• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIDWAN D 111 13 022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RIDWAN D 111 13 022"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

i TUGAS AKHIR

PENGARUH PERUBAHAN DEBIT DAN ELEVASI INTAKE TERHADAP DISTRIBUSI SEDIMEN DI INTAKE

DISUSUN OLEH :

RIDWAN D 111 13 022

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

(2)

ii

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh perubahan debit dan elevasi intake terhadap distribusi sedimen di intake” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik program studi Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan skripsi ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Muh. Wihardi Tjaronge, ST., M.Eng. selaku Ketua Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Saleh Pallu, M.Eng selaku Kepala Laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil .

3. Dr.Ir.H. Muhammad Arsyad Thaha,. MT selaku Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan waktu, bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Eng. Bambang Bakri,St.,MT selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan waktu, bimbingan dan arahan selama penyusunan skrisi ini.

5. Ibu Dr. Eng. Ir.Hj. Rita Tahir Lopa M.T., Bapak Riswal K,S.T., M.T., dan bapak Andi Subhan Mustari, S.T, M.Eng selaku Dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik terhadap skripsi ini, sehingga dapat diperbaiki dan dilanjutkan lebih lanjut oleh peneliti berikutnya.

6. Seluruh Dosen Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

7. Seluruh Staff Departemen Teknik Sipil yang mempermudah dalam pengurusan administrasi penyusunan skripsi ini.

(4)

iv 8. Seluruh teman-teman yang telah memberikan informasi dan motivasi sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik isi maupun susunannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi para pembaca.

Gowa, 26 Juli 2019

Penulis

(5)

v PENGARUH PERUBAHAN DEBIT DAN ELEVASI INTAKE

TERHADAP DISTRIBUSI SEDIMEN DI INTAKE Ridwan

Mahasiswa S1 Departemen Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Ridwaniwan0505@gmail.com

Pembimbing I

Dr.Ir.H. Muhammad Arsyad Thaha,. MT Staf Pengajar Departemen Sipil

FakultasTeknik

Universitas Hasanuddin Jl. Poros Malino Km. 6 Bontomarannu,

92172, Gowa, Sulawesi Selatan

Pembimbing II

Dr. Eng. Bambang Bakri,St.,MT Staf Pengajar Departemen Sipil

Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Poros Malino Km. 6 Bontomarannu,

92172, Gowa, Sulawesi Selatan

ABSTRAK Abstrak

Sebagai negara maritim sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal disekitar pantai atau muara sehingga sanitasi terutama air bersih merupakan salah satu permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat disekitar pantai atau muara. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pengaruh penempatan pipa inlet terhadap distribusi sedimen di intake. Penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah Eksperimental, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mngacu pada liteatur- literatur yang berkaitan. Pada penelitian ini terfokus pada distribusi sedimen, intake dan tinggi inlet dengan menggunakan flume yang ada di dalam laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debit minumum 0,5 l/detik pada tinggi intake(h1) sebanyak 0,04 gram sedangkan ketinggian intake(h3) sebanyak 0,01 gram. Untuk debit maksimum 0,7 l/detik pada tinggi intake(h1) sebanyak 1,7 gram sedangkan ketinggian intake(h3) sebanyak 0,02 gram. Jumlah sedimen yang keluar melalui intake akan berbanding lurus dengan debit yang mengalir pada saluran dengan kemiringan dan elevasi yang sama sedangkan jumlah sedimen yang keluar melalui intake akan berbanding terbalik dengan elevasi intake dengan debit dan kemiringan yang sama.

Kata Kunci : Debit, Kemiringan, Intake, Sedimen.

(6)

v

STUDY OF THE INFLUENCE OF WOOD DEBRIS AGAINST THE FLOW EFFICIENCY OF CHECK DAM

Ridwan

Undergraduate Students Of The Department Of Civil Faculty Of Engineering University Of Hasanuddin

Ridwaniwan0505@gmail.com

Supervisor I

Dr.Ir.H. Muhammad Arsyad Thaha,. MT The Teaching Staff Of The Department Of Civil Engineering Faculty

University of Hasanuddin JL. Shaft Malino km. 6 Bontomarannu, 92172, Gowa, South

Sulawesi

Supervisor II

Dr. Eng. Bambang Bakri,St.,MT The Teaching Staff Of The Department Of Civil Engineering Faculty

University of Hasanuddin JL. Shaft Malino km.6 Bontomarannu,

92172, Gowa, South Sulawesi

ABSTRACT

As a maritime country most of Indonesian residents reside around the beach or estuary so that sanitation especially clean water is one of the problems perceived by the community around the beach or the estuary. The purpose of this research is to gain the influence of inlet pipe placement against distribution of sediment in intake. This research type of research used is experimental, where the condition is made and regulated by researchers with the MNGACU in the Liteatur-related literature. In this study focused on the distribution of sediment, intake and high inlet by using Flume in the laboratory. The results showed that the minumum discharge was 0.5 L/sec at a high intake (H1) as much as 0.04 grams while the intake altitude (H3) was 0.01 grams. For a maximum discharge of 0.7 L/sec at a high intake (H1) as much as 1.7 grams while the intake height (H3) is 0.02 grams. The amount of sediment coming out through the intake will be directly proportional to the discharge that flows on the channel with the same slope and elevation whereas the amount of sediment coming out through the intake will be inversely proportional to the intake elevation with discharge and The same slope

Keywords : Discharge, tilt, Intake, sedimen

(7)

VII DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Batasan Masalah ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 6

2.2 Jenis-Jenis Saluran Terbuka ... 9

2.3 Bangunan Air ... 11

2.4 Persyaratan Perencanaan bangunan Intake ... 13

2.4.1 Tinggi muka air di bangunan pengambilan. ... 13

2.4.2 Debit rencana pengambilan pengambilan. ... 14

2.5 Aliran melalui saluran terbuka ... 15

2.5.1 Distribusi kecepatan. ... 17

2.5.2 Aliran seragam. ... 18

(8)

VIII

2.6 Proses Sedimentasi ... 19

2.7 Angkutan Sedimentasi ... 20

2.7.1 Angkutan Dasar... 27

2.7.2 Angkutan Sedimentasi Melayang ... 28

2.8 Pergrrakan Sedimen ... 29

2.8.1 Pengendapan Sedimen ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 36

1. Metode Penelitian ... 36

2. Sumber Data ... 37

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 37

3.4 Prosedur Penelitian ... 41

3.5 Diagram Proses Penelitian Laboratorium ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 45

4.1.1 Karasteristik Sedimen ... 45

4.1.2 Hasil Pengukuran Sedimen Yang Masuk di intake ... 47

4.2 Pengaruh Debit Terhadap Sedimen di Intake... 48

4.3 Pengaruh Elevasi Intake Terhadap Sedimen di Intake ... 57

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 58

(9)

i DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Persentase Jumlah Air di Bumi. ... 6

Tabel 2.2. Kode tekstur struktur tanah. ... 22

Tebel 4.1. Karakteristik Sampel ... 45

Tabel 4.2. Hasil pengukuran sedime pada kondisi (Q1 h1, Q1 h2)... 47

Tabel 4.3. Hasil pengukuran sedimen pada kondisi (Q1 h3, Q2 h1) ... 47

Tabel 4.4. Hasil pengukuran sedimen pada kondisi (Q2 h2, Q2 h3)... 47

Tabel 4.5. Hasil pengukuran sedimen pada kondisi (Q3 h1, Q3 h2 )... 48

Tabel 4.6. Hasil pengukuran sedimen pada kondisi (Q3 h3 ) ... 48

Tabel 4.7. Pengaruh debit terhadap sedimen di intake ... 48

Tabel 4.8. Pengaruh elevasi intake terhadap sedimen... 57

(10)

ii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bentuk-bentuk potongan melintang saluran terbuka. ... 11

