PERLINDUNGAN HUKUM PEJALAN KAKI PADA JALAN-JALAN PROTOKOL DALAM KAJIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(Studi Kasus di Kota Bandung)
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Oleh ESTER NIM. 1007114
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA
PERLINDUNGAN HUKUM PEJALAN KAKI PADA JALAN-JALAN
PROTOKOL DALAM KAJIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(Studi Kasus di Kota Bandung)
Oleh Ester
S.H. UNPAR Bandung, 2009
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
© Ester 2013
Universitas Pendidikan Indonesia Maret 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Prof. Dr. Drs. Astim Riyanto, S.H, M.H. NIP. 194904021976031001
Pembimbing II,
Dr. Sunatra R. S, S.H, M.Si.
Menyetujui, Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Sekolah Pascasarjana
ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM PEJALAN KAKI PADA JALAN-JALAN PROTOKOL DALAM KAJIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus di Kota Bandung)
Kota Bandung merupakan kota besar yang memiliki masalah mengenai kawasan atau daerah dan fasilitas bagi para pejalan kaki. Tata kota yang salah, pemberian izin usaha yang terlalu mudah, berkumpulnya kawasan usaha di satu tempat, padatnya tingkat kendaraan, perkir liar dan pedagang kaki lima membuat kota Bandung menjadi tidak teratur, kacau, dan membuat disfungsi trotoar mengakibatkan terlanggarnya hak pejalan kaki.
Kondisi yang dialami pejalan kaki di Kota Bandung menjadikan topik perlindungan hukum pada pejalan kaki menarik untuk diteliti. Tujuan umum penelitian untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh pejalan kaki di jalan-jalan protokol perkotaan; perbedaan yang terjadi antara peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bandung dengan peraturan perundang-undangan lainnya dengan kenyataan yang terjadi; untuk mengetahui dampak tidak teraturnya lalu lintas di Kota Bandung, termasuk pejalan kaki. Tujuan khusus untuk mengetahui akar permasalahan yang mengakibatkan banyak terlanggarnya hak-hak pejalan kaki di Kota Bandung; untuk mengetahui efektivitas peraturan-peraturan mengenai perlindungan pejalan kaki di Kota Bandung; untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh pejalan kaki.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriplif analitik dengan metode pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data dikumpulkan dengan observasi, wawancara, dan studi dokumen dan kepustakaan.
ABSTRACT
LAW PROTECTION UPON PEDESTRIANS ON PROTOCOL STREETS IN CIVICS CONSIDERABLE STUDY (Case Study in Bandung)
Bandung is a big city which has a problem on areas and facilities for pedestrians. Wrong city planning, easiness in granting business license, gathering of the business place in one area, the density level of the vehicle, illegal parking and street hawkers are making Bandung chaotic, and also make the sidewalks dysfunction resulting in violation of pedestrians’ rights.
Conditions experienced by pedestrians in the city of Bandung makes the topic of legal protection upon pedestrians interesting to study. The general objective of the research to find out the problems faced by pedestrians in the urban protocol streets; differences that occur between the regulations set by the Government of Bandung with other legislation with the way it is; to determine the impact of irregular traffic in Bandung , including pedestrians. Specific objectives: to determine the root causes that resulted in a lot of violation of the rights of pedestrians in the city of Bandung, to determine the effectiveness of the regulations regarding the protection of pedestrians in the city of Bandung, to know steps that need to be done by the appropriate authorities to solve the problem faced by pedestrians
This research use qualitative descriptive analytic approach with case study method. Data were collected by observation, interviews and document studies and literature.
The study found that the poor arrangement of the roads and pavements is closely related to the improper arrangement of city of Bandung. The factors underlying the difficulty of structuring the city, and the roads and sidewalks, among other things: Bandung space is increasingly narrow, socio-economic factors, high arrivals of people, and the policy of the City of Bandung is not appropriate. Legal protection of pedestrians Bandung is still passive, active protection of the law is still not built up on the pedestrian Bandung, because the
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ... 1
DAFTAR TABEL ... 4
DAFTAR GAMBAR ... 5
DAFTAR LAMPIRAN ... 6 BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Kegunaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Asumsi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Struktur Organisasi Tesis ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
A. Pengertian Perlindungan Hukum Bagi Pejalan KakiError! Bookmark not defined.
B. Pengertian Hak dan Pemberian Hak Bagi Pejalan KakiError! Bookmark not defined.
C. Pengertian Kota ... Error! Bookmark not defined.
1. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Perkembangan KotaError! Bookmark not defined.
2. Struktur Tata Ruang Kota ... Error! Bookmark not defined. D. Guna Lahan ... Error! Bookmark not defined. 1. Jenis Penggunaan lahan ... Error! Bookmark not defined. 2. Perubahan Guna Lahan ... Error! Bookmark not defined. 3. Aksesibilitas ... Error! Bookmark not defined. E. Permasalahan Tata Ruang ... Error! Bookmark not defined. F. Tata Ruang Perkotaan dengan Pendekatan Aspek MasyarakatError! Bookmark not defined.
1. Demokratisasi Tata Ruang ... Error! Bookmark not defined. 2. Kota yang Berkelanjutan ... Error! Bookmark not defined. 3. Megatrend Reformasi ... Error! Bookmark not defined. 4. Pluralisme Budaya ... Error! Bookmark not defined. 5. Kota Dadakan ... Error! Bookmark not defined. 6. Keterlibatan Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. G. Pengertian Jalan dan Jalan Protokol ... Error! Bookmark not defined. H. Pejalan Kaki ... Error! Bookmark not defined. 1. Pengertian Pejalan Kaki ... Error! Bookmark not defined. 2. Kebijakan dan Pelayanan Publik ... Error! Bookmark not defined. 3. Pedoman Perencanaan ... Error! Bookmark not defined. a. Kebutuhan Dasar dan Perilaku ManusiaError! Bookmark not defined.
d. Jarak Tempuh Pejalan Kaki ... Error! Bookmark not defined. 4. Jalur Pejalan Kaki ... Error! Bookmark not defined. a. Definisi ... Error! Bookmark not defined. b. Halte ... Error! Bookmark not defined. 5. Fasilitas Bagi Pejalan Kaki ... Error! Bookmark not defined. 6. Tingkat Pelayanan Fasilitas Pejalan Kaki .. Error! Bookmark not defined. a. Karakteristik Perjalanan Pejalan Kaki .. Error! Bookmark not defined. b. Asal dan Tujuan Perjalanan Pejalan KakiError! Bookmark not defined.
c. Kegiatan Berjalan ... Error! Bookmark not defined. d. Variasi Guna Lahan ... Error! Bookmark not defined. e. Teori Penghubung Fragmen-Fragmen KotaError! Bookmark not defined.
I. Pengertian dan Karakteristik Teori Pendidikan KewarganegaraanError! Bookmark not defined.
J. Demokrasi Dalam Pendidikan ... Error! Bookmark not defined. K. Teori Efektivitas Hukum ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Pendekatan Penelitian Kualitatif ... Error! Bookmark not defined. B. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Subjek dan Lokasi penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Teknik Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Observasi ... Error! Bookmark not defined. 2. Wawancara ... Error! Bookmark not defined. 3. Studi Dokumentasi dan Kepustakaan ... Error! Bookmark not defined. E. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. 1. Tahap-Tahap Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 2. Reduksi Data ... Error! Bookmark not defined. 3. Penyajian Data ... Error! Bookmark not defined. 4. Verifikasi Data ... Error! Bookmark not defined. 5. Pengambilan Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Temuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1. Kondisi Trotoar dan Fasilitas Pejalan Kaki di Kota Bandung:Error! Bookmark not defined.
2. Profil Kota Bandung ... Error! Bookmark not defined.
3. Profil Dinas-Dinas Pemerintah Kota Bandung yang Mempunyai Kewenangan Terhadap Atribut Jalan dan Fasilitas Pejalan Kaki .... Error! Bookmark not defined.
a. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota BandungError! Bookmark not defined.
b. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)...
