• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA DALAM PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA DALAM PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

FIRDAUS JULIANSYAH ASHARI SAHAR Nomor Stambuk : 10564 0128 811

PROGRAM STUDI ILMU ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(2)

i Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh

FIRDAUS JULIANSYAH ASHARI SAHAR Nomor Stambuk : 10564 0128 811

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(3)
(4)
(5)

iv

Nama : Firdaus Juliansyah Ashari Sahar Nomor Stambuk : 10564 01288 11

Jurusan : IlmuPemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 6 April 2016 Yang menyatakan,

Firdaus Juliansyah Ashari Sahar

(6)

v

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis: (1) Untuk mengetahui implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di kota Bulukumba (2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wiayah dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau.

Penelitian ini adalah penelitian survey, teknik atau alat pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi, data dianalisis dengan analisis deskriptif.

Hasil temuan: (1) Implementasi Kebijakan Rencana Tata ruang Wilayah dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau hubungannya dengan: a). Komunikasi, komunikasi merupakan aspek pertama-tama harus ada agar Implementasi kebijakan di Kabupaten Bulukumba dalam penyediaan RTH efektif. Komunikasi disini adalah berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik. Kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif jika terjadi komunikasi yang efektif antara pelaksana kebijakan/program dengan para kelompok sasaran.b).Sumber daya, Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap sumberdaya. Implementasi kebijakan atau program tidak efektif apabila para implementor kekurangan sumberdaya yang penting untuk melaksanakan kebijakan.

c).Sikap/Kecenderungan, para implementor/pelaksana ingin melaksanakan sebuah kebijakan/program tertentu, maka mereka harus dapat melaksanakan apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan; tetapi ketika sikap atau Kecenderungan para pelaksana berbeda dengan sipembuat kebijakan maka proses implementasi sebuah kebijakan/program akan menjadi kompleks. d).Struktur Birokrasi, struktur birokrasi yaitu hierarki atau pembagian kewenangan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan. Struktur birokrasi meliputi standar operating procedures dan fragmentasi organisasi. Berkaitan dengan standar operating procedures untuk efektivitas koordinasi kebijakan tata ruang, dilakukan koordinasi secara efektif dengan para pelaksana kebijakan baik internal maupun antar instansi meskipun melalui prosedur. Efektivitas koordinasi juga dilihat dari jumlah pertemuan rutin BKPRD yang dilaksanakan satu bulan sekali sekaligus kegiatan evaluasi Ruang Terbuka Hijau. (2) Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penyediaan Ruang Terbuka Hijau, meliputi: 1) Perbedaan Nilai-Nilai yang Dianut Tentang Pemanfaatan Ruang Antara Pemerintah dan Masyarakat, 2) Pembebasan Lahan, 3) Tingkat pemeliharaan dan pengawasan masih kurang, 4) Peran serta masyarakat yang masih kurang, 5) Masih terbatasnya sarana dan prasarana.

Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, RTH (Ruang Terbuka Hijau)

(7)

vi

Alhamdulillah Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT. Diatas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA DALAM PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitik Universitas Muhammadiyah Makasar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai Pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

Bapak Abdul Kadir Adys, SH. MM selaku pembimbing I dan Bapak Andi Luhur Prianto, S.IP.,M.Si selaku pembimbing II dan juga selaku ketua jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta saran-saran, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Bapak Dr. H. Muhli sMadani, M.Si. selaku dekan Fakultas Sospol Universitas Muhammadiyah Makassar.

Bapak kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Bulukumba beserta seluruh staf yang telah membantu dan memberikan izin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

Kedua orang tua dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan, baik moril maupun materil.

(8)

vii bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 23 April 2016

Firdaus Juliansyah Ashari Sahar

(9)

viii

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Penerimaan Tim ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. RumusanMasalah ... 7

C. TujuanPenelitian ... 7

D. ManfaatPenelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Implementasi Kebijakan ... 9

B. Konsep Ruang Terbuka Hijau ... 17

C. Kerangka Pikir ... 23

D. Fokus Penelitian ... 25

E. Deskripsi Fokus Penelitian ... 26

BAB III.METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 29

B. Tipe dan Jenis Penelitian ... 29

C. Sumber Data ... 30

D. Informan Penelitian ... 31

E. Teknik Pengumpulan DataPenelitian ... 31

F. Teknik Analisis Data ... 32

G. Pengabsahan Data ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Objek Penelitian ... 34

1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bulukumba ... 34

2. Kecamatan Ujung Bulu ... 36

3. Rencana Pola Tata Ruang Bulukumba ... 42

4. Strategi Penataan Ruang Bulukumba ... 46

5. Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau ... 46

(10)

ix

Bulukumba Terhadap Penyediaan Kawasan Ruang Terbuka Hijau .... 64 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 61 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 66

(11)

1

Dalam pembangunan perkotaan yang pesat seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk kota, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan ruang-ruang terbuka hijau sebagai unsur kota dan merupakan kebutuhan mutlak bagi penduduk kota.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Hierarki Peraturan Perundang-undangan, peraturan daerah merupakansalah satu jenis peraturan perundang-undangan yang berada dibawahUUD 1945, Ketetapan MPR, Undang- undang/Peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan presiden.Peraturan Daerah baik provinsi dan kabupaten/kota merupakanperaturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan yang lebihtinggi, sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah sertapenyalur aspirasi masyarakat di daerah, dan merupakan regulasi sebagaibentuk implementasi dari otonomi daerah.Dan dalam pengaturannyatetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia yangberlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

Pembentukan Peraturan Daerah menjadi kewenangan olehpejabat pemerintah daerah yaitu kepala daerah dan DPRD. Dalam pasal25 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerahpada Paragraf Kedua bagian keempat menyatakan secara jelas bahwasalah satu Tugas dan Wewenang serta Kewajiban

(12)

Kepala Daerah danWakil Kepala Daerah yaitu mengajukan rancangan Perda danmenetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD.

Oleh karena itupemerintah daerah kabupaten khususnya daerah Kabupaten Bulukumbadalam penyusunan dan pembentukan peraturan daerah (perda) harusmengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi.Peraturan daerah Kabupaten Bulukumba yang disusun dandibentuk berdasarkan dan mengacu pada penjabaran peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi salah satunya yaitu PeraturanDaerah mengenai Penataan Ruang.

Tujuan penataan ruang Kabupaten Bulukumba adalah “Terwujudnya KabupatenBulukumba sebagai Daerah minapolitan, Pariwisata, dan Agroindustri menujupembangunan yang berwawasan lingkungan sebagai pusat pelayanan regional bagianSelatan”.

Upaya perencanaan pelaksanaan tata ruang yang bijaksanaadalah kunci dalam pelaksanaan tata ruang agar tidak merusaklingkungan hidup, dalam konteks penguasaan Negara atas dasar sumberdaya alam, melekat di dalam kewajiban Negara untuk melindungi,melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup secara utuh.

