• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK n-HEKSAN SPONS Petrosia alfiani

ASAL SPERMONDE ARCHIPELAGO

SABIR SUMARNA H31106008

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

(2)

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK n-HEKSAN SPONS Petrosia alfiani

ASAL SPERMONDE ARCHIPELAGO

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

Oleh:

SABIR SUMARNA H31106008

MAKASSAR

2012

(3)

SKRIPSI

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK n-HEKSAN SPONS Petrosia alfiani

ASAL SPERMONDE ARCHIPELAGO

Disusun dan diajukan oleh:

SABIR SUMARNA H31106008

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Pertama

Prof. Dr. H. Hanapi Usman, M.Si NIP. 19570228 198703 1 001 Pembimbing Utama

Dr. Firdaus, MS NIP. 19600909 198810 1 001

(4)

“Sesungguhnya Shalatku, Ibadahku, Hidupku, dan Matiku Semata-mata Hanya untuk Menyembah Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam”

Kupersembahkan karya kecil ini kepada Rabbku, dienku, orang tuaku, saudara-saudaraku, dan sahabat-sahabatku...

(5)

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbilalamin, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sembah sujud dan rasa syukur hamba haturkan kehadirat- Nya, karena hanya dengan rahmat, hidayah, inayah, serta izin-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada saya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terlaksana sebagaimana adanya.

Limpahan rasa hormat dan bakti serta doa yang tulus, penulis persembahkan kepada Ayahanda Sumarna Yunus dan Ibunda Jaria Jafar, yang telah memelihara, membesarkan, mendidik dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, menanamkan nilai-nilai luhur dan kasih sayang yang tulus senantiasa mengiringi perjalanan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kemuliaan kepada keduanya di dunia dan di akhirat.

Kakanda Mahdi Sumarna dan Adikku Muhammad Sesar Sumarna beserta Keluarga Besar Ace Nyomo dan Keluarga Besar Dou Gira yang telah memberikan dukungan dan senantiasa mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr.

Firdaus, MS selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. H. Hanapi Usman, M.Si selaku pembimbing pertama yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan petunjuk serta arahan yang begitu berharga bagi penulis sejak awal penelitian hingga penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya yang telah memberikan bantuan baik secara moril, materil maupun tenaga kepada :

(6)

1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Wahid Wahab, M.Sc selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin beserta Staf dan pegawai.

2. Bapak Dr. H. Syarifuddin Liong, M.Si selaku penasehat akademik saya, terima kasih atas arahan dan bimbingan yang diberikan.

3. Seluruh dosen Jurusan Kimia FMIPA UNHAS yang telah mengajarkan berbagai hal dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis serta staf jurusan kimia yang selalu membantu penulis, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya, semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala yang berlipat ganda.

4. Tim Dosen Penguji Ujian Sarjana Kimia, yaitu: Drs. Yusafir Hala, M.Si (ketua), Drs. H. L. Musa Ramang, M.Si, (Sekretaris), Dr. Firdaus Zenta, M.S (Ex.officio), Dr. Ir. Prastawa Budi (Ex. Officio) dan Drs. Abd. Karim, M.Si (anggota), terima kasih atas kritik dan sarannya.

5. Para guru, SDN 1 Rum, SLTP 3 Tidore, dan SMAN 1 Tidore Selatan yang telah memberi, mendidik, dan menanamkan dasar-dasar keilmuan yang sangat berguna bagi pendidikan.

6. Teman-temanku angkatan 2006 (Sanjay, Dadang, Gusti, Mahdi, Yafeth, Bhakti, Abel, Nopel, Tayang, Andre, Fadel, Yusuf, Idha, Maya, Masna, Imha, Yustin, Yanti, Dian, Mimi, Dira, Dita, Yulin, Dilla, Tiur, Nies, Ekhi, Indri, dan Fithe) atas segala pembelajaran yang telah kalian berikan, kalian memperlihatkan betapa indahnya persaudaraan dengan beragam karakter di dalamnya, dan teman-teman angkatan 2006 MIPA yang tidak sempat disebutkan namanya dalam skripsi ini serta Pak Usman, Pak Ridhai, Ibu Berta, Pak Iqbal, Pak Sugeng, Ibu Tyni, Kak Anti, Kak Fiby, Pak Ichang

(7)

dan Kak Makmun yang selalu membantu penulis dalam penelitian ini.

Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan.

7. Rekan-rekan UKM MENWA SATUAN 701 UNHAS, tempat di mana penulis di bina dan ditempa yang membentuk sikap dan karakter penulis.

8. Kanda-Kanda Kimia Angkatan Angkatan 2002, 2003, 2004 dan 2005 yang telah banyak membantu penulis sejak awal penelitian hingga penulisan skripsi ini.

9. Adik-Adik Kimia angkatan 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

10. Serta terima kasih kepada pihak-pihak lain yang selalu memberikan bantuan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan artikel selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap semoga isi skripsi ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengobatan ke arah fitofarmaka dan pengembangan penggunaan senyawa-senyawa kimia bahan alam laut dalam indutri farmasi. Serta melengkapi informasi tentang senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai bahan obat.

Penulis

(8)

ABSTRAK

Spons merupakan salah satu biota laut yang sangat prospektif sebagai sumber senyawa-senyawa bahan alam yang memiliki aktivitas farmakologis. Isolasi dan identifikasi metabolit sekunder, dari ekstrak n-heksan spons Petrosia alfiani asal perairan Spermonde Sulawesi-Selatan, telah dilakukan. Teknik isolasi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi, partisi, kromatografi kolom vakum, dan kromatografi kolom gravitasi. Tiga senyawa murni telah berhasil diisolasi, kemudian diuji golongan dan spektroskopi FTIR. Dua senyawa golongan steroid dan satu senyawa golongan terpenoid telah berhasil diisolasi. Senyawa-1 diduga adalah β-sitosterol, sedangkan dua senyawa lainnya belum diketahui strukturnya.

Senyawa-2 aktif tehadap bakteri Staphylococus aureus dengan diameter hambat sebesar 7,5 mm, namun tidak aktif terhadap jamur Candida albicans. Senyawa-3 aktif terhadap keduanya, dengan diameter hambat yang sama yaitu masing-masing sebesar 7,5 mm.

Kata kunci : Spermonde Archipelago, Spons Petrosia alfiani, β-sitosterol

(9)

ABSTRACT

Sponge are one of the marine biota that prospect as nature compounds resource that has pharmacology activity. Isolation and identification of secondary metabolite from n-hexane extract of Petrosia alfiani sponge from Spermonde, South Sulawesi coastal have been carried out. Isolation methods that being used were maceration, extraction, vacuum column cromatography, and gravitation column chromatography. Three pure compounds were been isolated, two compounds were steroid and the other one was terpenoid. Identification method using group of compounds test and IR spectroscopy analyses. Compound 1 predicted as β-sitosterol, while the rest two compounds cannot be determine their structures. Compound 2 was active toward Staphylococus aureus bacterium with inhabition diameter 7,5 mm but not active toward Candida albicans fungus.

Compound 3 active toward both of the bioactivity test with the same inhabition diameter, 7,5 mm.

