• Tidak ada hasil yang ditemukan

JARINGAN RANTAI SUPLAI MULTI-ESELON DENGAN PUSAT DISTRIBUSI DINAMIS DISERTASI. Oleh SUYANTO /Ilmu Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JARINGAN RANTAI SUPLAI MULTI-ESELON DENGAN PUSAT DISTRIBUSI DINAMIS DISERTASI. Oleh SUYANTO /Ilmu Matematika"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

Oleh SUYANTO

098110004/Ilmu Matematika

PROGRAM DOKTOR ILMU MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(2)

DENGAN PUSAT DISTRIBUSI DINAMIS

DISERTASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh SUYANTO

098110004/Ilmu Matematika

PROGRAM DOKTOR ILMU MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc.

Anggota : 1. Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc.

2. Dr. Marwan Ramli, M.Si.

3. Prof. Dr. Herman Mawengkang 4. Dr. M. D. H. Gamal, M.Sc.

(4)

DENGAN PUSAT DISTRIBUSI DINAMIS

Nama Mahasiswa : Suyanto

Nomor Pokok : 098110004

Program Studi : Doktor Ilmu Matematika

Menetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc.) Ketua/Promotor

(Dr. Marwan Ramli, M.Si) (Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc)

Anggota/Co. Promotor Anggota/Co. Promotor

Ketua Bidang Studi Doktor Dekan FMIPA-USU

Ilmu Matematika

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus: 29 Oktober 2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

JARINGAN RANTAI SUPLAI MULTI-ESELON DENGAN PUSAT DISTRIBUSI DINAMIS

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbi- ngan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan ditunjukkan rujukannya. Dis- ertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lainnya.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Medan, Oktober 2014 Penulis,

Suyanto

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

Jaringan rantai suplai didefinisikan sebagai sebuah jaringan yang melakukan fungsi-fungsi usaha untuk memperoleh material, transformasi dari material ke dalam produk menengah (intermediate products) dan produk akhir (final pro- ducts), dan selanjutnya mengirim produk ke konsumen melalui sistem distribusi yang berada dalam sistem inventori multi-eselon. Pada tingkat distribusi, pusat distribusi berperan penting dalam jaringan rantai suplai. Pusat distribusi meru- pakan bangunan yang diisi dengan berbagai produk untuk didistribusikan ke zona konsumen. Calon lokasi pusat distribusi ditentukan menjadi lokasi pusat distribusi berdasarkan pada kebutuhan konsumen. Lokasi pusat distribusi akan dipindahkan ke tempat lain apabila kondisi zona konsumen berubah. Inilah yang disebut dengan pusat distribusi dinamis.

Disertasi ini menyajikan sebuah program taklinier untuk merencanakan se- cara optimal jaringan rantai suplai multi-eselon berkenaan dengan sistem inven- tori dengan mempersiapkan pusat distribusi yang dinamis. Model yang diusulkan dimaksudkan untuk membantu dalam menyeleksi kelayakan dari setiap pusat dis- tribusi agar dapat memaksimalkan total keuntungan rantai suplai.

Kata kunci: program tak linier, jaringan rantai suplai, pusat distribusi dinamis

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(7)

The supply chain is defined as a network of facilities that performs the function of procurement of materials, transformation of these materials into in- termediate and finished products, and distribution of these products to customers through the distribution system in the multi-echelon inventory system. In the distribution stage, the distribution center plays an important role in the supply chain network. A distribution center is a building which is stocked with products to be distributed to customer zone. The candidate distribution center location is determined to be distribution center location is based to customers requirement Distribution center location will be changed to another place, when customer zone condition changed. This is a dynamical distribution center.

This disertation presents a nonlinear programming for planning optimally multi-echelon supply chain network respect to inventory system to prepare dy- namical distribution center. The model proposed is to help selecting feasibility of distribution center to maximal profit of supply chain. Keywords: nonlinear programming, supply chain network, dynamical distribution center

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(8)

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul ”Jaringan Rantai Suplai Multi-eselon dengan Pusat Ditribusi Dinamis”. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampai kan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus atas bantuan, bimbingan dan pengarahan dalam pengerjaan disertasi ini, kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesem- patan dan bantuan dana kepada penulis untuk mengikuti Program Stu- di Doktor Ilmu Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menjadi peserta Program Doktor Ilmu Mate- matika.

3. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Dok- tor Ilmu Matematika dan selaku komisi penguji, yang telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis sehingga disertasi ini dapat dise- lesaikan.

4. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc. selaku Promotor, atas ke- tulusan dan kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan penulis pada pembahasan isi dan penulisan sehingga selesainya disertasi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc. selaku Co. Promotor, atas kesabaran- nya dalam membimbing dan mengarahkan penulis pada perumusan masalah disertasi ini.

6. Bapak Dr. Marwan Ramli, M.Si. selaku Co. Promotor, atas kesabarannya dalam mengarahkan penulis pada kerangka pemikiran disertasi ini.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(9)

penulisan disertasi ini.

8. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Doktor Ilmu Matematika dan staf pengajar Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Penge- tahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh rekan mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Matematika dan staf pengajar Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Penge- tahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

10. Staf administrasi Program Studi Doktor Ilmu Matematika dan staf ad- ministrasi Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Penge- tahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan.

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada Alm. Ayahan- da Muhammad Nurdin dan Ibunda Mardiah yang telah mendidik tentang arti kehidupan dan mendoakan agar penulis menjadi orang yang bermanfaat. Ter- istimewa, penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang mendalam pada istri tercinta Sri Hariyani Harahap,Amd.Far dan anak-anakku tersayang Syilvi Haryanti, Alyiza Dwi Ningtyas, Triska Putri Rahmayani yang telah mem- berikan dukungan luar biasa demi keberhasilan pendidikan ini. Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan dan limpahan rahmat.

Akhir kata penulis sampaikan, semoga disertasi yang telah disusun berman- faat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2014 Penulis,

Suyanto

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(10)

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Agustus 1959, dari Ayah yang bernama Muhammad Nurdin (Alm) dan Ibu bernama Mardiah. Penulis meru- pakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Pada tahun 1972 penulis lulus SD Swasta Taman Pendidikan Anakanda Medan. Pada tahun 1975 penulis lulus SMP Swasta Taman Pendidikan Mardi Lestari Medan. Pada tahun 1979 penulis lulus SMA Negeri 4 Medan. Pada tahun 1984 penulis lulus Sarjana Matematika Fakul- tas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 1999 penulis memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer pada Fakultas Il- mu Komputer Universitas Indonesia Depok. Selanjutnya pada tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan S3 Program Studi Ilmu Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penulis menikah pada tanggal 15 Desember 1991, telah dikaruniai Allah SWT dengan tiga orang putri.

Penulis sampai saat ini bekerja sebagai staf pengajar dengan pangkat Lek- tor Kepala golongan IV/b di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(11)

Halaman

PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

RIWAYAT HIDUP vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Urgensi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Inventori 6

2.1.1 Model Inventori Satu-eselon 6

2.1.2 Efek Risk Pooling 7

2.1.3 Model Jaminan Pelayanan Inventori Multi-eselon 8

2.2 Rantai Suplai Multi-eselon 10

2.3 Pusat distribusi 17

2.4 Bencana Alam 18

2.5 Rute 19

BAB 3 PROGRAM STOKASTIK 24

3.1 Pengertian Program Stokastik 24

3.2 Program Stokastik Dua Tahap 26

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(12)

3.4 Ilustrasi Program Stokastik 34

BAB 4 PEMODELAN 40

4.1 Pernyataan Persoalan 40

4.2 Masalah Lokasi Pusat Distribusi Dinamis 42

4.3 Ilustrasi Numerik 46

4.4 Pembentukan Model 51

BAB 5 KESIMPULAN 59

DAFTAR PUSTAKA 60

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(13)

Nomor Judul Halaman

3.1 Produktivitas π 37

4.1 Total Biaya Transportasi 48

4.2 Hasil 51

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hala-

man

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(14)

Nomor Judul Halaman

4.1 Kerangka Model 43

4.2 Zona Bencana Alam 48

4.3 Pusat Distribusi Terpilih 52

4.4 Jaringan Rantai Suplai 53

4.5 Hubungan antara Pabrik/Pemasok dengan Pusat Distribusi 57 4.6 Hubungan antara Pusat Distribusi dengan Zona Konsumen 58

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(15)

PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan peneli- tian dan urgensi penelitian yang diuraikan sebagai berikut:

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini banyak perusahaan diorganisasikan menjadi jaringan manufak- tur dan distribusi dalam mempersiapkan bahan baku, kemudian memproses ba- han baku menjadi barang jadi, lalu mendistribusikan barang jadi kepada kon- sumen. Target utama kegiatan ini adalah mengantarkan produk ke tempat tu- juan yang tepat dengan waktu yang sesuai dan dengan harapan harga yang tepat pula. Jaringan produksi distribusi seperti ini disebut dengan rantai suplai.

