• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN NILAI TOLERANSI DALAM BABAD CIREBON UNTUK MENINGKATKAN KOHESI SOSIAL SISWA : PenelitianTindakanKelasPadaSiswaKelas XI IPS 1 Di SMA Negeri 1 JatibarangIndramayu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN NILAI TOLERANSI DALAM BABAD CIREBON UNTUK MENINGKATKAN KOHESI SOSIAL SISWA : PenelitianTindakanKelasPadaSiswaKelas XI IPS 1 Di SMA Negeri 1 JatibarangIndramayu."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN NILAI TOLERANSI DALAM BABAD CIREBON UNTUK MENINGKATKAN KOHESI SOSIAL SISWA

(PenelitianTindakanKelasPadaSiswaKelas XI IPS 1 Di SMA Negeri 1 JatibarangIndramayu)

TESIS

Diajukanuntukmemenuhisebagiansyaratuntukmemperolehgelar Magister Pendidikan Program StudiPendidikanSejarah

Oleh:

JAKIYATUL MISKIYA (1201036)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PERNYATAAN

Denganinisayamenyatakanbahwatesis yang berjudul “PemanfaatanNilaiToleransiDalamBabad Cirebon UntukMeningkatkanKohesiSosialSiswa (PenelitianTindakanKelas di KelasXI IPS 1

SMA Negeri 1 JatibarangIndramayu)” inidanseluruhisinyaadalahbenar -benarkaryasayasendiridansayatidakmelakukanpenjiplakanataupengutipandengancara-cara yang

tidaksesuaidenganetikailmu yang berlakudalammasyarakatkeilmuan. Ataspenyataantersebut,

sayasiapmenanggungresiko yang

dijatuhkankepadasayaapabiladikemudianhariditemukanadanyapelanggaranterhadapetikakeilmua

ndalamkaryainiatauadaklaimdaripihak lain terhadapkaryasaya.

Bandung, Juli 2014

JakiyatulMiskiya, S.Pd.

(3)

PEMANFAATAN NILAI TOLERANSI DALAM BABAD CIREBON UNTUK MENINGKATKAN KOHESI SOSIAL SISWA

(PenelitianTindakanKelas Di Kelas XI IPS I SMA Negeri I JatibarangIndramayu)

Oleh :

JAKIYATUL MISKIYA, (1201526) S.Pd, UniversitasNegeri Yogyakarta, 2002

SebuahTesis yang diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratmemperolehgelar

Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program StudiPendidikanSejarah

© JakiyatulMiskiya 2014

UniversitasPendidikan Indonesia

Agustus 2014

HakCiptadilindungiundang-undang.

Tesisinitidakbolehdiperbanyakseluruhnyaatausebagian,

(4)

JAKIYATUL MISKIYA, S.Pd

PEMANFAATAN NILAI TOLERANSI DALAM BABAD CIREBON UNTUK MENINGKATKAN KOHESI SOSIAL SISWA

(PenelitianTindakanKelasPadaKelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 JatibarangIndramatu)

Disetujidandisahkanolehpembimbing :

Pembimbing I

DidinSaripudin, Ph.D NIP. 197005061997021001

Pembimbing II

Dr. Nana SupriatnaM.Ed NIP. 196110141986011

Mengetahui,

Ketua Program StudiPendidikanSejarah SekolahPascasarjanaUniversitasPendidikan Indonesia

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMANFAATAN NILAI TOLERANSI DALAM BABAD CIREBON UNTUK MENINGKATKAN KOHESI SOSIAL SISWA

(PenelitianTindakanKelasPadaKelas XI IPS 1 Di SMA Negeri 1 JatibarangIndramayu)

Oleh:

JakiyatulMiskiya 1201036

TelahDisetujuidanDisahkanOleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

DidinSaripudin, Ph.D. Dr. Nana SupriatnaM.Ed

NIP.197005061997021001 NIP. 196110141986011

Penguji I, Penguji II,

Prof. Dr. HeliusSjamsuddin, M.A Dr. AgusMulyana, M.Hum NIP. 19570408 198403 1 003 NIP. 19660808 199103 1 002

Mengetahui,

Ketua Program StudiPendidikanSejarah

SekolahPascasarjanaUniversitasPendidikan Indonesia

(6)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI C. LokasiPenelitian, SubjekPenelitiandan Guru Mitra………... D. ValidasiInstrumen……… E. TeknikPengumpulan Data……… F. TeknikAnalisis Data………

G. Interpretasi Data………

BAB IV HASI PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(7)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(8)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

………. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(9)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Spiral Penelitian Dari KemmisdanMc Taggart………...

(10)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 PeningkatanHasilPengisianAngketSkalaSikapSiswa…………...

(11)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 CatatanLapangan….………. Lampiran 2 RPP……… Lampiran 3 ProfilSekolah……… Lampiran 4 foto….……… Lampiran 5 Suratizinpenelitian……...……… Lampiran 6 Suratpenunjukanpembimbingtesis………. Lampiran 7 Hasilwawancara, angketsiswa,

lembareavaluasidanlembarobservasi……… ……….

(12)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

PEMANFAATAN NILAI TOLERANSI DALAM BABAD CIREBON UNTUK MENINGKATKAN KOHESI SOSIAL SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Jatibarang Indramayu)

Oleh: Jakiyatul Miskiya, S.Pd

Penelitian ini dilatarbelakangi dari permasalahan di dalam kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Jatibarang Indramayu, dimana siswa memiliki sikap toleransi yang rendah. Sehingga yang terjadi adalah rendahnya kohesi sosial siswa. Hal tersebut merupakan tugas guru sejarah untuk menanamkan nilai toleransi dalam pembelajaran sejarah agar dapat meningkat kohesi sosial siswa. Adapun penanaman nilai toleransi dapat guru gali dari sumber belajar yang dipergunakan, salah satu sumber belajar yang memiliki nilai toleransi adalah babad Cirebon. Dari identifikasi kondisi kelas yang demikian maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah pertama bagaimana guru mengembangkan babad Cirebon sebagai sumber pembelajaran. Kedua bagaimana desain pembelajaran dengan memanfatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon. Ketiga bagaimana proses pembelajaran dengan memanfaatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon. Keempat bagaimana proses evaluasi dalam pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon. Kelima apa kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran dengan memanfaatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kohesi sosial siswa dikelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Jatibarang Indramayu. Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, catatan lapangan, wawancara dan dokumen. Adapun dari hasil penelitian diperoleh bahwa: pertama pengembangan sumber belajar yang dilakukan oleh guru adalah dipergunakannya babad Cirebon yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Kedua desain pembelajaran dikembangkan berdasarkan teori belajar biografi dan pendekatan pembelajaran cooperative Learning. Ketiga dalam proses pembelajaran yang mempergunakan babad Cirebon sebagai sumber belajar dapat terlihat wujud kohesi sosial siswa dalam pembelajaran kelompok. Keempat proses evaluasi dengan mempergunakan penilaian non tes yaitu berdasarkan aktifitas siswa dalam kelompok dengan mempergunakan indikator kohesi sosial. Kelima kendala yang dihadapi oleh guru mitra meliputi 1) pengendalian kelas dalam pembelajaran sejarah yang kebetulan ada di jam terahir setiap minggunya hal tersebut mengakibatkan kelas yang tidak kondusif. 2) pengukuran nilai toleransi dan kohesi sosial siswa yang sangat sulit untuk diukur.

