• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PELENGKUNGAN PADA KABEL SERAT OPTIK SEBAGAI SENSOR KEMIRINGAN BERBASIS MAKRO BENDING SKRIPSI ROY EFENDY SIHOTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA PELENGKUNGAN PADA KABEL SERAT OPTIK SEBAGAI SENSOR KEMIRINGAN BERBASIS MAKRO BENDING SKRIPSI ROY EFENDY SIHOTANG"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BENDING

SKRIPSI

ROY EFENDY SIHOTANG 160801055

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2020

(2)

ANALISA PELENGKUNGAN PADA KABEL SERAT OPTIK SEBAGAI SENSOR KEMIRINGAN BERBASIS MAKRO

BENDING

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains

ROY EFENDY SIHOTANG 160801055

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2020

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Analisa Pelengkungan Pada Kabel Serat Optik Sebagai Sensor Kemiringan Berbasis Makro Bending

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 07 September 2020

Roy Efendy Sihotang NIM. 160801055

(4)

i

(5)

ii

(6)

iii

ANALISA PELENGKUNGAN PADA KABEL SERAT OPTIK SEBAGAI SENSOR KEMIRINGAN BERBASIS MAKRO

BENDING

ABSTRAK

Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap serat optik untuk dijadikan sebagai sensor kemiringan berbasis makro bending dengan menggunakan serat optik moda tunggal SMF-28. Serat optik diperlakukan moulding silicon rubber terlebih dahulu, kemudian dihubungkan dengan cahaya laser dan power meter untuk melihat intensitas daya laser yang dihasilkan. Prinsip yang dilakukan menggunakan fenomena makro bending pada serat optik moda tunggal, dimana intensitas cahaya laser dalam kabel serat optik akan menurun jika terjadi lekukan atau tekukan pada kabel serat optik. Rugi-rugi daya yang dihasilkan dari proses makro bending dapat kita amati hasilnya agar kita dapat mengetahui seberapa sensitiv serat optik tersebut terhadap perubahan sudut yang diberikan. Dari hasil penelitian tersebut, nilai sensitivitas serat optik yang dihasilkan yaitu, -0,1534 o/dBm. Semakin besar sudut yang diberikan maka semakin melemah intensitas laser yang diterima power meter.

Kata Kunci : Serat Optik, Sensor Kemiringan, Laser, Makro Bending, Sudut.

(7)

iv

ANALYSIS OF OPTICAL FIBER CABLES AS A BENDING MACRO BENDING-BASED MACRO BENDING SENSOR

ABSTRACT

In this study, an optical fiber was tested to be used as a macro-bending tilt sensor using a single mode optical fiber SMF-28. Optical fiber is treated with silicon rubber molding first, then connected to the laser light and power meter to see the intensity of the laser power produced. The principle is carried out using the macro bending phenomenon on single mode optical fibers, where the laser light intensity in the fiber optic cable will decrease if there is a bend or bend in the fiber optic cable.

We can observe the power losses resulting from the macro bending process so that we can find out how sensitive the optical fiber is to changes in a given angle. From the results of these studies, the resulting optical fiber sensitivity value is -0,1534

o/dBm. The greater the angle given, the lower the laser intensity received by the power meter.

Keywords : Optical Fiber, Tilt Sensor, Laser, Macro Bending, Angle.

(8)

v

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salah satu dari sekian banyak pertolongan-Nya adalah telah digerakkan hati sebagian hamba-Nya untuk membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan banyak ucapan terimah kasih yang setulus-tulusnya kepada mereka yang telah memberikan andilnya sampai skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Analisa Pelengkungan Pada Kabel Serat Optik Sebagai Sensor Kemiringan Berbasis Makro Bending” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi sistematika penulisan, maupun dari segi bahasa yang termuat didalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan guna terus menyempurnakannya. Terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang ikut membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak dengan penuh keikhlasan dan ketulusan hati. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimah kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc. selaku pembimbing I atas motivasi, bimbingan, kritik dan saran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Imam Mulyanto, S.T., M.T. selaku pembimbing II atas motivasi, bimbingan, kritik dan yang telah banyak meluangkan waktunya selama penyusunan dan perbaikan skripsi ini;

3. Terimakasih kepada Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji MS Selaku Ketua Program studi Ilmu Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara atas motivasi, bimbingan, kritik dan saran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini;

(9)

vi 4. Bapak Awan Magrifah M.Si selaku sekertaris program studi Ilmu Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara atas motivasi, bimbingan, kritik dan saran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Prof. Kerista Sebayang selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku wakil dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara;

7. Seluruh staf, dosen dan pegawai program studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara;

8. Seluruh rekan-rekan kuliah program studi fisika angkatan 2016 yang telah menjadi tempat bernaung dan berbagi selama masa perkuliahan dan yang telah banyak membantu penulis selama masa studi terlebih pada masa penyusunan dan penyelesaian skripsi ini;

9. Untuk ayahanda dan ibu yang selalu memotivasi, mendukung, mendoakan, menasehatkan, memenuhi kebutuhan dan yang selalu menjadi tempat diskusi selama masa penelitian hingga pada penyelesaian skripsi ini;

10. Terimakasih untuk abangku, Daud Sihotang, Hormat Afrilando Sihotang, dan adikku Doli Marito Sihotang, Aulia Sevenia Br Sihotang yang telah memotivasi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini;

11. Terimakasih terkhusus untuk sahabat baikku, Alvianus Maleakhi Sembiring dan Andreas Sembiring yang selalu memotivasi saya untuk tetap berjuang sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

12. Untuk Kak Lidya Sari Nainggolan yang sangat berkontribusi sekali dalam membantu saya menyelesaikan skripsi ini;

13. Terimakasih buat teman-teman Newton 2015.

14. Untuk wanita spesial yang selalu ada buat saya dan selalu memotivasi saya Desse Mawarni Simatupang.

15. Untuk semua teman-teman seperjuangan saya selama di LIPI.

16. Untuk semua teman-teman asisten LIDA USU Laboratorium Fisika Dasar.

(10)

vii Terlalu banyak orang yang berjasa kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara Medan, sehingga tidak sempat dan tidak muat bila dicantumkan semua dalam ruang sekecil ini. Penulis mohon maaf kepada mereka yang namanya tidak sempat tercantum dan kepada mereka semua tanpa terkecuali, penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan yang setingggi-tingginya. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya membalas semua kebaikan Bapak, Ibu dan rekan-rekan sekalian atas kebaikan yang tidak dapat terukur yang telah diberikan kepada penulis dan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 07 September 2020 Penulis

Roy Efendy Sihotang NIM. 160801055

(11)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Sistematika Penulisan 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Optik 7

2.2 Struktur Serat Optik 8

2.2.1 Core (Inti) 8

2.2.2 Cladding (Kulit) 9

2.2.3 Coating (Mantel) 9

2.3 Jenis-Jenis Serat Optik 9

2.3.1 Single-mode Fibers 9

2.3.2 Multi-mode Fibers 10

2.3.3 Single-mode Step Index 10

2.3.4 Multi-mode Step Index 11

2.3.5 Multi-mode Graded Index 12

2.4 Sistem Komunikasi Serat Optik 13

2.5 Komponen Penyusun Serat Optik 14

2.5.1 Sumber Optik 16

2.5.2 Detektor Optik 19

2.5.3 Konektor 20

2.6 Perambatan Cahaya Dalam Serat Optik 20

2.6.1 Numerical Aparture 20

2.6.2 Pemantulan Internal Sempurna 22

2.6.3 Sudut Kritis 23

2.6.4 Cahaya Pada Serat Optik 23

2.7 Redaman Pada Serat Optik 24

2.7.1 Faktor Intrinsik 24

2.7.2 Faktor Ekstrinsik 25

2.8 Penyambungan (Splicing) 27

(12)

ix 2.9 Keuntungan dan Kerugian Serat Optik 29

2.10 Inklinometer Berbasis Serat Optik 31

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 32

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 32

3.3 Alat dan Bahan Penelitian 32

3.3.1 Alat Penelitian 32

3.3.2 Bahan Penelitian 36

3.4 Tahap Penelitian 38

3.5 Prosedur Penelitian 39

3.6 Diagram Alur Penelitian 40

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Serat Optik 41

4.2 Pengukuran Diameter Pelengkungan 41

4.3 Pengukuran Intensitas Laser Diameter Pelengkungan 41 Menggunakan Power Meter

4.4 Pengukuran Intensitas Laser Terhadap Perubahan 43 Sudut Menggunakan Power Meter

4.5 Pengukuran Tegangan Laser Terhadap Perubahan 48 Sudut Menggunakan Multimeter Digital

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 53

5.2 Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 56

(13)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

Tabel 2.1 Karakteristik LED dengan Laser 18

Tabel 2.2 Karakteristik Fotodetektor 19

Tabel 2.3 Contoh Budget Tenaga Untuk Sambungan Data Serat Optik 28

Tabel 2.4 Konversi dBm ke Daya 29

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Intensitas Laser Diameter 42 Pelengkungan SMF-28 (TM) Fiber

