Editorial Team
Editor-in-Chief
1. I Wayan Batan, [Google Scholar] Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
Editorial Board
1. Prof. Dr. drh. Nyoman Mantik Astawa, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
2. Dr Nyoman Sadra Dharmawan, [SCOPUS ID: 12140168300, h-index: 5 Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia, Indonesia
3. Prof. Dr. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, [SCOPUS ID: 6503977071, h-index: 4]
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
4. Komang G Wiryawan, Faculty of Animal Science, Bogor Agriculture University, Bogor, Indonesia
5. Tongku Nizwan Siregar, Laboratory of Reproduction, Faculty of Veterinary Medicine, Syah Kuala University, Banda Aceh, NAD, Indonesia
6. Wasmen Manalu, Dept. of Anatomi Physiology and Farmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agriculture University, Bogor, Indonesia
7. Max UE Sanam, Laboratory of Microbiology Veterinary, Faculty of Veterinary Medicine, Nusa Cendana University, Kupang, NTT, Indonesia
8. Adji Santoso Dradjat, Faculty of Animal Husbandry, Mataram University, Mataram, NTB, Indonesia
9. Fedik Abdul Rantam, Laboratory Immunology and Virology Veterinary, Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University, Surabaya, Indonesia
10. IWT Wibawan, Laboratory of Immunology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agriculture University, Bogor, Indonesia
11. Mohamad Lazuardi, Laboratory of Pharmacy, Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University, Surabaya, Indonesia
12. Anak Agung Ayu Mirah Adi, udayana university, Indonesia
13. R Wasito, Dept. of Pathology, Faculty of Veterinary Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia
14. Prof Dr iwan harjono utama, laboratorium biokimia veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Bali Indonesia, Indonesia
15. Prof. Dr. drh I Ketut Puja, [SCOPUS ID: 55342151000, h-index: 1] Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
16. Dr. drh. I Ketut Suatha, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
17. Dr. drh. Tjok. Gde Oka Pemayun, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
18. Ketut Berata, Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia, Indonesia
Associate Editor
1. I Nyoman Suartha, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia 2. I G. Made Krisna Erawan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali,
Indonesia
3. I Nyoman Suarsana, Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Indonesia, Indonesia
4. wayan I Wayan - Suardana, (Scopus ID: 56483282700. h-index: 0.0) Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia., Indonesia 5. Ngurah sudisma, Laboratorium Bedah Veteriner, Indonesia
6. Dr AIDA LOUISE TENDEN ROMPIS, [SCOPUS ID: 8590120300; h index: 5
Laboratorium Mikrobiologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Indonesia
7. Dr. drh. Ni Gusti Agung Ayu Suartini, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
8. drh. I Made Sukada, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia 9. drh. Anak Agung Sagung Kendran, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
Bali, Indonesia
10. I Made Kardena, Indonesia
Vol 17, No 4 (2016)
Table of Contents Articles
Pemanfaatan Electronic Nose sebagai Sensor Kimiawi Urin Guna Melacak Birahi Sapi (ELECTRONIC NOSE AS URINARY CHEMICAL SENSOR FOR DETERMINING ESTROUS PHASE IN CATTLE)
Pudji Astuti, Claude Mona Airin, Slamet Widiyanto, Luthfiralda Sjahfirdi, Hera Maheshwari
477- 483 Penambahan Astaxanthin pada Pengencer Kuning Telur Berbagai Jenis Unggas Dapat
Memproteksi Semen Babi Selama Penyimpanan (THE ADDITION OF ASTAXANTHIN ON SPERM DILUENTS PHOSPHATE EGGYOLK OF VARIOUS POULTRY CAN PROTECT QUALITY OF PIG SPERM DURING STORAGE)
Wayan Bebas, Wayan Gorda 484-
491 Pemberian Pakan Bahan Kering Berkuantitas Terbatas Selama Empat Minggu Tidak
Menganggu Kesehatan dan Reproduksi Kambing Kacang Jantan Dewasa (FEEDING WITH A RESTRICTED QUANTITY OF DRY MATTER OVER FOUR WEEKS IS NOT DETRIMENTAL TO HEALTH AND REPRODUCTION IN
Irkham Widiyono, Bambang Suwignyo, Sarmin Sarmin, Trini Susmiyati 492- 500 Waktu dan Kemerahan Vulva Saat Inseminasi Buatan Merupakan Faktor Penentu Angka Kebuntingan Sapi di Sumatera Barat (TIME AND REDDISH SIGN OF VULVA
DURINGARTIFICIAL INSEMINATION AS A DETERMINANT FACTORS ON CONCEPTION RATE OF COW IN WEST SUMATERA)
Zaituni Udin, Ferdinal Rahim, Hendri Hendri, Yulia Yellita 501- 509 Polimorfisme Protein Serum Darah Induk Sapi Beranak Kembar dan Tunggal pada Sapi
Peranakan Ongole dan Keturunan Simental (BLOOD SERUM PROTEIN
POLYMORPHISM OF THE COW DELIVERED TWIN OR SINGLE CALVES IN ONGOLE GRADE AND SIMENTAL CROSSBRED)