Artinya,aktivitas pembangunan yang dihasilkan dari perencanaan tata ruang padaumumnya bernuansa pemanfaatan sumber daya alam tanpa merusaklingkungan.

Selain itu juga diatur lebih jelas dalam Undang Undang Nomor 26Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang merupakan Undang-undangpokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang.Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah juga menjelaskan hal tersebut, yaitu mengenai

(13)

urusanpemerintahan yang wajib dan menjadi kewenangan pemerintah daerahtingkat provinsi dan daerah tingkat Kabupaten/Kota.

Kewajiban Negara untuk melindungi, melestarikan danmemulihkan lingkungan hidup secara utuh, maka secara tidak langsungpelaksanaan perda tersebut menjadi kewajiban daerah KabupatenBulukumba dalam rangka menciptakan suasana lingkungan yang lebihhidup, aman, dan asri. Namun yang menjadi tantangan besar saat iniadalah tingkat kemajuan pembangunan sebagai akibat dari modernisasidan globalisasi.Fenomena pemanasan global dan berbagai bencana lingkungan telah mendorong berbagai kabupaten dunia untuk berpikir ulang menata kehidupan warga dan kabupaten.

Percepatan pembangunan di daerah Kabupaten Bulukumba saatini juga telah banyak mengalami kemajuan, pembangunan infrastrukturmerupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat prosespembangunan daerah Kabupaten Bulukumba. Infrastruktur jugamemegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerakpertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Bulukumba.Ini mengingatgerak laju dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba tidak dapatpisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi,telekomunikasi, sanitasi, dan energi.Oleh karena itu, pembangunansektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi daerah KabupatenBulukumba.

Semakin meningkatnya pembangunan khususnya dibidanginfrastruktur seperti gedung, pabrik, dan sarana prasana lain khususnya dikawasan perkotaan Kabupaten Bulukumba juga tidak dapat dipisahkandari dampak yang kemudian ditimbulkan,

(14)

terkhusus dampaknya terhadaplingkungan hidup. Fenomena pemanasan global dan berbagai bencanaalam dan lingkungan mengancam kehidupan manusia dan makhluk hiduplainnya.Hal ini kemudian dapat mengakibatkan iklim yang tidak stabil,peningkatan permukaan air laut, suhu udara semakin panas, gangguanekologis, dan berdampak secara sosial, politik dan ekonomi di daerahKabupaten Bulukumba.

Bulukumba merupakan salah satu daerah yang memiliki potensibencana yang cukup besar bila dilihat dari letak geografisnya yangsebagian wilayahnya dikelilingi oleh lautan.Sepanjang pesisir pantai yang membentang 128 km melintasi 7kecamatan pada setiap musim barat mengalami gelombang pasang yangsangat berpotensi menimbulkan gelombang pasang yang berakibatabrasi.

Pelaksanaan penataan ruang Kabupaten Bulukumba khususnyaterhadap penyediaan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaikawasan resapan air harus benar-benar dilaksanakan dengan baik,terkordinir dan berkelanjutan. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau sebagaipenyeimbang ekosistem kabupaten, baik itu sistem hidrologi, klimatologi,keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya bertujuanmeningkatkan kaulitas lingkungan hidup, estetika kabupaten, kesehatan,dan kesejahteraan masyarakat.

Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), diartikan sebagai kawasanyang mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikandalam rencana Tata Ruang Kabupaten, Tata Ruang Wilayah, danRencana Tata Ruang Regional sebagai satu kesatuan sistem. Polajaringan RTH dengan berbagai jenis dan fungsinya

(15)

merupakan rangkaianhubungan dan kesatuan terpadu yang membentuk infrastruktur hijau.

Daerah Kabupaten Bulukumba kemudian mewujudkan haltersebut dalam bentuk Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2012 TentangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba. Seperti halnyaamanat pasal 36 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang PenataanRuang ini juga telah di atur dalam Pasal 55 Peraturan Daerah No. 21tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumbabahwa proporsi penyediaan kawasan ruang terbuka hijau paling sedikit30% dari luas kawasan perkotaanyang terdiri dari ruang terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%.

Dari data statistik Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Bulukumba sampai tahun 2015, Kabupaten Bulukumba belum memenuhi kewajiban sebesar 30%

seperti yang telah di atur dalam peraturan daerah kabupaten Bulukumba. Luas ruang terbuka hijau kabupaten Bulukumba masih mencapai prosentase 11,86% atau seluas 15.118 dari jumlah luas wilayah kabupaten Bulukumba yang mana presentase pengalokasian ruang terbuka hijau tersebut masih sangat jauh dari 30% atau seluas 38.216,4 ha sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba. Kabupaten Bulukumba masih memerlukan lahan seluas 28.098,4 ha agar dapat memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau sebesar 30% sesuai peraturan perundang-undangan.

Kabupaten Bulukumba termasuk salah satu kabupaten yang sedang giat untuk melakukan pembangunan di segala bidang. Termasuk juga pembenahan tata kota.

Masalah ruang terbuka hijau yang ada di Kabupaten Bulukumba pada khususnya,

(16)

memerlukan penanganan secara struktural melalui berbagai kajian dan kebijakan mengingat ruang terbuka hijau merupakan pengendali ekosistem suatu lingkungan.

Keberadaan RTH di wilayah perkotaan menjadi sangat pentingkarena dapat menjaga kelangsungan ekosistem perkotaan, sepertimempertahankan siklus hidrologi dan mikroklimat, mereduksi polusi, danmemproduksi oksigen di udara yang bermanfaat untuk kesehatan.Penataan dan Penyediaan Kawasan Ruang Terbuka Hijausebagai kawasan resapan air yang peruntukannya yaitu minimal 30% dariluas wilayah kabupaten Bulukumba, sebagaimana yang diamanahkanoleh Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah KabupatenBulukumba dalam aspek penyediaan Kawasan Ruang Terbuka HijauKabupaten Bulukumba.

Oleh karena itu berdasarkan pembahasan tersebut di atas, makapenulis akan melakukan penelitian terhadap pelaksanaan peraturandaerah tersebut dalam kaitannya dengan penyediaan kawasan ruangterbuka hijau serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaandari peraturan daerah tersebut di kabupaten Bulukumba. Penelitian inikemudian berjudul “Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BulukumbaDalam Penyediaan Ruang Terbuka Hijau”.

(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa rumusan masalah dalam proposal penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana Implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba dapat menjamin penyediaan Ruang Terbuka Hijau?

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba terhadap penyediaan Ruang Terbuka Hijau?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba dapat menjamin penyediaan Ruang Terbuka Hijau.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba terhadap penyediaan Ruang Terbuka Hijau.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Manfaat Teorits :

a. Sebagai bentuk sumbangsih pemikiran dalam upaya penegakanhukum di Indonesia terutama dalam pengembangan dan pembangunan penataan ruang terbuka hijau Kabupaten Bulukumba.