(13)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

THE USE OF TOLERANCE VALUE IN CHRONICLE OF CIREBON FOR IMPROVING STUDENTS’ SOCIAL COHESION

(Classroom Action Research in Learning History at Class XI Social 1 in Senior High School 1 Jatibarang)

Written by : Jakiyatul Miskiya, S.Pd

This research was based on the problem in the classroom (Class XI Social 1) at Senior High School 1 Jatibarang Indramayu, where the students have low sense of tolerance. This problem leads to low social cohesion of students in using the appropriate learning sources. Actually the History teacher should be able to implant tolerance value in teaching learning process so that the students’ social cohesion improved. From the identification of class condition in learning History, the writer indicates that the main problems of this research are : Firstly, how teacher develop the Chronicle of Cirebon as learning source. Secondly, how to design teaching learning process by using the tolerance value of the chronicle of Cirebon. Thirdly, how is the teaching learning process by using the tolerance value in the chronicle of Cirebon. Fourthly, how is the evaluation process in learning History by using the tolerance value in the chronicle of Cirebon. Fifthly, what are the obstacles faced by the teacher in teaching learning process by using the tolerance value in the chronicle of Cirebon. Based on those problems, the aim of this research is to improve the students’social cohesion of Class XI Social 1 at Senior High School 1 Jatibarang. The method used in this research is Class Action Research by using observation, field notes, interview and documentation as the technique of data gathering. The result of the research shows that : Firstly, Developing the learning source and that is the chronicle of Cirebon by using the Indonesian version. Secondly, the learning design was developed based on the Biography learning theory and Cooperative learning approach. Thirdly, the existence of students’ social cohesion can be found in group learning. Fourthly, the evaluation process by using evaluation based on students’ activities in group through social cohesion indicators. Fifthly, the obstacles faced by the teacher are : 1) Class controlling in learning History was in the last session of learning process every week and that made the class not conducive. 2) The use of learning source is unusual one. 3) The measurement of students’ tolerance value and social cohesion is quite difficult to do.

(14)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena yang terjadi di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Jatibarang memperlihatkan masih

rendahnya sikap menghargai antara siswa yang beragama Islam terhadap siswa yang berbeda

agama seperti Kristen. Bentuk sikap tersebut terlihat pada perlakuan siswa terhadap temannya

yang beragama berbeda. Contohnya siswa yang beragama Kristen akan disuruh keluar kelas

dengan mempergunakan bahasa yang tidak sopan oleh teman temanya yang beragama Islam

pada saat akan dimulainya pelajaran Pendidikan Agama Islam. Begitupun siswa yang beragama

Buddha diperlakukan sama seperti yang beragama Kristen. Mereka akan dikatakan “murtad”

oleh teman teman yang beragama muslim. Walaupun memang kata-kata tersebut merupakan

bentuk candaan mereka akan tetapi pada waktu-waktu tertentu akan menjadi salah satu penyebab

adanya konflik di antara mereka

Belum lagi perbedaan suku yang ada di kelas ini dijadikan bahan untuk saling mengejek

antar teman, misalnya siswa yang bersuku Batak akan dipanggil dengan sebutan “Batak” atau

“Air Bah” padahal itu bukan nama sebenarnya. Siswa yang beretnis Tionghoa akan dipanggil “Cina Loleng” oleh teman- teman yang beretnis selain Tionghoa. Belum lagi sikap-sikap yang lain yang menggambarkan masih rendahnya kohesi sosial siswa dikelas. Selama ini masih

banyak siswa yang bergaul hanya dengan teman yang satu agama, satu etnis dan satu level

(sederajat) secara ekonomi, dalam artian kekayaan orang tuanya dijadikan sebagai alasan mereka

memilih teman bergaul atau teman dalam kerja kelompok. Dengan mudahnya mereka

mengatakan bahwa saya kerja kelompoknya sama si A saja karena enak dia punya laptop, punya

komputer punya printer dan punya fasilitas lain yang lebih mempermudah dalam mengerjakan

tugas dari guru secara berkelompok

Belum lagi fenomena adu fisik untuk menyelesaikan permasalahan di antara mereka

khususnya yang laki-laki masih sering terjadi apabila di daerah mereka sedang terjadi

tawuran.Misalnya pernah suatu waktu terjadi tawuran antara daerah Tugu dan daerah Majasih

(15)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Majasih. Konflik yang terjadi daerahnya itu terbawa juga didalam suasana kelas, dua siswa

tersebut sering saling mengejek yang akibatnya adu fisik diantara mereka tidak bisa dihindarkan.

Tahun 2013 SMA Negeri 1 Jatibarang sangat berduka karena kehilangan salah satu

siswanya dari kelas XI IPS 1 yang bernama Untung, dia ditemukan tergeletak di pinggir jalan

dalam kondisi mengenaskan dan sudah tidak bernyawa lagi, setelah diselidiki oleh polisi ternyata

salah satu pelakunya adalah teman satu kelasnya sendiri yang merasa tidak terima karena pernah

dipanggil dengan tidak sopan oleh korban.

Fenomena-fenomena tersebut diatas sebenarnya tidak bisa lepas dari kebiasan masyarakat

Indramayu khususnya Jatibarang yang memang seringkali terjadi tawuran, perkelahian antar

warga dan perkelahian antar pelajar. Contoh nyatanya adalah sudah biasa ditemui di kecamatan

Jatibarang masyarakat yang sedang naik angkutan umum tiba-tiba dioper paksa kekendaraan lain

dengan alasan untuk menghindari tawuran. (

http://cinta-syamsudin.blogspot.com/2008/11/potret-masyarakat-indramayu-yang.html)

Realita yang ada saat ini dibeberapa disekolah khususnya di SMA N 1 Jatibarang

pembelajaran sejarah tidak memberikan pendidikan nilai, hal tersebut terlihat dalam sikap siswa

yang selalu mempertajam perbedaan di antara mereka, baik perbedaan agama, suku, adat istiadat

maupun jenis kelamin. Contohnya masih banyak terlihat pembagian tugas berdasarkan jenis

kelamin misalnya tugas siswa laki-laki adalah menjadi pemimpin upacara sedangkan tugas siswa

perempuan adalah menjadi dirigen obade dan lain lain. Padahal setiap siswa memiliki

kesempatan apapun disekolah tanpa membedakan apapun baik perbedaan jenis kelamin maupun

perbedaan yang lain.

Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk meningkatkan kohesi sosial

siswa khususnya dikelas XI IPS 1 dengan memanfaatkan nilai toleransi yang ada didalam babad

Cirebon, karena sejalan dengan ini Nat J. Colleta (2011: 2) mengatakan bahwa melestarikan

nilai-nilai luhur yang bersifat lokal menjadi sangat penting karena kekerasan, tawuran antar

kelompok, individualisme, hedonisme semakin menguasai kehidupan masyarakat lokal.

Membangun serta mengeratkan kembali solidaritas dan kohesi sosial masyarakat terutama

dikalangan peserta didik melalui pembelajaran yang bersumber dari nilai-nilai lokal sangat

(16)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keselarasan dan semangat kemasayarakatan, serta komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan

bersama.

Sejalan dengan itu, kajian Kondrad Huber et el (2004: 7) bahwa kohesi sosial yang

bersumber dari nilai-nilai lokal sangat dibutuhkan untuk membangun perdamaian, keharmonisan

dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat. Karena usaha perdamaian dan pembangunan

harus dapat mempengaruhi dinamika sosial sehingga membawa perubahan positif.Perubahan itu

dapat berupa berkurangnya tindak kekerasan, konflik, sikap yang lebih positif dari

individu-individu, menghormati perbedaan dan mencintai perdamaian.Lebih lanjut Kondrad mengatakan

bahwa secara khususus pemuda dan remaja dapat disebut sebagai kelompok yang cukup pent ing

jika dikaitkan dengan kohesi sosial, konflik, kekerasan dan perdamaian.

