• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF TENTANG PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN DAERAH DI DINAS TENAGA KERJA, TRANSMIGRASI DAN KEPENDUDUKAN PROVINSI JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF TENTANG PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN DAERAH DI DINAS TENAGA KERJA, TRANSMIGRASI DAN KEPENDUDUKAN PROVINSI JAWA TIMUR."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI JAWA TIMUR.

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan Oleh :

Dika Rizky Widianto 0413010408/FE/AK

KEPADA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

ini, yang berjudul “Studi Deskriptif Tentang Proses Penyusunan Anggaran

Daerah Di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur”. Adapun salah satu tujuan penyusunan skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nosional ”Veteran” Jawa

Timur.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan

dengan baik tanpa adanya bimbingan, petunjuk, dan saran dari berbagai pihak

yang menurut peneliti kesemuanya itu tidak dapat diukur dengan materi. Pada

kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

sebesar besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P, selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nosional ”Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Dr. Sri Trisnaningsih, MSi, Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Dr. Indrawati Yuhertiana, MM. Ak, selaku Dosen Pembimbing Utama yang

(3)

6. Bapak Mukadi, SH, M.Hum. Kepala Sub Bagian Penyusunan Program Dinas

Tenaga Kerja, Trasnmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur.

7. Bapak Mustofa, Staf Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Tenaga Kerja,

Trasnmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur yang telah membantu

dalam penyediaan data-data yang dibutuhkan peneliti untuk proses penelitian.

8. Karyawan dan staf Dinas Tenaga Kerja, Trasnmigrasi dan Kependudukan

Provinsi Jawa Timur yang telah membantu penulis hingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

9. Bapak, Ibu dan Adikku yang telah memberikan banyak dorongan, semangat

serta doa restu, baik secara moril maupun materiil.

Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam

penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan

saran bagi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis semoga skripsi

ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Surabaya, Maret 2010

(4)

ABSTRAK ...viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terhahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Anggaran Daerah ... 12

2.2.1.1. Pengertian Anggaran Daerah ... 12

2.2.1.2. Konsep Anggaran Daerah ... 13

2.2.1.3. Fungsi Dan Pentingnya Anggaran Daerah... 14

2.2.1.4. Prinsip Anggaran Daerah ... 18

(5)

2.2.2.2. Perkembangan Sistem Anggaran ... 22

2.2.3. Perencanaan Anggaran ... 26

2.2.3.1. Pengertian Perencanaan Anggaran ... 26

2.2.3.2. Perencanaan Nara Sumber Dan Peserta Musrembang ... 27

2.2.3.3. Pengganggaran ... 28

2.2.3.4. Pendekatan Bottom-Up ... 30

2.2.3.5. Pendekatan Top-Down ... 30

2.2.4. Sentralisasi Dan Desentralisasi ... 31

2.2.4.1. Pengertian ... 31

2.2.5. Peran Pemerintah Daerah Dalam Penganggaran ... 31

2.2.6. Peran Masyarakat Dalam Penyusunan Anggaran ... 32

2.2.6.1. Pengertian Partisipasi ... 32

2.2.6.2. Musrenbang ... 32

2.2.6.3. Pengertian ... 33

(6)

2.2.7.2. Tahapan Penyusunan Rancangan APBD ... 36

2.2.7.3. Kebijakan Umum Anggaran ... 37

2.2.7.4. Kriteria Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran ... 38

2.2.7.5. Mekanisme Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran ... 39

2.2.8. Strategi Dan Prioritas APBD ... 40

2.2.8.1. Kriteria Rumusan Strategi Dan Prioritas APBD ... 43

2.2.8.2. Mekanisme Perumusan Strategi Dan Prioritas APBD ... 44

2.2.9. Akuntansi Anggaran ... 45

2.2.9.1. Pengertian Akuntansi Anggaran ... 45

2.2.9.2. Penyusunan Akuntansi Anggaran ... 45

2.2.10. Tranparansi Publik ... 46

2.2.11. Akuntabilitas Publik ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 48

(7)

3.5. Sumber Data dan Jenis Data………50

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.7. Analisis Data ... 54

3.8. Keabsahan Data………....55

BAB IV DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur………57

4.2. Arah Kebijakan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur 2009-2014……….58

4.3. Tugas dan Fungsi Pokok Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur………60

BAB V HASIL PEMBAHASAN 5.1. Penganggaran Daerah di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur………73

5.2. Partisipasi dalam penyusunan Anggaran……….80

(8)

6.1.2. Partisipasi dalam penyusunan Anggaran……….92

6.1.3. Prilaku Aparatur dalam penyusunan Anggaran………..93

6.2. Saran………..94

(9)

Dika Rizky w.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penyusunan anggaran daerah atau APBD terkait dengan penerapan pengelolaan keuangan daerah oleh Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan kependudukan Provinsi Jawa Timur.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologi. Informan ditentukan dengan teknik snow ball, yaitu penggalian data melalui wawancara mendalam dari satu responden ke responden lainya dan seterusnya sampai peneliti tidak menemukan informasi baru lagi, jenuh. Analisis data mengunakan metode miles dan hubeman yaitu: data reduction, data display dan conclusiv drawing. Fokus yang diteliti dalam penelitian ini adalah proses penyusunan anggaran daerah atau APBD di Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur mulai dari mekanisme perencanaan sampai pada proses penganggaran.

Hasil dari penelitian ini adalah Mekanisme perencanaan dan penganggaran Disnakertransduk terbentuk dari suatu kebijakan yang sudah terencana dan terorganisir (Arah Kebijakan) yang berasal dari usulan-usulan APBD tahun lalu yang diangkat dan diterapkan dalam APBD tahun berikutnya yang kemudian dijabarkan sesuai program prioritas sementara dan tupoksi masing-masing SKPD di dalam rencana strategi (RENSTRA) dengan mengilhami persamaan persepsi rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) agar sejalan dengan visi misi pembangunan provinsi jawa timur. Selain itu Disnakertransduk bukan hanya sebagai Koordinator, Regulator dan Fasilitator bagi SKPD kabupaten/kota atau Pemerintah Tingkat II tetapi di dalam penerapannya di lapangan terkadang Disnakertransduk juga selain berkerjasama dengan SKPD kabupaten/Pemerintah tingkat II juga kerap bersentuhan langsung dengan lapisan masyarakat dalam pelaksanaan teknisnya.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahirnya Undang-Undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Daerah, dan aturan pelaksanaannya, khususnya PP No.

105 Tahun 2005 tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban Keuangan

Daerah maka terhitung sejak tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan

di dalam manajemen keuangan daerah. Adanya otonomi daerah ini, daerah

diberikan kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri

dengan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Otonomi daerah

merupakan sebuah bukti konkret arus tersebut yang telah merubah pola

pemerintahan dan kekuasaan yang semula terpusat, berubah menyebar ke

berbagai daerah. Hal tersebut menjadi sangat penting dalam kegiatan

pembangunan daerah, yang lebih menekankan pada kemampuan dan

kemandirian. Struktur organisasi pemerintahan daerah, dalam rangka otonomi

daerah, diberi keleluasaan berubah dan menyesuaikan dengan setiap

perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pemerintah daerah mempunyai

hak dan kewajiban yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang

berkembang di daerah, tentunya semua kegiatan yang dilakukan oleh

(11)

transparan, baik kepada masyarakat di daerah maupun kepada pemerintah

pusat.

Pelaksanaan otonomi daerah yang baik harus didukung oleh semua

pihak yang terkait, baik sumber dana (anggaran), sumber daya alam. Sumber

daya tersebut kemudian harus dikelola secara maksimal agar dapat

menghasilkan sumber dana untuk daerah tersebut. Pengelolaan sumber daya

alam yang maksimal harus didukung oleh sumber daya manusia (stakeholder)

yang ada di daerah. Baik dari elemen masyarakat maupun dari aparatur

pemerintah daerah. Pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah di

era otonomi daerah ini, ditandai dengan perubahan yang sangat mendasar,

sistem penganggaran terjadi karena besarnya tuntutan masyarakat terhadap

transparansi dan akuntabilitas terhadap penyelenggaraan jalannya

pemerintahan. Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari

traditional butget ke performance butget (Yuwono, Sony dkk, 2005: 63).

