11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Kinerja Kepala Sekolah
Kepala Sekolah adalah atasan Guru di sebuah lembaga pendidikan. Sesuai dengan pendapatnya Egwu (2015), Kepala Sekolah bertanggung jawab memelihara dan meningkatkan kualitas setiap program. Dapat diartikan bahwa Kepala Sekolah sangat berperan penting pada program yang dijalankan, baik dalam perencanaan, tindakan maupun dalam tindak lanjutnya demi mencapai target yang diinginkan sekolah.
Keberhasilan pendidikan dilihat dari gambaran hasil pencapaian kinerja Kepala Sekolah. Kinerja adalah bukti Kepala Sekolah telah melaksanakan tugas-tugasnya (Supardi, 2014). Kinerja juga merupakan gambaran mengenai pencapaian dalam kegiatan, melalui proses yang berhubungan dengan tanggungjawab bagi individu maupun
12
bagi suatu organisasi, sehingga kinerja harus dilakukan sesuai standar, sehingga dapat diukur.
(a) Standar Kinerja Kepala Sekolah
Standar kinerja tertuju pada hasil kegiatan sesuai dengan ukuran yang dipercaya. Standar kinerja sangat berarti bagi penilai dan ternilai karena merupakan alat ukur. Hal ini didukung oleh pendapatnya Arman dkk (2016) bahwa perumusan standar kinerja diperlukan agar dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penilaian, serta standar kinerja dapat dijadikan tolak ukur untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan karyawan.
Karakteristik standar kinerja Kepala Sekolah menurut Wirawan (2015) adalah sebagai berikut:
a. Adanya perbedaan pada kinerja yang diterima dan sebaliknya. Sebagai contoh, terdapat tingkatan standar kinerja yang tinggi, sedang, dan rendah sehingga akan diperoleh hasil kinerja yang berbeda
13
dalam penilaiannya, serta penilai dapat mengetahui dan membedakan tingkat kinerja yang efektif.
b. Standar kinerja adalah standar minimal, artinya pegawai harus bekerja lebih ekstra untuk melampaui standar tersebut. Pendidik harus mencoba dan melakukan tugasnya semaksimal mungkin untuk mencapai target yang disepakati di sekolah maupun memenuhi standar dari pemerintah/ dinas pendidikan.
c. Standar kinerja mencerminkan tujuan atau target dari pegawai. Dalam arti standar yang ditetapkan harus sesuai dengan kebutuhan dan dapat menggambarkan tujuan yang tepat bagi pendidik.
d. Standar kinerja menggambarkan standar kuantitas, kualitas dan standar waktu. Pencapaian kinerja harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
e. Realistik, artinya dapat dicapai oleh pegawai.
Dalam arti, pendidik yang profesional harus mencoba mencapai target melalui strategi-strategi
14
yang kreatif, sehingga akan membantu pendidik mencapainya.
f. Standar kinerja dapat berubah menjadi lebih tinggi.
Artinya jika prosedur berubah maka teknologi pun harus berubah. Perubahan ini, akan menjadi suatu tantangan bagi pendidik, jadi diperlukan pembaharuan standar, untuk mengikuti kemajuan tersebut.
Standar kinerja ialah bagian penting namun pada proses review kinerja sering dilupakan (Wibowo, 2013). Sementara itu, standar kinerja merupakan patokan dalam proses penilaian. Tujuannya, untuk mengetahui pencapaian kinerja yang dilakukan di lapangan, selanjutnya dapat dibandingkan dengan standar kinerja yang ideal.
Tolak ukur dari standar kinerja adalah untuk mengukur suatu kinerja. Terdapat dua pendefinisian kinerja dalam standar kerja yang pertama; “kondisi yang akan terjadi, ketika bagian pekerjaan dikerjakan
15
dengan baik”. Kedua; “kondisi yang akan terjadi, jika bagian pekerjaan dikerjakan dengan cara yang dapat diterima”, Wibowo (2013). Standar kinerja dilakukan berdasarkan situasi sehingga mendukung keefektifan dari pekerjaan yang dilaksanakan.
Menurut Wibowo (2013), terdapat delapan ciri standar kinerja yang efektif yaitu:
a. Standarnya didasarkan pada pekerjaan. Penentuan standar, diperoleh atau ditentukan dari sebuah pekerjaan.
b. Standar dapat dicapai. Penentuan standar harus melihat kondisi dari organisasi. Walaupun demikian bukan berarti standarnya harus lebih rendah dari standar sebenarnya. Sebagai contoh, untuk mencapai standar supervisi, maka diperlukan standar yang lebih tinggi sebagai tantangan bagi pekerja. Standar yang tinggi tersebut harus tetap dapat dicapai oleh pekerja.
16
c. Standar dapat dipahami. Standar yang digunakan harus jelas kepada semua orang sehingga tidak terkesan memihak pada suatu individu saja.
d. Standar disepakati bersama. Kesepakatan dalam menentukan standar harus dilakukan dengan adil.
Tujuannya agar pada pelaksanaan, semua yang terlibat dapat bertanggung jawab demi mencapai target yang telah ditentukan.
e. Standar itu spesifik dan sedapat mungkin bisa terukur artinya, standar bersifat khusus bagi sebuah organisasi dan standar yang telah dibuat harus bisa dinilai.
f. Standar berorientasi pada waktu. Penentuan waktu sangat menentukan lama dan cepatnya dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan tertentu, sehingga waktu yang ditetapkan harus pasti.
g. Standar harus tertulis. Semua orang yang bersangkutan dalam penetapan standar harus mempunyai salinan dokumennya sebagai bukti
17
fisik untuk digunakan dalam mengukur tingkat kinerja dalam organisasi maupun individu.
h. Standar dapat berubah. Perubahan standar dapat dilakukan bila ada suatu evaluasi. Misalnya adanya perubahan standar karena harus mengikuti perubahan zaman.