Oleh karena itu nilai-nilai fositif yang dimiliki oleh tokoh lokal sebagai identitas dari

masyarakat lokal itu sendiri, dan nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan secara konkrit

kepada semua lapisan masyarakat terutama generasi muda peserta didik (Ernawi, 2010: 2).Oleh

karena itu keaneka ragaman budaya, suku, agama dan bahasa haruslah tertata secara baik karena

sesungguhnya keaneragaman merupakan sebuah kekuatan namun juga merupakan sumber

konflik. Pernyataan ini mendapat pembenaran sebagaimana diungkapkan oleh Hasan (2012: 104)

bahwa:

Keaneragaman budaya disatu pihak merupakan suatu kekayaan bangsa tetapi dipihak lain dapat menjadi sumber konflik yang tidak menguntungkan. Pendidikan harus mampu mengembangkan potensi peserta didik sehingga dapat mengubah perbedaan budaya dari potensi sumber konflik menjadi sumber kerjasama yang produktif dan sumber inspirasi bagi budaya lain.

Tokoh-tokoh tersebut tersebar tidak hanya tokoh nasional yang dianggap berpengaruh

terhadap perjalanan sejarah sebuah bangsa, tetapi tokoh-tokoh lokal, seperti tokoh Sunan

Gunung Jati di Cirebon merupakan pahlawan agama didaerah Cirebon dan sekitarnya karena

bilau adalah tokoh yang termasuk dalam Sembilan wali yang menyebarkan agama Islam dipulau

Jawa. Apalagi menurut Hasan bahwa pahlawan tidak terbatas dibidang politik atau militer saja,

pahlawan juga dapat muncul dari aspek kehidupan yang lain seperti pahlawan ekonomi,

pahlawan budaya, pahlawan agama, pahlawan perempuan dan sebagainya (Hasan, 2008 : 4).

Tokoh Sunan Gunung Jati banyak diulas secara rinci dan detail dalam Babad Cirebon,

(17)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

besar berisi tentang tokoh Sunan Gunung Jati sebagai penyebar agama Islam di Cirebon dan

sekitarnya. Dalam babad tersebut juga terdapat nilai toleransi yang ditunjukan oleh Sunan

Gunung Jati dalam berbagai hal baik dalam hal agama maupun dalam hal menghargai pendapat

orang lain, seperti tercantum dalam pupuh kesatu, lima, enam belas, delapan belas dan pupuh

kedua puluh empat.

Dengan demikian kemajemukan masyarakat dan budaya yang ada pada seluruh wilayah

Indonesia perlu ditumbuhkembangkan. Termasuk nilai toleransi yang ada dalam babad Cirebon

yang tercermin dalam sikap-sikap Sunan Gunung Jati sebagai tokoh lokal masyarakat Cirebon

dan sekitarnya harus terus dikembangkan terutama pada generasi muda peserta didik disekolah

melalui proses pendidikan. Mengingat pemuda adalah kelompok yang sangat rentan terhadap

introduksi budaya modern, bisa dari kehidupan modern adalah individualistik, materalistik yang

berdampak pada munculnya kekerasan, tawuran, premanisme bahkan terorisme, hal ini telah

mereduksi nilai-nilai moral budaya bangsa.

Pendidikan sejarah lokal sebagai bagian dari pendidikan sejarah nasional dalam sistem

pendidikan nasional berguna untuk mengidentifikasi jati diri peserta didik sekaligus sebagai

filterasi terhadap pengaruh negatip yang berkembang sebagai akibat dari modernisasi. Sejalan

dengan itu Hasan (2012 : 108) menyatakan bahwa proses pendidikan sejarah diarahkan untuk

membangun kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi jati diri pribadinya dan jati diri

bangsanya. Pembelajaran sejarah akan membangkitkan kesadaran empati, toleransi terhadap

orang lain, kemampuan mental dalam berimajinasi dan berkreasi dikalangan peserta didik.

Kesadaran empatik dengan orang lain dan membentuk kebersamaan dan keterkaitan atau

solidaritas. Sementara toleransi mengantarkan siswa memahami nilai-nilai kemajemukan,

berjiwa demokratik, saling menghormati, bertanggungjawab serta komitmen. Sehingga

pendidikan sejarah diharapkan mampu membangkitkan kesadaran memori kolektif bangsa masa

lalu. Selain itu pendidikan sejarah dimaknai sebagai upaya untuk mentstranfer kemegahan

bangsa dimasa lampau kepada generasi muda. Dengan posisi inilah maka pendidikan sejarah

merupakan wahana bagi pewaris nilai-nilai keunggulan bangsa (Hasan, 2012 : 120).

Dengan demikian belajar sejarah sejatinya bukan hanya belajar tentang cerita atau

peristiwa sejarah masa lampau namun nilai-nilai luhur yang tumbuh dan berkembang

(18)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dorongan dan penuntun dalam menata kehidupan masa depan bangsa diberbagai aspek baik

sosial, budaya, politik, hukum dan ekonomi, sebagaimana diungkapkan oleh Mulyana dan

Gunawan R (2007 : 1) bahwa:

Mata pelajaran sejarah sarat dengan nilai-nilai, nilai- nilai yang dimaksud disini bukan hanya sekedar nilai-nilai kewarganegaraan yang bersifat umum belaka, seperti nasionalisme, patriotisme, demokrasi dan lain-lain.Nilai yang harus pula dikembangkan adalah nilai-nilai yang memiliki kearifan lokal yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sekitar siswa.

Atas dasar itu maka pelajaran sejarah mestinya direkontruksi dengan menggunakan

paradigma New History artinya dalam proses belajar mengajar sejarah guru sangat dituntut agar

mampu mengembangkan materi pelajaran bukan hanya berdasarkan sejarah nasional tetapi juga

mengembangkan materi pelajaran sejarah dari lokal yang tumbuh dilingkungan sekitar peserta

didik sebagai sumber pembelajaran. Sebagaimana dikemukakan oleh Douk (Widja, 1998 : 5)

bahwa pembelajaran sejarah lokal lebih mudah dihayati oleh para siswa disebabkan berkaitan

dengan lingkungan mereka. Hal ini tentunya sangat mempermudah proses pembelajaran dikelas.

Sebagai guru sejarah kita memiliki tanggung jawab profesi dalam mengembangkan kemampuan

mengelola proses pembelajaran dengan baik termasuk dalam hal pemilihan media, pemilihan

sumber belajar dan lain sebagainya. Guru sebagai pengembang kurikulum tentu memiliki akses

yang sangat penting dalam menentukan tujuan pembelajaran dalam menggunakan dan

memanfaatkan sumber belajar.

Salah satu sumber belajar yang sering luput dari ingatan guru sejarah adalah sumber belajar

sejarah lokal baik yang berbentuk cetak ataupun non cetak, sumber cetak yang bersifat lokal

diantaranya adalah babad, babad dapat dipergunakan dan dianggap penting karena babad

merupakan hasil karya sastra sejarah yang sangat penting seperti dijelaskan oleh Mulyadi (1990 :

243) ada beberapa karya sastra yang dapat dipakai dalam penulisan sejarah tradisional kita yaitu:

1) kitab-kitab yang bersifat sejarah seperti babad, tambo dan sislsilah, 2) kesusastraan yang

berlangsung atau tidak langsung memuat sumber sejarah dan 3) dongeng-dongeng atau cerita

setempat yang masih dikenal oleh rakyat.

Dengan alasan tersebut diatas maka babad Cirebon dapat juga dipergunakan sebagai

sumber belajar sejarah, karena hal ini sejalan dengan pendapat Yunanto (2012 : 21) yang

(19)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tangan pertama dan sumber belajar tangan kedua. Sumber belajar tangan pertama diantaranya

babad daun lontar sedangkan sumber belajar tangan kedua adalah buku babad terjemahan.Maka

babad Cirebon dapat dikatagorikan kedalam sumber belajar tangan kedua.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa babad Cirebon dapat juga dijadikan

sebagai sumber pembelajaran di kelas khususnya pemanfaatan nilai toleransi yang terkandung

didalamnya, Dalam ilmu sejarah babad dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber belajar

yang termasuk kedalam sumber sekunder selain buku-buku teks sejarah ( Daliman, 2012 : 56).