Tri Yuwono, Irene Sumeidiana, Yon Soepri Ondho, Edy Kurnianto 510- 516 Karakteristik Parsial Gen Sitokrom-C Oksidase Subunit-I Katak Pohon Suaka Marga
Satwa Tanjung Peropa Moramo, Sulawesi Tenggara (CHARACTERISTICS OF
PARTIAL CYTOCHROME C OXIDASE SUBUNIT I (COI) GENE OF TREE FROG (Polypedates celebensis) IN TANJUNG PEROPA WI
Suriana Suriana, Nasaruddin Nasaruddin 517-
523
Karakterisasi Morfometrik dan Jarak Genetik Rumpun-Rumpun Kelinci di Jawa Barat PDF
(MORPHOMETRIC CHARACTERIZATION AND GENETIC DISTANCE OF RABBIT BREEDS IN WEST JAVA)
Rudi Dedi Iskandar, Bram Brahmantiyo, Rudi Priyanto 524-
534 Optimasi Suhu Annealing Tiga Regio Berbeda Isolat Multidrug Resistance
Mycobacterium Tuberculosis dengan Metode Multiplex Polymerase Chain Reaction
(ANNEALING TEMPERATURE OPTIMIZATION ON THREE DIFFERENT REGIONS OF MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS MULTIDRUG RESI
Indra Juana Adikara, I Nengah Wirajana, Sagung Chandra Yowani 535- 539 Kesetaraan Uji Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed untuk Mendiagnosis Mastitis
Subklinis pada Susu Kerbau Murrah dan Kambing (THE EQUALITY OF IPB-1 MASTITIS TEST WITH BREED METHOD FOR SUB-CLINICAL MASTITIS DETECTION ON MURRAH BUFFALO’S MILK AND GOAT’S MILK
Mirnawati Bachrum Sudarwanto, Hera Maheshwari, Faisal Tanjung 540- 547 Variasi Kolesterol Plasma Individual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) sebagai Respons terhadap Diet Aterogenik IPB-1 [INDIVIDUAL PLASMA CHOLESTEROL VARIATION OF CYNOMOLGUS MACAQUE (MACACA FASCICULARIS) IN RESPONSE TO IPB-1 ATHEROGENIC DIET]
Achmad Taher, Dedy Duryadi Solihin, Sulistiyani Sulistiyani, Dondin Sajuthi, Dewi Apri Astuti
548- 555 Monoclonal Antibodies as Ligands for Purificaion of Rabies virus Proteins from the Brain Tissues of Infected Dogs and Mice (ANTIBODI MONOCLONAL SEBAGAI LIGAND UNTUK PURIFIKASI PROTEIN VIRUS RABIES ASAL JARINGAN OTAK ANJING DAN MENCIT TERINFEKSI)
Nyoman Mantik Astawa, Gusti Ayu Yuniati Kencana, Ida Bagus Suardana 556- 563 Enzyme Linked Immunosorbent Assay Test for Antibody of Classical Swine Fever Virus In Timor-Leste (UJI ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY TERHADAP ANTIBODI VIRUS CLASSICAL SWINE FEVER DI TIMOR-LESTE)
Rui Daniel de Carvalho, I Nyoman Suartha, Nyoman Sadra Dharmawan, I Made Kardena 564- 569 Case of Entamoebiasis in Pigs Raised with a Free Range Systems in Bali, Indonesia
(KASUS ENTAMOEBIASIS PADA BABI YANG DIPELIHARA DENGAN CARA DIUMBAR DI BALI, INDONESIA)
Kadek Karang Agustina, Anak Agung Gde Oka Dharmayudha, Ida Bagus Made Oka, I Made Dwinata, I Made Kardena, Nyoman Sadra Dharmawan, I Made Damriyasa
570- 575 Isolasi dan Identifikasi Spesies Bakteri Asam Laktat Penghasil Senyawa Antimikrob Asal Kolon Sapi Bali (ISOLATION AND IDENTIFICATION OF LACTIC ACID BACTERIA SPECIES PRODUCING ANTI-MICROBIAL SUBSTANCE ISOLATED FROM
COLON OF BALI CATTLE)
Sri Anggreni Lindawati, I Wayan Suardana 576- 581 Suplementasi Probiotik dan Temulawak pada Ayam Pedaging terhadap Populasi
Salmonella sp dan kolesterol darah (PROBIOTICS AND TEMULAWAK
SUPPLEMENTATION ON BROILER CHICKENS AGAINST SALMONELLA SP POPULATION AND BLOOD CHOLESTEROL LEVEL)
Kartiawati Alipin, Ratu Safitri, Ruhyat Kartasudjana 582-
586 Pengukuran Morfometrik Sapi Peranakan Ongole dan Kerbau Jantan dengan Metode Citra Digital (MORPHOMETRIC MEASUREMENT OF MALE ONGOLE CROSSBRED CATTLE AND BUFFALO BY DIGITAL IMAGE ANALYSIS )
Fiqy Hilmawan, Henny Nuraini, Rudy Priyanto, Bramada Winiar Putra 587- 596 Modifikasi Limbah Tulang Sapi Bali dan Pemanfaatannya untuk Adsorpsi Methylene
Blue (MODIFICATION OF BALI COW BONE WASTE AND ITS APPLICATION TO ADSORPTION OF METHYLENE BLUE)
I Nengah Simpen, Ni Gusti Ayu Made Dwi Adhi Suastuti 597-
605 Aktivitas Penyembuhan Luka Sediaan Topikal Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa)
terhadap Luka Sayat Kulit Mencit (Mus Musculus) (THE ACTIVITY OF TOPICAL EXTRACT OF ONIONS (ALLIUM CEPA) ON WOUND HEALING PROCESS IN MICE (MUS MUSCULUS))
Visa Yunanda, Tristia Rinanda 606-
614 Effect on Feeding Thymolina Powder in The Carcass Characteristics and Morphology of Small Intestine of Ross 308 Broiler Chickens (PENGIMBUHAN BUBUK THYMOLINA DALAM RANSUM MEMPERBAIKI PERFORMANS DAN MORFOLOGI USUS HALUS AYAM PEDAGING)
Seyyedmousa Hosseini, Mohammad Chamani, Alireza Seidavi, Ali Asghar Sadeghi, Zarbakht Ansari-Pirsaraei
615- 621 Performans Produksi Ayam Pedaging pada Lingkungan Pemeliharaan dengan Ketinggian yang Berbeda di Sulawesi Selatan (BROILER PRODUCTIONS PERFORMANCE ON THE DIFFERENT BREEDING ALTITUDE IN SOUTH SULAWESI)
Anas Qurniawan, Irma Isnafia Arief, Rudi Afnan 622-
