4.1.1 Profil Bank X
a. Sejarah Pendirian
Bank X merupakan anak perusahaan dari sebuah bank konvensional yang melakukan merger. Pembentukan Bank X merupakan tindak lanjut dari keputusan merger Bank induk tersebut. Pembentukan Bank X bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di Indonesia sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system). Bank X merupakan suatu bank berbasis syariah yang didirikan pada tanggal 8 September tahun 1999 berdasarkan Akta Notaris Sutjipto, SH No. 23. PT. Bank X mulai beroperasi sejak senin, tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. Bank ini hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai- nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank X dalam kiprahnya di Perbankan Indonesia.
b. Visi dan Misi Visi
Menjadi bank syariah terpercaya pilihan mitra usaha
Misi
1. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan.
2. Mengutamakan penghimpunan dana konsumer dan penyaluran pembiayaan pada segmen UMKM.
3. Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja yang sehat.
4. Mengembangkan nilai-nilai syariah universal
5. Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat.
Budaya Perusahaan
Setelah melalui proses yang melibatkan seluruh jajaran pegawai sejak pertengahan 2005, lahirlah nilai-nilai perusahaan yang baru yang disepakati bersama untuk diaktualisasikan oleh seluruh pegawai Bank X yang disebut Shared Values Bank X . Shared Values Bank X disingkat “ETHIC”.
- Excellence
Berupaya mencapai kesempurnaan melalui perbaikan yang terpadu dan berkesinambungan.
- Teamwork
Mengembangkan lingkungan kerja yang saling bersinergi.
- Humanity
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan religius.
- Integrity
Menaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji.
- Customer Focus
Memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan untuk menjadikan Bank X sebagai mitra yang terpercaya dan menguntungkan.
Prinsip-Prinsip Bank X , yaitu:
1. Keadilan, Bank X memberikan bagi hasil dan transfer prestasi dari mitra usaha dalam porsi yang adil sesuai dengan fitrah alam.
2. Kemitraan, posisi nasabah investor, pengguna dana dan bank berada dalam hubungan sejajar sebagai sebagai mitra usaha yang saling menguntungkan dan bertanggungjawab. Bank X benar-benar berfungsi sebagai intermediary institution lewat skema pembiayaan yang dimilikinya.
3. Keterbukaan, melalui laporan keuangan bank yang terbuka secara berkesinambungan, nasabah dapat mengetahui tingkat keamanan dana dan kualitas manajemen bank.
4. Universalitas, Bank X dalam mendukung operasionalnya tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan dalam masyarakat dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.
4.1.2 Profil Bank X KCP a. Sejarah Pendirian
Bank X KCP merupakan salah satu kantor cabang pembantu PT. Bank X yang terletak di kota Bogor. Bank X KCP didirikan pada tahun 2004 dan diresmikan oleh Direksi yang diwakili oleh Bapak T.
M. Pimpinan Bank X KCP pertama adalah Bapak G.D, periode jabatan beliau tahun 2004 – tahun 2009.
Sedangkan Bank X KCP saat ini dipimpin oleh Bapak I.B. Jumlah pegawai Bank X KCP awalnya 5 orang dan sekarang berjumlah 11 orang. Penambahan jumlah pegawai ini sejalan dengan semakin meningkatnya usaha Bank X KCP.
b. Struktur Organisasi Bank X KCP
Struktur organisasi yang terdapat pada Bank X KCP dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur organisasi Bank X KCP
4.2. Produk dan Jasa Bank X KCP
Produk-Produk yang terdapat di Bank X KCP terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Produk Penghimpunan Dana
a. Tabungan X, adalah simpanan dalam mata uang rupiah yang penarikan dan setorannya dapat dilakukan setiap saat selama jam kas dibuka di kounter Bank X atau melalui ATM.
b. Tabungan berencana adalah simpanan berjangka yang memberikan nisbah bagi hasil berjenjang serta kepastian pencapaian target dana yang telah ditetapkan.
c. Tabungan Simpatik adalah simpanan dalam mata uang rupiah berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati.
Kepala KCP
Account Officer Officer Gadai Operational Officer
Back Office Teller Customer Service
Massanger Driver Office Boy Security
d. Tabungan Haji adalah simpanan dalam mata uang rupiah yang bertujuan membantu masyarakat muslim dalam merencanakan ibadah haji dan umrah, tabungan ini dikelola berdasarkan prinsip Mudharbah Muthlaqah.
e. Tabungan Kurban adalah simpanan dalam mata uang rupiah yang bertujuan membantu nasabah dalam perencanaan dan pelaksanaan ibadah kurban dan aqiqah.
f. Tabungan Investasi adalah tabungan berjangka dalam valuta rupiah dengan jumlah setoran tetap yang dilengkapi dengan perlindungan asuransi.
g. Deposito X, adalah produk investasi berjangka waktu tertentu dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasrkan prinsip Mudharbah Muthlaqah.
h. Giro X, adalah sarana penyimpanan dana yang disediakan bagi nasabah dengan pengelolaan berdasarkan prinsip wadiah yaddhamanah. Dan lain-lain.
2. Produk Penyaluran Dana
a. Pembiayaan PKPA (Pembiayaan kepada Koperasi Karyawan untuk Para Anggotanya), yaitu fasilitas penyaluran pembiayaan kepada anggota koperasi karyawan.
b. Pembiayaan Pendidikan, yaitu pembiayaan kepada calon pelajar dalam mendapatkan dana pendidikan yang dibutuhkan.
c. Pembiayaan MMOB (Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet), yaitu fasilitas pembiayaan dengan alokasi sumber daya yang terikat (spesifik) dari pemilik dana (Shahibul maal).
d. Pembiayaan pemilikan Rumah, yaitu fasilitas pembiayaan pemilikan rumah tinggal.
e. Pembiayaan Peralatan Kedokteran, yaitu pembiayaan untuk pembelian barang modal atau peralatan penunjang kerja di bidang kedokteran.
3. Produk Jasa lainnya.
Selain produk penghimpunan dan penyaluran dana di atas, Bank X juga memiliki produk jasa lain yang digunakan untuk meningkatkan
pelayanan terhadap nasabah. Beberapa produk jasa tersebut yaitu Mobile Banking GPRS, Electronic Payroll, Save Deposit Box, serta PPBA (Pembayaran melalui menu pemindahbukuan di ATM).