Sehubungan dengan standar kinerja, adapun standar khusus bagi Kepala Sekolah, ditinjau dari kompetensinya dapat dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas).
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007, mengenai Standar Kepala Sekolah/ Madrasah memaparkan lima kompetensi Kepala Sekolah, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.
a. Kompetensi kepribadian, yaitu 1) berakhlak mulia seperti menjadi teladan dalam mengembangkan budaya dan tradisi, terhadap warga sekolah; 2)
18
mempunyai integritas kepribadian; 3) keinginan untuk megembangkan diri; 4) sifatnya terbuka saat bekerja sesuai fungsi dan tugas pokoknya; 5) menguasai diri saat berhadapan dengan masalah; 6) memiliki kepandaian dan keinginan untuk menjadi pemimpin dalam pendidikan.
b. Kompetensi manajerial, yaitu menyusun perencanaan sekolah, mengembangkan organisasi sekolah dan sebagai pemimpin sekolah mengusahakan sumber daya agar lebih optimal.
Kepala sekolah juga memiliki kompetensi untuk mengurus perubahan yang terjadi di sekolah organisasi sekolah berkembang menjadi lebih baik dan menjadikan suasana pembelajaran di sekolah kondusif dan inovatif.
Terkait pengembangan SDM, Kepala Sekolah harus mengoptimalkan kinerja guru dan staf, demikian juga dengan pengelolaan sarana dan prasarana agar lebih optimal. Hubungan antara
19
sekolah dan masyarakat haruslah dikelola dengan benar karena dari hubungan tersebut akan memperoleh nilai tambah bagi sekolah dalam mendapatkan dukungan baik dalam bentuk ide maupun secara finansial.
Kepala Sekolah perlu mengelola siswa-siswi dalam hal penerimaan murid baru serta menentukan pengembangan ruang atau daya tampung para murid. Selain itu, Kepala Sekolah juga bertanggung jawab untuk mengelola kurikulum serta mengembangkannya berdasarkan maksud dari pendidikan nasional.
Pengelolaan keuangan sekolah harus dilakukan sesuai asas pengelolaan yang dapat dipertanggungjawabkan, terbuka dan tepat. Bagian administrasi sekolah pun harus diurus agar mendukung ketercapaiannya tujuan sekolah, termasuk unit layanan khusus.
20
Selanjutnya mengelola sistem informasi dan memanfaatkan teknologi informasi yang maju untuk meningkatkan pembelajaran maupun manajemen sekolah. Menjalankan evaluasi dan monitoring, lalu melaporkan pelaksanaan dari program kegiatan sekolah sesuai prosedur yang benar, disertai dengan perencanaan tindak lanjutnya adalah kompetensi manajerial lainnya juga harus dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah.
c. Kompetensi kewirausahaan, antara lain: 1) membuat suatu perubahan yang berguna dan berbeda bagi sekolah, 2) bekerja keras agar meraih keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif, 3) mempunyai motivasi sehingga berhasil untuk melaksanakan tugas pokok beserta fungsinya, 4) tidak cepat menyerah pada masalah, 5) memiliki naluri kewirausahaan untuk mengurus usaha penghasilan atau jasa sekolah dalam hal sumber belajar para siswa.
21
d. Kompetensi supervisi, antara lain 1) merencanakan program supervisi akademik untuk meningkatkan profesionalisme guru, 2) melakukan supervisi akademik kepada guru menggunakan pendekatan dan supervisi yang benar, serta 3) menindaklanjuti hasil supervisi akademik juga untuk peningkatan profesionalisme guru.
e. Kompetensi sosial, yaitu mempunyai kepekaan agar bisa bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lain dan ikut serta pada kegiatan sosial kemasyarakatan melalui individu maupun kelompok dalam kepentingan sekolah.
Dapat disimpulkan pendapat Wirawan (2015), Wibowo (2013) dan dari Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 bahwa bila ingin keberhasilan kinerja lebih efektif, maka Kepala Sekolah perlu memperhatikan setiap karakteristik dalam standar kinerja.
(b) Tugas Kepala Sekolah
22
Tugas profesional Kepala Sekolah dapat dilihat pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Nomor 162 Tahun 2003 mengenai Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.
Tugas Kepala Sekolah yang dimaksud adalah sebagai pendidik, manajer, pelaku administrasi, pengawas, pemimpin, pengusaha, dan pencipta iklim.
Sebagai pendidik, Kepala Sekolah harus mempunyai cara dalam menaikkan profesional tenaga kependidikan. Sebagai manajer, Kepala Sekolah harus mampu mengimplementasikan fungsi manajemen agar berdampak secara efektif dan efisien. Selanjutnya dilihat dari segi pelaku administrasi, Kepala sekolah harus mampu mengelola kurikulum, administrasi peserta didik, personalia, sarana dan prasarana, kearsipan dan keuangan.
Tugas selanjutnya adalah sebagai pengawas, Kepala Sekolah mensupervisi kinerja yang dikerjakan warga sekolah. Kemudian pemimpin, mampu
23
mengarahkan, mengawasi meningkatkan keinginan pada tiap-tiap tenaga kependidikan, memulai komunikasi pada dua arah serta melimpahkan wewenang dengan dua tugas.
