• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tinggi dapat mencapai 24 meter.

Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Taksonomi kelapa sawit yang umum di kenal adalah sebagai berikut (Adi, 2015)

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Palmaceae Subkeluarga : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Ada beberapa jenis varietas di Indonesia. Varietas-varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Setiap varietas mempunyai ciri khas tersendiri (Adi, 2015). Terdapat 3 varietas kelapa sawit yaitu:

a. Varietas berasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, pebandingan varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah sebagai berikut :

(2)

4

Tabel 2.1. Ketebalan tempurung dan dagin buah

Varietas Deskripsi

Dura

 Tempurung tebal (2-8 mm)

 Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung

 Daging buah relaif tipis, yaitu 35-50% terhadap buah

 Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah

 Dalam persilangan, dipakai sebagai induk pohon betina

Pisifera

 Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada

 Daging buah tebal, lebih tebal daripada daging buah dura

 Daging biji sangat tipis

 Tidak dapat di perbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan di pakai sebagai pohon induk jantan

Tenera

 Hasil dari persilangan Dura dan Pesifera

 Tempurung tipis (0,5-4)

 Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung

 Daging buah dangat tebal (50-96% dari buah)

 Tandanbuah lebiih banyak, tapi ukurannya relative lebih kecil

(3)

5 b. Varietas berdasarkan warna kulit buah

Berdasarkan warna kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit di antaranya varietas Nigrescensa, Virescens dan Abescens, dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2. Varietas berdasarkan warna kulit

Varietas Warna buah muda Warna buah masak Nigrescens Ungu kehitam-hitaman Jingga kehitam-hitaman

Virescens Hijau Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau

Abescens Keputih-putihan Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman

c. Varietas unggul

Varietas unggul kelap sawit di hasilkan melalui prinsip produksi kelapa sawit yang di ketahui mempunyai daya gabung berdasarkan hasil pengujian progeny dengan mengikuti prosedur seleksi Reciprocal Recurrent Selection (RSS). Selain varietas unggu, juga ada bibit unggul. Diantaranya sebagai berikut:

1. DXP Yangambi

Potensi produksi TBS: 39 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 25 - 28 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,5 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 5,8 - 7,3 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 23 - 26%. Produksi minyak inti: 0,62 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 130 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,60 - 0,75 m/th.

2. DXP Simalungun

Potensi produksi TBS: 33 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 28,4 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,9 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 8,7 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 26,5%. Produksi minyak inti: 0,51 ton/ha/th. Kerapatan tanam: 130-135 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,75 - 0,80 m/th.

(4)

6 3. DXP Bah Jambi

Potensi produksi TBS: 32 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 22 - 24 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,4 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 5,7 - 6,2 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 23 - 26%. Produksi minyak inti: 0,62 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 130 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,65 - 0,85 m/th.

4. DXP Dolok Sinumbah

Potensi produksi TBS: 31 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 24 - 27 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,7 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 6,0 - 6,75 ton/ha/th. Rendemen minyak: 23 - 25%. Produksi minyak inti: 0,56 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 130 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,65 - 0,85 m/th.

5. DXP Lame

Potensi produksi TBS: 36 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 26 - 27 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,9 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 5,9 - 7,0 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 23 - 26%. Produksi minyak inti: 0,60 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 143 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,55 - 0,70 m/th.

6. DXP Marihat

Potensi produksi TBS: 31ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 24 - 25 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,9 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 6,0 - 6,3 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 23 - 25%. Produksi minyak inti: 0,54 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 143 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,6 - 0,7 m/th.

7. DXP AVROS

Potensi produksi TBS: 30 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 24 - 27 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,8 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 5,5 - 7,0 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 23 - 26%. Produksi minyak inti: 0,54 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 130 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,6-0,8 m/th.

8. DXP SP 2

Potensi produksi TBS: 30 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 24 - 27 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,5 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 6,2 - 6,8 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 23 - 25%. Produksi minyak inti: 0,51 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 143 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,65 - 0,85 m/th.

(5)

7 9. DXP SP 1

Potensi produksi TBS: 32 ton/ha/th. Produksi TBS rata-rata: 25 - 28 ton/ha/th.