Perubahan paradigma anggaran daerah dilakukan untuk

menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan 

dan pengharapan masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan keuangan

daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif.

Penganggaran merupakan suatu proses yang sangat rumit pada

organisasi sektor publik, termasuk di antaranya pemerintah daerah. Anggaran

sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana

publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik

(12)

penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivita dalam

satuan moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena

anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat

menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Anggaran merupakan

managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.

Menghasilkan anggaran daerah (APBD) yang efisien dan efektif,

dibutuhkan partisipasi dari masyarakat, karena dari informasi masyarakatlah

pemerintah daerah dapat mengetahui aspirasi dan kebutuhan dari masyarakat

sendiri. Pemerintah daerah hanya sebagai penyelenggara dalam perencanaan

dan implementasi anggaran daerah.

Otonomi daerah memiliki implikasi terhadap penyelenggaraan

pemerintah yang harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang

tumbuh dalam masyarakat. Perubahan paradigma ini membawa konsekuensi

bagi pemerintah. Diantara perubahan yang harus dilakukan adalah

pendekatan dalam penganggaran (Yuwono, Sony, dkk, 2005: 58). Dalam

pengelolaan keuangan daerah juga harus mengikuti prinsip transparansi,

akuntabilitas, dan value for money. Peran penting anggaran dalam organisasi

sektor publik berasal dari kegunaannya dalam menentukan estimasi

pendapatan atau jumlah tagihan atas jasa yang diberikan. Anggaran adalah

sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk

mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam

(13)

mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah

organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan

memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi seringkali

terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki.

Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran

dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi

pemerintah yang sesuai dengan program tersebut, serta penentuan indikator

kinerja yang digunakan sebagai tolak ukur dalam pencapaian tujuan progam

yang telah ditetapkan.

Sebagai pendekatan yang baru dalam anggaran sektor publik,

pendekatan kinerja disampaikan oleh Bastian, Indra (2002: 14) merupakan

teknik penyusunan anggaran berdasarkan pertimbangan beban kerja dan

biaya unit dari setiap kegiatan terstruktur. Pengertian terstruktur, diawali

dengan pencapaian tujuan, program, dan didasari pemikiran bahwa

penganggaran digunakan sebagai alat manajemen. Oleh karena itu anggaran

dianggap sebagai pencerminan program kerja.

Perilaku para aparatur memang sangat menentukan keberhasilan

pencapaian tujuan pemerintah. Anggaran mempunyai dampak yang besar

terhadap perilaku manusia. Anggaran memberikan informasi kepada manusia

mengenai apa yang diharapkan dan kapan harus dilaksanakan. Anggaran

memberikan batasan mengenai apa yang boleh dibeli dan seberapa banyak

yang boleh dibeli. Anggaran membatasi ruang gerak manusia (Kusuma,

(14)

Penyusunan anggaran adalah suatu tugas yang bersifat teknis. Kata-kata

seperti keuangan, angka, estimasi muncul ketika seseorang berpikir mengenai

anggaran. Tetapi, dibalik seluruh citra teknis yang berkaitan dengan

anggaran, terdapat manusia. Manusialah yang menyusun anggaran dan

manusia jugalah yang harus hidup dengan anggaran tersebut (Ikhsan dan

Ishak, 2005: 159). Tidaklah mengherankan kalau setiap penyusunan

anggaran, faktor keperilakuan harus dicermati dan dipertimbangkan agar

tujuan anggaran tercapai.

Masih rendahnya kemampuan Pemahaman dan motivasi kerja para

aparatur daerah merupakan kendala yang sampai saat ini belum terpecahkan.

Latar belakang pendidikan para aparatur yang menangani anggaran dan

pembukuan belum cukup memuaskan karena sebagian besar masih

merupakan lulusan SLTA, ataupun mungkin juga sarjana namun bukan

secara khusus mengkaji akuntansi. Padahal inovasi dan upaya strategis untuk

meningkatkan daya tawar informasi akuntansi memerlukan latar belakang

pendidikan yang cukup dan professional.

Selain hal itu banyaknya kendala-kendala yang terjadi dalam

pelaksanaan anggaran seperti misalnya : keterlambatan penyusunan

anggaran, kurang optimalnya masalah penyerapan dana dan ketepatan arah

sasaran dari tujuan anggaran tersebut apa sudah tercapai dengan benar sesuai

skala prioritas yang ada terkait keterbatasan dana yang tersedia.

Dengan mengacu kepada uraian di atas, peneliti memandang

(15)

dengan adanya interaksi sosial antara berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk

mengeksplorasi pemahaman atas fenomena penganggaran dengan berfokus

tentang bagaimana proses penyusunan anggaran pemerintah daerah

khususnya yang berkaitan dengan mekanisme penyusunan anggaran dan

penerapannya di lapangan serta tingkat pemahaman dan perilaku aparatur

terkait proses penyusunan anggaran daerah tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terjadi di dalam organisasi

pemerintahan yang telah diuraikan pada sub bab diatas, maka berikut ini

dibuat suatu perumusan masalah yang dapat dituangkan dalam pertanyaan :

1. Bagaimana proses perencanaan dan penyusunan anggaran daerah di

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa

Timur?

2. Sejauhmana tingkat pemahaman para aparatur dalam proses

penyusunan anggaran daerah di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi

dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara khusus penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

Mengetahui secara mendalam proses penyusunan anggaran daerah di Dinas

(16)

sejauhmana tingkat pemahaman para aparatur dalam proses penyusunan

anggaran daerah tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan Latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian

tersebut, maka manfaat penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. Bagi Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa

Timur.

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam

rangka penyempurnaan proses penyusunan anggaran daerah untuk

tahun-tahun berikutnya.

2. Bagi Peneliti

Sebagai masukan bagi peneliti sendiri dalam memperoleh pengalaman

yang nyata, sehingga dapat membandingkan teori yang telah diperoleh

selama kuliah dengan keadaan yang terjadi sebenarnya.

3. Bagi Pembaca

Dari hasil penelitian ini semoga dapat digunakan oleh pembaca sebagai

bahan pertimbangan untuk menindak lanjuti penelitian selanjutnya yang

serupa dan sebagai referensi bagi penelitian yang lain dimasa yang akan

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu 1. Sri Rahayu (2007)

“Studi Fenomenologis Terhadap Proses Penyusunan Anggaran

Daerah . Bukti Empiris Dari Satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Di

Provinsi Jambi”.

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana proses penyusunan anggaran daerah di Provinsi Jambi?

2. Sejauhmana peran masyarakat terhadap proses penyusunan

anggaran?

Hasil :

Forum SKPD dan Musrenbang, yang dilaksanakan belum

maksimal. Dalam diskusi kelompok bidang, setiap SKPD hanya diberikan

waktu yang sangat singkat untuk memaparkan dan mendiskusikan Renja

SKPD yang telah disusun. Fokus perhatian para peserta juga lebih

dominan kepada program/kegiatan yang bersifat pembangunan fisik,

sementara pembangunan non fisik tidak terlalu banyak dibahas

Dengan penerapan desentralisasi, pemerintah daerah memang

seharusnya lebih terbuka untuk akses seluruh informasi pemerintahan

termasuk informasi mengenai APBD. Namun dalam penerapannya di

(18)

APBD. Perilaku birokrasi yang tertutup dan kaku masih banyak

diterapkan. Keterbukaan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah

belum berjalan. Seperti yang diungkapkan oleh Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa di daerah-daerah, aparat

masih memegang paradigma bahwa dokumen APBD merupakan rahasia

negara dan tidak semua orang bisa mengakses informasinya.

