• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Tindak Pidana Bagi Pelaku Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Tindak Pidana Bagi Pelaku Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Tindak Pidana Bagi Pelaku Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan

Hening Indah Arestu, Wiend Sakti Myharto Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

Email penulis: Heningindah12@gmail.com, wiendsaktimyharto@yahoo.co.id ABSTRAK

Jurnal ini dibuat dengan judul “ Tindak Pidana Bagi Pelaku Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan (Bestiality) yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan menganalisa hukum yang ada agar tidak terjadinya kekosongan hukum. Akan tetapi, pemerintah masih belum tegas dalam hal Undang-Undang Perlindungan Hewan. Untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya pemerintah memperkuat Undang-Undang No.5 Tahun 1990, Undang-Undang No.18 Tahun 2009 jo Undang-Undang No.41 Tahun 2014.

Masyarakat harus disosialisasi mengenai kesejahteraan hewan dan hayati. Supaya menghindari ketidakpahaman masyarakat yang akan menjadi permasalahan pemerintah kedepannya.

Kata Kunci : Seksual, Bestiality, Hewan, Tindak Pidana ABSTRACT

This journal was created with the title "Crimes for Sexual Deviants Against Animals (Bestiality) which aims to obtain information and analyze existing laws so that there is no legal vacuum. However, the government is still not firm in terms of the Animal Protection Act. To overcome this problem, the government should strengthen Law No. 5 of 1990, Law No. 18 of 2009 in conjunction with Law No. 41 of 2014. The community must be socialized about animal and biological welfare. In order to avoid public misunderstanding which will be a problem for the government in the future.

Keywords : Sexual, Bestiality, Animals, Crime

PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara hukum demikian bunyi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 setelah diamandemen ketiga dan disahkan pada tanggal 10 November 2001.

Penegasan ini menunjukan bahwa segala aspek ketentuan konstitusional negara Indoensia sangatlah menjunjung tinggi berdasarkan hukum atas segala aspek kehidupan dalam bermasyarakat, kenegaraan, dan pemerintahan.59 Tentunya suatu perubahan ini juga dapat menimbulkan gejala-gelaja buruk yang dapat mengakibatkan suatu perbuatan yang tidak patut di masyarakat seperti halnya perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang tampaknya sudah semakin marak di tengah masyarakat kita, terutama penyimpangan seksual yang sudah tidak asing lagi mendengar istilah homoseksual,

59 Krisna Hidayat, Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penyimpangan Seksual Sesama Jenis

(2)

biseksual, lesbian, bahkan yang terdengar mengerikan seperti kasus sodomi.60

Dewasa ini, semakin marak kasus kejahatan yang terjadi terutama mengenai kejahatan kesusilaan. Asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma atau kaidah kesopanan yang saat ini cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat. Tindakan asusila merupakan tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai moral manusia. Kejahatan kesusilaan merupakan perbuatan seseorang yang melanggar moral, etika dan prinsip-prinsip berprilaku di dalam masyarakat khususnya dalam hubungan pada hal/kejadian seksual.61 Seks bebas merupakan suatu masalah moral kesusilaan yang semakin hari semakin menjadi wabah buruk di kalangan masyarakat. Di Indonesia saja banyak terjadinya kasus tindakan asusila manusia terhadap hewan yang belum adanya ketegasan sanksi terhadap peraturan tersebut. Tindakan asusila tersebut dapat berdampak buruk bagi kelangsungan hidup hewan. Melihat pada Pasal 285 KUHP, tindakan pemerkosaan atau penyimpangan seksual berlaku terhadap persetubuhan manusia dengan manusia ditambah dengan adanya tindakan kekerasan dan pemaksaan.

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, timbulah fenomena serta kejadian yang terus saja terjadi serta bermacam bentuknya didalam kehidupan masyarakat ini.