Jaringan rantai suplai didefinisikan sebagai sebuah jaringan yang melakukan fungsi usaha untuk memperoleh material, transformasi dari material ke dalam produk menengah (intermediate products) dan produk akhir (final products), dan selanjutnya mendistribusikan produk kepada konsumen melalui sebuah sistem distribusi yang meliputi sistem inventori multi-eselon (Tsiakis et al., 2001). Hillier et al. (2005) menyampaikan istilah eselon dengan menyatakan bahwa inventori pabrik mungkin saja pada awalnya disimpan di pabrik (satu eselon dari sistem inventori), kemudian di gudang (warehouse) regional atau nasional (eselon ke- dua), kemudian di pusat distribusi (distribution center) disebut eselon ketiga dan seterusnya. Setiap tingkat (stage) dalam inventori berkembang melalui sistem inventori multistage disebut eselon dari sistem inventori, sehingga sebuah sistem dengan banyak eselon dari inventori dinyatakan sebagai sistem inventori multi- eselon.

Secara esensial terdapat kepentingan ekonomi untuk mengoptimalkan inven- tori dalam proses rantai suplai (Chopra dan Meindl, 2003; Grossmann, 2005). Un- tuk memenuhi objektif ini, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana upaya yang efektif untuk mengintegrasikan manajemen inventori dengan ranca- ngan jaringan pada proses rantai suplai multi-eselon, sehingga keputusan yang terkait lokasi pada stok-inventori dan jumlah inventori terkait dapat ditentukan secara simultan, agar total biaya dapat diminimumkan.

Walaupun manajemen inventori merupakan persoalan penting untuk proses industri, kebanyakan model memandang manajemen inventori dan jaringan rantai

(16)

suplai secara terpisah. Sebaliknya, terdapat penelitian yang terkait dengan opti- misasi rantai suplai yang memperhitungkan biaya inventori, tetapi memandang isu inventori secara kasar tanpa adanya kebijakan manajemen inventori secara rin- ci (You dan Grossmann, 2008; Inderfurth, 1991; Inderfurth, 1993; Inderfurth dan Minner, 1998; Minner, 2001). Dalam model yang telah dikembangkan tersebut, tingkat stok pengaman diberikan sebagai parameter dan biasanya diperlakukan sebagai batas bawah dari tingkat inventori total (Tsiakis et al., 2001; Bok et al., 2000; Verderame dan Floudas, 2008; Relvas et al., 2006; Varma et al., 2007;

Schulz et al., 2006; Gupta et al., 2000; Chen dan Lee, 2004). Jackson dan Gross- mann (2003) melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan memandang tingkat stok pengaman sebagai target inventori yang mengakibatkan biaya penalti jika dilanggar. Pendekatan seperti ini tidak dapat mengoptimalkan tingkat stok pengaman terutama apabila adanya ketidakpastian permintaan. Dengan kata lain, pendekatan demikian ini hanya memberikan suatu pendekatan terhadap bi- aya inventori dan karena itu menghasilkan penyelesaian suboptimal.

Secara implisit, model yang telah dikembangkan juga mengandaikan bah- wa item yang diproduksi berkualitas sempurna. Di dalam kenyataan, kualitas produk tidak pernah sempurna, tetapi merupakan fungsi keandalan dari proses produksi. Akibatnya investasi untuk meningkatkan keandalan proses produksi menjadi kunci pencapaian kualitas produksi yang tinggi.

Dua model telah diajukan oleh Rosenbalt dan Lee (1986) yang berkaitan dengan persoalan Economic Order of Quantity (EOQ) dengan produksi tak sem- purna dengan skenario berbeda. Tapiero et al. (1987) menyajikan kerangka dasar teoritis untuk menganalisis keseimbangan antara harga, keandalan, ran- cangan dan kendali mutu dalam operasi manufaktur. Cheng (1989) mempelajari inventori dengan proses produksi tak sempurna dan kualitas yang bergantung pada biaya produksi.

Penelitian terhadap adanya integrasi rancangan jaringan rantai suplai dan manajemen inventori stokastik masih terbilang baru. Kebanyakan literatur yang ada memfokuskan pada struktur inventori satu tahap yang diintegrasikan dengan perancangan jaringan suplai, tanpa memperluasnya ke sistem inventori multi- eselon.

Daskin et al. (2002) dan Shen et al. (2003) mengajukan model gabungan lokasi-inventori yang mengembangkan model klasik fasilitas-lokasi tak berkapa- sitas. Mereka mengikutsertakan inventori kerja yang tak linier dan biaya stok pengaman untuk jaringan rantai suplai dua-tahap, sehingga keputusan terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(17)

instalasi pusat distribusi dan keputusan pemenuhan inventori dioptimalkan secara bersama-sama. Mereka mengasumsikan bahwa semua pusat distribusi mempu- nyai waktu tenggang pemenuhan yang sama dan konstan, kemudian permintaan untuk tiap konsumen mempunyai perbandingan variansi dengan rata-rata yang sama. Dengan asumsi yang sama Ozsen et al. (2006) mengembangkan model tersebut yang mengikutsertakan batas kapasitas pada pusat distribusi. Penelitian dilakukan untuk membandingkan kasus dimana konsumen dibatasi untuk sum- ber tunggal dan kasus dimana konsumen dengan sumber banyak. Pengembangan lainnya diajukan oleh Sourirajan et al. (2007), yang merelaksasikan asumsi waktu tenggang pemenuhan identik, sementara asumsi ketidakpastian permintaan tetap diikutsertakan.

Fondasi dari sebuah jaringan rantai suplai adalah pusat distribusi, yakni berupa bangunan yang diisi dengan berbagai produk untuk didistribusikan ke pengecer, ke grosir (wholesalers) atau langsung ke konsumen. Zhao dan Cheng (2008) menguji kemampuan potensial pusat distribusi untuk memodifikasi kepu- tusan pengiriman, mengidentifikasi, mengukur faktor biaya yang mempengaruhi kemampuan modifikasi pusat distribusi.

Awasthi et al. (2011) melakukan pendekatan pembuatan keputusan multi- kriteria untuk perencanaan lokasi dengan ketidakpastian pusat distribusi urban menggunakan fuzzy TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Situation), dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas akibat per- gerakan barang di wilayah urban.

Berman et al. (2012) menyelidiki pengaruh probabilitas, korelasi keterse- diaan informasi dan fungsi sasaran pengambil keputusan terhadap pola lokasi optimal menggunakan kombinasi model: masalah median dengan fasilitas tidak layak dan informasi lengkap, masalah median dengan fasilitas tidak layak dan in- formasi tidak lengkap, model terpusat dengan fasilitas tidak layak dan informasi lengkap serta model terpusat dengan fasilitas tidak layak dan informasi tidak lengkap.

Huang et al. (2012) menyatakan bahwa lokasi pusat distribusi adalah kun- ci dari perancangan rantai suplai. Pertama kali yang dilakukan adalah menda- patkan lokasi optimal (closed-form) antara dua pemasok dengan memberikan har- ga deterministik, kemudian memberikan satu atau dua pemasok tawaran harga random. Jika harga simetris dan berdistribusi unimodal, maka lokasi optimal adalah sesuai terhadap pemasok dengan rata-rata harga lebih rendah.

(18)

Chen dan Xu (2009) mengembangkan metodologi untuk menentukan u- kuran dasar pemasok strategis, sehingga rentang waktu evaluasi dapat diturunkan serta meningkatkan efisiensi rantai suplai. Metode ini menggunakan algoritma aturan asosiasi (association rule) dari data mining. Algoritma digunakan dari tahap identifikasi ke klasifikasi (tahap 1) dan tahap klasifikasi ke tahap seleksi pemasok strategis (tahap 2).

Badri dan Afghahi (2010) menyajikan model dinamik dalam perencanaan strategis dan taktis pada jaringan muti-eselon berbasis relaksasi Lagrange dan memperoleh efisiensi analisis komputasional.

Wang et al. (2010) mengusulkan metode evaluasi untuk mengakses lokasi pusat distribusi logistik (LDC) dengan pendekatan fuzzy MCDM (multiple crite- ria decision making) berbasis fuzzy AHP (Analytic Hierarchy Process) agar dapat memaksimalkan keuntungan dan memiminimalkan biaya.

You dan Grossmann (2008) mengusulkan metode heuristik berbasis Pro- gram Tak Linier Integer Campuran (mixed-integer nonlinear program/MINLP) dan kombinasi relaksasi Lagrange heuristik dengan algotritma dekomposisi untuk memperoleh solusi optimal. Mereka menyatakan bahwa masalah yang dihadapi adalah bagaimana menentukan jumlah pusat distribusi yang akan dibangun, di- mana lokasinya, pusat distribusi mana yang menyalurkan produk ke pengecer, berapa sering pemesanan kembali dilakukan untuk penambahan produk di seti- ap pusat distribusi, serta di level mana persediaan dalam keadaan aman (safety stock) agar dapat meminimumkan biaya dan meningkatkan pelayanan.

Penelitian ini mempertimbangkan pemilihan lokasi pusat distribusi yang berdasarkan pada kebutuhan konsumen dan akan pindah lokasi ketika kondisi permintaan konsumen berubah. Inilah yang disebut dengan pusat distribusi di- namis.

1.2 Perumusan Masalah

Model jaringan rantai suplai yang dibangun memuat sejumlah pabrik i ∈ I, sejumlah calon pusat distribusi j ∈ J dan sejumlah zona permintaan konsumen k ∈ K dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti: biaya inventori.

