KESUKSESAN
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU
DI INDUSTRI KONSTRUKSI
• Persaingan secara nasional dan global
dihadapi oleh industri konstruksi di
Indonesia. Dengan adanya persaingan ini,
industri konstruksi dituntut untuk
memberikan peningkatan mutu terhadap
hasil dari proyek konstruksi.
• Sistem Manajemen Mutu (SMM) mendapat perhatian yang meningkat dari industri konstruksi
• Penerapan SMM wajib untuk memastikan bahwa ada usaha untuk mencapai tingkat pesyaratan untuk kualitas di konstruksi.
• SMM juga menjaga kualitas pekerjaan
seperti yang disyaratkan untuk kepuasan
pelanggan
SMM memberikan benefit :
tidak ada pekerjaan yang harus diulang
(rework)karena ada kerusakan atau
pekerjaan yang cacat (defect), sehingga tidak
menimbulkan kerugian pada pihak pihak
yang terlibat.
• Studi yang komprehensif mengkaji kendala dalam penerapan SMM.
• Untuk mengatasi kendala ini diperlukan
faktor yang dapat mendorong
keberhasilan dalam penerapan SMM
sekaligus untuk mengatasi kendala atau
hambatan selama penerapan SMM.
• Tujuan penelitian:
Menganalisis faktor yang dapat mendorong
keberhasilan penerapan sistem manajemen
mutu.
• Saat ini industry perusahaan konstruksi yang mengerjakan proye-proyek konstruksi dituntut untuk menerapkan sistem manajemen mutu.
Perusahaan-perusahaan konstruksi mempunyai
berbagai tujuan untuk menerapkannya
diantaranya tekanan pemilik proyek,
berkompetisi , menaikkan reputasi perusahaan,
menghatasi kendala kualitas sebelumnya (Oztaz
et al, (2007); Karim et al (2005).
• Sebenarnya saat ini sistem manajemen
mutu sudah tidak asing lagi dan sudah
diterapkan di Tetapi kejadian diatas
dimana masih banyak kegagalan
konstruksi yang terjadi , produktivitas
yang rendah k3 yang rendah, cost and
time overun menunjukkan adanya
kendala atau hambatan dalam penerapan
atau pelaksanaan SMM
• Adapun Kendala : - Top Management - Ekonomi
- Sosial Politik
- Perkembangan Teknologi - Persyaratan yang banyak
• Kendala dalam Menerapkan Sistem
Manjemen Mutu berasal dari intenal dan
eksternal.
- Dukungan manajemen - Dukungan Keuangan - Komunikasi
- Komitmen
- Sumber daya yang tepat
• Survey kuesioner dengan Teknik Delphi.
Tujuan: Konsesnsus atau Kesepakatan para.
Responden:Top Level Management
Melibatkan beberapa putaran penyebaran
kuesioner.
• Survei dilakukan 2 kali putaran untuk mendapatkan
konsensus diantara para responden atau expert
tersebut. Pada putaran pertama responden diminta
memberikan skor 1 sampai 5 mengenai persetujuan
responden terhadap faktor yang mendorong
kesuksesan penerapan SMM. Putaran kedua
responden diminta memberikan persetujaun mereka
terhadap hasil dari analisis faktor kesusksesan
penerapan SMM berdasarkan hasil analisis survey
Delphi yang pertama. Responden yang digunakan
berjumlah 12 orang. Responden ini adalh para top
management di perusahaan kontraktor. Analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif yaitu
menggunakan nilai modus dan frekwensi.
No .
Faktor Mode Rating
1 Komitmen, Kesadaran dan Dukungan Manajemen Tingkat Atas
5 2 Pendidikan dan Pelatihan 5 3 Adanya Sistem Teknologi Informasi
dan Komunikasi
5 Tinggi 4 Upaya Perbaikan yang Terus Menerus 5
5 Komunikasi dan Koordinasi 5
6 Kerjasama Tim 5
7 Kepuasan Pelanggan 5
8 Budaya 4 Sedang
No .