633 Protein dan Energi Ransum yang Optimal untuk Tampilan Sapi Bali Jantan (PROTEIN
AND ENERGY RATION THAT OPTIMIZE PERFORMANCE OF MALE BALI CATTLE)
Ni Putu Mariani, I Gede Mahardika, Sentana Putra, Ida Bagus Gaga Partama 634- 640 Cemaran Timah Hitam dalam Darah Sapi Bali yang Dipelihara di Tempat Pembuangan
Akhir Kota Denpasar (BLOOD LEAD CONTAMINATION IN BALI CATTLE
REARED IN THE AREA OF FINAL DISPOSAL OF DENPASAR)
I Ketut Berata, Ni Nyoman Werdi Susari, I Made Kardena, I Nyoman Tirta Ariana 641- 646 Isoprostan Urin Sebagai Biomarka Keracunan Etanol dan Upaya Detoksikasinya dengan Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (URINE ISOPROSTANE AS TOXIC BIOMARKER OF ETHANOL AND DETOXICATION EFFORTS BY USING ETHANOL EXTRACT OF SKIN MANGOSTEEN)
Ni Made Suaniti, Manuntun Manurung 647-
650
Cover, Redaksi, Daftar Isi PDF
Jurnal Veteriner
484
Penambahan Astaxanthin pada Pengencer Kuning Telur Berbagai Jenis Unggas Dapat Memproteksi Semen Babi
Selama Penyimpanan
(THE ADDITION OF ASTAXANTHIN ON SPERM DILUENTS
PHOSPHATE EGGYOLK OF VARIOUS POULTRY CAN PROTECT QUALITY OF PIG SPERM DURING STORAGE)
Wayan Bebas1, Wayan Gorda1
1Lab Reproduksi Veteriner. 2Lab Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,Universitas Udayana Jln Sudirman Denpasar, Denpasar, Bali, Indonesia
Tlp. (0361) 223791. Fax. (0361) 223791 E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan formula pengencer semen babi yang baik dalam kualitas, murah dan mudah dibuat dengan menggunakan kuning telur dari berbagai unggas seperti ayam, bebek dan burung puyuh dengan penambahan astaxanthin sebagai antioksidan berkekuatan tinggi. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan tiga macam pengencer sperma dan empat tingkat konsentrasi astaxanthin sebagai faktor. Pengencer sperma yang digunakan adalah kuning telur bebek fosfat, kuning telur puyuh fosfat dan kuning telur ayam fosfat sedangkan konsentrasi astaxanthin yang ditambahkan pada pengencer spermatozoa masing masing 0%, 0,002%, 0,004% dan 0,008%. Spermatozoa yang telah ditambahkan pada masing masing pengencer dengan penambahan astaxanthin disimpan pada suhu 5oC selama 48 jam. Setelah penyimpanan dilakukan evaluasi terhadap kualitas sperma yang meliputi motilitas progresif, abnormalitas spermatozoa, daya hidup, dan membran plasma utuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengencer spermatozoa menggunakan fosfat kuning telur bebek dengan penambahan 0,002% astaxanthin memberikan motilitas progresif, daya hidup dan membran plasma utuh yang paling tinggi sedangkan abnormaalitas spermatozoa yang paling rendah. Dapat disimpulkan bahwa pengencer spermatozoa fosfat kuning telur bebek dengan penambahan 0,002% astaxanthin mempu mempertahankan kualitas semen babi yang disimpan pada suhu 5oC selama 48 jam.
Kata-kata kunci: pengencer sperm; kuning telur berbagai unggas; astaxanthin; kualitas semen babi.
ABSTRACT
A study was conducted to formulate semen diluent of pigswith a better quality, cheap and easy to prepare using egg yolk of various poultries such as chickens, ducks and quails in combination withastaxanthin, a potent antioxidant. The research design used was a completely randomized factorial design with three different types of sperm diluents and four levels of astaxanthin concentration. Sperm diluents used were phosphate duck egg yolk, phosphate quail egg yolk and yolks phosphate supplemented respectivelywith 0,002%, 0,004% and 0,008%astaxanthine. The treated sperm were strored at 5oC for 48 hours. The sperm qualities were examined for progressive motility, spermatozoa abnormalities, viability and plasma membrane integrity. The result showed that sperm diluents of using duck egg yolk phosphate in combination with 0.002% astaxanthinresulted in the highest progressive motility, viability and plasma membrane intact while abnormalities spermatozoa is lowest. It can be concluded that phosphate duck egg yolk sperm diluents with the addition of 0,002% astaxanthinappeared to be able to maintain the quality of pig sperm stored at 5oC for 48 hours.
Keywords: sperm diluents; egg yolk of various poultry; astaxanthin; pig semen quality
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 484-491
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.4.484
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016
485 PENDAHULUAN
Dalam penerapan teknologi kawin suntik/
inseminasi buatan salah satu hal yang penting adalah bagaimana mempertahankan kualitas semen harus tetap baik dalam kurun waktu tertentu sehingga penggunaan semen menjadi efisien dan menghasilkan angka kebuntingan yang tinggi dengan jumlah anak sekelahiran (litter size) yang banyak.