Tugas Kepala Sekolah yang terakhir adalah sebagai pengusaha. Kepala Sekolah harus memiliki banyak keahlian. Kepala Sekolah juga harus mampu menyusun bermacam-macam rencana kerja dan dilaksanakan secara kondusif dan menyenangkan.
Tugas seorang Kepala Sekolah harus mampu memberi motivasi/ binaan. Serta dukungan kepada warga sekolah. Tujuannya agar dalam pelaksanaan tugas menjadi menarik sehingga dapat meningkatkan kecerdasan peserta didik. Seorang Kepala Sekolah juga harus mempunyai keterampilan dalam menerapkan fungsi manajemen.
Memahami kerjasama di setiap unit kerja atau lebih tepatnya hubungan dengan institusi lainnya.
Dapat bekerjasama dengan orang lain dengan cara
24
berinteraksi pada organisasi secara baik terutama dalam berkomunikasi. Hal ini juga sangat berkaitan dengan kepercayaan seorang Kepala Sekolah akan potensi setiap karyawan. Seorang Kepala Sekolah harus mampu melakukan atau menjalankan administrasi yang telah ditetapkan, dengan sebenarnya dan benar. Dapat melaksanakan supervisi, Kepala Sekolah harus merancang supervisi dengan tujuan membantu Guru maupun supervisor sendiri dalam mempelajari tugasnya demi memberikan yang terbaik.
Kepala Sekolah dapat mengarahkan serta motivasi bagi pendidik melalui komunikasi yang baik dan memberikan wewenang secara. Keahlian khusus pun harus dimiliki seorang Kepala Sekolah, sehingga dapat memberi contoh bagi organisasinya serta perencanaan kerja yang tepat memberikan hasil yang maksimal, dengan benar.
(c) Penilaian Kinerja Kepala Sekolah
25
Pelaksanaan tugas Kepala Sekolah perlu dinilai untuk mengetahui tingkat ketercapaiannya. Penilaian kinerja Kepala Sekolah dirancang dalam sebuah sistem agar bisa menjadi acuan untuk mengetahui kemampuan Kepala Sekolah pada pekerjaannya. Penilaiannya juga ditunjukkan dalam unjuk kerja melalui pengukuran kompetensi.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 pasal 12, penilaian kinerja Kepala Sekolah, terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
a. Pelaksanaan penilaian kinerja Kepala Sekolah harus dilakukan berulang-ulang pada setiap tahun dan secara kumulatif setiap 4 tahun.
b. Penilaian kinerja tahunan dilakukan oleh Pengawas Sekolah.
c. Penilaian kinerja 4 tahunan dilakukan oleh atasan secara langsung dengan mempertimbangkan penilaian-penilaian kinerja yang sudah dilaksanakan dari tim penilai. Tim penilai
26
dimaksud antara lain pengawas sekolah, pendidik, tenaga kependidikan serta komite sekolah di tempat tugasnya.
d. Penjelasan indikator penilaian kinerja tertera pada ayat 1 bahwa: a. usaha Kepala Sekolah untuk meningkatkan sekolah selama menjabat, b.
peningkatan kualitas sekolah sesuai 8 (delapan) standar nasional pendidikan selama Kepala Sekolah masih memimpin, dan c. usaha Kepala Sekolah dalam pengembangan profesionalisme.
e. Penilaian hasil kinerja dapat dikategorikan menjadi amat baik, baik, cukup, sedang atau kurang.
f. Pedoman penilaian kinerja Kepala Sekolah digunakan untuk melakukan penilaian sesuai kinerjanya.
Penilaian kinerja Kepala Sekolah juga dapat dilakukan saat Kepala Sekolah melakukan supervisi di kelas, seperti supervisi akademik. Supervisi akademik merupakan bagian dari tugas Kepala Sekolah yang
27
perlu dilakukan secara tertata, sesuai langkah-langkah yang tercantum dalam Pedoman Pengelolaan Penilaian Kinerja Guru, tahun 2016.
2. Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah
Supervisi menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary merupakan “a critical watching and directing”, artinya sebuah pengawasan dan pengarahan secara kritis.
Sedangkan Priansa dan Somad (2014) berpendapat bahwa supervisi adalah proses dalam menerapkan suatu tindakan perencanaan dalam proses membantu guru atau pegawai sekolah. Supervisi tersebut dilakukan dengan menilai dan memperbaiki pelaksanaan pekerjaan sehingga sesuai dengan perencanaan semula.
Kompetensi dan kinerja guru merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Namun kompetensi guru dan kinerja guru akan maksimal jika dilakukan dengan motivasi terus menerus dan berkelanjutan.
Motivasi tersebut bisa diberikan oleh pengawas sekolah dan Kepala Sekolah, Arman dkk (2016).
28
Kompetensi supervisi terbagi atas 2 bagian yaitu supervisi akademik dan supervisi manajerial. Berkaitan melakukan tugasnya sebagai supervisor, Kepala Sekolah membutuhkan prasyarat keterampilan yang berbeda. Hal tersebut didukung oleh pendapatnya Donni J.P dan Sonny S.S (2018) bahwa, seorang supervisor harus memiliki kemampuan yang lebih dari yang disupervisi. Tujuannya, agar Kepala Sekolah mampu menjalankan kedua supervisi sekaligus.