Faktor Frek
wensi
Rating 1 Komitmen, Kesadaran dan
Dukungan Manajemen Tingkat Atas
75
2 Pendidikan dan Pelatihan 92 3 Adanya Sistem Teknologi
Informasi dan Komunikasi
83 Tinggi 4 Upaya Perbaikan yang Terus
Menerus
83
5 Komunikasi dan Koordinasi 92
6 Kerjasama Tim 92
7 Kepuasan Pelanggan 92
8 Budaya 83 Sedang
TERIMAKASIH
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018
KESUKSESAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU DI INDUSTRI KONSTRUKSI
Anak Agung Diah Parami Dewi1, Mayun Nadiasa2
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Email: anakagungdewi@yahoo.com
2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Email: mnadiasa@yahoo.com
ABSTRAK
Sistem Manajemen Mutu dalam industri konstruksi sangat diperlukan untuk menjamin hasil yang sesuai dengan yang tujuan yang ingin dicapai. Akan tetapi, saat ini proyek konstruksi yang sudah jadi sering tidak sesuai dengan mutu yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala dalam penerapan sistem manjemen mutu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang dapat mendorong kesuksesan penerapan sistem manajemen mutu. Pengumpulan data dilakukan dengan survey kuesioner dengan menggunakan teknik Delph iyang melibatkan duabelas expert dan dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil analisis dari dua putaran survei kuesoner Delphi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendorong kesuksesan penerapan sistem manajemen mutu dapat dikatagorikan menjadi tujuh faktor utama yaitu Komitmen , Kesadaran dan Dukungan Manajemen Tingkat Atas, Pendidikan dan Pelatihan, Adanya Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi, Upaya Perbaikan yang Terus Menerus, Kerjasama Tim, Kerjasama Tim.
Kata Kunci: sistem manajemen mutu, proyek konstruksi, kendala, faktor sukses
1. PENDAHULUAN
Mutu diartikan sebagai karakteristik dan sifat produk, barang atau jasa yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pemakai atau pelanggan (Suharto, 1998). Mutu juga dapat diartikan sebagai fitnes for use, yaitu sesuatu yang sesuai dengan pemakaian. Menurut Juran (1995) definisi mutu adalah standar khusus yang sudah ditetapkan dimana mempunyai kemampuan, kinerja, keandalan, kemudahan pemeliharaan dan karakteristik yang terukur.
Secara prinsip mutu dalam konteks pemahaman industri jasa konstruksi adalah tercapainya kecocokan antara keinginan pemilik proyek dengan hasil kerja dari kontraktor (Wiryodiningrat, et.al, 1997).
Persaingan secara nasional dan global dihadapi oleh industri konstruksi di Indonesia. Dengan adanya persaingan ini, industri konstruksi dituntut untuk memberikan peningkatan mutu terhadap hasil dari proyek konstruksi. Akan tetapi dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi di Indonesia, banyak ditemui hasil yang tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan bahkan sampai menyebabkan kegagalan konstruksi. Kejadian runtuhnya bangunan jembatan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, jembatan penghubung perpustakaan daerah dan yang terakhir gedung Bursa Efek Jakarta, menunjukkan bahwa ada yang tidak beres dalam proses pelaksanaan konstruksi yang menyebabkan mutu dari hasil proses pelaksanaan konstruksi itu juga tidak baik ataupun gagal. Kegagalan dari proyek konstruksi ini merupakan akibat sistem manajemen mutu (SMM) dari proyek konstruksi yang tidak terkelola dengan baik.
