• Tidak ada hasil yang ditemukan

FKG Inisiasi Ketersediaan Data Kesehatan Gigi untuk WHO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FKG Inisiasi Ketersediaan Data Kesehatan Gigi untuk WHO"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

FKG Inisiasi Ketersediaan Data Kesehatan Gigi untuk WHO

UNAIR NEWS – “Di Asia Tenggara ini cuma data Indonesia saja yang tidak ada di WHO. Kita melihat China yang lebih besar dan lebih banyak etnisnya, ternyata dapat memiki data. Itu yang menjadi salah satu dorongan untuk kami,” ungkap Dr. R.

Darmawan Setijanto, drg., M.Kes. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Universitas Airlangga dalam sambutannya pada acara penandatanganan nota kesepahaman antara FKG UNAIR dengan Faculty of Dentistry, Thammasat University, Thailand, Senin (6/3).

Tidak adanya data mengenai kesehatan gigi masyarakat Indonesia di WHO, berdampak pada sulitnya dukungan yang akan didapat Indonesia. Melihat realita ini, akademisi FKG UNAIR terdorong untuk menyediakan data tersebut. Upaya itu dilakukan dengan membentuk kerjasama dengan Faculty of Dentistry, Thammasat University, Thailand.

MoU antara FKG UNAIR dan Thammasat Universiry memuat beberapa kesepakatan, seperti perjanjian student exchange, staff exchange, dan riset collaboration bagi kedua belah pihak. Pada kesempatan MoU itu, Thammasat University diwakili oleh Prof.

Prathip Phantumvait DDS, Ph.D.

“Yang paling penting adalah riset collaboration. Kita ingin menyediakan data untuk kebutuhan WHO. Karena kebutuhan data di WHO tidak tampil, khususnya kedokteran gigi. Rencananya, kami juga akan berkolaborasi dengan FKG di Nigata. Nantinya alokasi dana ini digunakan untuk riset kolaborasi dengan fakultas- fakultas di Korea dan Jepang yang memiliki banyak publikasi.

Sehingga, kualitas publikasi dosen kita semakin baik. Ini selaras dengan arahan Pak Rektor,” tutur Darmawan.

Kementerian Kesehatan yang turut datang dalam acara menyambut

(2)

baik kerjasama antar kedua belah pihak. Pasalnya, Kedokteran Gigi se-Indonesia tidak memiliki data di WHO yang merupakan suatu kebutuhan dari Kementerian Kesehatan.

“Harapannya adalah kita memiliki data dunia. Dengan kerjasama ini kita akan mengadvokasi fakultas-fakultas lain untuk kerjasama, kualitas penelitian dan publikasi menjadi lebih baik. Saat ini kita memiliki kerjasama dengan FKG dengan berbagai universitas seperti Universitas Hang Tuah (UHT), Universitas Indonesia (UI), dan lainya. Kita memiliki asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi. Fungsinya untuk mengikat satu gerakan agar lebih efisien dan efektif,” imbuh Darmawan.

Kerjasama semacam ini sering dilakukan oleh FKG. Sebelumnya, FKG pernah bekerjasama dengan fakultas-fakultas ternama yang ada di Jepang, Malaysia, dan Korea. (*)

Penulis: Pradita Desyanti Editor: Binti Q. Masruroh

Piramida Warna Part II

UNAIR NEWS – Telah lama aku menunggu suratmu. Menunggu ceritamu dari tempat barumu. Sampai hari terjauh ini, berapa banyak teman barumu ? Apakah mereka ada yang sok sepertiku ? Atau kau juga merasakan hari yang sebaliknya, menjengkelkan dan penuh dengan kebosanan.

Jika kita masih bisa bercakap-cakap, kupaksakan ini adalah kelanjutan dari Piramida Warna, sebongkah fiksi persahabatan dua kawan yang tak harus dipisahkan oleh ruang waktu yang tetap akan didesak dalam lakon-lokonnya yang tak boleh terputus.

(3)

Kau ingat gang sempit itu.

“Hei.. kita kesasar. Kemana ini ?” ujarmu dulu.

Buta arah, tak ada peta, berat bertanya, dan motor kita pacu berputar tanpa panduan yang pasti.

“Kemana ini ?” tanyamu lagi.

Hanya menggelengkan saja, keyakinankupun penuh buntu. Dan dipercabangan jalan kita bersilang suara hendak kemana.

“Firasatku, kesana !” kau menunjuk jalan ke arah Mall besar.