4.3. Penghimpunan Dana Bank X KCP
Proses penghimpunan dana merupakan salah satu aktivitas operasional utama yang dilakukan oleh bank. Bank X KCP yang merupakan salah satu kantor cabang pembantu PT. Bank X terus menghimpun dana dari masyarakat supaya kebutuhan untuk memberikan pembiayaan dapat berjalan dengan baik. Berikut diagram perkembangan DPK yang berhasil dihimpun Bank X KCP dari tahun 2007 sampai tahun 2009 per empat bulan.
Gambar 8. Grafik perkembangan DPK Bank X KCP periode 2007-2009.(Bank X KCP, data diolah).
Diagram di atas menunjukkan bahwa DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank X KCP terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Krisis global yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 ternyata tidak berpengaruh negatif terhadap penghimpunan dana pada Bank X KCP, hal tersebut dikarenakan kepercayaan nasabah terhadap Bank X KCP cukup tinggi. Tingginya kepercayaan tersebut dikarenakan nasabah memiliki persepsi bahwa bank syariah memiliki kelebihan dibandingkan bank konvensional dalam menghadapi krisis, seperti krisis yang telah terjadi pada tahun 1998, dimana pada waktu itu mayoritas bank mengalami kerugian sedangkan bank syariah adalah satu-satunya bank yang mendapat
keuntungan. Pada periode April 2008 sampai Agustus 2008 terjadi pertumbuhan paling besar yaitu 78persen, hal tersebut dikarenakan ada seorang nasabah yang menginvestasikan dananya sebesar 10 miliyar pada Bank X KCP.
Penghimpunan dana pada Bank X KCP dapat dilihat pada DPK yang terdiri dari tabungan, deposito, dan giro. Gambar 7 memperlihatkan DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank X KCP selama 3 tahun terakhir.
Komposisi DPK menunjukkan bahwa deposito memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 52 persen. Sedangkan kontribusi paling kecil diberikan oleh giro yang sebesar 5 persen, tabungan memberikan kontribusi yang tidak berbeda jauh dengan deposito yaitu sebesar 43 persen.
Deposito memberikan kontribusi DPK terbesar yaitu 52 persen, hal tesebut dikarenakan nisbah deposito yang diberikan untuk nasabah cukup besar yaitu sebesar 51-55 persen dari uang yang didepositokan per total DPK Bank X . Nisbah yang relatif besar tersebut tentu mampu bersaing dengan bunga deposito yang terdapat pada bank konvensional, sehingga mengakibatkan para nasabah lebih tertarik untuk menyimpan uangnya pada produk deposito walaupun memiliki waktu yang lebih lama dibandingkan produk DPK lainnya. Faktor lain yang membuat nasabah tertarik untuk menginvestasikan uangnya dalam bentuk deposito di Bank X KCP yaitu, ketika deposito sudah jatuh tempo dan nasabah tidak ingin menarik depositonya tersebut, maka nasabah tidak perlu datang ke bank untuk memperpanjang investasinya, karena Bank X KCP secara otomatis akan memperpanjang waktu jatuh tempo. Selain itu Bank X KCP memiliki seorang nasabah yang sangat loyal dengan bank tersebut, dimana nasabah tersebut menginvestasikan uangnya sejumlah 10 miliyar rupiah dalam bentuk deposito. Diagram di bawah ini menunjukkan komposisi DPK Bank X KCP selama periode 2007-2009.
0,43
0,52
0,05
Tabungan Deposito Giro
Gambar 9. Komposisi DPK Bank X KCP periode 2007-2009.
(Bank X KCP, data diolah).
Giro memberikan kontribusi terkecil yaitu sebesar 5persen, hal tersebut karena bank tidak menjanjikan nisbah ataupun margin kepada nasabah giro, akan tetapi nasabah akan mendapatkan bonus dari simpanannya tersebut, dimana pemberian bonus tergantung dari kinerja PT. Bank X . Hal inilah yang menyebabkan nasabah kurang tertarik untuk menginvestasikan dalam bentuk giro. Sedangkan tabungan memberikan kontribusi yang tidak jauh berbeda dengan deposito yaitu sebesar 43persen.
4.4. Penyaluran Dana Bank X KCP
Pembiayaan merupakan produk-produk perbankan dalam penyaluran dana, yang berarti penyediaan dana dan atau barang serta fasilitas lainnya kepada nasabah yang tidak bertentangan dengan konsep syariah dan standar akuntansi perbankan yang berlaku. Pembiayaan tersebut bisa berbentuk jual beli, bagi hasil dan jasa-jasa lain. Dana yang didapatkan untuk pembiayaan sebagian besar berasal dari DPK. Bank harus meningkatkan prinsip kehati-hatiannya dalam menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat, karena pembiayaan yang disalurkan bank syariah tersebut secara langsung akan mempengaruhi laba perusahaan.
Oleh karena itu bank harus lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaannya kepada masyarakat.
Proses penyaluran pembiayaan berbeda dengan penyaluran kredit.
Ketika bank syariah akan memberikan pembiayaan kepada nasabah, maka pihak bank akan mempelajari permohonan pembiayaan yang diajukan oleh
nasabah, dan menentukan struktur pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan dana nasabah. Mayoritas struktur pembiayaan yang digunakan menggunakan prinsip bagi hasil dan jual beli.
Sumber pembiayaan pada Bank X KCP berasal dari seluruh DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank X KCP, dan aktiva antar kantor, yaitu sumber dana yang diperoleh dari kantor cabang Bank X. Komposisi pembiayaan pada Bank X KCP berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 pembiayaan dengan prinsip bagi hasil mendominasi penyaluran dana yaitu sebesar 89,07 persen, sedangkan pembiayaan dengan prinsip jual beli memberikan kontribusi sebesar 9,32 persen dan pembiayaan dengan prinsip sewa hanya sebesar 1,61 persen. Berdasarkan besarnya risiko, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil memberikan risiko yang lebih besar dari pembiayaan dengan prinsip jual beli, karena ketika bank memberikan fasilitas pembiayaan bagi hasil, apabila usaha yang dibiayai dengan pembiayaan tersebut mengalami kerugian maka pihak bank pun akan rugi, berbeda dengan prinsip jual beli dimana bank akan mendapatkan margin yang sudah jelas nilainya ketika akad.