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran I Intensitas Laser SMF-28 (TM) Fiber 43 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran II Intensitas Laser SMF-28 (TM) Fiber 44 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran III Intensitas Laser SMF-28 (TM) Fiber 45 Tabel 4.5 Hasil Konversi Daya Intensitas Laser (μW) Ke dBm 47 Tabel 4.6 Hasil Tegangan Laser Menggunakan Multimeter Digital I 49 Tabel 4.7 Hasil Tegangan Laser Menggunakan Multimeter Digital II 50 Tabel 4.8 Hasil Tegangan Laser Menggunakan Multimeter Digital III 51

(14)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

Gambar 2.1 Kabel Serat Optik 8

Gambar 2.2 Serat Optik 8

Gambar 2.3 Struktur Serat Optik 8

Gambar 2.4 Kabel Serat Optik Single-mode 10

Gambar 2.5 Kabel Serat Optik Multi-mode 10

Gambar 2.6 Kabel Serat Optik Single-mode Step Index 11 Gambar 2.7 Kabel Serat Optik Multi-mode Step Index 12 Gambar 2.8 Kabel Serat Optik Multi-mode Graded Index 12

Gambar 2.9 Sistem Dasar Komunikasi Optik 13

Gambar 2.10 Surface-Emitting dan Edge-Emitting Diodes 16

Gambar 2.11 Struktur Laser Semikonduktor 18

Gambar 2.12 Numerical Arpature 21

Gambar 2.13 Mekanisme Perambatan Cahaya 21

Gambar 2.14 Pemantulan Internal Sempurna 22

Gambar 2.15 Penyebaran Cahaya Pada Ujung Serat Optik 24 Gambar 2.16 Pembengkokan Mikro Akibat Tekanan Dari Luar 25

Gambar 2.17 Penghamburan Cahaya 25

Gambar 2.18 Fenomena Makro Bending 26

Gambar 2.19 Penyambungan 27

Gambar 2.20 Inklinometer Serat Optik 31

Gambar 2.21 Prinsip Kerja Inklinometer Serat Optik 31

Gambar 3.1 Optical Extensometer Laser 32

Gambar 3.2 Power Meter 33

Gambar 3.3 Multimeter Digital 33

Gambar 3.4 Busur 34

Gambar 3.5 Mikrometer Sekrup 34

Gambar 3.6 Fiber Cleaver 35

Gambar 3.7 Fiber Stripper dan Sleeve Protection 35

Gambar 3.8 Fusion Splicer 36

Gambar 3.9 Serat Optik SMF-28 (TM) Fiber 36

Gambar 3.10 Akrilik 37

Gambar 3.11 Silicone Rubber 37

Gambar 3.12 Set Up Percobaan 39

Gambar 3.13 Diagram Alur Penelitian 40

Gambar 4.1 Grafik Pengukuran Intensitas Laser Diameter 42 Pelengkungan SMF-28 (TM) Fiber

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Perubahan Sudut Terhadap 44 Intensitas Laser I

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Perubahan Sudut Terhadap 45 Intensitas Laser II

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Perubahan Sudut Terhadap 46 Intensitas Laser III

Gambar 4.5 Grafik Konversi Daya Intensitas Laser (μW) 48

(15)

xii Ke dBm

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Perubahan Sudut Terhadap 49 Tegangan I

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Perubahan Sudut Terhadap 50 Tegangan II

Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Perubahan Sudut Terhadap 51 Tegangan III

(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1

Gambar Proses Splice Serat Optik Dengan Fusion Splicer 56

2

Gambar Proses Moulding Serat Optik Dengan Sillicon Rubber 56

3

Gambar Pengujian Serat Optik Menggunakan Laser dan Power 57 Meter

4

Gambar Pengukuran Diameter Pelengkungan Serat Optik 57

5

Gambar Pengujian Serat Optik Yang Telah Dirangkai 58

6

Proses Splicer 58

(17)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

MEMS = Micro Electro Mechanical System LED = Light Emitting Diode

SMF = Single Mode Fiber LAN = Local Area Networks

EDFA = Erbium Doped Fiber Amplifier

LD = Laser Diode

SKKL = Sistem Komunikasi Kabel Laut SKSO = Sistem Komunikasi Serat Optik APD = Avalance Photo Diode

LASER = Light Amplication by Stimulated Emission of Radition WDM = Wavelength Division Multiplexing

PIN = Positive Intrinsic Negative NA = Numerical Aparture

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi serat optik sangat berkembang penggunaannya baik di bidang telekomunikasi, aplikasi komputer, industri, peralatan kedokteran (medical instrument), maupun di bidang aplikasi militer dan masyarakat umum. Teknologi ini merupakan sistem jaringan komunikasi yang dalam pengiriman dan penerimaan sinyal informasinya yang berupa berkas cahaya, menggunakan sumber optik, dengan serat optik sebagai media transmisinya (Ali Hanafiah R, 2006).

Serat optik merupakan helaian optik murni yang sangat tipis (tebalnya setipis rambut manusia) dan dapat membawa data informasi digital untuk jarak jauh.

Helaian tipis ini tersusun dalam bundelan yang dinamakan kabel serat optik dan berfungsi mentransmisikan (mengirim) cahaya, hampir tanpa kerugian. Artinya, cahaya yang berhasil dikirim dari satu tempat ke tempat yang lain hanya mengalami kehilangan sinyal dalam jumlah yang sangat sedikit (Andi Rahman, 2006).

Prinsip kerjanya menggunakan prinsip pemantulan sempurna (total internal reflection) dengan memanfaatkan perbedaan indeks bias antara lapisan core atau cladding-nya (Udd, 1991). Keunggulan serat optik sebagai sensor adalah karena tidak kontak langsung dengan obyek pengukuran, tidak menggunakan listrik sebagai isyarat, akurasi pengukuran yang tinggi, dan ukurannya yang kecil (Krohn, 2000).

Serat optik merupakan implementasi dari konsep sifat rambat cahaya pada medium optik. Cahaya yang ada didalam serat optik sulit keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara. Sumber cahaya yang dapat digunakan adalah LASER dan LED karena mempunyai spektrum yang sangat sempit. Serat optik tidak hanya dikembangkan dalam bidang komunikasi saja melainkan juga dipakai dalam keperluan berbagai sensor. Kelebihan sensor serat optik dibanding yang lain adalah lebih presisi, tidak terganggu EMI, noise rendah, power supply yang dibutuhkan rendah, bahkan power supply dapat diletakkan jauh dari tempat lokasi (Shoji S dan Bambang Widiyatmoko, 2005). Teknologi serat optik telah diaplikasikan pada berbagai bidang, baik di bidang telekomunikasi, kedokteran, industri maupun masyarakat umum. Dibidang telekomunikasi, serat optik digunakan sebagai saluran trunk, backbone, rute junction, kabel laut, dan loop pelanggan, juga

(19)

sebagai saluran antar komputer (LAN), dan sebagai saluran TV kabel. Serat optik juga dapat digunakan sebagai sensor untuk pengukuran tekanan, ada atau tidak ada suatu objek, dan temperatur (Ali Hanafiah R, 2006).

Salah satu sensor sudut kemiringan yang digunakan adalah sensor MEMS (Micro Electro Mechanical system) dan biasa digunakan untuk mengukur percepatan, posisi, atau kejutan. Pengembangan MEMS akselerometer pada inklinometer didasarkan pada pembacaan kemiringan yang diperoleh dari kondisi statik percepatan gravitasi yang terukur. Inklinometer biasanya digunakan dengan cara menanamkannya didalam tanah melalui pipa beralur untuk jalur inklinometer.