Permasalahannya adalah dimana lokasi pusat distribusi, dan zona konsumen mana saja yang dilayaninya, berapa pusat distribusi yang harus diinstalasi dan tingkat persediaan cadangan setiap pusat distribusi dan zona permintaan kon- sumen sehingga dapat meminimumkan total biaya transportasi dan inventori.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membangun model yang dapat digunakan un- tuk menentukan jumlah dan lokasi pusat distribusi dinamis, serta jumlah stok pengaman yang harus dipertahankan di tiap pusat distribusi dan zona permintaan konsumen, dalam rangka meminimumkan total biaya transportasi dan inventori.

1.4 Urgensi Penelitian

Dengan ditemukannya faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap pi- lihan dalam menentukan calon lokasi pusat distribusi, maka selanjutnya dapat ditentukan metode yang sesuai untuk menetapkan lokasi pusat distribusi. Juga mencari algoritma yang tepat dalam menyesuaikan permasalahan yang ada ketika pusat distribusi yang terpilih tidak sesuai lagi. Dengan demikian ditemukan suatu model yang mampu menentukan lokasi pusat distribusi secara dinamis.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini mendiskusikan mengenai inventori, model inventori satu-eselon, efek risk pooling, model jaminan pelayanan inventori multi-eselon, rantai supali multi- eselon, steady state jaringan rantai suplai, pusat distribusi, bencana alam dan rute.

2.1 Inventori

Inventori merupakan salah satu komponen yang berperan penting terhadap kemajuan suatu perusahaan, dikarenakan komponen ini berdampak langsung ter- hadap pendapatan perusahaan. Untuk mengoptimalkan pendapatan tersebut, manajemen harus menjaga agar persediaan tidak habis dan mengganggu proses produksi yang berjalan dan mengelola biaya yang tertanam pada inventori itu minimum. Forgart et al. (1991) berpendapat bahwa inventori mencakup semua bahan (material) yang digunakan pada proses produksi dan proses distribusi ba- han mentah, setengah jadi dan bahan jadi (produk akhir).

Dalam beberapa sistem produksi/inventori, tidak hanya kapasitas produksi /inventori saja yang terbatas, tetapi juga sistem yang berhubungan dengan kea- cakan hasil produksi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesalahan, perbaikan, perawatan, pembelajaran, dan pengenalan terhadap teknologi yang baru (Gallego dan Hu, 2004).

2.1.1 Model Inventori Satu-eselon

Ada banyak kebijakan pengendalian untuk sistem inventori satu-eselon (sing- le-echelon), seperti kebijakan persediaan dasar, kebijakan (s, S), kebijakan (r, Q), dan seterusnya (Daskin et al., 2002). Diantara kebijakan-kebijakan ini, tinjauan periodik kebijakan persediaan dasar digunakan secara luas dalam praktiknya dari pengendalian persediaan. Alasan ini berdasarkan pada dua fakta. Federgruen dan Zipkin (1984) menyatakan bahwa kebijakan persediaan dasar adalah opti- mal untuk sistem inventori satu-eselon berhadapan dengan permintaan stasion- er. Untuk sistem inventori multi-eselon, kebijakan persediaan dasar, meskipun tidak begitu optimal, namun memiliki keuntungan mudah diimplementasikan dan mendekati optimum (Rao et al., 1999) Sebelum memperkenalkan model inven- tori multi-eselon, pertama kali ditinjau kebijakan persediaan dasar satu-eselon yang umumnya digunakan untuk membangun blok untuk sebagian besar model

inventori multi-eselon. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(21)

Dalam permintaan tak pasti, dibutuhkan banyak inventori (safety stock) untuk membatasi kelebihan persediaan sebelum memperoleh kesempatan peme- sanan ulang. Diasumsikan bahwa permintaan berdistribusi normal, meskipun banyak fungsi distribusi yang spesifik. Rao et al. (1999) menyatakan bahwa jika permintaan setiap satuan waktu merupakan distribusi normal dengan rata- rata (mean) µ dan deviasi standar σ, maka permintaan melebihi periode tin- jauan p dan penambahan waktu tenggang (lead time) l juga berdistribusi normal dengan rata-rata µ(p + l) dan variansi σ2(p + l) (deviasi standar σ√

p+ l).Hal ini memberikan kemudahan dalam mengukur persediaan cadangan, dengan fak- tor persediaan cadangan λ. Tingkat persediaan dasar dinyatakan dengan S = µ(p + l) + λσ√

p+ l. Perlu dicatat bahwa jika α adalah tingkat pelayanan untuk mengukur tingkat pelayanan, maka faktor persediaan cadangan λ berkorespon- densi dengan distribusi normal standar, yaitu: Pr(x ≤ λ) = α.

2.1.2 Efek Risk Pooling

Untuk sistem inventori satui-eselon dengan lokasi persediaan ganda, Ep- pen (1979) mengemukakan efek risk pooling, dimana status dengan biaya perse- diaan cadangan signifikan dapat disimpan dengan mengelompokkannya dalam satu lokasi pusat permintaan dari lokasi persediaan ganda. Secara khusus, Eppen (1979) mempertimbangkan sebuah masalah periode tunggal dengan N pengecer dan satu penyalur. Setiap pengecer i memliki permintaan terdistribusi normal tidak berkorelasi dengan rata-rata µidan deviasi standar σi. Periode tinjauan dan penambahan waktu tenggang untuk semua pengecer adalah sama dan berturut- turut dinyatakan dengan p dan l. Semua pengecer menjamin tingkat pelayanan yang sama dengan faktor persediaan cadangan yang sama λ, Eppen (1979) mem- bandingkan dua model operasional dari sistem N-pengecer: model desentralisasi dan model desentralisasi. Dalam model desentralisasi, setiap pengecer meme- san secara independen untuk meminimalkan biaya. Dalam model ini, persedi- aan cadangan optimal pada penyalur i berkorespondensi dengan faktor perse- diaan cadangan λ adalah λ√

p+ lσi (Eppen, 1979), total persediaan cadangan dalam sistem dinyatakan dengan λ√

p+ lPN

i=1σi, Dalam model sentralisasi, se- mua pengecer dipertimbangkan secara keseluruhan dan sebuah kuantitas tunggal dipesan untuk penambahan, untuk meminimalkan total biaya yang diharapkan dari seluruh sistem. Karena dalam model sentralisasi semua pengecer dikelom- pokkan, dan permintaan setiap pengecer berdistribusi normal N(µi, σi2) maka permintaan tak pasti dari seluruh sistem selama waktu tenggang pemesanan ju- ga berdistribusi normal dengan rata-rata (p + l)PN

i=1µi dan standar deviasi:

√p+ lqPN

i=1σi2. Untuk itu, total persediaan cadangan dari pusat distribusi

(22)

pada model sentralisasi dinyatakan dengan √

p+ lqPN

i=1σi2λ, lebih kecil dari pada λ√

p+ lPN

i=1σi. Model sederhana Eppen mengilustrasikan penyimpanan potensial dalam biaya persediaan cadangan dikarenakan risk pooling. Sebagai contoh, perhatikan sebuah sistem inventori satui-eselon dengan 100 pengecer. Se- tiap pengecer memiliki permintan berdistribusi normal tidak berkorelasi dengan rata-rata identik µ dan deviasi standar σ. Dengan demikian, total persediaan cadangan dari sistem adalah 100 zσ√

p+ l dibawah model desentralisasi, dan hanya 10 zσ√

p+ l di bawah model sentralisasi, yakni 90% persediaan cadangan dalam sistem dapat disimpan dengan risk pooling.

2.1.3 Model Jaminan Pelayanan Inventori Multi-eselon

Salah satu perbedaan signifikan antara sistem inventori satui-eselon dengan multi-eselon adalah waktu tenggang. Dalam sistem inventori tingkat-tunggal, waktu tenggang meliputi waktu penanganan material dan waktu transportasi yang diperlakukan sebagai sebuah parameter. Sedangkan dalam sistem inventori multi-eselon, waktu tenggang dari simpul hilir tergantung pada tingkat inventori simpul hulu dan permintaan tak pasti, karena itu waktu tenggang dan tingkat pelayanan internal adalah stokastik. Berdasarkan fakta, propagasi sederhana mo- del inventori satu-eselon ke sistem multi-eselon melahirkan solusi optimal karena optimisasi sistem inventori multi-eselon biasanya nontrivial (Zipkin, 2000).

Ada dua pendekatan utama model sistem inventori multi-eselon, yaitu pen- dekatan layanan stokastik dan pendekatan jaminan pelayanan (Graves dan Wil- lems, 2003) Perbadingan terinci dari dua pendekatan tersebut telah diperlihatkan oleh peneliti sebelumnya (Humair dan Willems, 2006). Dalam pendekatan ja- minan pelayanan, setiap simpul dalam sistem inventori multi-eselon diasumsikan beroperasi di bawah kebijakan persediaan dasar dengan periode tinjauan umum.