Gambar 10 memperlihatkan bahwa mayoritas pembiayaan yang disalurkan Bank X KCP menggunakan prinsip bagi hasil. Strategi yang digunakan Bank X KCP untuk meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan yaitu dengan menawarkan jenis pembiayaan PKPA. PKPA, Pembiayaan kepada Koperasi Karyawan untuk Para Anggotanya, adalah fasilitas penyaluran pembiayaan kepada anggota koperasi karyawan, dimana bank bekerjasama dengan pengurus koperasi dalam menyiapkan dana untuk kebutuhan dana anggota koperasi, pembiayaan ini menggunakan skim mudharabah, sehingga bank dan pengurus koperasi akan mendapat nisbah yang telah disepakati ketika akad. Jenis pembiayaan tersebut juga lebih sering digunakan karena lebih efektif dan efisien. Keefektifan dan keefisienan dari produk PKPA tersebut terlihat dari waktu dan biaya yang digunakan oleh pihak bank lebih sedikit/berkurang ketika melakukan solisit (analisa agunan) dan
mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembiayaan.
Hal tersebut juga mempermudah calon debitur untuk mengajukan pembiayaan dengan nilai nominal yang tidak terlalu besar, karena salah satu persyaratan pembiayaan untuk individu adalah minimal pengajuan pembiayaan 50 juta rupiah. Berikut komposisi pembiayaan yang terdapat pada Bank X KCP.
89,07%
9,32% 1,61%
Bagi Hasil Jual Beli Sewa
Gambar 10. Komposisi pembiayaan Bank X KCP periode 2007-2009.(Bank X KCP, data diolah).
Total pembiayaan yang terdapat di Bank X KCP terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan tetap yaitu 24persen pada tahun 2008 dan 2009. Pertumbuhan pembiayaan per empat bulan cenderung fluktuatif. Pembiayaan sempat mengalami penurunan pada empat bulan kedua di tahun 2008 yaitu sebesar 2 persen dari empat bulan pertama yang pertumbuhannya mencapai 13 persen, hal tersebut dikarenakan plafon pembiayaan tidak bertambah dan outstanding terus berkurang, sehingga Bank X KCP perlu waktu untuk memproses pembiayaan kembali, misalnya mengajukan penawaran pembiayaan, melakukan solisit atau melakukan analisis agunan, melakukan akad, dan lain sebagainya. Namun hal tersebut dapat segera diperbaiki oleh pihak manajemen, terbukti pembiayaan meningkat sebesar 3persen di empat bulan berikutnya dan terus meningkat di empat bulan selanjutnya.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi pada empat bulan ketiga di tahun 2008 mengalami penurunan dari empat bulan sebelumnya, hal tersebut dikarenakan nasabah khawatir dengan krisis yang terjadi pada bulan Oktober 2008 sehingga nasabah memperpanjang waktu pencairan dari plafon yang pernah
diajukkan ketika akad. Sedangkan untuk pembiayaan dengan prinsip jual beli, nilainya cenderung meningkat pada periode penelitian. Krisis global tidak terlalu berpengaruh pada jenis pembiayaan ini, terbukti pembiayaan pada periode April 2008 sampai dengan Desember 2008 terus meningkat.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli terbesar terjadi pada bulan Desember 2009 yaitu sebesar Rp 7.512.974.942 dan pembiayaan dengan prinsip jual beli dengan jumlah terkecil terjadi pada bulan April tahun 2008 yaitu Rp 759.501.918. Sedangkan pembiayaan sewa memperlihatkan nilai yang cenderung fluktuatif dengan nilai terbesar pada periode Desember 2009 yaitu Rp 1.617.722.583, dan pembiayaan sewa terkecil terjadi pada periode Desember 2007 yaitu sebesar Rp 153.778.163.
Tabel 7. Persentase tingkat pertumbuhan penyaluran pembiayaan per empat bulan pada periode 2007-2009
Periode Bagi Hasil Jual Beli Sewa Total Pembiayaan Tingkat Pertumbuhan Apr-07 18.624.497.317 1.055.740.224 190.428.984 19.870.666.525 - Agust-07 23.604.999.862 1.085.426.673 153.988.014 24.844.414.549 0,25
Des-07 24.788.438.276 917.571.920 153.778.163 25.859.788.359 0,04 Jumlah 67.017.935.455 3.058.738.817 498.195.161 70.574.869.433 -
Apr-08 28.082.036.895 759.501.918 425.005.419 29.266.544.232 0,13 Agust-08 27.339.554.668 767.804.130 438.245.726 28.545.604.524 (0,02) Des-08 25.768.844.232 3.584.440.193 240.478.056 29.353.284.425 0,03 Jumlah 81.190.435.795 5.111.746.241 1.103.729.202 87.165.433.182 0,24 Apr-09 26.042.157.060 3.814.339.163 222.797.918 30.079.294.141 0,02 Agust-09 30.301.401.237 5.537.144.821 874.972.364 35.838.546.058 0,19
Des-09 34.574.406.495 7.512.974.942 1.617.722.583 42.087.381.437 0,17 Jumlah 90.917.964.792 16.864.458.926 2.715.492.865 108.005.221.636 0,24
Pada tahun 2007, selama empat bulan berturut-berturut pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dan pembiayaan sewa pada Bank X KCP terus mengalami peningkatan, akan tetapi pada empat bulan terakhir pembiayaan dengan prinsip jual beli menurun menjadi Rp 917,5 juta dari empat bulan sebelumnya yang mencapai Rp 1,08 miliyar. Akan tetapi jika dilihat per
tahunnya dan secara total pembiayaan, ketiga pembiayaan tersebut terus mengalami peningkatan. persentase tingkat pertumbuhan pembiayaan serta jumlah komposisi pembiayaan pada Bank X KCP dapat dilihat pada Tabel 7. dan grafik perkembangan pembiayaan pada Bank X KCP dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.
0 5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 30.000.000.000 35.000.000.000 40.000.000.000 45.000.000.000
Apr-07 Agust-07 Des-07 Apr-08 Agust-08 Des-08 Apr-09 Agust-09 Des-09
Gambar 11. Grafik perkembangan pembiayaan Bank X KCP Periode 2007-2009. (Bank X KCP, data diolah).
4.5. Perkembangan Financing To Deposit Ratio
Financing To Deposit Ratio merupakan salah satu rasio yang menggambarkan sejauh mana perbankan mampu melaksanakan fungsi perantaranya diantara penabung di satu pihak dan investor di pihak lain.