Walaupun sumber sekunder tidak sepenting sumber primer namun seringkali sumber

sekunder sangat berguna untuk memahami secara tepat dan mendalam mengenai latar belakang

sumber-sumber dan dokumen sezaman. Ditegaskan oleh Gottschalk (Daliman, 2012 : 57) bahwa

sejarawan menggunakan sumber-sumber sekunder dalam empat hal yaitu: Pertama, untuk

mengenali latar belakang yang cocok sebagai bukti-bukti sezaman mengenai bukti. Kedua, untuk

memperoleh petunjuk mengenai data-data bibiliografis yang lain. Ketiga, untuk memperoleh

petikan atau kutipan yang lebih lengkap dari sumber-sumber lain atau dokumen

sezaman.Keempat, untuk memperoleh interpretasi dan hipotesis mengenai masalah yang sama,

namun hanya untuk menguji atau untuk memperbaiki.

Berdasarkan pernyataan Gottchalk tentang pentingnya sumber sekunder, ditambah lagi

dengan peluang yang diberikan oleh kurikulum 2013 untuk pelajaran sejarah, seyogyanya dapat

memberikan dorongan kepada para guru sejarah dalam mengoptimalkan potensi lokal sebagai

sumber pembelajaran. Misalnya mempergunakan dan memanfaatkan babad Cirebon dalam

meningkatkan kohesi sosial siswa.Berdasarkan pengalaman penulis babad Cirebon belum

dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah di kelas khususnya pemanfaatan nilai-nilai

toleransi yang terdapat di dalamnya dan itu dianggap bahwa guru sejarah masih belum dapat

memanfaatkan sumber secara tepat.

Strategi guru untuk mengatasi masalah pembelajaran sangat dibutuhkan dalam upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran.Pelaksanaan pembelajaran didalam kelas merupakan salah

satu tugas utama guru, dan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjukan untuk

membelajarkan siswa, salah satunya adalah dengan memanfaatkan secara maksimal sumber

(20)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dari latar belakang tersebut timbul pertanyaan apakah pendidikan sejarah mampu

meningkatkan kohesi sosial peserta didik, oleh karena itu penulis bermaksud melakukan

penelitian dengan judul “Pemanfaatan Nilai-nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk meningkatkan Kohesi Sosial Siswa”

B. Rumusan Masalah Dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah dipaparkan diatas, maka

permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pemanfaatan Nilai-Nilai

Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa?

Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana guru mengembangkan babad Cirebon sebagai sumber belajar pada siswa XI

IPS di SMA Negeri 1 Jatibarang?

2. Bagaimana perencanaan pembelajaran sejarah dengan pemanfaatan nilai-nilai toleransi

dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas XI IPS di SMA

Negeri 1 Jatibarang?

3. Bagaimana proses pembelajaran sejarah dengan pemanfaatan nilai-nilai toleransi dalam

babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas XI IPS SMA Negeri 1

Jatibarang?

4. Bagaimana proses evaluasi dalam pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan nilai

toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa dalam

pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jatibarang?

5. Bagaimana kendala yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasi kesulitan yang

dihadapi guru dalam proses pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan nilai toleransi

dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas XI IPS SMA

Negeri 1 Jatibarang?

(21)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tujuan umum dari rencana penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

memanfaatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana guru sejarah mengembangkan babad Cirebon sebagai

sumber belajar pada siswa XI IPS di SMA Negeri 1 Jatibarang.

2. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran sejarah dengan pemanfaatan nilai-nilai

toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas XI IPS

di SMA Negeri 1 Jatibarang.

3. Untuk mengetahui proses pembelajaran sejarah dengan pemanfaatan nilai-nilai

toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas XI IPS

SMA Negeri 1 Jatibarang.

4. Untuk mengetahui proses evaluasi dalam pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan

nilai toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas

XI IPS SMA Negeri 1 Jatibarang.

5. Untuk mengetahui kendala dan cara mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam

proses pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon

untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jatibarang.

D. Manfaat Penelitian

1) Memberi masukan dan informasi yang lengkap bagi guru serta sekolah sebagai bahan

acuan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan mutu pembelajaran sejarah

dengan menggunakan pendekatan sejarah lokal melalui babad.

2) Menambah wawasan pengetahuan akademik, terutama dalam pembelajaran Sejarah,

khususnya dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan babad.

3) Memperluas wawasan pengetahuan dalam bidang studi Sejarah sebagai bahan kajian

dalam kegiatan MGMP Sejarah tingkat kabupaten Indramayu.

E. Penjelasan Konsep

Agar dapat memperjelas makna dari istilah-istilah dalam judul, maka penulis akan

(22)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Nilai

Nilai didefinisikan oleh Rokeach (Wiriatmadja, 2013 : 3) “ an enduring belief that a particular mode of conduct (such as being honest, courageous, loving, pleasure,

happiness, atc), or a state of existence (Peace, equality, freedom, pleasure, happiness)

is personally and socialy desiareble, value judgemen are statemens that rate things in terms of their worth, implying or derived from more general values” yang artinya penilaian tentang nilai adalah pernyataan yang menilai isinya yang bermakna, yang

ditarik dari nilai-nilai yang umum.

2. Toleransi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001 : 120), toleransi dapat diartikan

batas ukur atau penambahan dan pengurangan yang masih diperbolehkan, dan diartikan

juga toleransi sebagai penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran

kerja.

Toleransi bermakna sebagai suatu bentuk sikap atau kondisi kemasyarakatan.

Toleransi sebagai suatu kondisi kemasyarakatan yang berhubungan erat dengan sikap

yang dianut secara luas dikalangan masyarakat, sikap toleransi akan dinilai sama

sebagai suatu sifat yang diinginkan oleh masyarakat dalam kehidupan, oleh karena itu

masyarakat akan mendidik warganya untuk menilai dan melatih sikap toleransi (

Kawsar H. Kouchok, 2004 : 1).

3. Babad Cirebon

Babad Cirebon dapat dipergunakan sebagai sumber belajar khususnya sumber

sejarah lokal, adapun alasan dari pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan

Yunanto (2012 :22) sumber belajar dapat di dibedakan menjadi dua kelompok besar

yakni sumber belajar tangan pertama dan sumber belajar tangan kedua. Sumber belajar

tangan pertama menunjukan pada otentitas dan orisinalitas.Tahap ini belum banyak

dilakukan pengolahan sehingga unsur subyektifitas masih pada tingkat minimal

sedangkan sumber belajar tangan kedua sudah melalui olahan.

Studi atas babad Cirebon telah dilakukan oleh Brandes dan R.A. Kern, tetapi

terbatas pada alih aksara dan edisi teks berdasarkan dua naskah yang kini tersimpan

(23)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahasa Belanda. Isi keseluruhan babad Cirebon ini disebut sebagai babad edisi Brandes

dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:

a. Cerita tentang Sunan Gunung Jati.

b. Cerita tentang walisanga dalam penyebaran Islam.

c. Cerita tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hubungan dalam kesultanan

(Demak, Cirebon, Banten, Pajang dan Mataram serta Kompeni Belanda).

d. Silsilah sultan-sultan Panembahan, Kanoman, Kasepuhan, Kacirebonan di Cirebon

serta Sultan-Sultan Banten, Demak, Pajang, Mataram dan Kartasura.

e. Cerita tentang pusat penyebaran Islam di Cirebon dengan pelopor utamanya adalah

Sunan Gunung Jati (Wildan, 2003 : 27)

4. Kohesi Sosial

Nat J. Colletta et al. (2001 : 2) mendefinisikan kohesi sosial adalah sebagai

perekat yang dapat menyatukan masyarakat, membangun keselarasan dan semangat

kemasyarakatan, serta komitmen untuk mencapai tujuan tujuan bersama. Oleh karena

itu Syaron Siddique (Kondrad et. Al, 2004) mengasumsikan bahwa kohesi sosial

merupakan syarat dasar bagi sebuah masyarakat.Lebih lanjut kohesi sosial

mengandung arti sebagaimana yang diungkap dewan Eropa (2004) bahwa kohesi sosial

adalah kemampuan suatu masyarakat untuk menjamin kesejahtraan anggotanya,

menekan perbedaan dan menghindari polarisasi.Masyarakat yang kohesif merupakan

komunitas yang terdiri dari individu-individu bebas yang saling mendukung, mencapai

(24)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan, metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Penelitian tindakan adalah

sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial

tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) kegiatan

praktek sosial atau pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan

praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini

(Wiriaatmadja, 2008 : 12)

Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan praktek-

praktek pembelajaran di kelas, dimana guru terlibat secara penuh dalam perencanaan,

guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas, sedangkan

peran pihak luar sangat kecil dalam proses penelitian.

