• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: YASJUDAN LIDANDY OSKANDAR NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: YASJUDAN LIDANDY OSKANDAR NIM"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI KASUS: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

YASJUDAN LIDANDY OSKANDAR NIM. 11150490000074

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PELAKSANAAN AKAD SYARIAH TERHADAP PUTUSAN 3833/Pdt.G/2016/PA.JS

(STUDI KASUS: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Yasjudan Lidandy Oskandar 11150490000074

Pembimbing:

Drs. Hamid Farihi, M.A., NIP. 195811191986031001

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

(…… ………… …… ) …… …… ……

… …… …

3833/Pdt.G/2016/PA.JS (Studi Kasus: Pengadilan Agama Jakarta Selatan)” yang ditulis

oleh Yasjudan Lidandy Oskandar, NIM 11150490000074, telah diajukan dalam sidang skripsi Fakultas Syariah dan Hukum pada Jum’at 06 November 2020. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Desember 2020 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag.,S.H.,M.H.,M.A. NIP. 19760807 200312 1 001

Panitia Sidang:

Ketua : A.M. Hasan Ali. M.A. (… … ……)

NIP. 197512012005011005 Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A.

NIP. 197312152005011002

Pembimbing : Drs. H. Hamid Farihi. M.A. NIP. 195811191986031001

( …… …… …… ……) ( …… …… …… ……)

Penguji I : Dr. Muhammad Maksum, MA, MDC ( ……)

NIP. 197807152003121007

Penguji II : M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H

(4)
(5)

TERHADAP PUTUSAN 3833/Pdt.G/2016/PA.JS (STUDI KASUS: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknis penyelesaian sengketa perkara ekonomi Syariah yang di lakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 3833?Pdt.G/2016/PA.JS apa sudah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah serta untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup klausula arbitrase dan apa yang menjadi dasar hukum pertimbangan bagi hakim terhadap Putusan Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan deskripsi berupa data atau tulisan dari fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh langsung dari objek penelitian yang diteliti. Penulis mendapatkan data dan informasi melalui wawancara pribadi dengan Drs. Cece Rukmana Ibrahim, selaku Hakim dan Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan studi dokumentasi langsung ditempat. Teknik wawancara dilakukan dengan cara menentukan dan memilih informasi yang dianggap mengetahui dan mengerti secara keseluruhan tentang apa yang diharapkan penulis.

Dari hasil analisis Penulis diperoleh bahwa penyelesaian sengketa ekonomi Syariah pada perkara Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS dilakukan dengan Acara Biasa sebagaimana ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah serta ruang lingkup klausula arbitrase tidak hanya sebatas wanprestasi saja tetapi juga mencakup Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan bahwa dasar hukum pertimbangan bagi hakim adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.3909K/Pdt/1994 tertanggal 11 April 1997.

Kata kunci : Putusan, Perjanjian Ekonomi Syariah, Pertimbangan Hakim

Pembimbing : Drs. Hamid Farihi, M.A Daftar Pustaka : 1981 s.d 2020

(6)

ii

KATA PENGANTAR ِمْي ِحهرلا ِنَمحهرلا ِ هاللَّ ِمْسِب

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENERAPAN KETENTUAN KLAUSULA ARBITRASE DALAM GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERKAIT PELAKSANAAN AKAD SYARIAH

TERHADAP PUTUSAN 3833/Pdt.G/2016/PA.JS (STUDI KASUS:

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN).” Banyak pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, A.Ag., SH., MH., MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. A.M. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H. Hamid Farihi, M.A., dosen pembimbing skripsi yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan bagi Penulis sehingga dapat menyelesasikan skripsi ini.

5. Abdurrauf, M.A. selaku dosen pembimbing akademik.

6. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa ikhlas dalam menyalurkan ilmunya kepada Penulis selama masa kuliah.

7. Staff karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan staff akademik Fakultas Syariah dan Hukum.

(7)

iii

8. Kepada Orang Tuaku Ir. Edy Sofyan Oskandar dan Lita Susanti sertadikku Nazila Meidyta Oskandar, terimakasih atas segala pengorbanan dan jerih payah yang telah engkau berikan untukku, sehingga dapat mengantarkan Penulis hingga ke titik saat ini.

9. Keluarga Besar Maung Madi dan Muaenah (MADINAH), terimakasih telah memberikan motivasi, dukungan serta do’a sehingga Penulis dapat mempersembahkan dan memberikan manfaat atas pendidikan ini di dalam keluarga.

10. Keluarga Besar K.H Ahmad Mudjtaba Sudirja dan Hj. Sri Mulyani, terimakasih telah memberikan motivasi, dukungan serta do’a sehingga Penulis dapat mempersembahkan dan memberikan manfaat atas pendidikan ini di dalam keluarga.

11. Keluarga non-formal KKN Abrar 141 UIN Jakarta 2018 yang telah memberikan apa arti kekeluargaan yang sesungguhnya.

12. Untuk Om dan Tanteku Drs. H. Cece Rukmana Ibrahim dan Hj. Iyen Eliyani Hasnawati serta sepupuku ADV. Dara Rahmita Dewi, Spd., S.H., Wahyuni Khairita Dewi, S.H., Mohammad Rizky Maulana, dan Agnia Kamila Dewi, Terimakasih telah memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini

13. Keluarga Besar “MABES IKPDN JAKARTA” Terimakasih telah menjadi keluarga sekaligus tempat untuk berbincang dan bertukar pikiran.

14. Sahabat-sahabat seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah 2015 yang selalu membantu dan memberikan saran dan motivasi selama perkuliahan. Terkhusus sahabat Abdullah Ramadhan, M. Iqbal, Adib Iskandar, Fahmi Ramadhan, M. Dhiya Azkiya, Radi Fitrah, Sahreza Andiat, Adli Kanza, Dede Imron Yusuf, Sirly Abdul Basit Mubarok, M. Akmal Zuhri, Rijal Hanafi, M. Zulkahfi. 15. Teman-Teman Seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah 2015 yang selalu dan

memberikan saran Terkhusus Kelas C A.K.A Keluarga Cinta

16. Teman-Teman Seperjuangan bermain Dota 2, Abdiwijoyo Rahmadi Sukarna, Muhammad Ihsan Ali, Mahardika mahmuda, dan Perkasa Muhammad, yang telah meluangkan waktunya untuk merefresh otak.

