• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANIS DI SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANIS DI SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA."

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANIS DI SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Afif Badawi Trisanta NIM 11110244027

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Wa man jaahada fa-innamaa yujaahidu linafsihi”

“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya itu adalah untuk dirinya sendiri.”

(QS Al-Ankabut (29) : 6)

“Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali”

(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang kepada: 1. Ayah dan ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan,

semangat, kesabaran, dan memberikan doa selama ini. 2. Almamater UNY.

(7)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANIS DI SMA NEGERI 6

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta yang meliputi Visi dan Misi, Kurikulum yang digunakan, proses pembelajaran, program, evaluasi, dan faktor pendukung serta faktor penghambat proses pembelajaran, program dan evaluasi pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis. Pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Obyek penelitian adalah SMA Negeri 6 Yogyakarta yang mana penelitian difokuskan pada proses pembelajaran humanis yang diterapkan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif Miles & Hubberman (Reduksi; Penyajian data; Penarikan kesimpulan). Keabsahan data pada penelitian ini menggunakan Triangulasi.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, petunjuk, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANIS DI SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA”ini disusun dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari dengan segenap hati bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak/Ibu berikut ini.

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyusun skripsi ini hingga selesai.

(9)

penuh kesabaran serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

5. Bapak Drs. Murtamadji, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan nasehat dan saran kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama di bangku perkuliahan sebagai bekal di masa sekarang dan yang akan datang.

7. Bapak Kepala SMA Negeri 6 Yogyakarta yang telah memberikan izin dan bantuan untuk mengadakan penelitian.

8. Semua pihak yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

9. Ayah Susanto, Ibu Suparsih, Kakak Santi dan Hatmawati, serta sahabat-sahabat dan kekasih tercinta Mousafi Julia Sandi, Dodhy Hyronimus, Irvandra Khalismaya dan Agintia Nindy Susanti yang selalu mendoakan dan memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.

Yogyakarta, 24 Januari 2017

(10)

DAFTAR ISI

B. Pendidikan dan Kekerasan. ... 10

(11)

2. Tujuan Pendidikan. ... 11

3. Pengertian Kekerasan. ... 13

4. Kekerasan dalam Pendidikan. ... 15

C. Pendidikan Humanis. ... 16

1. Pengertian Pendidikan Humanis. ... 16

2. Tokoh-Tokoh Humanis. ... 19

3. Tujuan Pendidikan Humanis. ... 23

4. Komponen-Komponen Pendidikan Humanis. ... 25

5. Aplikasi Teori Humanistik dalm Pendidikan... 29

D. Kebijakan Pendidikan Peace Education. ... 30

1. Pengertian Kebijakan. ... 30

2. Pengertian Peace Education. ... 31

E. Penelitian yang Relevan. ... 32

F. Kerangka Berpikir. ... 35

G. Pertanyaan Penelitian. ... 38

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian. ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 40

C. Sumber Data. ... 40

D. Teknik Pengumpulan Data. ... 40

E. Instrumen Penelitian... 42

F. Teknik Analisis Data. ... 43

G. Keabsahan Data. ... 45

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Deskripsi Sekolah. ... 47

B. Hasil penelitian. ... 58

(12)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan. ... 91

B. Implikasi. ... 93

C. Saran. ... 95

DAFTAR PUSTAKA. ... 96

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Data ruangan di SMA Negeri 6 Yogyakarta. ... 51

Tabel 2. Data Sarana Pembelajaran di SMA Negeri 6 Yogyakart. ... 53

Tabel 3. Data Buku Perpustakaan di SMA Negeri 6 Yogyakarta. ... 55

(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Pikir. ... 38

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara, Observasi dan Dokumentasi. ... 99

Lampiran 2. Catatan Lapangan. ... 103

Lampiran 3. Hasil Wawancara. ... 106

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian Fakultas Ilmu Pendidikan. ... 135

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian Pemerintah Kota Yogyakarta. ... 136

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kekerasan bukan realitas yang jauh dari hidup manusia.Kekerasan adalah fakta yang menghiasi perjalanan setiap individu.Tidak ada seorangpun yang bisa melepaskan diri dari tindakan destruktif itu.Secara umum kekerasan bukan murni karena faktor instingtual atau dorongan-dorongan naluriah manusia sebagaimana telah ditegaskan oleh kaum behavioris. Kekerasan manusia terkait dengan kondisi eksistensi manusia, yaitu situasi ketika seseorang mendapatkan hambatan untuk berkembang ke arah yang positif (Nurul Ikhsan, 31 ; 2012).

Sekolah merupakan tempat ideal untuk pendidikan anak, di mana melalui sekolah, anak merasakan kenyamanan dalam menimbah ilmu. Kendati demikian sebagian besar kultur sekolah telah terkontaminasi oleh bentuk-bentuk kekerasan yang dibawa siswa dari lingkungan luar.Kehidupan peserta didik di era globalisasi telah dibalut oleh paham moderenitas yang kian merajalela hingga berimplikasi pada menjamurnya kekerasan ke lingkungan sekolah.Bentuk-bentuk kekerasan tersebut seperti adanya penyalagunaan situs internet oleh siswa yang berimplikasi pada kekerasan yang dilakukan di sekolah.

(17)

pendapat Zamroni, pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan untuk memberikan kesempatan pada peserta didik untuk memahami kehidupan sehingga kelak bisa hidup layak dan berguna bagi diri dan keluarga dan juga masyarakat. Namun pada kenyataannya, sekolah bukan menjadi tempat mencari ilmu agar menjadi manusia yang terdidik, sebaliknya sekolah dijadikan tempat untuk melampiaskan tindakan kekerasan seperti tawuran antar pelajar dari sekolah yang berbeda maupun dari sekolah yang sama, kekerasan guru terhadap murid, dan bullying(Nurul Ikhsan, 2012: 33).

(18)

afektif, menyebabkan berkurangnya proses humanis dalam pendidikan. Ketiga, kekerasan dalam pendidikan mungkin pula dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan tayangan media massa. Belakangan ini media massa kerap dengan vulgar memunculkan berita aksi kekerasan. Keempat, kekerasan bisa jadi merupakan refleksi dari perkembangan kehidupan masyarakat yang mengalami pergeseran cepat, sehingga meniscayakan timbulnya sikap instant solution dan jalan pintas. Kelima, kekerasan mungkin pula dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi pelaku (Assegaf, 2004:3-4).

Kasus kekerasan antar pelajar dalam beberapa waktu lalu yang mengejutkan publik, aksi kekerasan antar pelajar SMA Negeri 70 dengan SMA Negeri 6 di kawasan Bulungan Jakarta Selatan telah memakan satu korban jiwa. Demikian pula kasus kekerasan antar pelajar di Yogyakarta yang dalam beberapa waktu terakhir ini marak terjadi. Ini merupakan fenomena yang tidak seharusnya terjadi di Yogyakarta, pasalnya predikat kota pendidikan telah melekat sejak lama untuk Yogyakarta.

(19)

keras di kepala. Kasus antara SMK Piri dan SMK Muhamadiyah berlanjut pada 20 Mei 2014 yang bermula dari aksi konvoi kelulusan. Beberapa kasus kekerasan antar pelajar yang terjadi di Yogyakarta tersebut menjadi gambaran keadaan betapa kekerasan telah menjamur di kalangan pelajar di Yogyakarta.

Kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikulum, yang hanya mengandalkan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif, menyebabkan berkurangnya proses humanis dalam pendidikan. Mungkin pula dipengaruhi lingkungan masyarakat dan tayangan media massa. Perkembangan kehidupan masyarakat yang mengalami pergeseran cepat atau yang lazim disebut dengan perubahan secara revolusi, sehingga bukan tidak mungkin akan menimbulkan sikap instan solution dan jalan pintas sebagai akibat dari kian vulgar nya media massa dalam memunculkan berita kekerasan.

Perlu diketahui bahwa pendidikan bukanlah hanya sekedar mentransfer ilmu dari guru kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, yaitu transer nilai. Pendidikan juga merupakan jalan untuk mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik agar mencapai kehidupan yang baik. Namun yang terjadi, pendidikan tidak menunjukkan hal yang diinginkan. Justru pendidikan dijadikan alat indoktrinasi berbagai kepentingan. Inilah yang sebenarnya merupakan akar dehumanisasi.

(20)

orang tua siswa. Peran guru adalah sebagai pendidik nilai-nilai dan pengajar ilmu pengetahuan. Peserta didik adalah generasi muda yang akan meneruskan keberlangsungan bangsa yang diharapkan berperan pada sosialisasi nilai-nilai budaya damai anti kekerasan pada rekan sebaya. Orang tua adalah mitra guru yang mampu mendorong, mendukung, dan mengembangkan aktualisasi atau implementasi budaya damai tanpa kekerasan.Caranya adalah membawa salah satu isu yang mengarah pada terciptanya situasi yang kondusif bagi peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Setidaknya, cita-cita besar dari proses penciptaan perdamaian lewat pendidikan, nantinya di masa depan tidak terjadi kasus yang selalu berulang, yaitu kekerasan (Nurul Ikhsan, 2012:35-36).

Ada sebuah pandangan yang mengemuka di kalangan ahli pendidikan yaitu pendidikan sebagai proses humanisasi atau biasa disebut dengan proses pemanusiaan manusia. Proses pemanusiaan manusia tentu tidak sekedar bersifat fisik, akan tetapi harus menyangkut seluruh dimensi dan potensi yang ada pada diri dan realitas yang mengitarinya. Hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia, yaitu menyadari akan manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia kreatif yang terwujud di dalam budayanya (Tilaar, 2005:112).

(21)

mampu merubah predikat sekolah tawuran yang telah tertanam di masyarakat.Saat ini SMA Negeri 6 menjadi salah satu sekolah pilihan dengan mengusung pendidikan berbasis riset. Bagaimana cara SMA N 6 menerapkan pendidikan sebagai proses humanis tentunya adalah hal yang perlu dikaji agar hal tersebut dapat dijadikan panutan bagi sekolah-sekolah lain yang saat ini didalam proses pendidikannnya masih sering terjadi kekerasan baik dalam pembelajaran ataupun kekerasan yang dilakukan oleh para peserta didik.

B.Identifikasi Masalah

1. Bentuk-bentuk kekerasan, seperti pelecehan di internet tengah mengalami peningkatan dan telah menjadi “gudang persenjataan baru bagi kekerasan di

sekolah-sekolah”.

2. Dampak kekerasan bisa terjadi pada individu serta sekolah itu sendiri, dan sifat kerusakan akibat tindakan itu bisa bersifat psikologis, fisik, maupun materi.

3. Sekolah dijadikan tempat untuk melampiaskan tindakan kekerasan seperti tawuran antar pelajar dari sekolah yang berbeda maupun dari sekolah yang sama, kekerasan guru terhadap murid, dan bullying.

4. Di lingkungan pelajar SMU, bahkan di SLTP, juga marak demonstrasi yang kadangkala disertai dengan tindak kekerasan.

(22)

6. Kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku.

7. Kekerasan dalam pendidikan mungkin pula dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan tayangan media massa dan penyalahgunaan internet.

8. Sekolah harus benar-benar mencegah dengan menerapkan pendidikan yang mampu sebagai sarana proses humanis melalui tiga komponen utama, yaitu guru, peserta didik, dan orang tua siswa.

C.Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak keluar dari konteks yang diharapkan, peneliti membatasi masalah penelitian pada bagaimana cara SMA N 6 menerapkan pendidikan sebagai proses humanis.

D.Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi pendidikan humanis di SMA N 6 Yogyakarta?

(23)

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan implementasi pendidikan humanis di SMA Negeri

6 Yogyakarta.

2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat implementasi pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritik

Manfaat yang dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai bahan pengembangan khasanah teoritis terkait pendidikan humanistik di kalangan pelaku pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi lembaga pendidikan dapat dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah.

b. Bagi para pendidik dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran selanjutnya untuk meningkatkan dan prestasi belajar siswa.

(24)

BAB II KAJIANPUSTAKA

A. Pengertian Implementasi

Implementasi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang telah disusun secara matang dan terperinci. Pada umumnya, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan telah dianggap sempurna.

Menurut Nurdin Usman (2002:70) dalam bukunya Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, memaparkan bahwa implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

Senada dengan pendapat sebelumnya, Guntur Setiawan (2004:39) dalam Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai sebuah definisi implementasi, yakni, implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.

(25)

B.Pendidikan dan Kekerasan 1. Pengertian Pendidikan

Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat, melalui lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau lembaga-lembaga lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai keterampilan, dan generasi ke generasi (Dwi Siswoyo dkk, 2008:18).

Ki Hajar Dewantara dalam buku Dwi Siswoyo, dkk (2008:18-19) mengatakan yang dinamakan pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu, menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan yang setinggi-tingginya.

Selanjutnya menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangakan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Dwi Siswoyo,dkk:2008:19)

(26)

pelatihan. Adapun pendapat lain yaitu Poerbakawatja dan Harahap menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya (Sugiharto dkk, 2007 ; 3). 2. Tujuan Pendidikan

Bagi bangsa Indonesia, tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam Undang-undang Pendidikan seperti UU No. 20 tahun 2003, adalah tujuan umum atau tujuan pendidikan nasional bagi kegiatan pendidikan di Indonesia. Menurut pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tujuan pendidikan nasional yaitu “untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhalak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Dwi siswoyo dkk, 2008:82)

Adapun tujuan pendidikan, M.J Langeveld dalam buku (Dwi Siswoyo dkk, 2008:81-82) mengemukakan ada enam tujuan pendidikan, yaitu:

(27)

b. Tujuan Khusus, adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal, misalnya usia, jenis kelamin, intelegensi, bakat minat, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan sebagainya.

c. Tujuan tak lengkap, adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia. Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologi saja. Aspek psikologis misalnya hanya emosi atau pemikirannya saja.

d. Tujuan sementara, adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja, sedangkan kalau tujuan sementara itu sudah dicapai, lalu tinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain. Misalnya orangtua ingin agar anaknya berhenti merokok, dengan dikurangi uang sakunya. Kalau sudah tidak merokok, lalu ditinggalkan dan diganti tujuan lain misalnya agar tidak suka bergadang.

e. Tujuan Intermedier, yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok. Misalnya anak dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar ia kelak mempunyai rasa tanggung jawab.