Hopkins dalam Wiriaatmadja (2012 :127) menjelaskan bahwa PTK mendorong guru untuk

meningkatkan kinerjanya dengan refleksi, selalu mencoba strategi pembelajaran yang akan

mengubah pembelajaran dari teacher centered dan mendorong peserta didik untuk discovery.

Menurut Sukardi (2004 : 211) karekteristik penelitian tindakan kelas adalah:

1. Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi peneliti dalam

kehidupan profesi sehari-hari

2. Peneliti memberikan perlakuan atau treatment berupa tindakan yang terencana untuk

memecahkan permasalahan dan sekaligus meningkatkan kualitas yang dapat dirasakan

implikasinya oleh subjek yang diteliti.

3. Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus, tingkatan atau

daur yang memungkinkan terjadinya kerja kelompok maupun kerja mandiri secara

intensif.

4. Adanya langkah berpikir reflektif dari peneliti baik sesudah maupun sebelum tindakan.

Adapaun ciri-ciri tindakan menurut Hart dan Bond ( 2010 : 239-240) adalah:

1. Memiliki fungsi pendidikan.

(25)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Merupakan kegiatan yang terfokus masalah, terikat konteks, dan berorientasi masa

depan.

4. Melibatkan intervensi perubahan

5. Bertujuan untuk perbaikan dan keikut sertaan.

6. Melibatkan proses secara siklus dimana penelitian, tindakan dan keterkaitan dengan

evaluasi.

7. Ditemukan dalam hubungan penelitian dimana mereka yang terlibat adalah peserta

dalam proses perubahan.

Jenis penelitian tindakan kelas yang dipilih dalam penelitian ini yaitu partneship teaching

atau collaborative observation.Hal ini dipilih agar peneliti dan guru dapat bekerja sama dalam

merencanakan tindakan (joint planning). Adapun pembagian tugas dalam penelitian ini adalah

penulis sebagai observer (Pengamat)sedangkan guru mitra sebagai guru yang menyajikan proses

pembelajaran.

Adapun alasan penulis memilih penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai metode penelitian

adalah penelitian tindakan kelas dapat memperbaiki proses pembelajaran sejarah dikelas

sehingga menjadi lebih bermakna dan penelitian tindakan kelas tidak mengganggu waktu

mengajar guru sebagaimana biasanya.

B. Prosedur Penelitian

Pelaksnaan Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki

permasalahan pembelajaran dan sklaigus untuk meningkatkan kohesi sosial siswa di kelas XI IPS

1 SMA Neheri 1 Jatibarang Indramayu dengan memanfaatkan nilai toleransi dalam babad

Cirebon sebagai alternatifnya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan desain penelitian

tindakan. Adapun beberapa desain penelitian tindakan kelas diantaranya adalah penelitian

tindakan model Lewin, model Jhon Elliot yang merupakan revisi dari model Lewin, model spiral

dari Kemmis dan Taggart serta model Ebbut. Keempat desain Penelitian Tindakan Kelas tersebut

memiliki keunggulan masing-masing (Wiriaatmadja, 2012:70).Desain Penelitian Tindakan Kelas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain dari Kemmis dan Mc Taggart.

(26)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 1

Spiral Penelitian Tindakan berdasarkan Kemmis dan Mc Taggart (Hopkins, 2011 hlm 92)

Penelitian ini diawali dengan orientasi dilapangan yaitu kegiatan melalui observasi dan

wawancara dengan kepala sekolah SMA Negeri 1 Jatibarang yaitu bapak Sulistio S.Pd mengenai

lingkungan dan guru mata pelajaran sejarah SMA Negeri 1 Jatibarang yaitu ibu Ika Rizkia

Nurfalah, S.Pd mengenai karakteristik siswa, kegiatan pembelajaran guru dan aktivitas siswa

dikelas. Pelaksanaan orientasi lapangan dimaksudkan sebagai bahan refleksi untuk menjadi

rujukan teori yang mendukung penelitian dan menetapkan langkah selanjutnya yang terangkum

dalam dalam siklus dan tindakan

Berdasarkan gambar, maka prosedur penelitian mengenai nilai toleransi dalam babad

Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswaadalah:

1. Perencanaan (Plan)

Perencanaan (plan) yaitu kegiatan yang dilakukan dalam menyusun rencana tindakan

yang akan dilakukan dikelas. Peneliti dengan guru mitra merencanakan langkah-langkah

(27)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kohesi sosial sesuai dengan materi belajar. Pada tahap perencaan tentu saja disepakati

terlebih dahulu mengenai hal-hal yang akan diobservasi, kriteria penilaian, materi yang

akan diberikan, sarana prasarana belajar serta waktu pelaksanaannya.

Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti dan guru mitra berbagi tugas yaitu

peneliti sebagai observer (pengamat) sedangkan guru mitra bertugas sebagai pengajar

yang melaksanakan inovasi pembelajaran.Kegiatan yang dilakukan peneliti dalam tahap

perencanaan dilakukan bersama guru mitra untuk mendapatkan hasil yang baik

berdasarkan analisis masalah. Secara rinci rencana yang disusun dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Melakukan observasi pra penelitian atau studi pendahuluan terhadap kelas yang

akan digunakan untuk penelitian.

b. Meminta kesedian guru mata pelajaran sejarah SMA N 1 Jatibarang Indramayu

yaitu ibu Ika Rizkia Nurfalah S.Pd, untuk menjadi kolaborator peneliti atau

menjadi guru mitra selama penelitian.

c. Menyusun kesepakatan mengenai waktu (jadwal) penelitian dengan guru mitra

yaitu ibu ika Rizkia Nurfalah, S.Pd.

d. Menyusun RPP yang dilakukan oleh peneliti dengan ibu Ika Rizkia Nurfalah,

S.Pd sebagai guru mitra yang akan digunakan saat pembelajaran sejarah dengan

memanfaatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon.

e. Merencanakan sistem penilaian yang akan digunakan dalam pembelajaran

sehingga dapat melihat meningkatnya kohesi sosial siswa dari hasil belajar dalam

setiap akhir tindakan.

f. Merencanakan diskusi balikan yang akan dilakukan dengan guru mitra, ibu Ika

Rizkia Nurfalah, S.Pd.

g. Membuat rencana untuk melakukan perbaikan sebagai tindakan lanjut dari

diskusi balikan yang telah dilakukan antara peneliti dan guru mitra, ibu Ika

Rizkia Nurfalah, S.Pd.

h. Merencanakan pengolahan data dari hasil yang diperoleh setiap kali tindakan.

(28)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pelaksanaan (act) adalah perlakuan yang dilaksanakan guru berdasarkan

perencanaan yang telah disusun ( Sandjaya, 2008 : 79). Sehingga untuk meningkatkan

kohesi sosial siswa memerlukan upaya dari guru melalui proses pembelajaran yang

pelaksanaannya diawali dengnan penyusunan RPP (Rencana Proses Pembelajaran) yang

berkaitan dengan nilai toleransi dalam babad Cirebon dan disesuaikan dengan Standar

Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam silabus pembelajaran

sejarah kelas XI IPS SMA N 1 Jatibarang serta pengembangan tujuan pembelajaran yang

diarahkan untuk melihat peningkatan kohesi sosial siswa. RPP yang telah disusun

selanjutnya diaktualisasikan dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah yang mampu

meningkatkan kohesi sosial siswa.