Saat ini inseminator di pedesaan dalam upaya pelayanan kawin suntik pada babi masih menggunakan semen segar yaitu semen ditampung dari pejantan unggul kemudian di kemas dalam botol langsung dibawa kelapangan untuk pelayanan inseminasi buatan.
Penggunaan semen segar tanpa melalui proses pengenceran mempunyai banyak kelemahan.
Semen segar cepat sekali mengalami penurunan kualitas seperti: penurunan motilitas dan daya hidup disebabkan karena plasma semen segar babi mengandung protein yang berpengaruh buruk terhadap membran plasma sel spermatozoa karena bereaksi dengan lipid penyusun membran plasma sel, dan kecepatan daya rusaknya sangat tergantung dari konsentrasi protein plasma tersebut (The´rien et al., 1998; The´rien et al., 1999). Paparan terus menerus protein plasma semen dengan spermatozoa dapat merusak membran plasma spermatozoa (Manjunath dan The´rien, 2002), menghambat motilitas (Iwamoto dan Gagnon, 1988), berpengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup sperma (Way et al., 2000).
Selama proses penampungan semen, pengen-ceran, penyimpanan dingin, pembekuan, dan pencairan kembali semen beku akan menghasilkan reactive oxygen species/ROS (Bilodeau et al., 2001). Senyawa ROS mengakibatkan peroksidasi lipid yang dapat memicu hilangnya integritas membran, menyebabkan peningkatan permeabilitas sel, inaktivasi enzim, kerusakan struktur DNA, dan kematian sel (Hsieh et al., 2006; Bebas et al., 2016).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka terhadap semen segar perlu dilakukan upaya pengenceran dengan menggunakan bahan pengencer. Salah satu bahan dasar pengencer yang mempunyai potensi untuk digunakan adalah kuning telur, karena kandungan fraksi low-density lipoprotein/LDL (Moussa et al., 2002). Senyawa LDL dapat berinteraksi secara spesifik dengan protein plasma semen dan kapasitas pengikatannya
sangat tinggi (Manjunath dan The’rien, 2002).
Kuning telur dapat mencegah kerusakan membran plasma spermatozoa akibat protein plasma semen dan sangat menguntungkan selama penyimpanan spermatozoa pada suhu dingin (Bergeron et al., 2004). Kuning telur dapat membantu spermatozoa untuk menahan kejutan dingin/coldshock (Amirat et al., 2004), menstabilkan membran akrosom, sebagai buffer, menjaga tekanan osmosis, mencegah kerusakan sel secara mekanik, mengandung faktor pertumbuhan, mengandung vitamin yang larut dan tak larut air (Yang et al., 2012).
Sumber kuning telur yang berlimpah bisa dari berbagai jenis unggas seperti burung puyuh, ayam ras petelur, ayam kampung, bebek dan entok yang sangat menarik untuk diteliti sebagai bahan dasar pengencer semen babi.
Kuning telur dari berbagai jenis unggas tersebut mengandung komponen dasar yang hampir sama, tetapi kandungan asam lemak dan fosfolipidnya yang berbeda, Kuning telur bebek mengandung lebih banyak monounsaturated fatty acids (MUPA) dibandingkan kuning telur ayam, dan burung puyuh. Kuning telur bebek mengandung lebih banyak phosphotidylinositol (PI) dibandingkan ayam dan puyuh (Bathgate et al., 2006),
Selama proses penyimpanan pada suhu dingin di samping mengalami kejutan dingin, spermatozoa juga mengalami stres oksidatif atau terjadi serangan ROS, untuk itu dalam pengencer perlu ditambahkan antioksidan.
Astaxanthin merupakan antioksidan paling kuat saat ini (Capelli dan Cysewski, 2007).
Menurut Bagchi (2001) astaxanthin mempunyai kekuatan menangkal radikal bebas 65 kali lebih kuat dari Vitamin C, 14 kali lebih kuat dari Vitamin E, dan 54 kali lebih kuat dari β-karoten.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menghasilkan formula pengencer semen babi yang baik dalam kualitas, murah dan mudah dibuat dengan menggunakan kuning telur dari berbagai unggas seperti ayam, bebek dan burung puyuh dengan penambahan astaxanthin sebagai antioksidan berkekuatan tinggi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan satu ekor babi Landrace jantan, umur 2 tahun. Penampungan semen dilakukan dengan metoda pemijatan dengan tangan bersarung, lalu semen ditampung menggunakan botol yang dilapisi
Bebas, Gorda Jurnal Veteriner
486
detik dibuat preparat ulas lalu keringkan dengan cara dianginkan, diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 450x sebanyak 200 sel spermatozoa. Sel spermatozoa yang mati akan terlihat berwarna merah, sedangkan yang masih hidup tidak terwarnai/transparan.
Hitung spermatozoa yang hidup dalam satuan persen.
Pemeriksaan Abnormalitas Spermatozoa (AS)
Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dilakukan dengan teknik yang sama dengan pemeriksaan daya hidup spermatozoa dengan pengecatan eosin-negrosin menurut Kvist dan Bjo¨rndahl (2002) diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 450x sebanyak 200 sel spermatozoa. Sel spermatozoa yang mengalami bentuk abnormal baik di daerah kepala, badan dan ekor dihitung dalam satuan prosen.