Berdasarkan Gambar 12, Financing to Deposit Ratio pada Bank X KCP menunjukkan nilai yang selalu berada di atas 100 persen, hal ini berarti Bank X KCP terus melakukan ekspansi pembiayaan dan Bank X KCP temasuk ke dalam bank yang agresif menyalurkan pembiayaan. Grafik perkembangan FDR pada Bank X KCP dapat dilihat pada Gambar 12 berikut
0%
50%
100%
150%
200%
250%
2007 2008 2009
Total FDR
Gambar 12. Grafik perkembangan FDR Bank X KCP periode 2007-2009.(Bank X KCP, data diolah)
FDR yang selalu berada di atas 100 persen, seperti yang tertera pada grafik di atas mengindikasikan bahwa Bank X KCP termasuk bank yang agresif dalam menyalurkan pembiayaan. Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank X KCP berasal dari seluruh DPK yang berhasil dihimpun. Penyaluran pembiayaan ini melebihi dari DPK yang telah dihimpun. Proses penyaluran dana tersebut dapat terus berjalan karena bank mendapatkan sumber dana lain yaitu berupa aktiva antar kantor, dimana Bank X KCP bekerja sama dengan kantor cabang Bank X yang memiliki kelebihan dana, dan kelebihan dana tersebut dijadikan sebagai sumber dana untuk proses penyaluran dana pada Bank X KCP. Kerja sama antara dua bank tersebut menggunakan skim mudharabah, Sehingga kantor cabang Bank X yang memberikan pinjaman dana ke Bank X KCP akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan yang telah disepakati.
Keagresifan Bank X KCP dalam menyalurkan pembiayaan pada tiga tahun terakhir ternyata memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan nisbah dan bagi hasil yang diperoleh. Pertumbuhan nisbah dan bagi hasil pada Bank X KCP tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 13.
‐ 5.000.000.000,00 10.000.000.000,00 15.000.000.000,00
2007 2008 2009
Gambar13. Diagram perkembangan margin dan bagi hasil Bank X KCP Periode 2007-2009.
(Bank X KCP, data diolah).
Sedangkan dalam hal penilaian kinerja bank, nilai FDR yang berada di atas 100 persen menunjukkan bahwa berdasarkan peraturan Bank Indonesia yang terdapat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.
26/5/BPP tanggal 29 Mei 1993, Bank X KCP termasuk ke dalam kategori negatif/tidak sehat. Oleh karena itu Bank X KCP terus mempebaiki kondisi likuiditasnya, hal tersebut terbukti dengan pertumbuhan nilai FDR
Bank X KCP yang menunjukkan kondisi lebih baik (cenderung mengalami penurunan) selama tiga tahun terakhir. Perbandingan pertumbuhan DPK dan pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 14 sebagai berikut.
0%
104%
51%
0%
24% 24%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
2007 2008 2009
DPK Pembiayaan
Gambar 14. Diagram perbandingan pertumbuhan DPK dan pembiayaan Bank X KCP Periode 2007-2009.(Bank X KCP, data diolah).
Gambar 14 memperlihatkan bahwa Bank X KCP mampu memperbaiki kondisi likuiditasnya, hal tersebut dikarenakan pertumbuhan DPK pada Bank X KCP lebih besar dari pertumbuhan pembiayaannya.
Pada tahun 2008 DPK tumbuh sebesar 104 persen dari tahun 2007, sedangkan pembiayaan tumbuh 24 persen. Dan pada tahun 2009 pertumbuhan DPK mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 53 persen menjadi 51 persen, sementara itu pertumbuhan pembiayaan tetap dengan pertumbuhan sebesar 24 persen, meskipun demikian pertumbuhan DPK tetap lebih besar dari pertumbuhan pembiayaan.
4.6. Laba Bank X KCP
Laba yang diperoleh suatu perusahaan menunjukkan keberhasilan perusahaan tersebut dalam mengelola usahanya, baik dalam penghimpunan dana maupun penyaluran pembiayaannya. Laba juga dapat dijadikan tolak ukur keefektifan suatu perusahaan. Peningkatan laba dari periode ke periode berikutnya dapat dijadikan sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam rangka pengambilan keputusan.
Bank X KCP yang merupakan perusahaan profit oriented memperoleh laba yang berasal dari pendapatan operasional dan
pendapatan non operasional. Kegiatan operasional memberikan sumbangan laba lebih besar dari non operasional terutama berasal dari margin dan bagi hasil pembiayaan.
Diagram perkembangan laba bersih pada Bank X KCP per empat bulan pada tahun 2007 – 2009 ditunjukkan oleh Gambar 15. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa laba yang terdapat pada Bank X KCP terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2007 laba menunjukkan nilai Rp 1.617.607.800,89, dan meningkat 14 persen pada tahun berikutnya menjadi Rp 3.879.072.567,64. Sedangkan pada tahun 2009 hanya tumbuh sebesar 4,1persen menjadi Rp 5.480.301.280,12.
Meskipun demikian secara keseluruhan kinerja Bank X KCP berada pada kineja baik, karena laba setiap tahunnya menunjukkan peningkatan.
Gambar 15. Diagram perkembangan laba Bank X KCP Periode 2007-2009. (Bank X KCP, data diolah).
4.7. Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Pembiayaan, Financing To Deposit Ratio Terhadap Laba
Analisis dilakukan untuk melihat pengaruh Penghimpunan dana dan penyaluran dana, serta fungsi intermediasi yang tercermin dari Dana Pihak Ketiga, Pembiayaan dan Financing To Deposit Ratio terhadap laba bersih perusahaan.
4.7.1 Analisis Regresi Berganda
Hasil pengolahan regresi berganda antara laba sebagai variabel dependen dan DPK, pembiayaan, serta FDR sebagai variabel independen dapat dilihat pada Gambar 16 berikut.
Gambar 16. Hasil analisis regresi (Bank X KCP, data diolah) Gambar 16 memperlihatkan bahwa model regresi yang terbentuk yaitu
Laba = - 25,3 - 3,48 DPK + 5,41 Pembiayaan - 4,77 FDR....(4) Namun, model pada persamaan 4 tidak dapat digunakan, karena terjadi kendala multikolinearitas.