Selanjutnya, permintaan melampaui interval waktu juga diasumsikan berdis- tribusi normal dan terbatas (bounded). Variasi permintaan ditangani dengan ukuran spesifik (extraordinary), seperti: penjadwalan ulang menggunakan perse- diaan cadangan, sehingga setiap himpunan simpul berdasarkan persediaan untuk memenuhi semua pesanan pelanggan hilir dalam waktu jaminan pelayanan. Un- tuk simpul j terdapat faktor persediaan cadangan λi berkorespondensi dengan jumlah maksimum permintaan yang diinginkan perusahaan.

Menurut Karaesmen (2004), permintaan informasi di awal memperting- gi kinerja sistem produksi/inventori. Terdapat beberapa faktor yang memiliki dampak terhadap pengurangan biaya yang dapat dicapai melalui permintaan in- formasi di awal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(23)

Hal pertama berhubungan dengan kapasitas produksi. Beban sistem rata- rata merupakan suatu faktor yang menentukan nilai dari permintaan informasi di awal. Keuntungan relatif dari permintaan informasi di awal hilang dalam be- ban sistem yang tinggi. Lebih jauh, dalam kondisi beban yang berat, penurunan biaya pada waktu tenggang permintaan unit tambahan adalah sangat kecil dan optimal planning horizon (waktu tenggang permintaan) sangat panjang. Conso- lation merupakan nilai mutlak dari permintaan informasi di awal dapat menjadi penting pada beban tinggi yang diberikan dimana waktu tenggang permintaan cukup panjang.

Hal penting yang kedua adalah melakukan pencapaian permintaan infor- masi di awal melalui potongan harga yang ditawarkan pada konsumen. Dite- mukan bahwa jika potongan harga berhubungan dengan waktu tenggang permin- taan, maka waktu tenggang permintaan tergantung pada skedul harga. Hal ini mengimplikasikan bahwa jika konsumen mempunyai kemampuan untuk menen- tukan harga secara agresif, maka pabrik tidak akan bisa beroperasi menggu- nakan permintaan informasi di awal, sehingga menyebabkan rantai suplai tidak efisien karena terdapat pengamanan potensial (potensial saving) yang dibuat berdasarkan kegunaan dari permintaan informasi di awal.

Kebutuhan pengiriman memiliki dampak yang penting terhadap perminta- an informasi di awal. Jika pesanan konsumen di awal dan pengiriman lebih cepat dari pada waktu tenggat, maka pabrik mengalami penurunan harga secara sig- nifikan. Hal ini berlawanan dengan pengaturan pengiriman tepat waktu (timely delivery arrangement) dimana pengiriman lebih cepat tidak diterima, dalam hal ini nilai permintaan informasi di awal lebih sederhana. Menurut Ioannou et al.

(2004), bahwa nilai inventori menjadi fungsi menaik terhadap sejumlah proses pa- da simpul hulu (upstream nodes), sementara achieved fill-rates tergantung pada jarak atau waktu antara penyimpanan inventori dan lokasi konsumen.

Dalam penelitiannya, Ioannou et al. (2004) mempertimbangkan rantai su- plai berbagai produk (multiple product supply chains) berdasarkan permintaan terdistribusi secara normal dari pusat penjualan (point of sales). Masalah yang diteliti adalah suatu versi penundaan, yang seringkali muncul dalam literatur, tetapi diselesaikan melalui metode kualitatif. Model yang diajukan Ioannou et al.

(2004) merupakan pendekatan analisis dan sederhana terhadap penjelasan simpul rantai suplai dimana inventori harus diatur demi meminimalisasi biaya penyim- panan inventori (inventory-holding costs) di bawah kendala-kendala pada tingkat pelayanan. Penjelasan terhadap posisi pemegangan inventori dapat membantu para pembuat keputusan dalam menspesifikasikan lokasi gudang dalam rantai su-

(24)

plai dalam mencapai acceptable fill rate dengan investasi yang minimum dalam non-revenue generating inventory.

Menurut Axsater et al. (2004), pada suatu rantai suplai dengan satu gu- dang dan sejumlah pengecer, jika terjadi permintaan pada titik stok (stock point), maka gudang akan menghadapi permintaan konsumen langsung dan pesanan dari pengecer. Jika permintaan konsumen langsung tidak dilayani dengan baik dan pesanan pengecer tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan biaya yang lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini, Axsater et al. (2004) memperkenalkan ketentu- an level kritis (critical level policy) pada gudang, dimana untuk setiap pengecer ditentukan level kritisnya sedemikian rupa sehingga suatu pesanan dari pengecer dapat dipenuhi oleh gudang. Dengan adanya ketentuan dalam menerapkan level kritis di gudang, maka seluruh permintaan dapat ditangani dengan baik, sehingga dapat menurunkan total biaya. Ketentuan ini dapat dikembangkan dengan mem- buat batas atas dan batas bawah yang tepat terhadap total biaya dan menyajikan pendekatan yang heuristik dalam mencapai kebijakan yang optimal (optimal poli- cies).

2.2 Rantai Suplai Multi-eselon

Rantai suplai dapat didefinisikan sebagai suatu jaringan fasilitas dimana fungsi-fungsi usahan untu mendapatkan (procurement) berlangsung di dalamnya.

Salah satu fungsi procurement tersebut adalah pengadaan material, bagaimana material tersebut dibentuk dari bahan mentah ke bahan jadi, dan juga pengi- rimannya dari pemasok (supplier) ke konsumen. Rantai suplai juga dapat memiliki arti sebagai sebuah sistem terkoordinasi yang terdiri atas organisasi, sumber daya manusia, aktivitas, informasi, dan sumber daya lainnya yang terlibat secara bersama-sama dalam memindahkan suatu produk atau jasa, baik dalam bentuk fisik maupun virtual dari suatu pemasok kepada konsumen. Dalam pelaksanaan seluruh kegiatan rantai suplai terdapat beberapa badan usaha yang melaksanakan fungsi suplai pada umumnya terdiri dari: pemasok, pabrik (manufacture), penye- dia layanan jasa penyimpanan (warehouse), distributor dan saluran penjualan, seperti: pengecer (retailer) dan konsumen (customer).

Terdapat 3 (tiga) macam hal yang harus dikelola dalam rantai suplai, yaitu:

a. Aliran barang dari hulu ke hilir

Contohnya: bahan baku (produk) yang dikirim dari pemasok ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke pe- makai akhir.

b. Aliran biaya dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke huluUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(25)

c. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.

Aliran produk yang dikirim dari pemasok ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor (pusat distribusi atau grosir) , pengecer, kemudian ke zona pemakai akhir (zona konsumen).

Aktivitas rantai suplai mengubah bahan baku dan bahan pendukung men- jadi sebuah barang jadi yang dapat dikirimkan kepada konsumen sebagai peng- guna akhir. Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan. Rantai suplai yang ter- integrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut. Dalam pelaksanaan seluruh kegiatan tersebut, keterlibatan pemasok dan distributor memegang peranan yang penting. Target dari suatu distributor adalah penyediaan produk yang tepat bagi konsumen di waktu yang tepat, dan dalam biaya ekonomis. Ketersediaan produk dan harga jual yang ekonomis hanya dapat terjadi jika ada koordinasi yang baik antara perusahaan eceran dengan pihak-pihak dalam rantai suplainya. Koordinasi antara pihak-pihak dalam rantai suplai tidak hanya melibatkan koordinasi persediaan saja, tetapi juga informasi tentang pasar yang berguna bagi perencanaan perusahaan.

Kekurangan persediaan produk pada distributor akan berakibat kehilangan penjualan, sedangkan kelebihan tertentu akan berakibat menumpuknya produk dan meningkatnya biaya pemeliharaan persediaan. Selain itu, perlu dilakukan koordinasi dengan pengecer sebagai salah satu mata rantai suplai dan berbagi informasi serta mengumpulkan informasi mengenai masing-masing pemasok agar pengelolaan suplai dan perencanaan penjualan produk dapat dilakukan dengan lebih baik. Dengan demikian, peranserta pemasok, perusahaan transportasi dan jaringan distributor dibutuhkan dalam suatu mata rantai suplai.

Untuk mendukung aktivitas rantai suplai ini, tidak lepas juga peranan dari penyedia transportasi dan gudang, selain aspek finansial tentunya. Di dalamnya terdapat 2 (dua) proses dasar yang saling berkaitan, yaitu :

a. Proses perencanaan produksi dan pengendalian inventori, yang berhubun- gan dengan pabrik, penyimpanan, dan penghubungnya.

b. Proses distribusi dan logistik, yang menggambarkan bagaimana suatu ba- rang diperoleh dan dikirimkan dari gudang ke konsumen.

Dalam rantai suplai, pemasok merupakan titik awal, dimana pemasok menye- diakan bahan mentah yang akan diolah oleh pabrik menjadi bahan jadi. Setiap

(26)

pabrik mungkin saja menerima suplai dari berbagai pemasok, tergantung dari kebutuhan dan produk yang akan dihasilkan.

Produk yang dihasilkan tersebut tidak langsung bisa didapatkan konsumen dari pabrik, melainkan melalui proses distribusi lagi dimana produk tersebut disimpan terlebih dahulu pada tempat penyimpanan. Dikenal 2 (dua) tempat penyimpanan, yang besar disebut dengan gudang dan yang lebih kecil disebut dengan pusat distribusi. Setiap gudang dapat menyimpan produk dari berbagai pabrik dan setiap pusat distribusi dapat menyimpan produk dari berbagai gu- dang. Tetapi ada batasan yang terdapat dalam penyimpanan pada kedua tempat tersebut. Tempat-tempat penyimpanan inilah dalam rantai suplai yang disebut dengan eselon.