Supervisi akademik lebih mengarahkan kepada pembelajaran yang dilakukan guru di kelas untuk mengembangkan kemampuan dari guru sehingga dapat mencapai tujuan dari pembelajaran. Sementara itu, supervisi manajerial terfokus pada manajemen sekolah, misalnya, kurikulum yang dipakai apakah sudah sesuai, atau sarana prasarananya, apakah sudah memenuhi kebutuhan sekolah, atau belum dan lain-lain. Penelitian ini berfokus pada supervisi akademik Kepala Sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut supervisi.
29
Supervisi membutuhkan beberapa langkah melalui prosedur dan teknik yang tepat. Donni J.P dan Rismi S (2014) mengemukakan bahwa kemampuan untuk melakukan supervisi sesuai tahap dan teknik yang benar maupun kemampuan untuk melakukan monitoring, evaluasi serta melaporkan program pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat. Langkah-langkah tersebut tercantum pada Pedoman Pengelolaan Penilaian Kinerja Guru, tahun 2016. Menjelaskan sebelum melaksanakan supervisi akademik, terlebih dahulu Kepala Sekolah melakukan pengamatan. Pengamatan ini terbagi atas tiga bagian yaitu; sebelum pengamatan, selama pengamatan dan sesudah pengamatan.
Langkah-langkah supervisi a. Sebelum pengamatan
Langkah pertama sebelum pengamatan, Kepala Sekolah bertemu dengan Guru untuk memberitahukan kepada Guru kapan akan dilakukannya supervisi.
Supervisi bisa dalam suatu waktu tertentu, yang mana
30
Guru sudah mengetahui terlebih dahulu informasi mengenai kapan supervisi tersebut akan dilakukan.
Hanya saja waktu dalam jam dan hari sengaja tidak disampaikan agar Guru dapat mempersiapkan diri saat disupervisi.
Langkah kedua sebelum pengamatan, Kepala Sekolah akan menerima dokumen/ bukti fisik dari Guru untuk melihat apakah Guru sudah mempersiapkan berkas-berkas administrasinya dan sebagai bahan bagi Kepala Sekolah saat melakukan supervisi suatu waktu.
b. Selama pengamatan
Langkah pertama selama pengamatan, Kepala Sekolah harus mencatat kegiatan Guru selama mengajar dikelas atau di luar kelas secara terperinci, sehingga mudah untuk dinilai. Jika ada yang tidak sesuai, kurang, maupun di luar dari indikator yang ditentukan selama mengajar maka Kepala Sekolah tidak akan mendapatkan data secara akurat.
31
Pengamatan ini dilakukan Kepala Sekolah minimal 2x45 menit, untuk mendapatkan bukti yang nyata.
Langkah kedua selama pengamatan di dalam maupun di luar kelas yaitu memilih tempat yang tepat sehingga dapat mengamati dan mencatat apa saja yang terjadi di lapangan. Dalam pemilihan tempat/ posisi dalam mensupervisi, hendaknya Kepala Sekolah dapat memilih tempat yang tidak mengganggu atau mengundang perhatian peserta didik. Pemilihan tempat juga menentukan seberapa jauh Kepala Sekolah dapat mengamati seluruh kegiatan pembelajaran. Jika salah memilih tempat, maka peserta didik tidak akan fokus dalam mengikuti pembelajaran. Guru Pun juga akan menghabiskan waktunya hanya untuk memberi stimulus kepada peserta didik agar kembali mendengarkan, melakukan atau mengikuti kembali kegiatan dalam proses pembelajaran.
32
Langkah ketiga selama pengamatan, Kepala Sekolah tidak boleh mengintervensi proses belajar yang sedang dilakukan dengan alasan apapun.
Tujuannya agar guru fokus dalam mengajar, sehingga jika ada suatu hal yang tidak sesuai atau menyimpang dari kegiatan, maka Kepala Sekolah dapat mencatatnya sebagai hal penting bagi guru untuk diperhatikan kedepannya.
Langkah keempat selama pengamatan, Kepala Sekolah harus mencatat secara rinci mengenai hal-hal yang kerjakan guru dan para siswa, baik itu saat dokumen-dokumen dibaca, apa yang terjadi di lapangan dilihat, maupun didengar selama melakukan pengamatan.
Langkah kelima selama pengamatan, Kepala Sekolah mencatat fakta penting yang dilakukan guru dan murid untuk menilai apakah sudah sesuai dengan standarisasi atau belum. Oleh karena itu, pencatatan
33
harus dilakukan secara otentik dan terperinci, bukan asumsi kesimpulan dari hasil kegiatan guru.
Langkah keenam selama pengamatan, Kepala Sekolah membuat catatan pengamatan secara berurutan sesuai dengan kejadiannya selama proses pembelajaran sehingga mewakili gambaran proses pembelajaran secara utuh. Kepala Sekolah akan mudah untuk menilai setelah melakukan pengamatan.
Kepala Sekolah juga dapat melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan sudah sesuai standarisasinya atau belum.
Langkah ketujuh selama pengamatan, jika ada hal-hal yang perlu diklarifikasi baik sebelum, selama, dan sesudah pengamatan, Kepala Sekolah akan mencatat pada tindak lanjut.