(8)

iv

17. Serta teman-teman yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu, termakasih atas doa-doa terbaiknya.

Jakarta, 24 September 2020

(9)

v

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

1. Identifikasi Masalah ... 6

2. Pembatasan Maslalah ... 6

3. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Kajian Terdahulu ... 7 E. Kerangka Konsep... 9 F. Kerangka Teori ... 10 G. Metode Penelitian ... 12 1. Jenis Penelitian ... 12 2. Pendekatan Penelitian ... 12 3. Sumber data ... 13

4. Teknik Pengumpulan Data ... 13

5. Pengolahan dana Analisis Data ... 14

H. Tekhnik Penulisan ... 14

I. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH, WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM, DAN PERJANJIAN ARBITRASE ... 17

A. SENGKETA EKONOMI SYARIAH ... 17

1. Pengertian Sengketa Ekonomi Syariah ... 17

2. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ... 19

(10)

vi

3. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum ... 32

4. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum ... 33

C. PERJANJIAN ARBITRASE ... 34

1.Pengertian Arbitrase ... 34

2.Ketentuan Perjanjian Arbitrase... 36

BAB III DESKRIPSI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN NOMOR 3833/Pdt.G/2016/PA.JS ... 40

A. Duduk Perkara Gugatan ... 40

1. Gugatan Peggugat ... 40

2. Proses Mediasi ... 48

B. Jawaban Tergugat / Eksepsi ... 48

C. Jawaban / Eksepsi Turut Tergugat ... 50

D. Replik Penggugat ... 52

E. Alat Bukti ... 55

1. Bukti Tergugat ... 55

2. Bukti Turut Tegugat ... 55

3. Bukti Penggugat ... 56

F. Pertimbangan Hukum ... 56

G. Amar Putusan ... 64

BAB IV ANALISIS PUTUSAN TERHADAP PERKARA NOMOR 3833/Pdt.G/2016/PA.JS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA EKNOMI SYARIAH PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN ... 65

A. Teknis Penyelesaian Sengketa Perjanjian Ekonomi Syariah yang di Lakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Terhadap Putusan Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS Terhadap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah .. 65

1. Tata Cara Pemeriksaan Dengan Acara Sederhana ... 67

(11)

vii

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.1 Ada yang menjalankan usahanya menggunakan sistem konvensional dan ada juga menjalankan usahanya menggunakan sistem syariah. Ekonomi Syariah di Indonesia dalam dua puluh lima tahun terakhir ini mengalami kemajuan yang pesat, terutama dilihat dari tumbuh kembangnya lembaga keuangan syari’ah, baik bank ataupun non bank. Khusus terkait dengan perkembangan perbankan syariah, Bank Indonesia merilis bahwa bank syariah hingga maret tahun 2011 berjumlah 186 bank syariah, meliputi Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 152 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Perkembangan disektor perbankan syariah tersebut juga terjadi di sektor lain, yakni sektor asuransi syariah, pembiayaan syariah, pasar modal syariah, bisnis syariah dan pegadaian syariah2

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai bentuk kerja sama bisnis yang meningkat dari hari ke hari. Semakin meningkatnya kerja sama bisnis, meyebabkan semakin tinggi pula tingkat sengketa diantara pihak yang terlibat di dalamnya. Pada dasarnya, sebab-sebab terjadinya sengketa diantara pihak sebagai berikut:3

1. Wanprestasi;

2. Perbuatan Melawan Hukum (PMH); 3. Kerugian salah satu pihak; dan

4. Adanya pihak yang tidak puas atas tanggapan yang menyebabkan kerugian

1 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (jakarta : Raja Grafindo, 2008), h. 25 2 Maskufa, Penyelesaian Sengketa Perjanjian Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah, Al-iqtishad, Jurnal Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol V, No. 1 Januari 2013, h. 118

3 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Depok: Kencana, 2017), h. 57

(13)

Dengan begitu semakin beragamnya pola bisnis yang berbasis syariah, maka aspek perlindungan hukum dalam penerapan asas perjanjian dalam kontrak atau akad di setiap lembaga dan transaksi ekonomi syariah menjadi sangat urgen diupayakan implementasinya. Karena pada tataran pelaksanaan transaksi bisnis ekonomi syariah tidak menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Sehingga dalam koridor masyarakat yang sadadr hukum, tidak dapat dihindari munculnya perilaku saling tuntut menuntut satu sama lain, yang mengakibatkan kuantitas dan kompleksitas perkara-perkara bisnis syariah akan sangat tinggi dan beragam.4

Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kompleksitas perkara-perkara tersebut, siperlukan adanya lembaga penyelesaian sengketa yang mempunyai kredibilitas dan berkompeteen sesuai bidangnya, yaitu bidang ekonomi syariah. secara umum mekanisme penyelesaian sengketa bisnis syariah dapat diselesaikan melalui jalur non litigasi dan litigasi (Peradilan Agama).5

Jalur non litigasi sering disebut dengan penyelesaian sengketa alternatif/ADR (Alternatif Dispute Resolution).6 Secara yuridis oleh pemerintah Indonesia secara umum telah dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disamping mengatur secara panjang lebar tentang arbitrase.7 Juga memperlihatkan pencari keadilan bahwa sebenarnya undang-undang tersebut juga menekankan kepada penyelesaian sengketa laternatif. Secara garis besar, alternatif penyelesaian sengketa terdiri dari dua jenis mekanisme. Pertama

4 Ahmad, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama”, Jurnal IUS, Vol. II, No. 6 (Desember, 2014), h. 478.

5 Mardani, Hukum Acara Perdata Pradilan Agama dan Mahkamah Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 74.

6 Safitri Mukarromah, “Kesiapan Hakim dan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Perwekerto”, Isamadina, Vol XVIII, No. 1 (Maret , 2017), h. 77.

7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alteernatif Penyelesaian Sengketa.

(14)

dengan sistem musyawarah, yang terdiri dari mediasi, konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Kedua arbitrase, lembaga arbitrase yang berperan menyelesaikan sengleta ekonomi syariah adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).8

Sedangkan jalur litigasi merupakan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, dalam hal ini adalah Peradilan Agama. Peradilan Agama adalah salah satu dari 4 (empat) lembaga peradilan yang ada di Indonesia. Semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama telah mengatur perluasan kewenangan mutlak atau kompetensi absolut bagi peradilan agama sebagaimana secara eksplisit disebutkan dalam pasal 49 ayat (1) yang menyatakan bahwa: pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang: a) perkawinan; b) waris; c) wasiat; d) hibah; e) wakaf; f) zakat; g)infaq; h) shadaqah; i) Ekonomi Syariah.9

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yang pasal dan isinya tidak diubah dalam Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Tentang Peradilan Agama yang meyatakan bahwa peradilan agama mempunyai kompetensi absolut untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa dibidang ekonomi syariah. Kemudian paradigma ini dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tahun 2012. Sehingga penyelesaian sengketa bisnis ekonomi syariah, tugas dan kewenangannya berada pada lingkungan Peradilan Agama.10

Berdasarkan kewenangan absolut Pengadilan Agama tersebut, salah satu Pengadilan Agama yang menangani perkara ekonomi syariah adalah

8 Menurut Pasal 10 Ayat (2) PBI No. 7/46/PBI/2005, Basyarnas yang digunakan sebagai lembaga yang akan mengatasi sengkketa ban syariah adalah basyarnas yang berdomisili paling dekat dengan kantor bank yang bersangkutan atau yang di tunjuk sesuai kesepakatan antara bank dan nasabah.