Potensi hasil (CPO): 7,6 ton/ha/th. Produksi CPO rata-rata: 6,5 - 7,3 ton/ha/th.

Rendemen minyak: 23 - 26%. Produksi minyak inti: 0,49 ton/ha/th.

Kerapatan tanam: 143 pohon/ha. Pertumbuhan meninggi: 0,40 - 0,55 m/th.

Gambar 2.1 Biji kelapa sawit unggul Sumber: Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.

2.2 Morfologi tanaman kelapa sawit menurut Sunarko (2014) terdiri dari : a. Akar (Radix)

Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10 – 15 mm. Akar primer tumbuh pada pangkal batang berdiameter berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya bisa mencapai 18 cm, tetapi kebanyakan bergerombol tidak jauh dari batang. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2 – 4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0,7 – 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Dari akar tersier tumbuh akar kuarter yang berdiameter 0,1 – 0,5 mm dan panjangnya sampai 1 – 4 mm. Bentuk akar kelapa sawit dapat di lihat pada gambar berikut:

(6)

8

Gambar 2.2 Akar Kelapa Sawit Sumber: foto diambil langsung di lapangan

b. Batang (Caulis)

Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang, sehingga pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bongkol batang ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Dalam satu sampai 2 tahun pertama perkembangan batang lebih mengarah ke samping, diameter batang dapat mencapai 60 cm. setelah itu perkembangan mengarah ke atas, sehingga diameter batang hanya sekitar 40 cm, dan pertumbuhan meninggi berlangsung lebih cepat. Pohon kelapa sawit hanya memiliki satu titik tumbuh terminal. Percabangan jarang sekali terjadi. Ujung batang (apex) berbentuk kerucut (conical), diselimuti oleh 8 daun-daun muda yang masih kecil dan lembut. Pada ujung batang ini terdapat meristem batang (apical meristem). Pemanjangan batang berlangsung lambat, tinggi pohon bertambah 35 – 75 cm per tahun.

Gambar 2.3. Batang kelapa sawit Sumber: foto diambil langsung di lapangan

(7)

9 c. Daun

Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate), beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua (bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk seperti bulu (pinnate) atau menyirip.

Susunan daun kelapa sawit mirip dengan kelapa (nyiur), yaitu membentuk daun menyirip. Letak daun pada batang mengikuti pola tertentu yang disebut filotaksis. Daun yang berurutan dari bawah keatas membentuk suatu spiral, dengan rumus daun 1/8. Terdapat pola filotaksis, yang secara sederhana dapat dikatakan yang satu berputar ke kiri, dan yang lain berputar ke kanan. Daun terdiri atas tangkai daun (petiole) yang pada kedua tepinya terdapat dua baris duri (spines). Tangkai daun bersambung dengan tulang daun utama (rachis), yang jauh lebih panjang dari tangkai dan pada kiri-kanannya terdapat anak- anak daun (pinnata). Tiap anak daun terdiri atas tulang anak daun (lidi) dan helai daun (lamina). Anak daun yang terpanjang (pada pertengahan daun) dapat mencapai 1,2 m. Jumlah anak daun dapat mencapai 250 - 300 helai per daun. Jumlah produksi daun adalah 30 - 40 daun per tahun pada pohon-pohon berumur 5-6 tahun, setelah itu produksi daun menurun menjadi 20 - 25 daun per tahun.

Gambar 2.4. Daun kelapa sawit Sumber: foto diambil langsung di lapangan d. Bunga

Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12 - 14 bulan, sebagian dari tandan bunga akan gugur (aborsi) sebelum atau sesudah antesis.

Karangan bunga tumbuh dari ketiak daun (axil). Karangan bunga kelapa sawit berbentuk bulir majemuk (compound spike), atau tongkol (spadix). Ini terdiri

(8)

10

atas tangkai (pedumculus) yang panjangnya 30 - 40 cm, disambung dengan sebuah sumbu (rachis). Dari sumbu tumbuh anak karangan bunga (spikelet) yang jumlahnya sangat bervariasi sesuai dengan jenisnya, sawit jenis Deli antara 100 - 200 spikelet.