Untuk mencapai tujuan atau keinginan pelanggan atau pemakai maka perlu adanya pengelolaan mutu atau sistem manajemen mutu (SMM). Dengan adanya pengelolaan mutu proyek ini diharapkan tidak ada pekerjaan yang harus diulang (rework)karena ada kerusakan atau pekerjaan yang cacat (defect), sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak pihak yang terlibat. Manajemen mutu ini tidak hanya diterapkan di tahap pelaksanaan proyek saja, tapi juga harus diterapkan di semua tahapan dalam siklus hidup proyek. Manajemen mutu tidak hanya dikaitkan dengan mutu suatu hasil atau produk tetapi juga pada proses. Sehingga menjadi suatu kewajiban bahwa manajemen mutu harus diterapkan di semua tahapan proyek.
Sebenarnya saat ini sistem manajemen mutu sudah tidak asing lagi dan sudah diterapkan di instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta baik barang maupun jasa. Tetapi kejadian diatas dimana masih banyak kegagalan konstruksi yang terjadi menunjukkan adanya kendala atau hambatan dalam penerapan atau pelaksanaan SMM.
Untuk itu diperlukan faktor faktor yang dapat mendorong kesuksesan dalam penerapan. Kendala atau hambatan ini dapat berasal dari pimpinan perusahaan atau instansi, tenaga yang kurang terampil dan berkeahlian, penggunaan sub kontraktor, budaya dan lain lain. Untuk mengatasi kendala ini tentu diperlukan faktor yang dapat mendorong keberhasilan dalam penerapan SMM sekaligus untuk mengatasi kendala atau hambatan selama penerapan SMM.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui kenadala dalam penerapan sistem manajemen mutu dan faktor yang dapat mendorong keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu .|
2. KAJIAN PUSTAKA
Dalam kajian pustaka akan dibahas mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM) di konstruksi yang kemudian diikuti oleh hambatan dalam penerapan pelaksanaan SMM di industry konstruksi dan faktor-faktor yang mendorong keberhasilan atau kesuksesan dari penerapan SMM itu sendiri.
Sistem Manajemen Mutu di Konstruksi
Saat ini industry perusahaan konstruksi yang mengerjakan proye-proyek konstruksi dituntut untuk menerapkan sistem manajemen mutu. Perusahaan-perusahaan konstruksi mempunyai berbagai tujuan untuk menerapkannya diantaranya tekanan pemilik proyek, berkompetisi , menaikkan reputasi perusahaan, menghatasi kendala kualitas sebelumnya (Oztaz et al, (2007); Karim et al (2005).
Sistem Manajemen Mutu (SMM) sudah diterapkan di industri konstruksi seluruh dunia sejak 1990 (Leong et al (2014); Cachadinha (2009) ). Meskipun demikian penerapan SMM ini masih mengalami kendala atau hambatan dalam pengimplementasianya seperti penurunan produktifitas, manajemen k3 yang buruk, kualitas kerja yang buruk, kondisi kerja yang buruk pembengkakan biaya dan waktu dan cacat konstruksi. (Harrington et al (2012); Arditi dan Gunaydin (1997)). Problem ini disebabkan oleh ketidak efektifan sistem manajemen yang yang ada dan ketidaklengkapan penerapan SMM. Problem lainnya adalah karena ketidakefektifan dari SMM sebelumnya.
Problem ini menyebabkan cacatnya penerapan SMM.
Hambatan dalam Penerapan SMM
Dalam penerapan sistem manajemen mutu (SMM), masih banyak pihak yang terlibat dalam industr konstruksi tidak menyadari akan pentingnya SMM. Meskipun SMM dapat meneyelesaikan masalah di proyek konstruksi tetapai dalam pelaksanaannya mengalami kesulitan dan kendala atau hambatan dalam penerapannya. Kendala dalam penerapan ini kebanyakan berasal dari internal perusahaan atau organisasi dan sebaliknya pengaruh dari luar sangat sedikit dan banyak orang mengabaikannya (Ahmed et al, 2017).