Pemeriksaan Membran Plasma Utuh (MPU)
Persentase MPU spermatozoa dievaluasi dengan metode Hypoosmotic swelling (HOS) test (Zamfirescu, 2001). Komposisi larutan hipoos- motik terdiri atas: 0,9g fruktosa + 0,49g natrium sitrat yang dilarutkan dengan akuabidestilata hingga mencapai volume 100 ml ( 100 mOsm/
Kg). Sebanyak 20 ml larutan hipoosmotik ditambahkan dengan 0,2ml semen dan dicampur hingga homogen kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 45 menit. Preparat ulas tipis dibuat pada gelas objek kemudian evaluasi dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x terhadap 200 spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai oleh ekor melingkar atau menggelembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor lurus.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Ducan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Semen segar babi Landrace yang telah ditampung dengan metode pemijatan dilakukan evaluasi secara makroskopis dan mikroskopis.
Hasil evaluasi disajikan pada Tabel 1.
dengan kain kasa steril untuk menyaring gel dari semen (Hu et al., 2006). Semen yang ditampung hanya praksi kedua yaitu praksi yang kaya akan sperma, sedangkan praksi pertama dan praksi ketiga yang berwarna bening tidak ditampung. Semen hasil penampungan ditaruh pada water bath suhu 37oC untuk dilakukan evaluasi baik secara makroskopis (volume, pH, konsistensi/
kekentalan, bau, dan warna), dan mikroskopis (gerakan massa, gerakan individu, konsentrasi spermatozoa, dan abnormalitas). Pengencer yang digunakan pada penelitian ini adalah pengencer fosfat kuning telur ayam kampung, kuning telur bebek, dan kuning telur puyuh.
Kuning telur yang ditambahkan pada buffer fosfat sebanyak 20%v/v (Chanapiwat et al., 2012).
Ditambahkan antibiotik penisilin dan streptomisin masing masing masing 1000 IU dan 1000 µg dalam setiap 1 ml pengencer. Pada setiap pengencer ditambahkan astaxanthin dengan konsentrasi yang berbeda beda: 0%, 0,002%, 0,004%, 0,008%. Dilakukan pengen- ceran semen dengan masing masing pengencer dengan konsentrasi spermatozoa 5x109 sel/80mL (satu dosis inseminasi). Semen yang telah diencerkan disimpan pada suhu 15oC selama 48 jam. Selama penyimpanan setiap 12 jam dilakukan penghomogenan semen dengan menggoyangan secara berlahan bertujuan agar komponen pengencer dan spermatozoa tidak mengendap. Setelah waktu penyimpanan dilakukan pemeriksaan terhadap MP, DH, AS, dan MPU.
Pemeriksaan Motilitas Progresif (MP) Teteskan semen 0,05 ml di atas obyek gelas hangat (37oC) lalu ditutup dengan cover gelas, amati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Dilakukan penghitungan spermatozoa yang mempunyai pergerakan yang progresif dihitung dalam satuan persen, pengamatan dilakukan terhadap lima lapang pandang (Breininger et al., 2004).
Penghitungan Daya Hidup (DH)
Pemeriksaan daya hidup spermatozoa dilakukan dengan pengecatan eosin-negrosin menurut Kvist dan Bjo¨rndahl (2002). Eosin- negrosin dibuat dengan mencampurkan 6,7 g/L Eosin Y dan 9 g/L Nigrosin dalam 9 g/L sodium chloride. Campurkan 50 µL semen dengan 50 µL eosin-nigrosin lalu homogenkan. Setelah 30
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 484-491
487
tersebut (The´rien et al., 1998; The´rien et al., 1999). Semen dengan kualitas tersebut mampu melayani babi sebanyak 24 ekor dengan menggunakan konsentrasi 5x109 sel/80 mL pengencer per dosis inseminasi.
Hasil pengamatan motilitas progresif/MP, abnormal spermatozoa/AS, daya hidup/DH, dan membran plasma utuh/MPU pada semen babi yang diencerkan dengan pengencer fosfat kuning telur bebek, puyuh, dan ayam kampung dengan penambahan berbagai konsentrasi astaxanthin (0,000%, 0,002%, 0,004%, dan 0,008% yang disimpan pada suhu 15oC selama 48 jam, disajikan pada Tabel 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengencer fosfat kuning telur bebek memberikan hasil yang nyata lebih baik (P<0,05) terhadap motilitas progresif/MP, abnormal spermatozoa/
AS, daya hidup/DH, dan membran plasma utuh/
MPU jika dibandingkan dengan pengencer fosfat kuning telur puyuh dan ayam kampung.
Pengencer fosfat kuning telur puyuh memberikan hasil yang nyata lebih baik (P<0,05) jika dibandingkan dengan pengencer fosfat kuning telur ayam kampung.
Penambahan antioksidan astaxanthin dengan konsentrasi 0,002% memberikan hasil yang paling baik terhadap MP, AS, DH dan MPU jika dibandingkan dengan konsentrasi 0,000%, 0,004% dan 0,008%.
Menurut Santoso (2011), kalau dibandingkan nilai gizi per 100 gram antara telur bebek, burung puyuh, dan ayam ternyata telur bebek mempunyai nilai gizi yang lebih baik. sedangkan telur burung puyuh lebih baik jika dibandingkan dengan telur ayam. Telur bebek mempunyai kandungan lemak dan kolesterol yang lebih tingggi jika dibandingkan dengan telur burung puyuh dan telur ayam, dan telur burung puyuh kandungan kolesterol dan lemaknya lebih tinggi dari telur ayam.
Telur bebek sangat kaya akan kalsium, besi, magnesium, fosfor, sodium, seng, copper, selenium, kaya akan folat. Kadar kolesterol telur bebek dan burung puyuh kira-kira hamper dua kali lipat jika dibadingkan dengan telur ayam.