Apabila terjadi pergerakan pada lapisan tanah maka pipa yang berisi inklinometer akan mengalami pembengkokan. Inklinometer akan mengukur sudut kemiringan pipa terhadap sudut normal permukaan tanah sehingga akan diperoleh informasi seberapa besar pergeseran tanah yang terjadi pada titik kedalaman tertentu. Namun penggunaan aplikasi ini bersifat portable, serta harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan dengan mendatangi titik-titik pengamatan tertentu secara langsung.

Penggunaan MEMS akselerometer untuk sensor pada inklinometer pengamatan gerakan tanah cukup ini cukup handal. Sensor ini memiliki kemampuan pembacaan kemiringan pada masing-masing sumbu yangdi indikasikan dari tegangan keluarannya. Pembacaan kemiringan pada masing-masing sumbu pun tidak memiliki pengaruh pada sumbu yang berlainan. MEMS Akselerometer tidak diragukan lagi sebagai sensor inklinometer. (Dwi Hanto dan Bambang Widiyatmoko, 2012).

Desain, realisasi dan karakterisasi dari sensor kemiringan dalam bentuk Micro Electro MechanicalSystem (MEMS) berbasis sensor piezoelektrik telah dikembangkan oleh Lijun Tang, et. al. 2009, sistem telah dikarakterisasi dan mampu mendapatkan sensitivitas sebesar 0.025 mV/°2). Karakterisasi teori dari sistem tersebut mampu menghasilkan standar deviasi sebesar 0.43874. Sensor kemiringan berbasis sistem optik juga sudah dikembangkan oleh Wei Gao et. al, dengan prinsip dua sensor optocoupler membentuk multi pancaran cahaya. Perbedaan tanggapan masing-masing titik sensor memberikan gambaran tingkat kemiringan permukaan objek yang dikarakterisasi. Sistem mampu menghasilkan profil permukaan objek dalam orde mikro struktur. Mikro sensor kemiringan juga telah dikembangkan dan mampu mencapai resolusi sebesar 0.3°4). (Warsito et al.,2011)

(20)

3

Inklinometer serat optik merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemiringan suatu bidang. Alat ini dapat digunakan sebagai sensor kemiringan suatu bidang di dalam tanah yang dapat dilihat dari perubahan sudutnya.

Ada dua jenis pembengkokan yang menyebabkan rugi-rugi dalam fiber yaitu pembengkokan mikro (microbending) dan pembengkokan makro (makrobending).

Keduanya timbul karena alasan yang berbeda, dan menimbulkan rugi-rugi dengan dua macam mekanisme yang berbeda pula. Lengkungan merupakan salah satu penyebab rugi-rugi transmisi laser pada serat optik. Pada saat terjadi lengkungan dengan diameter tertentu, tidak semua laser akan dipandu oleh serat optik melainkan ada sebagian yang keluar akibat dari perubahan sudut datang yang sudah melebihi sudut kritis. Ketika lengkungan serat optik dibuat dengan diameter yang mengecil maka sudut datang menjadi lebih kecil pula sehingga banyak laser yang keluar dan menyebabkan semakin lemahnya intensitas laser yang diterima power meter Wildan Panji Tresna et al. (2009).

Alasan utama penggunaan serat optik adalah kekebalannya terhadap gangguan elektromagnetik (sinyal cahaya yang menjalar dalam serat optik tidak terpengaruh oleh medan elektromagnetik). Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara, selain itu bisa dipakai pada lingkungan lembab atau basah dan bisa dipakai dikedalaman tanah. Kekurangan dari serat optik ini yaitu, range sudutnya sempit, eksponensial kurva, dan konstruksi fiber optik lemah sehingga dalam pemakaiannya diperlukan lapisan penguat sebagai proteksi.

Pada penelitian Suyanto et al. (2002) menunjukkan semakin kecil ukuran lengkungan akan menurunkan nilai efisiensi dan semakin banyak jumlah lilitan dalam lengkungan juga akan menurunkan efisiensi transmisi sinar laser.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis membuat laporan tugas akhir ini dengan judul “Analisa Pelengkungan Pada Kabel Serat Optik Sebagai Sensor Kemiringan Berbasis Makro Bending”. Adapun pada penelitian ini sumber optik yang digunakan yaitu laser dengan panjang gelombang sebesar 1310 nm.

(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pelengkungan kabel serat optik pada intensitas laser yang nilainya terbaca oleh power meter?

2. Bagaimana serat optik dapat dijadikan sebagai sensor kemiringan?

3. Bagaimana nilai sensitivitas serat optik yang dapat dijadikan sebagai sensor kemiringan?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Serat Optik yang digunakan dalam penelitian adalah tipe singlemode dengan merk SMF-28 (TM) Fiber.

2. Menggunakan sumber cahaya laser dioda dengan panjang gelombang 1310 nm.

3. Power Meter yang digunakan yaitu Thorlabs Optical Power Meter dengan seri PM20.

4. Multimeter yang digunakan yaitu multi meter digital.

5. Menggunakan Mikrometer sekrup untuk merubah sudut bidang pada serat optik.

6. Silicone rubber RTV-52 dan RTV silicone rubber sebagai bahan pencetak bidang.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian tersebut yaitu, sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh pelengkungan diameter serat optik pada intensitas laser yang nilainya terbaca power meter.

2. Untuk menganalisa bahwa serat optik dapat dijadikan sensor kemiringan.

3. Untuk memberikan informasi nilai sensitivitas serat optik yang dapat dijadikan sebagai sensor kemiringan.

(22)

5

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, adapun manfaat yang diharapakan yaitu, sebagai berikut:

1. Untuk menciptakan suatu alat pendeteksi kemiringan bidang yang ada di dalam tanah seperti kemiringan pipa didalam tanah.

2. Untuk dijadikan sebagai sensor berat kendaraan bermotor yang melalui suatu jalan.

3. Untuk dijadikan sebagai sensor deteksi ketebalan plat melalui pantulan dan transmisi.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman dalam pengerjaan skripsi ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan untuk menyusun skripsi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai teori dasar dari serat optik dan teori pendukung serat optik sebagai sensor kemiringan.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi waktu dan tempat penelitian, perancangan alat, diagram alir penelitian, alat dan bahan pada penelitian, serta prosedur penelitian.

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

Pada bab ini membahas tentang pengujian alat dan hasil keluaran dari dari alat tersebut yang diolah dalam bentuk table dan grafik.

(23)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan atau rangkuman dari uraian-uraian materi sebelumnya dan berisi saran untuk masukan kepada penulis untuk membantu dalam hal perbaikan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi referensi-referensi yang telah digunakan pembuatan Tugas Akhir ini sebagia acuan yang mendukung.

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Optik

Serat optik merupakan helaian optik murni yang sangat tipis (tebalnya setipis rambut manusia) dan dapat membawa data informasi digital untuk jarak jauh.

Helaian tipis ini tersusun dalam bundelan yang dinamakan kabel serat optik dan berfungsi mentransmisikan (mengirim) cahaya, hampir tanpa kerugian. Artinya, cahaya yang berhasil dikirim dari satu tempat ke tempat lain hanya mengalami kehilangan sinyal dalam jumlah yang sangat sedikit (Andi Rahman, 2006).

Serat optik merupakan media transmisi yang terbuat dari bahan kaca (glass) yang berkualitas, sehingga memiliki kehandalan dan kelebihan dibandingkan media transmisi yang terbuat dari bahan logam seperti kabel tembaga, kabel coaxial dan stripline (Ali Hanafiah R, 2006). Serat optik adalah suatu media komunikasi yang berfungsi untuk mentransmisikan informasi melalui media cahaya. Serat optik memiliki beberapa kelebihan, yaitu pengiriman datanya yang lebih cepat, lebih akurat, dan relatif lebih stabil terhadap perubahan kondisi lingkungan dibandingkan kabel konvensional. Sementara kelemahan serat optik, yaitu terjadinya loss atau rugi serat optik yang mengakibatkan data hilang atau terhambat dalam pengirimannya (Rambe, 2003). Jadi, dapat disimpulkan bahwa serat optik merupakan helaian optik murni yang sangat tipis dan terbuat dari bahan kaca (glass) yang tersusun dalam bundelan yang disebut kabel serat optik dan berfungsi untuk mentransmisikan data informasi digital melalui medium cahaya.

Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah LASER atau LED (light emitting diode). Kabel ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran komunikasi. Pengaruh perubahan temperatur terhadap rugi daya serat optik singlemode SMF-28 dengan variasi suhu berkisar antara -14°C hingga 30°C untuk berbagai panjang gelombang yang berbeda yakni 1310 nm, 1490 nm, 1550 nm, 1625 nm, hasil penelitian menunjukkan pada variasi suhu yang

(25)

diberikan untuk berbagai panjang gelombang yang berbeda terdapat redaman yang bervariasi pula. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh variasi suhu dan panjang gelombang yang digunakan juga berpengaruh terhadap nilai redaman daya (loss) yang dihasilkan oleh serat optik (Sujito dkk, 2012).