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana antar variabel independen terdapat hubungan yang erat. Identifikasi adanya multikolinieritas dalam model dapat dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factors (VIF). Multikolinieritas dapat diidentifikasi pada parameter yang memiliki nilai VIF ≥ 5 (Iriawan dan Astuti, dalam Rismayanti, 2009)). Nilai VIF variabel DPK, Pembiayaan dan FDR dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Regression Analysis: Laba versus DPK; Pembiayaan; FDR
The regression equation is
Laba = - 25,3 - 3,48 DPK + 5,41 Pembiayaan - 4,77 FDR
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -25,32 26,21 -0,97 0,378
DPK -3,477 2,537 -1,37 0,229 94,0 Pembiayaan 5,410 2,361 2,29 0,071 12,5 FDR -4,772 2,851 -1,67 0,155 51,5
S = 0,403258 R-Sq = 87,4% R-Sq(adj) = 79,9%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P Regression 3 5,6449 1,8816 11,57 0,011 Residual Error 5 0,8131 0,1626
Total 8 6,4580
Source DF Seq SS DPK 1 4,7710 Pembiayaan 1 0,4184 FDR 1 0,4556
Tabel 8. Nilai VIF dalam model regresi
Prediktor VIF DPK 94 Pembiayaan 12,5
FDR 51,5
Sumber: Laporan keuangan Bank X KCP (data diolah) 4.7.2 Analisis Korelasi
Pada tahap ini, dihasilkan nilai korelasi antar variabel independen serta nilai korelasi antara variabel independen dan variabel dependen. Nilai korelasi antar variabel independen dapat digunakan untuk mendeteksi secara dini adanya multikolinearitas.
Iriawan dan Astuti dalam Rismayanti (2009) menyatakan bahwa multikolinearitas dalam kasus dapat dideteksi apabila:
- Terdapat korelasi yang kuat antar variabel independen yang ditandai dengan nilai korelasi mendekati 1
- Tanda parameter model berlawanan dengan tanda nilai korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen.
Tabel 9 menunjukkan nilai korelasi antar variabel pada Bank X KCP.
Tabel 9. Nilai korelasi antar variabel DPK, pembiayaan, FDR, dan laba pada Bank X KCP
Variabel Laba DPK Pembiayaan
DPK
Nilai
Korelasi 0,860
p-value 0,003
Pembiayaan
Nilai
Korelasi 0,873 0,870
p-value 0,002 0,002
FDR
Nilai
Korelasi -0,820 -0,970 -0,746
p-value 0,007 0,000 0,021
Sumber: Laporan keuangan Bank X KCP (data diolah)
Hasil analisis korelasi memperlihatkan bahwa variabel pembiayaan menunjukkan korelasi yang paling kuat diantara ketiga variabel independen yang lain terhadap laba dengan pengaruh
positif, yaitu dengan nilai korelasi sebesar 0,873. Dengan menggunakan taraf nyata 5 persen, p-value korelasi antara laba dan pembiayaan adalah 0, 002. Nilai p-value cukup signifikan untuk menolak Ho, yang berarti bahwa Laba dan pembiayaan memiliki korelasi sangat kuat (Nugroho dalam Rohaeni, 2009). Variabel laba dan DPK juga memiliki nilai korelasi yang sangat kuat, dengan nilai korelasi yang mencapai 0,860 dan nilai p-value 0,003. Sama halnya dengan kedua variabel independen tersebut, variabel FDR pun memiliki korelasi yang sangat dengan laba yaitu 0,820 dengan p-value 0,007 tetapi dengan pengaruh negatif. Berdasarkan Tabel 6 ketiga variabel independen tersebut mempunyai korelasi sangat kuat terhadap laba.
Tabel 8 memperlihatkan bahwa korelasi antar variabel independen yang cukup erat adalah DPK dan FDR dengan nilai korelasi -0,970 dengan nilai p-value 0. Dengan menggunakan taraf nyata 5persen, p-value cukup signifikan untuk menolak Ho, yang berarti bahwa DPK dan FDR mempunyai korelasi yang erat.
Korelasi yang sangat kuat juga ditunjukkan oleh variabel pembiayaan dan DPK dengan nilai korelasi 0,87. Pembiayaan dan FDR pun menunjukkan korelasi yang kuat dengan nilai korelasi 0,746 dengan pengaruh negatif. Korelasi yang cukup erat antara ketiga variabel independen di atas mengindikasikan adanya multikolinearitas.
Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa model regresi pada persamaan 4 mengalami kendala multikolinieritas karena VIF > 5.
Kendala multikolnieritas pada model dapat diatasi dengan menggunakan analisis komponen utama.
4.7.3 Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama (Principal Component Analysis ) digunakan untuk mengatasi kendala multikolinearitas. Dengan analisis komponen utama, persamaan yang terbentuk bebas dari masalah multikolinearitas tanpa menghilangkan peubah bebas yang
mengalami korelasi. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis komponen utama yaitu (Ulfah, 2006):
1. Membakukan variabel DPK, pembiayaan, FDR menjadi Z Hasil pembakuan dalam minitab dengan menggunakan rumus:
Z=
………(5)
Ket: Z = hasil pembakuan variabel X Xi = variabel independen ke- i
= rata-rata variabel independen ke-i Si = Standar Deviasi ke-i
i = 1,2,3,
Hasil pembakuan variabel DPK, pembiayaan dan FDR menjadi Z dapat dilihat pada Tabel 10 berikut
Tabel 10. Pembakuan peubah-peubah X
No. Z1 Z2 Z3
1 -1,55455 -1,7582 1,27731
2 -1,08847 -0,7128 1,1921
3 -0,70247 -0,52534 0,71746
4 -0,63875 0,05381 0,96567
5 0,41808 -0,06292 -0,70909
6 0,64942 0,06765 -0,9827
7 0,86516 0,18199 -0,76355
8 0,8715 1,00183 -0,78421
9 1,18008 1,75398 -0,91301
Sumber: Laporan keuangan Bank X KCP 2007-2009 (data diolah)
2. Menentukan akar ciri dan vektor ciri
Akar ciri dapat dilihat dari niai Eigenvalue pada output analisis komponen utama dengan minitab 14. Sebagian ahli menganjurkan agar memilih komponen utama yang akar cirinya lebih besar dari satu, karena jika akar cirinya lebih kecil dari satu, keragaman data yang dapat dijelaskan oleh komponen
Principal Component Analysis: z1; z2; z3
Eigenanalysis of the Correlation Matrix
Eigenvalue 2,7274 0,2661 0,0065 Proportion 0,909 0,089 0,002 Cumulative 0,909 0,998 1,000
Variable PC1 PC2 PC3 z1 -0,602 -0,168 -0,781 z2 -0,552 0,794 0,256 z3 0,577 0,585 -0,570
utama tersebut kecil sekali. Sedangkan vektor ciri dapat dilihat dari nilai Pci.