Keywords : Spermonde Archipelago, Petrosia alfiani sponge, β-sitosterol

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Maksud Penelitian ... 4

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Biologi Spons Laut ... 7

2.1.1 Taksonomi ... 8

2.1.2 Morfologi ... 9

2.2 Fitokimia Genus Petrosia ... 10

2.2.1 Kandungan Alkaloid ... 10

(11)

2.2.2 Kandungan Steroid ... 13

2.2.3 Kandungan Turunan Asam Fenilasetat ... 14

2.2.4 Kandungan Serebrosida ... 15

2.2.5 Kandungan Basa Nitrogen ... 15

2.2.6 Kandungan Asam Poliasetilen ... 16

2.3 Hubungan Spons dengan Bakteri yang Bersimbiosis ... 17

2.4 Produk Alam laut dari Spons ... 19

2.5 Senyawa Bioaktif ... 24

2.5.1 Pemilihan Sumber Organisme ... 24

2.5.2 Ekstraksi Senyawa Bioaktif ... 26

2.5.3 Fraksinasi senyawa Bioaktif ... 26

2.6 Uji Bioaktivitas Senyawa Metabolit Sekunder ... 26

2.6.1 Uji Antibakteri ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1 Bahan Penelitian ... 29

3.2 Alat Penelitian ... 29

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3.4 Prosedur Penelitian ... 30

3.4.1 Identifikasi Sampel ... 30

3.4.2 Pengumpulan dan Persiapan Sampel ... 30

3.4.3 Ekstraksi ... 31

3.4.4 Isolasi ... 31

3.4.5 Uji Bioaktivitas Antibakteri ... 31

3.4.6 Elusidasi Struktur ... 32

(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 hasil identifikasi sampel ... 33

4.2 Ekstraksi ... 34

4.3 Isolasi Metabolit Sekunder dari P. alfiani ... 35

4.3.1 Isolasi Senyawa Turunan Steroid ... 35

4.3.2 Isolasi Senyawa Turunan Terpenoid ... 37

4.4 Uji Bioaktivitas ... 38

4.5 Pembahasan ... 39

4.5.1 Isolat 1 ... 39

4.5.2 Isolat 2 ... 41

4.5.3 Isolat 3 ... 42

4.5.4 Bioaktivitas ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 52

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Identifikasi Bakteri yang Berasal dari Spons ... 19 Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan Spons Laut (Soest dan Braekman)

... 21 Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan Spons Laut (Soediro, 1999) ... 22 ...

2. Hasil Uji Bioaktivitas Ekstrak Total ... 38 3. Hasil Uji Bioaktivitas Isolat ... 39

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi Spons Petrosia alfiani ... 10

Uji Kemurnian Isolat-1 dengan Tiga Macam Sistem Eluen ... 36

2. Analisis KLT Isolat 1 dengan Standar (β-sitosterol)... 36

3. Uji Kemurnian Isolat-2 dengan Tiga Macam Sistem Eluen ... 37

4. Uji Kemurnian Isolat-3 dengan tiga macam sistem eluen. ... 38

5. Spektrum IR Isolat-1 ... 40

... 6. Spektrum IR Senyawa β-sitosterol ... 40

Struktur β-sitosterol ... 40

Spektrum IR Isolat 2 ... 41

Spektrum IR Isolat 3 ... 42

Hasil Uji Bioaktivitas Ekstrak Total Terhadap Bakteri E. coli ... 43

Hasil Uji Bioaktivitas Ekstrak Total Terhadap Bakteri S. aureus ... 44

Hasil Uji Bioaktivitas Isolat-2 Terhadap Bakteri S. aureus dan Jamur C. albicans ... 44

Hasil Uji Bioaktivitas Isolat-3 Terhadap Bakteri S. aureus dan Jamur C. albicans ... 4

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Bagan Ekstraksi dan Fraksinasi ... 52

Bagan Fraksinasi Ekstrak n-Heksan ... 53

Kromatogram Hasil Gabungan 8 Fraksi Utama (FA-FH) ... 54

Bagan isolasi senyawa 1 ... 55

Bagan isolai senyawa 2 dan 3 ... 56

Hasil Uji Golongan Isolat ... 57

(16)

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

EtOAc : etil asetat

MeOH : metanol

DMSO : dimetil sulfooksida

p.a : pure analyse

KLT : Kromatografi Lapis Tipis

KKV : Kromatogarafi Kolom Vakum

KKT : Kromatografi Kolom Tekan

KKG : Kromatografi Kolom Gravitasi

Rf : ratio of force

UV : Ultraviolet

IR : Infrared

Vmaks : Bilangan gelombang

β : Beta

dkk. : dan kawan-kawan

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme bukan secara kebetulan dan tidak tanpa tujuan, melainkan diciptakan secara teratur dan bermakna bagi kelangsungan hidup organisme dimuka bumi ini. Keanekaragaman molekul organik bahan alam sesungguhnya menyimpan sejuta misteri yang harus dapat diungkap melalui penelitian dan kajian yang mendalam. Meskipun upaya untuk mencari, mengembangkan, dan memanfaatkan senyawa kimia organik bahan alam telah menjadi tradisi ilmiah yang cukup panjang, dan telah dirintis sejak abad ke 17, namun hingga saat ini hasil penelitian di bidang kimia organik bahan alam masih minim jika dibandingkan dengan kebutuhan dan tantangannya (Usman, 2005). Secara geografis Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas sehingga tentunya mengandung potensi kekayaan molekul organik bahan alam laut yang seharusnya dapat dijadikan objek penelitian, pengkajian dan pengembangan, mengingat banyaknya manfaat yang dapat diambil dari senyawa- senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya terutama senyawa yang memiliki bioaktivitas tinggi. Salah satu invertebrata laut yang merupakan sumber potensial penghasil komponen bioaktif adalah spons. Telah diketahui beberapa sifat bioaktivitas senyawa yang terdapat dalam spons, antara lain sifat sitotoksik, antifungi, cell division inhibitors, antitumor, antivirus, antiinflamasi, antimikroba dan aktivitas penghambat enzim “enzyme inhibitor” (Lee et al., 2001). Spons adalah organisme multiseluler tak bertulang belakang yang potensial dijadikan

(18)

bahan eksplorasi pencarian senyawa baru antikanker karena spons merupakan penghasil antiviral maupun senyawa sitotoksik (Garson, 1994). Spons merupakan kontributor terbesar senyawa bioaktif dari laut jika dibandingkan dengan biota laut lainnya yaitu 37 %, disusul coelenterata 21 %, mikroorganisme 18 %, alga 9

%, echinodermata dan tunikata masing-masing 6 %, moluska 2 %, dan bryozoa 1

%. Sejak ditemukannya spongouridin yang diisolasi dari spons Criptotethia crypta asal karibia sebagai antitumor, perhatian mulai terfokus pada spons sebagai sumber senyawa biomedik yang sangat penting (Jha dan Zi-Rong, 2004 dalam Rasyid, 2009). Data dari Schmitz 1998 dalam Setyowati, et al., 2007 menyebutkan bahwa dari 434 struktur kimia biota laut yang bersifat sitotoksik spons menempati peringkat terbesar dengan 193 senyawa, ascidian (57), alga (44), moluska (46), koral lunak (27), gorgonian (20), dinoflagella (8), anemon (8), echinoderm (7), worms (8), bryozoan (5), bakteri (3), dan hydroid (3);

sedangkan menurut Soest dan Braekman (1999) jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae.

Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), dan Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis).

Diperairan Sulawesi Selatan, telah diinventarisasi empat spesies spons, yaitu: Halichondria sp., Callyspongia sp., Callyspongia pseudoreticulatta, dan Auletta sp., yang masing-masing memiliki ekstrak senyawa bioaktif bersifat bakterisida (Ahmad et al., 1995).