Gambar 2.1 Kabel Serat Optik Gambar 2.2 Serat Optik

Prinsip kerja serat optik menggunakan prinsip pembiasan dan pemantulan yang berhubungan dengan indeks bias bahan. Ketika berkas cahaya melewati batas dua medium yang berbeda, maka sebagian berkas cahaya dipantulkan masuk pada medium pertama dan sebagian lagi dibiaskan masuk pada medium kedua. Mayoritas serat dibuat dari kaca yang terdiri dari silika (SiO2). Serat kaca dibuat dengan menggabungkan campuran logam oksida, sulfida atau selenida. Pada umumnya silika (SiO2 ), memiliki indeks bias 1,4858 pada 850 nm (Keiser, 1991).

3.2 Struktur Serat Optik

Serat optik terdiri dari 3 bagian, yaitu, core, cladding, dan coat. Core merupakan inti, Cladding (kulit), dan Coating atau Buffering merupakan mantel atau pelindung serat optik.

Gambar 2.3 Struktur Serat Optik (Keiser, 1991)

2.2.1 Core (Inti)

Bagian yang paling utama dinamakan bagian inti (core), dimana

(26)

9

gelombang cahaya yang dikirimkan akan merambat dan mempunyai indeks bias lebih besar dari lapisan kedua. Terbuat dari kaca (glass) yang berdiameter antara 2µm-125µm, dalam hal ini tergantung dari jenis serat optiknya.

2.2.2 Cladding (Kulit)

Cladding berfungsi sebagai cermin yaitu memantulkan cahaya agar dapat merambat ke ujung lainnya. Dengan adanya cladding ini cahaya dapat merambat dalam core serat optik. Cladding terbuat dari bahan gelas dengan indeks bias yang lebih kecil dari core. Cladding merupakan selubung dari core. Diameter cladding antara 5µm-250µm, hubungan indeks bias antara core dan cladding akan mempengaruhi perambatan cahaya pada core, (yaitu mempengaruhi besarnya sudut kritis).

2.2.3 Coating (Mantel)

Coating berfungsi sebagai pelindung mekanis pada serat optik dan identitas kode warna terbuat dari bahan plastik. Berfungsi untuk melindungi serat optik dari kerusakan. (Yovi Hamdani, 2013).

2.3 Jenis-Jenis Serat Optik

Berdasarkan keperluan yang berbeda-beda, maka serat optik dibuat dalam dua jenis utama yang berbeda, yaitu, single-mode fibers dan multi-mode fibers.

2.3.1 Single-mode Fibers

Single-mode fibers mempunyai inti sangat kecil (berdiameter sekitar 9 x 10-6 meter atau 9 mikron), cahaya yang merambat secara paralel di tengah membuat terjadinya sedikit dispersi pulsa. Single-mode fibers mentransmisikan cahaya laser inframerah (panjang gelombang 1300-1550 nm). Jenis serat ini digunakan untuk mentransmisikan satu sinyal dalam setiap serat. Serat ini sering dipakai dalam pesawat telepon dan TV kabel.

Fiber optik mode tunggal memiliki dispersi intermodal yang dapat terjadi sepanjang serat optik sehingga dapat digunakan pada jarak yang jauh dan kecepatan rambat cahaya yang didalamnya yang besar sehingga informasi

(27)

yang dibawa akan lebih cepat. Namun karena ukuran inti sangat kecil mengakibatkantingkat kesulitan penyambungan yang lebih tinggi (Jones,1998). Pada Gambar 2.4 dapat di lihat kabel serat optik single-mode.

Gambar 2.4 Kabel Serat Optik Single-mode

2.3.2 Multi-mode Fibers

Multi-mode fibers mempunyai ukuran inti yang lebih besar (berdiameter sekitar 6,35 x 10-5 meter atau 63,5 mikron) dan mentransmisikan cahaya inframerah (panjang gelombang 850 – 1300 nm) dari lampu light- emitting diodes (LED). Serat ini digunakan untuk mentransmisikan banyak sinyal dalam setiap serat dan sering digunakan pada jaringan komputer dan Local Area Networks (LAN). Pada Gambar 2.5 dapat di lihat kabel serat optik multi-mode.

Gambar 2.5 Kabel Serat Optik Multi-mode

Ada beberapa serat optik yang dapat dibuat dari plastik. Serat ini mempunyai inti yang relatif besar (berdiameter 1 mm) dan mentransmisikan cahaya tampak warna merah dari LED. (Andi Rahman, 2006).

2.3.3 Single-mode Step Index

Serat Optik Singlemode Step-Index mempunyai ukuran diameter core yang sangat kecil dan diameter cladding sebesar 125 μm. Cahayanya

(28)

11

merambat dalam satu mode saja yaitu sejajar dengan sumbu serat optik.

Serat optik Single Mode Step-Index digunakan dengan bit rate tinggi.

Metode semacam ini dapat menghindarkan ketidak akuratan yang dapat terjadi dalam penyaluran data. Semakin rendah jumlah mode, semakin tinggi bandwithnya. Core mempunyai diameter antara 5 sampai dengan 10 μm, dan cladding telah distandarisasi pada 125 μm. Redaman step index singlemode adalah 0,2 sampai 0,4 dB/Km, dan dengan bandwith 50 Ghz.

Gambar 2.6 Kabel Serat Optik Single-mode Step Index

2.3.4 Multi-mode Step Index

Pada jenis Serat Optik Multimode Step-Index, diameter core lebih besar dari diameter cladding. Multimode Step-Index memiliki diameter core 50 μm dan dilapisi cladding yang sangat tipis. Penyambungan kabel lebih mudah karena memiliki core yang besar. Hanya digunakan untuk jarak pendek dan transmisi data bit rate rendah. (Dwi Ika,2019). Core dan cladding mempunyai index bias yang berbeda. Serat tersebut mudah dibuat, oleh karena itu serat optik ini pertama kali di pasarkan. Keuntungan lain dari serat optik step index multimode adalah corenya yang tebal sehingga mudah dalam penyambungan ujung dua serat dan dalam segi biaya lebih efektif.

Kerugian utama dari serat optik adalah terjadinya tiga tipe disperse dan adanya rugi-rugi daya yang besar. Oleh karena itu, serat step index multimode digunakan untuk jarak yang lebih pendek dengan bit yang relatif lebih rendah. Kabel ini cocok untuk transmisi medium, dengan redaman serat step index multimode antara 2 sampai dengan 30 dB/Km, dan bandwithnya antara 10 sampai dengan 100 Mhz.

(29)

Gambar 2.7 Kabel Serat Optik Multi-mode Step Index

2.3.5 Multi-mode Graded Index

Cahaya merambat karena difraksi yang terjadi pada core sehingga rambatan cahaya sejajar dengan sumbu serat. Core terdiri dari sejumlah lapisan gelas yang memiliki indeks bias yang berbeda, indeks bias tertinggi terdapat pada pusat core dan berangsur-angsur turun sampai ke batas core- cladding. Akibatnya dispersi waktu berbagai mode cahaya yang merambat berkurang sehingga cahaya akan tiba pada waktu yang bersamaan. Umumnya diameter core 50 μm dan untuk claddingnya 125 μm. Berkas cahaya yang merambat melalui kabel ini dibelokkan sampai propagasi sejajar dengan sumbu serat. Di tempat titik pantul tersebut propagasi diarahkan kea rah axis serat. Propagasi gelombang cahaya melalui lapisan bagian luar berjalan lebih jauh daripada berkas yang hanya melalui lapisan bagian dalam.

Fiber Graded Index Mutimode mempunyai redaman mulai dari 2 sampai dengan 10 dB/Km dan bandwithnya 1 Ghz. Meskipun mempunyai banyak keuntungan, fiber ini sukar dalam pembuatannya dan harganya lebih mahal daripada step index multimode.