(28)

3. Pengertian Kekerasan

Kekerasan dalam makna pertama banyak dibahas dari aspek biologi, fisiologi, dan psikologi, ketika perilaku dimaknai sebegai sebuah kecenderungan biologis sebagai hasil bawaan atau akibat adanya faktor genetika yang mendukung munculnya kekerasan. Makna kedua mengasumsikan bahwa kekerasan bukan hanya berasal dari tindakan aktor atau kelompok melainkan dorongan biologis semata, yang diperluas oleh adanya struktur yang berperan menghasilkan kekerasan. Struktur dalam hal ini masih dimaknai secara konvensional, yaitu struktur negara dengan aparatnya. Pemaknaan ketiga berupaya melihat kekerasan sebagai serangkaian jejaring dengan dialektis antara aktor dengan struktur. Definisi ini menunjukkan adanya hubungan dialektis antara kekerasan, aktor, dan struktur, serta setiap hubungan kekerasan yang membentuk jejaring yang saling berkaitan (Nanang Martono, 2012:38).

Bourdieu dalam Nanang Martono(2012:39) mengatakan kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan. Ketika sebuah kelas mendominasi kelas yang lain, maka dalam proses dominasi tersebut menghasilkan sebuah kekerasan. Jadi, kekerasan dan kekuasaan merupakan dua konsep tidak dapat dipisahkan.

(29)

(overt), maupun tertutup (covert), baik yang bersifat menyerang (offensive) maupun bertahan (deffensive). Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa indikator kekerasan. Pertama, kekerasan bersifat terbuka, yakni kekerasan yang dapat dilihat atau diamati secara langsung, seperti perkelahian, tawuran, bentrokan massa, atau yang berkaitan dengan fisik. Kedua, kekerasan yang bersifat tertutup, yakni kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan secara langsung, seperti mengancam, intimidasi, atau simbol-simbol lain yang menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa takut dan tertekan. Ancaman dinilai sebagai bentuk kekerasan ketika seseorang atau suatu pihak mempercai kebenaran adanya ancaman dan tentang kemampuan pengancam untuk mewujudkan ancamannya. Akan tetapi selama ancaman tersebut belum dinyatakan, maka ia termasuk dalam kategori potensi kekerasan, atau belum menjadi kekerasan itu sendiri.

(30)

4. Kekerasan dalam Pendidikan

Dalam buku Abdurrahman Assegaf, kekerasan dalam pendidikan didefinisikan sebagai sikap agresif pelaku yang melebihi kapasitas kewenangannya dan menimbulkan hak bagi si korban. Kekerasan dalam pendidikan diasumsikan terjadi sebagai akibat kondisi yang melatarbelakanginya, baik faktor internal dan eksternal, dan tidak timbul secara begitu saja, melainkan dipicu oleh suatu kejadian. Kondisi (antecedent variable), faktor (independent variable) dan pemicu (intervening variable) tindak kekerasan dalam pendidikan (dependent variable) terangkai dalam hubungan yang bersifat spiral, dapat muncul sewaktu-waktu, oleh pelaku siapa saja yang terlibat dalam dunia pendidikan, sepanjang dijumpai adanya pemicu kejadian. Eric Hoffer mengatakan, pemicu kekerasan utamanya adalah hal-hal mempersatukan gerakan massa, seperti rasa benci kolektif, perilaku meniru rekannya, bujukan pihak tertentu, karena ajakan pemimpin atau yang ditokohkan, karena adanya aksi pembuka kekerasan, adanya unsur kecurigaan, dan upaya penggalangan atau persatuan massa (Assegaf, 2004 : 38).

(31)

ditawarkan solusi yang berupa penanaman nilai-nilai agama, budaya, pendidikan afektif dan humanisasi pendidikan (Assegaf, 2004:38).

C. Pendidikan Humanis

1. Pengertian Pendidikan Humanis

Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat, melalui lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau lembaga-lembaga lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, dan generasi ke generasi (Dwi Siswoyo dkk,2008:18).

Menurut John Dewey pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya (Dwi Siswoyo dkk, 2008 : 18).

Disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha seseorang yang sistematis, terarah, yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan anak didik, melalui proses memberikan pengalaman kepada peserta didik, memberikan pengetahuan baik secara formal maupun nonformal.

Humanis berasal dari kata latin humanis yang mempunyai akar kata “homo” yang berarti manusia. Humanis berarti “bersifat manusiawi”, sesuai

(32)

pemikir kritis yang berasal dari gerakan yang menjunjung tinggi manusia, humanisme menekankan harkat, peranan, dan tanggungjawab manusia (Mangunhadjana, 1997:93)

Abdurrahman Mas‟ud (2004:135) mengemukakan bahwa humanisme

dimaknai sebagai kekuatan atau potensi individu untuk mengukur dan mencapai ranah ketuhanan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial. Menurut pandangan ini, individu selalu dalam proses menyempurnakan diri.

Katahumanispadahakikatnyaadalahkatasifatyangmerupakan

sebuahpendekatandalampendidikan(Mulkhan, 2002 : 95).Jadidapat diketahui bahwapendidikan humanistik adalah sebuah teori pendidikan yang menjadikan humanisme sebagai pendekatan. Tidak berbeda dengan teori pendidikan lainnya, pendidikan humanistik berupaya untuk mengembangkan potensi manusia.

Olafson dalamtheEncyclopediaofEducationmendefinisikan pendidikan humanistik sebagai berikut:

“Pendidikan humanistik(humanistic education) adalah pendidikanyang bersumberdariajaranasumsihumanisme.Model pendidikan inilebih merupakan pendidikan kemanusiaan daripada pendidikantentang pengetahuan-pengetahuanyang khususuntuk profesitertentu.Pendidikan humanistikadalah pendidikan umum sehingga bukanpendidikanspesialis.Penafsiranterhadapkekuatan manusiayang unikpadadasarnyadapatmenghasilkanbentukyang sama dengan pendidikan non-spesialisyang disebutdengan humanistik.”

(33)

lingkungan pendidikan yang menjadikan siswa terbebas dari kompetisi hebat, kedisiplinan yang tinggi, dan ketakutan gagal.

Rahman (2002:135) mendefinisikan pendidikan humanistic dalam Islam sebagai proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religius,„abdullahdankhalifatullah,serta sebagai individu yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensinya.

Baharudin dan Moh. Makin (2009 : 22-23) menyebutkan pendidikan humanistik hendak membentuk manusia memiliki komitmen humaniter sejati, yaitu insan manusia yang memiliki kesadaran, kebebasan, dan tanggung jawab sebagai insan individual namun juga berada di tengah masyarakat. Dengan demikian, ia mempunyai tanggung jawab moral untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat untuk kemaslahatan masyarakatnya.

(34)

2. Tokoh-tokoh Humanistik a. Abraham Maslow

Abraham Maslow adalah pakar psikologi asal Rusia.Ia mempunyai pandangan yang positif kepada manusia bahwa manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang. Dalam teori needs yang ia kemukakan, Maslow mengatakan bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan. Kebutuhan itu dibedakan menjadi dua yaitu basic needs dan meta needs.

Basic needs atau kebutuhan dasar meliputi lapar, kasih sayang, rasa aman, harga diri. Sementara meta needs meliputi keadilan, kesatuan, kebaikan, keteratur, keindahan (Lilik, 2011 : 83). Selanjutnya Maslow menyusun kebutuhan itu secara hirarkis dari kebutuhan terendah sampai tertinggi.