Kuning telur adalah salah satu bahan dasar pengencer yang mempunyai kandungan fraksi LDL yang tinggi (Moussa et al., 2002). Senyawa LDL dapat berinteraksi secara spesifik dengan protein plasma semen babi yang bersifat merusak dan kapasitas pengikatannya sangat tinggi (Manjunath, 2002). Kuning telur dapat mencegah kerusakan membran plasma Tabel 1. Kualitas semen segar babi Landrace
Kualitas semen segar babi Landrace Pemeriksaan makroskopis
Kekentalan semen Encer
Warna semen Putih krem
Volume (mL) 170 mL
Keasaman /Ph 7,0
Bau Khas semen
babi Pemeriksaan mikroskopis
Greakan massa ++
Konsentrasi (106/mL) 800 Spermatozoa bergerak progresif (%) 89 P Spermatozoa hidup (%) 92 Spermatozoa Abnormalitas (%) 7,0
Keterangan : ++ = Gerakan gelombang massa baik.
P = Gerakan individu spermatozoa maju dan cepat.
Hasil pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis menunjukkan semen babi tersebut mempunyai kualitas yang baik dan layak untuk digunakan. Pemeriksaan kekentalan, warna, pH, bau, abnormalitas spermatozoa hasilnya tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Tamoes et al. (2014) dan Parasara et al. (2015). Namun, volume, konsentrasi, dan spermatozoa yang bergerak progresif memberikan hasil yang berbeda.
Volume semen yang ditampung sebanyak 170 mL, lebih rendah dari hasil penelitian Tamoes et al., 2014 dan Parasara et al., 2015, masing masing: 218,4±68,7 ml; dan 212,00±10,95 ml.
Konsentrasi dan spermatozoa yang bergerak progresif pada penelitian ini masing masing:
800x106 sel/mL dan 89%, Tamoes et al., 2014 melaporkan 238,00±4,49 x 106 sel/mL dan 78,00±2,74%, sedangkan Parasara et al., 2015, melaporkan 261,0±56,80 x 106 sel/mL dan 64,8±2,16%. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini semen yang ditampung hanya fraksi kedua (fraksi kaya spermatozoa) dengan tanpa menampung fraksi pertama dan ketiga sehingga volume semen yang didapat lebih sedikit tetapi mempunyai konsentrasi dan motilitas progresif yang jauh lebih tinggi.
Plasma semen babi berdampak kurang baik terhadap kualitas semen karena mengandung protein yang mampu merusak lipid penyusun membran plasma sel, dan daya rusaknya sangat tergantung pada konsentrasi protein plasma
Bebas, Gorda Jurnal Veteriner
488 spermatozoa akibat pengerusakan oleh protein plasma semen dan sangat menguntungkan selama penyimpanan spermatozoa pada suhu dingin (Bergeron et al., 2004). Kuning telur dapat membantu sperma untuk menahan coldshock (Amirat et al., 2004).
Kandungan kolesterol pada kuning telur adalah agen yang paling efektif untuk melindungi spermatozoa terhadap cold shock, dapat melindungi spermatozoa saat terjadi perubahan suhu dari suhu tubuh ke suhu ruang (28oC) dan kemudian penyimpanan pada suhu dingin (15oC) (Aboagla dan Terada, 2004).
Khasiat utama kuning telur adalah kandungan lesitin (phosphatidil cholin) yang dapat bersifat membran couting untuk tetap memper- tahankan konfigurasi normal phospholipid bilayer yang merupakan susunan utama membran sel spermatozoa (Moussa et al., 2002).
Hasil penelitian menunjukkan kualitas semen babi (MP, AS, DH, dan MPU) yang diencerkan dengan fosfat kuning telur bebek, burung puyuh, dan ayam kampung yang disimpan pada suhu 15oC selama 48 jam hasilnya sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Clulow et al. (2004) yang melakukan penyimpanan semen kuda dengan kuning telur bebek menghasilkan motilitas progresif lebih
baik dibandingkan kuning telur ayam. Andrabi et al. (2008) menggunakan telur bebek sebagai bahan dasar pengencer dapat meningkatkan kualitas semen beku kerbau. Trimeche et al.
(1997) menyatakan kuning telur puyuh memberikan perlindungan lebih baik dari kuning telur ayam untuk mengencerkan semen poitou jackass.
Astaxanthin adalah antioksidan yang digolongkan kedalam kelas karotenoid yakni xantopil (Liu dan Osawa, 2007). Astaxanthin mempunyai struktur molekul yang sangat istimewa dengan kehadiran oksigen sebagai gugus hidroksil (OH), dan gugus karbonil (C=O) atau kombinasi keduanya. Kehadiran gugus fungsional hidroksil dan karbonil dalam ketokarotenoid (rantai poliena), membuat astaxanthin sebagai antioksidan yang berkekuatan tinggi(Liu dan Osawa, 2007;
Hussein et al., 2006a). Keberadaan gugus hidroksil dan keton pada setiap cincin ionnya menyebabkan kemampuan esterifikasi dan aktivitas antioksidannya lebih tinggi dan lebih bersifat polar dibandingkan antioksidan lainnya.