Gambar 2.2. Aliran seragam (a) dan berubah (b). ... 16

Gambar 2.3. Distribusi kecepatan pada saluran terbuka. ... 17

Gambar 2.5. Diagram shields untuk gerskan awal butiran ... 28

Gambar 3.1. Flume (Saluran Model). ... 38

Gambar 3.2. Gelas Ukur…………..………. 38

Gambar 3.3. Stopwatc ... 38

Gambar 3.4 .Corong ... 39

Gambar 3.5. Penggaris. ... 39

Gambar 3.6. Ember. ... 39

Gambar 3.7. Plastisin ... 40

Gambar 3.8. Pipa Intake. ... 40

Gambar 3.9. Ambang (Bendung) ... 40

Gambar 4.10. Lubang Intake ... 41

Gambar 3.11.Penampang Persegi Saluran. ... 42

Gambar 3.12.Diagram alir penelitian. ... 44

Gambar 4.1. Grafik Sampel Sedimen. ... 46

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Antara Sedimen Dan Debit Air (h1 ). ... 49

Gambar 4.3. Grafik Angkutan sedimen akibat perubahan debit (h1). ... 50

Gambar 4.4. Grafik Angkutan sedimen akibat perubahan debit (h1). ... 51

Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Antara Sedimen Dan Debit Air (h2 ). ... 51

Gambar 4.6. Angkutan sedimen akibat perubahan debit (h2). ... 52

(11)

iii

Gambar 4.7. Angkutan sedimen akibat perubahan debit (h2). ... 53

Gambar 4.8. Grafik perbandingan antara sedimen dan debit air (h3 = 0.75 ). ... 54

Gambar 4.9. Angkutan sedimen akibat perubahan debit (h3). ... 55

Gambar 4.10. Angkutan sedimen akibat perubahan debit (h3). ... 56

Gambar 4.11. Grafik hubungan antara debit dan sedimen pada variasi h1,h2 dan h3. ... 56

Gambar 4.12. Grafik perbandingan antara sedimen dan elevasi intake (Q1 = 0.5 l/det. ... 58

Gambar 4.13. Angkutan sedimen akibat perubahan elevasi (Q1). ... 58

Gambar 4.14. Angkutan sedimen akibat perubahan elevasi (Q1). ... 59

Gambar 4.15. Grafik perbandingan antara sedimen dan elevasi intake (Q2 = 0.6 l/det ). ... 60

Gambar 4.16. Angkutan sedimen akibat perubahan elevasi (Q2). ... 61

Gambar 4.17. Angkutan sedimen akibat perubahan elevasi (Q2). ... 62

Gambar 4.18. Grafik perbandingan antara sedimen dan elevasi intake (Q3 = 0.7 l/det ). ... 63

Gambar 4.19. Angkutan sedimen akibat perubahan elevasi (Q3). ... 63

Gambar 4.20. Angkutan sedimen akibat perubahan elevasi (Q3). ... 64

Gambar 4.21. Grafik hubungan antara elevasi dan sedimen pada variasi Q1, Q2 dan Q3). ... 65

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai adalah saluran alamiah di permukaan bumi yang menampung dan menyalurkan air hujan dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah dan akhirnya bermuara di danau atau di laut. Di dalam aliran air terangkut juga material-material sedimen yang berasal dari proses erosi yang terbawa oleh aliran air dan dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan akibat sedimentasi dimana aliran air tersebut akan bermuara yaitu di danau atau di laut.

Sebagai negara maritim sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal disekitar pantai atau muara sehingga sanitasi terutama air bersih merupakan salah satu permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat disekitar pantai atau muara. Pemanfaatan air tanah sangat terbatas jumlahnya karena pengaruh instrusi air laut. Disis lain, kelebihan air tawar dari hulu sangat berlimpah jumlahnya disekitar muara. Namun kondisi morfologi sungai di hilir atau muara memiliki kedalaman dan dimensi yang besar, sehingga diperlukan biaya eksploitasi (dam atau bendung) yang mahal dalam memanfaatkan air tersebut. Salah satu solusi yang dilakukan saat ini untuk memanfaatkan air tersebut sebagai air baku untuk air bersih adalah dengan membangun free intake di sekitar muara sungai.

Dengan keberadaan intake ini sangat membantu dalam mensuplai air baku untuk kebutuhan air bersih terutama di daerah pesisir. Namun seiring dengan berjalannya pemanfaatan tersebut, ditemukan masalah bahwa kapasitas intake

(13)

2 yang ada jauh di bawah kapasitas dari rencana. Variabel yang sangat mempengaruhi kapasitas suatu intake adalah bentuk dan kecepatan aliran pada sungai, profil sungai dan penempatan pipa pengambilan dari sungai ke intake.

Oleh karena itu penerapan teori hidrolika pada desain intake dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya, dan dengan demikian cukup teliti untuk keperluan rancangan praktis.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dan kondisi saat ini bahwa desain intake yang ada menerapkan prinsip aliran hidraulik karena belum adanya studi yang dilakukan sebelumnya sehingga penulis menganggap perlu adanya penelitian mendalam tentang: Pengaruh perubahan debit dan elevasi intake terhadap distribusi sedimen di intake

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan,maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana Pengaruh debit terhadap distribusi sedimen di intake b. Bagaimana pengaruh elevasi terhadap sedimen di intake

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah yang dipaparkan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Menganalisis pengaruh debit terhadap sedimen di intake

b. Menganalisis pengaruh penempatan pipa intake terhadap sedimen di intake 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain:

(14)

3 1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menentukan kebijakan khususnya dalam perencanaan konstruksi bangunan intake.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini

3. Menjadi salah satu referensi bagi engineer dalam desain bangunan free intake.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis saluran berbentuk segiempat 2. Kemiringan saluran I1=0,17 %

3. Tinggi muka air (h) 20 cm pada model

4. Tinggi pipa pengambilan h1= 0,25 cm h2= 0,5 cm h3=0,75 cm 5. Debit aliran turbulen

6. Material sedimen berupa agregat halus 7. Tinggi sedimen 3 cm

8. Tinggi bangunan bendung 15 cm

9. Waktu pengambilan sedimen melalui pipa intake selama 3 menit 10. Pipa intake  0.07 m

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tesis ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(15)

4 Dalam bab ini diuraikan mengenai hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, dilanjutkan dengan uraian rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan secara sistematis tentang teori, pemikiran dan hasil penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Bagian ini akan memberikan kerangka dasar yang komprehensif mengenai konsep, prinsip atau teori yang akan digunakan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari lokasi dan objek penelitian, teknik pengumpulan data serta diagram alir penelitian, teknik pengambilan sampel dan teknik analisis data, Pembahasan mengenai alat dan material yang digunakan dalam pekerjaan, teknik pelaksanaan pekerjaan, dan kendala–kendala yang dihadapi di lapangan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan hasil-hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan pembahasannya. Penyajian hasil penelitian memuat deskripsi sistematik tentang data yang diperoleh, sedangkan pada bagian pembahasan menguraikan pengolahan data hasil penelitian dalam rangka mencapai tujuan dari penelitian ini.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini dikemukakan kesimpulan dari seluruh rangkaian proses penelitian dan saran-saran terkait dengan kekurangan yang didapati dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

(16)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

Air merupakan zat yang yang mutlak dibutuhkan bagi setiap makhluk hidup sebagai kebutuhan dasar dalam melangsungkan kehidupannya. Manusia menggunakan air untuk berbagai keperluan pokok diantaranya untuk keperluan makan, minum, mencuci, mandi dan berbagai kebutuhan lainnya. Kebutuhan makhluk hidup akan air bersih merupakan kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat dan berkelanjutan yang terkadang tidak mampu diimbangi oleh kemampuan pelayanan. Peningkatan kebutuhan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan derajat kehidupan warga serta perkembangan kota/

kawasan pelayanan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Permukaan Bumi sekitar 70% tertutupi oleh air, namun sebagian besar berupa air yang tidak dapat dimanfaatkan langsung karena berupa air asin, gletser, salju, tudung es kutub, dan air tanah. Air yang dapat langsung dimanfaatkan langsung, berupa air permukaan, mata air, dan aliran sungai juga masih tetap mengalami proses daur hidrologi seperti halnya yang terjadi pada air laut dan terjadinya peresapan kembali ke dalam tanah menjadi air tanah. Diperkirakan kandungan air tawar yang berada di bumi hanya sebesar 2,75% dan selebihnya sebesar 97,25% berupa air asin dari jumlah air yang ada di bumi.