Error! Bookmark not defined.
c. Dinas Perhubungan Kota Bandung ... Error! Bookmark not defined.
d. Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota BandungError! Bookmark not defined.
e. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota BandungError! Bookmark not defined.
f. Polrestabes Bandung (unit LANTAS dan DIKYASA)Error! Bookmark not defined.
4. PengalamanPara Pejalan Kaki di Jalan-Jalan Protokol Kota BandungError! Bookmark not defined.
c. Profil Informan Jalan Cihampelas ... Error! Bookmark not defined. d. Profil Informan Jalan Asia Afrika dan Seputar Alun-Alun Bandung ...
Error! Bookmark not defined.
e. Profil Informan Jalan Pasirkaliki ... Error! Bookmark not defined. f. Profil Informan Jalan Pajajaran ... Error! Bookmark not defined.
g. Profil Informan Jalan Jenderal Ahmad Yani dan TerusannyaError! Bookmark not defined.
h. Profil Informan Jalan Jenderal SudirmanError! Bookmark not defined.
i. Profil Informan Jalan Cipaganti ... Error! Bookmark not defined.
5. Pihak-Pihak Lain yang Bertanggung Jawab dan Berkepentingan atas Jalan dan Trotoar ... Error! Bookmark not defined.
a. Profil dan Keterangan Juru Parkir ... Error! Bookmark not defined. b. Profil dan Keterangan Pedagang Kaki LimaError! Bookmark not defined.
6. Komunitas Pejalan Kaki (KAKI) Sebagai Suatu Civic Community yang Mewadahi dan Memperjuangkan Hak-Hak Pejalan Kaki .. Error! Bookmark not defined. B. Analisis dan Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.
1. Ketersediaan fasilitas pejalan kaki di jalan-jalan protokol Kota BandungError! Bookmark not defined.
2. Kondisi Fasilitas Pejalan Kaki di Jalan-jalan Protokol Kota BandungError! Bookmark not defined.
3. Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap Hak-Hak Pejalan Kaki ... ... Error! Bookmark not defined.
4. Kendala yang Dihadapi dalam Pengadaan Fasilitas Pejalan Kaki yang Tertib dan Teratur ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2. 1.: Tingkat Pelayanan Trotoar ... Error! Bookmark not defined.
3. 1.: Kisi-kisi instrumen penelitian ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2. 1.: Sudut jalan seharusnya mudah dicapai, bebas halangan dan pandangan terbuka.Error! Bookmark not defined.
2. 2.: Kebutuhan Ruang Manusia Dalam Posisi Berjalan. .. Error! Bookmark not defined.
2. 3.: Kebutuhan Ruang Bagi Penyandang Cacat. ... Error! Bookmark not defined.
2. 4.: Jarak Aman Pejalan Kaki Ketika Berpapasan. ... Error! Bookmark not defined.
2. 5.: Kebutuhan Ruang Setiap Zona-zona Trotoar. ... Error! Bookmark not defined.
2. 6.: Perletakan perabot jalan diJalan Merdeka di depan Bandung Indah Plaza Mal yang menghalangi pejalan kaki. ... Error! Bookmark not defined.
2. 7.: Peletakan Halte Di Pertemuan Jalan Simpang Empat.Error! Bookmark not defined.
2. 8.: Peletakan Halte Di Pertemuan Jalan Simpang Tiga. . Error! Bookmark not defined.
2. 9. : Tata Letak Halte Pada Ruas Jalan Dua Arah. ... Error! Bookmark not defined.
2.10.: Potongan Tipikal Zona Trotar di Kawasan Komersial.Error! Bookmark not defined.
4. 1. :Peta Kota Bandung ... Error! Bookmark not defined.
4. 2. : Kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan Merdeka. ... Error! Bookmark not defined.
4. 3. : Kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan Braga.... Error! Bookmark not defined.
4. 4. : Kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan Cihampelas. ... Error! Bookmark not defined.
4. 5. : Kondisi fasilitas pejalan kaki di seputar Alun-Alun Bandung.Error! Bookmark not defined.
4. 6. : Kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan Pasir Kaliki.... Error! Bookmark not defined.
4. 7. : Kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan Pajajaran. ... Error! Bookmark not defined.
4. 8. :Kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan Jendral Ahmad YaniError! Bookmark not defined.
4. 9. :Kondisi fasilitas pejalan kaki di area Terminal CicaheumError! Bookmark not defined.
4.10.: Kondisi fasiltas pejalan kaki di Jalan Jenderal SudirmanError! Bookmark not defined.
4.11.: Kondisi fasilitas pejalan kaki di Jalan Cipaganti. ... Error! Bookmark not defined.
4.12.: Kondisi Car Free Day di kawasan Dago dan MerdekaError! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Pertanyaan Wawancara Dinas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Pemerintah Kota Bandung
Lampiran 2: Daftar Pertanyaan Wawancara Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
Lampiran 3: Daftar Pertanyaan Wawancara Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Bandung
Lampiran 4: Daftar Pertanyaan Wawancara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung
Lampiran 5: Daftar Pertanyaan Wawancara Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung
Lampiran 6: Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Informan Pejalan Kaki di Kota Bandung
Lampiran 7: Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Informan Juru Parkir di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah
bagi pejalan kaki yang mempunyai ukuran dan dimensi berdasarkan skala manusia (Nasution,
M. Husni Thamrin; 2006). Upaya ke arah itu dapat dilakukan melalui pengembangan
kawasan pejalan kaki di kawasan perkotaan, terutama di kawasan pusat kota, yaitu
merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang sesuai dengan karakteristik
dan tuntutan kebutuhan pejalan kaki dengan tujuan untuk mempertahankan pusat kota agar
tetap manusiawi, menarik bagi warga kota untuk datang, tinggal, bekerja, dan melakukan
kegiatan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Walaupun
pembuatan area pejalan kaki didedikasikan untuk manusia, terutama: para pejalan kaki.
Kenyataannya berbeda, prasarana pejalan kaki lebih banyak beralih fungsi, sehingga pejalan
kaki menjadi tergeser dari ruang yang seharusnya menjadi haknya.
Kota Bandung contoh kota besar di Indonesia yang memiliki masalah mengenai kawasan
atau daerah dan fasilitas bagi para pejalan kaki.
(http://dbonny.blogspot.com/2011/01/penertiban-pkl-yang-tak-kunjung-usai.html). Berbagai
macam daya tarik baik di bidang pariwisata, kuliner dan pusat perbelanjaan membuat
Bandung menjadi tempat yang mendapat banyak kunjungan. Pengunjung tidak hanya berasal
dari daerah sekitar, seperti Jakarta. Akan tetapi, pengunjung banyak berasal dari luar negeri.
Jika berkunjung ke kota-kota besar di dunia, maka salah satu ciri yang menarik dan membuat
nyaman pendatang kenyamanan berjalan kaki untuk menikmati suasana dan keindahan kota
Denny Zulkaidi, Planolog Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung memiliki tata kota
yang terbilang baik, hanya implementasinya yang buruk (http://citizenmagz.com/?p=3555).
Menurut pengamatan Denny, Pemerintah Kota Bandung memiliki prinsip yang salah
persepsi. Prinsipnya Kota Bandung merupakan Kota Jasa. Denny menerangkan bahwa
Pemerintah Kota Bandung memberikan izin untuk mendirikan usaha, yang menurut
pemikiran Pemerintah Kota Bandung hanya bersifat musiman. Ternyata pemikiran itu salah
sehingga lahan tempat komersil menjadi semakin banyak dan menumpuk. Lebih parah lagi
tempat-tempat komersil ini disatukan dalam satu kawasan atau wilayah.
Pemerintah Kota Bandung mengabaikan hak-hak masyarakat untuk menikmati kota
mereka. Motifnya diperkirakan ada tiga, pemerintah tidak sengaja, pemerintah kota memiliki
tujuan sendiri namun merugikan orang lain, dan pemerintah terjebak dalam komersialisme.