9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama 10 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 136.

(15)

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan pada tanggal 13 Desember 2016 Pengadilan Agama Jakarta Selatan menerima gugatan dengan dasar perbuatan melawan hukum yang di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan register perkara Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS

Putusan Perkara Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS bermula pada tahun 2009 penggugat mengajukan permohonan pembiayaan kegiatan usaha dan tergugat menyetujui dengan menggunakan pembiayaan musyarakah, tertanggal 16 Februari 2009 dengan total pembiayaan sebesar Rp. 3.500.000.000 dan pada tanggal 7 April 2009 sebesar Rp. 1.500.000.000. Dan dalam fasilitas pembiayaaan tersebut penggugat memberikan jaminan 4 buah bidang tanah yang masing-masih sebagai berikut:

1. SHM No.XXXX/Cibalongsari, atas nama Dr. Warman Johan 2. SHM No. XXXX/Cibalongsari, atas nama Dr. Warman Johan 3. SHM No. XXXX/Cibalongsari, atas nama Dr. Warman Johan 4. SHM Nomor XXXX/Pisangan, atas nama Ferry Winarso

Bahwa dalam perkara ini proses pembiayaan dari pinjaman sebesar Rp. 5.000.000.000 penggugat sudah membayar sebesar Rp. 2.000.000.000,. dan setelah itu penggugat mengalami kerugian cukup besar yang mengakibatkan penggugat tidak dapat menlanjutkan pembayaran. Penggugat telah melakukan korespodensi kepada tergugat dengan harapan mencari solusi atass situasi yang di alami oleh penggugat, akan tetapi tergugat tidak pernah menanggapi kosrespodensi yang disampaikan oleh penggugat dan tergugat juga tidak pernah memanggil penggugat untuk mencari solusi bersama terhadap kondisi penggugat yang mengalami kerugian.

Tindakan tergugat dalam menyelesaikan masalah justru sangat mengejutkan, dimana penggugat memperoleh surat yg disampaikan tergugat menjelaskan kewajiban yang harus dibayar sebesar Rp. 9.722.162.310,89,. Dengan rincian:

1. Outstanding : Rp. 2.944.992.497,00 2. Nisbah Tertunggak : Rp. 593.733.333,00 3. Denda : Rp. 6.183.436.480.89

(16)

4. Total (1+2+3) : Rp. 9.722.162.310.89

Dan juga tergugat juga sudah melelang 3 bidang tanah yang dijadikan jaminan penggugat kepada pihak turut tergugat secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan kepada penggugat. Memperhatikan yang dilakukan oleh tergugat, jelas hal tersebut menunjukan dalam menjalankan usaha sudah menerapkan usur Riba yang tidak dibenarkan oleh Undang-Undang dan menjadi perbuatan melawan hukum. dan oleh karena itu penggugat mengajukan perkara ini ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Bahwa terhadap fakta hukum di atas, Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memeriksa perkara tersebut telah memberikan putusan sebagai berikut: Dalam Eksepsi

Dalam Eksepsi Terguat

1. Menerima Eksepsi Tergugat;

2. Menyatakan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak berwenang untuk memeriksan dan mengadili perkara Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS tanggal 13 desember 2016

3. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 2.016.000.- (dua juta enam belas ribu rupiah)

Dalam Eksepsi Turut Tergugat

1. Menyatakan Eksepsi Turut Tergugat tidak dapat di terima.

Transaksi Ekonomi Syariah sudah banyak di terapkan di Indonesia sehingga memicu banyak terjadinya sengketa juga, akan tetapi dalam praktek gugatannya banyak yang salah dalam kompetensi absolutnya, Berdasarkan fakta dan uraian diatas peneliti tertarik untuk menulis penelitianyang berjudul “Penerapan Ketentuan Klausula Arbitrase

dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pelaksanaan Akad Syariah Terhadap Putusan 3833/Pdt.G/2016/PA.JS (Studi Kasus: Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”

(17)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan Identifikasi masalah sebagai berikut:

a. Akad Syariah ternyata masih banyak yang menimbulkan sengketa b. Gugatan yang diajukan masih banyak yang salah dalam kompetensi

absolut

c. Minimnya pemahaman masyarakat tentang akibat hukum klausul arbitrase

d. Banyak LKS yang tidak melakukan upaya penyelamatan pembiayaan atau kredit

2. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah penelitian ini adalah terkait penyelesaian sengketa perjanjian ekonomi syariah terhadap perkara 3833/Pdt.G/2016/PA.JS di Pengadilan Agama Jakarta Selatan antara PT. ANDANET PERDANA (Penggugat) dan PT. Bank Syariah Bukopin (Tergugat)

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana teknis penyelesaian sengketa perjanjian ekonomi Syariah yang dilakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap Putusan Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS apa sudah sesuai dengan Pereraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian perkara ekonomi Syariah?

b. Bagaimana ruang lingkup klausula arbitrase dan apa yang menjadi dasar hukum pertimbangan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap putusan 3833/Pdt.G/2016/PA.JS ?

(18)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana teknis penyelesaian sengketa perkara ekonomi syariah yang dilakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap putusan nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS apa sudah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian perkara ekonomi syariah.

2. Untuk mengetahui sejauh mana ruang lingkup klausula arbitrase dan apa yang menjadi dasar hukum pertimbangan bagi hakim terhadap putusan nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi teoritis dan akademis dalam membahas tentang penyelesaian sengketa perjanjian ekonomi syariah dilihat dari dua lembaga yang berbeda dan peraturan perundang-undangan yang berbeda, yaitu Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi nilai positif bagi masyarakat dan sebagai sumber informasi tambahan serta menambah khasanan bacaan ilmiah

D. Kajian Terdahulu

Abdussami Makarim “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Lewat

Mediasi Di Lembaga Litigasi Dan Non Litigasi (Studi Kasus: Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia)”.11 Penelitian ini

11 Abdussami Makarim, Skripsi: “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Lewat mediasi di Lembaga Litigasi dan Non Litigasi (Studi Kasus: Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019)

(19)

menjelaskan tentang penyelesaian sengketa perbankan syariah yang dilakukan terhadap lembaga-lembaga tersebut melaui mediasi.