Gambar 2.5. Bunga kelapa sawit Sumber: foto diambil langsung di lapangan e. Buah

Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600, berbentuk lonjong sampai membulat. Panjang buah 2 - 5 cm, beratnya sampai 30 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas eksokarp atau kulit buah, mesocarp atau sabut, dan biji. Eksocarp dan mesocarp disebut pericarp. Biji terdiri dari endocarp atau cangkang, dan inti (kernel), sedangkan inti sendiri terdiri atas endosperm atau putih lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plumula), haustorium, dan bakal akar (radikula).

Gambar 2.6. Buah kelapa sawit Sumber: foto diambil langsung di lapangan

(9)

11 f. Biji

Dalam kondisi utuh (tidak pecah), biji kelapa sawit bersifat dorman sampai sekitar enam bulan. Kondisi dorman ini dapat dipatahkan dengan beberapa perlakuan.

Gambar 2.7. Biji kelapa sawit Sumber : www.repositori.uinsuska.ac.id

2.3 Bahan Tanam Kelapa Sawit

Bahan tanam kelapa sawit unggul dapat berasal dari hasil persilangan berbagai sumber (inter and intra specificcrossing) dengan metode reciprocal recurrent selection (RSS). Di amping itu, bahan tanam kelapa sawit unggul juga dapat di hasilkan dari pemuliaan pada tingkat molekuler yang di perbanyak secara vegetative dengan teknik kultur jaringan (Pahan, 2006).

Bahan tanaman kelapa sawit yang umum di tanam di perkebunan komersial yaitu persilangan dura x pesifera (D X P) yang dii sebut tenera. Tanaman induk dura berasal dari 4 pohon poho kelapa sawit yang di tanam di kebun raya bogor (1848) dan di kenal sebagai deli dura (Pahan, 2006).

Pusat penelitian kelapa sawit (PPKS) ysng meghasilkan varietas unggul kelapa sawit adalah Pusat Penelitian Marihat, Balai perkebunan Medan, dan PT. Socfin Indonesia (seluruhnya berada di Sumatra Utara) Fauzi, dkk (2008).

(10)

12 2.4 Syarat Tanam Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit masih dapat bertumbuh dan berbuah di ketinggian hingga 1.000 meter dpl. Namun, pertumbuhan tanaman dan produktivitasny kelapa sawit akan lebih optimal apabila di tanam di ketingian maksimum 400 meter dpl. Berikut beberapa syarat lahan lainya untuk tumbuhan kelapa sawit Hasan, dkk (2006).

2.4.1 Topografi

Selain syarat ketinggian tempat maksimum 400 dpl, kelapa sawit sebaiknya di tanam di lahan yang memiliki kemiringan lahan 0 – 12o. Sementara itu, lahan yang memiliki kemiringan lereng 13 – 25o bisa di tanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik. Berbeda halnya dengan lahan yang kemiringannya lebih dari 25o sebaiknya tidak di pilih sebagai lokasi tanama kelapa sawit karena beresiko terhadap bahaya erosi dan penyulitan dalam pengangkutan buah saat panen Hasan, dkk (2006).

2.4.2 Drainase

Kondisi tanah yang sering mengalami genangan air tidak disukai oleh tanaman kelapa sawit. Terlebih, drainase yang jelek beresiko menghambat kelancaran penyerapan unsur hara. Selain itu, proses nitrifikasi akan terganggu sehingga tanaman menjadi kekurangan nitrogen (N). Karena itu, drainase tanah di lokasi perkebuna kelapa sawit harus baik dan lancar sehingga saat musim hujan, lokasi perkebunan tidak akan tergenang (Sunarko, 2012).