2. Gita Rosita Simamora (2008)

“Studi Proses Penyusunan Anggaran Pada TAPD (Tim Anggaran

Pemerintah Daerah) Pemerintah Kota Surabaya”.

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana penganggaran daerah di Pemerintah Kota Surabaya?

2. Bagaimana proses perencanaan anggaran daerah pada sisi

TAPD?

Hasil :

Proses perencanaan anggaran belum berjalan dengan lancar

terkait dengan sumber daya manusianya sendiri dan ada pelaksanaan

perencanaan anggaran yang dalam kenyataannya terlaksana proses

perencanaan anggaran yang mengarah pada pelaksanaan anggaran dari

bawah ke atas atau bottom-up budgeting. Sedangkan dalam penerapan

perencanaan anggaran lebih mengarah pada pelaksanaan anggaran dari

atas ke bawah, dimana perencanaan didominasi oleh Pemerintah atasan

(19)

ditingkatkan bukan hanya pada pengajuan usulan program/kegiatan saja

dan Pemerintah Daerah harus membuka akses informasi bagi masyarakat

untuk mengetahui tentang anggaran daerah yang disusun.

Kurangnya kesiapan SKPD dalam usulan proyek/kegiatan

dalam menentukan anggarannya, sehingga mengalami keterlambatan bagi

TAPD dalam menyusun anggaran untuk tahun berikutnya. Dominasi

pembangunan fisik dan alokasi dana anggaran lebih banyak dinikmati

oleh kalangan birokrasi, menunjukkan bahwa focus dan alokasi dana

pembangunan belum mengarah pada masyarakat. Partisipasi masyarakat

harus terus ditingkatkan bukan hanya pada pengajuan usulan

program/kegiatan saja. Pemerintah harus membuka akses informasi

kepada masyarakat untuk mengetahui tentang anggaran daerah yang

disusun.

Bagi aparatur, kesiapan juga harus menjadi suatu prioritas utama

dalam penyusunan angaran. Tanpa didukung adanya kesiapan akan

menimbulkan kesulitan dalam penyusunan anggaran. Akibat kurangnya

tenaga ahli di bidangnya, untuk membantu Pemerintah Daerah dalam

memberikan adanya pelatihan-pelatihan, sehingga tujuan Pemerintah

untuk meningkatkan pembangunan daerah dan mensejahterakan

(20)

3. Agil Rustiawan (2009)

“ Studi Deskriptif Tentang Proses Penyusunan Anggaran Daerah

di Pemerintah Kota Surabaya”

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana proses penyusunan anggaran daerah di Pemerintah

KotaSurabaya ?

2. Bagaimana keterlibatan aparatur dalam proses penyusunan anggaran?

3.Sejauhmana peran masyarakat terhadap proses penyusunan anggaran?

Hasil :

Dalam proses penyusunan anggaran belum berjalan dengan lancar

terkait dengan sumber daya manusianya sendiri. Perubahan paradigma

belum banyak terjadi yaitu kurangnya kesiapan SKPD dalam usulan

proyek/kegiatan dalam menentukan anggarannya, sehingga membuat

TAPD kelabakan dalam menyusun anggaran untuk tahun berikutnya.

Dominasi pembangunan fisik dan alokasi dana anggaran lebih banyak

dinikmati oleh kalangan birokrasi, menunjukkan bahwa fokus dan alokasi

dana pembangunan belum mengarah pada masyarakat. Usulan

proyek/kegiatan diusulkan SKPD melalui format RKA SKPD dengan

mengacu kepada RPJMD serta penjabaran pertahunnya di RKPD

(rencana Kerja Pemerintah Daerah), KUA untuk mencapai target-target

proyek/kegiatan dari masing-masing SKPD dan menentukan biaya

masing-masing kegiatan, SKPD juga harus melihat pada sisi SSH

(21)

terjadi kelebihan alokasi anggaran karena barang/jasa yang dibutuhkan

untuk kegiatan terlalu mahal atau tidak bisa dilaksanakan karena terlalu

murah.

Namun dari tahun ke tahun berikutnya penyusunan anggaran di

Surabaya mengalami kemajuan yang sangat baik. Sistem yang dianut

Pemerintah Kota saat ini adalah bottom-up, jadi pendekatan dari bawah

yaitu masyarakat. Dengan adanya pembaharuan peraturan yang ada

membuat para aparatur bekerja keras dalam menyelesaikan

tugas-tugasnya. Adanya alat bantu yang berupa sofeware dalam perencanaan

anggaran sangat membantu dari sisi TAPD dalam proses penyusunan

anggaran. Perlu adanya pelatihan-pelatihan bagi aparatur terkait perubahan

sistem ini, yang awalnya manual dan sekarang menjadi sistem

komputerisasi. Pemerintah Kota harus lebih transparans terhadap publik

(masyarakat) tentang APBD agar lebih terciptanya Pemerintahan yang

baik.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Anggaran Daerah

2.2.1.1. Pengertian Anggaran Daerah

Anggaran adalah berisi rencana kegiatan yang diinterpretasikan

dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan

uang. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran merupakan suatu

(22)

aktivitas yang berisi estimasi mengenai apa yang dilakukan organisasi

dimasa yang akan datang dan memberikan informasi mengenai apa yang

hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang.

Pengertian lain dari Anggaran adalah sebuah proses yang

dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber

daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas

(Nordiawan. D. 2006: 48).

Selain itu anggaran sektor publik merupakan instrumen

akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan

program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2005; 61).

2.2.1.2. Konsep Anggaran Daerah

Hingga saat ini telah banyak pakar dan kalangan yang memberi

pengertian anggaran. Pengertian tentang anggaran ini tidak hanya terbatas

pada lingkungan perusahaan swasta (profit oriented) namun pada

perkembangan selanjutnya juga masuk ke dalam lingkungan publik atau

Negara atau pemerintahan.

Menurut Halim, Abdul (2007: 235), menyebutkan bahwa

anggaran adalah suatu bentuk statement daripada rencana dan kebijakan

manajemen yang dipakai dalam suatu periode tertentu sebagai

petunjuk/blue print dalam periode itu.

Menurut Bastian, Indra (2006 : 79) mengatakan anggaran dapat

(23)

pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa

periode mendatang.

Sedangkan Mardiasmo ( 2005 : 61) mengatakan bahwa anggaran

merupakan pernyataan estimasi kinerja yang hendak dicapai selama

periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial,

sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk

mempersiapkan suatu anggaran.

Menurut berbagai definisi tersebut diatas dapat disimpulkan

pengertian anggaran sebagai berikut :

1. Merupakan informasi atau pernyataan

2. Mengenai rencana atau kebijakan bidang keuangan

3. Dari suatu organisasi atau unit kerja

4. Untuk jangka waktu tertentu (umumnya 1tahun)

5. Perkiraan penerimaan dan pengeluaran Negara atau Pemerintahan

6. Yang diharapkan akan terjadi pada suatu periode tertentu.

2.2.1.3. Fungsi dan pentingnya Anggaran Daerah

Sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2005: 63)

Anggaran daerah mempunyai beberapa fungsi utama yaitu : (1) sebagai

alat perencanaan, (2) sebagai alat pengendali, (3) sebagai alat kebijakan

fiskal, (4) sebagai alat politik, (5) sebagai alat koordinasi dan komunikasi,

(6) sebagaialat penilaian kinerja, (7) sebagai alat untuk menciptakan

(24)

Menurut Mardiasmo (2005: 64) Anggaran sebagai alat

perencanaan (planning tool) manajemen untuk mencapai tujuan

organisasi. Anggaran daerah dibuat untuk merencanakan tindakan apa

yang dilakukan oleh pemerintah daerah, berapa biaya yang dibutuhkan

dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintahan tersebut,

sehingga anggaran daerah dapat digunakan untuk:

‐ Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi

dan misi yang ditetapkan.