Tempat komersil ini disatukan di satu wilayah, akibatnya dibutuhkan lahan parkir yang
luas, karena lahan parkir yang tersedia tidak mencukupi, sehingga badan jalan dipakai untuk
lahan parkir, dan Kota Bandung macet. Selain itu, kebutuhan lahan parkir ini pun turut
merampas hak-hak pejalan kaki, trotoar yang seharusnya merupakan hak mereka.
Pertambahan volume kendaraan yang semakin tidak terkendali setiap harinya,
mengakibatkan terlanggarnya hak pejalan kaki karena disfungsi trotoar oleh para pengendara
motor yang melintasi trotoar untuk menghindari kemacetan. Keterbatasan sarana pejalan kaki
menjadi kendala dalam hal ini, seperti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang dibangun
oleh pihak swasta tanpa memperhatikan kelayakan guna bagi para pejalan kaki (karena hanya
untuk kepentingan pemasangan reklame), zebra cross yang sudah pudar dan tidak diletakkan
di tempat-tempat yang memadai, alat bantu penyeberangan bagi pejalan kaki (baik yang
bersifat visual maupun audio), dan masih banyak masalah lain yang berhubungan dengan
Fenomena-fenomena terlanggarnya hak-hak pejalan kaki di atas membuat masalah
perlindungan hukum bagi pejalan kaki di Kota Bandung menarik untuk diteliti. Penelitian
pendahuluan diadakan sebagai langkah awal, untuk mengetahui secara langsung
permasalahan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan data dari Unit Penyidikan dan Rekayasa
Kepolisian Resor Kota Besar Bandung (Unit Dikyasa Polrestabes Bandung, informan:
Brigadir Riki Iwan Permana) untuk mengetahui jalan mana saja yang disebut jalan protokol
di Kota Bandung. Dari sekian banyak jalan protokol di Kota Bandung, maka didapatkanlah
data jalan protokol untuk diteliti yang berkaitan dengan fasilitas pejalan kaki di Kota
Bandung. Jalan-jalan protokol tersebut, yaitu: Jalan Merdeka, Jalan Cihampelas, Jalan Asia
Afrika, Jalan Pasirkaliki, Jalan Pajajaran, Jalan Ahmad Yani di sepanjang pertokoan dan
Terusannya, Jalan Braga, Jalan Jenderal Sudirman, dan Jalan Cipaganti. Data yang diperoleh
adalah kondisi fasilitas pejalan kaki, seperti trotoar dan Jembatan Penyeberangan Orang. Dari
daftar yang disebutkan ini dapat disimpulkan bahwa jalan protokol merupakan jalan-jalan
utama di suatu kota atau wilayah, meskipun demikian umumnya jalan protokol lebih lazim
digunakan di kota.
Jalan-jalan yang diteliti, yaitu: Jalan Merdeka, Jalan Cihampelas, Jalan Asia Afrika,
Jalan Pasirkaliki, Jalan Pajajaran, Jalan Ahmad Yani di sepanjang pertokoan dan Terusannya,
Jalan Braga, Jalan Jenderal Sudirman, dan Jalan Cipaganti, kondisi yang dijumpai, yaitu:
1. Kondisi trotoar yang tidak mulus/ rata, memerlukan manuver cukup banyak dari pejalan
kaki untuk dapat melewatinya.
2. Perbaikan trotoar terkesan asal-asalan.
3. Tingginya undakan trotoar.
5. Patokan trotoar yang tidak jelas, kadang-kadang tidak ada patokan trotar sama sekali,
mengakibatkan pejalan kali seringkali hampir bersinggungan dengan kendaraan yang
melaju di badan jalan ketika berjalan.
6. Terdapat kotak terminal jaringan telekomunikasi milik PT. Telkom dan
kotak-kotak terminal sirkuit listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).
7. Cat penanda marka jalan dan zebra cross sudah pudar.
8. Beberapa bagian jalan yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki terpotong oleh
bagian muka hampir di semua pusat perbelanjaan di daerah tersebut.
9. Pohon, tiang listrik, penghijauan serta rambu-rambu yang terpasang seringkali
menghalangi keleluasaan pejalan kaki.
10. Pedagang kaki lima menghalangi laju pejalan kaki.
11. Sering pejalan kaki terganggu oleh arus kendaraan yang keluar dan masuk pertokoan
yang berada di sepanjang jalan.
12. Terdapat gundukan dan bungkusan sampah yang menghalangi pejalan kaki.
13. Seringkali saluran air di jalan-jalan tersebut mengeluarkan aroma tidak sedap.
14. Kurangnya fasilitas peneduh untuk melindungi pejalan kaki dari terik matahari yang
menyengat maupun guyuran hujan.
15. Pohon-pohon difungsikan sebagai peneduh seringkali tumbuh terlalu besar dan merusak
trotoar.
16. Dipergunakannya jalur trotoar sebagai lahan parkir gedung gedung di daerah tersebut.
17. Banyak kendaraan yang parkir atau berhenti tidak pada tempatnya, yang menghalangi
laju pejalan kaki yang semakin tersisih.
Berdasarkan penelitian pendahuluan, baik melalui wawancara, maupun observasi
langsung ke lokasi-lokasi jalan protokol, maka dapat dilihat bahwa pejalan kaki seringkali
hak-haknya oleh pemerintah berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, berdasarkan konstitusi
negara Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,
dan sebagai bagian yang integral dari masyarakat.
Melihat kondisi pejalan kaki di atas, penelitian secara lebih mendalam dan komprehensif
untuk memberikan rekomendasi alternatif solusi untuk penegakkan perlindungan hukum para
pejalan kaki dan perbaikan fasilitas pejalan kaki di jalan-jalan protokol Kota Bandung. Salah
satu alternatif solusi dengan adalah sosialisasi terus menerus mengenai hak dan kewajiban
para pejalan dan seluruh warga pengguna jalan dan fasilitasnya oleh Pemerintah Kota
Bandung beserta dinas yang terkait di dalamnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengadakan diskusi bersama antara seluruh pihak yang berkepentingan dengan penggunaan,
pengaturan, dan pemeliharaan jalan dan fasilitasnya. Diperlukan perubahan paradigma dalam
pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan bagi seluruh warga negara Indonesia pada
umumnya dan warga Kota Bandung pada khususnya, mengenai pentingnya hak dan
kewajiban sebagai warga negara maupun kota dalam kaitannya dengan pendidikan demokrasi
modern.
B. Identifikasi Masalah
Pejalan kaki merupakan bagian dari lalu lintas, penelitian awal membuktikan bahwa
pejalan kaki di jalan-jalan protokol tidak dapat menikmati kondisi nyaman dalam menikmati
moda transportasi ini. Dalam mengatasi hal ini, pihak-pihak berwenang seolah tidak dapat
berbuat apa-apa dan terkesan membiarkan kondisi ini. Melihat dari kondisi di atas, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ketersediaan fasilitas pejalan kaki di jalan protokol tersebut?
2. Bagaimana kondisi fasilitas pejalan kaki di jalan protokol tersebut?
4. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pengadaan fasilitas pejalan kaki yang tertib dan
teratur?
C. Tujuan Penelitian
Melihat rumusan masalah di atas, beberapa tujuan penelitian ini, meliputi :
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh pejalan kaki di jalan-jalan protokol
perkotaan.
b. Mengetahui perbedaan antara peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota dengan
peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
sampai Peraturan Daerah dengan kenyataan yang terjadi.
c. Mengetahui hal-hal yang mengakibatkan tidak teraturnya lalu lintas di Kota Bandung,
termasuk pejalan kaki.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui akar permasalahan yang mengakibatkan banyak terlanggarnya hak-hak
pejalan kaki di KotaBandung.
b. Mengetahui efektivitas peraturan-peraturan mengenai perlindungan pejalan kaki di Kota
Bandung.
c. Mengetahui langkah-langkah yang telah dilakukan oleh pihak-pihak berwenang untuk
mengatasi masalah yang dihadapi oleh pejalan kaki.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Secara teoretik, penelitian ini menambah wawasan atau cakrawala saya mengenai
terlanggarnya hak-hak tersebut dari pejalan kaki, dan kaitannya dengan studi Pendidikan
Kewarganegaraan.