2.4.3 Curah Hujan

Tanaman kelapa sawit membutuhkan jumlah curah hujan yang cukup (> 1250 mm/tahun) dengan penyebaran relativ merata sepanjang tahun. Penyebaran curah hujan relativ merata adalah sebaran curah hujan yang tidak terdapat perbedaan mencolok dari satu bulan ke bulan berikutnya, sebaiknya tidak terdapat bula kering (curah hujan < 60 mm/bulan) atau jumlah bulan kering maksimum 3 bulan per tahun. Curah hujan yang optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 1.700 – 3.000 mm/tahun dengan penyebaran yang relativ

(11)

13

merata atau tanpa bulan kering. Rendahnya curah hujan akan menyebabkan kekurangan ketersediaan air untuk memenuhu kebutuhan air tanaman, sebaliknya tinggi curah hujan (>3.000 mm/tahun) akan memenuhi kebutuhan air namun dapat mengakibatkan penggenangan dan pencucian hara Hasan, dkk (2006). Berikut kriteria pembatas hujan untuk tanaman kelapa sawit dapat di lihat pada tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3. Kriteria Pembatas Hujan Untuk Kelapa Sawit Komponen

Hujan

Intensitas Faktor Pembatas Bukan

Pembatas

Pembatas Ringan

Pembatas Sedang

Pembatas Berat Curah Hujan

(mm/tahun) 1700 -3000 1450 - 1700

dan > 3000 1250 – 1450 <1250 Bulan Kering

(bulan/tahun) <1 01-Feb 02-Mar >3

Sumber: Hasan, dkk (2006) 2.4.4 Iklim

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropik basah kawasan khatulistiwa di ssekitar 12 derajat lintang utara-selatan dengan kelas iklim A,B dan C menurut sistem klasifikasi Schmidth & Ferguson pada ketinggian (elevasi) 0-500 m dari atas permukaan laut(dpl). Hasil survei dan evaluasi Tim Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS,2004) sampai dengan elevasi 850 m dpl pada kasus di kebun Bah Butong, Bah Birong Ulu dan Marjanji (PT.

Perkebunan Nusantara IV) Kabupaten Simalungun,Sumatera Utara dalam dekade terkhir (periode tahun 1991-2000) menunjukkan peningkatan parameter Tmin Menjadi lebih besar 18C dari tahun-tahun sebelumnya, hal ini berkaitan dengan meningkatnya pemanasan Global (Global Warming) maupun perubahan iklim (Climate Change). Oleh karena itu, berdasarkan survei dan evaluasi kondisi lahan maka PPKS sudah dapat menyarankan penanaman kelapa sawit sapai elevasi 850 m dpl. Berikut adalah observasi iklim dari beberapa daerah yang ditanami kelapa sawit yang dapat di lihat pada tabel 2.4 sebagai berikut:

(12)

14

Tabel 2.4. Persyaratan Iklim untuk tanaman kelapa sawit (berbagai sumber) Unsur Iklim Optimum Batas

atas

Sumber

pustaka Lokasi Observasi

Curah hujan (mm/tahun)

±2000

>3000

Afrika,Malaysia, 1500-

1600 Indonesia

1500-

2000 Zaire-Afrika

2000-

2500 India

1700-

3000 Indonesia

Bulan kering (<60 mm,bulan/tahun)

<3 4

Afrika,Malaysia

0-1 3 Indonesia

0-1 India,Indonesia

Penyinaran Matahari(jam/hari)

5—6

7

Afrika,Malaysia,

±5 Indonesia

05-Jul India, Indonesia

>5 Indonesia

Suhu udara rata-rata tahunan (C)

25-28

28

Afrika,Malaysia,

25-27 Indonesia

24-28 Indonesia

Suhu udara maksimum (C)

29-33

33 India

29-32 Suhu udara

minimum(C)

18-24

India

22-24 Indonesia

Kelembapan udara (%)

≥75 Indonesia

80 Kecepatan angin

(km/jam

<10

India

05-Jun Indonesia

2.4.5 Temperatur

Temperatur udara pada batas-batas tertentu berpengaruh terhadap metabolisme sel-sel pada organ tanaman yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Suhu optimal rata-rata yang diperlukan kelapa sawit adalah 24 - 28°C. Tinggi rendahnya suhu berkaitan erat dengan ketinggian lahan dari permukaan laut. Oleh karena itu, ketinggian lahan yang baik adalah 0 - 400 mdpl, karena pada ketinggian tersebut temperatur udara diperkirakan 27 - 32°C. Temperatur udara yang rendah pada bulan-bulan

(13)

15

tertentu menghambat penyerbukan bunga sehingga mengganggu pembentukan buah (Hadi, 2005).