1) Physiological needs

(35)

2) Safety needs

Safety needs yaitu kebutuhan akan rasa aman. Merupakan kebutuhan psikologi yang fundamental dan perlu dipenuhi karena bisa mempengaruhi kepribadian yang serius. Kebutuhan rasa aman dibedakan menjadi dua macam yaitu aman secara fisik dan aman secara psikologis.

3) Love and Belongingness

Love and Belongingness adalah kebutuhan akan kasih sayang dan kebersamaan. Kebutuhan ini timbul di lingkungan keluarga, berkembang ke lingkungan sebaya dan akhirnya menuju pada kelompok sosial yang lebih luas.

4) Self Esteem

(36)

5) Self Actualization

Self Actualization merupakan kebutuhan tertinggi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan, mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga merupakan dorongan untuk menjadi diri sendiri dan eksistensi diri (Lilik, 2011 ; 85).

Hierarki kebutuhan manusia tersebut mempunyai implikasi bagi siswa. Guru harus memperhatikan kebutuhan siswa ketika beraktivitas di dalam kelas. Guru juga dituntut untuk memahami kondisi siswa. Maslow mengatakan, minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokok siswa terpenuhi. Siswa yang datang ke sekolah tanpa persiapan akan membawa berbagai macam persoalan tersebut ke dalam kelas sehingga mengganggu kondisi ideal yang diharapkan (Suwarno, 2006: 73)

b. Carl Rogers

Carl Rogers tidak menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional siswa. Rogers membedakan dua ciri belajar.

1) Belajar bermakna

(37)

teori belajar bermakna yang intinya adalah suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Faktor utama yang mempengaruhi belajar adalah struktur kognitif, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan (Mulyati, 2005: 78-80).

2) Belajar yang tidak bermakna

Belajar yang tidak bermakna adalah belajar yang hanya melibatkan aspek pikiran siswa saja tanpa keterlibatan perasaannya.

Rogers memusatkan kajian-kajiannya pada potensi-potensi individu sehingga teorinya dinamakan “Client-Centered”. Inti dari

teorinya tersebut adalah:

a) Pandangan positif terhadap klien dan menerima klien apa adanya bagaimanapun keadaannya.

b) Tidak mengevaluasi klien, tidak menilai baik atau buruk, salah atau benar, tidak menentang maupun menyetujui.

c) Terapis mendengarkan keluhan klien dengan penuh simpati, menunjukkan pemahaman dan penerimaan.

d) Terapis berperan untuk memantulkan kembali perasaan klien, memperjelas dan mengklarifikasi perasaan atau pikiran klien. c) Arthur W. Combs

(38)

orang lain seperti ia merasa dan berpikir tentang dirinya. Pendidik bisa memahami perilaku siswa jika mengetahui bagaimana siswa mempersepsikan perbuatannya pada suatu kondisi.

Dalam proses pembelajaran, informasi baru yang didapatkan siswa akan dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Anggapan yang keliru ketika pendidik beranggapan siswa akan mudah belajar jika bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Yang menjadi persoalan bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan tetapi bagaimana membantu siswa untuk memetik arti dan makna yang terkandung dalam bahan ajar itu dan mengaitkan dengan kehidupannya.

3. Tujuan Pendidikan Humanis

Tujuan pendidikan humanis adalah terciptanya proses dan pola pendidikan yang selalu menempatkan manusia sebagai manusia. Yaitu manusia yang memiliki segala potensi yang dimilikinya, baik berupa fisik, psikis, maupun spiritual, yang perlu mendapatkan bimbingan. Kemudian yang menjadi catatan adalah bahwa masing-masing potensi yang dimiliki oleh manusia itu berbeda satu sama lain. Dan semua itu perlu sikap arif dalam memahami, dan saling menghormati serta selalu menempatkan manusia yang bersangkutan sesuai dengan tempatnya masing-masing adalah cara yang paling tepat untuk mewujudkan pendidikan humanis (M.Arifin,2000:133).

(39)

adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dari potensi yang dimilikinya secara maksimal (Abdurrahman Mas‟ud, 2002 : 134)

Uyoh (2007:175) menyebutkan tujuan pendidikan menurut humanistik sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan kesadaran identitas diri yang melibatkan perkembanagn konsep diri dan sistem nilai.

b. Mengutamakan komitmen terhadap prinsip pendidikan yang memperhatikan faktor perasaan, emosi, motivasi, dan minat siswa.

c. Memberikan isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhandan minat siswa sendiri.

d. Memelihara perasaan pribadi yang efektif. siswa dapat mengembalikan arah belajarnya sendiri, mengambildan memenuhi tanggung jawab secara efektif serta memilih tentang apa yang akan dilakukandan bagaimana melakukannya.

e. Berusaha untuk mengadaptasikan siswa terhadap perubahan-perubahan. Pendidikan melibatkan siswa dalam perubahan, membantunya belajar bagaimana belajar, bagaimana memecah kan masalah, dan bagaimana melakukan perubahan di dalam kehidupannya.

(40)

bahwa pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai humanis harus senantiasa dikembangkan dan dijalankan dalam dunia pendidikan.

4. Komponen-Komponen Pendidikan humanis a. Pendidik

Menurut Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua dari anak-anak yang biasa disebut ayah-ibu.Pada lingkungan pendidikan sekolah pendidik disebut dengan guru. (Dwi Siswoyo dkk, 2008:118-119).

Tujuan utama para pendidik/guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka (Sugihartono dkk, 2007:117).

Dalam perspektif pendidikan humanisasi peran guru adalah sebagai fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran (Sugihartono dkk, 2007 : 122).

(41)

yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

1) Merespon perasaan siswa.

2) Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.

3) Berdialog dan berdiskusi dengan siswa. 4) Menghargai siswa.

5) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.

6) Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa).

7) Tersenyum pada siswa. b. Peserta didik

Peserta didikmerupakan manusia “dewasa” dalam ukuran kecil. Artinya, dari struktur dan kondisi fisiologis dan psikis, dia memiliki dimensi yang sama dengan manusia dewasa. Sebagai individu,dia memiliki kebutuhan biologis dan psikis, sepertiyang dimiliki pendidik. Oleh karena itu, pendidik harus memperhatikan dua dimensi ini dengan baik demi terciptanya praktik pendidikan yang benar-benar humanis (Baharuddin dan Moh. Makin,2011 :187).

(42)

sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar. Peserta didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Sebagai anak, peserta didik masih dalam keadaan lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri dan serba kekurangan dibanding orang dewasa.Namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.

c. Alat pendidikan

Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu terwujudnya pencapaian tujuan pendidikan. Alat pendidikan merupakan situasi, kondisi, tindakan dan atau perlakuan yang diadakan secara sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Ki Hajar Dewantara dalam mengatakan „peralatan‟ itu sebenarnya alat

-alat yang pokok, cara-caranya mendidik. Ketahuilah bahwa cara-cara itu amat banyaknya, akan tetapi dalam pokoknya bolehlah semua cara itu kita bagi sebagai berikut :

1) Memberi contoh (voorbeeld)

2) Pembiasaan (pakulinan, geewontevorming) 3) Pengajaran (leering, wulang wuruk)

4) Perintah, paksaan dan hukuman (reegering en tucht) 5) Laku (zelfbeheersching, zelfdiscipline)

(43)

Pendidik harus memahami peran alat tersebut dan cakap menggunakannya. Pendidik harus mengetahui karakteristik peserta didiknya, harus disesuaikan pula dengan situasi, kondisi, ruang dan waktu (Dwi Siswoyo dkk, 2007: 137-138).

d. Metode

Metode pendidikan adalah cara-cara yang dipakai oleh sekelompok orang untuk membimbing anak/peserta didik sesuai dengan perkembangannya ke arah tujuan yang hendak dicapai. Metode pendidikan tersebut selalu terkait dengan proses pendidikan, yaitu bagaimana cara melaksanakan kegiatan pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan ( Dwi Siswoyo dkk, 2007:133-134).