(18)

b. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pengetahuan ilmu Pemerintahan.

c. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat Kabupaten Bulukumba terhadap pentingnya pengembangan ruang terbuka hijau didaerah Kabupaten Bulukumba.

2. Manfaat Praktis :

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur bagi semua pihak yang tertarik dengan kewenangan lembaga terkait dalam menangani penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau.

b. Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu menghasilkan sebuah rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam mengambil kebijakan pengembangan penataan ruang khususnya ruang terbuka hijau Kabupaten Bulukumba.

(19)

9

Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana untuk membuat sesuatu dan memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama.

Pengertian Implementasi kebijakan, dikemukakan oleh “Van Horn Dan Van Meter (2001 : 100), adalah : " tindakan-tindakan oleh individu publik dan swasta (atau kelompok) yang diarahkan pada prestasi tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya”.

Definisi lain yang relative komprhensif dikemukakan oleh (Bardach,1979: 37- 58). Setidaknya terdapat 7 konsep implementasi yang dipaparkan sebelum akhirnya dilebur menjadi 2 konsep besar yaitu :

Pertama, Impementasi merupakan proses perakitan sejumlah elemen program yang berbeda. Interaksi antara elemen-elemen tersebut pasti melbatkan persuasi dan tawar menawar karena elemen-elemen tersebut berasal dari sumber yang berbeda dan saling terlepas satu sama lain. Dengan demikian, Implementasi kebijakan dapat dilihat sebagai proses kerjasama. Sebagai proses kerjasama, Implementasi kebijakan menuntut adanya kepentingan bersama, otoritas dan proses transaksi yang disepakati bersama.

(20)

Sebagai suatu proses persuai, tawar menawar dan kerjasama, implemenasi akan berakhir ketika consensus untuk menjalin koalisi terbentuk. Koalisi dibentuk dengan memberikan berbagai konsesi sebagai imbalan atas dukungan yang diberikan.

Mereka yang terlibat dan menjadi anggota koalisi tersebut tidak semata-mata dipengaruhi oleh harapan akan keuntungan atau manfaat yang bias diperoleh, tetapi juga oleh kecemasan akan terjadinya eksklusif dari manfaat kebijakan. Dalam pengertian ini, dapat dipahami sebagai upaya membangun dukungan dalam pengertian yang positf.

Kedua, Implementasi dapat dipahami sebagai politik tekanan (pressure politics). Sebagai politik tekanan, implementasi dengan sendirinya akan mendatangkan tekanan balik (counter pressure).

Untuk mengatasi kecenderungan tersebut, maka secara teoritis, implementasi harus diisolasi dalam sebuah system yang dapat dibedakan dengan jelas dari system lain yang potensialmendatangkan tekanan.

Ketiga, Implementasi dapat didefinisikan sebagai proses masifikasi persetujuan. Proses pemaksaan kesepakatan secara massal ini perlu dilakukan karena implementasi yang berhasil pada dasarnya memerlukan aksi bersama. Aksi yang dimaksud hanya dapat dijalin jika terdapat kombinasi kesepakatan multiplikatif dimana aktor-aktor yang terlibat setuju untuk melakukan sesuatu secara bersama.

Keempat, Implementasi sebagai proses control administratif. Definisi ini berangkat dari asumsi serta kecendrungan umum di berbagai Negara bahwa birokrat dan birokrasilah yang paling banyak terlibat dalam proses implementasi. Agen-agen

(21)

implementasi tersebut sangat mungkin membuat kesalahan ketika melakukan interpretasi atas kebijakan dan menerjemahkannya kedalam berbagai program dan proyek, yang biasanya selalu disertai bias kepentingan, ideology, dan kerangka acuan.

Karenanya, keberhasilan implementasi akan ditentukan oleh tingkat penegakan control atas unit-unit birokrasi implementasi serta dilengkapi dengan arahan yang jelas untuk mencegah terjadinya kebocoran otoritas (authority leakage).

Kelima, Proses implementasi sebagai proses negosiasi interpemerintah.

Proses implementasi biasanya melibatkan banyak badan pemerintah yg juga dikenal sebagai badan-badan sub-pemerintah. Bandan-badan tersebut boleh jadi milik orientasi yang sama untuk memperjuangkan kepentingan public, tetapi berbeda dalam penentuan prioritasnya dengan kata lain, walaupun dapat kesepakatan bersama atas suatu kebijakan namun belum tentu mereka sama-sama sepakat dalam penentuan program dan proyek. Parokialisme birokrasi ini perlu diatasi sebelum sebuah kebijakan diimplementasikan dan proses inilah yang disebut proses negosiasi. Proses negosiasi tersebut akan berjalan terus menerus dan berlangsung pada hampir semua tingkatan pemerintah. Pada tingkatan local ketika suatu kebijakan harus diimplementasikan juga akan berlangsung proses negosiasi. Hal itu mengakibatkan proses implementasi kehilangan titik akhir yang jelas.

Keenam, Implementasi sebagai proses yang ditandai oleh kompleksitas aksi bersama, juga bias diartikan sebagai proses pengorganisasian kerja sama pada sebuah unti besar. Kompleksitas tersebut bias disebabkan oleh fregmentasi institusional.

Selanjutnya kompleksitas akan menyebabkan semakin banyaknya titik control dan

(22)

keputusan (chek and decision point), hirarki ketergantungan pada struktur yang lebih tinggi.

Ketujuh, Implementasi sebagai system pemerintah. Definisi ini merupakan suatu metafora yang diturunkan dari definisi sebelumnya yang melihat pentingnya control, negosiasi, tawar menawar, persuasi, taruhan, dan sebagainya. Eksplisit dalam konsep-konsep tersebut adalah perlunya menggunakan strategi dan titik tertentu, itulah sebenarnya yang oleh penulis ini dimaksudkan dengan permainan. Dengan melihat proses implementasi sebagai permainan, maka perhatian harus diberikan kepada para pemain (actor) yang terlibat, apa taruhannya, strategi dan taktikapa yang mereka gunakan, sumber daya apa yang dimilikinya, bagaimana aturan mainnya, bagaimana komunikasi antara pemain, tingkat ketidak pastian yang harus dihadapi, dan sebagainya. Definisi yang sangat metaforis ini sudah masuk dalam detail-detail implementasi jauh melebihi enam definisi sebelumnya.

Setelah memperkenalkan 7 definisi tersebut, Bardach (1979) selanjutnya memberikan sebuah rangkuman yang dilebur menjadi 2 unit besar itu bahwa pada dasarnya implementasi merupakan (1) proses perakitan berbagai elemen yang dibutuhkan untuk menghasilkan autcome programatik tertentu, dan (2) proses melakuan sejumlah permainan yang saling berhubungan, dengan mana elemen- elemen tertentu dari suatu program dipertahankan atau disalurkan kepada proses formulasi suatu program. Beberapa definisi terakhir diatas sengaja dikemukakan untuk meningkatkan bahwa implementasi bukanlah konsep sederhana sebagaimana dipahami selama ini. Sebaliknya, implementasi tidaklah sekedar penerjemah

(23)

kebijakan atau program kedalam aktivitas-aktivitas kebijakan untuk mewujudkan tujuan atau sasarannya, tetapi dapat merupakan upaya formulasi kebijakan/program oleh agen pelaksana.

