-lumba paruh panjang terkenal dengan tingkah lakunya yang meloncat tinggi ke udara sambil berputar sampai dengan 7 kali dalam sekali loncatan. Memiliki paruh yang panjang dan tubuh ramping dengan degradasi warna abu-abu gelap, abu-abu terang dan putih (Gambar 1). Panjang tubuh lumba-lumba paruh panjang dewasa antara 1,3-2,1 m dengan berat 45-75 kg, sedangkan bayi yang baru dilahirkan memiliki panjang tubuh 80 cm. Masa kehamilan adalah 11 bulan dan interval kelahiran anak adalah 2-3 tahun sekali. Makanan utamanya adalah ikan, cumi-cumi, dan udang. Memiliki distribusi yang sangat luas, mencakup seluruh perairan tropis dan sub-tropis di Samudera Atlantik, Pasifik dan Hindia.

Sumber: Jefferson et al., 1993

Gambar 1. Stenella longirostris (Long-snouted spinner dolphin)

Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin)

Lumba-lumba totol memiliki totol di sekujur tubuhnya, namun kadang sulit untuk diidentifikasi karena ukuran dan warnanya yang bervariasi

menurut lokasi geografis. Panjang total lumba-lumba totol dewasa berkisar 1,7-2,4 m dan panjang anak 80-90 cm (www.wdcs.org). Masa kehamilan 11,5 bulan dan bayi yang baru lahir belum memiliki totol. Totol muncul dan bertambah banyak seiring petambahan usia. Makanan mereka terdiri dari ikan, cumi-cumi dan kadang Crustacea. Lumba-lumba totol banyak ditemukan di perairan tropis Samudera Alantik, Pasifik dan Hindia.

(17)

Sumber: Jefferson et al., 1993

Gambar 2. Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin)

Tursiops truncatus (Bottlenose dolphin)

Lumba-lumba hidung botol merupakan spesies yang cukup terkenal karena sering ditangkap untuk dilatih dan dijadikan pertunjukan di aquarium, selain itu juga sering dijadikan objek penelitian di pusat penelitian mamalia laut. Ciri khas dari spesies ini adalah paruhnya yang pendek, serta dahinya yang bundar (Gambar 3). Panjang total lumba-lumba hidung botol dewasa berkisar 1,9-4 m, sedangkan panjang anak 85 cm–1,3 m.

Sumber: Jefferson et al., 1993

Gambar 3. Tursiops truncatus (Bottlenose dolphin)

Lumba-lumba betina melahirkan anak setiap 2-3 tahun sekali dengan masa kehamilan 12 bulan. Makanan utamanya ikan, udang, dan cumi-cumi. Spesies ini lebih sering ditemukan di dekat pantai di seluruh perairan tropis dan sub-tropis. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa spesies ini dapat mengagetkan mangsanya dengan mengeluarkan suara yang bising.

(18)

Globicephala macrorhynchus (Short-finned pilot whale)

Tubuh paus pemandu sirip pendek berwarna hitam pekat dengan ciri khas kepala yang membundar (Gambar 4). Jantan jauh lebih besar daripada betina panjang total jantan dewasa dapat mencapai 6,1 m, sedangkan

panjang maksimal betina hanya 4,9 m. Panjang anak 1,8 m, masa kehamilan 12-15 bulan dengan interval kelahiran anak 3-5 tahun sekali. Makanan utamanya adalah cumi-cumi, namun juga memangsa gurita, sotong dan ikan herring jika cumi-cumi tidak tersedia. Ditemukan di perairan tropis dan sub-tropis di seluruh dunia. Dapat bertahan baik di penangkaran dan mudah dilatih, serta menunjukkan kecerdasan yang sama dengan lumba-lumba hidung botol (www.acs-online.com). Spesies ini juga terkenal dengan perilaku mendamparkan diri secara masal (mass stranding), kejadian ini sering melibatkan ratusan paus pemandu sirip pendek.

Sumber: Jefferson et al., 1993

Gambar 4. Globicephala macrorhynchus (Short-finned pilot whale)

Feresa attenuata (Pygmy killer whale)

Paus pembunuh kerdil memiliki kepala yang membundar dan tidak memiliki paruh, warna tubuh hitam, bagian berwana putih terdapat di mulut dan perut (Gambar 5). Walaupun disebut paus, spesies ini memiliki panjang tubuh yang mirip dengan lumba-lumba yaitu berkisar 2,1-2,6 m, sedangkan panjang bayi yang baru lahir adalah 80 cm. Makanan meliputi cumi-cumi, gurita, ikan besar seperti tuna, anjing laut dan cetacea lain. Distribusi meliputi seluruh perairan dalam di wilayah tropis dan sub-tropis.

(19)

Menunjukkan sifat yang sangat agresif pada manusia dan paus lain ketika ditangkap dan dipelihara di pengkaran.

Sumber: Jefferson et al., 1993

Gambar 5. Feresa attenuata (Pygmy killer whale)

Pseudorca crassidens (False killer whale)

Paus pembunuh palsu sering disamakan dengan paus pembunuh kerdil karena bentuk tubuh yang mirip. Memiliki tubuh berwarna abu-abu gelap hingga hitam dengan kepala yang ramping dan paruh yang membundar (Gambar 6). Panjang total maksimal 5 m (betina) dan 6 m (jantan). Masa kehamilan adalah 15 bulan dan bayi yang baru lahir memilki panjang tubuh 1,6-1,9 m.

Sumber: Jefferson et al., 1993

Gambar 6. Pseudorca crassidens (False killer whale)

Spesies ini memangsa ikan dan cumi-cumi, kadang terlihat menyerang cetacea lain yang lebih kecil. Distribusi meliputi seluruh perairan dalam di wilayah tropis dan sub-tropis. Seperti paus pemandu, spesies ini juga sering terlibat peristiwa mendamparkan diri secara masal (mass stranding).

(20)

2.2. Penggunaan suara oleh lumba-lumba

Bioakustik adalah ilmu yang mempelajari suara yang diproduksi oleh binatang. Banyak sekali biota laut yang dapat memproduksi suara,

diantaranya beberapa spesies Crustacea, ikan dan mamalia laut. Akustik merupakan sarana yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan, karena kecepatan suara di air adalah 1500 m/s atau 4,5 kali lebih cepat daripada kecepatan suara di udara.