Namun, di Indonesia dalam menangani kasus penyimpangan seksual terhadapt hewan masih sangat sulit untuk diselidiki dikarenakan minimnya rasa empati masyarakat terhadap hewan. Disamping itu, selain daripada lemahnya dalam hal penegakkan hukum. Kebanyakan dari masalah ini, masyarakat hanya menggunakan hukum adat yang berlaku ditempat dan hanya diberikan sanksi janji untuk tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Dengan demikian bagaimana kelanjutan hewan tersebut yang telah disetubuhi oleh pelaku? Kebanyakan dari mereka hanya memikirkan perbuatan pelakunya saja. Padahal dari kejadian tersebut bisa saja hewan tersebut mengalami penderitaan atau kesakitan dan bahkan trauma. Untuk itu masyarakat harus lebih berani lagi dalam menegakkan keadilan yang terjadi di lingkungan sekitar.

Dikarenakan lemahnya hukum dinegara Indonesia terhadap hal tersebut, maka perbuatan yang dilakukan oleh pelaku bisa saja diulangi. Padahal perlu masyarakat ketahui perbuatan tersebut sangatlah merugikan diri sendiri dan orang lain. Dampaknya bisa menimbulkan penyebaran penyakit menular seksual. Karena setelah berhubungan antara manusia dengan hewan lalu pelaku tersebut berhubungan lagi manusia dengan manusia dan dari kejadian tersebut bisa menyebarkan penyakit menular seksual yang sangat meresahkan masyarakat sekitar.

Perilaku bersetubuh juga terjadi antara manusia dengan hewan yang dimana dalam kasus tersebut merupakan suatu tindakan yang sudah sangat menyimpang.

Penyimpangan-penyimpangan tersebutlah yang harus diberikan sanksi bagi pelaku.

Perbuatan tersebut dapat dikenal dengan sebutan Zoofilia atau Bestiality. Zoofilia sendiri merupakan suatu perilaku yang dapat mendatangkan kesenangan dan/atau terlibat ke dalam aktifitas seksual terhadap hewan. Sedangkan Bestiality menurut Nam Nguyen dalam kamusnya adalah suatu perbuatan kejahatan yang terlibat dalam hubungan seksual terhadap hewan. Ini semua terjadi karena adanya dorongan biologis yang tidak terkontrol dengan baik yang disebabkan karena adanya kurang memahami serta menjalankan norma yang ada. Namun, naluri seks itu sendiri merupakan naluri yang

60 Ibid,hlm.1

61 Laden Marpaung, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 3.

(3)

paling kuat, yang menuntut penyaluran dan jika penyaluran tidak memuaskan maka orang yang mengalami kegoncangan dan kehilangan kontrol untuk mengendalikan nafsu birahinya dan timbulah hubungan seks diluar ketentuan hukum seperti bestiality.62

Bagi para pecinta hewan, tindakan asusila tersebut atau yang biasa disebut dengan

“Bestiality” sangatlah mengganggu dan munculnya konflik yang timbul di masyarakat.

Kejahatan tersebut sangat menyimpang dari moral, etika dan prinsip-prinsip pelaku didalam masyarakat. Hewan-hewan yang disetubuhi oleh manusia biasanya terdiri dari kambing, orang utan, anjing, babi, sapi, kuda dan lain sebagainya. Sesuai yang dikutip dalam ketentuan KUHP, bahwa tindakan pidana kesusilaan tersebut termasuk ke dalam kejahatan terhadap kesopanan atau moral BAB XIV yang terdapat dari pasal 281-303 KUHP. Tindak pidana kesopanan kesusilaan tersebut dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kepentingan hukum (rechtsbelang) terhadap rasa kesopanan masyarakat (rasa kesusilaan yang ada didalamnya). Norma-norma kesopanan bertujuan untuk menjaga kadar keseimbangan batin dalam hal rasa kesopanan serta norma bagi setiap manusia dalam pergaulan kehidupan di dalam masyarakat sekitar.63 Terkait fungsi khusus hukum pidana yaitu melindungi kepentingan hukum, maka yang dilindungi tidak hanya kepentingan individu tetapi juga kepentingan masyarakat dan kepentingan negara.64 Suatu penderitaan menurut Undang-Undang pidana yang berkaitan dengan pelanggaran norma berdasarkan putusan hakim yang dijatuhkan terhadap orang yang bersalah. Pidana merupakan sebuah hukuman (recht). Tindak pidana atau bisa disebut dengan delik merupakan suatu perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Apabila suatu perbuatan tersebut tetap dilakukan maka akan dapat dikatakan telah melanggar sebuah aturan Undang-Undang dan dapat dikenakan sanksi atau hukuman pidana.