Aspek yang menjadi pembeda dari penelitian diatas adalah penelitian ini membahas tentang Komparasi penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat mediasi di Pengadilan Agama, Bayarnas, dan LAPSPI, sedangkan penelitian di atas tentang bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang dilakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS

Yusuf Wahyu Wibowo “Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)”.12 Dalam penelitiannya disebutkan bahwa LAPSPI persengketaan yang diajukan haruslah sengketa perdata yang timbul diantara para pihak yang terkait dengan perbankan yang dibuktikan dengan perjanjian dan dapat diadakan perdamaian menurut peraturan perundangan yang berlaku.

Aspek yang menjadi pembeda dari penelitian diatas adalah penelitian ini membahas tentang bagaimana alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), sedangkan penelitian di atas tentang bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang dilakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS serta apa dasar pertimbangan hukum bagi hakim terhadap putusan tersebut.

Ahmad Hanifuddin “Analisis Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Melalui Jalur Mediasi Perkara Nomor 1227/Pdt.G/2017/PA.SMN di Pengadilan Agama Sleman”.13 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa pada putusan perkara tersebut di Pengadilan Agama Sleman masih terdapat beberapa hal yang menurut peneliti belum sesuai dalam penjatuhan putusan tersebut.

12 Yusuf Wahyu Wibowo, Skripsi: “Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSI)” (Lampung: Universitas Lampung, 2017)

13 Ahmad Hanifuddin, Skripsi: “Analisis Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Mediasi Perkara Nomor 1227/Pdt.G/2017/PA.SMN di Pengadilan Agama Sleman” (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013)

(20)

Aspek pembeda dari penelitian diatas adalah penelitian ini membahas tentang bagaimana putusan akta perdamaian dalam perkara ekonomi syariah Nomor 1227/Pdt.G/2017/PA.SMN, sedangkan penelitian di atas tentang bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang dilakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS

Nurus Sa’adah “Analisis Putusan Hakim Dalam Perkara Ekonomi Syariah

di Pengadilan Agama Surakarta Tahun 2013-2017 (Berbasis Nilai Keadilan)”14. Skripsi ini menjelaskan tentang apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Surakarta dalam menyelesaikan perkara ekonomi syariah dan apakah putusan hakim dalam memutus perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama Surakarta telah memenuhi asas keadilan yang dilihat dalam dua perspektif, yaitu perpektif hakim dalam menjatuhkan putusan dan perspektif para pihak yang berperkara.

Aspek pembeda daripenelitian diatas adalah penelitian ini membahas tentang apa apakah putusan hakim dalam memutus perkara ekonomi syariah di Pengadilan Aga Surakarta sudah memenuhi asas keadilan, sedangkan penelitian di atas tentang bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang dilakukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS.

E. Kerangka Konsep

Arbitrase sebagaimana dimakud dalam UU No. 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada adanya perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada ketua pengadilan dimana salah satu pihak sebagai pengugat untuk menggugat pihak lain sebagai tergugat.

14 Nurus Sa’adah, “Analisis Putusan Hakim Dalam Perkara Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama Surakarta Tahun 2013-2017 (Berbasis Nilai Keadilan)”, (Surakarta: IAIN Surakarta, 2017)

(21)

Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban hukum menurut undangundang. Pada Pasal 1365 BW (onrechtmatig) menyatakan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan orang lain menderita kerugian, mewajibkan siapa yang bersalah karena menyebabkan kerugian itu harus mengganti kerugian tersebut. Selain itu, perbuatan melawan hukum dapat dipahami sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban hukum menuruPerbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban hukum menurut undangundang. Pada Pasal 1365 BW (onrechtmatig) menyatakan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan orang lain menderita kerugian, mewajibkan siapa yang bersalah karena menyebabkan kerugian itu harus mengganti kerugian tersebut. Selain itu, perbuatan melawan hukum dapat dipahami sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban hukum menurut undang-undang sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata.15

Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.

Ekonomi Syariah adalah usaha yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau yang tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip Syariah.

F. Kerangka Teori

Dalam bidang kekuasaan kehakiman atau dunia peradilan “kompetensi (Competentie) yang artinya kekuasaan atau kewenangan”16. Kekuasaan atau kompetensi terbagi menjadi kompetensi absolut (kompetensi absolut) berasal

15 Zaidah Nur Rosyidah, Buku Daras Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Fakultas Syariah IAIN Surakarta, 2014), h. 146.

16 Subekti dan R. Tjitrosoedibdio, Kamus Hukum, Pradnya Paramitha, (Jakarta: 1990), h. 29.

(22)

dari “absolut yaitu mutlak”17. Kompetensi absolut merupakan wewenang badan peradilan dalam memeriksa jenis perkara, kewenangan absolut setiap peradilan berbeda-beda. Hal ini diatur oleh Undang-Undang atau peraturan yang mengaturnya. Kompetensi absolut pengadilan dalm lingkungan perailan agama, diatur dalam pasal 2 undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, dibangun atas azas Personalitas Keislaman, sebagaimana dalam pasal 2 disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara-perkara perdata tertentu yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2006 yaitu bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah.

Dalam pasal 1338 KUHPerdata dijelaskan bawa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Suatu perjanjian tidak boleh ditarik Kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. 18

Dengan diubahnya UU No.7 Tahun 1989 menjadi UU No.3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, Pengadilan Agama yang sebelumnya hanya mempunyai kompetensi absolut untuk memeriksa/ mengadili perkara-perkara perkawinan, waris, wakaf, hibah, dan shodaqoh, maka kini ditambah satu lagi masalah sengketa Ekonomi Syariah (pasal 49). Sejak berlakunya UU No. 3 Tahun 2006, berarti Pengadilan Agama telah mendapatkan kepercayaan/ amanah dari rakyat (melalui DPR) untuk menyelesaikan sengketa ekonomi Syariah yang cukup komleks.19

Sebagai Lembaga arbitrase, yuridiksi BASYARNAS terbatas pada yuridiksi arbitrase. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang

17 I. P. H. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, cet-III, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 148

18Lihat pasal 1338 KUH Perdata

(23)

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sengketa yang dapat diselesaikan melalui Lembaga arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Sengketa muamalah yang dapat diselesaikan BASYARNAS tidak saja meliputi sengketa dalam bidang perbankan seperti yang banyak dipahami oleh masyarakat luas, tetapi juga meliputi sengketa ekonomi Syariah, seperti asuransi Syariah, pasar modal Syariah, pembiayaan Syariah, pembiayaan mikro berdasarkan Syariah, dll.20

G. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah.21 Sebagai mana metode penelitian pada umumnya, metode penelitian kualitatif memiliki beberapa tahap yang biasanya diikuti, sehingga jalur pikirannya dapat di ikuti.22

b. Pendekatan Penelitian

Pada pendekatan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai bangunan sistem norma.23 Menurut Soerjono Soekanto penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap

20 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Penyelesaian sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional. (Sumatra Utara: Desember 2010)

21 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 1. 22 Conny R Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Grasindo, 2017), hlm. 98. 23 Mukti Fajar Nur Dewata, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(24)

praturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 24

c. Sumber Data

Adapun sumber data untuk memperoleh data dalam penelitian ini: 1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian sebagai informasi yang dicari. Data primer bisa disebut juga dengan dengan istilah data asli. Sumber data primer dalam penelitian ini berdasarkan kitab suci Al-Qur’an, Hadits, Kitab Fiqih, dan lain-lain.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung data primer dan dapat diperoleh dari luar objek penelitian. Ini adalah segala data yang tidak berasal dari sumber data primer yang dapat memberikan dan melengkapi serta mendukung informasi terkait dengan objek penelitian baik yang berbentuk buku, karya tulis dan tulisan maupun artikel yang berhubungan dengan objek penelitian.

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada sripsi ini diperoleh dari hasil riset pustaka yaitu dengan mencari informasi-informasi dari data primer, sekunder, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang sedang diangkat melalui:

1) Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan pencatatan secara sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki

2) Wawancara / Interview

24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), ( Jakarta: Rajawali Press, 2001), hlm. 13.

(25)

Wawancara atau interview adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden.

e. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis.25 Pengolahan data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya.26 Tekhnik pengolahan data pada penelitian ini tidak menggunakan rumus statistik karena data tidak merupakan angka-angka tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan, pandangan para pakar, termasuk pengalaman penulis.

Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal.27 Analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah menggunakann analisis kualitatif yang merupakan analisis data yang tidak menggunakan angka, melainkan memberikan gambaran-gambaran (deskripsi) dengan kata-kata atas temuan, dan karenanya ia lebih mengutamakan mutu/kualitas dari data, bukan kuantitas.28 Metode analisis data dalam penelitian hukum menggunakan penafsiran hukum, penalaran hukum, dan argumentasi rasional.29

H. Tekhnik Penulisan

Penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan teknik penulisan yang terdapat pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

25 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, hlm. 72.

26 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, hlm. 163. 27 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, hlm. 77.

28 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, hlm. 19.

(26)

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. Adapun sistematika penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, identifikasi, batasan, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan terdahulu, metodelogi penelitian hukum dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERJANIAN EKONOMI SYARIAH

Bab ini membahas tentang pengertian bank syariah, perjanjian ekonomi syariah, bentuk-bentuk transaksi ekonomi syariah, pengertian wanprestasi, prosedur menyatakan debitur telah wanprestasi, pengertian perbuatan melawan hukum, unsur-unsur perbuatan melawan hukum, dan tata cara penyelesaian perkara ekonomi syariah.

BAB III DESKRIPSI PERKARA NOMOR

3833/Pdt.G/2016/PA.JS

Bab ini membahas tentang duduk perkara gugatan penggugat, proses mediasi jawaban tergugat/eksepsi, jawaban /eksepsi turut tergugat replik penggugat, alat bukti, pertimbangan hukum dan amar putusan.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN TERHADAP PERKARA NOMOR 3833/Pdt.G/2016/PA.JS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH di PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

Dalam bab ini membahas tentang teknis peyelesaian sengketa perjanjian ekonomi syariah yang dilakukan

(27)

pengadilan agama jakarta selatan terhadap putusan nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS, serta dasar hukum pertimbangan hakim pengadilan agama jakarta selatan terhadap putusan nomor 3833/Pdt.G/2016/PA.JS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis akan membahas beberapa kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan rumusan masalah yang diteliti.

(28)

17

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH, WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN

HUKUM, DAN PERJANJIAN ARBITERASE

A. Sengketa Ekonomi syariah

1. Pengertian Sengketa Ekonomi Syariah

Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, sengketa adalah pertengkaran; perbantahan; pertikaian; perselisihan; percederaan, dan perkara. Konflik sendiri secara etimologi berasal dari kata conflict, yang dari bahasa latinnya confligere yang berarti: “saling mengejutkan” atau konflik terjadi karena ada pihak-pihak yang „saling mengejutkan‟ dengan kata lain kekerasan. Selain itu, kata „konflik‟ juga memiliki beberapa definisi, di antaranya: “a fight, a collision; a struggle, a contenst; opposition of interest, opinions or purposes; mental strife, agony” (suatu pertarungan, suatu benturan; suatu pergulatan; pertentangan kepentingan-kepentingan, opini-opini, atau tujuan-tujuan; pergulatan mental, penderitaan batin).1

Istilah Ekonomi berasal dari bahasa Yunani “Oikos Nomos” yang diartikan oleh orang-orang barat sebagai Istilah Ekonomi berasal dari bahasa Yunani “Oikos Nomos” yang diartikan oleh orang-orang barat sebagai.2

Secara umum, ekonomi oleh Samuelson didefiniskan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi.3 Ekonomi

1 Akhmad Rifa‟i,, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam , (Millah Edisi Khusus, Desember, Fak. Dakwah Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), h. 172-173

2 Nawawi, Ismail, Ekonomi Islam: Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum, (Surabaya: ITS Press; 2009), h. 1

3 Paul A. Samuelson, The Economics, (New York: Mc Graw-Hill Book Co.1973) h. 3, yang dikutip oleh Fathurrahman Djamil, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, makalah disampaikan

(29)

Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorangan, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.4

Kata syariah dalam ekonomi syariah memiliki pengertian yang berbeda dengan pengertian syariah yang berkaitan dengan hukum, y=aitu syariah yang berkaitan denga fiqh, serta qanun. Maksud dari ekonomi syariah dalam konteks pemahaman di Indonesia tidak lain adalah ekonomi Islam yang dikenal secara umum oleh para ahli. Menurut Mannan, pengertian ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam (a social science which studies the economics problems of a people imbued with the values of Islam).5 Menurutnya, maksud dari ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip Syariah yang meliputi bank syariah, lembaga keuangan syariah, mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pension lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.