Dengan menggunakan metode yang benar dan tepat, maka proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar. Dengan demikian,pencapaian tujuan pendidikan akan cepat terealisasi. Karena itu peran seorang pendidik dalam memilih, dan menggunakan metode merupakan hal yang juga penting.

e. Evaluasi

(44)

dalam rangka perbaikan ke depan tentang apa yang ia lihat dan ia hadapi sehari-hari. Oleh karena guru merupakan mitranya yang terdekat dalam proses belajar, sudah seharusnya siswa ikut andil dalam proses evaluasi guru. Hal ini bertujuan agar proses evaluasi dapat berjalan dua arah dan saling menguntungkan.

5. Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi dari yang bersifat negatif.

(45)

jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma disiplin atau etika yang berlaku (Sugihartono, dkk, 2007: 122-123).

D. Kebijakan Pendidikan Peace Education 1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan pada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku (Ali Imron,2008: 16).

Gamage dan Pang (dalam Syafaruddin 75) menjelaskan kebijakan adalah terdiri dari pernyataan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksana.

Berdasarkan penjelasan di atastelah menunjukkan kebijakan adalah hasil keputusan-keputusan yang dibuat secara arif dan bijaksana untuk seseorang / sekelompok orang guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan melangkah lebih maju ke masa depan.

CarterV. Good(1959) (dalamImron,2002:18) menyatakan bahwa:

Educational policyisjudgment,derived fromsomesystemofvaluesand someassesmentof situationalfactors,operatingwithininstitutionalized adecation as a general plan for guiding decision regarding means of attaining desirededucationalobjectives.

(46)

umum untuk panduan dalam mengambil keputusan,agar tujuan pendidikan yang diinginkan bias dicapai. Kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara moderat.

2. Pengertian Peace Education

Peace education adalah proses pendidikan yang mengupayakan pemberdayaan masyarakat agar mampu mengatasi konflik atau masalahnya sendiri dengan cara kreatif dan bukan dengan cara kekerasan (Assegaf 2004: 92).

Nurul Ikhsan (2012 : 40-41) menyatakan bahwa peace education adalah pendidikan yang diarahkan kepada pengembangan kepribadian manusia, menghormati hak asasi manusia, adanya kebebasan yang mendasar, saling pengertian, toleransi dan menjalin persahabatan dengan semua bangsa, ras, dan antar-kelompok yang mengarah kepada perdamaian. Dengan melalui proses pendidikanlah perdamaian bisa dibangun dengan kukuh di atas landasan penghargaan atas perbedaan-perbedaan yang ada.

Dalam Mukadimah Piagam PBB (Peace Education Site Draff, 2000) disebutkan tentang peace education sebagai berikut:

“Peace education has developed as a means to achieve the goals. It is education that is directed to the full development of the human personality and to the strengthening of respect for human right and fundamenta freedoms”. It promotes “understanding, tolerance and friendship among all nations, racial or religious groups” and furthers “the activities of the United Nations for the maintance of peace.”

(47)

kepribadian manusia dan memperkuat rasa hormat kepada hak asasi manusia serta kebebasan mendasar, tujuannya untuk saling memahami, toleransi dan persahabatan antara semua bangsa, ras atau kelompok agama dan memperkuat aktivitas dari PBB untuk memelihara perdamaian.

Konsep peace education merupakan konsep dari PBB yang beranjak dari piagam PBB sebagai sarana untuk menyelamatkan generasi selanjutnya dari bencana perang. Dalam kalimat pembukaan piagam PBB disebutkan bahwa tujuan dari didirikannya PBB adalah :

a. Menyelamatkan generasi selanjutnya dari bencana perang.

b. Mengokohkan kembali dalam hal kehormatan dan martabat manusia dan dalam persamaan hak antara pria dengan wanita.

c. Membangun kondisi dalam naungan keadilan dan penghormatan bagi kewajiban yang timbul dari kesepakatan bersama dan sumber hukum internasional lainnya yang juga dapat dijaga.

d. Mempromosikan kemajuan sosial dan standar hidup yang lebih baik dalam bentuk kebebasan secara lebih luas.

(48)

E. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan yang telah dilakukan sebelumnya ialah antara lain penelitian yang dilakukan oleh :

(49)

diterapkan dengan pendekatan individu, kelompok maupun manajerial. Cara mengatasi problem pembelajaran humanis bersifat personal maupun kelompok. Proses pembelajaran humanis pada prinsipnya cenderung optimal jika mempertimbangkan tiga aspek yakni power to, power with dan power with in. Di samping itu dalam proses pembelajaran sudah mengacu pada beberapa konsep pokok dalam pendidikan humanis. Ketiga, setiap sekolah memiliki faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan pembelajaran humanis, khususnya terkait guru, siswa, sekolah, dan lingkungan keluarga dan masyarakat.

2. Penelitian relevan lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suswanto mengenai “Pendidikan Humanis Berbasis Kultur Sekolah Dasar Tumbuh 1

(50)

bentuk kultur sekolah inklusi serta kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam unsur kultur sekolah yang positif.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah pada kuisioner. Penelitian ini menggunakan kuisioner yang digunakan untuk mengamati kegiatan sekolah berupa aktivitas keseharian di sekolah. Sedangkan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti menggunakan observasi dan wawancara untuk mengamati kegiatan sekolah yang mengandung nilai-nilai dalam kultur sekolah.

F. Kerangka Berpikir

Tindak kekerasan merupakan masalah yang kerap terjadi pada lingkungan masyarakat.Tidak ada seorangpun yang mampu melepaskan diri dari tindakan destruktif tersebut.Tindak kekerasan rupanya juga tidak luput dalam lingkungan pendidikan.Kekerasan yang terjadi dalam pendidikan menjadi masalah mendasar bagi pendidikan nasional.Kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang ada.Muatan kurikulum, yang hanya mengandalkan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif, menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan.

(51)

komponen utama, yaitu guru, peserta didik, dan orangtua siswa. Peran guru adalah sebagai pendidik nilai-nilai dan pengajar ilmu pengetahuan. Peserta didik adalah generasi muda yang akan meneruskan keberlangsungan bangsa yang diharapkan berperan pada sosialisasi nilai-nilai budaya damai antikekerasan pada rekan sebaya. Orangtua adalah mitra guru yang mampu mendorong, mendukung, dan mengembangkan aktualisasi atau pelaksanaan budaya damai tanpa kekerasan.