Odontoceti hidup di perairan dimana penglihatan bukan merupakan indera utama, hal ini disebabkan oleh penetrasi cahaya yang tidak mencapai kedalaman laut dalam. Pada kedalaman 200 meter penetrasi cahaya hampir hilang sama sekali. Karena itu, mereka mengandalkan suara sebagai indera utama untuk komunikasi dan untuk mengetahui kondisi lingkungan sekitar.

Beberapa spesies lumba-lumba hidup di perairan dengan visibilitas yang sangat rendah, seperti sungai dan estuari atau lautan yang kaya akan plankton. Spesies tersebut sangat mengandalkan suara sebagai indera utama mereka. Bahkan lumba-lumba yang hidup di Sungai Indus dan Gangga dapat dikatakan buta, karena lensa mata mereka kurang dapat bekerja. Namun lumba-lumba yang hidup di sungai tidak membutuhkan penglihatan untuk melakukan navigasi dan mencari makanan, karena mereka memiliki sistem sonar yang berkembang dengan sangat baik sehingga mereka dapat bertahan di perairan yang sangat keruh (www.nationalzoo.si.edu).

Menurut Caldwell dan Caldwell, 1990 suara lumba-lumba dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) click untuk ekholokasi, (2) burst sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3) whistle biasanya digunakan untuk komunikasi. Tabel 1 menunjukkan kisaran frekuensi yang dihasilkan oleh beberapa spesies cetacea dari Sub-ordo Odontoceti.

(21)

Tabel 1. Kisaran frekuensi suara pada beberapa Spesies Odontoceti. Spesies Jenis Suara Frekuensi (kHz) Kisaran Delphinus delphis

(Shortbeaked common dolphin)

Whistles Click 2-18 0,2-150 Grampus griseus (Risso’s dolphin) Whistles Click 1,9-23,7 65 Physeter macrocephalus (Sperm whale) 0,1-30 Kogia breviceps

(Pygmy sperm whale) Click 60-200

Orcinus orca (Killer whale) Whistles Click 1,5-18 0,1-35 Pseudorca crassidens

(False killer whale)

Whistles Click

1,87-18,1 95-130 Globichepala macrorhyncus

(Short-finned pilot whale) 0,5-20

Stenella coeruleoalba

(Striped dolphin) Whistles 1,1-24

Stenella longirostris

(Spinner dolphin) 1-65

Stenella attenuata

(Spotted dolphin) 3,1-21,4

Tursiops truncatus

(Bottlenose dolphin) Whistles Click 0,2-150 0,8-24

Sumber: Simmonds et al. (2004) 2.2.1. Ekholokasi

Ekholokasi adalah kemampuan dari suatu hewan yang dapat

menghasilkan suara berfrekuensi sedang atau tinggi dan menangkap pantulan suara tersebut setelah mengenai benda tertentu (Simmonds et al., 2004). Dari pantulan tersebut dapat diketahui bentuk, ukuran, tekstur dan jarak dari objek.

Ekholokasi menghasilkan informasi secara detil dan akurat mengenai lingkungan sekitar lumba-lumba dan memungkinkan mereka untuk

mendeteksi benda dengan jarak beberapa centimeter sampai puluhan meter. Mereka bahkan dapat membedakan komposisi benda yang tampak identik (Kamminga dan Van der Ree, 1976 in Simmonds et al., 2004). Ekholokasi

(22)

biasanya dihasilkan pada frekuensi tinggi. Semakin tinggi frekuensi yang dihasilkan, semakin tinggi pula resolusi dari click tersebut dan mampu mendeteksi obyek yang sangat kecil.

Frekuensi dari click lebih tinggi daripada frekuensi yang digunakan untuk komunikasi. Frekuensi dari click dapat mencapai 150 kHz dan

merupakan pulsa wideband yang pendek dengan durasi 40-70 µs (Au, 1993 in www.instruct1.cit.cornell.edu) dan dapat mencapai jarak 350 meter dalam air.

Walaupun kemampuan ekholokasi baru bisa dibuktikan dengan eksperimen pada beberapa spesies odontoceti, bukti anatomi (keberadaan melon, nasal sacs, dan struktur tengkorak yang unik) menunjukkan bahwa semua spesies odontoceti dapat melakukannya.

2.2.2. Komunikasi

Komunikasi adalah produksi dari stimulus atau sinyal yang diterima dari organisme lain sebagai respon. Lumba-lumba berkomunikasi dengan sesama spesies atau dengan spesies lain dengan berbagai cara, terutama dalam bentuk sinyal akustik.

Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh lumba-lumba, antara lain : 1. Komunikasi dengan lawan jenis;

2. Komunikasi dengan sesama jenis;

3. Komunikasi ibu dengan anak atau sebaliknya; 4. Komunikasi grup;

5. Pengenalan individual; 6. Menghindar dari bahaya.

Jenis suara yang biasa digunakan oleh lumba-lumba untuk

berkomunikasi adalah whistle. Frekuensi dari whistle yang digunakan untuk komunikasi biasanya tidak lebih dari 25 kHz dan dapat mencapai jarak 1-5 kilometer. Caldwell dan Caldwell (1990) menyebutkan bahwa durasi dari

(23)

whistle pada lumba-lumba hidung botol adalah 0,1-3,6 s dengan kisaran frekuensi dari 4-20 kHz.

Penelitian yang dilakukan oleh Caldwell dan Caldwell (1990) pada grup lumba-lumba hidung botol yang hidup dalam penangkaran menghasilkan hipotesis signature whistle. Hipotesis tersebut menyatakan bahwa setiap individu lumba-lumba dari grup tersebut dapat menghasilkan whistle yang memiliki karakter akustik yang sangat berbeda satu sama lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2004) pada suara aerial (permukaan) lumba-lumba hidung botol yang hidup di penangkaran,

menyebutkan bahwa pada tipe suara whistle memiliki frekuensi dominan pada 4565-5168 Hz dengan PSD maksimum pada 17,82-36,06 dB/Hz.

2.2.3. Pulsa suara burst

Lumba-lumba memproduksi tipe suara burst hanya pada saat mereka sedang mengalami tekanan emosi, seperti marah, ketakutan, atau frustasi (www.dolphins.org). Suara ini dapat diarahkan langsung menuju manusia, lumba-lumba lain atau suatu objek, seperti yang pernah dilakukan oleh seekor lumba-lumba yang merusak sebuah alat penelitian ketika

mentransmisikan pulsa suara burst secara intensif. Peneliti juga

menyebutkan bahwa tipe suara inilah yang digunakan lumba-lumba untuk melumpuhkan mangsanya.