Gambar 2.8 Kabel Serat Optik Multi-mode Graded Index

(30)

13

2.4 Sistem Komunikasi Serat Optik

Komunikasi dapatlah diartikan pentransferan informasi dari satu pihak ke pihak yang lain. Transfer informasi ini dilakukan dengan memodulasikan informasi pada gelombang elektromagnetik yang bertindak sebagai pembawa (carrier) sinyal informasi tersebut. Selanjutnya setelah tiba di tujuan, maka untuk memperoleh informasi yang asli dilakukan demodulasi. Sistem komunikasi serat optik memanfaatkan cahaya sebagai gelombang pembawa informsi yang akan dikirimkan.

Pada bagian pengirim isyarat informasi diubah menjadi isyarat optis. Lalu diteruskan ke kanal informasi yang juga terbuat dari serat optik bertugas sebagai pemandu gelombang. Sesampainya di penerima berkas cahaya ditangkap oleh detektor cahaya, yang berfungsi mengubah besaran optis menjadi besaran elektrik.

Di sini cahaya mengalami pelebaran dan pelemahan, disebabkan karena ketakmurnian bahan serat, yang menyerap serta menyebarkan cahaya. Cahaya yang telah mengalami pelebaran dan pelemahan itu dapat dipulihkan kembali dengan memakai piranti pengulang elektronis, yang ditempatkan pada jarak tertentu. Prinsip kerja piranti ini adalah mengubah cahaya yang datang ke bentuk elektris kemudian diperkuat dan diubah kembali ke bentuk asal (cahaya). Akan tetapi hal ini dianggap kurang praktis, karena dapat menyebabkan kesalahan tambahan, membatasi pesat transmisi dan lebar bidangserta relatif mahal. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah memunculkan penguat serat terdadah erbium (Erbium Doped Fiber Amplifier, EDFA). Penguat ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap piranti pengulang yang biasa digunakan. Fungsi EDFA dalam sistem komunikasi optis adalah :

1. Penguat daya, berfungsi meningkatkan daya terpancar dari pengirim.

2. Pengulang, dipasang ditempat-tempat tertentu.

3. Penguat awal, berfungsi meningkatkan sensitivitas penerima.

Dengan menggunakan EDFA akan diperoleh pembangkitan sinyal dengan faktor yang lebih besar dan dapat membawa data dengan pesat bit yang lebih tinggi dibanding pengulang elektronik.

Fiber Optik Gambar 2.9 Sistem Dasar Komunikasi Optik

Transmitter Receiver

(31)

2.5 Komponen Penyusun Serat Optik

Sistem komunikasi fiber optik terdiri dari tiga komponen utama dalam penyusunnya, yaitu :

1. Transmitter berupa Laser Diode (LD) dan Light Emmiting Diode (LED).

2. Media transmisi berupa fiber optic.

3. Receiver yang merupakan detektor penerima digunakan PIN dan APD.

1. Transmitter

Transmitter terdiri dari 2 bagian yaitu :

a. Rangkaian elektrik berfungsi untuk mengkonversi sinyal digital menjadi sinyal analog, selanjutnya data tersebut ditumpangkan kedalam sinyal gelombang optik yang telah termodulasi.

b. Sumber gelombang optik berupa sinar Laser Diode (LD) dan Light Emitting Diode (LED) yang pemakaiannya disesuaikan dengan sistem komunikasi yang diperlukan :

1. Laser Diode dapat digunakan untuk sistem komunikasi optik yang sangat jauh seperti Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) dan Sistem Komunikasi Serat Optik (SKSO), karena laser LD mempunyai karakteristik yang handal yaitu dapat memancarkan daya dengan intensitas yang tinggi, stabil, hampir monokromatis, terfokus, dan merambat dengan kecepatan sangat tinggi, sehingga dapat menempuh jarak sangat jauh. Pembuatannya sangat sukar karena memerlukan spesifikasi tertentu sehingga harganya pun mahal. Jadi LD tidak ekonomis dan tidak efisien jika digunakan untuk sistem komunikasi jarak dekat dan pada trafik kurang padat.

2. LED digunakan untuk sistem komunikasi jarak sedang dan dekat agar sistem dapat ekonomis dan efektif karena LED lebih mudah pembuatannya, sehingga harganya lebih murah.

2. Receiver

Receiver atau bagian penerima terdiri dari 2 bagian yaitu detektor penerima dan rangkaian elektrik.

(32)

15

a. Detektor Penerima

Berfungsi untuk menangkap cahaya yang berupa gelombang optik pembawa informasi, dapat berupa PIN diode atau APD (Avalance Photo Diode) pemilihannya tergantung keperluan sistem komunikasinya. Untuk Komunikasi jarak jauh digunakan detektor APD yang dapat bekerja pada panjang gelombang 1300 nm, 1500 nm, serta 1550 nm dengan kualitas yang baik. Artinya detektor APD mempunyai sensitivitas dan response yang tinggi terhadap sinar laser LD sebagai pembawa gelombang optik informasi.

1. Untuk komunikasi jarak pendek lebih efisien jika menggunakan detektor PIN diode, karena PIN baik digunakan untuk bit rate rendah dan sensitivitasnya tinggi untuk LED diode dan dapat dianalisis sebagai berikut:

a. Sumber cahaya LD terlihat memiliki daya lebih besar, stabil, konstan pada bit rate berapapun, sedangkan sumber cahaya LED mempunyai daya pancar yang lebih kecil dan pada bit rate 100 Mbps dayanya mulai menurun.

b. Detektor penerima PIN bereaksi baik pada bit rate rendah tetapi kurang sensitif bila bit rate dinaikkan.

c. Detektor penerima APD lebih sensitif pada bit rate tinggi. Untuk transmisi jarak jauh diperlukan daya pancar yang lebih besar dan sensitifitas yang tinggi, sistem fiber optik akan menggunakan laser LD sebagai sumber cahaya dan APD sebagai detektor penerima.

Sedangkan untuk transmisi jarak dekat cukup digunakan LED sebagai sumber optik dan PIN sebagai detektor penerima.

2. Rangkaian Elektrik

Berfungsi untuk mengkonversi cahaya pembawa informasi terhadap data informasi yang dibawa dengan melakukan regenerasi timing, regenerasi pulse serta konversi sinyal elektrik kedalam interface V.28 yang berupa sinyal digital dan sebaliknya. (Hariyadi, 2018).

(33)

2.5.1 Sumber Optik

Sumber optik merupakan komponen dalam sistem komunikasi serat optik yang mengubah sinyal listrik menjadi sinyal cahaya. Ada 2 jenis sumber optik yang sering digunakan, yakni LED (Light Emmiting Diode) dan LASER (Light Amplication by Stimulated Emission of Radition). LED memiliki keluaran daya yang lebih sedikit, kecepatan switching yang lebih lambat, dan lebar spektrum yang lebih besar. Namun demikian LED dipergunakan secara luas untuk aplikasi jarak pendek dan menengah yang menggunakan serat kaca dan plastik karena lebih sederhana, murah, handal, dan tidak terlalu bergantung pada temperatur.

LASER menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang tetap yang dapat berada di dalam wilayah tampak, yaitu sekitar 635 nm. Cahaya tersebut memiliki bandwith yang sangat sempit, umumnya hanya memiliki lebar beberapa nanometer. Hal ini memastikan bahwa dispersi kromatik dapat dipertahankan pada nilai yang kecil dan kondisi ini memungkinkan terjadinya kecepatan transmisi data yang tinggi. LASER dapat menghasilkan cahaya dengan intensitas tinggi sehingga sesuai untuk digunakan pada sistem telekomunikasi optik jarak jauh. (Donda Maria, 2012).

Gambar 2.10 Surface-Emitting dan Edge-Emitting Diodes (Gerd Keiser,1991)

(34)

17

Untuk sistem komunikasi optik membutuhkan bit rate kurang dari sekitar 100 hingga 200 Mb/s bersama-sama dengan multimode serat optik yang digabungkan dalam puluhan mikrowatt, semikonduktor dioda pemancar cahaya (LED) biasanya adalah pilihan sumber cahaya terbaik. LED membutuhkan sirkuit drive yang lebih kompleks daripada laser dioda karena tidak ada sirkuit stabilisasi thermal atau optik yang diperlukan, dan dapat dibuat murah dengan hasil yang lebih tinggi.

Laser datang dalam berbagai bentuk dengan dimensi mulai dari ukuran sebutir garam untuk menempati seluruh ruangan. Media penguat dapat berupa gas, cair, kristal isolasi (keadaan padat) atau semikonduktor. Untuk serat optik sistem sumber laser yang digunakan hampir secara eksklusif adalah laser semikonduktor dioda. Mereka mirip dengan laser lainnya, seperti solid state konvensional dan laser gas, dalam hal radiasi yang dipancarkan memiliki koherensi spasial dan temporal. (Gerd Keiser, 1991).