Dalam pelaksanaanya pemanfaatan nilai toleransi dengan lima kali tindakan dalam

tiga siklus untuk memperoleh data yang dibutuhkan mengenai kohesi sosial siswa. Secara

detail tindakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan tindakan atau pembelajaran sesuai dengan RPP ang telah disusun atau

desain pembelajaran pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon.

b. Memanfaatkan nilai toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial

siswa.

c. Melakukan diskusi balikan dan revisi tindakan sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi

balikan yang dilakukan oleh peneliti dan guru mitra, ibu Ika Rizkia Nurfalah, S.Pd.

d. Melakukan pengolahan data.

3. Observasi (observe)

Observer (observe) merupakan kegiatan menganalisis mengenai rencana yang sudah

tercapai dan belum dicapai.Untuk selanjutnya dilakukan kembali pelaksanaan (act)

apabila masih ada rencana yang belum dicapai. Artinya penelitian akan diakhiri apabila

siklus telah mencapai titik jenuh atau tidak ditemukan lagi permasalahan dalam

penerapan pemanfaatan nilai-nilai toleransi dalam babad Cirebon.

Pelaksanaan observasi dilakukan bersamaan dengan dilaksanakannya tindakan.

Adapun dalam kegiatan observer ini peneliti melakukan beberapa kegiatan yaitu:

a. Mengamati keadaan kelas yang diteliti meliputi interaksi antara guru mitra dan siswa

(29)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Mengamati kesesuaian RPP atau desain pembelajaran pemanfaatan nilai toleransi

dalam babad Cirebon yang telah disusun dengan action guru mitra dikelas.

c. Mengamati kesesuaian pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon dalam

pembelajaran dengan teori yang dijabarkan pada BAB II.

d. Mengamati keefektipan pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon untuk

meningkatkan kohesi sosial siswa.

4. Refleksi

Refleksi adalah mengingat dan merenungkan suatu tindakan yang tercatat dalam

lembar observasi. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, persoalan dan kendala

yang nyata dalam tindakan strategis (Kunandar, 2012 : 75). Dalam tahap refleksi, peneliti

(guru) mengadakan diskusi dengan observer tentang hasil tindakan pada akhir

tindakan.Diskusi ini dilakukan berdasarkan hasil pencatatan observasi langsung secara

cermat terhadap pelaksanaan tindakan, hasilnya kemudian direfleksi.

Refleksi dalam Penelitian tindakan Kelas dilakukan secara terus-menerus

berkelanjutan dalam upaya memahami apa yang terjadi dari hasil tindakan dan tindakan

apa yang selanjutnya perlu dilakukan sampai menemukan data jenuh. Dalam tahap

refleksi, peneliti (observer) melakukan diskusi dengan guru mitra mengenai hasil

tindakan. Diskusi ini dilakukan berdasarkan hasil pencatatan observasi langsung secara

cermat terhadap pelaksanaan tindakan, hasilnya kemudian direfleksi yang dilakukan oleh

peneliti dan guru mitra.

C. Subjek, Guru Mitra dan Lokasi Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa yang berada dalam kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Jatibarang

tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 30 orang. Kelas ini merupakan salah satu kelas

dari tiga kelas program IPS di SMA Negeri 1 Jatibarang.Pemilihan subyek penelitian ini sesuai

dengan karakteristik dari Penelitian Tindakan kelas yaitu untuk memperbaiki permasalahan

dalam pembelajaran sejarah dan meningkatkan kohesi sosial siswa.Pada dasranya siswa

mengetahui manfaat belajar sejarah namun pada hakekatnya siswa kurang memiliki pemahaman

(30)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Guru mitra dalam PTK yang dilaksanakan oleh peneliti adalah Ika Rizkia Nurfalah, S.Pd.

Beliau kelahiran Indramayu merupakan lulusan UPI Bandung jurusan pendidikan sejarah. Tugas

guru mitra adalah sebagai elaksana pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon dalam

proses pembelajaran. Selain itu guru mitra memberikan saran dan proses diskusi dan refleksi

kepada peneliti dalam upaya kelancaran penelitian tindakan kelas ini. Peran guru mitra terkait

dengan sikap kooperatif dan kesediaan dalam meluangkan waktu sangat diharapkan oleh peneliti.

Peran guru mitra dalam penelitian ini, dirasakan akan sangat membantu bagi peneliti terutama

dengan sikap kooperatifnya dan kesediannya meluangkan waktu demi terlaksananya Penelitian

Tindakan kelas ini.

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Mei 2014.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam lima klai tindakan yang didistribusikan kedalam tiga

siklus dengan harapan terjadi peningkatan kohesi sosial siswa .adapaun jadwal pelaksanaan

tindakan pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial

siswa dapat dilihat dalam table:

Table 3.1

Jadwal Pelaksanaan Tindakan

Pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon Di SMA Negeri 1 Jatibarang

No Siklus Tindakan Waktu Materi

1 1

1 Sabtu 26 April 2014 Biografi Sunan

gunung Jati dan

ajaran yang disebut

petatah-petitih 2 Sabtu 3 Mei 2014

3 Sabtu 10 Mei 2014 Ajaran Sunan

Gunung Jati dan

pengaruhnya terhadap

kohesi social

masyarakat

(31)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2 2 5 Sabtu 17 Mei 2014 mempertahankan

kemerdekaan :

pertempuran

Surabaya,

pertempuran medan

area dan pertempuran

ambara 6 Kamis 22 Mei 2014

3 3 7 Sabtu 24 Mei 2014 Upaya

mempertahankan

kemerdekaan dengan

cara diplomasi:

perjajian Linggar Jati,

perjanjian Renville,

dan perundingan

Roem Royen 8 Sabtu 31 Mei 2014

Lokasi Penelitian Tindakan Kelas ini diselenggarakan di SMA Negeri 1 Jatibarang yang

beralamat Jalan Ampera 100 desa Bulak, kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu. Alasan

pemilihan lokasi ini oleh peneliti adalah karena terkait dengan penelitian untuk meningkatkan

kohesi sosial siswa dengan memanfaatkan nilai tolransi yang terdapat di dalam babad Cirebon,

karena sekolah ini terletak di Kecamatan Jatibarang yang merupakan wilayah perbatasan antara

Indramayu dengan Cirebon maka, dengan demikian babad Cirebon yang dianggap sebagai

sebagai naskah yang menjelaskan tentang masuknya Islam ke Jawa Barat dapat juga

dipergunakan dalam pembelajaran dikelas khususnya materi yang berhubungan dengan nilai

toleransi tersebut.

SMA Negeri 1 Jatibarang merupakan salah satu SMA yang ada di Kabupaten Indramayu

yang secara geografis terletak dipinggiran. Dilihat dari struktur SMA di Kabupaten

Indramayu.SMA Negeri 1 Jatibarang Memiliki budaya dengan karakteristik siswanya yang khas

(32)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

 Dilihat dari kemampuan akademiknya termasuk kelompok sedang  Sikap menghargai terhadap yang berbeda agama sangat kurang

 Penghargaan terhadap pendapat orang lain juga sangat kurang karena mereka cenderung menyepelekan.

 Penghargaan terhadap orang lain yang berbeda etnis dan suku juga sangat kurang karena mereka kerapkali menggunakan panggilan berdasarkan suku

 Kerapkali mempergunakan bahasa yang kasar dalam memanggil atau berbicara dengan teman yang berbeda agama dan berbeda suku.

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah ini, dengan

harapan peneliti dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa terutama sikap terhadap

orang lain agar terciptanya kohesi sosial siswa semakin meningkat.