Hartono (2004) menyebutkan bahwa tipe suara burst pada lumba-lumba hidung botol yang hidup di penangkaran memiliki frekuensi dominan pada 2498-2842 Hz dengan PSD maksimum pada 39,24-48,85 dB/Hz. 2.2.4. Produksi suara oleh lumba-lumba

Dahulu para peneliti percaya bahwa suara yang diproduksi oleh lumba-lumba berasal dari laring. Teori ini didukung karena lumba-lumba-lumba-lumba, seperti kebanyakan mamalia lain termasuk kelelawar yang juga ber-ekholokasi, mempunyai laring yang kompleks. Namun, studi anatomi lebih lanjut

(24)

mematahkan teori ini. Peneliti meletakkan hydrophone di sekitar kepala lumba-lumba ketika dia mentransmisikan sonar. Penelitian ini membuktikan bahwa sumber suara berasal dari nasal sacs yang terletak di belakang melon (www.instruct1.cit.cornell.edu).

Penelitian lain yang melibatkan dua peneliti dari dua bidang yang berbeda, yaitu biologi dan fisiologi, menyebutkan bahwa pulsa suara

diproduksi pada monkey lips (Gambar 7), yang terletak 2-3 cm di atas nasal sacs (Diamond, 1994). Mereka berhasil menciptakan simulasi proses produksi suara lumba-lumba pada program komputer, yang memperlihatkan

pergetaran pada monkey lips ketika udara melewatinya, ketika monkey lips bersentuhan, pulsa suara terbentuk. Setelah suara diproduksi, jaringan lemak yang terdapat di dahi (melon) berfungsi sebagai lensa yang

memfokuskan suara menjadi narrow beam yang langsung diproyeksikan ke air (Goodson, 1990).

Sumber: www.instruct1.cit.cornell.edu

Gambar 7. Produksi dan penerimaan suara pada lumba-lumba (tampak samping)

Ketika suara menyentuh suatu objek, sebagian energi dari gelombang suara dipantulkan kembali ke lumba-lumba. Tulang yang terletak di bagian bawah rahang menerima pantulan tersebut dan jaringan lemak di

(25)

belakangnya mentransmisikan pantulan tersebut ke telinga tengah kemudian ke otak (Gambar 7). Gigi lumba-lumba dan syaraf mandibular yang

terhubung dengan tulang rahang dapat mentransmisikan informasi tambahan ke otak lumba-lumba (Goodson, 1990).

Segera setelah pantulan diterima, lumba-lumba mentransmisikan sinyal yang baru. Waktu antar click dan pantulannya memungkinkan mereka untuk mengetahui jarak dengan objek, variasi kekuatan suara saat suara tersebut diterima di kedua sisi kepala lumba-lumba, memungkinkan mereka untuk mengetahui arah dari pantulan tersebut. Dengan mentransmisikan click secara bertutrut-turut dan menerima pantulannya, lumba-lumba dapat mendeteksi objek dan mengetahui keadaan sekitar.

2.2.5. Keunikan anatomi lumba-lumba

Lumba-lumba dan Spesies Odontoceti lainnya memililki struktur anatomi yang jauh berbeda dengan binatang lain, antara lain:

1. Volume otak yang relatif lebih besar, terutama pada temporal lobe. 2. Telinga bagian dalam yang sudah termodifikasi, dengan koklea yang

panjang.

3. Sistem nasal sacs yang rumit.

4. Timbunan lemak yang besar pada rahang bagian bawah dan di atas rahang (melon).

Lumba-lumba memiliki volume struktur pendengaran yang relatif lebih besar dibanding mamalia lain. Bagian korteks yang khusus untuk suara lebih besar pada lumba-lumba dibanding dengan manusia, sedangkan bagian yang khusus untuk penglihatan lebih kecil (Cousteau, 1999 in www.instruct1.cit. cornell. edu).

Syaraf pendengaran (syaraf kranial ke-8) adalah syaraf kranial terbesar pada lumba-lumba dan berkembang dengan baik. Ridgway (1990)

(26)

menyebutkan bahwa syaraf pendengaran pada cetacean memiliki tiga kali lebih banyak serabut syaraf dibanding manusia. Sperm Whale memiliki diameter serabut syaraf (pada syaraf kranial ke-8) yang lebih besar dibanding beberapa spesies cetacean lain, yaitu 9 µm. Bottlenose Dolphin memiliki diameter 7 µm dan Fin Whale 5 µm (Jacobs dan Jensen, 1964 in Ridgway, 1991).

Lumba-lumba memiliki volume otak yang besar, bahkan hampir sama dengan volume otak manusia. Perbandingan antara berat otak dan sumsum tulang belakang sering digunakan untuk memperkirakan kecerdasan pada mamalia. Tabel 2 menunjukkkan perbandingan antara berat otak dan sumsum tulang belakang antara manusia dan lumba-lumba spesies Tursiops truncatus serta beberapa hewan lain.

Tabel 2. Perbandingan berat otak dan spinal cord pada beberapa hewan, lumba-lumba dan manusia.

Hewan Rasio berat otak dan sumsum tulang belakang

Ikan < 1

Kuda 2.5 : 1

Kucing 5 : 1

Primata 8 :1

Lumba-lumba hidung botol 40 : 1

Manusia 50 : 1

Sumber: Bryden dan Harrison (1986) in www.instruct1. cit.cornell.edu. Telinga luar dari lumba-lumba adalah lubang kecil yang dikelilingi jaringan kulit (Hughes, 1999 in www.instruct1.cit.cornell.edu). Tingkah laku lumba-lumba yang selalu menyelam kemudian naik dan menyelam kembali tidak memungkinkan hewan ini untuk memiliki telinga luar seperti manusia. Lumba-lumba mendengar atau menangkap suara dengan menggunakan rahangnya (www.instruct1. cit.cornell.edu). Saat masker yang tidak bisa tembus suara diletakkan pada rahang lumba-lumba, hewan ini mengalami disorientasi.

