• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.53079/PP/M.XB/16/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.53079/PP/M.XB/16/2014"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.53079/PP/M.XB/16/2014

Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai

Tahun Pajak : 2009

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap : 1. Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar ...

Rp.5.007.920,00,

2. Koreksi Pajak Masukan Yang Dapat Diperhitungkan sebesar ...

Rp.370.707.455,00,

Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp.5.007.920,00

Menurut Terbanding : bahwa dengan tidak adanya data-data pendukung tersebut maka terhadap alasan keberatan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa selisih yang dianggap peredaran usaha oleh Pemeriksa sebenarnya adalah susut CPO dan Kernel dan tidak dapat dianggap sebagai peredaran usaha atau DPP atas penyerahan yang terutang PPN, tidak dapat diyakini kebenarannya sehingga Terbanding berpendapat bahwa Pemeriksa sudah benar dalarn melakukan pengujian peredaran usaha dengan menggunakan arus produksi dan tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa atas peredaran usaha sebesar Rp.

60.095.041,00.

Menurut Pemohon : bahwa seperti yang telah Pemohon Banding jelaskan di dalam surat keberatan dan banding Pemohon Banding, selisih yang diberikan oleh Pemeriksa yaitu selisih sebesar 2.507 kg untuk CPO dan 17.187 kg untuk Kernel adalah selisih yang disebabkan oleh susut CPO dan kernel yang wajar dapat terjadi didalam produksi. Oleh karena itu, jumlah susut tersebut sudah sewajarnya tidak dimasukkan kedalam total penjualan secara keseluruhan dan tidak dikenai PPN.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(2)

Pendapat Majelis : bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding dalam surat keberatannya hanya melampirkan Fotokopi Laporan Produksi Harian, fotokopi perhitungan HPP, fotokopi dan CD General Ledger, dalam Laporan Produksi Harian tersebut tidak menunjukkan adanya produk CPO dan kernel yang susut, namun dalam perhitungan HPP terdapat data susut tetapi tanpa melampirkan bukti pendukungnya.

bahwa dalam proses pemeriksaan dan keberatan Pemohon Banding tidak hadir/tidak memberikan penjelasan dan tidak memberikan data atas surat Surat Permintaan Penjelasan dan Pembuktian yang telah dikirim, serta sampai dengan laporan pemeriksaan selesai tidak menerima pemberitahuan yang menyatakan bahwa nama/alamat Pemohon Banding tidak dikenal (surat kembali pos/kempos), dengan demikian surat telah sampai ke alamat Pemohon Banding namun Pemohon Banding tidak menanggapi/meresponnya.

bahwa dengan tidak adanya data-data pendukung maka terhadap alasan keberatan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa selisih yang dianggap Peredaran Usaha oleh Pemeriksa sebenarnya adalah susut CPO dan Kernel dan tidak dapat dianggap sebagai Peredaran Usaha, tidak dapat diyakini kebenarannya sehingga Terbanding berpendapat bahwa Pemeriksa sudah benar dalam melakukan pengujian Peredaran Usaha dengan nnenggunakan arus produksi dan tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa atas peredaran usaha sebesar Rp. 60.095.041,00.

bahwa menurut Pemohon Banding, tidak setuju dengan koreksi Peredaran usaha sebesar Rp. 60.095.041,00 karena selisih yang diberikan oleh Pemeriksa dimana sebesar 2.507 kg untuk CPO dan 17.187 kg untuk kernel adalah selisih yang disebabkan oleh susut, sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai total Penjualan secara keseluruhan.

bahwa menurut Majelis, koreksi atas Penyerahan Pajak pertambahan Nilai merupakan hasil equalisasi dengan PPh badan dan berdasarkan hasil Uji Bukti atas koreksi Peredaran Usaha pada sengketa PPh Badan Tahun Pajak 2008 diketahui Pemohon Banding tidak dapat menyampaikan bukti-bukti yang dapat memperkuat dalil-dalilnya, dengan demikian Majelis berkesimpulan bahwa dalil Pemohon Banding yang menyatakan “selisih sebesar 2.507 kg (CPO) dan 17.187 kg (Kernel) merupakan selisih yang disebabkan oleh susut CPO dan kernel yang wajar dapat terjadi didalam produksi

“, tidak dapat diyakini kebenaran.

bahwa oleh karena Pemohon Banding tidak dapat membuktikan kebenaran atas dalilnya, selanjutnya Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri telah sesuai dengan data dan ketentuan yang berlaku, dengan demikian koreksi Terbanding sebesar Rp.5.007.920,00, tetap dipertahankan.

