• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Remedial untuk Mengatasi Ke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembelajaran Remedial untuk Mengatasi Ke"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

SEMESTER 2 SD NEGERI PALUR 03 MOJOLABAN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh: Sri Murtini, S. Pd. NIP. 19580917 197802 2 005

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 melalui penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SD Negeri Palur 03 UPTD Pendidikan Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian adalah siswa kelas 1 semester 2 di SD Negeri Palur 03 UPTD Pendidikan Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika. Subjek terdiri dari 6 orang siswa. Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan ini pada intinya mengacu pada desain penelitian yang digunakan, yaitu: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) observasi; dan 4) refleksi hasil tindakan.

Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 53.67 pada kondisi awal, meningkat menjadi 62.67 pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 72.67 pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 0.00% pada kondisi awal, meningkat menjadi 33.33% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Matematika secara esensial merupakan proses berpikir yang melibatkan konstruksi dan menerapkan abstraksi, serta menghubungkan jaringan ide-ide secara logis (Rutherford, dalam Soedjadi, 2000: 8). Ide-ide tersebut seringkali muncul dari kebutuhan dalam pemecahan masalah-masalah sains, teknologi, dan kehidupan sehari-hari. Terdapat hubungan yang sangat erat antara matematika dan sains. Sains menyediakan masalah-masalah yang perlu diselidiki dan dianalisis dengan matematika, sementara itu matematika menyediakan alat yang berguna dalam menganalisis data.

Dalam praktik, pembelajaran matematika biasanya dimulai dengan penjelasan konsep-konsep disertai dengan contoh-contoh, dilanjutkan dengan latihan soal-soal. Pendekatan pembelajaran ini didominasi oleh penyajian masalah matematika dalam bentuk tertutup (closed problem atau highly structured problem) yaitu permasalahan matematika yang dirumuskan sedemikan rupa, sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu pemecahanannya.

Di samping itu, permasalahan tertutup ini biasanya disajikan secara terstruktur dan eksplisit, mulai dengan yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan untuk memecahkan masalah itu. Ide-ide, konsep-konsep dan pola hubungan matematika serta strategi, teknik dan algoritma pemecahan masalah diberikan secara eksplisit, sehingga siswa dengan mudah dapat menebak solusinya. Pendekatan pembelajaran seperti ini cenderung hanya melatih keterampilan dasar matematika (mathematical basic skill) secara terbatas dan terisolasi (Sudiarta,dkk, 2005).

Problematika pembelajaran matematika bagi anak usia SD tersebut menjadi menarik diperbincangkan mengingat kegunaannya yang penting untuk mengembangkan pola pikir dan prasyarat untuk mempelajari ilmu-ilmu eksak lainnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa kesulitan bagi guru untuk mengajarkan matematika sehingga dapat dengan mudah diterima sepenuhnya oleh siswa SD. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru agar menjadikan matematika yang abstrak itu menjadi “nyata” dalam benak siswa.

(3)

Guna mengatasi hal tersebut, guru sudah berupaya melakukan pembelajaran remedial bagi keenam anak tersebut di luar jam pelajaran. Pembelajaran remedial yang selama ini dilakukan adalah berupa pemberian tugas tambahan untuk selanjutnya diberi penilaian hingga anak tersebut memperoleh nilai mencapai KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00.

Berdasarkan hasil penilaian terhadap tugas-tugas yang dikerjakan kesembilan siswa tersebut, ternyata sudah ada 3 anak yang memperoleh nilai > 65.00. Adapun 6 siswa lainnya atau 19.35% masih belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran remedial yang dilakukan guru masih belum optimal dalam mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa.

Kurang optimalnya pembelajaran remedial yang dilakukan guru tersebut diindikasikan disebabkan karena dua hal.Faktor penyebab tersebut antara lain adalah bahwa: 1) Pembelajaran remedial yang dilakukan guru belum dilaksanakan secara terprogram dengan disertai hasil analisis terhadap kesulitan belajar yang dihadapi siswa; dan 2) Pembelajaran remedial yang diberikan kepada 9 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar tersebut lebih banyak dalam bentuk pemberian tugas, sehingga secara substansial belum dapat memecahkan kesulitan belajar yang dihadapi siswa.

Hasil analisis terhadap lembar jawaban soal pada 6 orang siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar menunjukkan adanya beberapa kesulitan mendasar yang masih dihadapi siswa. Kesulitan tersebut antara lain adalah berupa: 1) kurangnya pemahaman terhadap nilai tempat antara puluhan dan satuan; 2) kurangnya pemahaman terhadap penggunaan simbol; 3) penggunaan proses yang keliru; dan 4) perhitungan yang salah.