(27)

2.3. Penggunaan suara oleh beberapa spesies ikan dan invertebrata Laut adalah lingkungan perairan yang sangat berisik. Suara bawah laut berasal dari berbagai macam sumber dari alam, yaitu proses fisik di perairan, seperti ombak, hujan, gempa bawah laut dan lain sebagainya. Suara juga bersumber dari kegiatan antropogenik, seperti kapal, sonar yang digunakan untuk kepentingan militer, survei seismik, kegiatan industri lepas pantai, dan berbagai penelitian akustik kelautan. Banyak spesies biota laut, seperti ikan, invertebrata benthik dan mamalia laut juga memproduksi suara untuk berbagai tujuan. Berikut ini adalah beberapa contoh biota laut, selain lumba-lumba dan paus yang juga dapat memproduksi suara.

2.3.1. Snapping shrimp (Alpheus heterochaelis)

Snapping shrimp adalah spesies Crustacea yang ditemukan di perairan tropis dan sub-tropis, dengan warna hijau lumut dan panjang hingga 5 cm. Ciri khas dari udang ini adalah salah satu capitnya yang jauh lebih besar dari capit lainnya dan bisa tumbuh hingga setengah dari panjang total tubuhnya. Spesies udang ini memproduksi suara yang keras untuk melumpuhkan

mangsanya, untuk menghidar dari predator dan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Suara diproduksi karena meletusnya gelembung udara yang terbentuk saat capit terbuka dan tertutup secara cepat. Peneliti juga menyebutkan bahwa pada saat suara diproduksi, cahaya juga terbentuk karena suhu dan tekanan yang tinggi di dalam gelembung udara

(www.dosits.org). 2.3.2. Ikan

Ikan memproduksi suara dengan mekanisme yang berbeda dan untuk tujuan yang berbeda pula. Suara tersebut diproduksi secara sengaja dan ditujukan untuk menghindari predator, untuk menarik perhatian pasangan atau sebagai respon dari rasa takut. Suara yang diproduksi secara sengaja ini

(28)

biasa disebut sebagai vokalisasi, dan telah diketahui bahwa banyak spesies ikan yang vokal. Suara lain diproduksi secara tidak sengaja, sepeti suara yang tebentuk saat kegiatan makan dan berenang.

Tiga cara utama dari mekanisme produksi suara pada ikan adalah dengan menggerakkan atau menggemertakkan bagian-bagian tubuh (stridulatory); dengan menggunakan sonic muscle yang terletak di dekat gelembung renang (drumming); dan dengan merubah arah dan kecepatan renang secara cepat (hidrodinamik).

Kisaran frekuensi stridulatory adalah antara 100 Hz hingga 8000 Hz, dengan frekuensi dominan pada 1000-4000 Hz. Sebagian besar suara yang diproduksi pada sonic muscle memiliki kisaran frekuensi antara 45-60 Hz (pada goliath grouper dan black drum) hingga 250-300 Hz (pada toadfish dan silver perch) (www.dosits.org). Suara hidrodinamik memiliki frekuensi yang sangat rendah dan tidak harmonis, mencapai kisaran suara subsonic. Suara tersebut hanya merupakan hasil sampingan dari kegiatan renang dan tidak memiliki informasi yang digunakan untuk komunikasi.

Wirawanto (2002) melakukan penelitian mengenai suara stridulatory pada tingkah laku makan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Ledakan sinyal suara stridulatory Ikan Kerapu Tikus terjadi pada band frekuensi yang sangat lebar hingga mencapai 2751 Hz.

Beberapa spesies dari famili Pomadasyidae memiliki gelembung renang yang berfungsi sebagai resonator untuk memperkuat suara stridulatory. Kuda laut (Hippocampus hudsonius) juga dapat memproduksi suara stridulatory. Suara diproduksi pada tulang pada tengkorak, yang menghasilkan suara snap dan click yang kemungkinan diperkuat oleh gelembung renang.

Beberapa spesies ikan dari famili Pomacentridae (damselfish) memiliki sifat teritorial dan menggunakan suara untuk mempertahankan teritori, termasuk sarang mereka (Popper dan Platt, 1993).

(29)

Rountree et al. (2001) menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat 51 spesies ikan yang dapat memproduksi suara di perairan New England (Lampiran 15). Beberapa famili ikan bahkan dapat memproduksi suara dengan intensitas yang kuat, diantaranya famili Gadidae, Ophidiidae, Batrachoididae, Dactyopteridae, Trigiidae, Carangidae, Haemulidae, dan Sciaenidae.

Sebagian besar spesies ikan dari famili Sciaenidae dapat memproduksi suara yang dihasilkan di bagian sonic muscle. Pada famili ini, suara biasanya dikaitkan dengan tingkah laku kawin dan peneliti sering menggunakan suara ini untuk mencari lokasi spawning dari Sciaenidae.

Penelitian skala laboratotium yang dilakukan oleh Connaughton (2007), menyebutkan bahwa Atlantic croaker (Micropogon undulatus) menggunakan suara pada dua tingkah laku berbeda, yaitu saat kawin dan sebagai respon dari rasa takut. Connaughton juga menyebutkan bahwa terdapat perbedaan rataan ulangan pulsa pada suara yang digunakan untuk dua tingkah laku yang berbeda tersebut.

(30)

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 bulan, mulai dari persiapan untuk ke lapangan sampai tahap penulisan. Pengambilan data di lapangan dilakukan di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur yang dilaksanakan pada tanggal 27-30 Desember 2005. Penelitian ini merupakan bagian dari riset

„Inventarisasi Mamalia Air‟ yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Balai Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Sumber: Peta dasar digital PRPT-BRKP (2006)

Gambar 8. Peta lokasi penelitian di Perairan Laut Sawu, NTT Penelitian ini menitikberatkan pada daerah perairan Laut Sawu bagian timur dan sekitarnya, antara lain bagian selatan Pulau Alor dan Pulau Pantar, Pulau Pura, Selat Pantar, Selat Ombai serta Pulau Timor bagian barat

(Gambar 8).