Koreksi Koreksi Pajak Masukan Yang Dapat Diperhitungkan sebesar Rp.370.707.455,00

Menurut Terbanding : bahwa oleh karena itu Terbanding tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa atas Pajak Masukan sebesar Rp. 370.707.455,00 yang nyata-nyata untuk kegiatan kebun karena kegiatan usaha Pemohon Banding merupakan kegiatan usaha terpadu (integrated), dimana Pajak Masukan atas pembelian/pemanfaatan jasa yang nyata-nyata untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (berhubungan dengan kebun kelapa sawit), tidak dapat dikreditkan, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000).

Menurut Pemohon : bahwa berdasarkan SKP Masa Pajak Juli 2008 - Juni 2009, jumlah koreksi DPP Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan menurut Terbanding adalah sebesar Rp.

43.667.533.840,00 dengan PPN sebesar Rp. 4.366.753.384 yang mana jumlah tersebut jauh melampaui jumlah penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN, hal ini jelas membuktikan bahwa terdapat kekeliruan dalam penetapan koreksi menurut Terbanding.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

Menurut Majelis : bahwa menurut Terbanding, salah satu Barang Kena Pajak (BKP) yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Tandan Buah Segar (TBS) sebagaimana yang diatur dalam PP Barang Strategis, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000 diatur bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan, dengan demikian Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP dan atau JKP dalam rangka menghasilkan TBS, dalam hal ini adalah Pajak Masukan terkait dengan pengeluaran- pengeluaran untuk keperluan kebun kelapa sawit tidak dapat dikreditkan.

bahwa selanjutnya, Terbanding menegaskan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan TBS yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai berlaku sama terhadap semua perusahaan, baik bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated), hal ini sudah sesuai dengan prinsip/filosofi/jiwa perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang berbunyi: "Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang- undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan pertu dijaga agar didalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut."

bahwa menurut Pemohon Banding, Perusahaan tidak melakukan penjualan hasil perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, karena Tandan Buah Segar (TBS) yang dihasilkan Kebun Pemohon Banding seluruhnya diolah sendiri oleh Pemohon Banding menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan inti kelapa sawit (PK).

bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding merupakan kegiatan usaha terpadu/terintegrasi (integrated). Maksud dari terpadu atau terintegrasi (integrated) di sini adalah bahwa industri pengolahan Crude Palm Oil (CPO) adalah menyatu (terintegrasi) dengan usaha perkebunan kelapa sawit (TBS) dalam satu entitas usaha, dimana TBS tersebut merupakan bahan baku untuk diolah menjadi CPO/ Palm Kernel.

bahwa penggunaan TBS dari kebun sendiri sebagai bahan baku CPO merupakan pemakaian sendiri BKP untuk tujuan produktif sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-87/PJ./2002, yaitu :

Pasal 1 angka (5)

"Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif adalah pemakaian Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan."

Pasal 2

"pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai ...";

bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum, dalil-dalil dan argumentasi yuridis yang disampaikan Terbanding dan Pemohon Banding sebagaimana tersebut diatas, menurut Majelis :

bahwa Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 mengatur bahwa :

“Pajak Masukan yang dibayar untuk memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas perolehannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan, Pada penjelasan atas Pasal tersebut dinyatakan bahwa adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran, sehingga Pajak Masukan Yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tersebut tidak dapat dikreditkan. Secara substansi berlakunya ketentuan ini didasarkan pada ada tidaknya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang mendapatkan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai”.

bahwa pasal 2 ayat (1) huruf a angka (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000-tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan Penyerahan yang Tidak Terutang, mengatur bahwa:

“Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan”.

bahwa menurut Pasal 1A Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 42 tahun 2009 yang termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian,

b. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing

c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pedagang perantara atau melalui juru lelang

d. Pemakaian sendiri dan atau pemberian Cuma Cuma Barang Kena Pajak

e. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuik diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubarab perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktivs tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.

f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusart ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak Antar Cabang

g. Penyerahan Barag Kena Pajak secara konsinyasi.