Gambaran mengenai persentase perbandingan air tawar dengan air asin dapat dilihat pada Tabel 2.1

(17)

6 Tabel 2.1. Persentase Jumlah Air di Bumi

Tempat

Volume

(103 km3)

Persenan Jumlah Air

Danau air tawar

Sungai

Kelengasan tanah

Air tanah

Danau air asin dan laut pedalaman

Atmosfer

Tudung es kutub, gletser, dan salju Lautan

125

1,2

65

8250

105

13

29200

1320000

0,62

0,008

0,001 2,1

97,25

Jumlah

1360000

Atau 1,36 x 1018 m3

100,00

(18)

7 Sebagai kebutuhan pokok bagi manusia, baik untuk kebutuhan langsung seperti bahan baku air minum, air industri, sanitasi maupun untuk keperluan tidak langsung seperti irigasi, peternakan, pembangkit tenaga listrik tenaga air maupun keperluan yang lainnya. Jumlah kebutuhan air meningkat tiap tahunnya, sedangkan volume air relatif tetap, sehingga membuat manusia harus berupaya untuk memanfaatkan sumber air seefisien mungkin. Air tersebar tidak merata di permukaan bumi, baik ditinjau dari segi tempat maupun waktu. Ada kalanya suatu tempat airnya melimpah sepanjang tahun, di tempat lain air melimpah saat musim penghujan dan kekurangan saat musim kemarau, tapi ada juga daerah yang kekurangan air sepanjang tahun.

Perancangan pemanfaatan air sungai memerlukan adanya konsep untuk mencapai efisiensi yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan di masa mendatang.

Pada dasarnya hal tersebut tidak hanya didasarkan pada pengetahuan teknik sipil saja, namun juga bidang-bidang lainnya misalnya geologi, pengairan, sosial, ekonomi, hukum, mesin, kimia, biologi, listrik dan sebagainya.

Setiap proyek pengembangan sumber daya air akan menghadapi masalah yang unik harus diatasi secara khusus. Rencana baku yang didasarkan pada buku acuan terasa kurang lengkap tanpa didasarkan pada pengalaman-pengalaman lapanga. Kondisi-kondisi khusus setiap proyek harus diatasi melalui penerapan pengetahuan dasar berbagai displin ilmu secara terpadu.

Sungai sejak jaman purba menjadi suatu unsur alam yang sangat berperan di dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa. Ketersediaanairnya, lembahnya yang subur, dan lain-lain potensinya menarik manusia untuk

(19)

8 bermukim di sekitarnya. Kehidupan sehari–hari mereka tidak akan lepas dari memanfaatkan sungai dengan konsekuensi manusia akan melakukan rekayasa terhadapnya yang perlu untuk lebih banyak dapat mengambil manfaat darinya.

Tetapi kesadaran datang terlambat, bahwa manusia harus melakukannya secara bersahabat, agar tidak timbul dampak yang akan merugikan di kemudian hari.

Sebagai unsur–unsur alam yang lain, segala tindakan terhadapnya akan menimbulkan dampak perubahan sifat dan keadaannya sebagai penyesuaian terhadap perlakuan apa yang diterimanya.

Dampak yang timbul ini dapat bersifat sangat merugikan kepada manusia sebagai pemanfaatnya apabila tidak diantisipasi penanggulangannya sesuai dengan kehendak alam, dan dapat bersifat tak terubah atau interversible. Dalam melakukan tindakan rekayasa terhadap sebuah sungai agar kita memperoleh manfaat darinya, kita harus mengetahui sifat-sifat alaminya dan menyesuaikan tindakan–tindakan kita secara bersahabat kepada sifat–sifat itu agar kesetimbangan alam tidak akan terganggu.

Untuk tujuan ini kita perlu mempelajari unsur–unsur dan mentaati hukum- hukum alam baik kualitatif maupun kuantitatif yang membentuk sifat–sifat sungai itu. Jika tindakan rekayasa terhadap sungai tanpa dilandasi pengetahuan akan sifat-sifatnya serta tidak mentaati hokum alam, bukan keberhasilan tetapi bencana yang akan didapatkan.

Potensi–potensi dan kegunaan yang dapat diambil dari sebuah sungai, antara lain:

(20)

9 1. Air : Air adalah kebutuhan dari seluruh makhluk hidup untuk kelangsungan hidup. Air sebagai penunjang produksi pangan: pembasahan lahan irigasi, perikanan.

2. Aliran : Bersama dengan airnya akan menghasilkan energy, pembersih pencemaran maupun memberikan fasilitas.

3. Sedimen : Dapat digunakan sebagai bahan bangunan, membentuk maupun menyuburkan lahan.

4. Lembah : Dapat dikembangkan sebagai areal permukiman, pertanian, dan industri.

2.2 Jenis – Jenis Saluran Terbuka

Menurut asalnya, saluran terbuka dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural), dan saluran buatan (artifical). Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil ke sungai besar, sampai ke muara sungai. Aliran air dibawah tanah dengan permukaan bebas juga dianggap sebagai saluran terbuka alamiah. Sifatsifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak menentu. Dalam beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan pengamatan dan pengalaman sesungguhnya sedemikian rupa sehingga persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima untuk penyelesaian analisa hidrolika teoritis.

Saluran buatan adalah saluran yang dibentuk oleh manusia, seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit listrik, saluran irigasi dan talang, parit pembuangan, pelimpah tekanan, saluran banjir, saluran pengangkutan kayu, selokan dan sebagainya, termasuk model saluran yang dibuat di laboratorium

(21)

10 untuk keperluan penelitian. Sifat-sifat hidrolik saluran seperti ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya, dan dengan demikian cukup teliti untuk keperluan pernacnangan praktis.

Pada berbagai keadaan dalam praktek teknik saluran terbuka buatan diberi istilah yang berbeda-beda, antara lain :

a. Saluran, biasanya panjang dan merupakan saluran landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu maupun tidak, beton, semen, kayu, maupun aspal

b. Talang, merupakan selokan dari kayu, logam beton, ataupun pasangan batu, biasanya disanggah atau terletak di atas permukaan tanah, untuk mengalirkan air berdasarkan perbedaan tinggi tekanan.

c. Got miring, adalah selokan yang curam

d. Terjunan, hampir sama dengan got miring, namun perubahan tinggi air terjadi dalam jarak pendek.

e. Gorong-gorong, merupakan selokan tertutup yang pendek, dipakai untuk mengalirkan air melalui tanggul jalan kereta api maupun jalan raya f. Terowongan air terbuka, adalah selokan tertutup yang cukup panjang,

dipakai untuk mengalirkan air menembus setiap gundukan tanah.