(19)

Spons Petrosia alfiani adalah spesies baru yang di temukan oleh Voogd dan Van Soest (2002) yang tersebar di kawasan perairan Kepulauan Spermonde, Barat-Selatan Sulawesi. P. alfiani berbentuk bulat (globular) besar atau seperti ranting dengan panjang maksimum 20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 4 cm. Berwarna kuning terang, berubah menjadi merah-coklat pada udara terbuka. Dari beberapa penelitian telah dipublikasikan beberapa senyawa bioaktif dari genus Petrosia diantarannya adalah asam kortikatat sebagai antijamur dari spons Petrosia cortikata (Soediro, 1999), sedangkan data dari Van Soest dan Braekman (1999) menemukan beberapa senyawa bioaktif dari family petrosidae diantaranya polihidroksilat asetilin, siklik 3-alkilpiperidin, dan siklopropenasterol. Selain itu beberapa senyawa aktif yang telah ditemukan dan dilaporkan dari genus Petrosia adalah alkaloid manzamine-A bersifat sitotoksik (El sayed et al., 2001). Pada Petrosia sp. ditemukan senyawa poliasetilen, dideoxypetrosynol A yang menunjukkan aktivitas antitumor pada sel melanoma kulit manusia (Cho et al., 2004). Aktivitas antibakteri juga ditemukan pada hasil isolasi dari spons laut Petrosia contignata, yaitu, Taraxeron dan D-homoandrostan (Sutedja et al., 2005). Senyawa antibakteri epidoksi sterol dari spons laut Petrosia nigrans juga telah diisolasi dan dikarakterisasi dengan nama 5,8-epidioksi-24-etilkolest-6-en-3- ol (Handayani et al., 2008).

Berdasarkan informasi yang ada, diduga kandungan metabolit sekunder spons P. alfiani juga memiliki bioaktivitas yang tinggi dan sejauh ini belum ada penelitian dan publikasi tentang kandungan kimia khususnya metabolit sekunder dari spesies P. alfiani, maka perlu dilakukan isolasi, identifikasi, dan uji bioaktivitas metabolit sekunder spons P. alfiani asal Kepulauan Spermonde.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Senyawa metabolit sekunder apa yang terdapat pada ekstrak n-heksan spons P. alfiani?

2. Bagaimana struktur molekul metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak n-heksan spons P. alfiani?

3. Bagaimana bioaktivitas senyawa metabolit sekunder hasil isolasi terhadap bakteri Staphylococus aureus dan jamur Candida albicans?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak n-heksan spons P. alfiani dan bioaktivitasnya.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Mengisolasi senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak n-heksan spons P. alfiani.

2. Mengidentifikasi golongan senyawa isolat dari kandungan ekstrak n- heksan spons P. alfiani.

3. Menentukan struktur molekul senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak n-heksan spons P. alfiani.

4. Menguji bioaktivitas senyawa metabolit sekunder hasil isolasi.

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang jenis dan potensi senyawa metabolit sekunder spons P. alfiani dan eksplorasi potensi ekologi kimia bahan alam laut yang memiliki prospek yang menjanjikan di Indonesia sebagai negara bahari.

2. Dasar bagi pengembangan penelitian-penelitian lanjutan tentang spons P.

alfiani.

3. Kemungkinan ditemukannya senyawa baru dalam P. alfiani mengingat spesies ini tergolong baru.

4. Memberikan pengalaman praktis maupun teoritis bagi peneliti.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah laut sangat luas (dua per tiga wilayahnya merupakan wilayah laut), Indonesia memiliki sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan, dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustacea, spons, alga, lamun, dan biota lainnya (Suparno, 2005).

Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat (Muniarsih dan Rachmaniar, 1999). Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida dan dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida,

(23)

Lithistida, Hadromerida, dan Poescilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit.

Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian pada spons, karena keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium (Pronzato et al., 1999). Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor (Kobayashi dan Rachmaniar, 1999), antivirus (Munro et al., 1989), anti HIV dan antiinflamasi, antifungi (Muliani et al., 1998), antileukimia (Soediro, 1999), penghambat aktivitas enzim (Soest dan Braekman, 1999). Selain sebagai sumber senyawa bahan alam, spons juga memilki manfaat yang lain, seperti:

1) Digunakan sebagai indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut (Amir, 1991)

2) Indikator dalam interaksi komunitas (Bergquist, 1978)

3) Sebagai hewan penting untuk akuarium laut (Riseley, 1971; Warren, 1982).

2.1 Biologi Spons Laut

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri atas tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Amir dan Budiyanto, 1996; Rachmaniar, 1996; Romimohtarto dan Juwana, 1999), sedangkan menurut Warren (1982), Ruppert dan Barnes (1991), Filum Porifera terdiri atas empat kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia. Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut.

(24)

Spons ini mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri atas kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang terdominan diantara porifera massa kini. Mereka tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak. Mereka sering berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri atas silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida, dan Verongida) spikulanya hanya terdiri atas serat spongin, serat kollagen atau spikulanya tidak ada. Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas. Mereka kebanyakan hidup di laut dalam dan tersebar luas. Spikulanya terdiri atas silikat dan tidak mangandung spongin (Warren, 1982; Ruppert dan Barnes, 1991; Brusca dan Brusca, 1990 dalam Suparno, 2005; Amir dan Budiyanto, 1996;

Romihmohtarto dan Juwana, 1999). Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren, 1982; Harrison dan De Vos, 1991; Ruppert dan Barnes, 1991).

2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi spesies spons yang menjadi objek penelitian ini adalah sebagai berikut: (Sumber : zipcodezoo.com)

Domain : Eukaryota (Whittaker & Margulis, 1978)

(25)

Kingdom : Animalia (Linnaeus, 1758)

Subkingdom : Radiata (Linnaeus, 1758; Cavalier-Smith, 1983) Infrakingdom : Spongiaria (De Blainville, 1816)

Phylum : Porifera (Grant, in Todd, 1836) Subphylum : Cellularia (Reiswig & Mackie, 1983) Class : Demospongiae (Sollas, 1875)

Subclass : Ceractinomorpha (Lovi, 1973) Order : Haplosclerida (Topsent)

Suborder : Petrosina (Boury-Esnault & Van Beveren) Family : Petrosidae (Van Soest, 1980)

Genus : Petrosia

Specific name : alfiani (de Voogd & van Soest, 2002) Scientific name : P. alfiani (de Voogd & van Soest, 2002) 2.1.2 Morfologi

Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisika, kimiawi, dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat.

Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memilki tubuh yang simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama pada perairan yang dangkal (Amir dan Budiyanto, 1996). Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga

(26)

terdiri atas segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30,5 cm. Jenis-jenis spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya (Suparno, 2005). Morfologi spons P.

alfiani yang dikoleksi dari Spermonde Archipelago dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Spons P. alfiani (Voogd, 2002) 2.2 Fitokimia Genus Petrosia

2.2.1 Kandungan Alkaloid

Spons Acanthostrongylophora ingens adalah famili petrosiidae dilaporkan oleh Murti (2006) mengandung alkaloid manzamin. Empat meatabolit sekunder telah diisolasi dari spons Acanthostrongylophora ingens yang dikumpulkan dari

(27)

Ujung pandang, Indonesia. Diantaranya adalah manzamine A (1), 8- hydroxymanzamine A (2), manzamine F (3), dan 1-deoxyircinol A (baru) (4).