‐ Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan

organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.

‐ Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah

disusun.

‐ Menentukan indicator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.

Menurut Mardiasmo (2005: 64) Anggaran sebagai alat

pengendalian (control tool), memberikan rencana detail atas pendapatan

dan pengeluaran pemerintah daerah agar pembelanjaan yang dilakukan

dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tahap anggaran,

pemerintah daerah tidak dapat mengendalikan pemborosan pengeluaran.

Bahkan tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kepala daerah dan manajer

publik lainnya dapat dikendalikan melalui anggaran. Anggaran sebagai

instrument pengendalian digunakan untuk menghidari adanya

(25)

dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan

prioritas.

Menurut Mardiasmo (2005: 64) Anggaran merupakan alat untuk

memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau

kegiatan pemerintah. Pengendalian anggaran daerah dapat dilakukan

melalui empat cara, yaitu:

a. Membandingkan kinerja actual dengan kinerja yang dianggarkan

b. Menghitung selisih anggaran (fafourable dan unfafourable Variance)

c. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan

tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varians

d. Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (fickal tool) digunakan

untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal

pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi

ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi,

dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat

mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen

eksekutif dan legislatif atas penggunaan dana publik. Anggaran bukan

sekedar masalah teknis, akan tetapi lebih merupakan alat politik (politik

tool). Sehingga pembuatan anggaran publik membutuhkan political skill,

(26)

manajemen keuangan publik oleh para manajer publik. Manajer publik

harus sadar sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melaksanakan anggaran

yang telah disetujui dapat menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling

tidak menurunkan kredibilitas pemerintah.

Setiap satuan unit kerja pemerintah terlibat dalam penyusunan

anggaran, sehingga anggaran daerah merupakan alat koordinasi antara

organisasi dalam pemerintahan. Anggaran daerah yang disusun dengan

baik akan dapat mengetahui terjadinya ketidakkonsistenan suatu unit kerja

dalam pencapaian tujuan organisasi. disamping itu anggaran daerah juga

berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan

eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan secara transparan ke seluruh

jajaran organisasi pemerintahan untuk dilaksanakan.

Menurut Mardiasmo (2005: 66) Anggaran dapat digunakan

sebagai alat memotivasi (motivation tool) pemerintah daerah dan stafnya

agar bekerja secara ekonomis, efiektif, dan efisien dalam mencapai target

dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi

pegawai.

Menurut Mardiasmo (2005: 66) Masyarakat, LSM, Perguruan

Tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam

proses penganggaran daerah. Kelompok masyarakat yang terorganisir

lebih efektif dalam mempengaruhi anggaran pemerintah, berbeda dengan

yang kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinya melalui proses

(27)

saran penciptaan ruang publik (publik sphare) yang sehat dan efektif,

dengan membuka ruang bagi aspirasi publik.

Anggaran merupakan blue print keberadaan suatu daerah,

sehingga anggaran daerah menjadi sangat penting karena beberapa alasan.

Yuwono Sony (2005: 32) mengemukakan anggaran daerah menjadi sangat

penting karena beberapa alasan, antara lain :

1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan

pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan

meningkatkan kualitas hidup masyarakat

2. Adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan

terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas.

3. Untuk menyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggungawab

terhadap rakyat, dalam hal ini anggaran daerah merupakan instrument

pelaksanaan akuntabilitas publik oleh pemerintah daerah.

2.2.1.4. Prinsip-prinsip Anggaran Daerah

Mengingat ruang lingkupnya yang luas pada kepentingan publik,

maka prinsip-prinsip anggaran daerah menurut Mardiasmo (2005: 67)

meliputi :

a. Otoritas oleh legislatif. Anggaran harus mendapatkan otorisasi dari

legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan

(28)

b. Komprehensif. Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan

pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, non budgetair pada

dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

c. Keutuhan anggaran. Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus

terhimpun dalam dana umum (general fund).

d. Nondiscretionary propriation. Jumlah uang disetujui oleh legislatif

harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien dan efektif.

e. Periodik. Anggaran merupakan suatu proes yang periodik, dapat

bersifat tahunan maupunmulti tahunan.

f. Akurat. Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan

yan tersembunyiyang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong

pemborosan dan efisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan

munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran.

g. Jelas. Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat,

dan tidak membingungkan.

h. Dikehendaki publik. Anggaran harus diinformasikan kepada

(29)

2.2.1.5. Siklus Anggaran

Menurut Mardiasmo (2005: 70) Prinsip-prinsip pokok siklus

anggaran perlu diketahui dan dikuasi dengan baik oleh penyelenggara

pemerintahan. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme

penganggaran relatif tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor

publik. Siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri dari atas :

1. Tahap persiapan anggaran

2. Tahap ratifikasi

3. Tahap implementasi

(30)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 yang

dikutip dari Bastian, Indra (2006: 101), berikut ini adalah gambar siklus

Perencanaan Daerah.

Gambar : Siklus Perencanaan Anggaran

Pedoman Dijabarkan Diacu diperhatikan

Pedoman Dijabarkan

20 tahun 5 tahun 1 tahun

Pedoman Diacu

1 tahun

5 tahun Pedoman

RPJP Nasional

RPJP Daerah RPJM Daerah RKP Daerah

RKP

RPJM Nasional

Renja SKPD Rensrta SKPD

(31)

2.2.2. Paradigma dan Sistem Anggaran 2.2.2.1. Paradigma Anggaran

Jika dicermati ketentuan yang mengatur tentang pengelolaan

keuangan daerah dalam PP No. 5 dan 6 Tahun 1997 dan ketentuan baru

dalam PP No. 105 Tahun 2000 terdapat perbedaan paradigma dalam

sistem pengelolaan anggaran aerah. Perbedaan tersebut antara lain

meliputi : (1) lingkup pengelolaan keuangan daerah, (2) sistem

perencanaan yang berkaitan dengan input, proses dan output perencanaan,

(3) struktur APBD, (4) pelaksanaan penatausahaan dan akuntansi, (5)

sistem pertanggungjawaban. Perbedaan Paradigma Pengelolaan Anggaran

Daeah antara Sistem Lama dengan Sistem Baru.

2.2.2.2. Perkembangan Sistem Anggaran

Perkembangan sistem anggaran untuk lebih mengetahui anggaran

kinerja, dalam hal ini dikaitkan dengan sektor publik (Negara/daerah)

terlebih dahulu kita lihat perkembangan sistem anggaran yang berlaku

saat ini (Mardiasmo 2005: 75).

Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah

menjadi instrument kebijakan sebagai alat untuk mencapai tuuan

organisasi. hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnya

anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan

publik yang diharapkan. Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran

(32)

dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan

tuntutan masyarakat. Pada dasarnya perkembangan anggaran sektor

publik secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki

perbedaan mendasar (Mardiasmo 2005: 75), yaitu: (1) Anggaran

tradisional dan (2) Pendekatan baru yang dikenal dengan New Publik

Management.

1. Anggaran Traditional atau Anggaran Konvensional

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak

digunakan di Negara-negara sedang berkembang dewasa ini termasuk

Indonesia. Menurut Mardiasmo (2005: 76) terdapat dua ciri utama dalam

pendekata ini, yaitu (a) cara penyusunannya yang selalu didasarkan atas

pendekatan incrementalism; dan (b) struktur dan susunan anggaran yang

bersifat line-item.

Struktur anggaran tradisional dengan ciri tersebut tidak mampu

mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan

bahkan anggaran tradisional gagal dalam memberikan informasi tentang

besarnya rencana kegiatan. Oleh karena itu, tolak ukur yang dapat

digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah ditingkat kepatuhan

penggunaan anggaran. Untuk lebih memahami dua cirri utama dari

anggaran tradisional yaitu incrementalism Budgeting dan Line-item

(33)

a. Incrementalism Budgeting

Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu hanya

menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran

yang sudah ada sebelumnya (Mardiasmo; 2005:76). Dalam hal ini data

tahun sebelumnya digunakan sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya

penambahan atau pengurangan anggaran tanpa dilakukan kajian yang

mendalam. Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin

terpenuhinya kebutuhan riil, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan

yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu

apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan dasar atas

kebutuhan yang wajar.

Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak

adanya Perhatian terhadap konsep value of money (ekonomis, efisien dan

efektif). Sehingga seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan

anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada

aktivitas-aktivitas yan sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Hal ini

disebabkan kaerna pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai

berdasarkan pada pertimbangan output yang dihasilkan dibandingkan

dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).

b. Line-item

penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur Line-item

dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan

(34)

tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran.

Misalnya, pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak ata

pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan

sebagainya. Jadi bukan berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai

dengan yang dilakukan (Mardiasmo 2005: 77).

Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk

menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada

dalam struktur anggaran, walaupun secara riil sudah tidak relevan lagi

digunakan pada periode sekarang, sehingga penggunaan anggaran

tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara

akurat (Mardiasmo 2005:77). Satu-satunya tolak ukur yang dapat

digunakan adalah pada ketaatan dalam menggunakan dana ang diusulkan.

c. Keunggulan dan Kelemahan Anggaran Tradisional

Anggaran sistem tradisional memiliki beberapa keunggulan dan

kelemahan, menurut Bastian, Indra (2006 ; 86-87) antara lain :

Keunggulan :

a. Relatif mudah menelusurinya dan mengatasi rumitnya proses

penyusuna anggaran

b. Prosedur dan bentuk penganggaran yang sederhana sehingga dapat

mengurangi konflik diantara partisipan

c. Tidak memerlukan pengetahuan yang terlalu tinggi untuk memahami

(35)

Kelemahan :

a. Lebih berorientasi pada input daripada output, karena kinerja

dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan

apakah tujuan tercapai

b. Sekat-sekat antara anggaran sektor yang kaku membuat berpetualang

menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan dan persaingan antar

sektor dan organisasi

c. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran

modal/investasi

d. Sentralisasi persiapan anggaran dan informasi yang tidak memadai

menyebabkan melemanya perencanaan anggaran

e. Persetujuan anggaran yang lambat, sehingga gagal memberikan

mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai.

2.2.3. Perencanaan Anggaran

2.2.3.1. Pengertian Perencanaan Anggaran

Menurut Bastian, Indra (2006: 32), perencanaan adalah suatu

proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan

pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sistem

perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tata cara

perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana

pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan

(36)

di tingkat Pusat dan Daerah. Dan siklus Perencanaan dan Penganggaran

Daerah

Gambar : Perencanaan dan penganggaran daerah

membuat

Kebijakan Umum APBD (KUA) & Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)

Sumber : Bastian, Indra (2006: 102)

2.2.3.2. Perencanaan, Narasumber dan Peserta Musrenbang

Menurut Bastian, Indra (2006 : 34), perencanaan dalam

Musrenbang, Narasumber dan Peserta Musrenbang adalah :

1. Musrenbang yang harus dilalui dalam perencanaan dan penganggaran

(37)

tingkat kecamatan, Musrenbang forum SKPD, Musrenbang tingkat

kabupaten/kota, dan Musrenbang tingkat Provinsi.

2. Narasumber dalam Musrenbang adalah pihak pemberi informasi yang

perlu diketahui peserta Musrenbang untuk proses pengambilan

keputusan hasil Musrenbang.

3. Peserta Musrenbang adalah pihak yang memiliki hak pengambilan

keputusan dalam Musrenbang melalui pembahasan yang disepakati

bersama.

2.2.3.3. Penganggaran

Menurut Bastian, Indra (2006: 34-35), tahapan penganggaran

dari pagu indikatif sampai dokumen pelaksanaan anggaran adalah :

1. Pagu Indikatif, merupakan ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan

kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan

rencana kerja SKPD.

2. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Anggaran Daerah,

merupakan bagian dari RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah)

yang sudah disepakati oleh DPRD, berisi kebijakan pelaksanaan

RKPD dalam hal keuangan pemerintah daerah. Kebijakan ini meliputi

kebijakan mengenai pendapatan daerah, belanja daerah, dan arahan

atas perlakuan terhadap pendanaan daerah dalam satu tahun.

Kebijakan ini khususnya menjadi panduan dalam menetapkan

(38)

program, dan kegiatan pada setiap SKPD maupun antar SKPD agar

kepentingan pembangunan daerah dapat terakomodasi dan hasil

implementasinya mendukung pencapaian visi daerah.

3. Pagu sementara, merupakan pagu anggaran yang didasarkan

kebijakan umum dan prioritas anggaran hasil pembahasan dengan

pemerintah daerah dengan DPRD sebagai acuan dalam penyusunan

rencana kerja dan anggaran SKPD.

4. Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah

(RKA-SKPD) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi

program dan kegiatan suatu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)

yang merupakan penjabaran dari rencana kerja pemerintah daerah dan

rencana kerja SKPD dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang

diperlukan untuk melaksnakannya.

5. RAPBD adalah rancangan rencana keuangan tahunan pemerintah

daerah yang menjadi bahan bahasan antara pemerintah daerah dan

DPRD untuk disepakati menjadi APBD.

6. APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

disetujui oleh DPRD.

7. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) merupakan dokumen

pelaksanaan APBD yang dikukuhkan dengan peraturan kepala daerah,

yang menjadi dasar bagi setiap SKPD untuk menggunakan dana

(39)

tugas dan kewenangannya sebagaimana tertuang dalam APBD yang

bersangkutan.

2.2.3.4. Pendekatan Bottom-Up

Pendekatan Perencanaan bawah-atas atau populer disebut bottom

up planning merupakan perencanaan yang dibangun dari tingkatan

pemerintahan yang lebih rendah (desa-kelurahan) untuk disampaikan

pada pembahasan perencanaan di tingkatan yang lebih tinggi (pemerintah

kabupaten/kota). Rencana hasil proses bawah-atas ini diselaraskan

melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat Nasional,

Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Desa (Bastian, Indra, 2006: 65).

2.2.3.5 Pendekatan Top-Down

Pendekatan Perencanaan atas-bawah atau yang populer disebut

sebagai top-down planning, merupakan perencanaan yang diawali dengan

penyampaian rencana atau program dari pemerintah di tingkat yang lebih

tinggi untuk dioperasionalkan pada pemerintah daerah atau pada wilayah

administratif yang lebih kecil. Rencana hasil proses atas-bawah ini

diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat

(40)

2.2.4. Sentralisasi dan Desentralisasi 2.2.4.1. Pengertian

Sentralisasi adalah pemusatan pengelolaan, dimana Pemerintah

Pusat mempunyai wewenang penuh terhadap pembangunan semua

wilayah pada satu Negara. Sedangkan Desentralisasi adalah penyerahan

wewenang dari pemerintah pusat, baik kepada para pejabat pusat yang di

daerah disebut dekonsentrasi maupun kepada Badan-badan otonom

daerah yang disebut devolusi. Devolusi berarti sebagian kekuasaan

diserahkan kapada badan-badan politik di daerah yang diikuti dengan

penyerahan kekuasaan sepenuhnya untuk mengambil keputusan, baik

secara politis maupun secara administratif. Sifatnya penyerahan riil

berupa fungsi dan kekuasaan.

2.2.5. Peran Pemerintah Daerah Dalam Penganggaran

Menurut Bastian, Indra (2006: 100) lemahnya perencanaan

anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing

yang akan memengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran. Dalam

situasi seprti itu banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan

kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Sementara, dana

pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana publik habis

dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini

cenderung memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator,

(41)

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa peran

aparatur dalam penganggaran, sebagai berikut :

1. Stimulator

2. Fasilitator

3. Koordinator

2.2.6. Peran Masyarakat Dalam Penyusunan Anggaran 2.2.6.1. Pengertian Partisipasi

Menurut Bastian, Indra (2006: 16) adalah suatu bentuk kesadaran

untuk membantu mewujudkan tujuan yang telah direncanakan dan

membantu behasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang

tanpa mengorbankan kepentingan dirinya sendiri.