Istilah “Tindak Pidana” sendiri terdapat dari terjemahan “strafbaar feit” ialah suatu perbuatan atau tindakan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang berisi sanksi atau hukuman pidana tertentu. Tindak pidana merupakan hal yang sangat tepat bagi pelaku penyimpangan seksual terhadap hewan (Bestiality) untuk memberikan efek jera terhadap pelaku tersebut. Kasus tersebut sangatlah disayangkan karena pelaku bisa saja mengalami salah satu faktor gangguan mental untuk memberikan kepuasan batin terhadap dirinya. Hal tersebut bisa menimbulkan trauma bagi hewan yang disetubuhi dan bisa berdampak buruk terhadap kelestarian dan kehidupan hewan tersebut. Kurangnya rasa kepuasan batin dalam berhubungan antara manusia dengan manusia, maka pelaku melakukan tindakan persetubuhan tersebut dengan hewan. Biasanya yang terjadi dalam masyarakat, pelaku tindakan penyimpangan tersebut memiliki rasa seks yang tinggi dan merasa kurang puas dengan pasangannya sehingga mereka melakukan perbuatan tersebut dengan hewan sekitar.

Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2009 jo Undang-Undang No.41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1990 yang berisi Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menjamin dan melindungi hak hidup dengan aman untuk hewan sebagai mahkluk hidup.

Pelaku yang melakukan tindakan asusila tersebut sudah melanggar norma yang ada di

62 Edi Rohaedi, Tinjauan Hukum Islam Tentang Penyimpangan Seksual Dengan Binatang (Bestiality), (Skripsi : UIN Syarief Hidayatullah Jakarta), hlm.1

63 I Nyoman Adi Wiradana dan Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi,”Tindak Pidana Asusila Terhadap Hewan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana” (Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Hal.2)

(4)

dalam masyarakat. Dan di Indonesia perlu adanya peraturan-peraturan khusus yang mengatur tentang hal ini dengan tujuan untuk memberikan efek jera dan tidak akan mengulanginya lagi dikemudian hari. Demi menjaga kelestarian hewan yang ada di Indonesia, pelaku perlu diberikan hukuman yang sesuai. Kejahatan ini merupakan suatu perbuatan yang dengan sengaja dan dilakukan secara sadar serta terang-terangan oleh para pelaku yang merupakan salah satu bentuk penganiayaan terhadap hewan. Adapun terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam penjelasan pasal 66 ayat (2) huruf c yang menyebutkan bahwa penganiayaan yang dilakukan terhadap hewan merupakan suatu tindakan untuk memperoleh adanya rasa kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan tersebut dengan memperlakukan hewan diluar dari batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan. Dan perbuatan ini tidak hanya dianggap sebagai menyimpangnya norma oleh para pelaku tetapi juga sudah melanggar hukum positif. Perilaku penyimpangan seksual merupakan tindakan untuk memberikan rasa kepuasan batin terhadap pelaku tetapi sangat tidak diterima dalam masyarakat dikarenakan suatu perbuatan tersebut tidak sesuai dengan tata cara dan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Perbuatan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelaku yang melanggar. Belakangan ini lagi maraknya kasus penyimpangan seksual terhadap hewan (bestiality) yang kurangnya ketegasan dalam ketetapan Peraturan Perundang-Undangan. estiality sendiri merupakan tindakan untuk mencari kepuasan seksual dengan jalan berhubungan dengan hewan/binatang.65 Yang dimana perbuatan tersebut sangatlah tidak etis untuk dicontoh dalam masyarakat sekitar.