Implementasi dimaksudkan sebagai tindakan individu publik yang diarahkan pada tujuan serta ditetapkan dalam keputusan dan memastikan terlaksananya dan tercapainya suatu kebijakan serat memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama. Sehingga dapat tercapainya sebuah kebijakan yang memeberikan hasil terhadap tindakan-tindakan individu publik dan swasta.

Kesimpulannya implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pihak- pihak yang berwenang atau kepentingan baik pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah ditetapkan, implementasi dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan atau merealisasikan program yang telah disusun demi tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan.

B. Pengertian Kebijakan / Implementasi Kebijakan

Dalam kamus bahasa inggris-indonesia (2003) Istilah “kebijakan” sebagai terjemahan dari “policy” mempunyai 3 arti: (1) kebijaksanaan, (2) kebijaksanaan umum, (3) politik. Sedangkan “wisdom” mempunyai 2 arti : (1) kebijaksanaan dan (2) kearifan. Jadi menurut kamus ini “policy) mempunyai arti yang luas dari pada

“wisdom”

Demikian pula seperti dijelaskan oleh Poerwadarminta (1986) sebagai berikut: “Kebijaksanaan” diberi pengertian sebagai: (1) pandai, mahir, selalu

(24)

menggunakan akal budinya dan (2) patah lidah, pandai bercakap.Sedangkan pengertian “kebijakan” diberi pengertian sebagai: (1) hal bijaksana, kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), (2) pimpinan dan cara bertindak (mengenai pemerintahan, perkumpulan dan sebagainya), (3) kecakapan bertindak bila menghadapi orang lain (kesulitan dan sebagainya). Dalam pengertian ini pula menunjukkan bahwa kebijakan mempunyai arti lebih luas dari pada kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan.

Untuk keperluan penelitian kali ini, digunakan istilah “kebijakan” sebagai terjemahan dari “policy” dan dipandang mempunyai arti lebih luas dari

“kebijaksanaan” karena didalam setiap kebijakan ada kebijaksanaan. Meskipun demikian, dalam keperluan penelitian ini istilah kebijaksaan sebagai terjemahan dari kata wisdom dipergunakan pula secara silih berganti dengan istilah kebijakan dengan tidak bermaksud menonjolkan perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, melainkan lebih menitikberatkan unsur-unsur kesamaan pengertian dalam rangka nuansa keilmiahan penelitian ini.

Berikut ini beberapa batasan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tentang “kebijakan” :

Menurut Budiardjo (1988): kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan- tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan.

(25)

Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab (Friedrich dalam Wahab, 2004:3) bahwa:

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diinginkan.

Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Selanjutnya pengertian “Implementasi kebijakan” yang dikemukakan para ahli.

Menurut Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah: “Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan eknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan

(26)

kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan” (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002:101-102).

Sedangkan Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya, yaitu langsung mengimplementasikannya dalam bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasi dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan.

Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implmentasi Van Meter dan Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber-sumber kebijakan

3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan 5. Sikap para pelaksana, dan

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik (Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79)

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu: Kesatu yaitu ukuran dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar

(27)

sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Kedua, sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn yang dikutip oleh Agustino, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:142).

Berdasarkan pengertian implementasi, George C. Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu Implementasi kebijakan, yaitu: 1. Communication 2. Resources 3. Dispositions 4. Bureacratic Structure (Edward III, 1980:10). Model implementasi menurut Edward III di atas jelas bahwa masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnya, kemudian secara bersama-sama mempengaruhi terhadap implementasi.

C. Pengertian Ruang Terbuka Hijau 1. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1).

Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi

(28)

ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya (Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2).

Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat (Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 3).

Sebagai salah satu unsur kota yang penting khususnya dilihat dari fungsi ekologis, maka betapa sempit atau kecilnya ukuran RTH Kota (Urban Green Open Space) yang ada, termasuk halaman rumah/bangunan pribadi, seyogyanya dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau yang ditanami tetumbuhan. Dari berbagai referensi dan pengertian tentang eksistensi nyata sehari-hari Purnomohadi (2006) dalam Syahriartato (2013), maka RTH dapat dijabarkan dalam pengertian, sebagai, berikut.

a. RTH adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu);

b. “Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya),

(29)

sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan”.

Ruang Terbuka (RT) tidak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan menjadi

‘Hutan Beton’ yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak huni. Secara hukum (hak atas tanah), RTH bisa berstatus sebagai hak milik pribadi (halaman rumah), atau badan usaha (lingkungan skala permukiman /neighborhood), seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, bangunan peribadatan, tempat rekreasi, lahan pertanian kota, dan sebagainya), maupun milik umum, seperti: taman-taman kota, kebun raja, kebun botani, kebun binatang, taman hutan kota/Urban Forest park, lapangan olahraga (umum), jalur-jalur hijau (green belts dan atau koridor hijau): lalu-lintas, kereta api, tepian laut/pesisir pantai/sungai, jaringan tenaga listrik: saluran utama tegangan ekstra tinggi/SUTET, Taman Pemakaman Umum (TPU), dan daerah cadangan perkembangan kota (bila ada). Menurut Pasal 1 butir 31 UUPR, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/ jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Menurut Gunadi dalam Syahriartato (2013) dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. RT berbeda dengan istilah ruang luar (exterior

(30)

space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan.Definisi ruang luar, adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square.

Zona hijau bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/ jaringan listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, taman pertanian kota, dan seterusnya, sebagai Ruang Terbuka Hijau. Ruang terbuka yang disebut taman kota (park), yang berada di luar atau di antara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon bebuahan dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota.

2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional, ataupun dimensional. Manusia berada didalam ruang, bergerak, menghayati, dan berpikir, juga membuat ruang untuk menciptakan dunianya Sujarto dalam Syahriartato (2013). Ruang terbuka sebenarnya merupakan wadah yang dapat

(31)

menampung aktivitas tertentu dari masyarakat di wilayah tersebut, karena itu, ruang terbuka mempunyai kontribusi yang akan diberikan kepada manusia berupa dampak yang positif. Fungsi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/

tahun 2008 tersebut adalah sebagai berikut:

a. Fungsi sosial, yakni lahan yang digunakan untuk tempat bermain, berolah raga, tempat bersantai, tempat komunikasi sosial, tempat peralihan atau tempat menunggu, memberikan cadangan ruang kota untuk keperluan darurat, sebagai sarana penghubung antara satu tempat dengan tempat yang lain, dan sebagai pembatas atau jarak di antara masa bangunan.

b. Fungsi Ekologis, yakni penyegaran udara, penyerap air hujan, pengontrol radiasi matahari, pengendalian banjir, memelihara ekosistem tertentu, pelembut arsitektur bangunan, meredam kebisingan, dan menyerap debu.

c. Fungsi Ekonomi, yakni membantu dan mensejahterahkan masyarakat.

d. Fungsi Estetika, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik (dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan).