Secara praktik, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi di antaranya:
1. Memperoleh data dan fakta tentang situasi yang dihadapi pejalan kaki di jalan-jalan
protokoldi Kota Bandung.
2. Sebagai sumbang saran pada berbagai instansi Pemerintah yang mengatur berbagai hal
yang berkenaan dengan pejalan kaki.
3. Sebagai upaya perbaikan fasilitas dan hak-hak pejalan kaki di Kota Bandung.
E. Asumsi Penelitian
Jalur pedestrian merupakan elemen penting dalam perancangan kota, karena tidak lagi
berorientasi pada keindahan semata, akan tetapi juga pada masalah kenyamanan dengan
didukung oleh kegiatan pedagang eceran yang dapa tmemperkuat kehidupan ruang kota yang
ada. Sistem jalur pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan terhadap kendaraan di
kawasan pusat kota, meningkatkan penggunaan pejalan kaki, mempertinggi kualitas
lingkungan melalui sistem perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan pedagang
kaki lima yang lebih banyak dan akhirnya akan membantu kualitas udara di kawasan tersebut.
Selama ini pejalan kaki masih dianggap sebagai pengguna jalan kelas dua, melihat dari
pembangunan sarana dan prasarana yang lebih banyak berpihak pada kendaraan bermotor.
Permasalahan yang dihadapi nampaknya jauh lebih kompleks daripada yang terlihat,
bukan hanya lemahnya penegakkan peraturan yang seharusnya melindungi pejalan kaki,
namun banyaknya jalur pejalan kaki yang menyulitkan untuk dilalui menandakan
perancanaan dan standar pembangunan yang tidak terencana maupun terpelihara dengan baik
Kesulitan yang dihadapi oleh pejalan kaki ini nampaknya tidak bisa lepas dari
komersialisme, pembangunan pusat-pusat perbelanjaan skala besar yang mengundang
keramaian berhubungan erat dengan ramainya Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai salah satu
mata pencaharian masyarakat, dibarengi dengan tingginya angka pertumbuhan kendaraan,
tingginya tarif parkir di pusat-pusat perbelanjaan yang ada mengakibatkan pejalan kaki
semakin terjepit diantara banyak tuntutan.
F. Struktur Organisasi Tesis
Tesis ini terdiri atas lima bab. Bab I berisi pendahuluan, terdiri atas latar belakang
penelitian, Identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi
penelitian dan struktur organisasi dari tesis.
Latar belakang membahas mengenai alasan mengapa masalah dalam tesis ini perlu
diteliti, pentingnya masalah tersebut untuk diteliti dan pendekatan mengatasi masalah
tersebut baik secara teoritis maupun secara empiris. Identifikasi dan perumusan maslah berisi
rumusan dan analisis masalah berdasarkan pemaparan pada latar belakang penelitian. Tujuan
penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian dilakukan dan berhubungan
dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan. Manfaat penelitian merupakan manfaat
yang ingin diperoleh setelah penelitian dilakukan. Struktur organisasi tesis menjelaskan
tentang urutan penelitian dari setiap bab dan bagian dalam bab.
Bab II Kajian Pustaka dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kajian pustaka
dalam tesis ini secara garis besar terdiri atas teori tentang pejalan kaki, teori hukum dan teori
pendidikan kewarganegaraan. Penelitian terdahulu merupakan kesimpulan dari hasil
penelitian sebelumnya yang memiliki kajian yang relevan dengan permasalahan yang
diangkat dalam tesis.
Bab III Metode Penelitian, pada bab ini terdiri atas kajian tentang situs penelitian,
sumber data, instrumen penelitian, tahapan penelitian dan teknik analisis data. Situs
data yang dikoleksi oleh peneliti. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.
Tahapan penelitian menjelaskan mengenai prosedur yang ditempuh oleh peneliti dalam
proses penelitian dari mulai mengumpulkan data sampai dengan penarikan kesimpulan.
Teknis analisis data berisi hal-hal yang dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis data yang
terkumpul sebelum data ini disajikan.
Bab IV Hasil Penelitian dan pembahasan. Pada bab ini disajikan pengolahan atau analisis
data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian,
dan tujuan penelitian. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif.
Bagian pembahasan berisi diskusi tentang temuan tersebut yang dikaitkan dengan teori-teori
pada bab dua. Pembahasan ini merupakan refleksi terhadap teori yang dikembangkan oleh
peneliti atau penelitian sebelumnya.
Bab V Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini disajikan kesimpulan dari hasil penelitian
dan pembahasan. Kesimpulan berhubungan dengan rumusan masalah pada bab satu, dimana
kesimpulan ini berisi jawaban dari rumusan masalah. Saran berisi rekomendasi dari peneliti
yang ditujukkan kepada para pembuat kebijakan, pengguna hasil penelitian yang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian deskriplif analitik dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Disebut penelitian deskriptif, karena penelitian ini akan
mengungkapkan secara rinci dan sistematis bagaimana perlindungan hak pejalan kaki.
Menurut Whitney (I960) (Nazir, 2005: 54) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari
masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi
tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan,
serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Pendapat Nasution (1996:5) menyatakan penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah
mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka memang dunia sekitarnya. Dalam hal ini, penelitian
naturalistik tidak peduli terhadap persamaan dari objek penelitian melainkan sebaliknya
mengungkap tentang pandangan tentang kehidupan dari orang-orang yang berbeda-beda.
Pemikiran ini didasari pula oleh kenyataan bahwa makna yang ada dalam setiap orang
(manusia) berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak mungkin umuk mengungkap kenyataan yang
ada dalam diri orang yang unik itu menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai instrumen.
Lebih lanjut Lincoln dan Guba (1985:199) menyatakan bahwa "the human – as – instrument
is inclined toward mefoods that are extensions of normal human activities: looking, listening,
Dari pernyataan ini terlihat jelas bahwa keunggulan manusia sebagai instrumen dalam
penelitian naturalistik karena alat ini dapat melihat, mendengar, membaca, merasa, dan
sebagainya yang biasa dilakukan oleh manusia umumnya. Bogdan dan Biklen (1982; 2-3)
mengistilahkan penelitian kualitatif sebagai payung dengan sejumlah strategi penelitian yang
memberikan karakteristik-karakteristik tertentu. Penelitian ini disebui juga "field
research"yang seringkali digunakan oleh para antropolog dan sosiolog. Istilah "field
research" digunakan untuk membedakan proses penelitian ini dari penelitian yang dilakukan
di dalam laboratorium atau penelitian lainyang tempat penelitiannya dikontrol. Dalam
pendidikan, mereka menambahkan, bahwa penelitian kualitatif seringkali
disebut"naturalistic" karena para peneliti menggantungkan pada peristiwa yang terjadi secara
alamiah.Cresswell (1998) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut.
“Qualitative research is an inquiry process of understanding based ondistinct
methodological traditions of inquiry that explore a sosial or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting”.(Penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan iradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata,melaporkan pandangan-pandanganpara informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah).
Cresswell (1994) membedakan paradigma kualitatif dari kuantitatif dengan lima asumsi.
Pertama, asumsi ontologis yang mempenanyakan "What is the nature of reality?". Dari
perspektif kualitatif, realitas menurut partisipan dalam sebuah penelitian bersifat subyektif
dan ganda. Kedua, asumsi epistemologis yang mempertanyakan "What is the relationship of
the researcher to that researched?”. Dari perspektif kualitatif, peneliti berinteraksi dengan
subjek yang sedang diteliti. Ketiga, asumsi aksiologis yang mempenanyakan "What is the
role of values?'. Dari perspektif kualitatif, penelitian sarat dengan nilai dan bersifat bias.