D. Validasi Instrumen

Dalam Penelitian tindakan Kelas validasi data merupakan upaya pemeriksaan terhadap

akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu.

Beberapa strategi validitas yang direkomendasikan oleh Creswell (2010 : 286) adalah

mentrialungasi (trialungate) sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti

yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi

tema-tema secara koheren, menerapkan member cheking untuk mengetahui akurasi hasil

penelitian, membuat diskripsi tentang hasil penelitian (rich and thick description),

mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti kedalam penelitian, menyajika informasi

yang berbeda dan negative (negative or discrepant information) yang dapat memberikan

perlawanan pada tema-tema tertentu, memanfaatkan waktu yang relative lama (prolonged time)

dilapangan, melakukan Tanya jawab dengan sesama rekan peneliti (peer debriefing) dan

mengajak seoarng auditor (external auditor) untuk memeriksa keseluruhan obyek penelitian.

Berdasarkan strategi validitas data yang dikemukakan oleh Creswell tersebut diatas maka

secara umum validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(33)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Triangulasi adalah memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk atau analisis yang

peneliti sendiri timbulkan dengan membandingkan hasil dari orang lain missal mitra

peneliti lain (Wiriaatmadja, 2008 : 168). Pada tahap orientasi kegiatan triangulasi

dilakukan saat mencari informasi mengenai pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMA

Negeri 1 Jatibarang Indramayu sebelum pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon

dalam pembelajaran sejarah.

Peneliti membandingkan hasil pengamatan pada saat orientasi dengan hasil

wawancara dengan guru mitra yaitu ibu Ika Rizkia Nurfalah, S.Pd dan siswa kelas XI IPS

1 Jatibarang Indramayu. Triangulasi juga peneliti lakukan pada akhir penelitian dengan

cara membandingkan pendapat guru mitra yaitu ibu Ika Rizkia Nurfalah, S.Pd dan siswa

elas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Jatibarang Indramayu terhadap pemanfaatan nilai toleransi

dalam babad Cirebon.

Penelitian ini menggunakan triangulasi berdasarkan sudut pandang guru, siswa dan

peneliti. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Elliot (Wiriaatmadja,

2008 : 168). Dalam pelaksanaanya ketiga sudut pandang tersebut memiliki interpretasi

atau sudut pandang yang berbeda yaitu memiliki alasan pembelajaran atau justifikasi

epistemology. Guru dalam hal ini guru mitra yaitu ibu Ika Rizkia Nurfalah, S.Pd

memiliki posisi terbaik untuk melakukan intropeksi diri terhadap kinerja dalam proses

pembelajaran, siswa berada pada posisi terbaik untuk menjelaskan pengaruh tindakan

guru dalam proses pembelajaran terhadap respon siswa dan peneliti atau observer

memiliki posisi terbaik untuk mengumpulkan data hasil observasi saat proses

pembelajaran berlangsung.

b. Member Check

Member Check yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau informasi data

yang diperoleh selama observasi atau wawancara dari narasumber sehingga data tersebut

tidak berubah dan dapat dipastikan keajegannya serta dapat dapat diperiksa kebenarannya

(Wiriaatmadja, 2008:168). Dalam penelitian ini member check dilakukan terhadap

catatan lapangan, lembar observasi dan hasil wawancara dengan guru mitra yaitu ibu Ika

(34)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam tehnik wawancara untuk memeriksa kembali kebenaran keterangan atau jawaban

dari guru mitra dan siswa, tidak dipungkiri peneliti menanyakan hal yang sama. Hal ini

dilakukan untuk memastikan keajegan data yang diperoleh oleh peneliti. Misalnya saja

mengenai sikap toleransi yang ada di dalam kelas tersebut dan penggunaan babad

Cirebon dalam pembelajaran baik dari dari guru mitra maupun siswa (Najmah, Agustin,

Arif, Aditia, dan Jonathan) menjawab dengan jawaban yang sama yaitu rendahnya

toleransi dikelas tersebut dan belum pernah dipergunakannya babad Cirebon sebagai

sumber belajar didalam kelas.

c. Saturasi

Saturasi yaitu katagori yang dihasilkan dari observasi haruslah diuji secara

berulang-ulang dengan data yang ada untuk dimodifikasi dan direkayasa kembali (Hopkin, 2011 :

230). Tehnik saturasi dalam penelitian digunakan untuk mengukur tingkat kejenuhan

mengenai jumlah siklus dan tindakan yang dilaksanakan.

Untuk mencapai tingkat saturnasi dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti

melaksanakan lima tindakan yang terdistribusi dalam tiga siklus dengan fokus yang

berbeda setiap siklusnya. Siklus pertama berakhir ketika data yang diperoleh dari

hasilobservasi dirasakan telah cukup dan begitu juga selanjutnya untuk siklus kedua dan

ketiga.Berakhirnya pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan

kohesi sosial siswa selain berdasarkan tingkat kejenuhan data juga dari hasil diskusi

antara peneliti dan guru mitra.

d. Expert Opinion

Expert Opinion yaitu meminta nasehat kepada pakar untuk memeriksa semua

tahapan kegiatan penelitian dan memberikan arahan terhadap masalah penelitian yang

diungkapkan. Menurut Wiriaatmadja (2005 : 171) exspert opinion adalah kegiatan

mengkonsultasikan hasil temuan atau meminta nasehat kepada para ahli. Dalam

penelitian ini peneliti mengkonsultasikan hasil temuan kepada pembimbing I yaitu Didin

Saripudin, Ph. D. dan pembimbing II yaitu Dr. Nana Supriatna, M. Ed untuk memperoleh

arahan dan masukan terhadap masalah-masalah penelitian dan meningkatkan derajat

(35)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

E. Tehnik Pengumpulan Data

Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bertradisi kualitatif. Salah satu

karakteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai instrument kunci (researcher as a key

instrument) dimana peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi,

observasi perilaku atau wawancara dengan para partsipan (Creswell, 2010 : 261).

Tehnik pengumpulan data digunakan untuk mendapatkan data untuk keperluan penelitian.

Penelitian kualitatif, dalam hal ini penelitian tindakan kelas, menggunakan beberapa sumber

data ( multiple sources of data) diantaranya observasi, wawancara dan dokumentasi.

Selanjutnya peneliti mereview semua data, memberi makna dan mengolahnya kedalam

katagori-katagori atau tema-tema yang melintasi semua sumber data (Creswell, 2010: 261).

Berdasarkan hal tersebut, adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

a. Observasi

Pengumpulan data menggunakan observasi berarti eneliti langsung turun kelapangan

untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu dilokasi penelitian. Dalam

pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat baik dengan cara terstruktur atau semistruktur

segala macam aktivitas dalam lokasi penelitian (Creswell, 2010:267).

Menurut Lincoln dan Guba dalam Wiriaatmadja (2008 : 104) dalam observasi yang

dibawa yaitu teori yang tidak dimainkan atau diungkapkan. Artinya observer hanya

melakukan tugasnya untuk melakukan observasi proses pembelajaran yang berlangsung

tanpa memberikan arahan pada proses pembelajaran.

Manfaat observasi dalam penelitian akan terwujud apabila feedback dilakukan dengan

cermat yaitu dengan cara (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2012: 105):

1. Dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah kegiatan tindakan dilakukan.

2. Berdasarkan catatan lapangan yang ditulis dengan sistematis dan cermat.

3. Berdasarkan data factual.

4. Data factual ditafsirkan erdasarkan cerita yang telah disetujui.

5. Penafsiran diberikan pertama kali oleh guru yang diobservasi.

(36)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7. Menghasilkan strategi selanjutnya dalam siklus berikutnya.