Langkah kedelapan selama pengamatan, Kepala Sekolah membawa instrumen dan dokumen yang diperlukan sesuai indikator, misalnya dalam penataan tempat duduk apakah nyaman dan aman bagi para
34
murid/ sudah memberi kenyamanan pada mereka dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, bagaimana dengan lingkungan bermain anak apakah dapat memfasilitasi mereka terutama dalam pencapaian aspek perkembangan dan pertumbuhan anak, apakah guru terus terdiam di kelas, ataukah guru berkeliling untuk melihat aktivitas semua anak, bagaimana dengan kesempatan kepada anak, memfasilitasi semua anak tak terkecuali ABK dalam kegiatan belajar melalui bermain, adakah kesempatan itu buat mereka, apakah anak melaksanakan suatu kegiatan yang lain artinya tidak sesuai dengan kegiatan dari guru dan bagaimana tanggapan guru/ sikap guru kepada peserta didik.
c. Sesudah pengamatan
Langkah pertama sesudah pengamatan adalah melakukan klarifikasi. Pertemuan untuk klarifikasi dilakukan di ruang khusus, oleh Kepala Sekolah dan guru bersangkutan. Kepala Sekolah memberi stimulus
35
kepada guru baik dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan, untuk menjelaskan tentang fakta-fakta yang didapatkan di lapangan. Contoh pertanyaan yang diajukan contohnya apa alasan dari guru dalam melakukan suatu kegiatan yang mungkin di luar dari indikator atau di luar kegiatan. Setelah klarifikasi dan bersepakat, guru menandatangani surat perjanjian.
Langkah kedua sesudah pengamatan, Kepala Sekolah melakukan pemantauan melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan dokumen. Hal ini dilakukan sepanjang tahun dengan mencatat waktu dan hari dalam pelaksanaan pemantauan tersebut. Pemantauan secara terencana dilakukan minimal 2x dan secara waktu tertentu saja dilakukan sepanjang tahun.
Langkah ketiga sesudah pengamatan, Kepala Sekolah dan guru mengatur waktu untuk pemeriksaan dokumen. Dalam pemeriksaan ini, guru tidak perlu kapan harus dilakukannya pemeriksaan dokumen.
Untuk melakukannya waktunya fleksibel. Sehingga
36
guru mendapatkan kesempatan untuk melengkapi dokumen dan mengerjakan tugasnya, sebelum pemeriksaan dilakukan.
Langkah keempat Kepala Sekolah memberikan penilaian terakhir kepada guru, untuk ditandatangani.
Jika guru sudah setuju dengan nilainya, maka akan dibuatkan lampiran 4c form persetujuan penilaian kinerja guru PAUD yang akan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Bila tidak puas dengan nilai yang ada maka guru dapat membuat moderasi ke dinas setempat.
Langkah terakhir atau langkah kelima sesudah pengamatan ini adalah Kepala Sekolah menyusun berkas atau laporan sebagai berikut;
a) Cover, lampiran kesepakatan atau lampiran 4b, form perhitungan angka kredit penilaian pencapaian guru 4d, serta penandatanganan dari guru yang dinilai, penilai (Dinas Kabupaten) dan Kepala Sekolah.
37
b) Merekap hasil penilaian guru PAUD yang menandatangani adalah guru yang dinilai, penilai, dan Kepala Sekolah. /lampiran 4j.
c) Format hasil kompetensi per indikator dalam berkompetensi. Lembar ke 3 4b.
Di bawah berkas ini, terdapat berkas hasil pemantauan selama 1 tahun, catatan hasil pertemuan sebelum pelaksanaan pembelajaran, catatan hasil pengamatan selama pembelajaran di kelas. Catatan hasil pertemuan setelah pembelajaran di kelas.
d) Lampirkan semua suplemen penilaian kinerja guru yang berupa: Rekap kehadiran guru, Catatan fakta sebelum, saat dan sesudah melakukan pengamatan.
Lembar 15 kompetensi. Hasil penilaian oleh teman sejawat sesuai jumlah guru. Hasil penilaian oleh orang tua, sesuai jumlah yang ditentukan.
Tujuan dari langkah-langkah ini agar saat pelaksanaan supervisi, tidak menyimpang dari
38
perencanaan atau lebih tepat lagi sesuai dengan langkah-langkah yang ditetapkan. Begitupun juga dalam menindaklanjuti supervisi tersebut.
3. Evaluasi Kinerja
Evaluasi ialah suatu aktivitas dalam mengetahui apakah yang dilakukan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau belum, artinya proses pelaksanaan tugas hasinya, belum bisa diketahui sebelum melakukan tindakan evaluasi. Definisi evaluasi oleh Fitzpatrick, Sanders, &
Worthen (2011) adalah: "identification, clarification, and application of defensible criteria to determine an evaluation object's value (worth or merit) in relation to those criteria". Artinya evaluasi adalah proses penentu, penjelasan dan implementasi kriteria agar menentukan suatu nilai dari titik evaluasi (nilai/ manfaatnya) dimana masih berhubungan dengan kriteria tersebut. An evaluation is a systematic process which gives out information about program achievement yang berarti evaluasi sebagai alat
39
untuk mengetahui ketercapaiannya pada suatu tujuan (Abrory dan Kartowagiran, 2014).
Evaluasi kinerja diterapkan agar memberikan penilaian pada hasil kerja maupun prestasi kerja dari organisasi, kelompok dan individu (Wibowo, 2013).
Evaluasi kinerja dilaksanakan untuk menilai hasil kerja dalam organisasi tertentu maupun individu. Tujuan dalam mengevaluasi bahwa berhubungan dengan tujuan yang ada sebelumnya dapat berhasil atau tidak, Wibowo (2013).