Zat cair dapat diangkut dari suatu tempat ke tempat lain melalui bangunan pembawa alamiah ataupun manusia. Bangunan ini dapat terbuka maupun tertutup

(22)

11 bagian atasnya. Aliran dalam saluran terbuka yang mempunyai permukaan bebas.

Permukaan bebas mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfir.

Zat cair yang mengalir pada saluran terbuka mempunyai bidang kontak hanya pada dinding, dan dasar saluran, sedangkan bagian atasnya hanya sedikit yang terpangaruh yaitu udara. Saluran terbuka dapat berupa:

1. Saluran alamiah atau buatan

2. Galian tanah dengan atau tanpa lapisan penahan

3. Terbuat dari pipa, beton, batu, bata, ataupun mineral lain

4. Dapat berbentuk persegi, segitiga, trapesium, lingkaran, tapal kuda, atau tidak beraturan

Bentuk–bentuk saluran terbuka, baik saluran buatan maupun alamiah dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Bentuk-bentuk potongan melintang saluran terbuka

2.3 Bangunan Air

Bangunan air adalah bangunan yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengendalikan air di sungai maupun di danau. Bentuk dan ukuran bangunan tergantung kebutuhan, kapasitas maksimum sungai, dana pembangunan dan sifat

(23)

12 hidrolik sungai. Kebanyakan konstruksi bangunan air bersifat lebih masif dan tidak memerlukan segi keindahan dibandingkan dengan bangunan-bangunan gedung atau jembatan, dan perencanaan bangunan secara detail tidak terlalu halus.

Permukaan bangunan air atau bagian depannyasebaiknya berbentuk lengkung untuk menghindari kontraksi sehingga mempunyai efisiensi yang tinggi, dan mengurangi gerusan lokal (local scoure) di sekeliling bangunan atau hilir bangunan

Berdasarkan NSPM Kimpraswil 2002 tentang Air Minum Perkotaan, yang dimaksudkan dengan prasarana air bersih meliputi:

a. Bangunan intake, yaitu bangunan / konstruksi yang dibangun pada suatu lokasi sumber air yang dipergunakan sebagai tempat untuk mengambil air tersebut guna penyediaan air bersih.

b. Instalasi Pengolahan Air (IPA), yaitu suatu instalasi / bangunan yang berfungsi untuk mengolah air baku menjadi air bersih. Salah satu jenis instalasi pengolahan air adalah Instalasi pengolahan Air Lengkap yaitu pengolahan yang terdiri dari unit-unit koagulasi, flokuasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi. Biasanya digunakan untuk mengelolah air permukaan yang keruh.

c. Pipa transmisi, yitu sarana transportasi untuk membawa air baku ke unit pengelolaan atau mengantarkan air bersih dari unit pengelolaan ke unit distribusi utama / reservoir pembagi.

d. Reservoir, merupakan bangunan penampungan air yang telah diolah di instalasi pengelolaan air berfungsi untuk menyeimbangkan antara debit

(24)

13 produksi dan debit pemakaian air yang berfluktuasi selama 24 jam. Reservoir terdiri atas 2 bentuk yaitu reservoir bawah tanah (ground reservoir) dan menara air (elevated tank).

e. Jaringan pipa distribusi, merupakan jaringan pipa berfungsi untuk mengatur dan mendistribusikan air bersih dari reservoir ke wilayah pelayanan sesuai dengan kebutuhan air yang direncanakan.

2.4 Persyaratan Perencanaan Bangunan intake

Pengambilan dibuat di tempat yang tetap sehingga dapat mengambil air dengan baik dan sedikit mungkin masuknya sedimen.

Untuk mengurangi masuknya sedimen ke bangunan pengambilan

perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Sedapat mungkin bangunan berada pada tikungan luar sungai.

b. Mengatur sudut masuk antara pengambilan dan sungai.

c. Penggunaan dan ketinggian ambang penahan sedimen (skimming wall).

Umumnya pintu pengambilan digunakan pintu sorong yang terdiri dari bahan kayu ataupun dari baja. Jika air di depan pintu sedang tinggi, saat banjir maka eksploitasi (pengoprasian) pintu sorong relatif sulit sehingga dapat digunakan pintu radial atau pintu otomatis. Perhitungan debit yang masuk pintu pengambilan sama untuk semua jenis pintu, kecuali koefisien-koefisien yang disesuaikan dengan bentuk pintu.

2.4.1 Tinggi muka air di bangunan pengambilan.

Bangunan pengambilan ini secara umum dapat digunakan untuk pengambilan bebas dan dengan bendung, kecuali sudut masuk yang disyaratkan

(25)

14 pada pengambilan bebas. Banguna pengambilan di saluran primer direncanakan dengan tinggi muka air lebih tinggi 0,10 m dari muka air kantong lumpur dalam keadaan penuh (Anonim 1986). Hal ini bertujuan untuk mencegah kehilangan air di saluran pembilas akibat gelombang. Saluran dan pintu pembilas terletak di depan bangunan pengambilan, jika bangunan utama adalah bendung tetap. Jadi untuk pengambilan bebas dan bendung dan bendung gerak tidak mempunyai pintu pembilas.

2.4.2 Debit rencana pengambilan

Aliran yang mengalir pada waktu yang sama, pasti akan terdapat persamaan kontinuitas didalamnya, yang dimana debit masuk itu setara dengan debit yang keluar. Hal ini memungkinkan dimana variasi kecepatan akan mengikuti memenuhi luasan permukaan basah dari suatu saluran. Singkat cerita jika kecepatan awal itu tinggi maka berdampak pada luas saluran keluar begitupun sebaliknya.

Azas kontiniutas

Qmasuk = Qkeluar (2.1)

V1.A1 = V2.A2 (2.2)

Dimana :

Qmasuk = debit aliran masuk

Qkeluar = debit aliran keluar

Besarnya debit rencana pengambilan adalah:

(26)

15 Qandalan = 1,2 Qkebutuhan (2.3)

Yang mana:

Qandalan = Debit rencana di pintu pengambilan (m3/det)

Qandalan = Debit kebutuhan air irigasi (m3/det)

Hal ini dimaksudkan untuk menambah fleksibilitas kebutuhan air.

2.5 Aliran melalui Saluran Terbuka

Aliran melalui saluran terbuka disebut seragam (uniform) apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan, dan debit pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran seragam, garis energi, garis muka air dan dasar saluran adalah sejajar sehingga kemiringan dari ketiga garis tersebut adalah sama.

Kedalaman air pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal Untuk debit aliran dan luas tampang lintang saluran tertentu, kedalaman normal adalah konstan di seluruh panjang saluran.

Aliran tidak seragam atau berubah (non uniform flow atau varied flow) apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan. Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran berubah cepat, sedang apabila terjadi pada jarak yang panjang disebut aliran berubah beraturan.

Selain itu aliran yang melalui saluran terbuka juga dapat dibedakan menjadi aliran kritis (mengalir) dan super kritis (meluncur). Aliran seragam dan aliran

(27)

16 tidak seragam termasuk aliran kritis. Aliran disebut sub kritis apabila suatu gangguan (misalnya batu dilempar ke dalam aliran sehingga menimbulkan gelombang) yang terjadi di suatu titik pada aliran yang dapat menjalar ke arah hulu. Aliran sub kritis dipengaruhi oleh kondisi hilir, dengan kata lain keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran adalah super kritis. Dalam hal ini kondisi di hulu akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Penentuan tipe aliran dapat didasarkan pada nilai angka Froude Fr, yang mempunyai bentuk Fr , dengan V dan y adalah kecepatan dan kedalaman

aliran. Aliran adalah sub kritis apabila Fr< 1, kritis apabila Fr = 1, dan super kritis apabila Fr> 1.