Keempat, asumsi retoris yang mempertanyakan "What is the language of research?”. Dari
informan tentang suatu fenomena atau pengalaman seseorang yang diperlukan (Mc. Millan
dan Schumacher, 2001:433). Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel ini
dimaksudkan untuk sebanyak mungkin memperoleh informasi dengan segala kompleksitas
yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak pejalan kaki, dan dimaksudkan untuk mencari
informasi secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan citra khas dan unik.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena metode ini sangat cocok
untuk menelaah permasalahan yang dihadapi oleh pejalan kaki, dimana banyak faktor yang
mengakibatkan terlanggarnya hak-hak pejalan kaki. Metode penelitian kualitatif
memungkinkan peneliti mendapatkan gambaran holistik dari berbagai sudut pandang baik
dari pihak pejalan kaki, peraturan-peraturan mengenai lalu lintas, dinas-dinas yang terkait
dengan permasalahan lalu lintas, berbagai aspek sosial budaya yang melatar belakangi
permasalahan tersebut, dan lain-lain.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan studi
kasus, atau penelitian kasus (case study; Nazir (2005: 57) mengemukakan bahwa:
Studi kasus, atau penelitian kasus (case study), adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu spesific case atau khas dari keseluruhan personalitas (Maxfield, 1930). Tujuan studikasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
Mulyana (2002: 201) menjelaskan bahwa peneliti studi kasus berupaya menelaah
sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Mereka sering menggunakan berbagai
metode wawancara (riwayat hidup), pengamatan, penelaahan dokumen, (hasil) survei, dan
data apa pun untuk menguraikan suatu kasus secara terinci. Metode studi kasus yang
digunakan peneliti merupakan bentuk penelitian yang mendalam terinci, menyeluruh
penelitian. Hal tersebut sejalan dengan pandangan para ahli yang menyebutkan bahwa studi
kasus dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok individu, segolongan manusia,
lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.
Alasan dipilihnya metode penelitian studi kasus dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Metode penelitian studi kasus merupakan salah satu bentuk metode yang tercakup di
dalam metodologi penelitian kualitatif.
2. Melalui metode penelitian studi kasus diharapkan dapat memberikan keleluasaan dalam
menggunakan beragam teknik pengumpulan data sebagai sarana untuk menjangkau
dimensi otentik dari topik perlindungan hukum terhadap pejalan kaki.
3. Penggunaan metode penelitian studi kasus dalam penelitian ini memungkinkan peneliti
meneliti pejalan kaki secara mendalam dan menyeluruh.
4. Penggunaan metode penelitian studi kasus, memungkinkan peneliti untuk memahami
secara langsung dan mendalam tentang perlindungan hak-hak pejalan kaki di Kota
Bandung.
5. Digunakannya metode penelitian studi kasus dalam penelitian ini diharapkan dapat
melaksanakan penelitian secara efektif dan efisien.
C. Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian adalah peneliti sendiri sebagai peneliti langsung dan beberapa
informan lainnya yang diperlukan dalam obeservasi dan wawancara dalam penelitian ini,
yaitu para pejalan kaki yang sedang berjalan di lokasi penelitian, para PKL, dan juru parkir.
Hal ini dilakukan untuk menggali data dan informasi yang penting dan dibutuhkan dalam
penelitian ini.
alun dan sepanjang pusat pertokoan), Jalan Pasirkaliki, Jalan Pajajaran, Jalan Ahmad Yani
(sepanjang pertokoan, pasar Cicadas, dan terminal Cicaheum), Jalan Braga, dan Jalan
Cipaganti.
D. Teknik Penelitian
Dalam penelitian ini, lentunya diperlukan data-data awal, yang nantinya akan digunakan
sebagai bahan analisis. Data kualitatif yang dimaksudkan dan dihimpun di dalam penelitian
ini adalah beragam keterangan atau informasi yang benar dan nyata, yang diperoleh dari
sumber data berupa dokumen, arsip, catatan pribadi, biografi, wawancara, pengamatan, foto,
artikel di media massa baik cetak maupun elektronik. Menurut Bogdan dan Biklen (1990:
92), data adalah bahan bahan kasar (mentah) yang dikumpulkan peneliti dari lapangan yang
ditelitinya. Bahan-bahan itu berupa hal-hal khusus yang menjadi dasar analisis. Ditambahkan
oleh Moleong (1989: 122) dan Nasution (1988: 56), data yang dikumpulkan dalam penelitian
berupa kata-kata, tindakan, dokumen, situasi, dan peristiwa yang dapat diobservasi.
Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara dan
teknik yang berasal dari berbagai sumber baik manusia maupun bukan manusia. Dalam
penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah teknik
pengumpulan data kualitatif, yang meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Observasi
Teknik Observasi ialah pengumpulan data dengan mengamati kondisi fasilitas pejalan
kaki serta perilaku pejalan kaki ketika melintas/menggunakan jalur pejalan kaki tersebut.
Dengan melalui kegiatan pengamatan ini, peneliti berharap dapat melihat gambaran jelas
mengenai jalur pejalan kaki dan kondisi serta perilaku pejalan kaki yang sedang melintas.
Dengan prinsip observasi partisipatif dalam penelitian, dilakukan terhadap kejadian atau
diamati secara langsung maupun tidak langsung (Patton: 1990). Jorgensen (1989)
mendeskripsikan bahwa
"Through participant observation, it is possible to describe what goes on.who or what is involved, when and where things happen, how they occur,and why– at least from the standpoint of participants – things happen as they do in particular situations".
Artinya, melalui observasi partisipatif, dimungkinkan peneliti mendeskripsikan apa yang
sedang terjadi, siapa dan apa yang terlibat, kapan dan dimana sesuatu itu terjadi, bagaimana
mereka terjadi, dan mengapa sesuatu itu terjadi – paling tidak dari sudut pandang partisipan –
ketika mereka melakukan sesuatu dalam situasi tertentu. Hal yang sama dikemukakan oleh
Patton (1990:205) yang menamakan "Naturalistic Observations” yang dilakukan di lapangan
(field) sebagai sejumlah cara atau jenis metode untuk mengumpulkan data melalui observasi,
yaitu "paticipant observation, field observation, qualitative observation, direct observation,
or field research", walaupun setiap istilah ini tergantung pada kondisi dan tujuan analisis
kualitatif. Istilah-istilah observasi yang dikemukakan Patton tersebut pada dasarnya memiliki
karakteristik yang sama, yaitu observasi untuk kepentingan pengumpulan data kualitatif.
Ada sejumlah keuntungan jenis observasi kualitatif ini bagi peneliti sebagaimana
dikemukakan Patton (1990: 203-205), sebagai berikut: pertama, bahwa dengan melaksanakan
pengamatan langsung, maka peneliti akan mempunyai pemahaman tentang konteks yang
lebih baik dalam program. Pemahaman konteks program sangat penting untuk perspektif
keseluruhan; kedua, pengalaman pertama dengan program akan mendorong peneliti bersikap
terbuka, berorientasi untuk menemukan sesuatu, dan mendekati permasalahan secara
induktif; ketiga, peneliti mempunyai kesempatan melihat hal-hal yang mungkin tidak disadari
oleh partisipan dan pihak terkait; keempat, peneliti dapat belajar tentang hal-hal yang
mungkin tidak ingin dibicarakan partisipan pada saat wawancara terutama hal-hal yang
bantuan memahami dan menafsirkan program yang sedang diteliti. Dengan prinsip-prinsip
observasi partisipatif dalam penelitian naturalistik, dan kemampuan peneliti dalam
menangkap motivasi, kepercayaan, kepedulian, perhatian, perilaku yang tidak sadar dan
kebiasaan subjek yang sedang diteliti, peneliti memungkinkan mendeskripsikan dan melihat
sudut pandang subjek dalam menanggapi dunianya, mengemukakan persepsi, menceritakan
pengalamannya, dan harapan-harapan kehidupannya di masa depan. Menurut Patton
(1990:205-216), terdapat sejumlah ragam metode observasi.Dipandang dari keterlibatan
observer, apakah sebagai partisipan (participant observer) atau hanya sebagai penonton
(unlooker). Dalam penelitian ini, peneliti bukan hanya sekedar melihat suatu peristiwa dari
luar (outside) melainkan sebagai partisipan dalam setting yang sedang dikaji. Peneliti sebagai
observer yang partisipatif sepenuhnya terlibat dalam kegiatan peristiwa yang diteliti sesuai
dengan kemampuan peneliti disamping berusaha memahami setting melalui pengalaman
sendiri, pengamatan, dan perbincangan dengan partisipan tentang apa yang sedang terjadi.