Maka dari itu, pentingnya pengetahuan dan wawasan dan pentingnya kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap keseimbangan ekosistem hewan. Hewan sama seperti manusia pada umumnya, hewan juga memiliki perasaan. Dan beberapa dari hewan yang telah disetubuhi oleh manusia, kebanyakan memiliki dampak trauma yang dalam bagi hewan tersebut. Yang dimana dampak terburuknya adalah hewan tersebut bisa meninggal dunia. Untuk itu perlu adanya ketegasan di dalam peraturan Perundang- Undangan agar mengurangi tindakan penyimpangan seksual tersebut.

Didalam Pasal 501 RUU KUHP yang berbunyi: “Dipidana karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan dengan pidana paling lama kurang lebih 6 bulan atau dipidana denda paling banyak Kategori II (Tiga Puluh Juta Rupiah) maka setiap orang yang telah melakukan tindakan persetubuhan terhadap hewan. Yang dimaksud dengan tindakan penganiayaan ringan terhadap hewan atau lichte dierenmishandeling oleh pembentuk Undang-Undang yang telah dilarang didalam ketentuan Pidana terdapat dalam Pasal 302 KUHP:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:

a. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;

b. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

65 Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, (Surabaya: Pustaka Anda,1997), hlm.75

(5)

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

3. Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.

4. Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.66

Namun sayang, dalam Pasal 302 KUHP hanya sebagai pelengkap saja di KUHP karena penegakkan hukum yang terdapat dalam Pasal 302 KUHP hanya dilakukan oleh sang penegak hukum saja. Akan tetapi, didalam Pasal 302 KUHP bukan saja sebagai halnya pelengkap, melainkan menjadi tolak ukur pedoman bagi masyarakat dalam memperlakukan hewan-hewan dengan sewajarnya. Berdasarkan dari penulisan diatas, maka penulis yakin untuk membuat jurnal ini dengan judul “Tindak Pidana Bagi Pelaku Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan (Bestiality).

Adapun perumusan masalah berdasarkan latar belakang yang ada diatas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bisa terjadinya tindakan penyimpangan seksual terhadap hewan (Bestiality) ?

2. Bagaimana pertanggung jawaban pidana bagi pelaku tindakan penyimpangan seksual terhadap hewan (Bestiality)?

METODE PENELITIAN

Dalam hal ini, metode penelitian yang dipakai penulis dalam penulisan jurnal yang berjudul “Tindak Pidana Bagi Pelaku Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan (Bestiality)” adalah dengan cara menggunakan metode penelitian normatif. Metode penelitian normatif dalam jurnal ini digunakan untuk mengkaji norma-norma yang kosong dalam hal perbuatan penyimpangan seksual terhadap hewan. Badan hukum dalam jurnal penelitian ini merujuk kepada penelitian primer yaitu dari bahan pustaka yang ada terdiri dari RUU KUHP dan KUHP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tindak Pidana Bagi Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan (Bestiality)

Bestiality berasal dari kata bestialis atau bestia yang artinya binatang liar. Akan tetapi yang dimaksud penulis, Bestiality adalah jenis penyimpangan seksual dimana hewan digunakan sebagai media untuk memuaskan hasrat seksualnya. Jadi, dimana manusia ketika melihat hewan yang ada didepannya langsung merasakan hasrat ingin melakukan hubungan seksual dengan hewan tersebut.