Gambar 2.2 aliran seragam (a) dan berubah (b) Ga

r 1

(28)

17 2.5.1 Distribusi Kecepatan

Dalam aliran melalui saluran terbuka, distribusi kecepatan tergantung pada banyak faktor seperti bentuk saluran, kekasaran dinding dan juga debit aliran.

Distribusi kecepatan tidak merata di setiap titik pada tampang melintang.

Gambar 2.3 menunjukkan distribusi kecepatan pada tampang lintang saluran dengan berbagai bentuk saluran, yang digambarkan dengan garis kontur kecepatan. Terlihat bahwa kecepatan minimum terjadi di dekat dinding batas (dasar dan tebing) dan bertambah besar dengan jarak menuju ke permukaan. Garis kontur kecepatan maksimum terjadi di sekitar tengah-tengah lebar saluran dan sedikit di bawah permukaan. Untuk saluran yang sangat lebar, distribusi kecepatan di sekitar bagian tengah lebar saluran adalah sama. Hal ini disebabkan karena sisi- sisi saluran tidak berpengaruh pada daerah tersebut, sehingga saluran di daerah tersebut dianggap 2 dimensi (vertikal). Keadaan ini akan terjadi apabila lebar saluran lebih besar dari 5-10 kali kedalaman aliran yang tergantung pada kekasaran dinding. Dalam praktek, saluran dapat dianggap sangat lebar (lebar tak terhingga) apabila lebar saluran 10 kali kedalaman.

Gambar 2.3 Distribusi kecepatan pada saluran terbuka

Saluran Segitiga Saluran Trapesium

Pipa Saluran Persegi

Saluran Dangkal Saluran Alam

(29)

18 Distribusi kecepatan pada vertikal dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran pada berbagai kedalaman. Semakin banyak titik pengukuran akan memberikan hasil semakin baik. Biasanya pengukuran kecepatan di lapangan dilakukan dengan menggunakan current meter. Alat ini berupa baling-baling yang akan berputar karena adanya aliran, yang kemudian akan memberikan hubungan antara kecepatan sudut baling-baling dengan kecepatan aliran.

Untuk keperluan praktis dan ekonomis, dimana sering diperlukan kecepatan rerata pada vertikal, pengukuran kecepatan dilakukan hanya pada satu atau dua titik tertentu. Kecepatan rerata dapat diukur pada 0,6 kali kedalaman dari muka air, atau harga rerata dari kecepatan pada 0,2 dan 0,8 kali kedalaman. Ketentuan ini hanya berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan tidak ada penjelasan secara teoritis. Besar kecepatan rata-rata ini bervariasi antara 0,8–0,95 kecepatan di permukaan dan biasanya diambil sekitar 0,85.

2.5.2 Aliran Seragam

Pada aliran seragam, dianggap bahwa aliran adalah mantap dan satu dimensi. Aliran tidak mantap yang seragam hampir tidak ada di alam. Dengan anggapan satu dimensi berarti kecepatan aliran di setiap titik pada tampang lintang adalah sama. Contoh aliran seragam adalah aliran yang melalui saluran irigasi yang sangat panjang dan tidak ada perubahan penampang. Aliran di saluran irigasi yang dekat dengan dengan bangunan irigasi tidak lagi seragam karena adanya pembendungan atau terjunan, yang menyebabkan aliran menjadi tidak seragam (non uniform).

(30)

19 Aliran seragam tidak dapat terjadi pada kecepatan aliran yang besar atau kemiringan saluran yang sangat besar. Apabila kecepatan aliran melampaui batas tertentu (kecepatan kritik), maka muka air menjadi tidak stabil dan akan terjadi gelombang. Pada kecepatan yang sangat tinggi (lebih dari 6 m/dt), udara akan masuk ke dalam aliran dan aliran menjadi tidak mantap.

Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan geser (tahanan) pada dinding saluran. Tahanan ini akan diimbangi oleh komponen gaya berat yang bekerja pada zat cair dalam arah aliran. Di dalam aliran seragam, komponen gaya berat dalam arah aliran adalah seimbang dengan tahanan geser.

Tahanan geser ini tergantung pada kecepatan aliran.

Beberapa ahli telah mengusulkan beberapa bentuk koefisien Chezy C dari rumus umum . Koefisien tersebut tergantung pada bentuk tampang lintang, bahan dinding saluran, dan kecepatan saluran.

2.6 Proses sedimentasi

Kapasitas angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai adalah besaran sedimen yang lewat penampang tersebut dalam satuan waktu tertentu.

Terjadinya penggerusan, pengendapan atau mengalami angkutan seimbang perlu di ketahui kuantitas sedimen yang terangkut dalam proses tersebut. Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika kapasitas sedimen yang masuk pada suatu penampang memanjang sungai sama dengan kapasitas sedimen yang keluar dalam satuan waktu tertentu. Pengendapan terjadi dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu.

Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen

(31)

20 yang masuk lebih kecil dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu (Saud, 2008).

Menurut asalnya, bahan-bahan dalam angkutan sedimen dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a) Bed material transport, merupakan bahan angkutan yang berasal dari dalam tubuh sungai itu sendiri dan ini dapat diangkut dalam bentuk muatan dasar ataupun muatan melayang.

b) Wash load, merupakan bahan angkutan yang berasal dari sumber- sumber diluar tubuh sungai yang tidak ada hubungannya dengan kondisi lokal.

Bahan angkutan ini berasal dari hasil erosi di daerah aliran sungainya (DAS).

Muatan bilas terdiri dari partikel halus, yaitu lempung (silt) dan debu (dust) yang terbawa aliran sungai. Lempung dan debu ini hasil dari pelapukan batuan dan tanah daerah aliran sungai.Muatan bilas dapat mempengaruhi viskositas air sungai. Akan tetapi pengaruhnya terhadap perilaku dasar sungai umumnya relatif kecil

2.7 Angkutan Sedimen

Angkutan sedimen dalam arti umum dapat diartikan sebagai pergerakan butiran atau material dasar sedimen di dalam aliran sungai, baik yang merupakan hasil penggerusan / erosi pada medan di catchment area maupun pada tepid an dasar di bagian hulu sungai

Pada dasarnya adanya sedimen di sungai disebabkan oleh terjadinya penggerusan /erosi pada medan di catchment area dan penggerusan pada tepi dan dasar sungai di bagian upstream dan mengendap pada bagian downstream sungai.

(32)

21 Adapun medan catchment area yang dimaksudkan adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang keadaan topografinya memungkinkan terjadinya proses penggerusan terhadap lapisan permukaan tanah / batuan, yang kemudian hasil penggerusan tersebut diangkat oleh air kedalam sungai atau system sungai.

Penggerusan yang terjadi pada medan catchment area ini disebabkan oleh beberapa factor, yang mana nantinya juga akan mempengaruhi kapasitas sedimen yang terangkut oleh sungai. Adapun factor-faktor tersebut adalah sebagai berikut ;

a. Karasteristik hujan

Karasteristik dari hujan yang jatuh di daerah pengaliran antara lain adalah intensitas, frekuensi serta durasinya , hal ini sangat mempengaruhi penggerusan / erosi daripada batuan yang membentuk daerah pengaliran, terlebih pada daerah pegunungan dimana air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah dengan mudahnya mengikis lapisan atasnya serta menghanyutkannya kedalam alur sungai.

b. Penutup tanah

Factor penutup tanah yang dimaksudkan disini adalah tanaman atau vegetasi. Biasanya tanaman yang menutupi daerah pengaliran sungai akan sangat membantu pada penurunan erosi pada batuan di daerah pengaliran, karena tanaman atau vegetasi dapat menaikkan daya tahan tanah terhadap erosi.

c. Daya tahan tanah terhadap erosi (Erodobilitas)

Erodobilitas tanah, atau factor kepekaan erosi tanah, yang merupakan daya tahan tanah baik terhadap penglepasan dan pengangkutan, terutama tergantung

(33)

22 pada sifat-sifat tanah, seperti tekstur, stabilitas agregat, kekuatan geser, kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi. Disamping itu, juga tergantung pada posisi topografi, kemiringan lereng, dan gangguan oleh manusia.