2.2.6.2. Musrenbang

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di

tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/kota merupakan amanat

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional. Musrenbang merupakan forum antar pelaku

Pembangunan di berbagai tingkat dalam rangka menyusun perencanaan

partisipatif yang terpadu dan berkelanjutan. Musrenbang merupakan

perencanaan partisipatif dengan mengedepankan koordinasi antar unsure

terkait dengan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

(42)

2.2.6.3. Pengertian

Musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) adalah

suatu forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan

yang pertisipatif yang terpadu dan berkelanjutan. Forum yang dimaksud

memiliki mekanisme yang jelas dengan pelibatan pelaku pembangunan

yang memenuhi azas keterwakilan.

2.2.6.4. Tujuan

Dipahaminya pengertian, proses dan implementasi mekanisme

musrenbang yang benar-benar partisipatif sesuai wacana hukum yang

berlaku, dilakukan bersama-sama oleh masyarakat, para wakil rakyat,

para aparat maupun para pelaku pembangunan lainnya.

Terwujudnya mekanisme perencanaan melalui musrenbang

kelurahan, musrenbang kecamatan, musrenbang kota/kabupaten secara

partisipatif, demokratis, dan transparan.

Disepakatinya penetapan prioritas usulan masyarakat yang

berlangsung secara partisipatif disetiap tingkat pelaksanaan musrenbang

dengan memadukan usulan dari pemerintahan daerah dan DPRD melalui

forum SKPD, sehingga menjadi acuan pokok penentuan pembiayaan

kegiatan, baik ditingkat kelurahan, maupun ditingkat kabupaten/kota.

Teralokasikannya anggaran yang sepadan dalam APBD

(43)

2.2.7. Penyusunan Anggaran Daerah (APBD) 2.2.7.1. Proses Penyusunan Anggaran

Proses penyusunan anggaran daerah yang tidak lagi mengacu

kepada PP No. 6 tahun 1975 tentang Cara Penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan

Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja.

Perubahan kebijakan tentang anggaran terjadi mengikuti perubahan

kebijakan pengelolaan keuangan Negara. Salah satu bentuk perubahan

kebijakan tersebut dengan mulai diberlakukannya PP No. 105 tahun 2000

(Yuwono, Sony, dkk, 2005: 64), selanjutnya diganti dengan PP No. 58

Tahun 2005, yang diikuti dengan terbitnya Permendagri No.13 Tahun

2006. Anggaran dengan pendekatan kinerja pada dasarnya merupakan

sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang beroriantasi

pada pencapaian hasil kinerja.

Kinerja tersebut harus mencerminkan value for money yang

meliputi tiga aspek pokok : ekonomi, efisiensi, dan efektivitas yang

berarti harus berorientasi pada kepetingan publik. Untuk dapat

mewujudkannya diperlukan adanya suatu proses atau mekanisme

penyusunan yang dapat mengakomodasi kepentingan publik dengan

melibatkan berbagai stakeholder. Proses penyusunan rancangan APBD

dapat dipilah kedalam dua tahapan yaitu (1) Penyusunan rancangan

(44)

daerah (Permendagri No. 13 tahun 2006). Adapun proses penyusunan

rancangan APBD sebagai berikut :

Gambar : Proses Penyusunan Rancangan APBD

PENYUSUNAN RANCANGAN APBD Untuk Periode 5 tahun

3 bulan setelah KDH dilantik

Untuk Periode 1 tahun Bulan Mei

Ditetapkan dgn Per. KDH

Pertengahan

(45)

2.2.7.2. Tahapan Penyusunan Rancangan APBD

Secara garis besar penyusunan rancangan APBD dengan

pendekatan kinerja dilakukan dengan pentahapan sebagai berikut (Gita

2008) :

a. Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) APBD

b. Penyusunan strategi dan prioritas APBD

c. Pernyataan Anggaran, yang memuat :

‐ Visi, misi, tupoksi, dan sasaran unit kerja

‐ Program dan kegiatan unit kerja

‐ Rancangan anggaran Unit Kerja dan

d. Rancangan APBD

Atas dasar pentahapan tersebut, proses penyusunan APBD dengan

pendekatan kinerja dapat dikatakan sebagai sebuah proses panjang

yang melibatkan partisipasi publik secara luas dan terbuka sebagai

wujud akuntabilitas publik. Adapun proses punyusunannya secara

(46)

Gambar : Proses Penyusunan Anggaran

Rancangan APBD 

PERNYATAAN ANGGARAN 1. Visi, misi, tupoksi, tujuan dan sasaran unit kerja 2. Program dan kegiatan unit kerja

3. Rancangan anggaran unit kerja Strategi dan Prioritas APBD Kebijakan Umum Anggaran (KUA) APBD

Sumber : Penganggaran Sektor Publik. Yuwono, Sony (2005: 208)

Serangkaian tahap dalam proses perencanaan anggaran daerah

dibuat tanpa mengurangi substansi yang ada setiap daerah dapat

menjabarkan secara lebih rinci sesuai dengan kondisi daerah, sehingga

setiap pentahapan dapat dilaksanakan menurut jadwal yang ditetapkan.

2.2.7.3. Kebijakan Umum Anggaran (APBD)

Kebijakan umum anggaran (KUA) APBD adalah sasaran dan

kebijakan daerah dalam satu rahun anggaran yang menjadi petunjuk dan

ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan RAPBD.

Penyusunan kebijakan umum anggaran (KUA) APDB termasuk kategori

(47)

anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisa fiskal,

sedangkan perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada

alokasi sumber daya. Dalam rangka penyusunan kebijakan umum

anggaran (KUA) APBD perlu dipahami mengenai ruang lingkup dan

bidang kewenangan, kriteria penyusunan dan mekanisme penyusunan.

Pada persiapan rancangan APBD, pemerintah daerah

bersama-sama dengan DPRD menyusun kebijakan umum anggaran (KUA) APBD

yang memuat (Simamora, Gita, 2008: 42) :

a. Petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman

dalam penyusunan APBD

b. Kebijakan anggaran yang menjadi dasar untuk menilai kinerja

keuangan daerah selama satu tahun anggaran

c. Komponen-komponen pelayanan dan tingkat pencapaian yang

diharapkan pada setiap bidang kewenangan yang akan dilaksanakan

dalam satu tahun anggaran.

2.2.7.4. Kriteria Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran

Kebijakan umum anggaran APBD dapat disusun berdasarkan

kriteria sebagai berikut (Simamora, Gita, 2008: 42) :

1. Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang

ditetapkan dalam rencana strategis daerah dan dokumen perencanaan

(48)

2. Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang dan

mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah

3. Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang disepakati

sebagai pedoman penyusunan strategis dan prioritas APBD serta

penyusunan rancangan APBD dalam satu tahun anggaran

4. Disusun dan disepakati bersama antar DPRD dengan pemerintah

daerah

5. Memberikan fleksibilitas untuk dijabarkan lebih lanjut dan member

peluang untuk mengembangkan kreativitas pelaksanaannya.

2.2.7.5. Mekanisme Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA)

Dasar dari penyusunan kebijakan umum anggaran APBD dapat

dilaksanakan dengan mekanisme antara lain (Simamora, Gita, 2008: 23)

mengacu pada Renstra (Rencana Srtategis) APBD, penjaringan Aspirasi

masyarakat (jaring asmara) baik dari tokoh masyarakat seperti : LSM,

Ormas, Asosiasi, dan dikalangan DPRD dengan mempertimbangkan data

historis serta memperhatikan kebijakan pemerintah atasan. Untuk lebih

jelasnya mengenai penyusunan kebijakan umum anggaran (KUA) APBD

(49)

Gambar : Mekanisme Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran APBD

Sumber : Penganggaran Sektor Publik. Yuwono, Sony (2005: 150).