Ragam lainnya adalah terkait dengan validitas dan reliabilitas data observasi yaitu
dampak observer terhadap apa yang diobservasi. Masalah ini menghendaki jawaban apakah
observasi itu terbuka (overt) atau tertutup (covert). Patton (1990:209) mengemukakan bahwa
observasi tertutup (covert observations) lebih memungkinkan untuk menangkap apa yang
sungguh sedang terjadi dibandingkan dengan observasi terbuka (overt observation) ketika
orang-orang dalam setting menyadari bahwa mereka sedang diteliti. Namun demikian, lebih
lanjut Patton (1990: 211) menyatakan bahwa "the evaluator alone cannot make the decision
about the extent to which observations and research purposes will be kept secret".
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan melalui proses observasi terbuka namun pada
saat tertentu, peneliti pun dapat bergeser pada observasi tertutup. Teknik observasi terbuka
lebih banyak dilakukan untuk menghindari adanya perilaku atau tindakan yang tidak alamiah
berbagai aktivitas sehingga mereka tidak merasa asing dengan peneliti yang bertindak
sebagai observer partisipatif.
Teknik pengamatan atau observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pengamatan non-partisipan yang tidak terstruktur, yaitu suatu prosedur pengamatan yang
dilakukan peneliti dengan cara mengamati subjek penelitian dalam keadaan alamiah tanpa
melibatkan diri dalam lingkungan dan kegiatan yangdilakukan oleh subjek yang diteliti.
Alasan penggunaan teknik nonpartisipan dalam penelitian ini didasarkan pada suatu
pertimbangan bahwa keadaan data yang dipilih, ltelah dikerjakan sebelum pengamatan
dilaksanakan sehingga secara otentik dapat mewakili situasi sebenarnya. Berkaitan dengan
pengukuran terhadap ketepatan suatu pengamatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini,
dicirikan dengan karakteristik hasil pengamatan sebagai berikut:
a. Mampu menangkap keadaan atau konteks sosial alamiah tempat terjadinya suatu
perilaku.
b. Mampu menangkap peristiwa yang memiliki arti atau kejadian-kejadian
yangmempengaruhi relasi sosial para partisipan.
c. Mampu menentukan realitas serta keteraturan yang didasari oleh falsafah atau pandangan
hidup subjek yang diamati.
d. Mampu mengidentifikasi keteraturan dan gejala-gejala yang berulang dalam kehidupan
subjek yang diamati tersebut (Black dan Champion, 1992: 286).
2. Wawancara
Teknik wawancara, ialah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap dan
pengalaman para pejalan kaki di jalan protokol. Wawancara tatap muka dilakukan secara
langsung antara peneliti dan narasumber secara dialogis, tanyajawab, diskusi dan melalui cara
pengalaman informan (Nazir, 2005:193). Proses wawancara terhadap subjek penelitian pada
penelitian inidilakukan dalam bentuk wawancara percakapan informal, yang berlangsung
secara spontan dan informal di dalam alur interaksi yang wajar selama penemuan
berlangsung serta wawancara yang dilakukan dengan pendekatan terarah untuk menjaring
informasi mengenai pokok bahasan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pertanyaan
wawancara yang diajukan peneliti senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kondisi, namun
tidak terlepas dari pedoman wawancara yangdisiapkan peneliti sebelumnya. Selain itu,
wawancara dengan subjek penelitian dilakukan secara terbuka, dimana ditujukan untuk
menjaring informasi mengenai hal yang lelah dipersiapkan oleh peneliti kepada subjek
penelitiandengan tetap mengacupada fokus masalah penelitian.
Teknik wawancara yang dilakukan bersama dengan subjek penelitian, peneliti dapat
memperoleh berbagai informasi, baik yang bersifat verbal ataupun yang bersifat nonverbal.
Penggunaan teknik wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang ada
dalam pikiran pejalan kaki, termasuk perasaannya, kehendaknya, interpretasinya kondisi jalur
pejalan kaki yang dilaluinya.
Tipe atau bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
wawancara terstruktur dan terbuka.Bentuk wawancara ini dipilih dengan harapan dapat
diperoleh data yang lebih mendalam, lengkap, dan kaya isi maupunilustrasi sehingga
memungkinkan dihasilkan suatu kepaduan hasil penelitian yang kaya makna. Subjek
penelitian diberi kebebasan untuk menjawab penanyaan. Bila suatu topik diangkat, peneliti
dan subjek penelitian terlibat dalam suatu dialog untukbertukar pandangan. Terkadang
pertanyaan dimodifikasi dan topik baru yang relevan dengan penelitian dikembangkan selama
wawancara berlangsung.Penggunaanwawancara tak terstruktur dalam penelitian ini,
memberikan banyak kesempatan kepada responden untuk menggali ingatannya dan
yang tepat dalam suasana santai dan tidak tergesa-gesa untuk tetap fokusnya proses
wawancara dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan panduan wawancara. Panduan
wawancara dipersiapkan dengan melakukan kaji dokumen awal mengenai topik yang akan
diajukan, kemudian dapat digunakan secara fleksibel dan dapat diganti selama wawancara
berlangsung.
3. Studi Dokumentasi dan Kepustakaan
Teknik studi dokumentasi dan kepustakaan, ialah cara untuk menggali, mengkaji, dan
mempelajari sumber-sumber tertulis baik dalam bentuk buku-buku, majalah,
peraturan-peraturan, laporan penelitian, makalah, jurnal, klipping media massa, dan dokumen negara
(pemerintah). Menurut Moleong (1989: 87), studi dokumentasi diartikan sebagai suatu
kegiatan pengumpulan data yang dilakukan terhadap beragam bahan tertulis berupa buku,
jurnal, majalah, dokumen pribadi, dokumen resmi kelembagaan, artikel, surat kabar, majalah,
dan sejenisnya. Dalam hal ini, penelitiadalah instrumen utama (key instrument) dalam
pengumpulan data. Untuk mendukung ketersediaan data dan analisis data, peneliti
memanfaatkan sumber-sumber lain berupa dokumen negara, catatan dan dokumen (non
human resources). Menurut Lincoln dan Guba (1985: 276-277) catatan dan dokumen ini
dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk
pertanggungjawaban.
Tujuan penggunaan teknik studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk
melengkapi, mengoreksi, memperkokoh, memperkuat, membandingkan berbagai data yang
diperoleh melalui kedua teknik pengumpulan data sebelumnya. Dengan demikian,
penggunaan teknik studi dokumentasi dan kepustakaan iniberfungsi sebagai komplemen,
suplemen, dan substitusi dari teknik observasi dan teknik wawancara. Dalam studi
dan pembahasan konseptual dengan menggunakan teknik analisis yang dikaitkan
perlindungan hak-hak pejalan kaki.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan prinsip bahwa peneliti berperan sebagai instrumen
(human instrument) yang utama (Lincoln dan Guba, 1984:39), yang secara penuh
mengadaptasikan diri ke dalam situasi yang dimasukinya, sehingga proses penelitian sangai
penting daripada hasil yang diperoleh. Hal ini sangat tepat karena hanya penelitilah yang
dapat secara fleksibel mengumpulkan data dari berbagai subjek penelitian yang
mendalam.Human instrument ini dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode
yang sesuai dengan tuntutan penelitian. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri riset kualitatif
sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen(1990, 33-36), yaitu:
1. Riset kualitatif mempunyai lata ralami karena yang merupakan alat penting adalah adanya
sumber data yang langsung dari perisetnya.