Aktivitas rantai suplai dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

tingkat strategis, taktis, dan operasional.

1. Tingkat Strategis

a. Optimalisasi jaringan strategis, termasuk jumlah, lokasi, dan ukuran gudang, pusat distribusi dan fasilitas.

b. Rekanan strategis dengan pemasok suplai, distributor, dan konsumen, membuat jalur komunikasi untuk informasi amat penting dan pening- katan operasional seperti cross docking, pengapalan langsung dan lo- gistik dari pihak ketiga.

c. Rancangan produk yang terkoordinasi, sehingga produk yang baru dapat diintegrasikan secara optimal ke rantai suplai.

d. Keputusan dimana membuat dan apa yang dibuat atau beli.

e. Menghubungkan strategi organisasional secara keseluruhan dengan strategi pasokan/suplai.

2. Tingkat Taktis

a. Kontrak pengadaan dan keputusan pengeluaran lainnya.

b. Pengambilan keputusan produksi, termasuk pengontrakan, lokasi, dan kualitas dari inventori.

c. Pengambilan keputusan inventaris, termasuk jumlah, lokasi, penjad- walan, dan definisi proses perencanaan.

d. Strategi transportasi, termasuk frekuensi, rute, dan pengontrakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(27)

e. Benchmarking atau pencarian jalan terbaik atas semua operasi dalam menghadapi kompetitor dan implementasi dengan cara terbaik di selu- ruh perusahaan.

f. Gaji berdasarkan pencapaian.

3. Tingkat Operasional

a. Produksi harian dan perencanaan distribusi, termasuk semua hal di rantai suplai.

b. Perencanaan produksi untuk setiap fasilitas manufaktur di rantai su- plai.

c. Perencanaan permintaan dan prediksi, mengkoordinasikan prediksi per- mintaan dari semua konsumen dan membagi prediksi dengan semua pemasok.

d. Perencanaan pengadaan, termasuk inventaris yang ada saat ini dan prediksi permintaan, dalam kolaborasi dengan semua pemasok.

e. Operasi inbound, termasuk transportasi dari pemasok dan inventaris yang diterima.

f. Operasi produksi, termasuk konsumsi material dan aliran barang jadi (finished goods).

g. Operasi outbound, termasuk semua aktivitas pemenuhan dan trans- portasi ke konsumen.

h. Pemastian perintah, penghitungan ke semua hal yang berhubungan dengan rantai suplai, termasuk semua pemasok, fasilitas manufaktur, pusat distribusi dan konsumen lain.

Menurut Turban et al. (2004), terdapat 3 (tiga) komponen rantai suplai, yaitu :

1. Bagian Hulu Rantai Suplai (Upstream Supply Chain)

Bagian ini mencakup supplier first-tier dari organisasi (dapat berupa pe- rusahaan manufaktur/pabrik atau assembling) dan pemasoknya, yang di dalamnya telah terbina suatu hubungan/relasi. Hubungan pada pemasok dapat diperluas menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan kebutuhan dan semua asal materialnya. Pada bagian ini, perhatian utama difokuskan pada pengadaan.

2. Bagian Internal Rantai Suplai (Internal Supply Chain)

Bagian ini mencakup semua proses yang digunakan oleh organisasi dalam

(28)

mengubah input yang dikirim oleh pemasok menjadi output, mulai dari wak- tu material tersebut masuk pada perusahaan sampai pada produk tersebut didistribusikan, di luar perusahaan tersebut. Pada bagian ini, perhatian utama difokuskan pada manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.

3. Bagian Hilir Rantai Suplai (Downstream Supply Chain)

Bagian ini mencakup semua proses yang terlibat dalam pengiriman produk pada konsumen akhir. Pada bagian ini, perhatian utama difokuskan pada distribusi, pergudangan, transportasi dan layanan purna jual.

Steady-State Jaringan Rantai Suplai

Jaringan rantai suplai terdiri atas sejumlah pabrik yang memproduksi ba- nyak produk yang terletak pada tempat yang tetap, sejumlah gudang dan pusat distribusi yang dapat dialokasikan dimana saja (tidak tetap) dan sejumlah zona konsumen yang tetap lokasinya.

Pada umumnya suatu produk dapat diproduksi oleh beberapa pabrik yang berbeda lokasinya. Gudang-gudang dapat dipasok dari berbagai pabrik dan se- tiap gudang dapat memasok satu atau beberapa pusat distribusi. Setiap zona konsumen membutuhkan satu atau beberapa produk sehingga setiap zona terse- but paling tidak dipasok oleh satu pusat distribusi. Pendirian gudang dan pusat distribusi menimbulkan suatu biaya infrastruktur yang tetap. Biaya operasional termasuk seluruh biaya yang berhubungan dengan produksi, penanganan ma- terial pada gudang dan pusat distribusi, serta transportasi. Biaya transportasi berbanding lurus dengan aliran produk dari sumber ke tujuannya. Setiap ke- putusan yang diambil harus mempertimbangkan jumlah lokasi, kapasitas gudang dan pusat distribusi yang akan dibangun, transportasi yang berhubungan dengan jaringan suplai, aliran dan ukuran produksi material. Menurut Tsiakis et al.

(2001), dalam kasus permintaan produk yang dikenal bersifat deterministik, per- masalahan diformulasikan sebagai MILP (mixed integer linear programming), di- mana setiap variabelnya ditentukan dan dihitung berdasarkan rumus-rumus yang ada. Lebih lanjut, nilai seluruh kendala, keseimbangan bahan (material balance), sumber produksi, kapasitas gudang dan pusat distribusi, fungsi objektif, serta perhitungan batas atas dan batas bawah diperoleh. Kebanyakan riset menge- nai ketidakpastian dalam rantai suplai dibagi dalam 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan probabilistik (probabilistic approach) dan pendekatan perencanaan skenario (scenario planning approach). Pendekatan probabilistik mempertim- bangkan aspek-aspek ketidakpastian rantai suplai dalam memperlakukan satu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(29)

atau lebih parameter sebagai suatu parameter yang acak yang dikenal dengan distribusi probabilistik (probabilistic distributions).

Pendekatan perencanaan skenario bertujuan untuk menangkap ketidakpas- tian dengan menyajikannya dalam suatu moderate number dari realisasi diskrit kuantitas stokastik, sehingga dapat dinyatakan bahwa jumlah total skenario yang harus dipertimbangkan secara tipikal lebih kecil dari pada jumlah yang mungkin diharapkan (acapkali besar) dari produk dan zona konsumen.

Dalam jaringan rantai suplai dimana salah satu atau keseluruhan dari ke- butuhan, pemasok, gudang, pusat distribusi, dan konsumen tidak jelas, maka diperlukan suatu penanganan yang berbeda dan beberapa modifikasi terhadap rumus perhitungan dalam menentukan nilai.

Untuk memperoleh optimisasi fungsi objektif, maka fungsi objektif dihitung dengan rumus (Tsiakis, 2001) berikut:

minX

m

CmwYm+X

k

CkDYk+ XN S

s=1

ψs(X

i,j

CijPPijisj) +X

i,m

CimW H(X

j

Qisjijm)

+X

i,k

CikDH(X

m

Qisjimk) +X

i,j,m

Cijmisj +X

i,k,l

Cimkisj +X

i,k,l

Ciklisj (2.1)

dengan:

X

m

CmwYm+X

k

CkDYk: Biaya tetap infrasktruktur XN S

s=1

ψs(X

i,j

CijPPijisj): Biaya produksi

X

i,m

CimW H(X

j

Qisjijm) +X

i,k

CikDH(X

m

Qisjimk): Biaya penanganan material

X

i,j,m

Cijmisj +X

i,k,l

Cimkisj +X

i,k,l

Ciklisj: Total biaya transportasi

Cmw Biaya membangun sebuah gudang m per tahun

CkD Biaya membangun sebuah pusat distribusi di lokasi k per tahun CijP Biaya memproduksi produk i di pabrik j

CimW H Biaya penanganan produk i di gudang m

CikDH Biaya penanganan produk i di pusat distribusi k

Cijmisj Biaya transportasi aktual produk i dari pabrik j ke gudang m

(30)

Cimkisj Biaya transportasi aktual produk i dari gudang m ke pusat distribusi k

Ciklisj Biaya transportasi aktual produk i dari pusat distribusi k ke zona konsumen l

Pijisj Tingkat produksi produk i di pabrik j

Qisjijm Tingkat aliran produk i ditransfer dari pabrik j ke gudang m Qisjimk Tingkat aliran produk i ditransfer dari gudang m ke pusat

distribusi k

ψs Probabilitas skenario s permintaan produk selama waktu produksi

Ym = 1, jika dibangun gudang m 0, jika tidak dbangun gudang m Yk = 1, jika dibangun pusat distribusi k

0, jika tidak dibangun pusat distribusi k

Kasus mengenai rantai suplai dinamis juga dibahas oleh Wagner et al.