2.2.8. Strategi dan Prioritas APBD

Strategi dan prioritas APBD dalam penganggaran daerah

termasuk kategori perumusan kebijakan anggaran yang disusun

berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD dengan tujuan terpenuhinya

skala dan lingkup kebutuhan masyarakat yang dianggap paling penting dan

luas jangkauannya agar alokasi sumber daya dapat digunakan atau

dimanfaatkan secara ekonomis, efisien dan efektif. Perumusan strategi dan

prioritas APBD dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan dan kendala

(50)

APBD. Dalam hal ini perumusannya dilakukan dengan memahami : (1)

karakteristik dan ruang lingkup,

(2) kriteria perumusan strategi dan prioritas, (3) mekanisme perumusan

strategi dan prioritas, (4) klasifikasi rumusan strategi dan prioritas.

1. Karakteristik dan Ruang Lingkup

Strategi memiliki karakteristik sebagai berikut : pendekatan atau

metode untuk mencapai arah dan kebijakan umum yang ditetapkan,

dimaksudkan untuk menghadapi perubahan lingkungan dan diarahkan

menuju pada kondisi yang lebih menguntungkan.

Perumusan strategi diarahkan pada pencapaian target kinerja

dengan mengintegrasikan semua sumber daya yang tersedia untuk

memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan

tantangan yang dihadapi. Tujuan penyusunan strategi antara lain, untuk:

a. Pencapaian tingkat dalam arah dan kebijakan umum APBD

b. Perencanaan program dan kegiatan yang efektif dan efisian

c. Mengembangkan kesesuaian antara arah dan kebijakan umum

dengan program dan kegiatan yang direncanakan

d. Mengembangkan kekuatan dan peluang daerah

e. Mengatasi kelemahan dan tantangan daerah

f. Mencari dukungan untuk mencapai keberhasilan

Karena itu dalam strategi dibutuhkan program dan kegiatan yang

tersusun dalam skala prioritas. Skala prioritas merupakan suatu proses

(51)

komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut. Ruang lingkup

penentuan prioritas mencakup:

a. Pemahaman terhadap situasi yang mendasari perlunya ditetapkan

prioritas tersebut

b. Perancangan berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan

c. Identifikasi berbagai konsekuensi dari setiap alternatif yang akan

dipilih

d. Pembuatan keputusan tindakan terbaik yang akan dilakukan

2. Kriteria Perumusan Strategi dan Prioritas APBD

Perumusan strategi secara umum perlu mempertimbangkan

beberapa jal sebagai berikut :

a. Keterkaitannya dengan pencapaian tingkat pelayanan yang diharapkan

dalam arah dan kebijakan umum APBD

b. Kelebihan dan kelemahan daerah

c. Peluang dan tantangan daerah saat ini

d. Aspek resiko dan manfaat dalam implementasiannya

3. Mekanisme perumusan Strategi dan Prioritas

Penyusunan strategi dan prioritas APBD, dapat dilaksanakan

melaluui mekanisme sebagai berikut :

a. Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD pemerintah daerah

melalui Tim Penyusun Anggaran Eksekutif yaitu Sekretaris Daerah,

(52)

b. Tim Penyusun Anggaran Eksekutif sedapat mungkin menggunakan

berbagai sumber data dan metode penyusunan yang memfokuskan

pada identifikasi kondisi yang ada, isu strategi, tren kedepan, dan

analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportuniti, Threat)

c. Dalam mengembangkan strategi dan prioritas APBD yang telah

tersusun selanjutnya dikonfirmasikan dengan panitia anggaran

legislatif untuk diselaraskan dengan arah dan kebijakan umum APBD

yang telah disepakati sebelumnya.

4. Klasifikasi Perumusan Strategi dan Prioritas

Pendekatan yang digunakan dalam klasifikasi perumusan strategi

dan prioritas APBD sama dengan pendekatan yang digunakan dalam

klasifikasi perumusan Arah dan Kebijakan Umum APBD yaitu

berdasarkan bidang kewenangan pemerintah daerah yang telah diatur

dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dan UU

Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan kewenangan

Provinsi sebagai daerah otonom.

2.2.8.1. Kriteria Perumusan Strategi dan Prioritas APBD

Perumusan strategi secara umum perlu mempertimbangkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Keterkaitannya dengan pencapaian tingkat pelayanan yang

diharapkan dalam arah kebijakan umum

(53)

3. Aspek resiko dan manfaat dalam implementasiannya

Sedangkan penentuan prioritas dapat didasarkan pada

pertimbangan terhadap aspek-aspek berikut :

1. Skala dan bobot pelayanan berdasarkan urgensi dan jangkauannya

dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat

2. Kemampuannya untuk memperlancar atau mempercepat pencapaian

tingkat pelayanan yang diharapkandalam arah kebijakan umum

APBD

3. Ketersediaan sumber daya dan waktu untuk melaksanakan program

atau kegiatan

2.2.8.2. Mekanisme Perumusan Strategi dan Prioritas APBD

Penyusunan strategi dan prioritas APBD dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

Gambar : Mekanisme Perumusan Strategi dan Prioritas APBD

PEMDA Arah dan Kebijakan

Umum APBD DPRD

Panitia Anggaran Strategi dan Prioritas

APBD Tim Anggaran

Eksekutif

(54)

2.2.9. Akuntansi Anggaran

2.2.9.1. Pengertian Akuntansi Anggaran

Akuntansi anggaran merupakan praktik akuntansi yang banyak

digunakan organisasi sektor publik, khususnya pemerintahan, yang

mencatat dan menyajikan akun operasi dalam format yang sama dan

sejajar dengan anggarannya (Mardiasmo 2005: 151). Berdasarkan PP No.

24 Tahun 2005, akuntansi anggaran adalah suatu teknik

pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk

membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan

yang diselenggarakan sesuai dengan struktur dan komponen anggaran

yang terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran

pendapatan meliputi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari

apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran. Anggaran

pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran

pembiayaan.

2.2.9.2. Teknik Penyusunan Akutansi Anggaran

Menurut Mardiasmo (2005: 151) teknik penyusunan akuntansi

anggaran merupakan teknik akuntansi yang menyajikan jumlah yang

dianggarkandan jumlah yang actual dan dicatat secara berpasangan

(double entry) dengan cara membandingkan jumlah anggaran dengan

realisasi anggaran. Dimana, jumlah jumlah belanja yang dianggarkan

(55)

direalisasikan, maka akun tersebut didebitkan kembali. Maka saldo yang

ada dengan demikian menunjukkan jumlah anggaran yang belum

dibelanjakan. Menurut Mardiasmo (2005: 151), teknik penyusunan

anggaran bertujuan untuk menekankan peran anggaran dalam siklus

perencanaan, pengendalian dan akuntabilitas.

2.2.10. Transparansi Publik

Suatu keterbukaan secara sungguh-sungguh, menyeluruh, dan

memberi tempat bagi partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat

dalam proses pengelolaan sumber daya publik. Setiap kebijakan yang

dikeluarkan oleh penyelenggara Negara harus dapat diakses secara

terbuka dengan member ruang yang cukup bagi masyarakat untuk

berpartisipasi secara luas di dalamnya (Andrianto, Nico, 2007: 21).

Transparansi anggaran didefinisikan sebagai keterbukaan kepada

masyarakat dalam hal fungsi dan stuktur pemerintahan , tujuan kebijakan

fiskal, sektor keuangan publik, dan proyeksi-proyeksinya.