2.4.6 Penyinaran

Pada pertanaman kelapa sawit, dibutuhkan panjang penyinaran sedikitnya 4 jam/hari sehingga diharapkan hujan turun pada sore atau malam hari. Lama 23 Benny, W.P. et al. / Vegetalika. 2015. 4(4): 21-34 penyinaran matahari yang tidak melebihi 4 jam/hari mengurangi proses asimilasi untuk produksi karbohidrat dan bunga betina. Pengaruh radiasi matahari semakin optimal jika curah hujan juga dalam keadaan optimal. Selain lama penyinaran, intensitas radiasi matahari terutama dari bagian panjang gelombang 0,4 - 0,7 mikron juga berpengaruh terhadap laju fotosintesis. Jika intensitas radiasi matahari menurun hingga 20%, maka laju fotosintesis turun hingga 50% (Siregar et al., 2006).

2.4.7 Tanah

Sifat-sifat fisik tanah yang secara nyata memengaruhi perkembangan bibit dan pertumbuhan kelapa sawit, yaitu;

1) Struktur tanah 2) Air tanah

3) Suhu/temperatur tanah 4) Aerasi tanah. Sifatsifat

inilah yang memengaruhi pertumbuhan pohon. Pada tingkat yang kritis dari sifat-sifat ini, maka dimasa yang akan datang pertumbuhan pohon akan dirugikan, namun demikian untuk sebagian besar tanah-tanah di wilayah tropika pengaruh ini belum banyak diketahui (Risnasari 2002).

2.4.8 Jarak Tanam

Jarak tanam optimal kelapa sawit adalah 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Popilasi tanaman 143 dengan pola tanam segitiga sama sisi degan jarak (9x9x9) m. pemancangan tanaman kelapa sawit di areal perkebunan di lakukan dengan dua cara yaitu:

(14)

16 a. Sistem mata lima

Sistem mata lima di sebut juga segitiga sama sisi. Sistem ini hanya di anjurkan untuk topografi areal yang rata hingga bergelombang atau kemiringan 0-15o (0-27%).

b. Sistem kontur

Sistem ini di gunakan di areal yang bergelombang hingga berbukit-bukit atau dengan kemiringan >15-20o (27-26%). (Fauzi, 2012).

2.5 Perawatan

2.5.1 Pemupukan

Pemupukan menjadi satu keharusan karena kelapa sawit tergolong tanaman yang sangat konsumtif. Kekurangan salah satu unsur hara akan segera menunjukkan gejala defisiensi dan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif terhambat serta produksi menurun Poeloengan et al. (2003).

Upaya pemupukan pada tanaman kelapa sawit harus dapat menjamin pertumbuhan vegetatif dan generatif yang normal sehingga dapat memberikan produksi tandah buah segar (TBS) yang optimal serta menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) yang tinggi baik kuantitas maupun kualitasnya Adiwiganda (2007).

Keefektifan pemupukan adalah pemupukan yang berfungsi menambahkan unsur hara yang tersedia dalam jumlah sedikit di dalam tanah. Keefektifan pemupukan berhubungan dengan tingkat/persentase hara pupuk yang diserap tanaman. Efisiensi pemupukan dapat dicapai bila perhitungan takaran pupuk yang tepat. Takaran pupuk yang tepat dipengaruhi oleh hubungan antara sifat- sifat tanah dan produksi tanaman serta metode perhitungan takaran pupuk yang tepat. Keefektifan dan efisiensi pemupukan pada tanaman kelapa sawit yang belum optimal akan menghambat pertumbuhan vegetatif dan generatif kelapa sawit. Produksi TBS tidak optimal dan turunnya kualitas serta kuantitas minyak mentah. Hal ini terjadi karena dalam manajemen

(15)

17

pemupukan terjadi penyimpangan di lapangan perkebunan kelapa sawit (Riwandi, 2002).

2.5.2 Penunasan

Penunasan adalah pembuangan daun-daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit. Penunasan atau pemangkasan pelepah bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara diantara tajuk tanaman kelapa sawit dan juga dapat memudahkan proses pemanenan. Penunasan pelepah pada tanaman muda sebaiknya tidak dilakukan, kecuali untuk mengurangi penguapan pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal penanaman jumlah pelepah yang dipertahankan pada tanaman umur kurang dari 8 tahun adalah 6 - 7 lingkar (46 - 56 pelepah), sedangkan umur lebih dari 8 tahun adalah 5 - 6 lingkar (40 - 48 pelepah) (Suwarto dan Octavianty, 2010).