Menurut Joubert et al (2005) kendala dan hambatan dari top management merupakan kendala yang paling utama dalam penerapan SMM di Negara berkembang. Menurut Akinsola et al (1997) kendala lingkungan sangat berpengaruh kepada penerapan SMM dimana kendala dari aspek lingkungan yang merupakan representative dari faktor ekternal ini sering dihadapi dalam penerapan SMM. Adapun kendala atau hambatan dari aspek lingkungan dikatagorikan menjadi kendala lingkungan ekonomi, , lingkungan social politik, lingkungan yang berasal dari perkembangan teknologi, lingkungan lingkungan fisik dan lingkungan hubungan dengan industry.
Sedangkan kebanyakan studi terdahulu menyatakan bahwa kendala atau hambatan dari penerapan SMM adalah dari faktor internal organisasi perusahaan atau instansi-instansi yang menerapkan SMM. Kendala dapat di kelompokkan menjadi dukungan managemen yang kurang , terklalau banyak syarat yang harus dikerjakan dalam dokumen dokumen, kurang komunikasi komunikasi dan keuangan perlu yang banyak (Tan and Rahman, 2011). Sedangkan menurut Cachadinha (2009) kendala dalam menerapkan SMM adalah kendala pada definisi prosedur yang ambigu, masalah pada dokumentasi, waktu dan dukungan keuangan yang cukup. Sebagai tambahan Hambatan peenrapan SMM adalah kurang komitmen audit yanag bersertifikat, kurang sumber daya yang tepat, kontrol SMM di semua tahapan yang susah (Keng and Kamil, 2016)
Studi comprehensive menganalisis hambatan atau kendala dalam penerapan SMM. Adapun hambatan dan kendala tersebut adalah kendala manajerial, organisati , komunikasi, finansial, nudaya, pendidikan, dan audit. Kendala kendala ini yang nantinya akan diatasi dengan mengidentifikasi dan menganalisis faktor yang dapat ,mendorong keberhasilan penerapan SMM di konstruksi
Faktor –faktor yang Mendorong Kesuksesan dalam Penerapan SMM
Meskipun sudah ada beberapa penelitian mnegenai kesuksesan penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) di bidang konstruksi, identifikasi dan eksplorasi faktor yang bisa mendorong kesuksesan penerapan SMM sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan pelaksanaan SMM ini terutama penerapan di konstruksi.
Faktor yang mendukung keberhasilan atau kesuksesan penerapan SMM adalah adanya komitmen yang kuat dari para manager, kepemimpinan, perbaikan sistem yang terus menurus, pendidikan dan training (Hussain and Younis, 2015; Rashed and Othman, 2015). Training sering dianggap sebagai pemborosan biaya, tetapi dengan adanya training bisa memberikan benefit di kemudian hari. Dengan adanya pendidikan dan training pelatihan bisa dianggap sebagai investasi untuk perusahaan.
Selain itu pemakaian sistem yang terintegrasi melalui teknologi informasi dan komunikasi dapat mendorong keberhasilan pengimplementasian SMM (Saari et al, 2015; Zeng et al, 2007)
Budaya juga tidak terlepasdari faktor yang bisa mendorong keberhasilan dalam penerapan SMM (Psomal et al 2010). Para pihak yang bekerja di konstruksi dan yang terlibat sudah terbiasa nyaman tanpa menggunakan sistem dan mereka enggan untuk berubah mengikuti sistem yang baru (Hietschold et al,, 2014; Khoo and Tan, 2002).