Sedangkan fungsi ruang terbuka hijau kawasan perkotaan menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 pasal 3 antara lain:

a. Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;

b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;

c. Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;

d. Pengendali tata air; dan

(32)

e. Sarana estetika kota.

Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota, juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.

3. Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Manfaat RTH secara langsung dan tidak langsung, sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi alami ini dapat dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi. Secara langsung, manfaat Ruang Terbuka Hijau adalah berupa bahan- bahan yang untuk dijual dan kenyamanan fisik.Sedangkan Ruang Terbuka Hijau yang manfaatnya tidak langsung adalah bermanfaat dalam perlindungan tata air dan konversi hayati, untuk keanekaragaman hayati.Selain itu, Ruang Terbuka Hijau dapat bermanfaat bagi kesehatan dan ameliorasi iklim.(Permen Pekerjaan Umum No.

5/PRT/M/2008). Menurut Permen No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, manfaat RTHKP adalah sebagai berikut:

1. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah 2. Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan

(33)

3. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial 4. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan.

D. Kerangka Pikir

Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba No. 21 Tahun 2012 tentang penataan Ruang Terbuka Hijau diimplementasikan dengan harapan dapat memberikan solusi dari pertambahan penduduk yang semakin pesat dan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dengan tidak memperhatikan lahan ruang terbuka hijau di sekitarnya. Ruang Terbuka Hijau yang harus diperhatikan penataannya agar tetap terjaga kelestariannya diantara lain adalah kriteria vegetasi yaitu jenis tanaman yang tumbuh di tepi jalan raya, kawasan pemukiman, dan fasilitas umum yang dimana telah ditentukan oleh pemerintah dengan memperhatikan efektifitas fungsi dari tanaman tersebut yang ditanam di tepi jalan raya, kawasan pemukiman, dan fasilitas umum. Lalu pemanfaatan ruang terbuka hijau kawasan pemukiman dan fasilitas umum dimana ruang terbuka hijau dirawat ataukah tidak.

Dalam penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Kabupaten Bulukumba pemerintah perlu memberikan sistem pengendalian, sistem pengawasan, peraturan akebijakan, dan bentuk pelaksanaan perda di wilayah Kabupaten Bulukumba agar pelaksanaan peraturan tersebut tidak mengalami disfungsi kebijakan dengan memperhatikan teori lingkungan hidup, teori Ruang Terbuka Hijau, teori bekerjanya hukum. Dengan memberikan sistem pengendalian, sistem pengawasan, dan peraturan kebijakan maka efektifitas urgensi implementasi penataan Ruang Terbuka Hijau akan terlihat kekurangan dan kelebihannya.

(34)

Keterlibatan Pemerintah Kabupaten Bulukumba, Dinas Tata ruang Kabupaten Bulukumba, Dinas Kebersihan dan kecamatan serta masyarakat sekitar dapat membantu memberikan solusi dalam setiap permasalahan yang timbul akibat implementasi urgensi peraturan daerah tentang Ruang Terbuka Hijau serta memberikan masukan terhadap Pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam hal sosialisasi pelaksanaan Perda Kabupaten Bulukumba tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau.

(35)

Skema Kerangka Pikir

Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba dalam penyediaan Ruang Terbuka

Hijau di Kota Bulukumba

Hasil capaian implementasi

kebijakan Implementasi Kebijakan

RTH A. Komunikasi:

1.Alur penyampaian 2. Kejelasan Tujuan 3. Ketetapan Tujuan B. Sikap/kecenderunga 1. Pelaksana

2. Upah

C. Sumberdaya:

1. Staff 2. Informasi 3. Kewenangan 4. Fasilitas

D. Struktur Birokrasi:

1. Prosedur pelaksanaan 2. Penyebaran tanggung

jawab

Faktor-faktor yang mempengaruhi 1. Perbedaan nilai-nilai

yang dianut antara masyarakat dan pemerintah

2. Pembebasan lahan 3. Tingkat pemeliharaan

yang masih kurang 4. Peran serta masyarakat

yang masih kurang 5. Terbatasnya sarana dan

prasarana.

(36)

E. Deskrispi Fokus Penelitian

Berdasarkan dari kerangka pikir di atas, adapun deskripsi fokus penelitian diantaranya:

1. Implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba dalam penyediaan ruang terbuka hijau merupakan Perda No.21 tahun 2012 yang diwujudkan Kabupaten bulukumba berdasar dari Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007.

2. Communication adalah proses penyampaian informasi dari orang yang memberikan informasi pertama kali kepada penerima dalam hal ini adalah aparatur Kota Bulukumba selaku pelaksana kebijakan Perda Nomor 21 Tahun 2012. Communication dalam penelitian ini meliputi:

a) Transmission adalah alur penyampaian informasi kebijakan.

b) Clarity adalah kejelasan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan.

c) Consistency adalah ketetapan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakanagar menghasilkan suatu pelaksanaan yang konsiten untuk mengembangkan penataan ruang di kota bulukumba.

3. Resources adalah sumberdaya pelaksanaan Perda Nomor Nomor 21 Tahun 2012. Tentang penataan ruang di kota Bulukumba. Resources dalam penelitian ini meliputi:

a) Staff adalah aparatur atau pegawai pemerintah Kota Bulukumba selaku pelaksana kebijakan Perda Nomor 21 Tahun 2012 yang

(37)

memiliki wewang dalam perkembangan ruang terbuka hijau di Kota Bulukumba.

b) Information adalah informasi yang diperlukan guna ditunjukan bagi penerima dalam pengambilan keputusan dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya.

c) Authority adalah kewenangan yang bersifat formal dalam mejalankan kebijakan.

d) Facilities adalah fasilitas pendukung dalam melaksanakan kebijakan.

4. Dispositions adalah kecenderungan, keinginan atau kesepakatan para pelaksana pembuat Perda Nomor 21 Tahun 2012 untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh dalam penataan ruang terbuka hijau di kota bulukumba.

Dispositions dalam penelitian ini meliputi:

a) Effects Of Dispositions adalah pengaruh dari pelaksana kebijakan dalam menimbulkan hambatan-hambatan untuk perkembangan RTH di kota bulukumba.

b) Incetives adalah upah lebih yang diberikan kepada pelaksana kebijakan kebijakan dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Bulukumba dalam penataan RTH.