N

NH

N H

N OH

N

NH

N H

N OH

OH

(1) (2)

N

NH

N H

N OH

OH

O

N

H

N OH

(3) (4)

Seperti anggota famili petrosiidae yang lain (seperti, Xestospongia sp. dan Petrosia sp.), spons Petrosia(Petrosia) Hoeksemai juga dilaporkan mengandung alkaloid manzamine. Dua metabolit sekunder telah diisolasi dari spons Petrosia (Petrosia) Hoeksemai yang dikoleksi dari Pulau Menjangan, Bali-Indonesia.

Senyawa tersebut adalah manzamine A (1) dan xestomanzamine A (5). Senyawa alkaloid manzamine diketahui memiliki aktivitas antimalaria dan anti-HIV (Murti, 2006).

(28)

N

NH

O N

N

(5)

Senyawa baru alkaloid indole pertama kali dilaporkan oleh Ashour (2006) dari spesies Petrosia(Petrosia) nigricans yang beasal dari Pulau Barranglompo, Sulawesi-Indonesia yaitu Nigricinol[4-((1H-Indol-3-yl)methyl)-2-amino-5-(1H- indol-3-yl)-3H-pyrrol-3-one] (6).

N

NH

NH O

NH2

(6)

Braekman dan daloze (1986) menemukan senyawa petrosin (7), petrosin A (8), dan petrosin B (9) dari spons Petrosia seriata. Senyawa Petrosin dan Petrosin A juga dilaporkan telah diisolasi dari spons Petrosia similis oleh Goud et al., (2003) sedangkan Nakagawa et al., (1984) telah mengisolasi senyawa xestospongin A (10) dari spons Xetospongia exigua dari Australia. Adapun struktur senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

N

O

(CH2)5 (CH2)5 H

N

O H

N

O

(CH2)5 (CH2)5 H

N

O H

(29)

(7) (8)

N

O

(CH2)5 (CH2)5 H

N

O H

'

N

O (CH2)5 (CH2)5

H

O

N H

(9) (10)

Selain itu Sandoval et al., telah menemukan turunan isoquinoline baru dari Petrosia spp. (Order Haplosclerida, Family Petrosiidae) asal filipina yaitu cribrostatin (11), dan dua senyawa lain yang telah diketahui yaitu renierone (12 R=OMe) dan O-demethylrenierone (13 R=OH).

N O

O

O NH

HO3S

O

N O

O

O R

O

(11)

2.2.2 Kandungan steroid

Beberapa senyawa turunan steroid telah diisolasi dari spons Petrosia(Petrosia) nigricans oleh Ashour (2006) yaitu 24ξ-ethyl-cholesta-5-en- 3β-ol (14), 24ξ-ethyl-cholesta-8(9)-en-3β-ol (15), 5α,8α-epidioxy-24ξ-ethyl- cholesta-6-en-3β-ol (16).

H

HO

H H

(12) = OMe (13) = OH

(14)

(30)

HO HO O O

Lembehsterols A (17) dan B (18) adalah senyawa turunan steroid yang diisolasi dari spons Petrosia strongylata oleh Aoki et al., (2002).

NaO3SO NaO3SO

OSO3Na NaO3SO

NaO3SO

2.2.3 Kandungan turunan asam fenilasetat

Phenylacetic acid (19), p-hydroxyphenylacetic acid (20), phydroxyphenylacetic acid methyl ester (21), p-hydroxyphenylacetic acid ethyl ester (22), dan phydroxyphenylaceticacid butyl ester (baru) (23) telah diisolasi oleh Ashour (2006) dari Petrosia(Petrosia) nigricans dengan struktur sebagai berikut:

O

OH

O

OH

OH

O

O

OH

O

O

OH

O

O

OH

(15) (16)

(17) (18)

(23) (22)

(21) (20)

(19)

(31)

2.2.4 Kandungan serebrosida

Dua senyawa baru serebrosida yang diisolasi dari Petrosi(Petrosia) nigricans adalah petrocerebroside 1 (24), petrocerebroside 2 (25) (Ashour, 2006).

O HN

O C22H45

OH OH

C12H25 O

H H HO

H

OHH H HO

O HO

H H HO

H

OHH H HO O

O HN

O C21H43

OH OH

C11H23 O

H H HO

H

OHH H HO

O HO

H H HO

H

OHH H HO O

2.2.5 Kandungan basa nitrogen

Adenosine (26) dan Nicotinamide (27) merupakan metabolit primer yang disolasi dari spons Petrosia(Petrosia) nigricans serta empat senyawa baru turunan purin yaitu Nigricine 1 (28), Nigricine 2 (29), Nigricine 3 (30), Nigricine 4 (31) (Ashour, 2006).

(24)

(25)

(32)

N

N N N

NH2

O

H OH

H H

H H

HO

(26)

N

O NH2

(27)

N N

N O N

NH

O

O

(28)

N N

N O N

NH

O

O

(29)

N N

N O N

NH

O

O

(30)

N N

N O N

NH

O

O (31)

2.2.6 Kandungan asam poliasetilen

Poliasetilen petrosinol (32) dan petrosinon (33), telah dilaporkan dari spons Petrosia sp.(Higa et al., 1994). Petroformin-1 (34) juga telah dilaporkan dari spons Petrosia ficiformis yang berasal dari perairan Mediterania (Cimino et al., 1989 dan 1990; Guo et al., 1994). Asam asetilenik brominat (35) dari P.

(33)

volcano (Fusetani et al., 1993), asam kortikatat (36) dari P. corticata (Li et al., 1994), asam petrosolik (37) dari Petrosia sp. (Isaacs et al., 1993).

HO

OH HO

OH

O

O O

O

OH HO

HO

HO O

Br

OH

OH

OH

OH

O HO

OH OH OH O

HO

HO O

OH

2.3 Hubungan Spons dan Bakteri yang Bersimbiosis

Interaksi antara organisme yang hidup dilingkungan akuatik sangat beragam dan peran penting pada interaksi tersebut dijalankan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme banyak yang ditemukan tumbuh secara komensal di permukaan juga di dalam berbagai binatang akuatik, beberapa diantaranya terdapat di organ pencernaannya dimana sejumlah bakteri sering terdapat. Mikroorganisme dimakan dan digunakan sebagai makanan oleh sejumlah hewan yang hidup baik itu di sedimen maupun di perairan sehingga

(32)

(33)

(34)

(35)

(36) (37)

(34)

faktor nutrisi. Beberapa hewan dapat hidup dengan sejumlah tetentu bakteri maupun fungi.

Lubang yang porus pada spons mengandung sejumlah koloni bakteri (Bertrand dan Vacelet, 1971 dalam Rheinhemer, 1991). Hasil penelitian terhadap spons Microcionia prolifera, ditemukan bakteri dari genus Psedomonas, Aeromonas, Vibrio, Achromobacter, Flavobacterium dan Corynebacterium serta Micrococcus yang biasa terdapat di perairan sekitarnya (Madri et al., dalam Rheinhemer, 1991).

Myers et al., (2001) melaporkan bahwa terdapat hubungan simbiotik antara spons dan sejumlah bakteri dan alga, dimana spons menyediakan dukungan dan perlindungan bagi simbionnya dan simbion menyediakan makanan bagi spons. Alga yang bersiombiosis dengan spons menyediakan nutrien yang berasal dari produk fotosintesis sebagai tambahan bagi aktifitas normal filter feeder yang dilakukan spons.