Tabel 2. 2 Kode tekstur struktur tanah

Sumber : Wischmeier dan Smith ( 1978 dalam Nurul Fitria Sari,2008) d. Kemiringan lereng medan

Kemiringan lereng medan juga sangat menentukan besarnya penggerusan, yaitu jika kemiringan lereng medan semakin tajam, maka penggerusan yang terjadi akan semakin besar

e. Pengaruh kegiatan manusia

Erosi yang disebabkan oleh kegiatan manusia semestinya tidak diabaikan begitu saja yang diantaranya adalah penggundulan hutan, bercocok tanam pada lereng-lereng pegunungan yang curam dan pembangunan jaringan jalan di daerah

Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter)

Kode

Granular sangat halus (< 1 mm) 1

Glanular halus (1 – 2 mm) 2

Glanular sedang sampai kasar ( 2 – 10 mm )

3

Berbentuk blok,blocky,plat,massif. 4

(34)

23 pegunungan. Pada semua keadaan tersebut ketahanan butiran tanah terhadap titik- titik air yang menimpanya dan terhadap aliran permukaan sangat menurun,sehingga keseimbangan mekanis dari lereng-lereng tersebut akan terganggu,menyebabkan timbulnya erosi lereng, keruntuhan lereng, atau tanah longsor.

Seperti penjelasan di atas bahwa selain penggerusan pada medan catchment area, sedimen yang di sungai juga dihasilkan dari penggerusan pada tepid an

dasar sungai di bagian upstream sungai. Kondisi ini terjadi mengingat bahwa pada bagian upstream sungai atau saluran yang terletak di daerah pegunungan adalah merupakan bagian sungai dimana secara topografis kemiringan sangat besar, sehingga kecepatan alira tersebut menyebabkan mudahnya terjadi penggerusan.

Mekanisme kerja dari beberapa faktor yang berpengaruh pada terjadinya penggerusan (erosi) di areal saluran seperti hujan, angina,limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, serta ada atau tidaknya tindakan konversasi, sebetulnya tidak dapat dipisah- pisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena semuanya saling berhubungan.

Secara garis besar maka faktor-faktor diatas dapat digolongkan kedalam tiga kelompok, yaitu :

1) Energi

Hal ini merupakan kemampuan potensial hujan, limpasan permukaan dan/atau angina untuk menyebabkan erosi. Kemampuan ini disebut dengan “Erosifitas”. Hal lain yang turut berpengaruh pada tenaga

(35)

24 dari agen-agen erosif ini adalah limpasan permukaan dan angin berturut- turut melalui pengurangan Panjang lereng.

2) Kepekaan Tanah (Erodibilitas)

Faktor erodibilitas ini bergantung pada sifat-sifat fisik-mekanik dan kimia tanah dalam melakukan proses infiltrasi air kedalam tanah dan mengurangi limpasan permukaan. Han ini juga sangat erat kaitannya dengan faktor karasteristik tanah yang bersangkutan, dimana perbandingan angka pori tanah berbanding lurus dengan proses infiltrasi.

3) Proteksi

Bertitik tolak pada faktor yang berhubungan dengan penutupan tanah disekitar area sungai, dimana hal ini memungkinkan perlindungan tanah melalui upaya pengintersepsian hujan dan pengurangan kecepatan limpasan permukaan dan angina.

Angkutan sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan pembagian sebagai berikut:

A). Berdasarkan asalnya material angkutan dibedakan 2 macam : 1. Muatan Tercuci (Wash Load)

Adalah partikel halus yang berupa lempung dan debit, yang terbawa oleh aliran sungai. Partikel ini akan terbawa sampai ke laut atau mengendap pada aliran yang tenang. Angkutan ini terdiri dari butiran tanah yang sangat halus dengan diameter < 50pm (terdiri dari lempung dan lanau) yang hanya bergerak dengan cara melayang dan tidak berada pada dasar sungai. Hasil pelapukan itu akan terbawa oleh aliran permukaan atau angin kedalam sungai atau DAS tersebut.

(36)

25 Muatan tidak dapat dihitung, tetapi diukur dan dapat dipengaruhi oleh turbulensi dan viskositas aliran. Muatan cuci hanya diperhitungkan pada pendangkalan.

€m = viskositas pusaran ( Eddy viscositas ). Harga €m pada umumnya berkisar 1 Menurut Coleman dan Van Rijn, Koeffisien : z/h<0,5 ► €m = x(l-z/h)xUx ► Bentukparabolik z/h ^ 0, ► €m — 0,25 x Ux x h ►Konstan

Koeffisien Diffusi turbulen diasumsikan sama dengan koeffisien Viskositas pusaran (Eddy viskositas) ► €s = €m

2. Muatan Dasar Sungai (Bed Load)

Adalah partikel kasar yang berasal dari dasar bergerak sepanjang dasar sungai secara keseluruhan. Jadi angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar dan aliran (dapat terdiri dari muatan dasar dan muatan layang ). Muatan ini ditunjukkan oleh gerakan partikel didasar sungai yang ukuranya besar.

B). Berdasarkan mekanisme dari angkutan dibedakan 2 macam : 1). Muatan dasar ( bed load ),

Partikel yang berhubungan dengan dasar sungai, gerakan ini dapat bergeser, menggelinding, atau meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah terlepas dari dasar sungai. Gerakan ini kadang-kadang meliputi dasar sungai yang ditandai dengan tercampurnya butiran partikel yang bergerak bersama- sama kearah hilir. Keadaan ini sering dijumpai pada daerah yang materialnya berasal dari gunung berapi, dan pada umumnya material dasar terdiri dari pasir.

2). Muatan Melayang (Suspended Load)

(37)

26 Adalah material dasar sungai yang melayang didalam aliran dan terdiri dari butir pasir halus yang mengambang di atas dasar sungai, karena selalu didorong keatas oleh turbulensi aliran. Partikel sedimen tetap melayang didalam aliran sungai apabila aliran itu turbulen, dan jika aliran itu luminer maka konsentrasi sedimen akan berkurang dan akhirnya mengendap, sama seperti apabila aliran sungai itu tidak mengalir.

Gambar 2.4 Pergerakan sedimen

C). Berdasarkan klasifikasi ukuran partikel dari sedimen

Angkutan dasar (bed load), angkutan suspensi (suspended load), dan angkutan kuras (wash load). Angkutan dasar (bed load) terdiri dari partikel kasar, seperti kerikil atau pasir yang begerak teratur atau acak dan selalu menyentuh dasar sungai. Angkutan suspensi (suspended load) bergerak melayang tanpa menyentuh dasar sungai, atau setidak-tidaknya mempunyai lintasan yang panjang sebelum menuju dasar sungai.

(38)

27 2.7.1 Angkutan Dasar

Apabila gerakan partikel sedimen dalam keadaan terguling, tergelincir, atau kadang-kadang meloncat sepanjang dasar, hal ini disebut angkutan dasar (bed load transport). Pada umumnya, besarnya angkutan dasar pada dasar sungai

berkisar 5-25% dari angkutan melayang. (Muhammad Saleh Pallu, 2012).