5. Bureaucratic Structure adalah struktur birokrasi atau hierarki atau pembagian kewenangan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan.Bureaucratic Structure dalam penelitian ini meliputi:

(38)

a) Standar operating procedures (SOPs) adalah prosedur pelaksanaan kebijakan oleh Pemerintahkota Bulukumba dalam penataan RTH.

b) Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab beberapa unit di dalam Pemerintah Kota Bulukumba dalam penataan RTH .

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan RTH yaitu:

a) Perbedaan Nilai-Nilai yang Dianut Tentang Pemanfaatan Ruang Antara Pemerintah dan Masyarakat yaitu: perbedaan pendapat dan pandangan antara pihak masyarakat dan pihak pemerintah.

b) Pembebasan Lahan yaitu: lahan yang dibeli pemerintah yang akan digunakan untuk kawasan RTH sampai tidak lagi diperhatikan.

c) Tingkat pemeliharaan yang masih kurang d) Peran Serta masyarakat yang masih kurang e) Masih terbatasnya sarana dan prasarana

7. Hasil capaian implementasi kebijakan suatu hasil yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan menejemen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu.

(39)

29

Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Maret s/d April tahun 2016. Dengan lokasi penelitian dikantor Dinas Tata Ruang Kabupaten Bulukumba, dengan sasaran tempat kantor penataan ruang sebagai penyelenggara pembuatan/perluasan Ruang Terbuka Hijau. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena wilayah Kabupaten Bulukumba, merupakan Aset daerah, bangsa dan Negara yang harus dipelihara dan diperhatikan. Sementara sarana dan prasarana pembuatan/perluasan ruang terbuka hijau masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu mendapat perhatian. Disisi lain implementasi kebijakan Ruang Terbuka Hijau masih perlu ditingkatkan untuk mendukung pelestarian lingkungan hidup dan peningkatan aktivitas masyarakat Bulukumba.

B. Tipe dan Jenis Penelitian 1. Tipepenelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian desriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data yang ditemukan dilapangan tentang Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bulukumba.

(40)

2. JenisPenelitian

Jenis Penelitian adalah studi kasus (fenomologi) yaitu penelitian yang bertujuan mengumpulkan data dan informasi sebanyak mungkin tentang kebijakan Ruang Terbuka Hijau.

C. Sumber Data 1. Jenis Data

Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, data kulaitatif diuraikan secara narasi.

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini dijaring dari sumber data primer dan sekunder sesuai dengan proporsi tujuan penelitian, adapun sumber data yang dimaksud adalah ;

a) Data Primer, yaitu :Data yang diperoleh secara langsung dari sumber data di lapangan atau dari lokasi penelitian yaitu jenis penelitian studi lapangan (Study Field),dalam hal ini adalah perangkat dari Pemerintah Kabupaten Bulukumba, yaitu dari Dinas Tata Ruang dan Satuan tugas yang terkait.

b) Data sekunder, yaitu :Data yang mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang dapat berwujud laporan dan lain-lainnya. Jenis penelitian studi pustaka (Library Research).

D. Informan Penelitian

Informan penelitian ditetapkan melalui wawancara

- Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Bulukumba = 1 orang

(41)

- Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang = 1 orang - Kepala Seksi Pengawasan Pemanfaatan Ruang = 1 orang

- Kepala Dinas Kecamatan Ujung Bulu. = 1 orang

- Tokoh Masyarakat: (Bpk. Sahar S,E dan Bpk. MuhsirS,Sos) = 2 orang

E.

Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid.Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperoleh.

1. Observasi

Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap fenomena yang berhubungan erat dengan setiap indikator variable dalam pertanyaan penelitian.

Observasi ini sekaligus mencocokkan dengan data-data yang diperoleh melalui wawancara, kuesioner dan telaah dokumen, sehingga setelah diolah, dapat memperoleh data yang valid dan reliable sehingga dapat dipertanggung jawabkan keabsahan dan kebenarannya.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambal bertatap muka antara sipenanya dengan sipenjawab tentang berbagai indicator yang telah ditetapkan dari sub-variabel tentang kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bulukumba, mengecek kebenaran jawaban

(42)

melalui observasi. Dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduanwawancara).

Penggunaan observasi didasarkan pada pertimbangan bahwa dengan mengklarifikasi data hasil wawancara melalui observasi akan memiliki tingkat validitas yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa karangan, memo, pengumuman, instruksi, majalah, pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat dan berita yang disiarkan kepada media massa. Tujuan digunakan metode ini untuk mengumpulkan data-data dari pegawai tentang hasil yang ditimbulkan dalam pelaksanaan kebijakan Ruang Terbuka Hijaudalam di Kab.Bulukumba.

F. TeknikAnalisis Data

Adapun cara untuk mengumpulkan data tersebut, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yakni suatu analisis yang sifatnya menjelaskan atau menggambarkan mengenai pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2012 tentangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba terhadap penyediaan Ruang Terbuka Hijau kemudian di kaitkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Semua data yang telah diperoleh dari hasil penelitian, di analisis secara kualitatif, selanjutnya di sajikan secara deskriptif berdasarkan rumusan masalah yang

(43)

telah ada, dan akhirnya diambil sebuah kesimpulan dan hasilnya akan dipaparkan dalam bentuk narasi dan table frekuensi dengan menggunakan rumus sederhana.

G. Pengabsahan Data Penelitian

Pengabsahan data dalam penelitian ini sangat penting juga bagi peneliti, agar supaya data yang diperoleh lebih jelas dan memiliki kekuatan validitas dan realibilitas.

Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan keabsahaan data melalui : 1) Kepercayaan ( kreadibility )

Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya.

2) Kebergantungan ( depandibility )

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati – hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan mengiterpretasikan data, sehingga data dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

3) Kepastian ( konfermability )

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian didukung oleh materi yang ada pelacakan audit.

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam bab ini terdiriatas dua bagian, yaitu uraian tentang: implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bulukumba dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan Faktor- faktor yang mendukung dan menghambat implementasi penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bulukumba.

A. Karakteristik Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bulukumba

Kabupaten Bulukumba berada di 153 Km dari Makassar Ibu kotaProvinsi Sulawesi Selatan terletak di bagian selatan dari jazirahSulawesi Selatan dengan luas wilayah kabupaten 1.154,67 km² atau1,85% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, yang secarakewilayahan Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empatdimensi, yakni dataran tinggi pada kaki gunung Bawakaraeng- Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas. Kabupaten Bulukumba terdiri dari 10 kecamatan yaitu Kecamatan Ujungbulu sebagai ibu kota Kabupaten, Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang. 7 diantaranya termasuk daerah pesisir sebagai sentra pengembangan pariwisata danperikanan yaitu kecamatan: Gantarang, Ujungbulu, Ujung Loe,Bontobahari, Bontotiro, Kajang dan Herlang. 3 Kecamatan sebagaisentra pengembangan pertanian dan

(45)

perkebunan yaitu kecamatan :Kindang, Rilau Ale dan Bulukumpa. Kabupaten Bulukumba juga mempunyai 2 (dua) buah pulau yang terdapat pada wilayah Desa Bira Kecamatan Bontobahari yakni Pulau Liukang Loe (berpenghuni) dan Pulau Kambing (tidak berpenghuni).