Astaxanthin dalam menanggulangi radikal bebas dengan cara scavenge O2- (bereaksi langsung dengan radikal peroksil) (Hussein et al., 2006). Astaxanthin dapat melindungi secara Tabel 2. Kualitas semen babi yang diencerkan dengan pengencer fosfat kuning telur bebek, burung puyuh dan ayam kampung dengan penambahan berbagai konsentrasi astaxanthin yang disimpan pada suhu 15oC selama 48 jam
Pengencer Asta Motilitas Abnormal Daya hidup Membran Nilai
xanthin progresif spermatozoa plasma utuh P
Telur 0,000% 72,25±1,708 5,25±0,957 82,25±2,062 79,50±2,887 A Bebek 0,002% 79,25±2,500 4,25±0,500 89,75±1,708 89,00±5,657 B 0,004% 71,75±2,062 5,50±0,577 81,50±3,000 77,25±2,630 A 0,008% 62,25±1,708 6,50±0,577 76,25±2,630 72,50±1,291 C
A A A A
Telur 0,000% 62,00±1,826 7,75±0,957 76,50±3,109 74,00±3,367 A Puyuh 0,002% 66,75±2,217 5,25±0,957 82,00±1,826 79,25±0,957 B 0,004% 63,75±0,957 6,50±0,577 77,25±2,,217 75,25±1,258 A 0,008% 61,00±0,816 8,50±0,577 74,50±1,291 71,25±1,500 C
B B B B
Telur 0,000% 5,875±2,217 9,25±0,957 73,25±1,258 71,00±2,449 A Ayam 0,002% 62,75±2,217 7,00±0,816 76,75±1,893 74,50±0,577 B Kampung 0,004% 60,25±1,893 7,25±0,957 73,50±0,577 71,00±1,155 A 0,008% 57,00±1,826 10,50±1,291 71,25±0,957 66,50±1,291 C
C C C C
Keterangan : Data yang ditampilkan merupakan rataan + standar deviasi. Huruf yang sama pada baris yang sama atau kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata P<0,05.
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 484-491
489 esensial fungsi biologis termasuk melindungi dan melawan peroksidasi membran-lipid seperti PUFA, protein, kerusakan DNA, pengaruh sinar ultra violet, dan berperan penting dalam respons immun (Yuan at al., 2011) dan mampu melindungi kerusakan membran mitokondria sel dari serangan radikal bebas (Wolf et al., 2009).
Penambahan astaxanthin konsentrasi 0,002% pada pengencer fosfat kuning telur bebek, burung puyuh dan ayam kampung mengha- silkan MP, DH, dan MPU paling baik dengan AS yang paling rendah. Peningkatan konsen- trasi astaxanthin menjadi 0,004%, dan 0,008%
memberikan hasil kualitas spermatozoa yang semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pemakaian antioksidan yang berlebih malah justru akan menjadi pro-oksidan. Beberapa peneliti pernah melaporkan penambahan astaxanthin pada pengencer sebagai antioksidan untuk mempertakankan kualitas semen ayam kampung (Indrawati et al. 2013 ; Octa et al., 2014), pada semen ayam hutan hijau (Bebas et al., 2016).
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengencer fosfat kuning telur bebek dengan penambahan astaxanthin 0,002%
mampu mempertahankan kualitas semen babi paling baik selama penyimpanan pada suhu 5oC selama 48 jam.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya fertilitas dan litter size yang dihasilkan, terhadap babi yang diinseminasi menggunakan semen yang diencerkan dengan fosfat kuninng telur bebek dengan penambahan astaxanthin 0,002%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini peneliti mengucap- kan banyak terima kasih kepada Bapak Rektor melalui Ketua LPPM Unud yang telah mem- berikan dukungan dana melalui Hibah Ung- gulan Program Studi dengan nomor kontrak:
391-8/UN14.2/PNL.01.03.00/2015
DAFTAR PUSTAKA
Aboagla EME, Terada T. 2004. Effects of egg yolk during the freezing experiment of cryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology 62: 1160- 1172.
Amirat L, Tainturier D, Jeanneau L. 2004.
Bull semen in vitro fertility after cryopreservation using egg yolk LDL: a comparison with optidyl, a commercial egg yolk extender. Theriogenology 61: 895-907 Andrabi SMH, Ansari MS, Ullah N, Anwar M, Mehmood A, Akhter S. 2008. Duck egg yolk in extender improves the freezability of buffalo bull spermatozoa. Anim Reprod Sci 104: 427-433.
Bagchi D. 2001. Oxygen free radical scavenging abilities of vitamins C, E, B-carotene, pycnogenol, grape seed proanthocyanidin extract, astaxanthin and bioastin in vitro.
On File At Cyanotech Corporation.
Bathgate R, Maxwell WM, Evans G. 2006.
Studies on the effect of supplementing boar semen cryopreservation media with different avian egg yolk types on in vitro post-thaw sperm quality. Reprod Domest Anim 41(1): 68-73.
Bebas W, TGO Pemayun TGO, Damriyasa IM, Mantik-Astawa IN. 2016. Lactose- astaxanthin increases green jungle fowl’s sperm motility and reduces sperm DNA fragmentation during 5oC storage. Bali Med J 4(3): 152- 156
Bergeron A, Crête MH, Brindle Y, Manjunath P. 2004. Low-density lipoprotein fraction from hen’s egg yolk decreases the binding of the major proteins of bovine seminal plasma to sperm and prevents lipid efflux from the sperm membrane. Biol Reprod 70:
708-717.
Bilodeau JF, Blanchette S, Gagnon IC, Sirard MA. 2001. Thiols prevent H2O2-mediated loss of sperm motility in cryopreserved bull semen, Theriogenology 56: 275-286 Breininger E, Beorlegui NB, OFlaherty CM.
2004. Alpha-tocopherol improves bioche- mical and dynamic parameters in cryopre- served boar semen. Theriogenology 63 : 2126-2135.
Bebas, Gorda Jurnal Veteriner
490 Capelli, Cysewski (2007). Astaxanthin (natural
astaxanthin king of the carotenoids. North Miami Beach. Florida. Cyanotech.
Chanapiwat P, Kaeoket K, Tummaruk P.
2012. Cryopreservation of boar semen by egg yolk-based extenders containing lactosa or fructose is better than sorbitol. J Vet Med Sci 74(3): 351-354.