Menurut Saari et al (2015) kerjasama tim diperlukan dalam mensukseskan SMM karena SMM melibatkan beberapa aspek sehingga kerjasama semua pihak yang terlibat sangat diperlukan. Komunikasi dan koordinasi yang baik diantara para pihak yang terlibat harus juga diperhatikan (Garcia et al, 2015). Tujuan akhir dari penerapan SMM adalah untuk memberikan kepuasan terhadap klien atau pelanggan sehingga aspek ini juga menjadi kunci kesuksesan dari SMM (Garcia et al, 2014 ;Ismyrlis et al 2015). Dalam penerapan SMM perbaikan terus menerus diharapkan terjadi demi kebaikan institusi yang menerapkannya (Hussain and Younis, 2015)
Merangkum dari studi sebelumnya maka Tabel 1 mengilustrasikan 8 faktor utama yang bisa mendorong keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) yang juga sekaligus dapat mengatasi kendala atau hambatan dalam penerapan SMM
Tabel 1. Faktor yang Mendorong Keberhasilan Penerapan SMM
No Faktor
1 Komitmen , Kesadaran dan Dukungan Manajemen Tingkat Atas 2 Pendidikan dan Pelatihan
3 Budaya
4 Upaya Perbaikan yang Terus Menerus 5 Komunikasi dan Koordinasi
6 Kerjasama Tim 7 Kepuasan Pelanggan
8 Adanya Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi
3. METODE PENELITIAN
Untuk menjawab tujuan dari penelitian ini , pengumpulan data dilakukan dengan survey kuesioner dengan Teknik Delphi. Teknik Delphi adalah suatu teknik survey yang melibatkan para expert untuk mendapatkan kesepakatan atau konsensus mengenai suatu topik. Metode Delphi ini digunakan untuk memperoleh kesepakan dari para pihak yang berada di top management mengenai faktor yang bisa mendorong kesuksesan penerapan SMM.
Survei dilakukan 2 kali putaran untuk mendapatkan konsensus diantara para responden atau expert tersebut. Pada putaran pertama responden diminta memberikan skor 1 sampai 5 mengenai persetujuan responden terhadap faktor yang mendorong kesuksesan penerapan SMM. Putaran kedua responden diminta memberikan persetujaun mereka terhadap hasil dari analisis faktor kesusksesan penerapan SMM berdasarkan hasil analisis survey Delphi yang pertama. Responden yang digunakan berjumlah 12 orang. Responden ini adalh para top management di perusahaan kontraktor. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu menggunakan nilai modus dan frekwensi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah pengumpulan data melalui survei kuesioner dengan teknik Delphi putaran pertama dilakukan, data kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif dengan menggunakan nilai modus. Hasil dari analisis survey putaran pertama dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa semua responden memberikan raing tinggi pada faktor Komitmen , Kesadaran dan Dukungan Manajemen Tingkat Atas, Pendidikan dan Pelatihan, Upaya Perbaikan yang Terus Menerus, Komunikasi dan Koordinasi, Kerjasama Tim, Kepuasan Pelanggan dan Adanya Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hal in I ditunjukkan dengan nilai modus 5. Kemudian Faktor Budaya diberikan rating sedang dimana hal ini ditunjukkan dengan nilai modus 4. Untuk putaran pertama ini responden memiliki pendapat bahwa tujuh faktor yang memiliki rating tinggi tersebut merupakan faktor utama yang bisa mendorong keberhasilan dalam peenrapan SMM. Nilai modus 5 ini menunjukkan bahwa para responden menganggap bahwa faktor faktor Komitmen , Kesadaran dan Dukungan Manajemen Tingkat Atas, Pendidikan dan Pelatihan, Adanya Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi, Upaya Perbaikan yang Terus Menerus, Komunikasi dan Koordinasi, Kerjasama Tim, dan Kepuasan Pelanggan merupakan faktor kunci dalam penerapan SMM, sedangkan modus 4 yaitu faktor Budaya bukan merupakan faktor kunci atau tidak terlalu penting dalam mensukseskan SMM.
Tabel 2. Hasil Analisis Survei Putaran Pertama
No. Kendala Mode Rating
1 Komitmen , Kesadaran dan Dukungan
Manajemen Tingkat Atas 5
Tinggi
2 Pendidikan dan Pelatihan 5
3 Adanya Sistem Teknologi Informasi
dan Komunikasi 5
4 Upaya Perbaikan yang Terus Menerus 5
5 Komunikasi dan Koordinasi 5
6 Kerjasama Tim 5
7 Kepuasan Pelanggan 5
8 Budaya 4 Sedang
Hasil analisis survei putaran pertma kemudian akan kembali ditanyakan pada putaran kedua dengan format lain. Di putaran kedua reponden diminta memberikan pendapat mereka atau mengkonfirmasi kembali apakah mereka setuju dengan rating hasil analisis survei yang pertama. Jika frekwensi sudah diatas 75 % maka dapat dikatakan sudah tercapai kesepakatan atau konsensus faktor faktor yang mendorong kebverhasilan dalam penerapan SMM.