(52)

Secara sederhana kerangkah berpikir dapat digambarkan melalui bagan berikut :

Gambar 1. Kerangka Berfikir

FAKTOR

PENGHAMBAT

FAKTOR

PENDUKUNG

PENDIDIKAN

HUMANIS

PROGRAM

PROSES

EVALUASI

SMA N 6

YOGYAKARTA

SISWA HUMANIS

(53)

G. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, muncul beberapa pertanyaan penelitian sebagai dasar dalam menelaah secara lebih mendalam terkait pelakasanaan pendidikan humanisasi di SMA Negeri 6 Yogyakarta.Adapun pertanyaan penelitian tersebut ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan humanis?

2. Bagaiman program pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta? 3. Bagaimana tujuan (Visi dan Misi) pendidikan humanis di SMA Negeri 6

Yogyakarta?

4. Bagaimana proses pembelajaran di SMA Negeri 6 Yogyakarta?

5. Bagaimana evaluasi pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta? 6. Bagaimana pendidikan humanis diterapkan di sekolah (kebijakan dan

program)?

7. Bagaimana pendidikan humanis terintegerasi di dalam kurikulum yang dilaksanakan SMA Negeri 6 Yogyakarta?

8. Bagaimana faktor pendukung pelakasanaan pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta?

9. Bagaimana faktor penghambat pelaksanaan pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta?

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Bogan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata.Kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

(55)

objek kognitif, maupun tindakan ataupun ucapan. Menurutnya, fenomenologi mampu melakukan itu karena segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang. B.Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SMA 6 Yogyakarta dipilih karena mampu menerapkan pendidikan sebagai proses humanisasi di dalam manajemen sekolahnya. Penelitian ini berlansung mulai tanggal 25 Agustus 2015 sampai dengan 28 November 2015.

C.Sumber Data

Lofland dan Lofland (1984:47) mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.Dalam penelitian kualitatif sampel sumber data dipilih, dan mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan informan, yakni bagaimana mereka memandang dan menafsirkan dunia dari pendiriannya.Sesuai dengan fokus penelitian ini, maka yang dijadikan sampel sumber data adalah kepala sekolah, guru, dan siswa SMA N 6 Yogyakarta.

D.Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

(56)

elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas (Sugiono, 2014: 64).

Pada penelitian ini, observasi digunakan untuk melihat aktivitas di SMAN 6 Yogyakarta, baik di dalam maupun di luar pembelajaran yang didalamnya terdapat unsur pendidikan humanis. Antara lain, pembelajaran di kelas (Intrakurikuler) hingga pada kegiatan Ekstrakurikuler.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan tersebut dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Sugiono, 2014: 64).

(57)

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang gambaran umum lokasi penelitian dan juga file-file penting yang mendukung penelitian dalam bentuk hardcopy, gambar/ foto, audio, maupun video.Dengan teknik dokumentasi, peneliti juga dapat memperoleh data-data pendukung melalui lembaga-lembaga terkait. Dokumentasi dalam penelitian ini menggali data antara lain dari sumber Visi dan Misi SMAN 6 Yogayakarta, Arsip-arsip kelengkapan sarana, dan berbagai dokumen lain terkait SMAN 6 Yogyakarta.

E.Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2014: 59). Jadi, dalam penelitian ini instrumen penelitian yang paling utama adalah peneliti sendiri, namun karena fokus penelitian sudah jelas yaitu mengenai implementasi pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta, maka dari itu dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara. Kedua pedoman ini digunakan untuk menjaring data pada sumber data yang lebih luas dan mempertajam serta melengkapi data hasil pengamatan dan observasi.

1. Pedoman Wawancara

(58)

narasumber. Pedoman wawancara akan dibuat dengan pertanyaan penelitian secara terbuka, sehingga narasumber dapat meberikan informasi yang selengkap-lengkapnya demi keakuratan peneliti.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan data fleksibel, lengkap dan akurat.Pedoman observasi mempunyai peran yang yang cukup penting dalam penelitian kualitatif.

3. Pedoman Kajian Dokumen

Data dokumen yang diperlukan di dalam penelitian ini adalah data-data buku catatan, data-data tertulis, laporan, arsip, foto, rekaman yang berhubungan dengan segala hal yang memaparkan mengenai implementasi pendidikan humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data dengan mengacu konsep dari Hubberman dan Mile‟s (Sugiyono, 2009: 337) yaitu aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas hingga mencapai titik jenuh data. Aktivitas dalam analisis data yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data

(59)

polanya. Dengan demikian data yang diperoleh dapat lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk mencari data selanjutnya.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data bisa berupa uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori atau pun sejenisnya. Penyajian data ini dilakukan untuk memudahkan peneliti memahami apa yang tejadi dan merencanakan kerja selanjutnya.

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan awal dapat bersifat sementara, dan dapat berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun apabila telah ditemukan bukti yang mendukung, kesimpulan dapat dijadikan sebuah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

(60)

G.Keabsahan Data

Dalam penelitian kuantitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabika tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Namun pada penelitian kualitatif, kebenaran realitas data tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk dalam diri seseorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa macam teknik untuk menguji keabsahan data, yaitu sebagai berikut:

1. Ketekunan pengamatan

Dalam penelitian kualitatif, ketekunan pengmatan bagi peneliti merupakan hal yang penting. Peneliti harus cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut, maka kepastian data dan urutasn peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak sehingga data yang diperoleh menjadi akurat.

(61)

2. Triangulasi data

(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Sekolah

1. Gambaran Umum SMA N 6 Yogyakarta

SMA N 6 merupakan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang beralamat di jalan Cornelis Simanjuntak Nomor 2 Yogyakarta, kode pos 55223, telpon (0274) 513335, alamat website http://www.sman6-yogya.sch.id/. Walaupun letak sekolah berada di tengah kota, sekolah ini tetap nyaman untuk belajar karena suasana sekolah yang hijau dan terdapat pepohonan dan tidak begitu terdengar suara bising kendaraan yang berada di jalan raya. Untuk menunjang pembelajaran siswa, sekolah juga memberikan fasilitas yang cukup untuk kebutuhan siswa, diantaranya laboraturium, perpustakaan, kantin sekolah, koperasi, UKS, jasa fotocopy dan sarana penunjang lainnya.

a. Visi dan Misi

SMA N 6 Yogyakarta memiliki visi dalam pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu:

“Terwujudnya Insan Cerdas, Unggul dan Peduli Lingkungan Hidup”

(63)

bermanfaat untuk bangsa dan negara Indonsesia. Adapun makna insan cerdas dan unggul adalah sebagai berikut:

1) Insan cerdas adalah insan yang tajam pikirannya, cerdik, pandai, tanggap berpengetahuan luas, terampil, berpikir ilmiah, kreatif, inovatif dan logis.

2) Insan unggul adalah insan yang mengerti siapa dirinya, masa depannya, berpikiran ke depan, punya rasa percaya diri, berpandangan terbuka, berbudi luhur, taat menjalankan agamanya, sopan santun, memiliki perasaan hati yang bersih, murni dan mendalam. Manusia sebagai Makhluk Individu.

3) Insan peduli lingkungan hidup, adalah insan yang mengerti, memahami, dan mau bertindak secara positif terhadap situasi dan kondisi lingkungan hidup dimana mereka berada.

Misi:

1) Menyelenggarakan pembelajaran dan bimbingan secara terjadwal, efektif, efisien, dan intensif.

2) Mampu menghasilkan lulusan yang terampil, mandiri, kreatif dan inovatif.