2.2.11. Akuntabilitas Publik

Asas akuntabilitas menetapkan bahwa setiap kegiatan dan hasil

akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan

(56)

Menurut Finner dalam Andrianto, Nico (2007: 23) menjelaskan

akuntabilitas sebagai konsep yang berkenaan dengan standar eksternal

yang menentukan kebenaran suatu tindakan birokrasi. Pengendalian dari

luar (external control) menjadi sumber akuntabilitas yang memotifasi dan

mendorong aparat untuk bekerja keras. Masyarakat luas sebagai penilai

objektif yang akan menentukan accountable atau tidaknya sebuah

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Memilih metode yang tepat dalam penelitian, ditentukan oleh

maksud dan tujuan penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian, metode

penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

Menurut Efferin dkk (2004: 9), penelitian deskriptif bertujuan

memberikan gambaran tentang detail-detail sebuah situasi, lingkungan sosial,

atau hubungan. Obyek dari penelitian ini adalah manusia, sehingga peneliti

merasa lebih tepat jika menggunakan penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan

pendekatan yang menekankan pada deskriptif yang terjadi secara ilmiah, apa

adanya dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan

kondisinya.

Sedangkan variasi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

fenomenologi. Pendekatan fenomenologi bertujuan memahami respon atas

keberadaan manusia/masyrakat, serta pengalaman yang dipahami dalam

berinteraksi (Saladien, 2006: 6). Jadi, fenomenologi mempelajari suatu yang

(58)

3.2. Alasan Ketertarikan Peneliti

Peneliti mengambil judul “Studi Deskriptif Tentang Proses

Penyusunan Anggaran Daerah di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan

Kependudukan Provinsi Jawa Timur”, karena peneliti ingin mengetahui

bagaimana sesungguhnya proses dalam penyusun suatu anggaran. Peneliti

ingin mengetahui alur yang sebenarnya dalam menyusun suatu anggaran

daerah, apakah mekanisme penyusunan anggaran yang terjadi di lapangan

sesuai dengan yang ada pada teori atau peraturan-peraturan yang sudah ada.

Peneliti juga ingin mengetahui, sejauhmana tingkat pemahaman

yang dimiliki para aparatur yang terlibat dalam proses perencanaan dan

penyusunan anggaran daerah pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan

Kependudukan Provinsi Jawa Timur.

Pada penyusunan anggaran, aparatur/birokrat memiliki power yang

sangat besar dalam mengalokasikan suatu anggaran. Di satu sisi, pemerintah

daerah/kota dituntut transparan dan akuntabilitas terhadap publik. Disini,

peneliti ingin mengetahui sejauhmana transparansi dan akuntabilitas yang di

berikan aparatur terhadap publik (masyarakat).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berharap dapat memahami

proses penyusunan anggaran pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan

Kependudukan Provinsi Jawa Timur. Dan ingin mengetahui apakah Dinas

Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur dalam

menyusun anggaran daerah sudah sesuai dengan teori atau aturan yang

(59)

terciptanya transparansi, akuntabilitas, dan berorientasi pada kesejahteraan

masyarakat.

3.3. Lokasi Penelitian

Lokasi obyek dalam penelitian ini adalah Dinas Tenaga Kerja,

Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur. Yang beralamatkan di

Jl. Dukuh Menanggal No. 124-126 Surabaya dan Jl. Bendul Merisi No. 2

Surabaya.

3.4. Penentuan Informan

Jumlah informan ditetapkan dengan menggunakan teknik snowball

sampling. Menurut Sumarsono (2004 : 52) snowball sampling adalah teknik

penarikan sampel yang pada awalnya responden dipilih secara random

dengan menggunakan metode non-probabilitas yang selanjutnya responden

yang telah terpilih tersebut diminta untuk memberikan informasi mengenai

responden-responden lainnya sehingga diperoleh tambahan responden.

Semakin lama kelompok responden tersebut semakin besar, ibarat bola salju

yang jika menggelinding semakin lama semakin besar.

 

3.5. Sumber Data dan Jenis Data

Unit (satuan) analisis data penelitian ini pertama adalah Pejabat

dan staf Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa

(60)

1. Menguasai manajemen administrasi pemerintah

2. Menguasai proses penyusunan anggaran daerah

3. Mengetahui kondisi, strategi pembangunan daerah dan visi misi Dinas

Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur.

4. Menguasai dan memahami pencatatan akuntansi dalam membuat laporan

keuangan sebagai akuntabilitas publik

Kedua, unit analisis yang berupa situasi kegiatan informan

(terutama untuk teknik observasi) yang meliputi: situasi para informan di

dalam kantor masing-masing pada jam kerja, rapat dengan pihak konsultan,

berbincang-bincang santai baik dalam gedung maupun di luar gedung.

Data yang diperoleh adalah data primer. Data primer adalah data

yang diperoleh langsung dari responden atau nara sumber. Menurut Bungin,

Burhan (2005: 122), data primer adalah data yang langsung diperoleh dari

sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Dalam

penelitian ini, data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan

pegawai Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa

Timur bidang Sub Bagian Penyusunan Program.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Informasi tentang akuntansi keuangan daerah pada Dinas Tenaga

Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur sangat

dibutuhkan peneliti untuk menunjang dan akan digali sebagai instrumen,

(61)

informan. Dengan teknik ini akan digali bagaimana Proses Penyusunan

Anggaran Daerah pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan

Kependudukan Provinsi Jawa Timur untuk digunakan sebagai akuntabilitas

publik, sehingga diharapkan dapat mengungkap baik pengalaman dan

pengetahuan eksplisit mapun tersembunyi dibalik itu, termasuk informasi

yang berkaitan dengan masa lampau, sekarang maupun harapan dan cita-cita

(visi-misi) Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi

Jawa Timur. Dengan demikian peneliti sebagai instrumen penelitian dituntut

bagaimana membuat responden lebih terbuka dan leluasa dalam memberikan

informasi atau data, untuk mengemukakan pengetahuan dan pengalamannya

terutama yang berkaitan dengan informasi sebagai jawaban terhadap

permasalahan penelitian, sehingga terjadi sebuah diskusi, obrolan santai,

spontanitas (alamiah) dengan subjek peneliti sebagai pemecah masalah dan

peneliti sebagai pemancing timbulnya permasalahan agar muncul wacana

detail. Disini wawancara diharapkan berjalan secara (terbuka, bicara apa

saja) dalam garis besar yang terstruktur (mengarah menjawab permasalahan

penelitian).

Teknik kedua digunakan adalah observasi terhadap tindakan dalam

proses penyusunan anggaran. Observasi tersebut dapat dimulai dari

penyaringan usulan masyarakat, perencanaan penganggaran, penyusunan

anggaran, pelaksanaan program kerja, dan pelaporan (relisasi anggaran).

Semua yang didengar dan dilihat oleh peneliti sebagai aktivitas

Gambar

Gambar : Siklus Perencanaan Anggaran
Gambar : Perencanaan dan penganggaran daerah
Gambar : Proses Penyusunan Rancangan APBD
Gambar : Proses Penyusunan Anggaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Laporan Keuangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah

RASIO ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH ATAS PERUBAHAN APBD (Studi Deskriptif Perubahan Anggaran di Provinsi Jawa

Conceptual Data Model (CDM) pada proses Rancang Bangun Aplikasi Pengaduan Tenaga Kerja pada DISNAKERTRANSDUK PROVINSI JAWA TIMUR merupakan gambaran dari struktur database

selaku kepala seksi pembinaan kelembagaan pelatihan, bidang pelatihan dan produktivitas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur mengungkapkan bahwa

akan dipotong dari pegawai. PPh pasal 21 yang dikenakan pada pegawai Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi. dan Kependudukan di tunjang oleh

kunjungan langsung ke Pusat Layanan Karir Terpadu (PLKT) Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur dan fasilitas online yaitu aplikasi berbasis TIK

Beberapa perguruan tinggi yang telah bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur terutama dalam memberikan kontribusi dalam

Oleh karena penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kinerja pegawai Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah, maka untuk selanjutnya akan dikaji