Tabel 2 memeperlihatkan opini responden kembali apakah mereka menyetujui hasil analisis faktor yang mendorong keberhasilan penerapan SMM. Hasil analisis adalah semua nilai frekwensi faktor faktor adalah diatsa 75 %. Ini berarti para expert yang menjadi responden dalam survei ini sepakatu dengan tujuh faktor sebagai faktor yang sebagai faktor dengan rating tinggi atau utama dansatu faktor dengan rating sedang.
Faktor rating tinggi yaitu komitmen, kesadaran dan dukungan manajemen tingkat atas merupakan salah satu faktor utama yang mendorong keberhasilan penerapan SMM. Komitmen, kesadaran dan dukungan dari manajer sebagai pimpinan perusahaan khususnya di jasa konstruksi dapat dilakukan melalui pemberian reward kepada staff, atau bawahan kepemimpinan yang selalu memberikan motivasi kepada bawahannya. Adanya sistem informasi dan komunikasi dapat mempercepat dan mempermudah pekerjaan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Pendidikan dan pelatihan merupakan tempat para staf dan pihak yang terlibat memperoleh pengetahuan dan keahlian dalan menerapkan SMM. Upaya perbaikan yang dilakukan secara terus menerus tentu akan dapat digunakan untuk mengevaluasi penerapan sebelumnya. Demikian pula koordinasi dan komunikasi serta kerja tim yang solid dapat membantu mendorong keberhasilan penerapan SMM. Sementara itu budaya yaitu untuk berubah ke sistem yang lebih baik juga merupakan faktor penentu keberhasilan penerapan SMM. Para pihak yang terlibat mulai mempunyai kesadaran untuk mengikuti SMM untuk tecapainya tujuan proyek.
Tabel 2. Hasil Analisis Survei Putaran Pertama
No. Kendala % Rating
1 Komitmen , Kesadaran dan Dukungan
Manajemen Tingkat Atas 75
Tinggi
2 Pendidikan dan Pelatihan 92
3 Adanya Sistem Teknologi Informasi
dan Komunikasi 83
4 Upaya Perbaikan yang Terus Menerus 83
5 Komunikasi dan Koordinasi 92
6 Kerjasama Tim 92
7 Kerjasama Tim 92
8 Budaya 83 Sedang
5. SIMPULAN
Seperti yang telah disebutkan SMM merupakan dasar sebagai usaha untuk mencapai kualitas sesuai yang direncanakan. Meskipun demikian ada beberapa kendala dan hambatan dalam menerapkan SMM. Dalam studi ini fokus penelitian adalah menganalisis faktor yang mendorong keberhasilan dalam menerapkan SMM yang juga diharapkan dapat mengatasi kendala dan hambatan-hambatan yang terjadi. Faktor faktor yang diperoleh yang merupakan faktor kunci dalam penerapan SMM tersebut yaitu Komitmen , Kesadaran dan Dukungan Manajemen Tingkat Atas, Pendidikan dan Pelatihan, Adanya Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi, Upaya Perbaikan yang Terus Menerus, Kerjasama Tim, Kerjasama Tim. Ketujuh faktor kunci tersebut merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam penerapan SMM dalam industry konstruksi. Faktor Budaya juga merupakan faktor yang juga dapat mendorong kesuskesan penerapan SMM tetapi dianggap tidak menjadi faktor kunci dalam penerapan SMM.