Pendekatan shield digunakan dalam memperhitungkan besarnya angkutan sedimen dasar.

Dalam studi gerakan awal sedimen, Shields menentukan besarnya angkutan sedimen dasar dengan rumus semi empiris, dapat dilihat dalam persamaan 2.12.

Diagram shields untuk menentukan gerakan awal butiran dapat dilihat pada Gambar 2.5

(2.12) keterangan :

qb, q = debit angkutan sedimen dasar dan debit air per satuan lebar saluran (m3/det)

d = diameter partikel sedimen (m)

 = tegangan geser (N/m2)

c = tegangan kritis

Ys, Y = berat jenis sedimen dan air (kg/m3)

(39)

28 Gambar 2.5 Diagram Shields untuk gerakan awal butiran

2.7.2 Angkutan sedimen melayang

Angkutan sedimen melayang adalah sedimen terdiri dari komponen material yang cenderung bergerak naik ke atas akibat suatu aliran tetap turbulen, hingga keadaan melayang selama waktu tertentu. Pada sungai- sungai alam, banyak sedimen terangkut sebagai sedimen melayang (suspended load).

(Muhammad Saleh Pallu, 2012).

Besarnya suspended load secara matematis dapat di definisikan dalam persamaan 13 dan 14.

(40)

29 2.8 Pergerakan Sedimen

Pergerakan sedimen di muara sungai (estuari) terdiri dari empat proses (Davis, 1985):

1) Erosi di dasar

2) Transportasi ( perpindahan ) 3) Deposisi di dasar

4) Konsolidasi sedimen yang terdeposisi

Keempat proses yang diatas sangat bergantung kepada dinamika aliran fluida dan karakteristik partikel diantaranya ukuran butiran partikel, densitas dan komposisi partikel. Untuk sedimen kohesif bergantung pada karakteristik kimia- fisik partikel dan ikatan antar partikel.

(41)

30 2.8.1 Pengendapan Sedimen

Pengendapan (deposition) sedimen terjadi jika butiran berhenti di dasar pada pergerakan sedimen dasar, atau dengan mengendapnya butiran dari keadaan layang. Biasanya pengangkatan dari beberapa butiran ke atas ke keadaan layang dan pengendapan dari butiran lainnya ke bawah akibat berat sendiri terjadi bersamaan. Kadang ada butiran sedimen yang terus menerus melayang, walau fluida mengalir pada kecepatan rendah untuk waktu yang cukup lama. Butiran yang tidak pernah mengendap ini disebut wash load.

Menurut Breusers dan Overbeek (1979), muatan material angkutan dasar (bed material transport) berasal dari material saluran sendiri, dapat terdiri dari angkutan dasar (bed load) maupun dari angkutan melayang (suspended load) dan ditentukan oleh kondisi dari dasar gerakan aliran.Muatan kuras (wash load), dimana material datang dari sumber diluar saluran (erosi) dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan kondisi setempat.

Muatan suspensi ialah partikel sediment yang berasal dari sebagian kecil material dasar sediment, dimana gaya grafitasi dalam keadaan seimbang dengan gaya angkat oleh gerakan turbulensi air, ditambah sebagian besar muatan kuras (wash load). Pembagian yang jelas antara angkutan dasar dan angkutan melayang hampir tidak mungkin dilakukan, karena kenyataannya mekanisme angkutan sediment saling berkaitan. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila sampai sekarang angkutan dasar hampir sama dengan muatan sediment total (Overbeek, 1979).

(42)

31 Gambar 2.6 Gambar pergerakan sedimen

Secara umum tinggi maksimum angkutan dasar dari dasar saluran berada 2 atau 3 kali diameter rata-rata partikel.

Gambar 2.6. Skematika Angkutan Sedimentasi di Sungai

2.9 Daerah Pengaliran Sungai

Konsep daerah aliran sungai atau yang sering disingkat dengan DAS merupakan dasar dari semua perencanan hidrologi. Mengingat DAS yang besar

(43)

32 pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil, dan DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi. Secara umum DAS dapat didefinisikan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas buatan, seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut kamus Webster, DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut (Suripin,2002).

Sehingga usaha-usaha pengelolaan DAS adalah sebuah bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha usaha penggunaan sumberdaya alam di suatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi yang optimum dalam waku yang tidak terbatas sehingga distibusi aliran merata sepanjang tahun (Suripin,2002).

Menurut Asdak (2002:4) daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.

Pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai unit pengembangannya. Ada tiga aspek utama

(44)

33 yang selalu menjadi perhatian dalam pengelolaan DAS yaitu jumlah air (water yield), waktu penyediaan (water regime) dan sedimen. DAS dapat dipandang

sebagai suatu system hidrologi yang dipengaruhi oleh peubah presipitasi (hujan) sebagai masukan ke dalam system. Disamping itu DAS mempunyai karakter yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur-unsur utamanya seperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan tataguna lahan. Karakteristik DAS dalam merespon curah hujan yang jatuh di tempat tersebut dapat memberi pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah dan aliran sungai (Asdak, 2002)

1. Bentuk Daerah Aliran Sungai

Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk daerah alirannya. Bentuk suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya air. Secara umum bentuk daerah aliran sungai dibedakan menjadi 4 macam (Sosrodarsono, 1976) :

a. Daerah aliran bulu burung (memanjang)

Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama dengan jarak tertentu disebut daerah aliran bulu burung. Daerah aliran yang demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjir berlangsung agak lama.

b. Daerah aliran radial

Daerah aliran radial adalah daerah aliran sungai yang berbentuk seperti kipas atau lingkaran dimana anak-anak sungainya mengkonsentrasi di suatu titik secara

(45)

34 radial. Daerah aliran sungai yang demikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pada pertemuan anak-anak sungai.

c. Daerah aliran sejajar

Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah aliran bersatu di bagian hilir Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai.

d. Daerah aliran kompleks

Dalam keadaan yang sesungguhnya kebanyakan sungai-sungai tidaklah sesederhana sebagaimana uraian diatas, akan tetapi merupakan perpaduan dari ketiga tipe tersebut. Daerah aliran yang demikian dinamakan daerah aliran kompeks.

2. Alur Sungai

Suatu alur sungai dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : a. Bagian Hulu

Bagian hulu sungai merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai melalui daerah pegunungan, bukit, atau lereng gunung yang kadang kadang mempunyai ketinggian yang cukup besar dari muka air laut. Alur sungai dibagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang lebih besar dari pada bagian hilir, sehingga saat musim hujan, material hasil erosi yang diangkut tidak saja partikel sedimen yang halus akan tetapi juga pasir, kerikil bahkan batu.

b. Bagian Tengah

Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil dari pada bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan

(46)

35 sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke musim. DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas.

c. Bagian Hilir

Alur sungai dibagian hilir biasanya melalui dataran yang mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan alirannya lambat.

Keadaan ini menyebabkan beberapa tempat menjadi daerah banjir (genangan) dan memudahkan terbentuknya pengendapan atau sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur, endapan organik, dan jenis endapan lain yang sangat labil.

(47)

36 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, dengan waktu penelitian berkisar empat bulan (November 2017 – Februari 2018).

3.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data 1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian eksperimen (true experiment), diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Dalam hal ini penulis menggunakan kelas kontrol sebagai pembanding maka penelitian ini juga bisa disebut eksperimen murni. Metode ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa sifat penelitian eksperimental yaitu mencoba sesuatu untuk mengetahui atau akibat dari suatu perlakuan. Disamping itu penelitian ingin mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang diselidiki atau diamati.