Struktur LED dapat diklasifikasikan sebagai surface-emitting atau edge-emitting, tergantung apakah LED memancarkan cahaya dari permukaan yang sejajar dengan bidang persimpangan atau dari tepi wilayah persimpangan. Kedua tipe ini dapat dibuat menggunakan homofungsi p – n atau desain hetero struktur di mana wilayah aktif dikelilingi oleh p- dan lapisan cladding tipe-n. Desain hetero struktur mengarah pada kinerja yang superior menyediakan kontrol atas area emisif dan menghilangkan penyerapan internal karena lapisan kelongsong transparan.

Laser semikonduktor memancarkan cahaya melalui emisi terstimulasi.

Sebagai hasil dari perbedaan mendasar antara emisi spontan dan stimulasi, mereka tidak hanya mampu memancarkan kekuatan tinggi (∼ 100 mW), tetapi juga memiliki keunggulan terkait lainnya dengan sifat koheren cahaya yang dipancarkan. Sebaran keluaran yang relatif sempit. Sinar dibandingkan dengan LED memungkinkan efisiensi kopling tinggi (∼ 50%) ke mode serat tunggal. (Govind P, 2002).

Spektrum keluaran LED berkisar 40 nm, yang membatasi performansi dikarenakan dispersi kromatik. LED beroperasi dalam moda linier yang membuatnya lebih cocok untuk modulasi analog. Beberapa

(35)

LED sudah mempunyai konektor yang sesuai untuk dipasangkan dengan seerat optik. Beberapa penerapan LED diantaranya Local Area Networks (LAN), TV rangkaian-tertutup dan mentransmisikan informasi pada area yang terbatasi gelombang elektromagnetik. Kelemahan Laser diantaranya yaitu responnya yang tidak linear, membuat transmisi analog lebih susah.

Selain itu, Laser juga sensitif pada fluktuasi suhu dan pengontrol arus, yang dapat membuat panjang gelombang keluarannya bergeser. Pada penerapannya, misalnya melalui wavelength division multiplexing (WDM), beberapa panjang gelombang ditransmisikan pada serat optik yang sama, sehingga kestabilan sumber cahaya merupakan sesuatu yang kritis.

Tabel 2.1. Karakteristik LED dengan Laser

Karakteristik LED Laser

Daya keluaran Lebih rendah Lebih tinggi

Lebar spektral Lebih lebar Lebih sempit

Numerical Aperture Lebih besar Lebih kecil

Kecepatan Lebih lambat Lebih cepat

Harga Lebih murah Lebih mahal

Kemudahan

Operasional Lebih mudah Lebih sulit

Gambar 2.11 Struktur Laser Semikonduktor (Govind P, 2002)

(36)

19

2.5.2 Detektor Optik

Detektor optik berfungsi fungsi dari bagian penerima dalam sistem komunikasi optik. Sebuah detektor optik atau photodetector adalah kebalikan dariapa yang dikerjakan oleh bagian pengirim, yaitu sumber optik. Detektor optik dapat menghasilkan gelombang sesuai aslinya dengan meminimalisasi losses yang timbul selama perambatan sehingga dapat juga menghasilkan sinyal elektrik yangmaksimum dengan daya optik yang kecil.

Ada dua tipe detektor optik yang sering digunakan yaitu detektor optik PIN (Positive Intrinsic Negative) Photodiode dan detektor optik APD (Avalanche Photo diode). Di dalam PIN diode, serat optik ditempatkan sedemikian sehingga cahaya yang diterima jatuh pada suatu lapisan intrinsik dari material semikonduktor yang diletakkan antara lapisan tipe-n dan tipe p.

Detektor APD (Avalanche Photodiode) mempunyai konstruksi yang mirip dan beroperasi dengan cara yang sama dengan diode PIN. Akan tetapi tidak memerlukan penguat efek medan di dalam modul penerima. Detektor optik terdiri dari bahan semikonduktor GaAS (Gallium Arsenide), serat silica quartz, SiO2 dan silika (Si) receiver. (Donda Maria, 2012). Fotodetektor semikonduktor yang paling umum adalah pin photodiode, yang strukturnya terdiri dari p dan n.

Tabel 2.2. Karakteristik Fotodetektor

Fotodetektor

Panjang gelombang

(nm)

Responsivitas

(A/W) Rise Time (ns)

Silikon PN 550-850 0.4-0.7 5-10

Silikon PIN 850-950 0.6-0.8 0.07

InGaAs 1310-1550 0.85 0.005-5

InGaAs APD 1310-1550 0.8 0.1

Germanium 1000-1500 0.7 12

(37)

Secara umum, devais berbasis silicon digunakan untuk mendeteksi spektrum cahaya tampak, kristal InGaAs digunakan untuk spektrum inframerah diantara 1000 nm dan 1700 nm, PIN dan APD germanium digunakan untuk panjang gelombang 800 nm dan 1500 nm. (Dwi Ika, 2019).

2.5.3 Konektor

Konektor optik merupakan salah satu perlengkapan kabel serat optik yang berfungsi sebagai kabel serat optik sebagai penghubung serat. Konektor ini mirip dengan konektor listrik dalam hal fungsi dan tampilan luar tetapi konektor pada serat optik memiliki ketelitian yang lebih tinggi. Konektor diperlukan apabila sewaktu-waktu serat akan dilepas saat diperlukan suatu penggantian transmitter atau receiver maupun untuk melakukan suatu kegiatan perawatan maupun pengukuran. Syarat-syarat konektor yang baik adalah :

1. Kehilangan Daya Cukup Rendah

Konektor yang dibentuk harus menjamin dari kesalahan penyambungan dan dapat meminimumkan kesalahan secara langsung.

2. Kemampuan Pengulangan

Efisiensi kopling tidak berubah jika tidak ada penyesuaian ulang.

3. Dapat diprediksi, artinya konektor memiliki efisiensi yang sama jika beberapakonektor sejenis dikombinasi.

4. Umurnya panjang. Tidak ada penurunan efisiensi dalam waktu yang lama.

5. Bahan konektor kuat terhadap tekanan.

6. Kompatibel dengan lingkungan. Penyambungan dapat dilakukan pada variasi temperatur, tekanan tinggi, getaran, kelembaban, dan kotoran.

7. Mudah menggunakannya. (Donda Maria, 2012).

2.6 Perambatan Cahaya Dalam Serat Optik 2.6.1 Numerical Aparture

Sinar yang terjadi pada input serat yang membentuk sudut i menggunakan hukum snell, yang dirumuskan dengan :

(38)

21

sin i = n1 sin 𝜃 = n1 cos 𝜙, (2.1) Dimana kita mengasumsikan indeks bias udara menjadi satu. Jika sinar ini harus mengalami refleksi internal total pada antarmuka core-cladding, sudut 𝜙 harus lebih besar dari sudut kritis 𝜙c. (Shiva Kumar dan M. Jamal, 2014)

𝜙 > 𝜙c

Sin 𝜙 > Sin 𝜙c (2.2)

Gambar 2.12 Numerical Arpature

Aparatur Numerik adalah parameter yang harganya ditentukan atau tergantung pada indeks bias core dan cladding. Bersama dengan ukuran core danpanjang gelombang, aperatur numerik menentukan jumlah mode cahaya yangterjadi pada core serat optik.

Dari hukum snellius, sudut minimum Φmin yang dapat membentuk pantulan internal total dengan persamaan :

Sin Φmin =

(2.3)

Gambar 2.13 Mekanisme Perambatan Cahaya

Besarnya nilai Numerical Apperture (NA) ditentukan dengan persamaan berikut:

NA = 𝑛 sin 𝜙max = √ 𝑛 𝑛 (2.4)

n2 Sinar bias

claddin

n Φ sinar pantul

θ θ0

n1 core

n2 n2 cladding

(39)

dengan n adalah indeks bias udara = 1, n1 adalah indeks bias core, n2 adalah indeks bias kulit (cladding). Besarnya nilai sudut penerima dapat dihitung dengan

𝜙 max= (2.5)

2.6.2 Pemantulan Internal Sempurna

Sudut kritis diberi nama demikian karena sudut ini memang berperan sangat penting (kritis) di dalam prinsip kerja serat optik. Jika cahaya merambat dengan sudut datang yang kurang dari sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari bahan pertama. Akan tetapi, jika cahaya merambat menuju bidang perbatasan dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang perbatasan) ke dalam bahan pertama.