“Kayaknya kesana deh.”

Sepertinya memang ketersesatan ini membuat kita menghabiskan banyak waktu dalam perasaan cemas-cemas acuh. Dan terus kini, sebab putus asanya, kupersilahkan kamu sebagai pengemudinya.

“Kayakke aku pernah kenal tempat ini deh” ujarmu di depan.

“Kemana ?”

“Sebentar..”

Kita menepi, dan kuputuskan untuk tanya kepada seorang penjual pinggir jalan. Walhasil sedikit kecewa, ternyata kita kesasar begitu jauh, pedagang itu hanya bisa mengarahkan sepanjang jalan yang diingatnya saja.

Laju kendaraan terus kau jalankan, dan rambu-rambu jalan yang minim membawa ketersesatan ini kian panjang.

“Kata Ibu tadi, dari lampu merah belok ke kanan. Kog ini belok kekanan mentok gang buntu ya ?” sambil tepok jidat.

Baiklah, aku bolehkan tersenyum susah. Akhirnya ku telepon salah seorang teman untuk menjemput kita. Sebelumnya, lagi aku turun bertanya alamat tempat kita kesasar.

“Tuuttt…tuuttt…tuuutt”

(4)

Bunyi deringnya terengar lagu nyaring, namun tidak diangkat lama. Oh, sungguh takdir. Sepertinya temanku ini sedang tidak bersama ponselnya.

“Gimana ?”

“Es..degan saja, dulu.”

Di pinggir jalan, kita tenangkan hati sejenak. Dan kebetulan saja, seperti jodoh saja, ketika mbayar dan bertanya arah pulang. Ada seorang pembeli yang nimbrung percakapan.

“Kemana mas ?”

“Ke Maskumambang Pak.”

“Oh..saya juga mau ke arah yang sama. Tak barengi saja kalau kesasar.”

Syukurlah, kita terselamatkan juga. Dan endingnya kamu kapok jika bepergian cuman berdua saja. Takut kesasar lagi. Agak geli memang mengingatnya, tapi jauh disana, kau pasti punya cerita baru yang lebih indah kau ceritakan dalam suratmu.

Dalam sebuah pesan pendek kutulis “..kutunggu ceritamu” . Penulis: Sukarto

“SINAU 12” Inisiasi Pemuda untuk Cerdaskan Bangsa

UNAIR NEWS – Menjadi mahasiswa merupakan waktu yang tepat untuk melakukan banyak hal yang bermanfaat. Selain ditempa dengan ilmu pengetahuan dan kegiatan akademis lainnya, masih banyak mahasiswa yang meniyisihkan waktunya untuk mengabdikan

(5)

diri kepada masyarakat. Ditengah kesibukannya sebagai mahasiswa, Maulana Satria Aji bersama rekan-rekannya menyisihkan waktu untuk melalukan kegiatan pengabdian masyarakat berbasis literasi di kampung yang mereka beri nama

“Sinau 12”.

Berlokasi di Balai RW 12, Sidotopo Jaya 2A, Surabaya, mahasiswa FKM UNAIR tersebut setiap hari Rabu dan Sabtu, mulai pukul 19.00 hingga 20.00 memimpin kegiatan “Sinau 12”. Peserta dari kegiatan tersebut adalah anak-anak sekolah dasar kelas 1-6 di kampung tempatnya tinggal. Kegiatan “Sinau 12” meliputi kegiatan belajar bersama tentang materi-materi pelajaran di sekolah. Namun, ada hal yang menarik dari kegiatan “Sinau 12”

ini yaitu menggunakan pendekatan moral. Aji bersama timnya memilih menggunakan pendekatan moral tersebut agar anak-anak peserta “Sinau 12” tidak hanya pintar dalam materi pelajaran tetapi juga agar mengenal softskill sejak dini.

“Dalam setiap kegiatannya, “Sinau 12” menggunakan pendekatan moral kepada adik-adik seperti mengajarkan sopan santun dan menyertakan doa pada setiap kegiatan. Tujuannya agar softskill mereka terasah sejak dini,” jelas mahasiswa semester IV tersebut.

Aji mengatakan bahwa kegiatan “Sinau 12” awalnya bermula dari kegiatan Pelajar Mengajar dengan fokus literasi yang diikutinya. Dari pengalaman tersebut Aji berinisiasi untuk melakukan program serupa di kampungnya yang notabene memiliki banyak anak-anak yang dinilai kurang dalam hal literasi.