Mengevaluasi dapat menggambarkan serta memberikan tingkat hasil dari suatu kinerja yang dilakukan.
Evaluasi kinerja menurut Wirawan (2015) mencakup beberapa aspek, yaitu proses, penilai, ternilai, dalam waktu tertentu, kinerja, standar kinerja, dan untuk mengambil keputusan secara ternilai.
a. Proses, artinya evaluasi kinerja membutuhkan suatu proses untuk memberi penilaian terhadap yang dinilai melalui observasi, seperti melakukan pengamatan dan akan menghasilkan sebuah penilaian.
40
b. Penilai, untuk menilai kinerja maka penilai ialah dari atasan, misalnya di sekolah yaitu; kepala sekolah.
Tujuannya penilai memberikan nilai kepada yang dinilai sebagai bukti atas keberhasilan dalam melakukan sebuah kegiatan. Adapun beberapa jenis evaluasi kinerja penilai yang dapat dijumpai seperti;
atasan langsung, atasan-atasan langsung, teman kerja, bawahan, pelanggan, pakar/ konsultan, dan tim penilai.
c. Ternilai, seperti Kepala Sekolah yang dinilai dalam kinerjanya. Dalam arti dalam pekerjaan suatu individu, akan mendapatkan penilaian dari orang lain. Sehingga pekerjaan yang telah dilakukan tidak sia-sia namun ada nilainya. Ada dua kemungkinan mengenai ternilai yaitu; ternilai sebagai seorang individu yang melaksanakan tugasnya dan ternilai sebagai kelompok dalam melaksanakan tugas secara bersama-sama.
d. Dalam waktu tertentu, artinya evaluasi kinerja penilaian dilakukan pada waktu yang berbeda,
41
misalnya pada waktu 9 bulan. Artinya waktu yang ditentukan atau digunakan cuma beberapa kali saja.
e. Kinerja, objek kinerja adalah pegawai/ karyawan atau kinerja tim kerja. Bahwa kinerja terdiri dari hasil kerja, atau bukti dari suatu proses kegiatan yang dilakukan.
Perilaku dan sifat, penilaian ini lebih menunjukan kepada karakter seseorang pada saat menghadapi pekerjaannya.
f. Standar kinerja, untuk standar evaluasi kinerja maka adanya perbandingan antara kinerja pegawai dengan standar kinerja pegawai. Perbandingan standar ini untuk meningkatkan serta memotivasi pendidik agar mampu untuk melakukan tugasnya serta lebih maju dalam meningkatkan profesionalisme pendidik.
g. Untuk mengambil keputusan secara ternilai, hasil yang sudah ada dijadikan sebagai patokan keputusan ternilai.
Dalam pengambilan keputusan bagi kinerja pendidik, harus dilihat dari hasil nilai yang telah dilakukan.
Sebagai penentuan untuk memutuskan penilaian bagi
42
pendidik. Sehingga jika nilainya baik dijadikan sebagai peluang dalam promosi dan jika tidak keputusannya demosi, misalnya diadakan pelatihan.
Evaluasi kinerja melalui beberapa aspek ini, sangat membantu guru dan Kepala Sekolah dikarenakan dalam melakukan evaluasi kinerja cukup mudah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan, evaluasi kinerja yang tepat, memberi dampak yang baik bagi yang menilai dan dinilai sesuai dengan penilaian yang benar, tujuan pencapaiannya jelas, aspek yang digunakan tepat maka hasilnya pun akan sesuai dengan perencanaannya. Penilai dalam hal ini Kepala Sekolah diharapkan wajib, mampu bekerja secara teliti dan benar dalam perencanaan, pelaksanaan maupun dalam menindaklanjutkan evaluasi kinerja.
4. Tujuan Evaluasi
Untuk mencapai tujuan organisasi maka pegawai harus menciptakan kinerja yang menentukan kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu
43
Wirawan (2015) dalam bukunya berpendapat bahwa;
fungsi dan tujuan evaluasi kinerja adalah untuk:
a. Memberikan umpan balik, artinya hasil yang ada akan menjadi masukan bagi sekolah/ kembali ke sekolah.
b. Memfasilitasi dengan strategi yang tepat agar dapat pengambilan keputusan mengenai pegawai dapat terwujud sesuai yang diharapkan.
c. Memfasilitasi perampingan organisasi dan pemutusan hubungan kerja.
d. Mendorong perbaikan kinerja dan motivasi kinerja terbaik, yang berarti harus adanya hubungan yang baik sehingga saling mendukung untuk membenahi dan melengkapi pekerjaan untuk mencapai kinerja yang maksimal.
e. Menentukan dan mengukur tujuan pun sangat diperlukan karena dapat mengetahui tingkat tercapainya kegiatan. Jika dalam konseling kinerja berdampak buruk, maka harus ada suatu perubahan dalam kinerja.
44
f. Menentukan perubahan kompensasi, mendorong pelatihan dan pementoran. Berkaitan dengan beberapa hal tersebut maka ada pendukung dalam perencanaan tenaga kerja.
g. Menentukan kebutuhan pelatihan pegawai, memvalidasi keputusan perekrutan pegawai, menyediakan alasan legal bagi keputusan personalia.
h. Serta memperbaiki keseluruhan kinerja organisasi untuk mencapai target yang diinginkan kedepannya.
Evaluasi harus tepat, sesuai dengan program yang dievaluasi sebab jika tujuannya menyimpang/ kurang tepat maka, hasilnya pun tidak sesuai dengan pelaksanaannya.