Mengenai metode eksperimen ini Sugiono (2009:3) mengemukakan bahwa secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Eksperimen menurut Sugiono (2008:107) adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mencari perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Berdasarkan metode penelitian tersebut peneliti menggunakan metode eksperimen. Jadi metode penelitian

(48)

37 eksperimen merupakan rangkaian kegiatan percobaan dengan tujuan untuk menyelidiki sesuatu hal atau masalah sehingga diperoleh hasil.

2 Sumber Data

Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni:

a. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari data pengamatan di lapangan. Data yang diambil meliputi:

1) Data tinggi muka air y (cm) 2) Data lebar saluran b (cm) 3) Data kemiringan saluran (I)

4) Data debit aliran masuk (Q) intake (l/det) 5) Data debit yang keluar (q)intake (l/det)

b. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah ada.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model flume yang ada di dalam laboratorium, selain digunakan untuk penelitian model saluran terbuka dengan panjang ruas yang mencukupi, flume tersebut juga digunakan untuk berbagai penelitian lainnya.

Untuk penelitian model intake, flume telah dimodifikasi sebelumnya dengan mengganti dinding saluran agar lebih memudahkan penelitian.

Berdasarkan dari analisa skala model, peggunaan model pipa intake menggunakan bahan dengan diameter Ø 0.07 m. Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

(49)

38 1. Flume (saluran Model) dengan panjang = 9,00 m, lebar = 0,08 m

Gambar 3.1 Flume (Saluran Model) 2. Gelas Ukur

Gambar 3.2 Gelas Ukur 3. Stopwatch

Gambar 3.3 Stopwatch

Am bang

Pipa Intake

h

1=0.25

h

2=0.5

h

3=0.75

(50)

39 4. Corong

Gambar 3.4 Corong 5. Penggaris

Gambar 3.5 Penggaris

6. Ember

Gambar 3.6 Ember

(51)

40 7. Plastisin

Gambar 3.7 Plastisin

8. Pipa Intake

Gambar 3.8 Pipa Intake

9. Ambang (bendung) dengan panjang = 20 cm, lebar = 7 cm, dan tinggi = 15 cm

Gambar 3.9 Ambang (Bendung)

(52)

41 Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Pembuatan dan pengujian benda uji berupa partisi dinding saluran yang telah diberi lubang dengan variasi 0,25h, 0,5h, dan 0,75h.

Gambar 3.10 Lubang Intake

Lubang pada dinding saluran selanjutnya diberi model pipa inlet dengan diameter lingkaran dalam 0,007 m (berdasarkan analisa skala model). Dengan posisi tegak lurus dengan dinding saluran

b. Air bersih di bak Penampungan 3.4 Prosedur Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk membuktikan hipotesa yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, adapun variabel yang diteliti adalah tinggi pipa intake (h), debit (Q) yang akan memenuhi intake. Adapun prosedur yang dilakukan selama proses penelitian adalah:

a. Penentuan parameter Geometrik

Parameter Geometrik pada saluran terbuka antara lain:

(53)

42 1) Kedalaman aliran (h) yaitu jarak vertikal titik terendah pada suatu

penampang saluran sampai ke permukaan bebas.

2) Lebar dasar (b) dan puncak (T) yaitu lebar dasar penampang saluran dan pada permukaan bebas.

Gambar 3.11 Penampang Persegi Saluran Pada saluran persegi maka:

T = b (3.1)

3) Luas basah (A) yaitu luas penampang melintang aliran yang tegak lurus dengan arah aliran. Pada saluran persegi maka:

A = b.h (3.2)

4) Keliling basah (P) yaitu panjang garis perpotongan dari permukaan basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran.

P = 2 h + b (3.3)

5) Kemiringan dasar saluran (I) yaitu rasio jarak vertikal dengan horizontal saluran atau perbandingan elevasi dengan panjangnya.

I = ΔEI/L (3.6)

(54)

43 b. Pasang model bangunan intake dalam keadaan tertutup dengan elevasi pipa

inlet 0,25h.

c. Pasang model ambang dengan jarak 5 cm dari bangunan intake.

d. Atur kemiringan saluran dengan kemiringan 0,17%.

e. Alirkan air pada saluran dan ukur debit air masuk (Q1 = 0.5 l/det).

f. Atur ketinggian muka air normal, lalu tunggu selama 3 menit hingga aliran pada saluran konstan dan mencapai tinggi muka air maksimal.

g. Buka penutup model pipa inlet dan biarkan air mengalir keluar melalui pipa intake bangunan intake.

h. Ukur debit yang melalui pipa inlet bangunan intake senyak 3x untuk

menentukan debit rata-rata yang keluar dari pipa inlet dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch.

i. Matikan kembali pompa air kemudian masukkan sedimen kedalam flume dengan bentang 1 m dan tinggi 3 cm kemudian ratakan

j. Nyalakan kembali pompa air tunggu sampai tinggi muka air normal k. Ambil sampel sedimen yang keluar di pipa intake dengan cara menyaring

selama 3 menit

l. akukan langkah yang sama pada variasi ketinggian pipa intake pada bangunan intake 0,5 h dan 0,75h.

m. Lakukan langkah yang sama pada variasi debit yang masuk ke saluran intake Q2 = 0.6 l/det dan Q3 = 0.7 l/det

(55)

44 3.5 Diagram Proses Penelitian Laboratorium

Gambar 3.12 Diagram Alir Penelitian

(56)

45 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karasteristik sedimen

Pemeriksaan ini dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Pemeriksaan material yang akan digunakan sebagai bahan sedimen pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisa saringan. Adapun hasil pemeriksaan sedimen sedimen yang digunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada tabel dan gambar di bawah.

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel

Dari hasil material di atas diperoleh spesifikasi yang akan digunakan sebagai sedimen. Pada pengujian ini diambil 500 gram material sebagai sampel. Untuk material berbutir halus diperoleh dari data hasil Analisa saringan No. 40 tertahan pada # No.60,dimana hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa 12.4 % lolos pada # No.40, sementara 87.6% tertahan pada # No.60. Hal ini dapat dianalisa secara grafik pada gambar 4.1

Tertahan Lolos

4 4.75 0 100

10 2 0 100

20 0.84 2 98

40 0.425 32.6 67.4

60 0.25 87.6 12.4

100 0.15 96.2 3.8

200 0.075 99.2 0.8

Pan 0 100 0

43 481

15 496

4 500

10 10

153 163

275 438

Berat Kumulatif (gram)

Persen (%)

0 0

0 0

Saringan No.

Diameter (mm)

Berat Tertahan (gram)

Referensi

Dokumen terkait

Kearifan lokal dari kegiatan ini adalah seperti olah tanah minimum ONMLKJIHGFEDCBA ( m in im u m tilla g e ) karena dengan tebas (hanya membabat jerami dan gulma) tanah tidak

Dari hasil perhitungan safety factor pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan besarnya safety factor yang bekerja pada baling-baling turbin adalah 15 yang

pemeliharaan rekaman tekait ditetapkan dalam QSP Audit Mutu Internal (006-QSP/KP2MA-UAJY/24- III/2009). Pejabat manajemen unit yang bertanggung jawab atas area yang

Peningkatan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,24 persen disebabkan oleh naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa penerapan model mind mapping dengan media grafis pada mata pelajaran IPS kelas IVB SDN 2

Dengan kata lain, makin insentif manajemen sekolah, pengelolaan pembelajaran, dan komite sekolah yang diterima guru dan siswa di SDN Rintisan MBS, maka makin baik

done under my supervision and is suitable for submission for the award of M.Phil, degree in Urdu. It is further certified that this work has not been submitted to any other