(31)

3.2. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Wahana penelitian

Wahana yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kapal Motor Elang Laut 30 GT yang merupakan kapal penangkap Ikan Cakalang dengan spesifikasi:

 Panjang : 26 meter

 Mesin : Mitsubishi 200 PK

 Kecepatan maksimum : 10 knot

Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 9. Kapal motor Elang Laut 2. Alat perekaman suara

a. Hydrophone CR-100 dan Amplifier dengan spesifikasi Hydrophone:  Kisaran frekuensi : 7 Hz to 100 kHz

 Kedalam maksimal : 400 meter  Frekuensi resonansi : >200 khz

 Sensitivitas : -179 dB ±5dB re 1V/uPa

 Arah rekaman : Omni-directional

(32)

Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 10. Hydrophone CR-100 dan Amplifier

b. Digital voice recorder Samsung Voice Yepp VY-H350 dengan spesifikasi:  Dimensi/Berat : 34 x 92 x 18 mm/69 gr

 Power : AAA/LR03 1.5V X 2EA

 Jumlah rekaman : 495 rekaman

 Media perekaman : Flash memory (64MB/128MB)  Kisaran frekuensi : 100 Hz – 4 kHz

Sumber: Dokumentasi pribadi Gambar 11. Digital voice recorder 3. Alat dan bahan untuk pengamatan spesies Odontoceti

 Teropong binokuler Tasco OS36 7x50, Zenith 7x50, dan Nikon 12x50;

 Global Positioning System (GPS) Garmin;  Jam atau stopwatch;

(33)

 Lembar pengamatan (data sheet) dan alat tulis;

 Buku Identifikasi Smithsonian Handbook of Whales, Dolphins, and Porpoises (Carwardine, 2002) dan FAO Species Identification Guide to Marine Mammals of the World (Jefferson et al., 1993);

 Peta batimetri Laut Sawu dan sekitarnya yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).

4. Program analisis data

 Program All Sound Recorder XP;

 Program Cool Edit Pro 2.0;  Program Wavelab 4.0;

 Program Matlab 7.1;

 Program ArcView GIS 3.2;  Program Microsoft Office 2003.

3.3. Pengambilan data

3.3.1. Pengamatan spesies Odontoceti

Metode yang dipakai dalam mengumpulkan data spesies lumba-lumba adalah pengambilan contoh jarak jauh (distance sampling) dengan transek zig-zag dan menggunakan metode pengamatan dengan satu kelompok pengamat (single observer/platform). Kapal bergerak sepanjang daerah pengamatan dengan kecepatan rata-rata 7-8 knot. Waktu dilakukannya pengamatan dimulai pada pagi hari pukul 07.00 WITA sampai sore hari pukul 18.00 WITA. Metode zig-zag bertujuan untuk memperoleh estimasi

kepadatan jenis lumba-lumba dan untuk menghindari glare (cahaya yang menyilaukan)dari sinar matahari.

Metode pengamatan yang digunakan adalah yang telah dimodifikasi, yaitu kelompok pengamat (terdiri atas 4 orang) yang mengamati

penampakan cetacean pada satu dek (platform). Posisi keempat pengamat (Gambar 12) dapat dijelaskan, antara lain posisi pertama berada di depan

(34)

pada daerah yang lebih tinggi (tengah-tengah haluan), menggunakan

teropong binokuler untuk mengamati daerah depan dengan batas pandangan 180°; posisi kedua dan ketiga berada di sebelah kiri dan kanan kapal, yaitu pada daerah yang lebih rendah dari posisi pertama (di belakang pengamat pertama), menggunakan teropong binokuler dengan cakupan pandangan masing-masing 90° ke kiri dan kanan; dan posisi keempat adalah pencatat data atau notulen yang mencatat data dari pengamat 1, 2, dan 3 dan berada di antara pengamat 2 dan 3, sehingga akan mengetahui bila ada pengamatan yang sama. Keempat pengamat berganti posisi setiap satu jam.

Gambar 12. Posisi Pengamat pada metode single observer/platform. Pada saat lumba-lumba terlihat, Ketika pengamat melihat cetacean, maka kapal diarahkan ke tempat terlihatnya cetacean tersebut. Setelah hampir mendekati tempat tersebut kecepatan kapal dikurangi dan berhenti pada jarak ±300 m dari cetacean tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu, karena mereka sangat peka terhadap suara dan mereka dapat pergi jika merasa terancam dengan suara mesin kapal. Kemudian data-data yang diperlukan dicatat, dan setelah semua data yang diperlukan sudah didapatkan maka kapal kembali ke jalur trek semula, sehingga rutenya tidak putus (Kahn, 2003).

Data yang diambil adalah tanggal dan waktu ketika lumba-lumba terlihat, posisi GPS, sudut lumba dengan kapal, jarak relatif lumba-lumba dari kapal dan arah renang lumba-lumba-lumba-lumba, spesies yang ditemukan,

(35)

jumlah, keberadaan anak beserta jumlahnya, keadaan laut saat pengamatan, asosiasi spesies, dan tingkah laku dari lumba-lumba (Lampiran 4). Jumlah Odontoceti yang dicatat adalah jumlah Odontoceti yang terlihat secara visual di permukaan.

3.3.2. Pengambilan sampel suara Odontoceti

Pengambilan sampel suara dilakukan dengan meletakkan hydrophone di bawah permukaan air dan direkam dengan menggunakan digital recorder yang sudah disambungkan ke amplifier dari hydrophone. Hydrophone diturunkan dengan bantuan galah pada kedalaman 2-3 meter dari

permukaan. Data yang di ambil untuk sampel suara adalah suara lumba-lumba, koordinat, lama perekaman, spesies dan tingkah laku lumba-lumba saat perekaman berlangsung.

Kondisi perairan yang sangat berombak dan juga kondisi cuaca yang tidak memungkinkan (hujan) menyebabkan proses perekaman tidak dapat dilakukan setiap ditemukannya Odontoceti. Selama kondisi perairan tidak mendukung, maka mesin kapal tidak memungkinkan untuk dimatikan, sehingga menghasilkan rekaman suara ber-noise.

3.4. Analisis Data

Hasil rekaman suara lumba-lumba dengan ekstensi „.VY4‟ harus diubah terlebih dahulu menjadi data dengan ekstensi „.wav‟ dengan direkam ulang menggunakan program All Sound Recorder XP. Karena noise yang terlalu banyak, file suara ini masih harus dilakukan hiss reduction dan noise

reduction dengan menggunakan program Cool Edit Pro 2.0. Setelah itu akan dianalisis dengan program Wavelab 4.0. Pada program ini dimunculkan grafik FFT (Fast Fourier Transform) dan setiap 50 ms data tersebut di-ekspor ke ASCII untuk diolah lebih lanjut di Microsoft Excell dan didapatkan grafik rata-rata FFT per 50 ms.