Selain Aji dan tim kegiatan ini juga melibatkan karang taruna setempat serta dukungan dari masyarakat sekitar.

Antusiasme anak-anak peserta “Sinau 12” sangat tampak dari awal hingga akhir kegiatan. Ada anak-anak yang mengerjakan tugas sekolah, ada yang menghafal pancasila, dan ada yang belajar tentang kebersihan. Rio, salah satu peserta “Sinau 12”

menjelaskan bahwa kegiatan ini memberikan manfaat bagi dirinya, karena bisa belajar dalam kondisi yang menyenangkan

(6)

dengan didampingi pengajar kegiatan “Sinau 12”.

“Kegiatan disini menyenangkan untuk belajar, selain itu kakak- kakaknya juga baik,” jelasnya.

D i a k h i r w a w a n c a r a , A j i m e n j e l a s k a n b a h w a d e n g a n dilaksanakanya kegiatan ini, ia berharap agar mahasiswa mampu untuk mengabdi bagi masyarakat dan mampu untuk memberi perubahan di masyarakat.

“Fungsi “Sinau 12” ini sebagai kegiatan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmunya pada masyarakat, sehingga ilmu yang didapat dari perkuliahan tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa sendiri tetapi dapat juga bermanfaat bagi masyarakat,”

pungkasnya.

Penulis : Rizky Yanuar Rahmadan Editor : Nuri Hermawan

Kampung Pengemis (Part 2)

untuk membaca Part 1, silakan klik Kampung Pengemis (Part 1) Sabtu itu, hari sudah sore. Aku dan temanku itu telah berada di dermaga penyeberangan kotanya. Aku yang menggendong ransel di punggung bersiap menyeberang ke kampung pengemis di pulau pengemis. Dia kembali menyarankan dan membujuk agar aku mengurungkan niatku. Dia takut aku ketularan jadi pengemis.

Tentu saja aku menolak. Dia mahasiswa yang aneh, ucapku padanya. Di jaman sekarang masih percaya dengan mitos kutukan macam itu. Dia pun mengalah dan menyerah membujukku. Dia lalu bertanya kapan aku kembali, agar bisa dijemputnya. Kubilang besok, hari minggu siang aku sudah di dermaga. Dia mengiyakan.

Tak lama menanti, kapal penyeberangan tiba. Aku dan dia

(7)

bersalaman. Aku naik ke kapal dan mulai meninggalkan dermaga kota temanku.

Sekitar tiga puluh menit selepas lepas landas dari dermaga kota temanku, aku dan penumpang lain turun ke pulau yang kami tuju. Sejauh itu, aku tak melihat tanda-tanda kepengemisan di pulau tersebut. Aku melihat keadaan pulau tersebut biasa-biasa saja. Seperti kebanyakan pulau lain yang berjarak tidak begitu jauh dengan perkotaan. Pulau yang disebut temanku pulau pengemis ini, terlihat cukup membaur dengan peradaban modern.

Nampak televisi di ruang tunggu dermaga. Sepeda motor dan mobil di jalan-jalannya. Beberapa parabola dan ada pula antena alias tower agak raksasa. Tebakanku, antena alias tower itu adalah milik salah satu perusahaan telekomunikasi.

Apa benar ini kampung pengemis. Atau kampung pengemis ada di pedalaman dari pulau ini. Aku mulai bertanya-tanya pada diriku sendiri. Atau kampung pengemis hanya rahasia umum yang tidak nyata. Aku pun menyusuri jalan, beberapa tukang becak menawari jasa, demikian pula tukang-tukang ojek. Namun aku menolak dengan lembut. Aku sedang ingin berjalan-jalan dan menikmati pulau ini sendirian. Hingga pada suatu titik, aku berhenti.

Aku melihat sebuah papan nama. Bukan papan nama sebuah kantor, melainkan papan nama di sebuah rumah yang keterangan nama di papan itu sangat menarik perhatianku. Tertulis di sana: Kepala Kampung Pengemis. Diseret rasa ingin tahu, aku menghampiri rumah itu dan mengetuk pintunya.

Seseorang berjenis kelamin pria membuka pintu lalu menyapaku ramah kemudian memersilakan untuk masuk ke ruang tamu.

“Saya mahasiswa dari sebrang, Pak. Datang ke sini dengan niatan untuk jalan-jalan.”