Berdasarkan Gambar 17, terlihat bahwa akar ciri pertama menjelaskan sekitar 90,9 persen dari keragaman total, akar ciri yang kedua menjelaskan 8, 9 persen dan akar ciri yang ketiga 0,2 persen. Hal ini berarti bahwa dari tiga komponen utama yang diturunkan dari matriks korelasi antar peubah bebas, hanya sebuah komponen utama yang memegang peranan penting dalam menerangkan keragaman total data, yaitu komponen utama pertama (atau akar ciri yang lebih besar dari 1).
Gambar 17. Akar ciri dan vektor ciri(Bank X KCP, data diolah).
3. Menentukan jumlah komponen utama yang digunakan
Komponen-komponen utama yang dibentuk tidak semuanya digunakan. Morrison dalam Ulpah (2006) menyarankan agar memilih komponen-komponen utama yang mempunyai keragaman kumulatif kira-kira 75 persen.
Banyaknya komponen utama yang ditentukan juga dapat dilihat dari plot scree dengan melihat letak terjadinya belokan dengan menghapus komponen utama yang menghasilkan beberapa nilai eigen kecil membentuk pola garis lurus, Plot Scree ditunjukkan oleh Gambar 18.
Component Number
Eigenvalue
3 2
1 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
Scree Plot of Z1; ...; Z3
Gambar 18. Plot Scree komponen utama.
Gambar Plot Scree terlihat bahwa komponen pertama sudah menunjukkan belokan yang curam, sehingga hanya komponen utama pertama saja yang akan digunakan.
Berdasarkan nilai Eigenvalue dan plot scee di atas, dengan demikian komponen utama yang diambil adalah komponen utama pertama (W1) yang merupakan kombinasi linier Z dan dapat dinyatakan dalam persaman berikut:
W1 = -0,602 Z1 -0,552 Z2 + 0,577 Z3 ...…...(6) Tabel skor komponen utama dapat dilihat pada Tabel 11.
Sebagai berikut
Tabel 11. Skor komponen utama (W)
No. W1 W2 W3
1 2,64352 -0,38724 0,035838
2 1,73638 0,314292 -0,01231
3 1,12677 0,120646 0,004961
4 0,91166 0,714724 -0,03837
5 -0,62582 -0,53485 0,061968
6 -0,99498 -0,6301 0,070781
7 -1,06165 -0,44734 -0,19342
8 -1,5302 0,190059 0,022896
9 -2,20568 0,659802 0,047644
Sumber: Laporan keuangan Bank X KCP (data diolah)
Ket:
Wi = Komponen utama ke-i, i=1,2,3. 4. Meregresikan komponen utama
Setelah dihitung skor komponen utama seperti yang tertera pada Tabel 11 di atas, maka langkah selanjutnya adalah meregresikan komponen utama W1 yang terdapat pada Tabel 11, terhadap laba Bank X KCP. Hasil regresi dapat dilihat pada Gambar 19 di bawah ini.
Gambar 19. Hasil analisis regresi laba tehadap W1
5. Transformasi W menjadi Z
Hasil regresi komponen utama yaitu:
Laba = 20,6 – 0,485 W1
Hasil analisis regresi ditransformasikan kedalam persamaan 6 menghasilkan persamaan 7 (Lampiran 3).
Laba = 20,6 + 0,29197 Z1+0,26772 Z2 - 0,279845 Z3……(7) Ket: W = Komponen utama
Z = Hasil pembakuan variabel independen 6. Transformasi Z menjadi X
Hasil transformasi Z menjadi X (Lampiran 3) akan menghasilkan model akhir dari persamaan regresi sebagai berikut:
Regression Analysis: Laba versus w1
The regression equation is Laba = 20,6 - 0,485 w1
Predictor Coef SE Coef T P Constant 20,6357 0,1449 142,43 0,000 w1 -0,48515 0,09305 -5,21 0,001 S = 0,434638 R-Sq = 79,5% R-Sq(adj) = 76,6%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P Regression 1 5,1357 5,1357 27,19 0,001 Residual Error 7 1,3224 0,1889
Total 8 6,4580
Laba= - 21,9215 + 0, 535 X1 + 1,25287 X2 – 0, 780 X3……..(8) dengan, X1 = DPK
X2 = Pembiayaan X3 = FDR
Dalam model tersebut laba akan dipengaruhi oleh tiga variabel independen, yaitu DPK, pembiayaan dan FDR. Nilai R- Square menunjukkan seberapa besar keterandalan model tersebut atau seberapa besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel –variabel penjelas tersebut. Nilai R-Square sebesar 79,5 persen berarti bahwa sebesar 79,5 persen variasi sampel laba Bank X KCP dapat dijelaskan oleh model (Gambar 18).
Nilai R-Square Adjusted, 76,6 persen digunakan untuk membandingkan model terbaik. Semakin tinggi nilai Nilai R- Square Adjusted, maka model tersebut semakin baik.
4.7.4 Uji Asumsi Klasik Regresi
Regresi yang baik memiliki persyaratan uji-uji klasik yaitu uji normalitas, uji heteroskedastitas, dan uji autokorelasi. Oleh karena itu model regresi akan diuji untuk mengetahui apakah model regresi layak atau tidak.
a. Uji Normalitas
Uji normallitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui distribusi kenormalan residual. Hal ini bertujuan untuk memutuskan bahwa residual model regresi yang dibuat telah terdistribusi normal untuk memenuhi asumsi model regresi tentang kenormalan residual model. Pengujian kenormalan dilakukan dengan statistik kolgomorov-smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho: Residual berdistribusi normal H1: Residual tidak berdistribusi normal
Daerah penolakan hipotesis atau residual dikatakan tidak berdistribusi normal adalah jika nilai kolgomorov- smirnov (KS) > KS1-α pada sejumlah pengamatan (n) tertentu dan jika p-value < α apabila statistik kolgomorov-smirnov dikonversikan kedalam p-value (Iriawan dan Astuti dalam Rohaeni, 2009). Plot distribusi normal residual ditunjukkan pada Gambar 20.