(36)

Gambar 13. Diagram alir analisis data suara Odontoceti. Ok Rekam ulang “All Sound Recorder XP” Data *.VY4 Hiss reduction Noise reduction “Cool Edit Pro 2.0”

FFT analysis per 50 ms “Wavelab 4.0”

Export to ASCII

Grafik nilai puncak FFT per 50 ms “Microsoft Excell” Ok Ok *.wav Ok Ok Ok An al is is u lan g Selesai Pemotongan data (Cropping) “Wavelab 4.0” PSD analysis ‘Matlab 7.1‟ Ok

(37)

3.4.1. Noise dan hiss reduction

Noise dan hiss reduction dilakukan untuk menghilangkan noise yang diakibatkan dari perairan dan propeler kapal. Berikut adalah urutan langkah dalam proses penghilangan noise pada program Cool Edit Pro 2.0:

1. Buka file suara yang akan dihilangkan noise-nya; File>Open>(pilih nama file,

2. Lakukan noise reduction; Effects>Noise reduction>Noise reduction, 3. Lakukan hiss reduction; Effects>Noise reduction>Hiss reduction.

(a)

(b)

(38)

3.4.2. Pemotongan data (Cropping)

Pemotongan data dilakukan untuk mengambil data yang terdapat suara lumba-lumbanya saja atau mengambil data yang kita inginkan dari suatu file. Proses ini dilakukan dengan menggunakan progran Wavelab 4.0. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pemotongan data:

1. Buka file yang akan dipotong datanya; File>Open>Wave, 2. Blok data yang diinginkan,

3. Pindahkan potongan tersebut ke file yang baru, kemudian save dengan nama baru.

Gambar 15. Satu potongan suara dari beberapa potongan suara dalam satu file rekaman suara Odontoceti.

(39)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hydrophone tidak diturunkan pada setiap ditemukannya Odontoceti karena kondisi perairan yang sangat berombak dan terjadinya hujan, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan proses perekaman suara (Gambar 16). Dari total sembilan kali perekaman suara dengan hydrophone, hanya empat file suara saja (dengan durasi total 10,5 menit) yang terekam suara odontoceti (Tabel 3).

Gambar 16. Posisi perekaman suara Odontoceti.

Setiap file suara terdiri dari beberapa potongan suara berdurasi 150-1150 ms dengan kisaran frekuensi puncak 2000-20000 Hz. Jarak antara satu potongan suara dengan potongan suara selanjutnya berkisar antara 1-53 detik. Setiap potongan suara dapat dideskripsikan seperti lengkingan atau siulan, jadi kemungkinan besar suara tersebut adalah jenis suara whistle yang digunakan untuk komunikasi.

(40)

Tabel 3. File suara dan keterangan Spesies Odontoceti.

No. file suara Nama Spesies Jumlah (ekor) Jarak dari kapal (m) Tingkah laku

1 C5 Spotted Dolphin

Spinner Dolphin 316 20 10 10 aerial, feeding, bowriding

2 C7 False Killer Whale

Short-finned Pilot Whale Spinner Dolphin 5 15 108 50 50 50 travelling 3 C8 Short-finned Pilot Whale

Bottlenose Dolphin 12 11 10 10 travelling

4 C12 Pygmy Killer Whale 10 20 travelling

4.1. Asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin

Terdapat enam potongan suara pada file suara ini. Pada saat hydrophone diturunkan terdapat 20 ekor Spotted Dolphin dan 316 ekor Spinner Dolphin yang terbagi dalam beberapa schooling. Kumpulan beberapa schooling tersebut terlihat melakukan beberapa tingkah laku yang berbeda, yaitu aerial, feeding, dan bowriding pada jarak 10 meter dari kapal.

4.1.1. Potongan suara 1

Potongan suara ini berdurasi 150 ms, dengan frekuensi puncak pada 3000 Hz dan 4000 Hz (Tabel 4). Kecepatan rambat suara di air adalah 1500 m/s, sehingga dapat dihitung panjang gelombang dari potongan suara tersebut dengan rumus λ = c/f, maka diketahui bahwa panjang

gelombangnya adalah 0,375-0,5 m.

Tabel 4. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 1. No. waktu ke- Paruh intensitas Nilai

tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 26 4000 0,375 2. 100 - 25 4000 0,375 3. 150 - 32 3000 0,500

Tabel 4 menunjukkan bahwa puncak frekuensi adalah pada 4000 Hz dan bergeser ke 3000 Hz pada 150 ms. Intensitas berkisar antara -25 dB dan –32 dB.

(41)

Gambar 17. Periodogram PSD dari potongan suara 1 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 150 ms, threshold -100 dB/Hz. Gambar 17 menunjukkan nilai Power Spectral Density (PSD) dari potongan suara 1 file suara asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin. Nilai puncak atau PSD maksimum berada pada -7 dB/Hz pada frekuensi 3100 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini dilihat pada -3 dB dari puncak dan memiliki bandwidth sebesar 280 Hz.

4.1.2. Potongan suara 2

Potongan suara ini berdurasi 400 ms. Puncak konstan pada 3000 Hz pada 300 ms pertama dan bergeser ke 2000 Hz pada 350 ms (Tabel 5). Tabel 5. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 2.

No. waktu ke- Paruh

Nilai intensitas tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 23/-42 3000/6000 0,250-0,500 2. 100 - 23 3000 0,500 3. 150 - 22 3000 0,500 4. 200 - 22 3000 0,500 5. 250 - 27 3000 0,500 6. 300 - 24 3000 0,500 7. 350 - 25 2000 0,750 8. 400 - 31 2000 0,750

Puncak frekuensi pada paruh waktu ke- 50 ms berada pada 3000 Hz, yang diikuti dengan puncak dengan intensitas yang lebih kecil (-42 dB) pada

(42)

6000 Hz (Lampiran 6). Intensitas rata-rata berkisar antara -22 dB dan -42 dB. Dari puncak frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang

gelombang berkisar antara 25-50 cm.