“Mau jalan-jalan, atau cari pekerjaan, atau penelitian, silakan saja, Dik. Pulau ini terbuka untuk umum. Nah, kecuali kalau ada orang asing mau merampas hak kampung ini, baru para penduduk akan bertindak tegas.” Ucap orang itu dengan senyuman

(8)

di bibirnya.

Dia lalu pamit sebentar untuk ke dalam beberapa saat. Ketika kembali ke ruang tamu, di tangannya sudah ada nampan membawa d u a m i n u m a n k e m a s a n k a l e n g y a n g n a m p a k s e g a r . D i a memersilakanku meminumnya. Aku pun menikmati minuman itu, tapi tidak menghabiskannya.

“Kampung ini sering didatangi mahasiswa-mahasiswa, ada yang mau meneliti, jalan-jalan maupun cari kerja. Kata orang sih, di kampung ini memang banyak lapangan pekerjaannya. Padahal tidak juga.”

“Maksud Bapak?”

“Ya mata pencaharian utama di kampung ini kan hanya satu, kalau pun ada mata pencaharian lain, ya itu sekadar hobi.”

“Apa mata pencaharian utama itu, Pak?” aku menyelidik.

“Mengemis.” Dia menyamankan duduknya dengan bersandar di sandaran sofa.

“Nah, kalau adik lihat tadi ada pedagang, tukang jaga dermaga, tukang becak, tukang ojek, atau ada pula petani, maka itu sekadar hobi, Dik. Mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan sampingan seperti itu maksimal hanya…, ya… rata-rata dua kali seminggu. Selebihnya, mereka dan kami semua memilih untuk menyebrang ke luar pulau. Mengemis di sana. Dapat hasil, kami nikmati di sini. Kami bangun pulau ini. Sehingga pulau ini nampak tidak ketinggalan jaman. Meskipun tidak memiliki tempat-tempat wisata yang bergengsi, maupun tidak memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Kami tidak mau bergantung pada alam untuk memajukan pulau kami. Kami bekerja. Nyatanya sekarang, kami sukses. Adik kebetulan saja ke sini pas saya ada di rumah, padahal sering kali saya juga menyebrang ke luar pulau. Pergi ke kota-kota untuk mengemis.”

Aku tertegun mendengar penjelasan kepala kampung itu. Tanganku

(9)

meraih kaleng minuman di hadapanku. Dan kembali meminum isinya. Kali ini sampai habis. Tercetus di pikiranku, menjadikan kampung ini sebagai objek penelitian adalah ide yang benar-benar brilian.

“Rencananya Adik mau pulang kembali ke kota kapan? Ehm saya bertanya begini sebab hari kan memang sudah menjelang senja.

Maksudnya: kalau adik memang pengen jalan-jalan atau cerita- cerita sama saya, Adik boleh kok menginap di sini. Besok baru pulang. Kebetulan sekarang ini istri dan anak-anak saya sedang mengemis di luar pulau sana. Mungkin adik juga pengen tahu cara-cara mengemis yang baik, nanti saya ajari. Itu juga kalau adik mau. Kalau tidak suka sama pekerjaan ini, ya saya tidak memaksa.”

Aku berpikir sejenak. Pak kepala kampung yang baik itu membuka minuman kaleng miliknya, disodorkannya pada ku. Aku tersenyum menerima suguhan itu. Mungkin dia melihat gurat lelah di keningku sehingga memberiku minuman lagi.

“Baiklah, Pak. Kalau memang tidak merepotkan, saya tidur di sini saja satu malam. Besok saya pulang.”

***

Banyak pengalaman dan penjelasan yang ku terima dari kepala kampung itu. Nyaris semalaman kami berbincang perihal apa saja yang ingin kami obrolkan. Baru pukul dua dini hari aku berangkat tidur. Pukul sepuluh pagi hari minggu, aku sudah di dermaga penyebrangan pulau pengemis. Bersiap ke kota temanku di sebrang. Sebelum berangkat meninggalkan pulau pengemis, aku dan kepala Kampung Pengemis bersalaman. Dia mendoakanku semoga aku sukses dalam hidup, doa standar dari orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda.

Selepas sekitar tiga puluh menit lepas landas dari dermaga pulau pengemis, kapal yang mengangkut aku dan orang-orang dari kampung pengemis sandar di dermaga penyebrangan kota temanku.

T e m a n k u y a n g t e r n y a t a t e l a h b e r a d a d i d e r m a g a p u n

(10)

menghampiriku. Kami bersalaman. Dia mengajak aku makan di sebuah warung sederhana namun bersih di sekitar dermaga. Kami makan dengan lahap di sana.