Tindak pidana merupakan suatu pelanggaran norma hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh seseorang. Dalam kasus bestiality termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut dapat dimasukkan kedalam Pasal 302 KUHP dikarenakan terdapat beberapa unsur, yaitu:

a. Unsur Obyektif:

1) Tanpa tujuan patut: atau untuk mencapai suatu tujuan patut yang telah melampaui batas;

(6)

2) Perbuatannya: telah menyakiti, melukai, trauma, merugikan kesehatannya, kejahatan;

3) Obyek: hewan.

b. Unsur Subyektif : Dengan secara terang-terangan atau sengaja.

c. Para pelaku perbuatan penyimpangan seksual terhadap hewan yang telah memenuhi unsur-unsur ke dalam penganiayaan dan mereka dapat diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,00,- . Penyimpangan seksual terhadap hewan di Indonesia hukumnya masih sangat lemah. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran bagi lingkungan sekitar untuk kasus seperti ini. Seks sendiri merupakan suatu mekanisme yang dapat memperloeh keturunan, oleh karena itu seks merupakan mekanisme vital yang mana manusia dapat melakukan evolusi sepanjang masa atau kehidupan manusia. Menurut pakar kesehatan Bestiality dapat terjadi akibat tingginya hasrat seksual yang tidak terkontrol, dimana para pelaku bestiality merasa tidak puas ketika hanya bersenggama dengan istrinya. Bisa juga perilaku tersebut muncul akibat pengaruh pergaulan seseorang dengan para pelaku bestiality lainnya.67 Perilaku bestiality merupakan suatu perbuatan manusia yang dapat dikatakan

“tidak normal” dikarenakan mereka berhubungan seksual bukan manusia dengan manusia melainkan manusia dengan hewan.

Menurut DSM V dari American Psychiatric Association, berhubungan seksual dengan binatang baik anjing, kucing, kambing, kuda dan hewan lainnya dinamakan dengan Zoophilia dan termasuk ke dalam penyimpangan seksual yaitu Paraphilia. Hal ini termasuk penyimpangan atau disorder karena sudah menyebabkan Personal Harm atau resiko melukai diri sendiri dan mahkluk hidup lain. Perilaku penyimpangan seksual terhadap hewan ini sangat berbahaya sebab dapat mengakibatkan Zoonosis yang artinya adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Salah satu contohnya adalah : a. Lestospirosis, yang ditularkan oleh hewan anjing, babi, kuda dan domba bisa

menularkan Lestospira yang bisa menyebabkan meningitis di otak dimana 10% dari kasus berujung ke kematian.

b. Rabies, dapat menularkan melalui saliva atau air liur anjing, kucing dan infeksi virus ini bisa sampai ke otak dan dapat berakibat fatal.

c. Kanker Penis, sesuai dengan data penelitian ( Source: Journal of Biological and Medical Science ) juga ada kasus dimana laki-laki meninggal akibat berhubungan anal dengan kuda. Jadi, penis kuda tersebut dimasukkan ke dalam anus laki-laki tersebut yang menyebabkan Kanker Penis.

Seperti contoh kasus yang terjadi di Karang Pangi, Kalimantan Tengah. Orangutan bernama Pony dijadikan pelacur untuk memberikan kepuasan terhadap laki-laki yang memiliki kelainan seksual ingin berhubungan seks terhadap hewan. Sehingga menimbulkan trauma yang hebat bagi orangutan tersebut seperti menjerit atau buang air besar setiap melihat ibu mucikarinya dan dia menolak untuk kawin dengan orangutan jantan.

Ketika suatu perbuatan tercela tidak dapat diatur dalam sebuah Undang-Undang pidana, maka perbuatan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum untuk dapat diadili.