(64)

4) Membentuk dan melatih secara intensif kegiatan ekstrakulikuler sehingga mampu berkompetisi pada tingkar regional, nasional dan internasional.

5) Menumbuhkan dan mengembangkan wawasan pengetahuan lingkungan yang cerdas sebagai dasar untuk menjadi mandiri, bertaqwa, berkepribadian, berakal, bermoral, berketrampilan, dan berbudaya.

6) Membangun budaya sekolah yang mendorong siswa melaksanakan 7 K (kebersihan, keindahan, ketertiban, kerindangan, kedisiplinan, kerapian, dan kekeluargaan).

7) Menumbuhkan budaya sekolah yang mendorong sikap rasional dengan kemampuan melakukan penelitian pada seluruh warga sekolah.

8) Mengembangkan sistem komunikasi berbasis teknologi informasi. 9) Menerapkan manajemen terbuka dan peran aktif seluruh warga

sekolah.

10)Mendorong kepedulian masyarakat sebagai pendukung suksesnya program sekolah.

(65)

b. Kondisi Fisik Sekolah

SMA N 6 Yogyakarta memiliki sarana prasarana penunjang kegiatan pembelajaran yang cukup memadai. Berikut adalah uraian mengenai sarana prasarana yang tersedia.

1) Prasarana Sekolah

SMA Negeri 6 Yogyakarta berdiri di atas lahan tanah milik kesultanan Yogyakarta dengan luas areal kurang lebih 5.770 meter persegi. Untuk memberikan rasa aman dan nyaman siswa, di sekitar sekolah dikelilingi oleh pagar sepanjang 360 meter. Luas bangunan sekolah ini kurang lebih 1.972 meter persegi yang dibagi dalam beberapa ruang kelas serta ruangan penunjang pembelajaran dan administrasi sekolah. Berikut adalah site plan SMA Negeri 6 Yogyakarta.

(66)

Tabel 1 : Data ruangan di SMA Negeri 6 yogyakarta

Nama Ruangan Keterangan

Ruang Kepala Sekolah 1 Ruang

Ruang TU 1 Ruang

Ruang Wakil Kepala Sekolah 1 Ruang

Ruang Guru 1 Ruang

Ruang Kelas 29 Ruang

Ruang Perpustakaan 2 Ruang

Ruang Lab. IPA 3 Ruang

Ruang Disple Tropi/Piala 2 Ruang

Ruang Piket 1 Ruang

Tempat Penjaga Sekolah 1 Unit

Tempat Parkir 2 Unit

Taman Sekolah Lahan sekitar gedung Tempat Pengelolaan Sampah 1 Unit

Sumber: Data Sekunder SMA Negeri 6 Yogyakarta

(67)

2) Sarana Penunjang Sekolah

(68)

Tabel 2 : Data sarana pembelajaran di SMA Negeri 6 yogyakarta

Sumber: Data Sekunder SMA Negeri 6 Yogyakarta

(69)

siap beroperasi. Guru dan siswa memanfaatkan fasilitas untuk menunjang ilmu pengetahuan dengan tertib dan baik.

3) Buku Perpustakaan

(70)

Tabel 3. Data Buku Perpustakaan SMA Negeri 6 Yogyakarta

No. Jenis Buku Jumlah Judul Jumlah

1 Buku Fiksi Indonesia 315 1.480 buku

2 Buku Fiksi Asing 20 315 buku

3 Buku Non Fiksi 25 8.290 buku

4 Buku Fiksi Asing 3 25 buku

5 Buku Referensi

Indonesia

98 262 buku

6 Buku Referensi Asing 15 102 buku

7 Buku Umum 211 250 buku

8 Buku Pelajaran 60 9.767 buku

(71)

c. Kondisi Nonfisik Sekolah 1) Potensi Siswa

SMA Negeri 6 Yogyakarta memiliki siswa berjumlah 768 siswa. Rincian jumlah siswa per tingkat dan kompetensi keahlian disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4. Data Jumlah Siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta, tahun ajaran 2014/2015

Kelas Jumlah

X IPS 46

X IPA 210

XI IPS 77

XI IPA 176

XII IPS 77

XII IPA 182

Jumlah 768

Sumber: Data Sekunder SMA Negeri 6 Yogyakarta

(72)

sebagainya. Kegiatan ekstrakurikuler ini diikuti oleh siswa dengan bai karena minat dari siswa yang tinggi pada kegiatan tersebut.

2) Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

SMA Negeri 6 Yogyakarta memiliki tenaga pendidik sejumlah 40 orang. Tenaga pendidik merupakan guru atau orang yang dibutuhkan keahliannya untuk mengajar atau membimbing siswa selama proses pengajaran. Pembagian tugas tenaga pendidik tersebut berdasarkan mata pelajaran, kelas, dan kompetensi keahliannya.

Selain tenaga pendidik, SMA Negeri 6 Yogyakarta juga memiliki tenaga kependidikan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan operasional sekolah di luar kegiatan pembelajaran. Tenaga kependidikan diantaranya adalah petugas tata usaha, penjaga sekolah, tenaga kebersihan, dan petugas lainnya. Jumlah tenaga kependidikan di SMA Negeri 6 Yogyakarta adalah 23 orang.

(73)

Secara umum, pelaksanaan jam pelajaran di SMA Negeri 6 Yogyakarta sudah baik. Sekolah menggunakan bel untuk memberitahukan pelajaran akan dimulai, pergantian jam pelajaran, istirahat serta bel pulang sekolah. Namunn beberapa siswa dan tenaga pendidik yang pulang melebihi jam pelajaran yang berlangsung dikarenakan melakukan kegiatan tambahan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

B. Hasil Penelitian

1. Konsep Pendidikan Humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta

Hasil penelitian mengenai konsep pendidikan humanis di SMA Negeri 6 dapat dilihat dari wawancara berikut:

“Pendidikan humanis itu adalah pendidikan yang menghargai nilai -nilai kemanusiaan. Dalam praktek pendidikan, konsep pendidikan humanis harus dijunjung tinggi sebagai cara berkomunikasi antara guru dan siswa, guru dengan guru, maupun siswa dengan siswa. Hal tersebut agar tercipta suasana damai, saling menghargai sesama manusia sehingga proses pendidikan bisa berjalan dengan baik”. (AR)

(74)

“Pendidikan humanis adalah sebuah model pendidikan yang memanusiakan manusia. Para siswa itu memiliki kecerdasan dan potensi yang berbeda-beda. Dalam kondisi ini pendidikan harus bisa membawa siswa kepada kepribadian yang baik dan membantu siswa untuk mengembangkan potensi dan kecerdasan yang dimilikinya.”(PS)

Dalam konteks pendidikan humanis, pendidikan berperan penting dalam mengembangkan potensi peserta didik dan membentuk kepribadian peserta didik dengan baik. Salah satu bentuk upaya mengembangkan kebebasan potensi peserta didik adalah menghargai setiap pendapat peserta didik dalam pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh IMH berikut.