Clulow J, Maxwell WMC, Evans G, Morris LHA. 2004. A comparison between duck and chicken egg yolk for the cryopre- servation of stallion spermatozoa. Proc 15th Int Cong. Anim Reprod. Porto Seguro, Brazil. Hlm. 506 (Abstract).
Octa D, Trilaksana IGNB, Bebas W. 2014.
Glukosa-astaxanthin meningkatkan motilitas dan daya hidup spermatozoa ayam kampung yang disimpan pada Suhu 3-5o C.
Indonesia Medicus Veterinus 3(1): 9-19 Hu J-H, Qing Li W, Li G, Chen XY, Yang
H, Zhang SS. Wang LQ. 2006. The cryoprotective effect on frozen-thawed boar semen of egg yolk low density lipoprotein . Asian-Aust J Anim Sci. 19(4): 486-494.
Hussein G, Goto H, Oda S, Sankawa U. 2006.
Antihypertensive potential and mechanism of action of astaxanthin III. Antioxidant and histopathological effects in spontaneosly hypertensive rats. Biol Pharm Bull 29:
684-688.
Hussein G, Sankawa U, Goto H, Matsumoto K, Watanabe H. 2006a. Astaxanthin, a carotenoid with potential in human health and nutrition. J Nat Prod 69(3): 443-449.
Hsieh YY, Chang CC, Lin CS. 2006. Seminal malondialdehyde concentration but not glutathione peroxidase activity is negatively correlated with seminal concentration and motility. Int J Biol Sci 2: 23-29
Indrawati D, Bebas W, Trilaksana IGNB. 2013.
Motilitas dan daya hidup spermatozoa ayam kampung dengan penambahan astaxanthin pada suhu 3-5oC. Indonesia Medicus Veterinus 2(4): 445 - 452
Iwamoto T, Gagnon C. 1988. Puriûcation and characterization of a sperm motility inhibitor in human seminal plasma. J Androl 9: 377-383.
Kvist U, Bjo¨rndahl L. 2002. Editorial. Dalam:
Kvist U, Bjo¨rndahl L, eds. Manual on Basic Semen Analysis. ESHRE Monographs.
Oxford, United Kingdom. Oxford University Press.
Liu X, Osawa T. 2007. Cis astaxanthin and especially 9-cis astaxanthin exhibits a higher antioxidant activity in vitro compared to the all-trans Isomer. Biochem Biophys Res Commun 357(1): 187-193.
Manjunath P, The´rien I. 2002. Role of seminal plasma phospholipid-binding proteins in sperm membrane lipid modiûcation that occurs during capacitation. J Reprod Immunol 53: 109-119.
Moussa M, Marinet V, Trimeche A. 2002.
Low density lipoproteins extracted from hen egg yolk by an easy method: cryoprotective effect on frozen-thawed bull semen.
Theriogenology 57: 1695-1706.
Oriza. 2013. Astaxanthin. Natural Antioxidant for Neuro-protection, Vision, Enhancement
& Skin Rejuvenation. Oryza Oil & FAT Chemical Co.LTD. www.oryza.co.jp/html/
english/pdf/Astaxanthin %20ver%202.1.
pdfý. Tanggal akses 12/6/2013.
Parasaara IGNAM, Sumardani NLG, Suranjaya IG. 2015. Korelasi ukuran testes terhadap produksi dan kualitas semen cair babi landrace dalam rangkaian inseminasi buatan. Peternakan Tropika 3(1): 93-104.
Santoso U. 2011. Telur itik, telur puyuh dan telur ayam, mana yang lebih baik.
Livestock. Bengkulu, Indonesia, Tuesday, October 18, 2011. http://livestock- livestock.blogspot.com/2011/10/telur-itik- telur-puyuh-dan-telur-ayam.html
Tamoes JA, Nalley WN, Hine TM. 2014.
Fertilitas spermatozoa babi Landrace dalam pengencer modifikasi zorlesco dengan susu kacang kedelai. Sains Peternakan 12(1): 20- 30.
The´rien I, Moreau R, Manjunath P. 1988.
Major proteins of bovine seminal plasma and high-density lipoprotein Induce cholesterol efûux from epididymal sperm. Biol Reprod 59: 768-776.
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 484-491
491 The´rien I, Moreau R, Manjunath P. 1999.
Bovine seminal plasma phospholipid-binding proteins stimulate phospholipid efûux from epididymal sperm. Biol Reprod 61: 590-598.
Trimecha A, Anton M, Renard P, Gandemer G, Tainturier D, 1997. Quail egg yolk: a novel cryoprotectants for the freeze preservation of poitou jackass sperm.
Cryobiology 34: 385-393.
Way AL, Griel LC Jr, Killian GJ. 2000. Effects of accessory sex gland fluid on viability, capacitation, and the acrosome reaction of cauda epididymal bull spermatozoa. J Androl 21(2): 13-219.
Wolf AM, Asoh S, Hiranuma H, Ohsawa I, Iio K, Satou A, Ishikura M, Ohta S. 2001
Molecular characteristics of astaxanthin and beta-carotene in the phospholipid monolayer and their distributions in the phospholipid bilayer. Chem Phys Lipids 113(1-2) : 11- 22.
Yang R, Jing Li J, Peng X, Song X-q, Yang J-l. 2012. Effect of egg yolk added to goose semen extender on the semen survival time. Journal of Food Agriculture &
Environment 10(2): 491-492.
Yuan JP, Peng J, Yin K, Wang JH. 2011.
Review. Potential health-promoting effects of astaxanthin: A high-value carotenoid mostly from microalgae. Mol Nutr Food Res 55: 150-165.
Bebas, Gorda Jurnal Veteriner