Kawasan ruang terbuka hijau yang menjadi objek dalam penelitian ini yaitu Kecamatan Ujung Bulu, sebagai wilayah yang termasuk dalam kawasan perkotaan Kabupaten Bulukumba.Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 32 ayat (6) Perda No. 12 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bulukumba.

“Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, berupa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang ditetapkan menyebar dan seimbang dengan memperhatikan fungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi dengan ketentuan RTH publik paling sedikit 20% (dua puluh persen) dan RTH privat paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan perkotaan yaitu PKW, dan PPK”. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Provinsi atau beberapa kabupaten/kota, dan Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Dan dalam Pasal 10 ayat (2) Perda No. 12 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bulukumba dijelaskan, bahwa yang termasuk Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu Kecamatan Ujung Bulu.

Oleh karena itu, mengenai Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Bulukumba Terhadap Penyediaan

(46)

Kawasan Ruang Terbuka Hijau terdapat di kawasan perkotaan Kabupaten Bulukumba yakni Kecamatan Ujung Bulu.

2. Kecamatan Ujung Bulu

Kecamatan Ujung Bulu sebagai ibu kota Kabupaten Bulukumba terdiri dari sembilan kelurahan, yakni kelurahan : Tanah Kongkong, Kasimpureng, Loka, Bentenge, Terang-Terang, Caile, Ela-Ela, Kalumeme, dan Bintarore. Kecamatan Ujung bulu mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi dikarenakan sebagai ibu kabupaten dan aktivitas yang tinggi dengan jumlah penduduk yang besar dan luas daerah relatif kecil jika dibandingkan kecamatan lainnya.

Sebagai pusat kegiatan wilayah, Kecamatan Ujung Bulu menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat dan menjadi pusat pembangunan infrastruktur fisik yang menunjang kegiatan masyarakat Kabupaten Bulukumba.Pasal 46 Perda RTRW Kabupaten Bulukumba juga menetapkan Kecamatan Ujung Bulu sebagai kawasan peruntukan perdagangan skala regional dan kawasan peruntukan olahraga.Dan dalam Pasal 76 Perda RTRW Kabupaten Bulukumba mengenai ketentuan umum peraturan zonasi ditetapkan bahwa kawasan peruntukan olahraga dan peruntukan perdagangan harus terdapat penyediaan kawasan ruang terbuka hijau.Semakin meningkatnya pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bulukumba, kemudian berimplikasi pada pembangunan kawasan ruang terbuka hijau yang juga semakin sempit.Mengingat pentingnya kawasan ruang terbuka hijau sebagai penyeimbang kondisi lingkungan Kabupaten Bulukumba, maka seharusnya pembangunan infrastruktur fisik diimbangi dengan pembangunan kawasan ruang terbuka hijau.

(47)

Berdasarkan Pasal 52 ayat (5) Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba, bahwa instansi pelaksana dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bulukumba terdiri atas pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten, dan/atau masyarakat. Dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba, yaitu Bupati, DPRD dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yakni dinas-dinas yang kemudian mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam kordinasi penataan ruang di daerah Kabupaten Bulukumba, pemerintahan tingkat kecamatan dan Desa serta masyarakat.

Dan demi kelancaran implementasi penyediaan ruang terbuka hijau, dinas Tata Ruang melakukan koordinasi dengan beberapa instansi, dengan mengutamakan Kecamatan Ujungbulu sebagai target untuk mengkoordinasikan wilayah perkotaan. Sesuai dengan hasil wawancara dengan Camat Ujung Bulubeliau mengatakan bahwa:

“ Dalam hal ini, untuk memenuhi ketentuan dalam Perda RTRW tersebut khususnya mengenai pembangunan kawasan ruang terbuka hijau berdasarkan Perda No. 21 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bulukumba, dilakukan dengan sistem kordinasi dengan Dinas Tata Ruang, Kantor Lingkungan Hidup, dan Dinas Kehutanan.” (Hasil Wawancara APR, 24 Maret 2016)

Dengan demikian implementasi kebijakan RTRW, dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau dapat direalisasikan dengan sangat efektif dan terkoordinir.

Penetapan peruntukan kawasan dilakukan oleh Dinas Tata Ruang, kemudian Kantor Lingkungan Hidup memberikan rekomendasi terkait kondisi serta potensi lingkungan, dan Dinas Kehutanan kemudian bekerjasama dalam hal

(48)

penyediaan bibit tanaman untuk ruang terbuka hijau. Selain itu khusus untuk program di tingkat kecamatan, khususnya kecamatan Ujung Bulu melibatkan masyarakat dalam kegiatan penghijauan, misalnya penanaman pohon dan kegiatan rutin bakti sosial yang dilakukan setiap seminggu sekali, yang dilakukan secara bergilir di setiap kelurahan di Kecamatan Ujung Bulu.

Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam pengembangan kawasan ruang terbuka hijau dengan menetapkan beberapa program dalam penataan ruang terbuka hijau, yaitu Pembuatan Taman Kota yang terdapat di kawasan Pasar Lama, Bundaran Phinisi, Lapangan Pemuda, Mesjid Agung, dan Islamic CenterKabupaten Bulukumba, dan Penanaman Pohon bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba dalam menyediakan bibit pohon. Program tersebut tidak terlepas dari kordinasi dengan perangkat pemerintahan ditingkat kecamatan, yakni Kecamatan Ujung Bulu dan Lurah setempat.

Saat ini terdapat program dalam penataan ruang terbuka hijau yang merupakan program dari pemerintah pusat yaitu Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Program ini hanya ditujukan kepada empat kabupaten di Sulawesi Selatan, dengan nama program Pembangunan dan Pengelolaan Kota Hijau (P2KH). Kabupaten yang termasuk dari program ini yaitu Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Bulukumba, dan Kota Pare-Pare.Kabupaten yang termasuk dari program ini merupakan kabupaten yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, dan salah satu syarat

(49)

yang ditentukan yaitu harus ada Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten.Kabupaten Bulukumba telah memiliki Peraturan Daerah tersebut yaitu Perda No. 21 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bulukumba.Program ini berorientasi pada pembangunan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

Dinas Kehutanan kemudian mewujudkan program tersebut bekerjasama dengan setiap instansi terkait termasuk perangkat pemerintahan ditingkat kecamatan, lurah, dan desa dengan menyediakan Hutan Kota yang terdapat di beberapa lokasi di Kecamatan Ujung Bulu, diantaranya Hutan Kota di sekitar Pantai Merpati dengan luas 4,00 Ha, hutan kota depan Kantor Pertanian Jl. Sultan Hasanuddin dengan luas 0,25 Ha, dan hutan kota di Bantaran Sungai Teko dengan luas 13,25 Ha.

Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba juga memberikan rekomendasi kepada Bupati dalam mengeluarkan Izin Membangunan Bangunan (IMB) bahwa setiap pembangunan rumah, gedung, hotel, perkantoran, dan bangunan lain harus menanam pohon minimal dua pohon dan maksimal sebanyak-banyaknya disesuaikan dengan luas dan besar bangunan. Dan bila terjadi pelanggaran pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba berhak memberikan sanksi administratif, sanksi teguran secara tertulis maupun lisan.Rencana pembangunan dan pengelolaan kawasan ruang terbuka hijau di Kabupaten Bulukumba Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya telah membuat dalam bentuk Laporan Akhir Rencana Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Bulukumba Tahun 2013.

(50)

Kebutuhan RTH

 berdasarkan Luas Wilayah : 601,37 Ha atau 30 %,

 berdasarkan Jumlah Penduduk : 650 Ha atau 33 %,

 berdasarkan Fungsi Tertentu (Oksigen) : 603,96 Ha atau 29%.

Potensi Luas RTH Total,

 (Publik & Privat) : 969,88 Ha atau 48,35 % dari luas wilayah kota,

 RTH Publik : 769,43Ha atau 38,35%,

 RTH Privat : 200,45 atau 10. %.

Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa Kabupaten Bulukumba memiliki potensi 48, 35% untuk pengembangan kawasan ruang terbuka hijau. Jika hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka ketentuan dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mensyaratkan minimal 30%

Kawasan Ruang Terbuka Hijau, untuk Kabupaten Bulukumba telah melebihi ketentuan tersebut dilihat dari potensinya. Namun, saat ini masih belum dapat 30% dari luas wilayah Kabupaten Bulukumba. Saat ini Kabupaten Bulukumba telah memiliki kawasan ruang terbuka hijau kurang lebih 20% termasuk program dari pemerintah pusat yaitu P2KH, karena beberapa program pemerintah kabupaten masih dalam proses pengembangan lebih lanjut terkait observasi lahan yang akan digunakan untuk pembangunan ruang terbuka hijau.

Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba juga menetapkan beberapa program untuk mendukung pemenuhan kawasan ruang terbuka hijau yakni minimal 30% dari luas wilayah sebagaimana yang diamanatkan oleh Perda No. 21 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bulukumba diantaranya melakukan

(51)

penghijauan lingkungan baik di dalam kawasan perkotaan maupun di luar kawasan perkotaan, penanaman pohon dan kegiatan konservasi (sumber resapan air), pengembangan hutan rakyat, pembinaan masyarakat, dan pembagian bibit gratis kepada masyarakat. Dinas Kehutanan juga bekerjasama dengan Dinas Tata Ruang dan Kantor Lingkungan Hidup dalam melaksanakan setiap program yang ditetapkan dengan meminta dan memberikan data terkait kawasan kritis yang masih membutuhkan pengembangan ataupun yang masih kurang produktif untuk dilakukan penanaman pohon dan penghijauan.

Setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Bulukumba yang bertanggungjawab dan menangani pengelolaan dan penataan kawasan ruang terbuka hijau. Seperti halnya Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bulukumba, menjadi tugas pokok dan fungsinya memberikan rekomendasi dan bertanggungjawab langsung kepada Bupati Bulukumba terkait data kawasan yang berpotensi untuk pengembangan kawasan ruang terbuka hijau, terkait jenis vegetasi yang dikembangkan, dan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga swasta, masyakarat atau pun instansi pemerintah terkait pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Bulukumba termasuk ruang terbuka hijau.

Kantor lingkungan Hidup bekerja berdasarkan prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang baik, produktif, dan berkelanjutan. Data dari kantor lingkungan hidup menerangkan bahwa presentase luas RTH dibandingkan dengan luas wilayah Perkotaan/urban area untuk Kabupaten Bulukumba yaitu 31,82%

dengan melihat potensi vegetasi tutupan yang tersebar pada seluruh kawasan di Kabupaten Bulukumba.

(52)

Khusus untuk pembangunan jalur hijau terdapat di sepanjang jalan kawasan kota Kabupaten Bulukumba, namun masih dalam proses pertumbuhan sehingga belum sepenuhnya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau.

3. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bulukumba

Rencana Pola Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bulukumba didasarkan pada rencana pemanfaatan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.Sedangkan Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untukdibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

1. Kawasan lindung Kabupaten Bulukumba terdiri dari:

a) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, merupakan kawasan yang ditetapkan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi, menjaga fungsi hidrologis tanah dan memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan. Kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air yang ditetapkan di wilayah Kecamatan Kindang, Kecamatan Bulukumba, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Gantarang dan Kecamatan Kajang.

b) Kawasan perlindungan setempat, yang terdiri dari ; kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau, kawasan sekitar mata air, kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal, ruang

(53)

terbuka hijau kawasan perkotaan. Ditetapkan di kawasan pesisir pantai Kabupaten Bulukumba di Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Herlang, dan Kecamatan Kajang.

c) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, meliputi;

kawasan pantai berhutan bakau ditetapkan disebagian wilayah Kecamatan Gantarang dengan luasan 30 hektar, Kecamatan Ujungbulu 50 hektar, Kecamatan Ujung Loe 170 hektar, Kecamtan Bontobahari 5 hektar, Kecamatan Bontotiro 25 hektar, Kecamatan Herlang 100 hektar, dan Kecamatan Kajang 100 hektar.

d) Kawasan taman hutan raya ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bontobahari dengan luasan 3.475 hektar, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan ditetapkan di :

 Kawasan Puncak Pua Janggo di Kecamatan Bontobahari.

 Kawasan Makam Datu Di Tiro di Kecamatan Bontotiro.

 Kawasan Makam Karaeng Ambibia di Kecamatan Bontotiro.

 Kawasan Makam Karaeng Sapohatu di Kecamatan Bontotiro.

 Kawasan rawan bencana alam, meliputi; kawasan rawan banjir

yang ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Gantarang, sebagian wilayah Kecamatan Ujungbulu, dan sebagian wilayah Kecamatan Ujung Loe. Kawasan rawan tanah longsor ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Kindang,

Referensi

Dokumen terkait

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

PELAKSANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (TAMAN KOTA) DI PERKOTAAN KABUPATEN SLEMAN DENGAN BERLAKUNYA PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH..

Kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi kebi- jakan penataan ruang terbuka hijau di Kabupaten Sidoarjo ialah a) Keterbatasan anggaran, anggaran yang masih belum

Kegiatan penyediaan ruang terbuka hijau itu sendiri yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan pembuatan taman kota atau hutan kota baru di Kota Tegal..

Kebijakan Ruang terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Sidoarjo tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk kesejahteraan masyarakat, dan sasaran dari kebijakan ruang terbuka hijau ini adalah lahan- lahan atau lokasi yang strategis untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi peraturan daerah nomor 13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah dalam penetapan kawasan ruang terbuka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi peraturan daerah nomor 13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah dalam penetapan kawasan ruang terbuka