Kata syariah berasal dari bahasa Arab “as-syari’ah” yang mempunyai konotasi masyra’ah al-ma’ (sumber air minum). Orang Arab tidak menyebut sumber tersebut dengan sebutan syariah kecuali jika sumber tersebut airnya berlimpah dan tidak pernah kering. Dalam bahasa Arab, syara’a berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan), dan

dalam seminar sosialisasi Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2989 tentang Peradilan Agama di Malang, Jawa Timur

4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

5 Khoirul Anwar, Peran Pengadilan dalam Arbritase Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), h. 41

(30)

bayyana al-masalik (menunjukkan jalan). Secara harfiah syariah dapat diartikan sebagai jalan yang ditempuh atau garis yang mestinya dilalui.6

Dan dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa ekonomi Syariah adalah perselisihan kepentingan antara dua pihak atau lebih dalam bisnis ekonomi islam. Peraturan Mahakamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perkara ekonomi syariah adalah perkara di bidang ekonomi syariah meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, surat berharga berjangka syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, bisnis syariah, termasuk wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah yang bersifat komersial, baik yang bersifat kontensius maupun volunteer.

2. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Dalam menjalankan kegiatan ekonomi syariah terutama bisnis syariah, perhatian utama bagi para pelakunya adalah pemenuhan prestasi, pelaksanaan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, serta yang menjadi focus utama adanya prinsip-prinsip Islam yang melandasi kegiatannya, bukan konfil (conflict) ataupun sengketa (dispute) yang timbul. Kendati demikian, dalam praktiknya, konflik dan sengketa dapat saja muncul, walaupun secara konseptual bisnis syariah memiliki landasan filosofi yang minim konflik.7

Dalam menghadapi sebuah masalah atau sengketa, Lembaga penyelesaian antar ekonomi Syariah dan juga ekonomi konvensional berbeda. Dalam ekonomi konvensional apabila terjadi sebuah sengketa akan diselesaikan melalui Peradilan Negeri atau Badan Arbritase

6 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 809.

7 Khoirul Anwar, Peran Pengadilan dalam Arbritase Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), h.6

(31)

Nasional. Sedangkan ekonomi Syariah, apabila terjadi sengketa, akan diselesaikan sesuai dengan tata cara dan hukum materi syariah.

Pada prinsipnya, yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa hanya badan peradilan yang bernaung di bawah kekuasaan kehakiman (judicial power) yang berpuncak di Mahkamah Agung. Sehingga, perkara sengketa ekonomi syariah diselesaikan melalui meja hijau. Penyelesaian ini disebut sebagai penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi. Tetapi, sebagaimana penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (nonlitigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah).8

a. Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi

Litigasi juga merupakan proses gugatan atau suatu konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak menggantikan konflik sesungguhnya. Dimana para pihak memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertantangan. Litigasi merupakan proses yang sangat dikenal (familiar) bagi para lawyer dengan karakteristik adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan untuk memutuskan solusi di antara para pihak yang bersengketa.9

Penyelesaian sengketa secara litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pengadilan. Dan perwujudan dari fungsi hukum adalah adanya pengadilan yang merupakan lembaga formal yang disediakan oleh negara. Para pihak yang bersengketa dalam ekonomi syariah dapat menyelesaikannya melalui pengadilan. Sebab, keberadaan peradilan merupakan representasi

8 Erie Hariyanto, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Indonesia, Iqtishadia Vol. 1 No. 1 Juni, 2014, h. 42

(32)

dari fungsi hukum dalam penyelesaian sengketa dan sarana penegak keadilan.

Secara Yuridis, penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat diajukan ke pengadilan agama karena sengketa ekonomi syariah merupakan kewenangan absolut pengadilan agama. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, sebagai berikut: “Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi Syariah”. yang semula hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah.

Lebih lanjut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 bahwa ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah. Lingkup dari ekonomi syariah meliputi: bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis Syariah.10

b. Penyelesaian Melalui Jalur Non Litigasi

Non litigasi disebut juga alternatif penyelesaian sengketa (APS). Maksudnya alternatif pengganti lembaga peradilan dalam menyelesaikansebuah sengketa. Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diatur keberadaannya dalam Undang-Undang Nomor 3

10 Mukharom As-Syabab, Teori dan Implementasi Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, (Bogor: Pustaka Amma Alamia, 2019), h. 58

(33)

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Prof. Mr. Sudargo Gautama sebagaimana dikutip dalam karya Dr. Frans Hendra Winarta, dijelaskan bahwasannya dalam perancangan UU 30 tahun 1999 terdapat 2 pendapat pendapat tentang APS. Pendapat pertama memasukkan arbitrase sebagai bagian dari APS, dan pendapat yang kedua memisahkan arbitrase dari APS. Namun demikian pada saat disahkan dan diundangkannya peraturan ini, arbitrase dipisahkan dari APS. Dengan keputusan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa APS adalah pranata penyelesaian sengketa luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa melalui proses litigasi di pengadilan.11

Adapun bentuk-bentuk APS meliputi: Pertama, konsultasi adalah aktivitas konsultasi atau perundingan seperti klien dengan penasihat hukumnya. Selain itu konsultasi juga dipahami sebagai pertimbangan orang-orang (pihak) terhadap suatu masalah.

Kedua, negoisasi adalah proses yang dilakukan oleh dua pihak dengan permintaan (kepentingan) yang saling berbeda dengan membuat suatu persetujuan secara kompromis dan memberikan kelonggaran. Negoisasi ini dilakukan dengan sederhana dan penuh dengan persahabatan.12

Ketiga, konsiliasi adalah penciptaan penyesuaian pendapatdan penyelesaian satu sengketa dengan suasana persahabatan dan tanpa ada rasa permusuhan yang dilakukan di pengadilan sebelum dimulainya persidangan dengan maksud untuk menghindari proses litigasi, proses losiliasi ini dapat dilakukan di dalam maupun di luar persidangan.

11 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Ke-2, 2013), hlm. 14-15

12 Ahmad Ali, Sosiologi Hukum; Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta: BP. Iblam, 2004), h. 21.

(34)

Keempat, pendapat dan penilaian ahli. Bentuk APS dikenalkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah pendapat dan penilaian para ahli. Rumusan pasal 52 undang-undang ini menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan tertentu dari suatu perjanjian.

Selain itu, terdapat bentuk lain yaitu melalui Arbitase. Di Indonesia, arbitrase diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dasar dari dibuatnya undang-undang tersebut dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.13

Untuk menunjang penyelesaian sengketa melalui arbitrase, pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), yang sejak tahun 2002 telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), sebagai lembaga arbiter yang menangani penyelesaian perselisihan sengketa di bidang ekonomi syariah.

Apabila dalam akad perjanjian ekonomi syariah terdapat klausul penyelesaian sengketa tersebut melalui badan arbitrase atau di luar Pengadilan, maka Hakim harus secara imperatife menolak dan menyatakan tidak dapat menerima perkara tersebut.