2. Riset kualitatif itu bersifat deskriptif. Periset kualitatif lebih memperhatikan proses
ketimbang hasil atau produk semata.
3. Periset kualitatif cenderung menganalisis datanya secara induktif.
4. Makna merupakan soal esensial untuk rancangan kualitatif.
Peneliti sebagai instrumen akan terlihat pelaksanaannya dalam pengamatan langsung dan
proses wawancara yang mendalam, seperti yang banyak dilakukan dalam penelitian ini.
Peneliti secara langsung berhubungan dengan subjek penelitian sekaligus dengan peristiwa
dan latar alamiahnya (setting naturalistic). Penelitian semacam ini tidak mungkin
menggunakan instrumen berupa "benda mati" yang dilakukan secara khusus untuk aspek
penemu seperti dalam penelitian kuantitatif (kuesioner, tes skala sikap, dan daftar isian).
menyusun pedoman wawancara,observasi, dan studi dokumentasi. Sebagaimana tercantum
dalam lampiran. Pedoman penelitian tersebut dalam pelaksanaannya dapat dikembangkan
lagi sesuai dengan tuntutan realitas alamiah untuk mendapatkan data yang tepat, akurat, dan
lengkap.
[image:32.595.78.518.202.763.2]Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Tabel 3. 1.: Kisi-kisi instrumen penelitian
Trotoar kemudahan akses lebar yang cukup
keamanan
kesinambungan jalur
kenyamanan lansekap
memberi ruang intraksi
memperkuat identitas lingkungan
Kondisi
lingkungan jarak ideal fasilitas umum jarak ideal tempat parkir
jarak ideal penyeberangan jalan
jarak tempuh ke TPKPU
Fasilitas kelengkapan fasilitas diperkeras
mampu memisahkan secara fisik
dengan kendaraan
kesatuan jenis jalur pejalan kaki
kesatuan dengan TPKPU
keberadaan lokasi perparkiran
keberadaan penyekat ruang dan
waktu
kelengkapan perabot jalan
pemeliharaan
Sudut Jalan keleluasaan
kelengkapan rambu
kemudahan akses
pemisahan jalan dengan pengguna
kendaraan
Halte rute/jalur
letak halte pada jalur pejalan kaki
kedekatan dengan pusat pemukiman/
kegiatan
kelengkapan rambu
kelancaran arus lalu lntas
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan runut dan
bertahap, terdiri dari tahap persiapan, tahap uji coba, (tahap pelaksanaan, tahap
penyusunan dan pengelompokan data, tahap evaluasi, dan tahap data pasti).
F. Teknik Analisis Data
Tujuan penelitian kualitatif adalah menghasilkan temuan-temuan (Patton, 1990:371)
namun, proses pengumpulan data bukanlah akhir dalam penelitian kualitatif. Dalam
penelitian ini, kegiatan pengolahan dan analisis data dilakukan dalam seluruh rangkatan
kegiatan penelitian lapangan yang dimulai sejak penelitian dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai dengan penelitian berakhir. Menurut Dayman dan Holloway
(2008: 30), teknik analisis data adalah proses menguraikan data menjadi
komponen-komponen yang membentuknya, untuk mengungkapkan struktur dan unsur khasnya.
Aktivitas akhir dari penelitian kualitatif adalah analisis, interpretasi, dan penyajian
sejumlahtemuan.
Dalam upaya untuk memenuhi hal tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secarabersamaan, yaitu reduksi
data, penyajian data, penarikan kesimpulan verifikasi (Miles dan Huberman (1992: 16-18).
Masalah reduksi data, penyajian data, danpenarikan kesimpulan merupakan rangkatan
kegiatan analisis yang saling susul menyusul.
Dalam hal ini, kesimpulan dilakukan secara bertahap, pertama berupa kesimpulan
sementara, namun dengan bertambahnya data, maka perlu dilakukan verifikasi data, yaitu
dengan mempelajari kembali data-data yang ada, baik yangdireduksi maupun yang disajikan.
Disamping itu, dilakukan dengan cara memintapertimbangan dengan pihak-pihak yang
berkenaan dengan penelitian ini. Setelah hal itu dilakukan, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan keputusan akhir.
1. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam setiap proses penelitian kualitatif, batas antara satu tahapan dengan tahapan
berikutnya sulit dinyatakan secara tegas. Hal itu sejalan dengan sifat emergen dari penelitian
kualitatif, yaitu sifat yang senantiasa mengalami perubahan sepanjang penelitian
dilaksanakan. Moleong (1989) terbagi penelitian kualitatif ke dalam empat tahapan, yaitu:
a. Tahap sebelum ke lapangan, meliputi berbagai studi kepustakaan, membuat desain
penelitian, melaksanakan bimbingan intensif, menentukan lokasi penelitian, mengurus
perizinan, melaksanakan uji coba penelitian, dan menyiapkan kelengkapan kegiatan
penelitian lapangan.
b. Tahap pekerjaan lapangan, mencakup kegiatan mempelajari latar lokasi (setting) subjek
yang diteliti, melakukan pengamatan, wawancara, membuat catatan lapangan, mengambil
pola kejadian secara langsung, dan mengumpulkan pelbagai dokumen yang relevan.
Persamaan dengan pelaksanaan tahap pekerjaan lapangan ini dilakukan pula kegiatan
analisis data.
c. Tahap pengolahan dan analisis data, mencakup kegiatan-kegiatan mencari dan
kepastiannya. Kemudian, diakhiri dengan kegiatan merumuskan temuan dan teori
substansial.
d. Tahap penyajian laporan hasil penelitian berbentuk kegiatan pengetikkan naskah laporan,
penggandaan, dan pencetakan naskah jadi, penyerahan naskah kepada Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (SPs UPI). Untuk selanjutnya dijadwalkan
untuk diuji oleh tim penguji yang ditetapkan oleh pimpinan SPs UPI.
2. Reduksi Data
Data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstraksian, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga memerlukan
pencatatan secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok
dan penting.
Sebelum melaksanakan reduksi data, maka peneliti membaca, mengkaji, dan menelusuri
seluruh jenis data yang berhasil dikumpulkan kemudian peneliti melakukan pencatatan secara
terinci, kemudian peneliti merangkum data, memilih hal-hal yang pokok dan penting serta
mendukung penelitian ini.
3. Penyajian Data
Setelah melakukan reduksi terhadap data yang dikumpulkan, maka peneliti menyajikan
data dalam bentuk deskripsi yang berdasarkan aspek-aspek yang diteliti dan disusun kondisi
jalur pejalan kaki, fasilitas pejalan kaki, dan opini pejalan kaki di Kota Bandung mengenai
kondisi yang mereka alami.
4. Verifikasi Data
Verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan,
hanyalahsebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Menurut Miles(1992:20)
kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau
sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan
kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya. Pada saat menarik kesimpulan awal,
biasanya yang dikemukan masihbersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan
bukti-bukti kuatyang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan
bukti-bukti inilah yang disebut sebagai verifikasi data. Apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten
dengan kondisi yangditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan yang
diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel. Bila kesimpulan dinilai kurang, maka
peneliti dapat kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data tambahan. Untuk dapat
mengetahui kualitas data, seorang peneliti dapat menilai melalui beberapa metode seperti :
mengecek; keterwakilan data; mengecek data dari pengaruh peneliti; mengecek melalui
triangulasi; melakukan pembobotan bukti dari sumber data-data yang dapatdipercaya;
membuat perbandingan atau mengkontraskan data; dan penggunaan kasus ekstrim yang
direalisasi dengan memaknai data negatif.
Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data.
Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek
penelitian (Moloeng, 2004:330)
Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution,
2003:115), yaitu wawancara, observasi dan dokumen.Triangulasi ini selain digunakan untuk
mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain
itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data,
Denzin (dalam Moloeng, 2004), membedakan empat macam triangulasi diantaranya
dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini,
dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan
dengan memanfaatkan sumber.
Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif (Patton,1987:331). Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka
ditempuh langkah sebagai berikut :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan
secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa
yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan masyarakat dari berbagai kelas.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Selain itu, dalam riset kualitatif triangulasi merupakan proses yang harus dilalui oleh
seorang peneliti disamping proses lainnya, dimana proses ini menentukan aspek validitas
informasi yang diperoleh untuk kemudian disusun dalam suatu penelitian. teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang
paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain. Model triangulasi diajukan
untuk menghilangkan dikotomi antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif sehingga
Murti B., 2006 menyatakan bahwa tujuan umum dilakukan triangulasi adalah untuk
meningkatkan kekuatan teoritis, metodologis, maupun interpretatif dari sebuah riset. Dengan
demikian triangulasi memiliki arti penting dalam menjembatani dikotomi riset kualitatif dan
kuantitatif, sedangkan menurut Yin R.K, 2003 menyatakan bahwa pengumpulan data
triangulasi (triangulation) melibatkan observasi, wawancara dan dokumentasi.
5. Pengambilan Kesimpulan
Dalam hal ini kesimpulan dilakukan secara bertahap, pertama berupa kesimpulan
sementara, namun dengan bertambahnya data maka perlu dilakukan veritikasi data, yaitu
dengan mempelajari kembali data-data yang ada (yang direduksi maupun disajikan). Di
samping itu, dilakukan dengan meminta pertimbangan dengan pihak-pihak yang berkenaan
dengan penelitian ini, yaitu dinas-dinas yang berkewenangan dengan jalan dan fasilitas
pejalan kaki, para informan pejalan kaki, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan
jalan dan fasilitas pejalan kaki. Setelah hal tersebut dilakukan, maka peneliti baru dapat
mengambil keputusan akhir. Langkah-langkah di atas diterapkan dalam proses analisis data
penelitian ini hingga tercapainya deskripsi temuan penelitian sebagaimana disajikan dalam
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan Umum
Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada
pejalan kaki, dan wawancara kepada dinas-dinas terkait, maka ditarik kesimpulan:
a. Jalan-jalan protocol di Kota Bandung memiliki fasilitas pejalan kaki yang cukup
lengkap, namun fasilitas penyeberangan (Jembatan Penyeberangan Orang, alat bantu
penyeberangan elektronik yang bersifat audio maupun visual) dan aksesibilitas (halte,
tempat menumpang/ turun dari kendaraan umum) masih belum banyak tersedia;
b. Kondisi fasilitas pejalan kaki jalan-jalan protokol Kota Bandung tidak terawat baik,
perbaikan yang dilakukan Dinas Bina Marga dan Pengairan terkendala pendanaan yang
tidak kontinu, selain itu parkir dan pedagang kaki lima yang mengambil lahan pejalan
kaki belum dapat ditertibkan, kemacetan pun turut menyumbang terlanggarnya lahan
pejalan kaki karena trotoar dijadikan perlintasan kendaraan;
c. Pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak pejalan kaki di Kota Bandung bersifat pasif,
pemerintah Kota Bandung mengakui hak-hak pejalan kaki dan membentuk peraturan
yang melindungi pejalan kaki Kota Bandung. Namun perlindungan hukum terhadap
hak-hak pejalan kaki yang bersifat aktif masih belum terfasilitasi pemerintah. Belum terdapat
sarana yang memungkinkan pejalan kaki terlibat aktif dalam pembentukan peraturan dan
penentuan spesifikasi fasilitas pejalan kaki;
d. Kebijakan Pemerintah Kota Bandung yang kurang tepat. Pemerintah Kota Bandung
yang tidak melibatkan masyarakat ini akan selalu menuai kegagalan. Rencana tata kota
yang akan berhasil adalah rencana tata kota yang melibatkan masyarakat secara aktif
untuk menentukan kotanya sendiri, lebih khusus lagi, dalam pembangunan fasilitas
pejalan kaki, pejalan kaki pun harus dilibatkan secara aktif dalam pembentukan peraturan
dan penentuan teknis pembangunan fasilitas pejalan kaki.
2. Kesimpulan Khusus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada
pejalan kaki, dan wawancara kepada dinas-dinas terkait, maka ditarik kesimpulan khusus:
a. Terlanggarnya hak-hak pejalan kaki di Kota Bandung disebabkan kurangnya ruang Kota
Bandung, Tingginya pendatang ke Kota Bandung sehingga Bandung semakin sempit,
kepentingan ekonomi yang menyebabkan tingginya alih guna lahan menjadi lahan
ekonomi, budaya pejalan kaki sendiri yang masih belum tertib, serta budaya
“nongkrong” masyarakat Bandung yang menyuburkan Pedagang Kaki Lima, serta
kebijakan penataan ruang Kota Bandung yang masih otoriter dan belum melibatkan
masyarakat.
b. Berdasarkan observasi langsung, wawancara dengan pejalan kaki dan dinas-dinas terkait,
disimpulkan bahwa peraturan-peraturan mengenai perlindungan pejalan kaki di Kota
Bandung tidak efektif. Terbukti dari kondisi trotoar dan area pejalan kaki yang tidak
terawat dan tertata dengan baik, dipenuhi oleh pedagang kaki lima, atau dijadikan tempat
parkir atau perlintasan kendaraan bermotor. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan
terhadap pejalan kaki ini lemah dalam penegakkannya. Penegakkan peraturan-peraturan
tersebut terkendalan oleh masalah ruang Kota Bandung dan masalah-masalah sosial.
c. Pihak-pihak yang berwenang melakukan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan
menilang dan menertibkan kendaraan yang melanggar peraturan lalu lintas seperti
kendaraan yang berhenti di zebra cross, maupun menggunakan trotoar sebagai tempat
melintas kendaraan. Unit Dikyasa Polrestabes Bandung mengatur dan merekayasa arus
jalan untuk mencegah kemacetan agar kendaraan-kendaraan tidak terjebak macet dan
terpicu menggunakan trotoar sebagai tempat melintas. Pihak Dinas Perhubungan
membangun rambu-rambu, marka jalan, lampu lalu lintas, Jembatan Penyeberangan
Orang, serta alat bantu penyeberangan. Pihak Dinas Bina Marga dan Pengairan
membangun dan memperbaiki trotoar. Pihak Dinas Pertamanan dan Pemakaman
menanam dan merawat pohon sebagai peneduh alami. Pihak BPPT mengatur lokasi
reklame agar tidak mengganggu pejalan kaki.
Dinas-dinas tersebut mengalami kendala, baik pendanaan maupun jumlah personel
yang kurang, sehingga hasilnya pun tidak optimal. Hal lain yang perlu dicermati adalah
tindakan tersebut merupakan tindakan represif dan bukan preventif, tindakan yang
mencegah agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran hak-hak pejalan kaki, sehingga
pelanggaran hak-hak pejalan kaki dapat terulang.
Kunci mengatasi permasalahan ini terletak pada pemerintah Kota Bandung. Pemerintah
Kota Bandung selama ini mengatur kotanya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Bandung. Rencana ini masih belum melibatkan masyarakat secara aktif, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi masyarakat sebagai elemen yang paling terkait dengan
Kota Bandung untuk turut serta mengatur kotanya dan memfasilitasi naluri dasar
masyarakat Kota Bandung untuk mengatur daerah tempatnya bermukim. Hal inilah yang
selalu mengakibat