2.5.3 Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma perlu dilakukan karena akan merugikan petani, misalkan akses jalan untuk melakukan kegiatan perawatan akan terganggu sehingga akan menyebabkan kenaikan ongkos (tenaga dan waktu). Sedangkan kerugian untuk tanaman kelapa sawit adalah mengganggu penetrasi sinar matahari ke permukaan air oleh gulma air dan dengan adanya gulma dapat mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan produktivitas air (Lubis dan Widanarko, 2011).

bahwa pada dasarnya ada 3 cara pengendalian gulma yaitu secara mekanis (manual), kimia, mekanis dan kimia Fauzi, dkk (2005).

dalam teknik pengendalian dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Artinya jika lahan dalam kondisi berat (gulma banyak/tebal) maka teknik pengendaliannya adalah dengan mekanik terlebih dahulu baru dengan menggunakan kimia. Jika kondisi lahan sebaliknnya maka dapat langsung dengan menggunakan kimia, sehingga dapat menekan biaya operasional perawatan. Dalam pengendalian gulma dengan cara kimia harus tetap dilakukan dengan hati-hati dan harus sesuai dengan dosis anjuran agar tidak

(16)

18

merusak lingkungan dan menjaga kestabilan ekosistem yang ada disekitar lahan perkebunan.

2.6 Kelas Kesesuaian Lahan

Pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor luar maupun faktor dalam tanaman kelapa sawit itu sendiri, antara lain jenis atau varietas tanaman. Sedangakan faktor luar adalah faktor lingkungan, antara lain iklim dan tanah, dan teknik budidaya yang dipakai (Lubis, 2008).

Kesesuaian lahan merupakan keadaan tingkat kecocokan dari suatu lahan untuk penggunaan tertentu, baik dibidang pertanian maupun perkebunan. 15 Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah dapat berbeda–beda tergantung pada tipe penggunaan lahan (Lubis dan Widanarko, 2011).

Semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah, kemampuan lahannya semakin tinggi (Lubis dan Widanarko, 2011). Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan pada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum di suatu wilayah.

Untuk mengetahui kelas kesesuaian yang cocok untuk tanaman kelapa sawit pada lahan mineral dapat dilihat pada tabel 2.5.

(17)

19 Tabel 2.5. klasifikasi kesesuaian lahan

KELAS KESESUAIN LAHAN KRITERIA

KELAS S1 (SANGAT SESUAI) Unit lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan (optimal)

KELAS S2 (SESUAI)

Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas ringan dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas sedang

KELAS S3 (AGAK SESUAI)

Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas sedang dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas berat

KELAS N1 (TIDAK SESUAI BERSYARAT)

Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang dapat diperbaiki

KELAS N2 (TIDAK SESUAI PERMANEN)

Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki

Referensi

Dokumen terkait

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

(1) Kegiatan pembelajaran dimulai dengan apersepsi, “3 ekor anak ayam, berapa jumlah kakinya anak-anak?”, (2) Guru menjelaskan konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang,

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Observasi yang dilakukan dalam

Dari Tabel 1 tersebut juga dapat dilihat bahwa semakin besar nilai threshold yang digunakan dalam fase T-cluster , maka kualitas citra medis hasil segmentasi akan semakin

Baja amutit ukuran penampang 17 mm x 17 mm dengan panjang ± 120 mm dibentuk menggunakan mesin potong, mesin milling dan mesin surface grinding menjadi menjadi balok

Kebijakan adaptasi kebiasaan baru di bidang bisnis diantaranya adalah bidang pariwisata menjadi angin besar bagi pelaku pariwisata disamping itu juga menjadi

Penting untuk diingat bahwa mingguan Alkitab sebagai sebuah unit waktu yang ditetapkan di dalam kitab Kejadian pasal 1, hanya terdiri dari tujuh hari: enam hari kerja diikuti