Pembentukan senyawa bioaktif pada spons sangat ditentukan oleh prekursor berupa enzim, nutrien serta hasil simbiosis dengan biota lain yang mengandung senyawa bioaktif seperti bakteri, kapang dan beberapa jenis dinoflagellata yang dapat memacu pembentukan senyawa bioaktif pada hewan tersebut (Scheuer, 1978 dalam Suryati et al., 2000). Senyawa terpenoid dan turunannya pada berbagai jenis invertebrata termasuk spons atau beberapa spesies dinoflagellata dan zooxanthelae yang memiliki senyawa-senyawa yang belum diketahui, yang kemudian diubah melalui biosintesis serta fotosintesis menghasilkan senyawa bioaktif yang spesifik pada hewan tersebut (Faulkner dan Fenical, 1977 dalam Suryati et al., 2000).

(35)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryati et al., (2000), terhadap sejumlah spesies spons yang hidup di perairan Spermonde, Sulawesi Selatan, kelimpahan kapang dan bakteri yang bersimbiosis cukup bervariasi pada spons seperti diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Identifikasi bakteri yang berasal dari spons (Suryati et al., 2000)

No Nama Spons Spesies Bakteri

1 Acanthela clethera Flavobacterium, Aeromonas sp

2 Aplisina sp Aeromonas sp

3 Callyspongia sp Pseudomonas sp

4 Clathria bacilana Aeromonas sp

5 Clathria reinwardhi Aeromonas sp

6 Jaspis Flavobacterium

7 Phakelia aruensis Bacillus sp, Aeromonas sp

8 phyllospongia sp Vibrio sp, Pseudomonas sp, Aeromonas sp

9 Reniochalina sp Acinetobacter sp

10 Thionella cilindrica Aeromonas sp 11 Stylotella aurantiorum Aeromonas sp, Vibrio sp 12 Xetospongia sp Enterobacteriabceae, Aeromonas sp

2.4 Produk Alam Laut Dari Spons

Produk alam laut dikelompokkan atas: (1) sumber biokimia yang mudah untuk didapatkan dalam jumlah yang besar dan mungkin dapat dirubah menjadi bahan-bahan yang lebih berhaga; (2) senyawa bioaktif yang termasuk (a) senyawa antimikroba, (b) senyawa aktif secara fisiologi (sinyal kimia) (c) senyawa aktif secara farmakologi dan (d) senyawa sitotoksik dan antitumor, (3) racun laut.

Spons adalah salah satu biota laut yang menghasilkan senyawa bioaktif.

Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons laut telah banyak diketahui manfaatnya. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai antibakteri, antijamur, antitumor, antivirus, antifouling dan menghambat aktivitas enzim.

(36)

Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis:

Discodermiakiiensis, Cliona celata, lanthella basta, lanlhellcr ardis, Psammaplysila purpurea, Agelas sceptrum, Phakelia .flabellata. Senyawa antijamur telah diisolasi dari spons laut jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, Geodia sp. Senyawa antitumor/antikanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina fistularis, A. Aerophoba.Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis:

Cryptotethya crypta, Irciniavariabilis. Senyawa sitotoksik diisolasi dari spons laut jenis: Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis, Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, Ircinia sp. Senyawa antienzim tertentu telah diisolasi dari spons laut jenis: Psammaplysilla purea (Ireland et al., 1989; Munro et al., 1989).

Kunitz dan Northrop (1936) pertama kali mengisolasi dan mengkristalisasi inhibitor kallikrein-tripsin. Sejak saat itu, berbagai penelitian menunjukkan bahwa inhibitor protease tersebar luas di alam, dan terdapat dalam berbagai bentuk pada sejumlah binatang dan sel tumbuhan, fungi, actiniomycetes, dan hanya diketahui beberapa bakteri saja yang memproduksi inhibitor.Aktivitas biologis dari komponen bioaktif spons sangat beragam, seperti cytotoxic, antibiotik, anti tumor, antifungal, antiviral dan inhibitor enzim merupakan komponen yang paling umum ditemukan.

Kimura et al., (1998) mengisolasi garam 1–Methyherbipoline dari Halisulfate-1 dan Suvanin sebagai inhibitor protease serin dari spons jenis Coscinoderma mathewsi. Komponen bioaktif alami yang merupakan peptide makrosiklik berhasil diisolasi dari spons jenis Theonella swinhoei yang berasal dari perairan Jepang.

(37)

Tabel 2. Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan Spons Laut Menurut Soest dan Braekman

Senyawa Kelompok Spons

Peroxy-poliketides Homosclerophorida

Steroid amines Plakina-corticium

Saponines Astrophorida

Triterpenes Stelletta

Penaresidins Penares

Sulfated sterol Pachastrellidae

Aaptamines Subberetidae

4,8,12-trimethyltridecanoid acid Spirastrellidae/clionidae

Clionamides Cliona

Peroxy-sesterterpenoids Latrunculiidae Pyrrologuinoline alkaloids Latrunculiidae

Pyrrole-2-carboxylic derivates Axinellidae, agelasidae, ceratoporellidae Isocyanoterpene Axinellidae, bubaridae, halichondridae

Sulfated sterol Halichondridae

Cyclicditerpenes Desmoxydae

Linear diterpenes Myrmekioderma

Sesquiterpenes phenols Didiscus

Topsentins Spongosorities

Di-dan sesquiterpenes Agelas Polycyclic guanidine alkaloids Crambeidae Peroxy-sesterterpenoids Mycale

Trikentrin indole Trikentrion

Straight-chain acetylenes Haplosclerida 3-alkylpiperidine derivates Haplosclerida Polyhidroxylated acetylines Petrosia Brominated acetylines Xestospongia

Linear 3-alkylpiperidines Niphatidae, callyspongidae Cyclic 3-alkylpiperidines Chalinidae, petrosidae Cyclopropenesterol Petrosidae, phloedyctydae

Tetrahydropyrans Haliclona

Furano atau lactone terpenes Dictosidae, dendroceratida Furano atau lactone sesterpenes Spongiidae, thorectidae, trciinidae Furano atau lactone sesterpenes Dysideidae

Furano atau lactone diterpenes Darwinellidae, dictyodendrillidae Bromotyrosine derivates Veringidae

Macrocyclic bromotyrosines Lanthella Guanidine-imidazoles Clathrinida Long-chained aminoalcohols Clathrinida

(38)

Tabel 3. Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan Spons Laut ( Soediro, 1999) Aktifitas

Farmakologi Senyawa Bioaktif Jenis Spons

Sitotoksik Asam 3,6-epoksieikosa-3,5,8,11,14,17-heksanoat Hymeniacidon hauraki

Reidispongiolid A dan B Reidispongia coerulea

Superstolida A dan B Neosiphnia sperstes

Swinhoida A Theonella swinhoi

Arenastatin A Dysidea arenaria

Fakeliastatin Phakelia costata

Diskodermin E-H Discodermia kiiensis

Ingenamin, Ingamin A dan B Xestospongia ingens

Madangamin A Xestospongia ingens

8-hidroksimanzamin A Pachypelina sp

Glisinililimakuinon A Fasciospongia rimosa

Vaskulin Cribrocalina vasculum

Latrunkulin S, neolaulimalida, zampanolida Fasciospongia rimosa

Leukasandrolida

Leucasandra caveolata Altohirtin A-C, 5-deasctil Altohirtin Hyrtos alium

Halisilindramida A

Halichondria caveolata

Antitumor Agelasfin (AGL) Agelas muritianus

Antileukimia Kurasin A Lingbya majuscula

Amfidinolid B1, B2, B3, N, Q Amphidinium sp

Triangulin A-H, Asam triangulinat Pellina triagulata

Anti HIV 1 Trikendiol trikentrion loeve

Antimikroba Hormotamnim

Hormothamnion, Enteromorphoides

Diskodermin E-H Discodermia kiiensis

Antibakteri Lokisterolamin A dan B Corticium sp

Antijamur Asam kortikatat A, B, C Petrosia corticata

Leukasandrolida

Leucasandra caveolata

Halisilindramida

Halichondria cylindrica

Imunomodulator Agelasfin 10 dan 12 Agelas muritianus

Antiinflamasi Manualida Luffaariella variabilis

O’Keefe et al., (1998) berhasil mengisolasi Adociavirin dari spons adociasp, ekstrak yang dilarutkan dalam air destilasi potensial sebagai antisitopatik dalam sel CEM-SS yang terinfeksi oleh HIV-1. Pemurnian protein

(39)

aktif yang diberi nama adociavirin menggunkan isoelectric focusing, asam amino analisis, Maldi-T of mass spectrometry dan N-terminal sequencing. Spons Adocia sp yang disolasi komponen adociavirin berasal dari perairan Bay, New Zealand.