Uji kolgomorov-smirnov dilakukan menggunakan α sebesar 5persen. Nilai Statistik KS1-α untuk α = 0,05 dan jumlah pengamatan sebanyak 9 pengamatan adalah 0,430. Dari Gambar 20 diketahui bahwa nilai statistik kolgomorov-smirnov (KS) adalah 0,240 < nilai KS tabel yaitu 0,430 dan p-value memiliki nilai 0,139 dimana nilai tersebut lebih besar dari α yang bernilai 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual model regresi yang dibuat telah memenuhi asumsi kenormalan.
RESI2
Percent
1,0 0,5
0,0 -0,5
-1,0 99
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1
Mean
0,139 -9,86865E-15
StDev 0,4066
N 9
KS 0,240
P-Value
Probability Plot of RESI2 Normal
Gambar 20. Uji normallitas residual pada regresi (Bank X KCP, data diolah)
b. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat varian dari variabel independen apakah memiliki nilai yang sama (homoskedastisitas) atau berbeda.
Asumsi pada model regresi adalah varian setiap variabel independen mempunyai nilai yang konstan atau memiliki
varian yang sama. Masalah heteroskedastisitas umumnya terjadi pada data cross Sectional. Konsekuensi dari adanya heteroskedastisitas adalah kemungkinan untuk mengambil kesimpulan yang salah dalam uji F dan uji t karena pengujian tingkat signifikansi yang kurang kuat (Gujarati dalam Rismayanti, 2009). Output uji heteroskedastisitas ditunjukkan oleh Gambar 21.
Fitted Value
Residual
22,0 21,5
21,0 20,5
20,0 19,5
0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75
Residuals Versus the Fitted Values (response is Laba)
Gambar 21. Output uji heteroskedastisitas (Bank X KCP, data diolah)
Plot residual dalam gambar di atas menunjukkan bahwa titik yang ada tidak membentuk pola tertentu, melainkan menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan melalui deret waktu (time series). Model regresi yang baik tidak memperkenalkan terjadinya autokorelasi.
Akibat dari adanya autokorelasi adalah varian residual yang diperolah akan lebih daripada yang semestinya sehingga mengakibatkan koefisien determinasi menjadi lebih tinggi. Selain itu, autokorelasi menyebabkan
pengujian hipotesis dalam uji F dan uji t menjadi tidak valid dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan yang menyesatkan pada tingkat signifikansi dan koefisien regresi yang ditaksir.
Autokorelasi diidentifikasi dengan melakukan uji runtutan (run test). Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : Tidak terdapat autokorelasi ordo 1 pada sisaan H1 : Terdapat autokorelasi ordo 1 pada sisaan
Hasil runt test terhadap residual model ditunjukkan pada Gambar 22 sebagai berikut:
Gambar 22. Hasil uji run test (Bank X KCP, data diolah)
4.7.5 Dampak Perubahan Secara Keseluruhan
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh keseluruhan variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan taraf nyata (α=5persen), derajat bebas pembilang = k = 1, derajat bebas penyebut = n- (k+1) = 9-2 = 7. Dengan demikian F tabel sebesar F 0,05 (1,7) = 5,59.
Hasil perhitungan menggunakan minitab menunjukkan nilai F hitung adalah sebesar 27,19 (Gambar 18). Hasil uji menunjukkan bahwa F hitung > F tabel, yaitu 27,19 > 5,59. Dengan demikian, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Sehingga DPK (X1), Pembiayaan (X2), dan FDR (X3) secara keseluruhan berpengaruh secara signifikan terhadap laba pada taraf nyata 5persen.
Runs Test: RESI2
Runs test for RESI2
Runs above and below K = -9,86884E-15
The observed number of runs = 6
The expected number of runs = 5,44444 5 observations above K; 4 below
* N is small, so the following approximation may be invalid.
P-value = 0,688
Kelayakan model regresi yang telah dibuat juga dapat dilihat pada hasil uji analysis of Variance (ANOVA). ANOVA merupakan uji hipotesis kesesuaian model dengan data yang ada (Iriawan dan Astuti dalam Rismayanti, 2009). Hipotesis yang digunakan sama dengan hipotesisi uji F, dengan daerah penolakan p-value < α. Dari hasil uji ANOVA menggunakan α sebesar 0,05, didapat p-value = 0,001, sehingga model regresi yang dibuat nyata (tolak Ho).
4.7.6 Dampak Perubahan Secara Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan taraf nyata (α = 5persen), df: n-(k+1) = 9-2= 7. Dengan demikian t-tabel sebesar t (α,df) = t (0,5;7) = 1,895.
Hasil perhitungan menggunakan program minitab menunjukkan bahwa t hitung untuk variabel W1 adalah -5,21 (Gambar 18). Hasil uji menunjukkan bahwa t hitung < t tabel, yaitu -5,21 < -1,895 dengan tingkat signifikansi 0,001. Dengan demikian maka Ho ditolak dan H1 diterima. Sehingga secara parsial variabel W1 berpengaruh secara signifikan terhadap laba Bank X KCP pada taraf nyata 5 persen.
Berdasarkan hasil uji t dari regresi terhadap komponen utama (W1) diperoleh bahwa komponen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap laba Bank X KCP. Komponen (W1) tersebut adalah komponen yang mewakili variabel – variabel yang mempengaruhi laba yaitu X1, X2, dan X3. Hal ini berarti DPK (X1), pembiayaan (X2), dan FDR (X3) masing-masing secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap laba Bank X KCP dengan p-value 0,001 pada taraf nyata 5 persen.
Analisis signikansi koefisiensi regresi parsial dapat dilihat pada Tabel 12 berikut
Tabel 12. Analisis signifikansi koefisien regresi parsial
Peubah (Zi)
Koefisien (γi)
Simpangan Baku S(γi)
t-hitung
t(γi) t-tabel Keterangan Z1 0,29197 0,0623 4,68331 3,182 Signifikan Z2 0,26772 0,0572 4,68331 3,182 Signifikan Z3 0,27985 0,0598 4,68331 3,182 Signifikan
Hasil perhitungan t hitung (Lampiran 3) ditunjukkan pada Tabel 12. Hasil t hitung pada Tabel 12 untuk variabel Z1, Z2, dan Z3 adalah masing 4,68331. Hasil uji menunjukkan bahwa t hitung
> t tabel, yaitu 4,68331 > 3,182. Dengan demikian secara parsial variabel Z1, Z2, dan Z3 berpengaruh secara signifikan terhadap laba Bank X KCP. Variabel Z1, Z2, dan Z3 merupakan hasil dari pembakuan variabel X1, X2, dan X3. Hal ini berarti DPK (X1), pembiayaan (X2), dan FDR (X3) masing-masing secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap laba Bank X KCP.