Sesudah makan, masih di warung itu, aku membuka ransel ku.

Menarik sebuah map yang ada di dalamnya dan membuka map tersebut. Lalu berkata pada temanku.

“Aku baru dapat pekerjaan dari kepala kampung sana. Menjadi sukarelawan pencari sumbangan. Di map ini ada surat tugas beserta amplop-amplop perlengkapannya. Lumayan. Menurut aturan, dari seratus persen sumbangan yang kita peroleh, kita sebagai sukarelawan pencari sumbangan dapat bagian tujuh puluh persen. Maklum lah, aku kan nantinya lelah, biaya transportasi dan lain sebagainya kan juga dari aku. Tiap bulan tiga puluh persen dari hasil sumbangan bisa ditransfer melalui bank, bisa pula di antar langsung ke pulau tadi langsung ke kepala kampung. Bagaimana menurutmu?”

Aku bisa melihat jelas di raut wajah temanku. Keningnya berkerut. Matanya memincing lalu semakin melebar. Dia pun menggeleng-geleng seraya menarik dan membuang napas panjang.

Raut orang heran melekat di wajahnya. Kemudian dia berucap mantap tapi tak begitu keras terdengar.

“Gila!” ucapnya. Aku tak tahu apa yang membuatnya heran. Aku pun tak paham arti dari satu kata yang baru diucapkannya. (*)

UNAIR Launching Unit Layanan Terpadu

UNAIR NEWS – Sejak kemarin (6/3), Universitas Airlangga (UNAIR) membuka Unit Layanan Terpadu. Di sini terdapat tujuh

(11)

unit kerja, yakni, Sistem Informasi, Kemahasiswaan, Akademik, Sumber Daya Manusia, Keuangan, Sarana Prasarana Lingkungan, dan Informasi & Pengaduan. Layanan terpadu ini buka pada Senin sampai Kamis pukul 08.00-16.00. Sedangkan pada Jum’at. di pukul 08.00 – 16.30.

Lokasinya, di kantor manajemen kampus C Universitas Airlangga, telp: (031) 5914041-42, email: ult@su.unair.ac.id. Unit Layanan Terpadu dibuka untuk memberi kemudahan dan kenyamanan bagi mereka yang ingin berurusan di UNAIR.

(12)

Asyiknya Menikmati Suasana Danau Kampus C UNAIR

UNAIR NEWS – Danau kampus C Universitas Airlangga (UNAIR) merupakan salah satu spot asyik untuk menikmati sore. Angsa- angsa yang berbaris rapi dan berenang, ikan-ikan yang selalu datang ke tepian bila ada pengunjung yang menebar makan, serta kerindangan pepohonan yang sejuk bila duduk di bawahnya. Tentu pula, tempat ini merupakan tempat yang pas buat foto-foto.

Selfie, Wefie, maupun sekadar memfoto angsa. Sesekali, terlihat mahasiswa yang belajar ataupun orang-orang berolahraga. (*)

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan publik Ditjen SDPPI mencakup 4 (empat) bidang penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu penyelenggaraan pelayanan publik Perizinan Spektrum Frekuensi Radio dan

a Dengan menggunakan pensil, buat garis empat persegi-panjang berukuran 1 cm x 2 cm di atas kaca atau cawan Petri plastik berukuran 15 mm x 100 mm atau di atas gelas sediaan;

menjelaskan hasil uji paired t nilai tekanan darah sistolik setelah diberikan perlakuan brisk walking exercise yaitu ρ value 0,000, ada pengaruh yang signifikan dari

uraian unit satuan harga jumlah Metode Pengadaan kodeakun. Pembangunan SPAM Dusun

Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Alwisol, 2009) yaitu bahwa efikasi diri akademik mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan

Karena pukulan smash merupakan suatu teknik pukulan yang bertujuan untuk mematikan pertahanan lawan, dan juga pada saat bermain lawan sering melakukan kesalahan

 Sebagai contoh, jika hanya terdapat 10% dari keseluruhan employee yang mempunyai kantor pribadi, maka merupakan suatu cara perancangan yang beralasan apabila satu

Dalam teori morfologi yang berdasarkan kata, kata dasar yang dipakai harus memenuhi syarat : (1) dasar pembentukan kata adalah kata, (2) kata yang dimaksud adalah kata