(2003), dimana permasalahan terletak pada cara bagaimana membuat suatu in- ventori, membuat pesanan, dan hal-hal yang berkaitan dengan penjadwalan pro- duksi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan sehingga setiap pelaksanaan kerja yang terjadi pada ketiga jenis pekerjaan di atas dapat berjalan secara simultan dan konsumen dapat memperoleh produk yang dihasilkan dengan tepat dan cepat serta pemasok dapat memasok barang sesuai dengan kebutuhan, serta pabrik da- pat memproduksinya dengan benar dan didistribusikan tepat pada tempat dan waktunya.

Dalam menyelesaikan masalah ini Wagner et al. (2003) mempergunakan TAEMS agents (bahasa pemodelan) yang didalamnya terdapat 6 (enam) param- eter, yaitu:

Γ Kumpulan agen Θ Kumpulan pekerjaan

Σ Pemetaan tugas Θ dengan nilai utilitas

∆ Pemetaan tugas Θ dengan batas waktu

ψ Pemetaan tugas Θ dengan agen-agen yang mungkin melaksanakan tugas pada Γ

Ω Bagian tugas pada Γ

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(31)

2.3 Pusat distribusi

Rantai suplai merupakan sekumpulan fasilitas, suplai, konsumen, hasil, metode pengontrolan inventaris, pembelian, dan distribusi (Demirtas dan Tuzka- ya, 2012). Suatu rantai suplai melibatkan para pemasok (suppliers), manufak- tur (manufactures), pengangkut (transporter), gudang (warehouses), pusat dis- tribusi (distribution centers), pengecer (retailers), dan konsumen (customers).

Rantai suplai yang berusaha untuk menyediakan kebutuhan konsumen tepat wak- tu merupakan suatu sistem yang dinamis. Pusat distribusi merupakan salah satu lingkaran penting dari rantai tersebut (Demirtas dan Tuzkaya, 2012). Dalam rantai suplai, aliran material antara pemasok dengan konsumen melalui bebera- pa eselon, dan setiap eselon dapat saja terdiri atas banyak fasilitas (Sabri dan Beamon, 2000).

Secara umum terdapat tiga tahapan dalam sebuah rantai suplai, yaitu:

pengadaan barang dan jasa (procurement), produksi (production), dan distribusi (distribution). Dalam tahap distribusi, pusat distribusi memegang peranan yang penting. Pusat distribusi tidak hanya tempat menyatunya pengumpulan dan pen- gantaran produk, tetapi juga sarana utama yang digunakan untuk memenuhi ke- butuhan konsumen melalui sejumlah aktifitas seperti pemesanan, manajemen in- ventaris, transportasi, proses transaksi dan informasi, dan lain sebagainya (Zhao dan Cheng, 2008).

Dalam mata rantai suplai, suatu produk dapat diterima oleh konsumen atau pemakai setelah melalui proses distribusi. Dalam proses distribusi multi eselon terdapat suatu pusat distribusi yang menyalurkan produk tersebut dari pemasok ke konsumennya atau sebaliknya. Sebagaimana disebutkan Wang et.al (2010), salah satu peranan penting dalam rantai suplai adalah pusat distribusi yang bertanggung jawab untuk mengantarkan komoditas ke para konsumen dan menerima produk dari konsumen untuk proses lebih lanjut.

Pusat distribusi dialokasikan pada suatu tempat yang terletak pada jalur pengiriman produk dari pemasok dengan konsumennya atau sebaliknya. Per- masalahan yang acap kali muncul adalah bagaimana menempatkan sebuah pusat distribusi sehingga seluruh konsumen mendapatkan produk yang diinginkan dalam waktu yang diinginkan dan biaya yang relatif minim. Hal ini merupakan salah satu dari tujuan dari suatu rantai suplai, yaitu: meminimalisasi biaya, keterlam- batan pengiriman, inventori, dan investasi (SivaPothuRaju dan Nalini, 2012).

You dan Grossmann (2008) menggambarkan proses jaringan rantai suplai dengan pendekatan terintegrasi yang meliputi pemasok, pabrik, pusat distribusi

(32)

dan konsumen.

2.4 Bencana Alam

Bencana alam merupakan suatu kejadian yang dapat mengakibatkan gang- guan dalam bidang ekonomi, kerusakan, dan juga penderitaan bagi makhluk hidup disekitarnya. Banyak kasus bencana alam yang telah dideteksi dan berba- gai cara dilakukan untuk mengantisipasi keadaan darurat yang bakal terjadi.

Darurat adalah penyimpangan peristiwa dari kegiatan yang direncanakan yang membahayakan orang, properti, atau lingkungan. Darurat akan menjadi bencana ketika kekuatannya melebihi kemampuan sumber daya lokal untuk mengelola atau menampungnya (Johnson, 2006).

Berbagai kasus bencana alam terjadi di Indonesia, khususnya di pulau Su- matera dalam 5 (lima) tahun terakhir ini. Tentu saja tidak hanya jiwa yang men- jadi korban dari bencana alam ini, melainkan juga material dan tempat tinggal yang tidak sedikit. Untuk mengatasi kejadian ini berbagai cara dilakukan antara lain dengan menyalurkan bantuan sandang, pangan, dan papan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyalurkan bantuan tersebut disebabkan oleh kompleksitas dari masalah yang ada. Tidak hanya lokasi daerah bencana, melainkan juga ukuran wilayah geografis, jumlah penduduk yang akan dibantu, dan intensitas bencana seperti : apakah ada kemungkinan bencana susulan, jika ada seberapa sering kejadian tersebut terjadi.

Dalam hal ini penulis mengusulkan model rantai suplai dalam penyaluran bantuan tersebut. Dengan model ini bantuan yang akan didistribusikan disimpan dalam pusat distribusi, lalu menyalurkan bantuan tersebut ke zona konsumen.

Permasalahannya adalah dimana lokasi pusat distribusi, dan zona konsumen mana saja yang dilayaninya, berapa pusat distribusi yang harus disediakan?

Jika alur rute pengiriman adalah tetap dimana lokasi pusat distribusi tetap, maka ada kemungkinan terjadi hal-hal sebagai berikut :

• Harus tersedia pusat distribusi yang cukup banyak untuk melayani berbagai lokasi yang akan menerima bantuan

• Adanya pertambahan biaya atas pertambahan jumlah pusat distribusi

• Jika terdapat pembatasan terhadap penempatan pusat distribusi maka ke- mungkinan para korban bencana alam akan terlambat menerima bantuan.

Pola penempatan pusat distribusi di atas merupakan gambaran dari pusat distribusi yang statis. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis mempertimbangkanUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(33)

suatu pola penempatan pusat distribusi dinamis, dimana pada pola ini suatu pusat distribusi dipilih dan difungsikan sesuai dengan keadaan ataupun lokasi dari para penerima bantuan. Wacana mengenai penanganan bencana alam banyak diinformasikan kepada masyarakat, baik secara lisan ataupun tulisan. Umumnya penanganan distribusi meliputi 4 (empat) hal, yaitu : lokasi, alokasi komoditas, alokasi sumber daya, dan rute kenderaan.

2.5 Rute

Menurut Escuin et al. (2009) bahwa suatu metode optimisasi terdiri dari penjadwalan, perencanaan, dan penemuan solusi yang meminimalisir 3 (tiga) tujuan hirarkis, yaitu : jumlah rute, waktu tempuh total, dan biaya. Dalam modelnya, Escuin et al. (2009) mengembangkan konsep Vehicle Routing Prob- lems Time Windows (VRPTW) yang berhubungan dengan perhitungan suatu solusi berdasarkan satu himpunan rute dan satu penjadwalan pada saat yang bersamaan.

Setiap VRPTW yang khusus melibatkan dari suatu subset konsumen yang dilayani oleh kendaraan (yang biasa disebut kendaraan hybrid) dimulai dari pusat distribusi. Rute dan kendaraan yang berasal dari depot dan rute-rute dan ken- daraan yang berasal dari pusat distribusi, akan diidentifikasikan secara berturut- turut dengan rute dan kendaraan level pertama dan kedua. Aturan yang berlaku selanjutnya adalah:

a. Dari sudut pandang pusat pengiriman di depot, setiap pusat distribusi dipertimbangkan sebagai lampu terhadap konsumen lainnya, dengan kebu- tuhan terhadap penambahan kebutuhan terhadap kumpulan konsumennya.

Oleh karena itu, terlepas dari penurunan jumlah lokasi/konsumen, masalah utamanya adalah bahwa biaya pusat distribusi harus dihitung dan ditam- bahkan ke biaya utama.

b. Setelah kendaraan level pertama melayani kebutuhan dari satu pusat dis- tribusi, kendaraan level kedua dapat dimuat, dan setelahnya dapat be- rangkat. Pada posisi ini, informasi data konsumen tidak pernah berubah dan dalam hal ini pengiriman transparan bagi konsumen tergabung dengan pusat distribusi dimana konsumen-konsumen ini tidak harus tahu apakah kendaraan level kedua berangkat dari depot atau dari pusat distribusi.

Tahapan pekerjaan yang berlangsung adalah sebagai berikut:

a. Ketika kendaraan level pertama tiba di pusat distribusi pada ta0 dilayani selama t 0.