4.7.7 Hasil Dampak Perubahan Secara Parsial
Hasil uji validasi terhadap model menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Dimana residual dari model tersebut menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal, memiliki ragam homogen atau tidak terdapat masalah heteroskedastisitas, serta tidak terdapat masalah autokorelasi dan multikolinearitas.
Kebaikan model juga didukung oleh nilai standar deviasi residual, R-Square dan R-Square adj yang cukup baik. Nilai R- Square 79,5 persen dapat dijelaskan oleh keragaman variabel independen (Gambar 18) menunjukkan bahwa 79,5 persen keragaman dari variabel dependen (laba), sedangkan sisanya 20,5 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model yang tidak
dijelaskan dalam penelitian ini. Nilai konstanta menunjukkan nilai rata-rata dari Y pada saat peubah bebas tidak bekerja atau nol. Pada penelitian ini, Y = -21,9215, yaitu jika yang lain tidak bekerja, maka akan terjadi penurunan laba sebesar Rp 2.192.150, hal ini disebabkan bank harus membayar biaya operasional.
Tabel 13. Dampak DPK, pembiayaan dan FDR terhadap laba Bank X KCP periode 2007-2009
Perubahan Sektoral Koefisien Regresi
Konstanta - 21,9215
DPK 0,535 Pembiayaan 1,25287
FDR - 0,780
a) Dampak DPK
Berdasarkan Tabel 13, terdapat pengaruh positif antara peningkatan DPK terhadap laba Bank X KCP yang ditunjukkan oleh koefisien regresi 0,535. Hal ini menunjukkan bahwa bila jumlah DPK bertambah Rp 1.000.000,- dan DPK tersebut disalurkan dengan baik kepada masyarakat. Maka laba Bank X KCP akan bertambah Rp 535.000. Hal ini berarti DPK memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap laba. Dimana peningkatan DPK akan berdampak pada peningkatan laba Bank X KCP. Kondisi tersebut dikarenakan bank memiliki dana untuk disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, yang pada akhirnya bank akan mendapatkan nisbah dari penyaluran dana yang sumber dananya berasal dari DPK.
b) Dampak Pembiayaan
Pembiayaan memberikan pengaruh positif paling besar diantara ketiga variabel independen lain terhadap laba, sehingga semakin besar pembiayaan yang disalurkan, maka laba akan semakin besar. Pembiayaan berpengaruh
sebesar 1,25287 terhadap laba. Hal ini berarti bahwa jika pembiayaan bertambah Rp 1.000.000, maka laba Bank X KCP akan bertambah Rp 1.252.870 (cateris paribus).
Pengaruh yang besar, positif dan signifikan dari pembiayaan tarhadap laba dikarenakan bank akan mendapatkan nisbah dari pembiayaan bagi hasil serta margin dari pembiayaan jual beli. Akan tetapi pengaruh yang positif dan besar serta segnifikan ini juga memiliki risiko yang cukup besar. Oleh karena itu Bank X KCP perlu menerapkan menajemen risiko yang baik dalam menyalurkan pembiayaan.
c) Dampak Financing to Deposit Ratio
Koefisien regresi Financing to Deposit Ratio yang bernilai – 0,780 menunjukkan adanya pengaruh negatif perkembangan Financing to Deposit Ratio terhadap laba Bank X KCP. Koefisien tersebut dapat diartikan bahwa bila nilai FDR meningkat 1persen, maka laba Bank X KCP akan berkurang 0,780persen (cateris paribus).
Penurunan laba tersebut dikarenakan, Bank X KCP tidak mempunyai cukup dana untuk membiayai penyaluran dananya, sehingga Bank X KCP harus meminjam dana yang berasal dari aktiva antar kantor, yang mengakibatkan Bank X KCP harus membayar nisbah hasil penyaluran pembiayaannya dengan kantor yang menyediakan sumber dana tersebut, dalam hal ini kantor cabang Bank X . Dengan demikian, penggunaan dana yang berasal dari aktiva antar kantor memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap laba. Kondisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Data historis pembiayaan Bank X KCP periode 2007- 2009 menunjukkan bahwa pembiayaan yang disalurkan melebihi dari DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank X KCP, sehingga hal ini berimplikasi terhadap
meningkatnya penggunaan dana yang berasal dari aktiva antar kantor.
2. Sumber dana yang berasal dari aktiva antar kantor mengakibatkan Bank X KCP harus menyisihkan laba yang diperoleh untuk membayar beban nisbah aktiva antar kantor. Beban nisbah dari penggunaan aktiva antar kantor memberikan pengaruh negatif terhadap laba Bank X KCP. Pengaruh yang signifikan juga disebabkan oleh penggunaan aktiva antar kantor yang cukup besar sebagai implikasi belum mampunya Bank X KCP meningkatkan sumber pendanaan yang berasal dari produk penghimpun DPK.
4.8. Implikasi Manajerial
Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan laba Bank X KCP dapat dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan memberikan pengaruh positif terbesar terhadap laba, oleh karena itu Bank X KCP perlu terus melakukan ekspansi pembiayaan, akan tetapi dalam melakukan ekspansi pembiayaan Bank X KCP juga perlu memperhatikan nilai FDR agar berada di kondisi aman menurut Bank Indonesia. Ekspansi pembiayaan akan berjalan dengan baik apabila proses penghimpunan dananya pun berjalan dengan baik, oleh karena itu sebaiknya bank terus melakukan penghimpunan dana pihak ketiga supaya proses pembiayaan ini dapat berjalan dengan lancar dan nilai FDR berada dibatas aman menurut peraturan Bank Indonesia.
2. Bank juga perlu menjalankan fungsi intermediasi dengan baik, artinya dana yang disalurkan mampu menggerakkan sektor riil, terutama sektor UMKM. Penyaluran pembiayaan ini perlu menerapkan manajemen risiko yang baik dan berpegang pada
prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi pembiayaan macet dikemudian hari.
3. Terus melakukan controling kepada nasabah pembiayaan untuk menghindari pembiayaan macet.
4. Persaingan diantara perbankan syariah yang semakin kompetitif juga, mengharuskan Bank X KCP untuk menyusun strategi pemasaran yang efektif dalam memasarkan DPK dan produk pembiayaan.
5. Terus memantau perkembangan informasi terkini mengenai dunia perbankan, kondisi sosial dan ekonomi, serta regulasi bank sentral.