Dalam kasus ini bidang perbatasan hanya berperan sebagai sebuah bidang pantul (cermin). Efek semacam ini disebut sebagai pemantulan internal sempurna (total internal reflection/TIR).

Gambar 2.14 Pemantulan Internal Sempurna Pemantulan sempurna terjadi bila :

1. Sinar datang dari medium rapat ke medium kurang rapat maka sinar dibiaskanmenjauhi garis normal.

(40)

23

2. Sudut i merupakan sudut kritis, yaitu sudut datang yang menyebabkan sudut bias90º terhadap garis normal.

3. Sudut datang lebih besar dari sudut kritis, cahaya tidak dibiaskan melainkandipantulkan dengan sempurna. (Firman Pane, 2010)

2.6.3 Sudut Kritis

Sudut perambatan sinar sinar cahaya akan bertambah jika sinar memasuki sebuah bahan dengan indeks bias yang lebih kecil. Jika sudut datang sinar (di dalam bahan pertama) menuju bidang perbatasan terus diperbesar, akan tercapai suatu titik dimana sudut bias menjadi bernilai 90o dan sinar akan merambat sejajar dengan bidang perbatasan didalam bahan kedua.

Sudut datang yang menyebabkan terjadinya hal ini disebut sebagai sudut kritis. Kita dapat menghitung nilai sudut kritis dengan mengambil nilai sudut bias sebesar 90o. Persamaan Hukum Snellius dapat :

n1 sin θ1= n2 sin 90o (2.6) Karena nilai sin 90o adalah 1, maka dapat disusun kembali persamaan di atas untuk mendapatkan sin θ1 dan kemudian nilai sudut θ1, yang dapat dituliskan dalam persamaan :

θkritis = arcsin ( ) (2.7)

(Yovi Hamdani, 2013)

2.6.4 Cahaya Pada Serat Optik

Ketika cahaya masuk kesalah satu ujung serat optik, maka cahaya tersebut akan terpancar keluar dari ujung yang lainnya. Cahaya akan menyebar keluar dari ujung output serat optik (yaitu ujung yang tidak dimasuki cahaya). Sudut penyebaran tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Snellius. Cahaya yang masuk ke dalam serat optik merambat di sepanjang serat dengan sudut datang (sudut pantul) yang sama dengan sudut kritis. Dapat kita lihat pada gambar 2.15 (Dwi Ika, 2019)

(41)

Gambar 2.15 Penyebaran Cahaya Pada Ujung Serat Optik

2.7 Redaman Pada Serat Optik

Redaman (atenuasi) serat optik merupakan karakteristik penting yang harus diperhatikan mengingat kaitannya dalam menentukan jarak pengulang (repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang harus digunakan. Redaman sinyal cahaya yang merambat di sepanjang serat merupakan pertimbangan penting dalam desain sebuah sistem komunikasi optik, karena menentukan peran utama dalam menentukan jarak transmisi maksimum antara pemancar dan penerima.

Ketika sinar melewati media fiber akan mengalami penurunan daya akibat redaman, pembiasan dan efek lainnya. Semakin besar atenuasi berarti semakin sedikit cahaya yang dapat mencapai detektor dan dengan demikian semakin pendek kemungkinan jarak span antar pengulang. (Donda Maria, 2012). Redaman itu dapat terjadi karena adanya dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktorekstrinsik, yaitu :

2.7.1 Faktor Intrinsik

Ada beberapa faktor intrinsik dari serat optik yang menyebabkan redaman, yaitu :

1. Absorption (penyerapan), peristiwa ini terjadi akibat ketidak murnian bahan fiber optik yang digunakan. Bila cahaya menabrak sebuah partikel dari unsur yang tidak murni maka sebagian dari cahaya tersebut akan terserap.

2. Scattering (penghamburan) terjadi akibat adanya berkas cahaya yang merambat dalam materi dipancarkan/dihamburkan ke segala arah dikarenakan struktur materi yang tidak murni. Biasanya scattering ini terjadi pada lokasi-lokasi tertentu saja di dalam bahan, dan ukuran daerah yang terkena pengaruh perubahan

(42)

25

efek terpencarnya cahaya sangat kecil, yaitu kurang dari satu panjang gelombang cahaya.

3. Microbending (pembengkokan pada saat pembuatan serat optik) pada umumnya timbul di dalam proses manufaktur. Penyebab yang biasa dijumpai adalah perbedaan laju pemuaian (dan penyusutan) antara serat optik dan lapisan-lapisan pelindung luarnya (jaket).

Ketika kabel serat optik menjadi terlalu dingin, lapisan jaket maupun bagian inti/mantel akan mengalami penyusutan dan memendek sehingga dapat bergeser dari posisi relatifnya semula dan menimbulkan lekukan lekukan yang disebut microbend.

Gambar 2.16 Pembengkokan mikro akibat tekanan dari luar

Gambar 2.17 Penghamburan Cahaya

2.7.2 Faktor Ekstrinsik

Ada beberapa faktor ekstrinsik dari serat optik yang menyebabkan redaman, yaitu :

1. Frasnel Reflection terjadi karena ada celah udara sehingga cahaya harus melewati dua interface yang memantulkan sebagian karena perubahan index bias dari inti keudara dan inti lagi.

2. Mode Copling terjadi karena adanya sambungan antara sumber/detektor optik denganserat optik.

3. Macrobending, lekukan tajam pada sebuah kabel serat optik dapat menyebabkan timbulnya rugi daya yang cukup serius, dan lebih

(43)

jauh lagi kemungkinan terjadinya kerusakan mekanis (pecahnya serat optik). Rugi daya yang ditimbulkan dengan melengkungkan sepotong pendek serat optik boleh jadi lebih besar dari rugi daya total yang timbul pada seluruh kabel serat optik sepanjang 1 km yang dipasang secara normal. (Yovi Hamdani, 2013)

Gambar 2.18 Fenomena Makro Bending (Gerd Keiser, 1991) Moda efektif diformulasikan sebagai berikut :

Meff = M 1 - + ( ) 2/3 (2.8) Moda maksimum sebelum lengkungan dihitung dengan :

M = (nikα)2 𝚫 (2.9)

Effisiensi daya optis yang dapat dipandu adalah:

n = atau n = 1 - + ( ) 2/3 (2.10) Loss (rugi) makrobending menjadi :

Lossmb = -10log(η) (2.11)

Indeks bias cladding adalah :

(n2) = n1 – NA2 (2.12)

Profile step indeks serat optik :

(𝚫) = (2.13)

Beberapa parameter penting yang diketahui dari sistem inklino serat optik ini yang diperlukan untuk perhitungan nilai teoritis dari rugi makrobending adalah panjang gelombang laser 1.3 μm, nilai redaman serat optik (α) = 0,35

(44)

27

dB/km, Numerical Aparture (NA) = 0.14, indeks bias inti serat (n1) = 1,4677, dan radius inti serat optik (a) = 4,5 x 10 -6 m. (Imam Mulyanto et al., 2018)

2.8 Penyambungan (Splicing)

Sambungan (splice) adalah peralatan untuk menghubungkan satu kabel serat optik dengan yang lainnya secara permanen. Splice merupakan perlengkapan tetap yang menyambung konektor. Meskipun demikian beberapa penjual (vendor) menawarkan penyambungan yang dapat terhubung secara tidak permanen sehingga dapat diputus untuk perbaikan atau penyusunan kembali. Kabel serat optik mungkin mempunyai sambungan bersama untuk sejumlah alasan.

Salah satunya adalah untuk mendapatkan sambungan panjang partikular.

Penginstal jaringan kerja mungkin mempunyai penemuan inventaris beberapa kabel serat optik, tetapi tidak ada yang cukup panjang untuk memuaskan permintaan panjang sambungan. Hal ini terjadi karena pabrik kabel hanya menawarkan kabel dengan panjang terbatas.

Ada dua jenis prinsip sambungan :

1. Sambungan fusi : menggunakan pancaran listrik untuk mematri dua kabel serat optik bersama-sama. Teknik ini memerlukan orang yang ahli dan berpengalaman karena penjajaran kabel serat optik membutuhkan komputer terkontrol untuk mencapai kerugian sesedikit 0,05 dB. Teknik ini memerlukan biaya tinggi.

2. Sambungan mekanik : semuanya menggunakan elemen biasa. Teknik ini lebih mudah diterapkan di lapangan, memerlukan sedikit atau tanpa peralatan dan menawarkan kerugian sekitar 0,2 dB. (Andi Rahman, 2006).