“Pendidikan humanis kan terkait dengan manusia ya, humanis, humaniora. Itu kan menghargai manusia sesuai dengan fitrahnya, dalam artian karena manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada hewan, maka kita harus istilahnya mendidik anak dengan cara melihat derajat dan martabat manusia itu sendiri. Jadi menghargai setiap pendapat anak, hak asasi anak, termasuk apa ya minat dan bakat anak sesuai dengan karakter masing – masing. Termasuk jugan kita menghargai perbedaan suku, kelompok dan sebagainya”.(IMH)

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pendidikan humanis merupakan pendidikan yang memandang positif peserta didik dan mampu memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kecerdasan yang dimilikinya.

(75)

“Pendidikan humanis merupakan pendidikan yang secara penerapannya memperlakukan siswa sebagai semestinya manusia yang ingin diperlakukan secara manusiawi. Artinya siswa tidak boleh diberikan tekanan baik secara fisik maupun mental agar siswa selalu percaya diri dalam belajar dan tidak ada rasa takut untuk mengemukakan pendapat, bakat, dan minatnya di sekolah ataupun di luar sekolah.”(AF)

Dari hasil wawancara tersebut maka dapat diketahui bahwa pendidikan humanis adalah pendidikan yang menerapkan nilai-nilai kemanusiaan yaitu dengan memanusiakan manusia. pendidikan humanis yakni memfasilitasi anak untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa tanpa membuat siswa tertekan ataupun merasa tidak nyaman.

2. Tujuan (Visi dan Misi) Pendidikan Humanis di SMA Negeri 6 Yogyakarta

Menurut hasil wawancara, tujuan pendidikan di SMA Negeri 6 Yogyakarta adalah sebagai berikut.

“Tujuan pembelajaran di sekolah ini yaitu membentuk akhlak peserta didik, kemampuan akademis yang baik, dan ketrampilan yang mumpuni agar mampu bersaing di dunia kerja maupun mendapat perguruan tinggi yang diinginkan”(M)

(76)

“Tujuannya ya mengembangkan potensi dan kecerdasan anak. Selain itu mengembangkan kemampuan anak dalam bidang riset mengingat sekolah ini merupakan sekolah berbasis riset, sehingga nantinya anak akan terbiasa dengan penelitian untuk membantu ke jenjang berikutnya yaitu jenjang mahasiswa.”(PS)

Mengembangkan potensi dan kecerdasan siswa merupakan bagian dari implementasi pendidikan humanis, berdasarkan pernyataan narasumber PS di atas dapat dilihat tujuan pendidikan di SMA Negeri 6 Yogyakarta berusaha untuk memenuhi tujuan pendidikan yang humanis. Selain melalui mata pelajaran pokok, SMA Negeri 6 Yogyakarta juga mengembangkan potensi dan kecerdasan siswa melalui program riset. Tujuan pendidikan yang menunjang siswa dari segi potensi dan kecerdasan juga untuk memenuhi masa depan siswa di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, juga diperkuat oleh pendapat narasumber AF berikut.

“Tujuan pembelajaran disini memunculkan lulusan yang mempunyai integritas yang baik, mempunyai nilai akademik yang baik, dan mempunyai tingkat moral yang baik, dan tingginya tingkat diterimanya ke perguruan tinggi favorit”. (AF)

Pendapat di atas juga dikuatkan oleh narasumber AR yang menyatakan hal yang senada.

“Tujuan yang ingin dicapai sekolah ini yaitu menghasilkan lulusan yang cerdas baik secara akademik maupun secara moral. Saya kira semua sekolah mempunyai tujuan baik yang sama.” (AR)

(77)

tinggi unggulan. Bahkan lebih dari itu, SMA Negeri 6 Yogyakarta bertujuan agar siswa mampu menguasai ilmu riset dan potensi yang lain melalui ekstrakurikuler yang diselenggarakan sekolah.

Berdasarkan telaah dokumen dari Visi dan Misi SMA Negeri 6 Yogyakarta, pendidikan humanis telah terintegerasi pada beberapa Visi dan Misi SMA Negeri 6 Yogyakarta. Pada Visi poin pertama yang mengungkapkan bahwa : “Insan cerdas adalah insan yang tajam pikirannya, cerdik, pandai, tanggap berpengetahuan luas, terampil, berpikir ilmiah, kreatif, inovatif dan logis”. Visi tersebut mengakomodasi sifat dasar manusia yang selalu ingin tahu. Manusia mempunyai rasa ingin tahu curiousty yang tinggi dan selalu berkembang. Meskipun makhluk lainnya juga memiliki rasa ingin tahu tetapi itu hanya sebatas digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan saja. Perkembangan rasa ingin tahu pada manusia dimulai dengan timbulnnya pertanyaan dari sesuatu yang dilihat dan diamatinya. Adanya kemampuan berpikir pada manusia menyebabkan terus berkembangnya rasa ingin tahu manusia terhadap alam semesta ini.

Selanjutnya pada visi poin kedua yang mengungkapkan bahwa : “Insan unggul adalah insan yang mengerti siapa dirinya, masa depannya,

berpikiran ke depan, punya rasa percaya diri, berpandangan terbuka, berbudi luhur, taat menjalankan agamanya, sopan santun, memiliki perasaan hati yang bersih, murni dan mendalam”. Visi tersebut

(78)

kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.

Visi poin ketiga yang menyatakan : “Insan peduli lingkungan

hidup, adalah insan yang mengerti, memahami, dan mau bertindak secara positif terhadap situasi dan kondisi lingkungan hidup dimana mereka berada”. Visi tersebut mengakomodasi sifat manusia yang tidak bisa lepas

dari interaksi lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang dimaksud yaitu masyarakat dan lingkungan alam dimana mereka berada. interaksi. Lingkungan masyarakat adalah tempat kita untuk bersosialisasi dengan orang lain. Karena sebagai manusia kita merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.Lingkungan dapat memberikan sumber kehidupan agar manusia dapat hidup sejahtera. Lingkungan hidup menjadi sumber dan penunjang hidup. Dengan demikian, lingkungan mampu memberikan kesejahteraan dalam hidup manusia.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berfikir
Gambar 2. Pola Interaksi Miles & Hubberman
Tabel 2 : Data sarana pembelajaran di SMA Negeri 6 yogyakarta
Tabel 3. Data Buku Perpustakaan SMA Negeri 6 Yogyakarta
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dari hasil uji kinerja kompor yang dilakukan dengan memvariasikan rasio udara yang dilengkapi dengan blower maka efisiensi termal yang paling baik dihasilkan

Cardiopulmonary resuscitation (CPR) @ Resusitasi -antung Paru ada%ah pr&sedur darurat yang  @ Resusitasi -antung Paru ada%ah pr&sedur darurat yang di%a$u$an da%am upaya

Sentriol adalah organel yang berperan penting dalam pembelahan sel melalui proses yang disebut mitosis.. Sentriol hanya ditemukan pada

Model regresi yang baik adalah model regresi yang data residualnya terdistribusi secara normal, namun untuk data yang memiliki sampel besar lebih dari 100 seperti

[r]

Dalam peraturan perpajakan, zakat atas penghasilan boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat zakat atas penghasilan yang dapat dikurangkan tersebut harus

Data yang telah ditemukan dalam anime Orange akan diklasifikan sesuai dengan strategi penolakan menurut Beebe, Takahashi, dan Uliss – Welts (1990) dan teori SPEAKING

Jadi, pola komunikasi dalam interaksi sosial masyarakat Jepang merupakan bentuk atau pola hubungan antara dua orang Jepang atau lebih dalam proses mengkaitkan dua komponen