Gambar 18. Periodogram PSD dari potongan suara 2 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 400 ms, threshold -100 dB/Hz. Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -2,5 dB/Hz pada frekuensi 2411 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 280 Hz. Kemungkinan besar potongan suara ini bukan merupakan tipe suara click karena bandwidthnya yang melebar.

4.1.3. Potongan suara 3

Potongan suara ini berdurasi 250 ms, dengan frekuensi puncak pada 3000 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah 0,5 m. Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran puncak selama 250 ms tersebut, dengan intensitas rata-rata berkisar antara -24 dB dan -32 dB. Hal ini menunjukkan bahwa tipe suara dari potongan suara ini adalah burst (yang diproduksi pada saat lumba-lumba sedang mengalami tekanan emosional), karena memiliki frekuensi yang tetap untuk durasi yang lama.

(43)

Tabel 6. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 3. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 -25 3000 0,500 2. 100 -27 3000 0,500 3. 150 -24 3000 0,500 4. 200 -27 3000 0,500 5. 250 -32 3000 0,500

Nilai PSD maksimum berada pada -7 dB/Hz pada frekuensi 2240 Hz (Gambar 19) dengan bandwidth sebesar 290 Hz.

Gambar 19. Periodogram PSD dari potongan suara 3 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 250 ms, threshold -100 dB/Hz. 4.1.4. Potongan suara 4

Suara berdurasi 250 ms ini memiliki frekuensi puncak pada 2000 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah 0,75 m. Selama 250 ms puncak frekuensi konstan berada pada 2000 Hz (Tabel 7), hal ini menunjukkan bahwa tipe suara dari potongan suara ini adalah burst. Rata-rata intensitas berkisar antara -22 dB dan -32 dB.

(44)

Tabel 7. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 4. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 25 2000 0,750 2. 100 - 26 2000 0,750 3. 150 - 22 2000 0,750 4. 200 - 23 2000 0,750 5. 250 - 32 2000 0,750

Gambar 20 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -0,28 dB/Hz pada frekuensi 1720 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 230 Hz.

Gambar 20. Periodogram PSD dari potongan suara 4 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 250 ms, threshold -100 dB/Hz. 4.1.5. Potongan suara 5

Potongan suara ini berdurasi 320 ms, dengan frekuensi puncak pada 3000 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang

gelombangnya adalah 0,5 m. Puncak frekuensi konstan pada 3000 Hz dengan kisaran intensitas antara -23 dB dan -37 dB (Tabel 8). Sama seperti

potongan suara sebelumnya, kemungkinan besar potongan suara ini adalah tipe suara burst, dimana frekuensi tidak berubah untuk durasi yang lama.

(45)

Tabel 8. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 5. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 24 3000 0,500 2. 100 - 24 3000 0,500 3. 150 - 23 3000 0,500 4. 200 - 27 3000 0,500 5. 250 - 26 3000 0,500 6. 300 - 31 3000 0,500 7. 320 - 37 3000 0,500

Gambar 21 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -4,5 dB/Hz pada frekuensi 2584 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 265 Hz.

Gambar 21. Periodogram PSD dari potongan suara 5 asosiasi Spinner dan Spotted Dolphin, durasi pulsa 320 ms, threshold -100 dB/Hz. 4.2. Asosiasi False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan

Spinner Dolphin

Terdapat enam potongan suara pada file suara ini. Pada saat hydrophone diturunkan terdapat 5 ekor False Killer Whale, 15 ekor Short-finned Pilot Whale, dan 108 Spinner Dolphin dengan tingkah laku travelling pada jarak 50 meter dari kapal. Pembedaan suara untuk menentukan dari spesies yang mana (dari ketiga sesies yang berasosiasi tersebut) suara bersumber tidak dapat dilakukan.

(46)

4.2.1. Potongan suara 1

Potongan suara ini berdurasi 380 ms dengan puncak frekuensi

berubah-ubah pada 2000-4000 Hz. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada 50 ms pertama puncak frekuensi terdapat pada 2000 Hz dan diikuti dengan puncak yang lebih kecil pada 4000 Hz. Perbanyakan puncak terjadi pada 250 ms. Pada paruh waktu ini terdapat lima puncak, yaitu pada 3000 Hz, 6000 Hz, 10000 Hz, 12000 Hz dan 20000 Hz (Lampiran 7). Pada 350 ms, puncak utama pada 4000 Hz diikuti dengan dua puncak dengan intensitas yang lebih kecil pada 12000 Hz dan 15000 Hz.

Tabel 9. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 1. No. waktu ke- Paruh intensitas Nilai

tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 -22/-27 2000/4000 0,375-0,750 2. 100 - 27 3000 0,500 3. 150 - 21 3000 0,500 4. 200 - 17 3000 0,500 5. 250 -24 / -39 3000 - 20000 0,075-0,500 6. 300 - 22 4000 0,375 7. 350 -21/-49/-50 4000/12000/15000 0,100-0,375 8. 380 - 29 4000 0,375

Dilihat dari durasi serta frekuensi yang berirama (berubah-ubah), suara ini lebih mendekati tipe suara whistle. Thomas dan Turl (1990)

menyebutkan bahwa durasi dari click yang diproduksi oleh False Killer Whale adalah 50-70 µs, dengan frekuensi puncak berkisar antara 105-110 kHz. Gambar 22 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada 1 dB/Hz pada frekuensi 2755 Hz. Periodogram di bawah yang menunjukkan banyaknya puncak pada frekuensi yang berbeda-beda memperkuat

(47)

Gambar 22. Periodogram PSD dari potongan suara 1 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 380 ms, threshold -100 dB/Hz.

4.2.2. Potongan suara 2

Potongan suara ini berdurasi 444 ms dengan puncak frekuensi yang berubah-ubah pada kisaran 2000-4000 Hz (Tabel 10).

Tabel 10. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 2. No. waktu ke- Paruh intensitas Nilai

tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 20 2000 0,500 2. 100 - 19 3000 0,500 3. 150 - 22/-48/-49 3000/15000/18000 0,083-0,500 4. 200 - 27/-45 4000/15000 0,100-0,375 5. 250 - 21/-46 4000/12000 0,125-0,375 6. 300 - 21 4000 0,375 7. 350 - 20 4000 0,375 8. 400 - 29 3000 0,500 9. 444 - 27 2000 0,750

Pada 150 – 250 ms, puncak utama diikuti dengan puncak dengan intensitas yang jauh lebih kecil pada 12000-18000 Hz (Lampiran 8). Intensitas rata-rata berkisar antara -19 dB dan -49 dB. Puncak frekuensi yang berubah-ubah mencirikan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle.