Matsunaga (1998) yang berasal dari jepang berhasil mengisolasi senyawa 1-asam carboxymethylnicotinic dari spons Antosigmella raromicroscera yang dipergunakan sebagai sistein inhibitor protease.

Spons laut menghasilkan ekstrak kasar dan fraksi yang bersifat antibakteri, antijamur, antibiofouling dan ichtyotoksik. Bioaktifitas antibakteri ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti: Halichondria sp, Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp dan Auletta sp (Suryati et al., 1999). Beberapa spons yang belum diketahui jenisnya, yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aures, Bacillus subtilis dan Vibrio cholerae Eltor (Rachmaniar, 1996).

Bioaktifitas antijamur ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti: Auletta spp., yang aktif terhadap jamur Aspergillus fumigatus, Clathria spp., yang aktif terhadap Aspergillus spp., Aspergillus fumigatus dan Fusarium spp., Theonella cylindrica, yang aktif terhadap Aspergillus spp., Aspergillus fumigatus dan Fusarium spp dan Fusarium solani (Muliani et al., 1998).

Bioaktifitas antibiofouling ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti: Asterospus sarasinorum, Callyspongia sp., Clathria sp., Clathria jaspis, yang keaktifannya tinggi terhadap teritip (Balanus amphirit) ; chynodicum sp., Gelliodes sp., Pericarax sp., Xestopongia sp., yang keaktifannya rendah terhadap teritip (Balanus amphirit) (Suryati et al., 2000).

(40)

Bioaktivitas ichtyotoksik ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti: Auletta spp, Callyspongia sp, Callyspongia pseudoreticulata, yang toksik terhadap nener bandeng (Chanos chanos) (Parenrengi et al., 1999).

2.5 Senyawa Bioaktif

Senyawa bioaktif diartikan sebagai senyawa kimia bahan alam yang mempunyai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan. Senyawa bioaktif diperkirakan terdapat di alam dalam jumlah yang sangat besar dan tidak terbatas yang sampai saat ini penelusuran dan pencarian masih terus dilakukan. Senyawa bioaktif yang berhasil diisolasi terutama senyawa yang mempunyai aktivitas yang berguna dan sangat potensial untuk dikembangkan. Banyak senyawa bahan alam yang bersifat bioaktif berhasil diisolasi baik dari hewan maupun tumbuhan yang sangat berguna misalnya sebagai insektisida, pestisida, antifungi dan sitotoksik.

Senyawa ini bahkan telah banyak disintesis pada skala industri dalam bidang pertanian dan obat-obatan (Suriani, 2006).

Pemisahan berbagai komponen kimia yang ada dalam ekstrak hewan dapat dilakukan dengan metode isolasi. Pemisahan ini didasarkan atas sifat adsorpsi dan partisi dari setiap komponen tertentu. Metode isolasi yang dilakukan dan telah banyak dikembangkan terdiri atas empat tahap yaitu dimulai dari pemilihan sumber organisme, ekstraksi senyawa bioaktif, fraksinasi senyawa bioaktif, dan uji bioaktifitas senyawa metabolit sekunder (Suriani, 2006).

2.5.1 Pemilihan Sumber Organisme

Dalam upaya pencarian senyawa bioaktif dari alam, pemilihan pendekatan (approach) yang dilakukan sangat memegang peranan penting. Pemilihan material dari alam secara acak yang dikombinasikan dengan proses seleksi (screening)

(41)

bioaktifitas merupakan metode yang banyak digunakan oleh industri-industri besar dalam pencarian bahan aktif dari alam (Hadi et al., 2001). Cara ini sering dianggap tidak efisien apabila pencarian tersebut dikombinasikan dengan memberikan kriteria tertentu. Sebagai contoh hewan atau tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional sering memberikan senyawa-senyawa aktif secara farmakologi. Tumbuhan atau tanam-tanaman yang termasuk dalam satu familia pada umumnya mempunyai anatomi dan morfologi yang mirip sehingga kemungkinan besar mempunyai proses fisiologi yang mirip pula. Karena proses fisiologi ini berhubungan dengan sel tumbuhan, maka diduga hal inilah yang menyebabkan banyak tumbuh-tumbuhan satu familia mempunyai kandungan kimia yang sejenis. Akan tetapi antara tumbuhan yang satu dengan yang lainnya tidak akan memiliki kandungan kimia yang semuanya persis sama, ada salah satu atau beberapa yang khas untuk masing-masing (Suriani, 2006).

Kandungan kimia yang terdapat dalam satu familia dapat mempunyai beberapa arti. Yang pertama golongan kandungan kimia yang selalu terdapat dalam setiap tumbuhan dari familia tersebut tetapi tidak khas atau terdapat juga pada familia yang lain, kedua adalah golongan atau kandungan kimia yang selalu khas hanya terdapat pada familia tersebut dan yang ketiga adalah kandungan kimia suatu tumbuhan yang tidak dikandung oleh tumbuhan dari familia lain, dan yang terakhir adalah yang khas hanya terdapat dalam satu tumbuhan atau tidak ditemukan dalam tumbuhan lain baik dalam satu familia maupun bukan dalam satu familia. Disamping itu terdapat pula kandungan kimia yang tersebar luas dalam berbagai tumbuhan dan tidak memberikan arti yang besar dalam pendekatan kemotaksonomi (Suriani, 2006).

(42)

2.5.2 Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Penarikan kandungan kimia bahan alam yang akan diisolasi dapat dilakukan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi adalah proses pelarutan senyawa- senyawa kimia yang terdapat dalam suatu sampel dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan komponen yang diinginkan. Metode maserasi merupakan cara ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam pelarut yang polar. Bisa juga dilakukan dengan menggunakan pelarut polar seperti metanol secara langsung dilakukan partisi dengan pelarut pada kepolaran yang terus ditingkatkan melalui proses ekstraksi (Suriani, 2006).

2.5.3 Fraksinasi Senyawa Bioaktif

Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan senyawa kimia yang satu dengan senyawa kimia yang lain dari suatu ekstrak bahan alam. Metode fraksinasi yang digunakan adalah metode kromatografi dimana pemisahan senyawa kimia tergantung pada sifat partisi, adsorpsi, dan distribusi komponen kimia terhadap fase diam dan fase gerak. Beberapa metode fraksinasi yang digunakan antaralain kromatografi kolom vakum (KKV), kromatografi kolom gravitasi (KKG) dan kromatografi kolom tekan (KKT) (Suriani, 2006).