Contohnya jika dikaitkan dalam kasus orangutan Pony, seorang mucikari yang mengambil Pony dari kecil dari alamnya dan merawatnya didalam rumah bordil untuk dijadikan

67 Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, (Surabaya: Pustaka Anda,1997),Cet. Ke- 1.hal.42

(7)

pelacur saja sudah dapat dipidana dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Belum adanya hukum tertulis yang mengatur tentang kasus ini dan semakin maraknya kasus-kasus serupa mengenai eksploitasi satwa liar yang dilindungi dan bestiality maka sangat dirasa perlu untuk memperbaharui hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana ditandai dengan adanya perkembangan kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, sedangkan yang mengkaji kejahatan dari aspek kemasyarakatan (sosiologis) adalah krimonologi. Jika dilihat dari pembaharuan hukum pidana maka masalahnya berkisar pada 3 (tiga) persoalan, yaitu kriminalisasi, diskriminalisasi dan depenalisasi.68

Jika dihubungkan dengan kekosongan hukum yang ada pada kasus Pony dan kasus- kasus yang serupa, maka pembaharuan hukum pidana yang diperlukan adalah kriminalisasi. Kriminalisasi adalah proses penetapan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana atau tidak ada diatur dalam hukum pidana, karena perkembangan masyarakat kemudian menjadi tindak pidana atau dimuat ke dalam hukum pidana, artinya tahap akhir proses kriminalisasi adalah pembentukan hukum pidana.69 Dalam perbuatan penyimpangan seksual terhadap hewan ( bestiality ) dapat melanggar suatu norma yang ada di dalam masyarakat. Norma merupakan pedoman, peraturan atau kaidah dalam bertindak serta berperilaku yang bertujuan untuk mengatur masyarakat dalam kehidupan supaya tertib, adil dan tentram. Sehingga kehidupan dimasyarakat tidak saling bersinggungan satu sama lain. Norma-norma tersebut memiliki aturan untuk perilaku manusia yang berisi perintah, larangan dan sanksi. Yang dimana perintah merupakan sesuatu yang harus atau wajib untuk dilakukan sedangkan larangan merupakan sesuatu yang tidak boleh untuk dilakukan. Jika melanggar perintah dan larangan tersebut, maka mereka akan dikenakan sanksi yang artinya suatu hukuman yang diberikan ke seseorang karena telah melanggar norma tersebut.

Dan norma-norma yang dapat dilanggar oleh pelaku bestiality adalah:

1) Norma Agama Aturan-aturan yang dijalankan oleh masyarakat yang sumbernya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Contohnya: Tuhan sudah menetapkan atau mentakdirkan seseorang manusia berhubungan dengan manusia lainnya (lawan jenis) akan tetapi manusia tersebut telah melanggar perintah-Nya dengan berhubungan dengan hewan.

2) Norma Kesusilaan Aturan-aturan yang dijalankan oleh masyarakat yang sumbernya berasal dari hati nurani seseorang dengan tujuan untuk mengatur perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan seseorang. Contohnya: penyimpangan seksual terhadap hewan yang dilakukan oleh manusia. Yang padahal perbuatan tersebut dapat dikenakan sanksi hukum serta lingkungan.

3) Norma Kesopanan Aturan-aturan yang menekankan pada perbuatan seseorang untuk menjaga kesopan santunan, tata krama mereka, dan juga ada istiadat setiap individu. Contohnya: memiliki kecenderungan untuk berhubungan dengan hewan dan tidak adanya penerimaan diri untuk menghargai diri sendiri serta orang lain karena perbuatan tersebut dapat merugikan masyarakat sekitar.

4) Norma Hukum Aturan-aturan yang dibuat oleh badan yang bertanggung jawab seperti pemerintah yang dikemas dalam bentuk Undang-Undang. Contohnya: para