Gambar 2.19 Penyambungan (Splicing)

(45)

Tabel 2.3 Contoh budget tenaga untuk sambungan data serat optik

Elemen sambungan Nilai Keterangan

Daya keluaran transmitter LED

3 dBm Nilai Dikhaskan oleh vendor

Kerugian sumber pemasangan

-5 dB Nilai untuk pemantulan, ketidakcocokan area dan sebagainya Kerugian konektor

transmitter kabel serat optik

-1 dB Transmitter kabel serat optik dengan konektor ST. Nilai kerugian untuk

ketidaksejajaran Kerugian splice -0,25 dB Splice Mekanik Pengurangan kabel serat optik -20 dB

Kerugian konektor receiver kabel serat optik

-1 dB Receiver kabel serat optik dengan konektor ST. Nilai kerugian untuk

ketidaksejajaran Daya optik yang disampaikan

ke receiver

-24,25 dB

Sensitivitas receiver -40 dBm Dikhaskan dalam desain sambungan.

Batas kerugian 15,75 dB

Perbedaan antara dB dan dBm yaitu, dB adalah perbandingan sinyal untuk sinyal refrensi tanpa unit pengukuran yang dikhususkan :

dB = 10 log (P/Prefrensi) (2.14)

dBm digunakan ketika 1 miliwatt sebagai tingkat sinyal refrensi. Sebagai contoh, harga -3 dBm berarti P 3 dB (50%) lebih kecil dari 1 mW atau 0.5 mW.

dB = 10 log (P/1 mW) (2.15)

(Andi Rahman, 2006)

(46)

29

Tabel 2.4 Konversi dBm ke daya

+30 dBm 1 W (one Watt)

+20 dBm 100 mW (milli Watts)

+10 dBm 10 mW

+7 dBm 5 mW

+3 dBm 2 mW

+0 dBm 1 mW = 0.001 W

-3 dBm 500 μW (micro Watts)

-7 dBm 200 μW

-10 dBm 100 μW

-20 dBm 10 μW

-30 dBm 1 μW = 0.001 mW

-40 dBm 100 nW (nano Watts)

-50 dBm 10 nW

-60 dBm 1 nW = 0.001 μW

-70 dBm 100 pW (pico Watts)

-80 dBm 10 pW

-90 dBm 1 pW = 0.001 nW

2.9 Keuntungan dan Kerugian Serat Optik

Sebagai teknologi yang berkembang pesat di akhir abad ini, serat optik menjadi pilihan utama sebagai landasaan komunikasi masa depan. Banyak perusahaan komunikasi yang menginvestasikan sebagian besar dananya untuk pengembangan sistem serat optik. Keuntungan Penggunaan serat optik yaitu :

1. Lebih murah : pembuatan kabel serat optik memerlukan bahan-bahan yang relatif murah.

2. Lebih tipis : Serat optik memiliki diameter lebih kecil dari kawat tembaga.

3. Kapasitas muatan lebih besar : Karena serat optik lebih tipis dari kawat tembaga, lebih banyak serat yang dapat dibundel dari kabel tembaga,

(47)

sehingga bundelan serat memungkinkan membawa lebih banyak saluran telepon atau televisi.

4. Lebih kecil penurunan sinyal : Kerugian sinyal cahaya pada serat optik lebih sedikit daripada kerugian sinyal listrik pada kawat tembaga.

5. Sinyal cahaya : Tidak seperti sinyal listrik dalam kawat tembaga, sinyal cahaya dari satu serat tidak tercampur (interferensi) dengan sinyal lain pada kabel serat yang sama. Ini memberikan hasil percakapan telepon atau gambar TV yang lebih jelas.

6. Daya lebih sedikit : Karena sinyal pada serat optik hanya berkurang sedikit, lebih sedikit daya transmitter yang digunakan dibanding transmitter listrik tegangan tinggi untuk kawat tembaga. Selain itu hal ini juga menghemat biaya.

7. Sinyal digital : Serat optik sangat ideal untuk membawa informasi digital, terutama jika digunakan dalam jaringan komputer.

8. Tidak mudah terbakar : Karena tidak ada listrik yang dilewatkan serat optik, maka tidak ada risiko kebakaran yang disebabkan oleh serat optik itu.

9. Ringan : Serat optik lebih ringan. Kabel serat optik memerlukan ruangan penempatan (dalam tanah, tembok, lantai, dsb.) yang lebih sedikit.

10. Fleksibel : Karena serat optik fleksibel dan dapat mentransmisikan dan menerima cahaya, serat optik banyak digunakan dalam kamera digital, fleksibel untuk beberapa tujuan :

a. pencitraan medis : pada bronchoscopes, endoscopes, laparoscopes dan sebagainya,

b. pencitraan mekanis : memeriksa pipa dan mesin mekanis,

c. pipa leding : untuk memeriksa sambungan. (Andi Rahman, 2006) Adapun Kekurangan Serat Optik, yaitu :

1. Biaya yang mahal untuk peralatannya.

2. Perlu konversi data listrik ke cahaya dan sebaliknya yang rumit.

3. Perlu peralatan khusus dalam prosedur pemakaian dan pemasangannya.

4. Untuk perbaikan yang kompleks perlu tenaga yang ahli di bidang ini.

(48)

31

5. Selain merupakan keuntungan, sifatnya yang tidak menghantarkan listrik juga merupakan kelemahannya, karena harus memerlukan alat pembangkit listrik eksternal.

6. Bisa menyerap hidrogen yang menyebabkan loss data. (Dwi Ika, 2019)

2.10 Inklinometer Berbasis Serat Optik

Penggunaan serat optik sebagai sensor pendeteksi kemiringan pipa vertikal di dalam tanah terdiri atas komponen utama yaitu, sumber cahaya laser, serat optik sebagai sensor dan media penerus cahaya, detektor, sistem analisa data dan pipa standar geoteknik. Dalam penggunaannya untuk mendeteksi kemiringan tanah di kedalaman, dilakukan sesuai metoda standar geoteknika yaitu dengan cara menancapkan pipa geoteknik tersebut yang telah dilengkapi dengan sistem instrument sensor serat optik kedalam tanah yang akan diukur kemiringannya.

Apabila pada kedalaman tanah terjadi pergseran atau pergerakan bidang tanah maka pipa akan menjadi miring dan sensor serat optik mengalami tekukan atau pelengkungan sehingga cahaya laser yang di transmisikan kedalam serat optik pada sistem sensor akan berkurang intensitas cahayanya. Besarnya penurunan intensitas cahaya laser akan sebanding dengan besarnya sudut kemiringan tanah. (Imam Mulyanto et al., 2018).

Gambar 2.20 Inklinometer Serat Optik Gambar 2.21 Prinsip Kerja Inklinometer Serat Optik

(49)

3.1 Jenis Penelitian

Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelengkungan pada serat optik sebagai sensor kemiringan yang berbasis macrobending. Dari data hasil penelitian yang diperoleh ketika serat optik mengalami pelengkungan (macrobending), maka nilai yang dihasilkan berupa intensitas/daya keluaran dari power meter.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 2020 sampai dengan waktu pengumpulan tugas akhir, yaitu pada tanggal 03 Februari 2020 sampai 04Juni 2020.

Adapun untuk semua tahap pengujian alat dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kawasan Puspiptek Serpong, Gedung 440-442, Tangerang Selatan.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1 Alat Penelitian

Peralatan dan komponen elektronika yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:

1. Optical Extensometer laser

Gambar 3.1 Optical Extensometer Laser

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa OCB Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi individu yang melebihi tuntutan

Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa hanya sebagian saja dari tegangan output PMG dalam rentang kecepatan angin yang dapat digunakan sebagai tegangan input PLS

Pengembangan desa sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan dan komprehensif yang selalu menjadi salah satu perhatian utama bagi pembangunan masing-masing negara dan dianggap

setiap orang atau badan usaha yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin dari pihak yang berwenang

Bank syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang

Pengamatan pada preparat histopatologi menunjukkan bahwa pada ikan kontrol tanpa vaksin mengalami kerusakan yang lebih parah bila dibandingkan dengan ikan yang

kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan Property & Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 3)Apakah Debt to asset ratio berpengaruh

kerosakan fizikal, Kecederaan (termasuk kecederaan anggota), perbelanjaan tertanggung atau apa-apa kerugian turutan secara Iangsung atau tidak langsung disebabkan