2.5.4 Uji Bioaktivitas Senyawa Metabolit Sekunder

Dipermukaan bumi ini terdapat ratusan ribu spesies yang masing-masing berpotensi mengandung metabolit sekunder yang unik. Dengan demikian jumlah senyawa metabolit sekunder pun sangat banyak di antaranya ada yang mempunyai aktivitas biologis dan ada pula yang tidak aktif biologis. Oleh karena itu perlu dilakukan uji bioaktivitas senyawa metabolit sekunder hasil ekstraksi (Suriani, 2006).

(43)

2.5.4.1 Uji AntiMikroba

Pemakaian antibakteri yang berlebihan menyebabkan mikroba yang semula sensitif terhadap antibiotik menjadi resisten. Oleh karena itu, senyawa antibakteri diperlukan untuk mengatasi bakteri resisten tersebut. Disamping itu juga perlu pengembangan antiseptik dan disinfektan baru yang lebih aman bagi kulit dan jaringan manusia. Metode uji antimikroba dari tumbuhan: (Hostettmann.

K, 1991)

1. Sampel diekstrak dengan cara dan pelarut yang sesuai. Ekstrak bisa dilakukan dengan perendaman, soklet, dan lainnya. Pelarut yang digunakan akan bisa bervariasi dan tergantung dengan senyawa target dan biasanya etanol. Ekstrak dipekatkan dan dikeringkan.

2. Larutan stock (dalam air atau etanol 85 %) dengan konsentrasi 1000 mg/L disiapkan. Larutan stock adalah larutan ekstrak yang akan diuji bioaktivitasnya. Larutan ini nantinya akan diencerkan dengan air hingga diperoleh konsentrasi yang diketahui.

3. Persiapan biakan bakteri atau jamur uji. Bakteri dibiakan pada medium nutrien agar slant dan ragi atau jamur pada sabouroud agar slant. Inokulasi ini diinkubasi pada 370 C untuk bakteri dan 300 C untuk jamur.

4. Persiapkan medium agar pada cawan petri untuk uji bioaktivitas. Uji bioaktivitas antibiotik dari ekstrak dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu:

a) Metode difusi

Dengan metode difusi ini, ekstrak uji yang diserap dengan kertas saring dimasukkan ke dalam silinder atau dimasukkan ke dalam

(44)

lubang, dikontakkan dengan media yang telah diinokulasi.

Kemudian setelah diinkubasi, diameter daerah bening disekitar reservoir diukur. Diameter daerah bening ini merupakan daerah inhibisi dari ekstrak sampel terhadap mikroba uji. Untuk menurunkan limit deteksi, sistem dibiarkan pada suhu rendah selama beberapa jam sebelum diinokulasi, yaitu untuk memberikan kesempatan kepada antibiotik untuk berdifusi sebelum mikroba tumbuh.

b) Metode pengenceran

Pada metode pengenceran, sampel yang akan diuji dicampur dengan medium yang cocok yang sebelumnya telah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah diinkubasi, pertumbuhan mikroba dapat ditentukan dengan cara visual atau dengan perbandingan turbidimetri dari kultur uji dengan kultur kontrol. Kultur kontrol adalah kultur yang tidak diberi sampel yang akan diuji bioaktivitasnya.

c) Metode bioautografi

Merupakan metode untuk menentukan tempat (posisi) senyawa yang mempunyai aktivitas mikroba pada kromatogram. Caranya adalah dengan memindahkan senyawa uji dari kromatogram lapis tipis atau kertas ke medium agar yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Daerah inhibisi kemudian dilihat dengan cara yang sesuai.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk spons P.

alfiani, pelarut yang berkualitas teknis yang telah didestilasi seperti metanol (CH3OH), kloroform (CHCl3), etil asetat (EtOAc), dan n-heksana (C6H14). Pelarut metanol (CH3OH) dan n-heksana (C6H14) yang berkualitas (p.a) digunakan pada proses rekristalisasi. Adsorben kolom kromatografi seperti silika gel 60 GF254

(Merck), G 60 (230-400 Mesh), 60 PF254 (Merck), kieselgel 60 F254 0,25 mm (Merck), plat KLT, dan FeCl3 5 % sebagai penampak noda. Dimetil sulfoksida (DMSO), Natrium hipoklorit, bakteri E. coli, Staphylcocus aureus, jamur Candida albicans, serta pereaksi Liberman-Burchard.

3.2 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas yang lazim digunakan dalam laboratorium, alat destilasi, corong Buchner, chamber untuk wadah KLT, pipa kapiler untuk penotol, alat kolom kromatografi (KKV, KKG, dan KKT) untuk fraksinasi ekstrak dari proses maserasi, beberapa alat instrumentasi seperti oven, lampu UV 254-365 nm, neraca analitik Ohaus AP-110, alat evaporasi BUCHI Rotavapor R-200, alat penentuan titik leleh Melting Point Apparatus, spektroskopi FTIR Shimadzu, dan mikroskop.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai bulan April 2012. Proses sampling dilakukan di Pulau Barrang Lompo sedangkan identifikasi

(46)

sampel, preparasi sampel, isolasi dan pemurnian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UNHAS. Uji bioaktivitas dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNHAS dan analisis spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu Jurusan Kimia FMIPA UNHAS.

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Identifikasi sampel

Untuk mengidentifikasi spons secara tepat tidak cukup hanya dengan mata telanjang saja (makroskopis), tetapi harus dilakukan juga identifikasi secara mikroskopis (Amir dan Budiyanto, 1996). Adapun prosedur identifikasi sebagai berikut:

1. Secara Makroskopis

Kriteria secara makroskopis bersifat subjektif artinya sangat tergantung pada indra pengamat sendiri, misalnya; lokasi, bentuk luar, ukuran, oskula, konsistensi, permukaan, dan warna.

2. Secara Mikroskopis (Bentuk Spikula)

Untuk melihat bentuk spikula ini, sedikit potongan spons dilarutkan dengan natrium hipoklorit dalam tabung tes. Setelah materi spons tersebut larut, bilas materi tersebut dengan aquades beberapa kali untuk menghilangkan kristal “bleach” tersebut. Kemudian dapat ditaruh di atas preparat untuk pengujian di bawah mikroskop.

3.4.2 Pengumpulan dan persiapan sampel

Spons yang telah diidentifikasi, dibersihkan dan dikeringkan di udara terbuka (tanpa sinar matahari) dan dihaluskan dengan blender untuk digunakan pada tahap selanjutnya.

(47)

3.4.3 Ekstraksi

Serbuk spons dimaserasi dengan metanol selama 1 x 24 jam pada suhu kamar, proses ini dilakukan sebanyak beberapa kali. Maserat dikeluarkan dengan filtrasi dan pelarutnya diuapkan melalui evaporasi hingga diperoleh ekstrak metanol kental yang kemudian ditentukan beratnya. Ekstrak metanol diekstraksi cair-cair dengan pelarut pada kepolaran yang berbeda-beda; dimulai dari n- heksana, kemudian kloroform, dan etila setat. Ekstrak setiap partisi ditentukan beratnya dan dianalisis dengan KLT untuk mencari eluen yang dapat memisahkan komponen senyawa dengan baik.

3.4.4 Isolasi

Setiap hasil partisi difraksinasi menggunakan kromatografi kolom vakum menjadi beberapa fraksi dimana eluen yang digunakan dapat diketahui berdasarkan hasil analisis KLT. Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian dimonitor dengan KLT dan fraksi yang mempunyai noda yang sama digabungkan menjadi satu fraksi. Fraksi-fraksi tersebut selanjutnya dikromatografi kolom gravitasi menggunakan eluen yang sesuai. Proses ini dilakukan berulang kali hingga diperoleh isolat murni.