bahwa berdasarkan Ketentuan tersebut diatas, maka penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit yang berasal dari Perkebunan untuk diproses lebih lanjut pada Unit Pabrik Kelapa Sawit Pemohon Banding sebagai perusahaan terintegrated, tidak termasuk sebagai penyerahan Barang Kena Pajak menurut Pasal 1A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

bahwa terkait dengan pemakaian sendiri sebagaimana diatur pada Pasal 1A Undang Undang tersebut diatas; Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit tersebut digunakan untuk tujuan produktif atau diolah lebih lanjut oleh Pemohon Banding, maka sesuai dengan Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 87/PJ/2002 tanggal 18 pebruari 2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian sendiri dan Pemberian Cuma Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak belum merupakan Penyerahan Barang Kena Pajak.

bahwa menurut Majelis, Pemohon Banding hanya melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak berupa Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK) atau inti sawit yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, dengan demikian kepada Pemohon Banding tidak dapat diterapkan penghitungan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 575/KMK.04/2000, tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.

bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis berkesimpulan, Pemohon Banding selaku perusahaan terintegrasi hanya melakukan penyerahan dari kegiatan usahanya

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(4)

Memperhatikan : Surat Permohonan Banding, Surat Uraian Banding, Penjelasan Tertulis pengganti Surat Bantahan Pemohon, bukti-bukti dan keterangan para pihak yang bersidang serta pendapat Majelis selama persidangan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

Memutuskan : Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-139/WPJ.06/2012 tanggal 31 Januari 2012 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2009 Nomor: 00025/207/09/062/10 tanggal 16 November 2010, sehingga penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2009 menjadi sebagai berikut :

Uraian Menurut

Terbanding (Rp) Dasar Pengenaan Pajak :

a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN:

a.1. Ekspor

a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri

a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN

a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN

a.6. Jumlah

b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN c. Jumlah Seluruh Penyerahan

0,00 34.598.045.846,00 0,00 0,00 0,00 34.598.045.846,00 0,00 34.598.045.846,00

Perhitungan PPN Kurang Bayar

a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri

b. Dikurangi :

b.1. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama

b.2. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan

b.3. STP (pokok kurang bayar)

b.4. Dibayar dengan NPWP sendiri

b.5. Lain-lain b.6. Jumlah c. Diperhitungkan : c.1. SKPPKP

c.2. PPN atas Retur Pembelian

d. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan e. Jumlah perhitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar

3.459.804.585,00 0,00 1.690.532.282,00 0,00 1.650.870.185,00 117.901.327,00 3.459.303.794,00 0,00 0,00 3.459.303.794,00 500.791,00

Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya

0,00

PPN yang kurang dibayar

500.791,00 Sanksi administrasi :

Bunga Pasal 13 (2) KUP

200.316,00 Jumlah PPN yang masih

harus dibayar

701.107,00

Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu tanggal 3 Juli 2013 berdasarkan musyawarah Majelis X Pengadilan Pajak, yang ditunjuk dengan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: Pen.00976/PP/PM/IX/2012 tanggal 17 September 2012, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

Drs. AAA, M.Sc sebagai Hakim Ketua, Drs. BBB, Ak., M.Sc sebagai Hakim Anggota, Drs. CCC, MM sebagai Hakim Anggota, DDD, SH., MM sebagai Panitera Pengganti

Putusan Nomor : PUT. 53079/PP/M.XB/16/2014 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 11 Juni 2014 oleh Hakim Ketua, yang ditunjuk dengan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor : Pen.00976/PP/PM/IX/2012 tanggal 17 September 2012 juncto Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor : KEP- 012/PP/2013 tanggal 24 Desember 2013, dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, serta dihadirii oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian PPN menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan makin terarah karena digenjot pada 8 program utama berbasis potensi nasional (yang terdiri dari 22 kegiatan ekonomi) dan

Bahwa didalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-54708/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 17 Juli 2014 telah terdapat kekhilafan Majelis Hakim karena dalam putusannya Majelis Hakim

bahwa dari pembayaran yang diterima Pemohon Banding dari konsumen nilainya adalah sebesar harga jual dikurangi dengan potongan harga (harga netto

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kelangkaan jenis tumbuhan berdasarkan laporan IUCN (1994) dan selanjutnya ditetapkan langkah pelestarian jenis tumbuhan tersebut di

Bahan bahan konstruksi yang biasa dipakai di Indonesia banyak ragamnya, terutama untuk bahan bangunan rumah ataupun gedung maupun bidang infrastruktur lainnya.Seperti yang

Faktor pendukung yang mempengaruhi kualitas pelayanan penyaluran listrik PLN Kecamatan Melak Kabupaten Kutai Barat adalah dukungan dari pemerintah untuk menyediakan akses