Selain itu beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait observasi (Hopkins,

2011: 133-136) yaitu:

1. Join Planing

Adapun yang dimaksud joint Planing adalah keadaan dimana observer dan

observed saling membangun iklim kepercayaan, menyepakati focus/topik yang akan

dikembangkan, mendiskusikan konteks pelajaran, merencanakan aturan-aturan dasar

(waktu observasi dan bagaimana berinteraksi dengan siswa).

2. Focus

Dalam tahap ini adanya pendekatan dimana segala sesuatunya harus

dipertimbangkan dan dengan demikian dapat dikomentari oleh kedua belah

pihak.Selain itu pula yang perlu menjadi perhatian adalah pendekatan dimana observasi

hanya dibatasi pada kegiatan kelas atau praktek pengajaran. Semakin spesifik observasi

kelas maka semakin besar kemungkinan data yang diperoleh yang akan digunakan

untuk tujuan pengembangan.

3. Merumuskan Kriteria

Observasi kelas akan sangat berpengaruh besar terhadap pengembnagan

professional jika pada tahap awal telah dibuat kriteria observasi. Adapun kriteria

observasi yang akan digunakan harus direview terus menerus untuk memperoleh

penjelasan tepat mengenai praktek pengajaran yang efektif.

4. Ketrampilan observasi

Beberapa ketrampilan yang perlu dikuasai adalah usaha keras untuk tidak

cenderung bergerak terlalu cepat pada penilaian atau judgement yang terburu-buru,

menguasai ketrampilan interpersonal yaitu meliputi usaha menciptakan rasa

kepercayaan dan sikap suportif dalam situasi-situasi tertentu ketika orang lain mungkin

merasa terancam dengan keberadaan kita dan ketrampilan terakhir yaitu mengetahui

bagaimana merancang jadwal-jadwal observasi yang memungkinkan observer dapat

mengumpulkan informasi yang sesuai mengenai pengajaran atau mengetahui checklist

apa yang paling sesuai untuk digunakan dalam situasi tertentu.

(37)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Salah satu bentuk feddback yang baik adalah diberikan (tidak lebih) dalam jangka

waktu 24 jam pasca observasi, didasarkan pada pencacatan yang cermat dan sistematis

dan data factual diinterpretasikan dengan merujuk pada kriteria yang telah diketahui

dan disepakati. Observer dalam penelitian ini adalah peneliti sedangkan guru mitra

berperan sebagai guru dalam proses pembelajaran. Observer dalam penelitian melihat

bagaimana kohesi social siswa dalam pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon.

Kegiatan observer diawali dengan perencanaan antara peneliti dengan guru yang

akan diobservasi. Perencanaan ini dimaksudkan agar membangun iklim kepercayaan,

menyepakati topic yang akan dikembangkan, mendiskusikan kontek pelajaran,

merencanakan aturan-aturan dasar dan hal-hal lain yang nantinya perlu dibahas

(Hopkin, 2012: 133).

Penelitian ini menggunakan observasi terfokus dan observasi terstruktur.

Observasi terfokus adalah pengamatan yang dilakukan tertuju hanya kepada

permasalahan yang menjadi focus penelitian sehingga mendapatkan data yang terfokus

dan terarah. Sedangkan observasi terstruktur yaitu memberikan tanda setiap kali

peristiwa tertentu muncul sesuai indicator. Hasil yang diproleh lebih bersifat factual

daripada judgemental dan dapat dibuat lebih detail dengan mendasarkan pada ide-ide

memoris seperti yang telah dideskripsikan (Hopkin, 2012:160).

Posisi peneliti sebagai observer bertugas untuk mengetahui desain pembelajaran

dengan pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon , implementasi dan efektifitas

pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon. Sehubungan dengan hal tersebut dan

metode penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas maka diperlukan

pula data mengenai aktivitas guru dan aktivitas siswa selama penerapan pemanfaatan

nilai toleransi dalam babad Cirebon untuk meningkatkan kohesi sosial siswa dalam

pembelajaran sejarah.

b. Catatan Lapangan

Membuat catatan lapangan atau field notes merupakan salah satu cara melaporkan hasil

observasi, refleksi dan reaksi terhadap masalah-masalah dikelas. Beberapa aspek yang juga

(38)

Jakiyatul Miskiya, 2014

Pemanfaatan Nilai Toleransi Dalam Babad Cirebon Untuk Meningkatkan Kohesi Sosial Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, aspek orientasi, perencanaan, pelaksanaan,

diskusi dan refleksi (Hopkin, 2012:181 dan Wiriaatmadja, 2012:125).

Dalam penelitian ini akan digunakan catatan lapangan seperti yang dikemukakan oleh

Miles dan Haberman (dalam Wiriaatmadja, 2012:128).

1. Siapa, kejadian atau situasi apa yang terlibat dan terjadi?

2. Apa tema atau isu utama dalam catatan itu?

3. Pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang diajukan?

4. Hipotesis, dugaan atau perkiraan/spekulasi apa yang diajukan peneliti tentang tokoh

atau situasi ang dideskripsikan dalam acatan lapangan?

5. Masalah atau fokus apa yang perlu dikejar peneliti dalam pertemuan berikutnya?

Untuk mendapatkan hasil catatan lapangan yang detail maka peneliti selalu mencatat

setiap kejadian dalam proses pembelajaran. Kemudahan dalam melakukan catatan

lapangan dikarenakan selama proses pembelajaran peneliti benar-benar bertindak sebagai

observer sehingga memiliki kesempatan yang sangat luas untuk mencatat. Sedangkan guru

mitra bertindak sebagai pengajar atau pelaksana pemanfaatan nilai toleransi dalam babad

Cirebon. Dalam setiap tindakan peneliti selalu menggunakan laptop didalam kelas dan

mengambil posisi yang paling belakang ruangan kelas agar dengan mudah memperhatikan

proses pembelajaran. Tentu saja apa yang dilakukan oleh peneliti telah mendapat izin dari

kepala sekolah, bapak Sulistio S.Pd dan guru mitra ibu Ika Rizkia Nurfalah, S.Pd.

c. Angket

Angket dibagikan dan diisi oleh siswa untuk mengetahui respon terhadap penerapan

pemanfaatan nilai-nilai toleransi dalam babad Cirebon. Adapun pertanyaan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pertanyaan yang menyediakan jawaban dengan tiga tingkatan

sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh siswa (Hopkins, 2011: 2007).

d. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu tehnik pengumpulan data dengan melakukan Tanya

jawab dengan nara sumber yang dianggap dapat menjelaskan dan memberikan informasi

yang dalam penelitian inormasi yang dimaksudkan adalah mengenai kohesi sosial siswa

melalui pemanfaatan nilai toleransi dalam babad Cirebon. Adapau menurut Cresswel

Gambar

Gambar 1
Table 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diberi penjelasan sebelumnya, guru mengulang lagi pertanyaan : “bagaimana pipa yang semakin sempit dapat menaikkan air semakin tinggi?” Siswa menjawab,

A large number of practical situations can be described by the repeated per- formance of a random experiment of the following basic nature: a sequence of trials is performed so that

Informan di dalam penelitian ini adalah ketua pemekaran Kabupaten Padang lawas Bapak H.Marahadi Hasibuan, dan Kabag Tatapemerintahan Bapak Harjusli Siregar S.STP, Wakil Ketua

Hasil penelitian menunjukan secara umum kompetensi guru mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri Kota Bandung dalam kategori tinggi.. Kompetensi Pedagogik guru

[r]

4.1.3.2 Karakteristik Guru Mata Pelajaran Ekonomi Berdasarkan Usia

mendapatkan hak dan wewenang sebagai daerah otonom untuk mengatur dan Akhirnya keinginan masyarakat Padang Lawas untuk mekar dari.. Kabupaten Tapanuli Selatan dikabulkan

McCormack, Jack C., 2003, “Desain Beton Bertulang”, Penerbit Erlangga, Jakarta.. Unnikhrisna and Menon, Devdas, 2003, “Reinforced