3.4.5 Uji Bioaktivitas Antibakteri (Metode difusi)

Ekstrak uji yang diserap dengan kertas saring dimasukkan ke dalam silinder atau dimasukkan ke dalam lubang, dikontakkan dengan media yang telah diinokulasi. Kemudian setelah diinkubasi, diameter daerah bening disekitar reservoir diukur. Diameter daerah bening ini merupakan daerah inhibisi dari ekstrak sampel terhadap mikroba uji. Untuk menurunkan limit deteksi, sistem dibiarkan pada suhu rendah selama beberapa jam sebelum diinokulasi, yaitu untuk

(48)

memberikan kesempatan kepada antibiotik untuk berdifusi sebelum mikroba tumbuh.

3.4.6 Elusidasi Struktur

Penentuan struktur senyawa dilakukan berdasarkan pengukuran instrument seperti UV, FTIR, MS dan NMR terhadap senyawa bioaktif yang telah dimurnikan.

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Berdasarkan pengamatan dan perbandingan dengan literatur yang diperoleh dari artikel yang ditulis Nicole J. De Voogd, menerangkan bahwa spons P. alfiani berbentuk bulat (globular) besar atau seperti ranting dengan panjang maksimum 20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 4 cm. Berwarna kuning terang, berubah menjadi merah-coklat pada udara terbuka, maka diperoleh hasil identifikasi sampel spons P. alfiani yang berlokasi di perairan spermonde adalah sebagai berikut:

1. Secara Makroskopis

(a) (b)

(c)

Identifikasi sampel berdasarkan bentuk morfologis (makroskopis) : (a) morfologi sampel P. alfiani dari literatur (Nicole J De Voogd, 2002); (b) morfologi spons P.

(50)

alfiani hasil sampling; (c) morfologi spons P. alfiani ketika berada di udara terbuka (kering)

2. Secara Mikroskopis

(d) (e)

Identifikasi sampel berdasarkan bentuk spikula (mikroskopis) : (d) bentuk spikula spons P. alfiani berdasarkan literatur (Nicole J De Voogd, 2002) dan (e) bentuk spikula spons P. alfiani hasil identifikasi.

4.2 Ekstraksi

Sebanyak 2,5 kg serbuk kering sampel spons P. alfiani dimeserasi dengan 5 L metanol selama 24 jam, dilakukan sebanyak enam kali dan setelah dipekatkan menghasilkan maserat metanol sebanyak 148,5 gram. Maserat dalam metanol kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya di dalam corong pisah. Ekstraksi diawali dengan pelarut non polar n-heksan kemudian kloroform dan etil asetat. Setelah masing-masing pelarut diuapkan (dievaporasi) diperoleh ekstrak total n-heksan berwarna coklat tua sebanyak 7,5314 gram, ekstrak total kloroform berwarna merah sebanyak 13,79 gram, dan ekstrak total etil asetat berwarna coklat kehitaman sebanyak 1,0757 gram (Lampiran 2). Ekstrak metanol, n-heksan, kloroform, dan etil asetat kemudian diuji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

(51)

4.3 Isolasi metabolit sekunder dari Petrosia alfiani

Sebanyak 6 gram ekstrak total n-heksan di fraksinasi dengan kromatografi kolom vakum (KKV) menggunakan eluen campuran n-heksan:etil asetat dengan peningkatan kepolaran, aseton, dan metanol sehingga diperoleh 8 fraksi utama yakni, fraksi FA, FB, FC, FD, FE, FF, FG, dan FH (Lampiran 4). Berat masing- masing berturut-turut 0,4807 g, 2,3416 g, 1,3715 g, 1,8077 g, 0,7225 g, 0,6347 g, 0,0591 g, dan 0,7063 g. Selanjutnya fraksi-fraksi tersebut diisolasi untuk menemukan senyawa target.

4.3.1 Isolasi senyawa turunan steroid

Isolat-1, berupa Kristal jarum takberwarna (bening) dengan titik leleh 131-132 0C, diperoleh dari fraksi FC. Rekristalisasi berulang-ulang terhadap 1,3725 g FC dengan metanol panas sehingga diperoleh kristal jarum seberat 274,3 mg. Uji KLT terhadap Kristal dengan menggunakan tiga macam sistem eluen masing-masing menunjukan hanya ada satu noda setelah disemprot dengan FeCl3

5 % yaitu, (1) n-heksan:kloroform (1:1) dengan Rf = 0,5; (2) n-heksan:etil asetat (8:2) dengan Rf = 0,6; (3) kloroform:aseton (9:1) dengan Rf = 0,8 (Gambar 2). Uji pendahuluan dengan reagen Libermann-Burchard (Lampiran 8) memberikan warna biru/hijau yang mengindikasikan bahwa isolat-1 termasuk senyawa metabolit sekunder golongan steroid dan berdasarkan analisis KLT (Gambar 3), spektrum IR dan perbandingan dengan standar maka isolat-1 diketahui sebagai senyawa β-sitosterol.

(52)

(i) (ii) (iii) (i) 50 % n-heksan:50 % CHCl3 (Rf = 0,5) (ii) 80 % n-heksan:20% EtOAc (Rf = 0,6) (iii) 90 % CHCl3:10 % aseton (Rf = 0,8)

Gambar 2. Uji kemurnian isolat-1 dengan tiga macam sistem eluen

(i) (ii) (iii)

Gambar 3. Analisis KLT isolat 1 dengan standar (β-sitosterol)

Isolat-2, berupa serbuk kristal berwarna putih kekuningan seberat 4,9 mg yang diperoleh dari hasil kromatgrafi kolom gravitasi (KKG) fraksi FF. Sebanyak 0,6453 g fraksi FF difraksinasi dengan teknik Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG) menggunakan eluen campuran n-heksan-etil asetat dengan perbandingan 8:2 dan aseton menghasilkan 37 fraksi (FF1-37). Pada FF36 terbentuk crude kristal seberat 6,5 mg yang selanjutnya direkristalisasi berulang-ulang dengan menggunakan n-heksan panas sehingga diperoleh kristal murni. Analisis KLT

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Lakukan hal yang sama dengan format dan warna yang berbeda pada teks berikut :.. Teks Letak Format

Sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Hasibuan (1996:2) yakni, “Manajemen adalah seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara

Sesuai dengan konvensi International Labour Organization (ILO), batasan penduduk usia kerja yang digunakan di sini adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke

Di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri serta bagaimana strategi bertahan yang dilakukan masyarakat penambang emas tradisional di Desa Jendi Kecamatan

Sebagai bagian dari Great Eastern Holdings Ltd (Great Eastern), sebuah perusahaan yang berusia 105 tahun sekaligus grup perusahaan asuransi tertua dan terbesar di Singapura

Data dan informasi untuk penelitian ini dikumpulkan dengan studi pustaka, pengamatan lapangan, wawancara, kuesioner dan FGD yang terdiri dari : (1) pemerintahan : Gubernur,

Pero poco después «le entró a nues- tro poeta la ventolera de hallar la cuadratura del círculo» (López-Cañete 1996, p. XII), lo que le lleva a pasar noches sin dormir y

Untuk itu penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Bahasa Iklan (Studi Kasus Iklan Produk Jamu Tolak Angin dan Bintangin)