Tujuan evaluasi setidaknya sesuai dengan beberapa cara yang telah dibahas pada uraian tadi seperti jika Kepala Sekolah ingin melakukan evaluasi kinerjanya, khususnya dalam hal supervisi akademik, maka Kepala Sekolah perlu memberi umpan balik kepada guru, dengan menanyakan hal-hal yang dilihat tidak sesuai dengan kinerjanya guru.
Kesempatan ini juga memberi waktu kepada guru agar guru
45
dapat memberikan pendapatnya terhadap apa yang dilihat dan dievaluasi oleh Kepala Sekolah terhadap kinerjanya.
Tujuan evaluasi dalam hal pengambilan keputusan, dapat dipengaruhi oleh strategi yang dipakai, sehingga dalam menentukan strateginya harus tepat dan membutuhkan hubungan kerja yang baik. Kerja sama yang baik, akan membangun semangat bagi guru melalui pemberian motivasi, kinerja akan lebih baik. Mengukur tujuan dari evaluasi akan membantu guru untuk mengetahui hasilnya. Bila hasilnya belum sesuai dengan yang diinginkan, harus merencanakan tindakan untuk melakukan perubahan dalam kinerja.
Pada tujuan evaluasi ini, tingkat tinggi rendah kinerjanya guru sangat mempengaruhi tercapainya tujuan dari evaluasi. Sehingga, akan lebih baik lagi jika adanya dorongan melalui suatu pelatihan. Pelatihan sendiri akan membimbing guru, agar mendapatkan jawaban dalam menyelesaikan masalah serta memberikan perubahan terhadap kinerja maupun pada kompetensi guru. Dapat
46
disimpulkan tujuan dari evaluasi adalah memperbaiki keseluruhan kinerja organisasi.
B. Model Evaluasi Program
Ada berbagai macam model evaluasi program yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat tinggi dan rendahnya suatu kinerja. Namun pada penelitian ini, model evaluasi program yang digunakan adalah model kesenjangan atau discrepancy model, yang dikembangkan oleh Malcolm Provus. Model tersebut menjelaskan atau menggambarkan mengenai sebuah evaluasi yang akan dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program yang dikerjakan di sebuah organisasi. Ada 5 langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan model kesenjangan ini yaitu: Desain (design), Instalasi (installation), Proses (prosess), Pengukuran tujuan (product) dan Pembanding (programme comparison).
a. Tahap Desain (design), yang harus dilakukan adalah;
merumuskan tujuan program artinya tujuan dari program harus benar sesuai dengan yang diharapkan. Lalu menyiapkan klien, staf, dan kelengkapan lain, tujuannya
47
agar yang melakukan kegiatan atau program tersebut jelas lebih menunjukan kepada SDMnya. Kemudian yang terakhir, menyimpulkan standar berupa rumusan yang memperlihatkan pada sesuatu yang bisa terukur artinya perumusan standar, dibuat harus bersifat terukur sehingga dapat mengetahui tingkat keberhasilan dari program tersebut.
b. Tahap Instalasi (installation), dalam tahap ini lebih mengarah pada ketersediaan dari kelengkapan yang ingin dilaksanakan, apakah sudah sesuai atau belum. Tahap instalasi, dapat dilakukan melalui tiga kegiatan yaitu: 1) Meninjau kembali penetapan standar artinya penempatan standar tersebut harus dilihat kembali apakah sudah tepat atau sesuai sasaran atau belum. 2) Meninjau program yang sedang berjalan, (terfokus pada proses yang sedang dilakukan sehingga sesuai dengan standarnya). 3) Meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah tercapai artinya melihat kembali standar dengan hasil kerja.
48
c. Tahap Proses (prosess), pada tahap ini yang dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap tujuan yang dicapai.
d. Tahap Pengukuran tujuan (product), yang berarti bahwa melihat kembali data yang digunakan untuk meningkatkan output, bahwa apakah tahap ini sudah mencapai standar yang digunakan dalam program tersebut atau belum.
e. Tahap Perbandingan (programme comparison), yaitu membandingkan ketercapaian perolehan hasil dengan ketetapan tujuan sebelumnya. Hasil yang sudah didapatkan, kembali dibanding antara hasil dari evaluasi sendiri maupun hasil dari program yang dilakukan di lapangan dengan standar dan pada tahap ini lebih terfokus pada biaya yang digunakan pada program.
Sementara Agustanico D. Muryadi (2017) mengartikan model kesenjangan Provus, bahwa kesenjangan yang bisa dievaluasi pada pendidikan ialah: pertama, melihat kesenjangan pada perencanaan dengan pelaksanaan program. Kedua, meninjau dari kesenjangan yang di ramalkan yang akan
49
memberi hasil yang terwujud. Ketiga, adanya kesenjangan pada status kemampuan dengan standar. Keempat, terdapat kesenjangan tujuan. Kelima, adanya kesenjangan pada separuh program. Keenam adalah terdapat kesenjangan pada system yang berubah-ubah.
Disimpulkan bahwa model kesenjangan, digunakan untuk mengetahui ketercapaian kinerja dari pelaksanaan suatu program dan akan dibandingkan dengan standar program yang ideal. Kompetensi supervisi Kepala Sekolah juga termasuk tugas dari Kepala Sekolah salah satunya adalah supervisi akademik, yang dilakukan Kepala Sekolah terhadap Guru.