(34)

b. Selanjutnya kendaraan level kedua dimuat dalam waktu tl0, dan setelah waktu yang telah ditetapkan hingga WAR, kendaraan tersebut dapat me- ninggalkan pusat distribusi.

c. Seluruh konsumen di pusat distribusi dapat dilayani dalam waktu wt0. Pada saat ini kendaraan level kedua telah kembali ke pusat distribusi.

d. Walaupun pada saat ws seluruh kendaraan level kedua telah selesai dimuat dan siap untuk berangkat bukan berarti keseluruhannya berangkat pada waktu yang bersamaan. Setiap kendaraan harus menunggu WARnya, se- hingga mungkin saja satu kendaraan telah sampai ke konsumen sementara yang lainnya masih berada di pusat distribusi.

Konsep dari WAR digunakan untuk mencapai objektivitas biaya terendah dan menghitung time window pusat distribusi terhadap rute yang mungkin. Mi- salnya kendaraan level pertama meninggalkan depot pada waktu nol, sampai di pusat distribusi pada wp0 melayani kebutuhan dan pada akhirnya meninggalkan konsumen dalam waktu wb. Pada saat ini, sudah sangat mungkin menghitung VRPTW dalam mencapai solusi yang optimal dan mulai menggunakan strategi DF (Drive First). Bagaimanapun model menggunakan waktu tempuh dalam fungsi biaya sehingga strategi WF (Wait First) digunakan. Jadi, sekali sebuah solusi dihitung, kendaraan level kedua wajib menunggu di pusat distribusi sela- ma mungkin. Lalu, waktu tunggu (WAR-wn) tidak dihitung dalam fungsi bi- aya. Karena keterlambatan keberangkatan dari kendaraan level kedua, model ini memperbolehkan kendaraan level pertama untuk memiliki time window yang lebih besar (sehubungan dengan waktu di pusat distribusi yang lebih tinggi).

dengan:

wt Waktu tiba kenderaan level pertama pada pusat distribusi wp Waktu pelayanan kenderaan level pertama pada pusat distribusi wb Waktu berangkat kenderaan level pertama pada pusat distribusi dan

mulai memuat

wm Waktu muat kenderaan level kedua ws Waktu bersiap kenderaan level kedua W AR Waktu Awal Rute

wj Waktu perjalanan kenderaan level kedua

wa Waktu selesai kenderaan level kedua baru sampai di pusat distribusi

Notasi W ARnmerupakan waktu terakhir untuk mulai berangkat dari pusat distribusi dan dalam hubungannya ke time window terakhir sebagai distribusiUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(35)

level pertama. Jika suatu kendaraan level pertama tidak siap sampai W ARn, maka rute tersebut tidak layak.

Adapun jumlah WAR terhingga, misalkan terdapat n WAR maka:

bW ARi < bW ARJ ∀ i, j ∈ [l, n], i < j (2.2) Notasi W ARnsecara langsung mempengaruhi time window pusat distribusi.

Jika suatu kendaraan level kedua siap pada waktu tn+1 > W ARn, masalah tidak aka nada solusinya. Oleh karena itu time window dari sebuah pusat distribusi [e, l] merupakan:

a. Salah satu fungsi pusat distribusi adalah menyimpan barang-barang untuk jangka waktu yang lama sebelum didistribusikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa waktu awal dari time window (e) = 0. Kendaraan level pertama dapat mengirimkan barang-barang ke pusat distribusi kapan saja dari waktu 0.

b. Sekali W ARn diketahui, waktu tenggat time window (l) akan dihitung dengan rumus:

l = W ARn− t1− t2 (2.3)

Keseluruhan masalah dapat dimodelkan dalam kedua kasus (pengiriman langsung dan pengiriman melalui pusat distribusi) sebagai suatu VRPTW. Cor- done dan Calvo (2001) membuat definisi matematis sebagai berikut. Misalkan G = (N, A) merupakan directed graph, dimana N = {0, 1, ..., n} terdiri dari serangkaian node masalah dan A = {(i, j) : i, jNdani 6= j} merupakan kumpu- lan arc yang terhubung ke node. Node ke-0 mewakili depot dan N0 = {1, ..., n}

merupakan kumpulan node yang harus dikunjungi. Setiap node ke-i membu- tuhkan sejumlah produk qi yang membutuhkan waktu si untuk dilayani. Sebagai tambahan, setiap node ke-i punya time window yang tetap [ei, li] yang pengi- rimannya harus ditampilkan. Seluruh kendaraan mempunyai kapasitas yang sama Q. dalam pengiriman perkotaan kumpulan arc A didefinisikan oleh suatu array jarak non simetris [D] dan array travel time non simetris [T], didefinisikan oleh arus lalu lintas. Pembatasan temporal dan kapasitas didefinisikan oleh formu- lasi Cordone. Pada kasus tersebut telah digunakan fungsi biaya sebagai fungsi objektif sebagai beikut:

min( X

(i,j)∈A

(bj + bh)dijxij + X

(i,j)∈A

(bt)wijxij + (bk)a) (2.4)

(36)

dengan:

bj Biaya berdasarkan satuan jarak tempuh selama pengiriman langsung bh Biaya berdasarkan satuan jarak tempuh sehubungan dengan pajak

masuk ke perkotaan

bt Biaya berdasarkan satuan waktu tempuh selama pengiriman langsung bk Biaya tidak langsung per kendaraan dan per pengiriman

a Jumlah kendaraan yang dipergunakan untuk pengiriman xij =1, jika arc (i, j) digunakan dan 0 jika tidak digunakan.

dij Jarak pengiriman wij Waktu pengiriman

Untuk pengiriman melalui pusat distribusi, digunakan suatu fungsi biaya sebagai berikut:

min(( X

(i,j)∈A

(bj + bh)dijxij + X

(i,j)∈A

(bt)wijxij + (bk)k)

+ XP D K=1

(( X

(i,j)∈Ak

(b0j)dijδijk + ( X

(i,j)∈Ak

(b0t)wijδijk + (bk)ak+ bfk

+ (b0t)wmk)) (2.5)

dengan:

b0j Biaya berdasarkan satuan jarak tempuh dar i pusat distribusi (rute level kedua)

b0t Biaya berdasarkan satuan waktu tempuh rute dari pusat distribusi bk Biaya tidak langsung per kendaraan dan per pengiriman dari pusat

distribusi

ak Jumlah kendaraan yang dipergunakan untuk pengiriman di pusat distribusi ke-k

bfk Biaya tetap per pengiriman sehubungan dengan penggunaan pusat distribusi ke-k

wmk Total waktu muat di pusat distribusi ke-k

δijk Fungsi yang sama dengan rumus 1 ketika arc (i, j) pusat distribusi ke-k digunakan dan 0 jika tidak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(37)

Pelanggaran terhadap time windows tidak diperbolehkan, dalam beberapa kasus solusinya tidak akan ada. Dalam hal ini dibahas tentang cara menghitung WAR terhadap rute yang ada sehingga waktu tempuh menjadi minim. Sejak rute diberikan, variabel-variabel yang harus dipertimbangkan adalah time windows, waktu pelayanan (service times), dan waktu perjalanan (travelling time). WAR dapat dihitung dengan mempergunakan rumusan berikut :

ml+1 = m0 (2.6)

W ARx = min[mx,x+1− wx,x+1− wpx]∀x ∈ (1, ..., n) (2.7)

W AR= W AR1− w0,1 (2.8)

dengan:

l Jumlah konsumen

wjx,x+lWaktu perjalanan antara x dan x + 1∀x ∈ (1, ..., n) wpx Waktu pelayanan pada konsumen ke-x

(38)

PROGRAM STOKASTIK

Bab ini membahas mengenai pengertian program stokastik, program stokastik dua tahap, pengertian dasar program stokastik tahap ganda dan ilustrasi pro- gram. stokastik.

3.1 Pengertian Program Stokastik

Program stokastik merupakan program matematika, dimana beberapa data yang termuat pada tujuan atau kendala mengandung ketidakpastian, ketidak- pastian biasanya dicirikan oleh distribusi peluang pada parameter. Walaupun ketidakpastian didefinisikan dengan tepat, tetapi pada prakteknya diberikan be- berapa skenario yang spesifik dan distribusi peluang gabungan yang cepat. Pa- da kasus jaringan rantai suplai, permintaan konsumen bersifat ketidakpastian (stokastik) yang dapat mempengaruhi perubahan lokasi pusat distribusi.

Persoalan keputusan dapat dimodelkan dengan menggunakan program mate- matika, tujuannya adalah untuk menentukan nilai maksimum atau minimum.

Keputusan yang dihasilkan bergantung kepada kendala yang dibatasi oleh sum- ber dana, persyaratan minimum dan lain-lain. Keputusan dinyatakan oleh vari- abel berupa bilangan cacah atau nonnegatif. Sebagai contoh dari persoalan data termasuk biaya per unit, rata-rata produksi, penjualan atau kapasitas.

Andaikan keputusan dinyatakan dengan variabel x1, x2, ..., xn. Sebagai con- toh xi menyatakan produksi ke-i dari n produk. Bentuk umum program matem- atikanya adalah:

min : Z = f(x)

kendala: fi(x) ≥ bi, i= 1, 2, ..., n x≥ 0, x ∈ X (3.1) dimana X adalah himpunan bilangan riil non negative.