13 Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, (Jakarta, Transmedia Pustaka, 2011), hlm. 55

(35)

3. Bentuk-Bentuk Transaksi Ekonomi syariah

Ada banyak berbagai macam tansaksi dalam ekonomi syariah, yakni antara lain transaksi berbasis jual beli, sewa-menyewa, kemitraan, titipan atau simpanan, dan transaksi berbasis jasa. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Transaksi berbasis jual-beli (Murabahah)

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan ditambahkan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai pendapatannya.14 Transasksi murabahah banyak ditemukan dalam produk bank syariah dalam kegiatan usahanya. Bagi bank syariah akad atau transaksi murabahah memiliki manfaat adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.

Adapun dasar hukum atau dalil tentang murabahah Firman Allah QS. Al-Nisa’ [4]: 29:

اَهُّي

أََٰٓي

َ

ٱ

َنيِ

لَّ

ذ

ِب مُكَنۡيَب مُك

َلََٰوۡمَأ ْآوُلُكۡأَت َلَ ْاوُنَماَء

ٱ

ِلِطَٰ َب

ۡل

ۡۚۡمُكنِ م ٖضاَرَت نَع ًةَرَٰ َجِت َنوُكَت ن

َ

أ ٓ

لَِإ

ذ

...

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”

b. Transaksi Berbasis sewa-menyewa (ijarah)

14 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Temporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 11-12

(36)

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.15 Dengan kata lain, ijarah merupakan pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam perkembangannya muncul istilah Ijarah Muntahiya bi Tamlik (IMBT) transaksi ini adalah perpaduan kontrak jual beli dan sewa/, lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangans si penyewa. Sifat perpindahan kepemilikian inilah yang membedakannya dengan ijarah biasa.

Adapun dasar hukum atau dalil tentang Ijarah Firman Allah QS. Al-Qashash [28]: 26:

ۡتَلاَق

ِتَب

أََٰٓي اَمُهَٰىَدۡحِإ

َ

ٱ

َتۡس

ۡ

ُهۡرِج

ِنَم َ ۡيَۡخ ذنِإ

ٱ

َتۡس

ۡ

َتۡرَج

ٱ

ُّيِوَق

ۡل

ٱ

ُيِم

َ ۡ

لۡ

٢٦

Artinya : Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya"

c. Transaksi Berbasis Kemitraan

Ada beberapa transaksi yang megandung unsur kemitraan, Pertama mudharabah yakni kerja sama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.16

15 Lihat pasal 20 ayat (9) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 16 Lihat pasal 20 ayat (4) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(37)

Adapun dasar hukum atau dalil tentang mudharabah Firman Allah QS. Al-Baqarah [2]: 283:

..

َنِم

َ

أ ۡنِإَف

ِ دَؤُيۡلَف ا ٗضۡعَب مُك ُضۡعَب

ٱ

يِ

لَّ

ذ

ٱ

َنِمُتۡؤ

ُهَتَنَٰ َم

َ

أ

ۥ

ِقذتَ

لَۡو

ۡ

ٱ

َ ذللّ

ُهذبَر

..

Artinya : “Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya;”

Kedua musyarakah atau disebut juga sebagai syirkah yakni akad kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.17

Adapun dasar hukum atau dalil tentang musyarakah Firman Allah QS. Al-Ma’idah [5]: 1:

اَهُّي

أََٰٓي

َ

ٱ

َنيِ

لَّ

ذ

ِب

ْاوُفۡوَأ ْآوُنَماَء

ٱ

ِدوُقُعۡل

...

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”

Ketiga muzaraah yaitu bentuk kerjasama dalam pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan pengggarap dimana pemilik memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu

(38)

dari hasil panen.18

Adapun dasar hukum atau dalil tentang muzaraah Firman Allah QS. Al-Waqi’ah [56]: 63-64:

مُتۡيَءَرَف

َ

أ

َنوُثُرۡ

تَ اذم

َ

٦٣

ُهَنوُعَرۡزَت ۡمُتن

َ

أَء

ٓۥ

ُنۡ

نَ ۡم

َ

َ

أ

ٱ

َنوُعِرَٰذزل

٦٤

Artinya : “Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam (63) Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya (64)”

Keempat musaqah yaitu kerjasama antara pihak-pihak dalam pemeliharaan tanaman dan pembagian hasil antara pemilik dengan pemelihara tanaman sebagai nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang terikat.19

Adapun dasar hukum atau dalil tentang musaqah Hadits Rasulullah SAW:

َو ِهيَلَع ُالله يَّلَص ِالله َلوُس َر َّنَا

َلهَا َلَماَع َمَلَس

يَلَع َرَبيَخ

ٍعر َز وَا ٍرَمَث نِم اَهنِم ُجُرخَي اَم

Artinya: bahwa Rasulullahi Shalallahu ‘alaihi wassalam menyuruh penduduk khaibar untuk menggarap lahan di khaibar dengan imbalan separuh dari tanaman atau buah-buahan hasil Garapan lahan tersebut.

d. Transaksi berbasis titipan atau pinjaman (wadiah)

Menurut Kompolasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Wadiah adalah penitipan dana antara para pihak pemilik dana

18 Lihat pasal 20 ayat (5) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 19 Lihat pasal 20 ayat (7) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(39)

dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.20

Adapun dasar hukum atau dalil tentang wadiah Firman Allah QS. al-Nisa [4]: 58:

ذنِإ

ٱ

َ ذللّ

ْاوُّدَؤُت ن

َ

أ ۡمُكُرُم

ۡ

أَي

ٱ

ِتَٰ َنَٰ َم

َ ۡ

لۡ

اَهِلۡه

َ

أ َٰٓ

لَِإ

َ

...

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.

e. Transaksi berbasis jasa

Transaksi ekonomi syariah berbasis jasa yang pertama adalah Wakalah. Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.21

Adapun dasar hukum atau dalil tentang murabahah Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:

ِ دَؤُيۡلَف ا ٗضۡعَب مُك ُضۡعَب َنِم

َ

أ ۡنِإَف

ٱ

يِ

لَّ

ذ

ٱ

َنِمُتۡؤ

ُهَتَنَٰ َم

َ

أ

ۥ

ِقذتَ

لَۡو

ۡ

ٱ

َ ذللّ

ُهذبَر

...

Artinya : maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.