Hubungan antara kompentensi supervisi Kepala Sekolah dengan model kesenjangan pada penelitian ini, agar membantu Kepala Sekolah dalam merencanakan, melakukan dan menindak lanjuti program supervisi akademik dengan strategi yang tepat dan efektif.
C. Kerangka Pikir
Standar kinerja Kepala Sekolah sebagai bentuk penentuan dalam tingkat keberhasilan Kepala Sekolah
50
terhadap suatu tugas yang dilakukannya. Harapannya, penelitian ini dapat memberikan hasil dari lapangan dan dijadikan pembanding dengan standar yang sebenarnya.
Kompetensi supervisi adalah salah satu syarat bagi Kepala Sekolah untuk melaksanakan tugasnya.
Tugas tersebut sangat mendukung pencapaian kelima kompetensi Kepala Sekolah, serta melalui penilaian yang tepat akan memberikan hasil yang akurat. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti memfokuskan pada, 4 tahap model kesenjangan, yaitu: Desain, Instalasi, Proses, dan Pengukuran tujuan sedangkan Pembanding, tidak disertakan karena dalam penelitian ini, tidak memerlukan perbandingan atas pembiayaan.
Sebelum melakukan ke empat tahap diatas, peneliti akan melihat terlebih dahulu hasil evaluasi program supervisi akademik sebelumnya dengan tujuan dijadikan sebagai data lanjut untuk melangkah lebih dalam lagi, pada ke 4 tahap model evaluasi program kesenjangan, yang tertera pada gambar berikut ini:
51
“Gambar” 1, Kerangka berpikir pada penelitian ini D. Pernyataan Evaluasi
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila kesenjangan antara standar dengan hasil di lapangan sama. Adapun tolak
Tahap Desain
Menyusun perencanaan supervisi akademik:
1. Merumuskan tujuan program.
2. Menyiapkan klien, staff, dan kelengkapan lainnya.
3. Merumuskan standar program.
Tahap Pengukuran Tujuan:
1. Melakukan analisis data dan 2. Melihat apakah program sudah
mencapai tujuannya atau belum.
Tahap Proses:
1. Melakukan penilaian terhadap tujuan yang di capai.
2. Mengumpulkan data mengenai apa saja yang sudah di capai, yang sudah sesuai dengan standarisasi.
Tahap Instalasi
Melengkapi penetapan program perencanaan:
1. Meninjau kembali penetapan standar.
2. Meninjau program yang sedang berjalan.
3. Melihat pelaksanaan supervisi sebelumnya sesuai realita.
Melihat hasil evaluasi program supervisi
akademik sebelumnya
Model kesenjangan
52
ukur keberhasilan tersebut, apabila Kepala Sekolah melakukan supervisi sesuai standar supervisi akademik.
E. Hasil Penelitian Relevan
Perbedaan penelitian Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah di TK Bethany School Salatiga dengan beberapa hasil penelitian relevan sebelumnya terletak pada; Subjek yang diteliti adalah Kepala Sekolah TK. Lalu tempat penelitiannya di sekolah TK.
Selanjutnya tujuan/ fokus dari penelitian ini adalah supervisi akademik. Sedangkan model penelitian yang digunakan adalah model evaluasi program (Model Kesenjangan / discrepancy model).
Untuk itu peneliti telah menguraikan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, sebagai berikut;
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yanadi Wirawan (2017) tentang Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah SD di Dabin III Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo. Perbedaan penelitian ini, terletak pada tempat penelitian dan aspek yang digunakan. Dimana tempat pelaksanaannya di Sekolah Dasar
53
(SD) dan aspek perencanaan, aspek pengorganisasian, aspek pelaksanaan, dan aspek pengawasan.
Anastasia Lismawati (2018) penelitiannya tentang Evaluasi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru SD Negeri Wates 01 Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Perbedaan penelitian ini, terletak/ terfokus pada Kepemimpinan Kepala Sekolah dan model penelitian yang digunakan adalah model CIPP.
Nyaji Yanti Ningrum Subekti (2018) mengenai Evaluasi Kinerja Tiga Kepala SMP Negeri Salatiga Tahun 2014.
Perbedaan penelitian ini, terletak pada subjek penelitian yaitu terdapat 3 Kepala Sekolah, tempat penelitian di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan tujuan penelitian terfokus pada tujuh aspek manajerial.
Penelitian selanjutnya oleh Nila Aprilianti (2015) tentang Evaluasi Kinerja Dua Kepala SD Negeri di Kecamatan Bringin.
Perbedaan penelitian ini, terletak pada subjek penelitian yaitu 2 Kepala Sekolah, tempat penelitian di Sekolah Dasar (SD) dan tujuan penelitian terfokus pada aspek manajerial.
54
Kemudian penelitian Egidius Virgo (2018) tentang Evaluasi Program Manajerial Kepala Sekolah di SD Kanisius Cungkup Salatiga. Perbedaan penelitian ini, terletak pada model evaluasi yaitu model CIPP, lalu tempat penelitian di Sekolah Dasar (SD) dan penelitian terfokus pada program manajerial.
Penelitian oleh Leniwati dan Yasir Arafat (2017) mengenai Implementasi Supervisi Akademik Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kinerja Guru. Perbedaan penelitian ini, tidak menggunakan model penelitian sehingga hanya terfokus pada ketiga tahap supervisi akademik Perencanaan, Pelaksanaan dan Tindak Lanjut dan tempatnya di SMA Negeri 1 Sembawa Banyuasin.