DAFTAR PUSTAKA
Akinsola O., Potts K. F., Ndekugri I., and Harris F. C., 1997,"Identificationand evaluation of factors influencing variations on building projects,"International Journal of Project Management, vol. 15, pp. 263-267,Arditi D.
and Gunaydin H. M., 1997,"Total quality management in theconstruction process," International Journal of Project Management,vol. 15, pp. 235-243.
Cachadinha N. M., 2009"Implementing quality management systems in smalland medium construction companies:
A contribution to a road map forsuccess," Leadership and Management in Engineering, vol. 9, pp. 32-39.
Chin K. S. and Choi T. W., 2003"Construction in Hong Kong: Successfactors for ISO9000 implementation,"
Journal of ConstructionEngineering and Management, vol. 129, pp. 599-609.
García J. L., Maldonado A. A., Alvarado A., and Rivera D. G., 2014, "Human critical success factors for kaizen and its impacts in industrial performance," The International Journal of Advanced Manufacturing Technology, vol.
70, pp. 2187-2198.
Harrington H. J., Voehl F., and Wiggin H., 2012,"Applying TQM to theconstruction industry," The TQM Journal, vol. 24, pp. 352-362 .
Hietschold N., ReinhardR. t, and Gurtner S. 2014, "Measuring critical successfactors of TQM implementation successfully - a systematic literaturereview," International Journal of Production Research, vol. 52, pp.6254- 6272.
Hussain T. and Younis A., 2015, "Quality management practices and organizational performance: Moderating role of leadership," Science International, vol. 27, p. 517-522.
Ismyrlis V., Moschidis O., and Tsiotras G., 2015, "Critical success factors examined in ISO 9001:2008-certified Greek companies using multidimensional statistics," International Journal of Quality & Reliability Management, vol. 32, pp. 114-131.
Juran, J.M (1995), “Merancang Mutu”, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta
Karim K., Marosszeky M., and Kumaraswamy M., 2005, "Organizationaleffectiveness model for quality management systems in the Australianconstruction industry," Total Quality Management &
BusinessExcellence, vol. 16, pp. 793-806.
Keng T. C. and Kamil S. Z., 2016,"Implementation of ISO qualitymanagement system in construction companies of Malaysia," Journal ofTechnology Management and Business, vol. 3, pp. 1-23.
Khoo H. H. and Tan K. C., 2002, "Critical success factors for qualitymanagement implementation in Russia,"
Industrial and CommercialTraining, vol. 34, pp. 263-268.
Leong, T. K Zakuan, N., and Saman M. Z. M., 2014,"Review of quality management system research in construction industry," InternationalJournal of Productivity and Quality Management, vol. 13, pp. 105-123.
Psomas E. L., Fotopoulos C. V., and Kafetzopoulos D. P., 2010, "Criticalfactors for effective implementation of ISO 9001 in SME service companies," Managing Service Quality: An International Journal, vol.20, pp. 440-457.
Rashed A. and Othman Oztaş M. A., Güzelsoy S. S., and Tekinkuş M., 2007, "Development of qualitymatrix to measure the effectiveness of quality management systems inTurkish construction industry," Building and Environment, vol. 42, pp.1219-1228.
Shaari N., Abdullah M. N., Asmoni M., Lokman M. A., Hamid H. A., and Mohammed A. H., 2015, "Practice for project quality management systems (PQMS) in construction project," Jurnal Teknologi, vol. 77.
Soeharto, I. (2001). “Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional) Jilid 2”. Erlangga, Jakarta
Tan K. and Abdul Rahman H., 2011, "Study of quality management inconstruction projects," Chinese Business Review, vol. 10, pp. 542-552.
Wiryodiningrat, P., et.al (1997), “ISO 9000 Untuk Kontraktor”, Gramedia, Jakarta
Zeng S., Lou G., and Tam V. W., 2007, "Managing information flows for quality improvement of projects,"
Measuring business excellence, vol. 11, pp. 30-40.