Kedua kafalah, yakni jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam22

Adapun dasar hukum atau dalil tentang Kafalah Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:

20 Lihat pasal 20 ayat (17) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 21 Lihat pasal 20 ayat (19) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 22 Lihat pasal 20 ayat (12) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(40)

َ َعَل ْاوُنَواَعَتَو

ٱ

ِ ِب

ۡ

ل

َو

ٱ

َٰىَوۡقذلت

َ َعَل ْاوُنَواَعَت َلََو

ٱ

ِمۡثِ

لۡ

ۡ

َو

ٱ

ِنَٰ َوۡدُع

ۡل

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Ketiga hawalah, adalah pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muhal alaih.23

Keempat Rahn atau gadai. Dalam istilah perbankan disebut juga agunan. Rahn merupakan penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan24

Adapun dasar hukum atau dalil tentang Rahn Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:

َف اٗبِت َكَ ْاوُدِ

تَ ۡمَلَو ٖرَفَس َٰ

َ

َ َعَل ۡمُتنُك نوَإِ

ٞة َضوُبۡقذم ٞنَٰ َهِر

..

Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).

Kelima qardh, adalah penyediaan dana atau tagihan antara Lembaga keuangan Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam waktu tertentu.25

Adapun dasar hukum atau dalil tentang murabahah Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 282:

23 Lihat pasal 20 ayat (13) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 24 Lihat pasal 20 ayat (14) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 25 Lihat pasal 20 ayat (36) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(41)

اَهُّي

أََٰٓي

َ

ٱ

َنيِ

لَّ

ذ

ٗ م َسُّم ٖلَج

َ

أ َٰٓ

لَِإ ٍنۡيَدِب مُتنَياَدَت ا

َ

َذِإ ْآوُنَماَء

َفٱ

ُۡۚهوُبُتۡك

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

B. Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum 1. Pengertian Wanprestasi

Dalam suatu perjanjian atau kontrak tentu terdapat dua macam subyek pihak yang berhutang atau disebut kreditur dan pihak yang memberikan piutang atau disebut debitur. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan. Sedangkan debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan.26 Apabila pihak dari debitur tidak memenuhi prestasi yang sebagaimana telah di tentukan di dalam kontrak/perjanjian, maka ia dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi.

Sedangkang di dalam ketentuan syara’, apabila sudah terjadi akad secara sah menurut ketentuan hukum dan tidak dilaksanakan isinya oleh debitur atau kreditur dan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka debitur atau kreditur telah melakukan kesalahan. Kesalahan tersebut merupakan suatu sikap yang bertentangan dengan kewajiban. Hal ini sebagai mana dijelaskan dalam Firman Allah SWT

26 Lihat Pasal 1 angka 2 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(42)

QS. Al-Isra’ 17, ayat (34): “Danpenuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya”

Dalam Hukum Islam seseorang diwajibkan untuk menghormati dan mematuhi setiap perjanjian, karena merupakan suatu amanah yang di percayakan kepadanya. Oleh karena itu, jika seseorang telah mendapat pembiayaan dari bank berati ia telah mendapat amanah dari orang lain.

2. Prosedur Menyatakan Debitur Telah Wanprestasi

Prosedur menyatakan debitur telah wanprestasi mesti melalui beberapa tahapan. Setidaknya terdapat dua bentuk tahapan yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut:27

a. Sommatie, yaitu peringatan tertulis yang diberikan oleh kreditur kepada debitur secara resmi melalui pengadilan. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.

b. Ingebreke Stelling, yaitu peringatan kreditur kepada debitur secara tersendiri dan tidak melalui pengadilan.

Adapun substansi dari peringatan yang diberikan oleh kreditur kepada debitur harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi; b. Dasar teguran; dan

c. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi

Kemudian somasi minimal telah dilakukan sebanyak dua kali

27 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Depok: Kencana, 2017), hlm. 130-131

(43)

oleh kreditur atau juru sita dengan dilandasi iktikad baik. Adapun jeda waktu antara somasi pertama dan somasi kedua adalah satu minggu hari kerja. Apabila somasi tersebut tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan, selanjutnya pengadilan yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.28

Sedangkan di dalam ketentuan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada Bab III Bagian Kemepat Tentang Ingkar Janji dan Sanksinya, Pasal 36 adalah sebagai berikut:29

Pihak dapat melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya:

a. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya

b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya.

c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

3. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban hukum menurut undang-undang. Pada Pasal 1365 BW (onrechtmatig) menyatakan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan orang lain menderita kerugian, mewajibkan siapa yang bersalah karena menyebabkan kerugian itu harus mengganti kerugian tersebut. Selain itu, perbuatan melawan hukum dapat dipahami sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban hukum menurut undang-undang sebagaimana ditegaskan

28 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Depok: Kencana, 2017), hlm. 130-131

29 Lihat Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Bab III Bagian Kemepat Tentang Ingkar Janji dan Sanksinya.

(44)

dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata.30

Dalam sejarah hukum perbuatan melawan hukum disebutkan bahwa Pasal 1365 KUHPerdata telah diperluas pengertiannya menjadi membuat sesuatu dan tidak membuat sesuatu (melalaikan sesuatu), dengan ketentuan sebagai berikut:31

a. Melanggar hak orang lain;

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum dari yang melakukan perbuatan itu;

c. Bertentangan dengan kesusilaan, maupun asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai kehormatan orang lain atau barang orang lain.

4. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Suatu perbuatan melawan hukum tidak serta merta dapat terjadi ataupun dituduhkan kepada seseorang. Akan tetapi, perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud mesti memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:32

a. Ada perbuatan. b. Ada kesalahan. c. Ada kerugian.

d. Sebab-sebab atau alasan.

Secara komprehensif terdapat perbedaan yang mendasar antara perbuatan melawan hukum dengan wanprsetasi. Misalnya berkaitan

30 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Depok: Kencana, 2017), h. 119

31 Lihat Pasal 1365 KUHPerdata

32 Sarwono, Hukum Acara Perdata dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 308.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulilaahiroobbil’aalamiin, segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat dan rahmat Allah SWT sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Profitabilitas dan Pengungkapan Corporate Social

Pertama, menentukan dan mengkoor- dinasi tata cara turun ke sawah; kedua, meng- atur pembagian air ke sawah petani; ketiga, membantu pemerintah dalam bidang pertanian;

Individu yang memiliki nurani cenderung berani mengakui kesalahan dan mengucapkan kata maaf, mampu mengidentifikasi kesalahannya dalam berperilaku dan menjelaskannya mengapa

Selain karakter potensi hasil yang tinggi, kualitas yang baik, dan ketahanan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT), seleksi pada tanaman teh dalam proses

Berdasarkan analisis tipe kimia air dengan Diagram Piper Trilinier dapat diketahui bahwa seluruh mata air di Pulau Yamdena dan Pulau Selaru yang diteliti

Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2009) diskriminasi adalah komponen behavioral yang merupakan perilaku negatif terhadap individu karena individu tersebut adalah