Program stokastik adalah sebuah nama yang menyatakan program mate- matika yang dapat berupa linear, cacah, cacah campuran, non linear dengan menam-pilkan elemen stokastik pada data. Sehingga program stokastik dapat dinyatakan bahwa:

a. Pada program matematika deterministik, data adalah bilangan-bilangan yang diketahui.

b. Pada program stokastik, data merupakan bilangan tidak pasti yang disaji- kan sebagai distribusi peluang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(39)

Ada dua model dalam permasalahan program stokastik, yaitu : 1. Recourse Models (Model Rekursif)

2. Probabilistically Constrained Models (Model Kendala Berpeluang)

Dalam persoalan program stokastik adalah membuat sebuah keputusan sekarang dan meminimumkan biaya rata-rata harapan sebagai konsekuensi dari keputusan, paradigma ini dikenal sebagai model recourse. Andaikan x adalah vektor keputusan yang diambil, dan y(ω) adalah sebuah vektor keputusan yang menyatakan aksi terbaru atau konsekuensi dari x. Himpunan berbeda yang berisi y akan dipilih dari tiap-tiap hasil yang mungkin dari ω. Formulasi dua tahapnya adalah:

Min h(x) + E]h2(y = (ω), ω)]

Kendala : g1(x) ≤ 0, ..., gm(x) ≥ 0 f1(x, y(ω)) ≤ 0, ∀ω ∈ Ω

. .

fk(x, y(ω)) ≤ 0, ∀ωεΩ

x∈ X, y(ω) Y (3.2)

dimana himpunan kendala f1, f2, ..., fk , menggambarkan hubungan antara keputusan tahap pertama x dan keputusan tahap kedua y(ω). Dicatat bah- wa dipersyaratkan tiap-tiap kendala dipenuhi dengan peluang sama dengan 1 (satu), atau untuk setiap ω ∈ Ω yang mungkin (notasi Ω merupakan himpunan kondisi). Fungsi h2 merupakan penyelesaian yang sering muncul dari persoalan matematika. Tidak dibutuhkan untuk membuat korelasi yang berubah-ubah (re- course) untuk keputusan tahap pertama, perlu untuk dibuat korelasi yang ter- baik.

Untuk persoalan tahap ganda, pengaruh keputusan sekarang akan ditunggu untuk beberapa ketidakpastian yang diselesaikan kembali (direalisasikan), sehing- ga pembuatan keputusan yang lain didasarkan pada apa yang terjadi. Tujuannya adalah untuk meminimumkan biaya yang diharapkan dari semua keputusan yang diambil.

Pada beberapa kasus, dapat digunakan suatu model yang lebih tepat untuk mencoba menentukan sebuah keputusan, yang mana keputusan tersebut dijamin

(40)

oleh himpunan kendala yang akan dipenuhi oleh sebuah peluang tertentu. Model umum dengan kendala berpeluang disebut probabilistically constrained models yang dirumuskan sebagai berikut:

Min Z = f(x)

Kendala : Pr[g1(x) ≤ 0, ..., gm(x) ≥ α h1(x) ≤ 0

h2(x) ≤ 0

x∈ X (3.3)

3.2 Program Stokastik Dua Tahap

Banyak persoalan perencanaan dan manajemen yang mengandung resiko dan ketidakpastian dibahas dan diselesaikan dengan program stokastik dua tahap.

Persoalan stokastik dengan kompensasi dari divergensi pada sistem dengan ken- dala mempunyai aplikasi yang lebih banyak dari pada model program yang lain.

Penyelesaian persoalan program stokastik dua tahap berisi vektor acak dan vek- tor deterministik. Pada tahap pertama, penyelesaian persoalan rencana awal deterministik akan dibuat. Pembentukan rencana awal deterministik dilakukan sebelum kondisi acak dari persoalan ditentukan. Sebuah vektor acak pada penye- lesaian persoalan yang sesuai digunakan untuk merencanakan kompensasi diver- gensi, spesifikasi parameter dari persoalan akan muncul pada tahap kedua. Tu- juan dari manager pada persoalan di atas adalah meminimum nilai rata-rata biaya, yang mana tidak hanya termasuk pengeluaran pada tahap perencanaan pendahuluan tetapi juga pada tahap kedua yang diperlukan untuk mengkompen- sasi pada divergensi di dalam sistem kendala persoalan. Jika persoalan program stokastik dengan model dua tahap dapat diselesaikan maka pemilihan dari ren- cana awal deterministik akan menjamin keberadaan (eksistensi) vektor acak di dalam kompensasi untuk sistem yang divergen.

Andaikan terdapat persoalan berikut:

M in(C, X) (3.4)

A0X = B0 (3.5)

AX = B (3.6)

X ≥ 0 (3.7)

dengan:

C = {cj}, j = 1, 2, · · · , m B = (bi), i = 1, 2, · · · , m

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(41)

B0 = (b0k), k = 1, 2, · · · , m

A0 =k a0kj k, k = 1, 2, · · · , m; j = 1, 2, · · · , n A=k aij k, i = 1, 2, · · · , m; j = 1, 2, · · · , n

Andaikan elemen dari matriks A = A(ω), vektor B = B(ω) dan C = C(ω) bernilai acak. Maka untuk proses penyelesaian dari persoalan (3.4-3.7) akan diba- gi menjadi dua tahpan, sebelum pengamatan dari parameter acak pada kondisi dari tahap pertama dipilih rencana non-negatif deterministik X0 yang memenuhi kondisi (3.5). Pada tahap kedua ditentukan spesifikasi ω0 dari setiap kejadian acak yang bersamaan (sesuai) dengan nilai A(ω0) dan B(ω0). Hitung divergensi B(ω0)−A(ω0)X0 yang muncul pada kondisi (3.6) setelah realisasi ω0 ∈ Ω. Defini- sikan vektor kompensasi divergensi Y ≥ 0 yang sesuai dengan hubungan berikut:

D(ω0)Y (ω0) = B(ω0)−A(ω0)X0 (3.8)

dimana D =k dil k, i = 1, 2, · · · , n1 adalah sebuah matriks kompensasi yang berisi elemen acak. Sehingga diasumsikan bahwa realisasi ilacak ω yang diamati pada tahap kedua tidak bergantung pada pemilihan rencana pendahuluan X0.

Perhatikan persoalan program matematika berikut:

Tentukan vektor X berdimensi n dan vektor Y (ω) berdimensi n1, ω ∈ Ω, yang menghasilkan:

minX Eω(C(ω), X) + min

Y (ω)) (3.9)

dengan kendala:

A0X = B0 (3.10)

A(ω)X+D(ω)Y (ω) = B(ω), ω ∈ Ω (3.11)

X ≥ 0, Y (ω) ≥ 0 (3.12)

Notasi H adalah vektor penalty yang bergantung pada nilai komponen dari vektor Y (ω) yang mana merupakan kompensasi divergensi. E adalah notasi eks- pektasi matematika setelah ditentukan rencana awal X0, dipilih komponen vektor Y(ω) dengan cara menjamin penalty minimum untuk kompensasi divergensi pada kondisi dari persoalan. Dengan kata lain, setelah ditentukan vektor X0, perlu menyelesaikan persoalan

{minY (H, Y (ω)) | D(ω)Y (ω) = B(ω) − A(ω)X0, Y(ω) ≥ 0} (3.13)

Gambar

Tabel 3.1 Produktivitas π (bahan i, prod j) Bahan prod 1 prod 2 c ˆb
Gambar 4.1 Kerangka Model
Gambar 4.2 Zona Bencana Alam
Tabel 4.2 Hasil
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menyertai kedua asumsi tersebut, Bormann (1986) juga menyebutkan asumsi epistemologis teori ini, yaitu: (1) Makna, emosi dan motif bertindak ada pada isi pesan yang

Untuk meningkatkan efesiensi kerja pada P.T.PLN(persero)wilayah Riau cabang Tanjung Pinang maka dibutuhkan alat-alat teknologi yang berbagai macam disegala bidang, salah satunya

(5) Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Aparatur Negara mempunyai tugas menyiapkan koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan

Clamping unit itu sendiri adalah mesin yang digunakan untuk mencetak material yang sudah dicairkan oleh injection unit dengan menggunakan bantuan mold. Sistem hidrolik yang berada

(7) Sebelum organisasi Departemen Komunikasi dan Informatika terbentuk, pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan informasi dilakukan oleh perangkat Kantor Menteri

Hasil pengujian pada komposit matrik logam paduan Al-Cu-Mg dengan penguat Al2O3 10% diperoleh nilai kekerasan maksimum yang tertinggi sebesar 74,0 HR dan kehilangan berat

Berdasarkan data persyaratan jaminan mutu maka dapat disimpulkan bahwa metode AANC dan SSA cukup valid digunakan untuk analisis unsur Cu, Cr dan Fe dalam cuplikan biota,

Saldo BMN berupa aset bersejarah pada Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Pengadilan Agama Tangerang Semester II Tahun 2018 adalah sebanyak 0 unit, jumlah