68 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 32

(8)

pelaku perbuatan penyimpangan seksual terhadap hewan ( bestiality ) dapat dikenakan hukuman pidana penjara dan pidana sanksi.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tindakan bestiality atau penyimpangan seksual terhadap hewan adalah suatu perbuatan tidak normal yang dilakukan oleh manusia terhadap hewan sehingga terjadinya kekerasan atau penderitaan bagi hewan tersebut. Kejahatan yang dilakukan secara sadar sehingga dapat menimbulkan penganiayaan terhadap hewan. Perbuatan tersebut dapat menimbulkan penyakit menular yang dapat merugikan orang lain. Dan perbuatan ini sudah melanggar hukum positif di Indonesia. Mengenai tindak hukum pidana terhadap pelaku, setiap tindakan melawan hukum sudah dianggap dari unsur setiap tindak pidana. Sehingga para pelaku tindakan penyimpangan seksual terhadap hewan dapat dipidana karena sudah memenuhi unsur-unsur obyektif dan subyektif yaitu Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap hewan. Serta pentingnya pembaharuan hukum di Indonesia agar tidak terjadinya kekosongan hukum.

Selanjutnya, Perlunya kesadaran manusia bahwa hewan bukan tujuan sebagai pemuas nafsu seksual manusia. Dan seharusnya pemerintah lebih peduli dengan hewan dengan cara memperkuat Undang-Undang No.18 Tahun 2009 jo Undang-Undang No.41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan perkuat Undang-Undang NO.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pasal 302 KUHP.

DAFTAR PUSTAKA

Marpaung, Laden, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta

I Nyoman Adi Wiradana dan Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi,”Tindak Pidana Asusila Terhadap Hewan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana”, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2015.

Hamzah, DR Andi, S.H, KUHP & KUHAP, (Jakarta:PT. Rineka Cipta,2016), hlm.121

O.S Hiariej, Eddy, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka, 2015, hlm.35

Hidayat, Krisna, Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penyimpangan Seksual Sesama Jenis Terhadap Anak, (Indralaya: Universitas Sriwijaya,2019), hlm.1 Asrori Ma’ruf dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, (Surabaya: Pustaka Anda,1997),

hlm.75

Rohaedi Edi, Tinjauan Hukum Islam Tentang Penyimpangan Seksual Dengan Binatang (Bestiality), Skripsi, UIN Syarief Hidayatullah Jakarta), 2007

Syukri Niam Salim, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pajak Korporasi Dalam Delik Pidana Di Indonesia, Proposal Skripsi, STIH IBLAM, 2021.

Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, (Surabaya: Pustaka Anda,1997),Cet. Ke-1.hal.42

Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 32 Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

RUU KUHP

(9)

Pasal 285 KUHP Pasal 281-202 KUHP Pasal 302 KUHP

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menjamin dan melindungi hak hidup dengan aman untuk hewan sebagai mahkluk hidup.

Pasal 66 Ayat (2) huruf c.

Pasal 501 RUU KUHP.

Referensi

Dokumen terkait

Kajian yang dijalankan adalah untuk mengenal pasti tahap kefahaman konsep pelajar Tahun Akhir Program Pendidikan Fizik dalam memahami dan mengaplikasikan konsep

Kelarutan yang rendah ini menimbulkan induksi anestesi yang cepat dan lebih cepat juga pasien untuk sadar karna zat tersebut cepat dieliminasi di dalam darah (Butterworth

Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa kemampuan literasi matematis dan intelligence quotient (iq) siswa berada pada kategori medium serta kemampuan

Bilangan kompleks: sistem bilangan kompleks, geometri bilangan kompleks, dan akar bilangan kompleks. Fungsi Kompleks: pengertian fungsi kompleks, dan fungsi

Pidana narkotika adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuankereatuan hukum Narkotika. 69 Tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus Sebagaimana

Namun jika dilihat dari hasil ibu yang patuh mengkonsumsi tablet Fe masih ada yang anemia sebanyak 11 orang (20,0%), hal ini dikarenakan walaupun responden

Dari permasalahan pada Toko Oscar yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dibutuhkan sebuah aplikasi sistem informasi administrasi yang bertujuan untuk membantu

Magelang Jawa Tengah Periode 2 (Juni - Agustus 2018) Peningkatan Taraf Hidup Masyarakat dari Klasifikasi Tingakat Kesejahteraan Sangat Rendah. 151 Citrosono