(48)

Gambar 23. Periodogram PSD dari potongan suara 2 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 444 ms, threshold -100 dB/Hz.

Gambar 23 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -4,5 dB/Hz pada frekuensi 2756 Hz. Periodogram di atas memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle.

4.2.3. Potongan suara 3

Potongan suara ini berdurasi 250 ms, dengan frekuensi puncak pada 3000 Hz dan 4000 Hz (Tabel 11). Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah 0,375 m – 0,5 m.

Tabel 11. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 3. No. waktu ke- Paruh intensitas Nilai

tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 19 3000 0,500 2. 100 - 25 3000 0,500 3. 150 - 20 3000 0,500 4. 200 - 28 4000 0,375 5. 250 - 26 4000 0,375

Frekuensi puncak berada pada 3000 Hz pada 150 ms pertama dan bergeser ke 4000 Hz pada 100 ms terakhir (Tabel 11). Rata-rata intensitas berkisar pada -19 dan -28 dB.

(49)

Gambar 24. Periodogram PSD dari potongan suara 3 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 250 ms, threshold -100 dB/Hz.

Gambar 24 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -3 dB/Hz pada frekuensi 2240 Hz. Periodogram di atas memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle.

4.2.4. Potongan suara 4

Potongan suara dengan durasi 400 ms ini memiliki puncak frekuensi 2000 Hz pada 50 ms pertama, selanjutnya bergeser ke 3000 Hz dan bergeser lagi ke 4000 Hz pada 250 ms (Tabel 12).

Tabel 12. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 4. No. waktu ke- Paruh intensitas Nilai

tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 29 2000 0,750 2. 100 - 22 3000 0,500 3. 150 - 23 3000 0,500 4. 200 - 20 3000 0,500 5. 250 - 19 4000 0,375 6. 300 - 21 4000 0,375 7. 350 - 24/-43 4000/12000 0,125-0,375 8. 400 - 26 4000 0,375

(50)

Pada 350 ms, puncak utama pada 4000 Hz diikuti dengan puncak dengan intensitas yang lebih kecil pada 12000 Hz (Lampiran 9). Dari

frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa potongan suara ini memiliki panjang gelombang yang berkisar antara 0,125-0,750 m. Kisaran intensitas adalah antara -19 dB dan -43 dB.

Gambar 25. Periodogram PSD dari potongan suara 4 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 400 ms, threshold -100 dB/Hz.

Gambar 25 menunjukkan bahwa puncak PSD dari potongan suara ini melebar dan nilai maksimum berada pada -2 dB/Hz pada frekuensi 2928 Hz. Periodogram di atas memperkuat kemungkinan bahwa potongan suara ini adalah tipe suara whistle.

4.2.5. Potongan suara 5

Potongan suara berdurasi 320 ms ini memiliki frekuensi puncak pada 2000 Hz dan 3000 Hz. Dari frekuensi tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah 0,5-0,75 m.

Tabel 13 menunjukkan bahwa puncak frekuensi berada pada 3000 Hz pada 150 ms pertama, kemudian bergeser ke 2000 Hz. Intensitas rata-rata berkisar antara -23 dB dan -30 dB.

(51)

Tabel 13. Puncak nilai-FFT per 50 ms pada potongan suara 5. No. Paruh waktu ke- Nilai intensitas tertinggi (dB) Frekuensi pada puncak tertinggi (Hz) Panjang gelombang (m) 1. 50 - 24 3000 0,500 2. 100 - 23 3000 0,500 3. 150 - 27 3000 0,500 4. 200 - 24 2000 0,750 5. 250 - 23 2000 0,750 6. 300 - 26 2000 0,750 7. 320 - 30 2000 0,750

Gambar 26 menunjukkan bahwa nilai PSD maksimum berada pada -3 dB/Hz pada frekuensi 1900 Hz. Bandwidth dari sinyal suara ini adalah 220 Hz.

Gambar 26. Periodogram PSD dari potongan suara 5 False Killer Whale, Short-finned Pilot Whale, dan Spinner Dolphin, durasi pulsa 320 ms, threshold -100 dB/Hz.

4.2.6. Potongan suara 6

Potongan suara ini berdurasi 250 ms, dengan frekuensi puncak pada 3000 Hz dan 4000 Hz. Dari frekuensi tersebut diketahui bahwa panjang gelombangnya adalah 0,375-0,5 m.

Puncak frekuensi berada pada 4000 Hz selama 250 ms suara, kecuali pada 100 ms, dimana puncak berada pada 3000 Hz (Tabel 14). Intensitas rata-rata berkisar pada -20 dan -29 dB.

Gambar

Gambar 6.  Pseudorca crassidens (False killer whale)
Gambar 7.  Produksi dan penerimaan suara pada lumba-lumba    (tampak samping)
Gambar 8.  Peta lokasi penelitian di Perairan Laut Sawu, NTT
Gambar 9. Kapal motor Elang Laut
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan penelitian (1) meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran creative problem solving dengan media visual dan (2)

Terima kash bapak ketua, pimpinan anggota pansus RUU KKR para anggota DPr RI dan hadirin yang kami hormati. Salam sejahtera untuk kita semua. Pertama-tama ijinkan saya

Penelitian yang berjudul Prinsip Kesantunan Berdasarkan Status Sosial dan Keakraban dalam “Crita Cekak” pada Majalah Panjebar Semangat ini bertujuan mendeskripsikan

Melalui hasil pengamatan yang dilakukan untuk melihat suhu dan waktu dari pengujian mesin pengolah sampah plastik HDPE menggunakan proses pirolisis tersebut, ditentukan

Target Pengabdian masyarakat adalah peningkatan kompetensi SDM petugas Puskesmas yang telah bekerja sebagai petugas laboratorium satelit mikroskopis TB sejumlah total 11

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan

Judul tugas akhir : Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda dalam Mengatasi Masalah Ekonomi Keluarga (Studi Kasus di Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi

Pada kasus ini permasalahan mendasar adalah Penggugat I dan Penggugat II merasa keberatan dengan adanya proses jual beli yang dilakukan oleh Tergugat I, karena