Berangkat dari kondisi tersebut, maka diperlukan suatu program pembelajaran remedial yang efektif yang dapat mengatasi kesulitan belajar siswa secara substansial. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar siswa adalah dengan menggunakan media berupa batang lidi sebagai alat bantu pembelajaran. Dengan cara ini penguasaan konsep penghitungan dan pengurangan dua bilangan pada siswa akan semakin meningkat. Tujuan Penelitian

(4)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat tersebut adalah:

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi guna mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi sekolah untuk dijadikan tambahan informasi tentang metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dalam mengatasi anak berkesulitan belajar matematika.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Secara bahasa, kata “matematika” berasal dari bahsa Yunani yaitu “mathema” atau mungkin juga “mathematikos” yang artinya hal-hal yang juga dipelajari. pada ilmu pasti. Menurut istilah matematika lebih tepat digunakan daripada ilmu pasti.

Pengertian matematika menurut para ahli didefinisikan sebagai berikut: 1) Matematika menurut Kurikulum 2004 merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses deduktif; 2) Matematika menurut KTSP Kurikulum 2006 merupakan ilmu universal yang mendasari ilmu teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia; 3) Matematika menurut James dan James 1976, dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan besaran, dan konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

Matematika adalah ilmu abstrak, seperti yang dikemukakan oleh Karso, dan kawan-kawan (dalam Agus Sasono, 2007) bahwa matematika adalah ilmu yang deduktif, aksiomatik, formal, herarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika.

(5)

tepat, dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Matematika Materi Operasi Hitung Bilangan

Pengertian operasi hitung penjumlahan adalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa “penjumlahan adalah proses, cara, perbuatan menjumlahkan”. Sedangkan menurut Kamus Besar Poerwardaminta (1983:425) menyatakan bahwa “penjumlahan adalah hal menjumlahkan”. David Glover (2006:4) menambahkan bahwa “penjumlahan adalah cara menemukan jumlah total dua bilangan atau lebih. Tanda “+” dalam penjumlahan menunjukkan bahwa bilangan-bilangan tersebut dijumlahkan.

Pengertian operasi hitung pengurangan adalah apabila bilangan a dikurangi bilangan b, maka pengurangannya ditunjukkan dengan a b. Materi tentang hitungan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka. Merupakan salah satu materi yang diajarkan pada tingkat satuan pendidikan pada jenjang MI kelas I pada pertenganhan semester genap. Pada materi ini siswa diajarkan tentang menghitung penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka melalui gambar sampai soal cerita. Dalam materi penjumlahan dan pengurangan ini dilakukan menghitung ke samping dengan cara menjumlah dan mengurangi angka satuan dahulu, kemudian baru angka puluhan untuk mempermudah dalam menghitung. Untuk angka yang digunakan pada materi penjumlahan dan pengurangan mulai dari angka 21-100.

Materi pembelajaran matematika untuk kelas 1 semester 2 Sekolah Dasar pada materi “Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan sampai dua angka” adalah sebagai berikut:

1) Membilang banyak benda. Materi ini dibagi ke dalam 2 sub bahasan, yaitu: a) Membilang banyak benda sampai 100; dan b) Membaca dan menulis lambang bilangan;

(6)

3) Nilai tempat puluhan dan satuan. Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan terbagi ke dalam dua sub bahasan, yaitu: a) Nilai tempat suatu bilangan; dan b) Bentuk panjang suatu bilangan;

4) Menjumlah bilangan dengan cara bersusun pendek; dan 5) Melakukan operasi pengurangan dua bilangan.

Konsep Alat Peraga Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “alat adalah benda kebudayaan yang dikembangkan manusia dalam usaha memenuhi segala macam kehidupannya” (Kamisa, 1997: 26). Menurut Arief S. Sadiman, dkk (2002: 5) alat atau device bisa disebut dengan istilah hardware atau perangkat keras, digunakan untuk menyajikan pesan. Sedangkan “peraga adalah alat bantu untuk mempermudah menyampaikan informasi kepada orang lain” (Kamisa, 1997: 420).

Supinah dan Agus D.W (2009: 23) mengemukakan bahwa alat bantu pembelajaran disebut juga alat bantu mengajar. Jadi efektivitas alat bantu tersebut terletak pada kemampuan guru dalam menggunakannya (khususnya kemampuan menjelaskan). Yang termasuk alat bantu antara lain: OHP/OHT, film bingkai (slide), foto, peta, poster, grafik, flip-chart, model, benda sebenarnya, alat peraga, lingkungan belajar dan lain-lain.

Menurut Moh. Uzer Usman (2005: 31) “alat peraga pengajaran adalah alat -alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada siswa dan mencegah verbalisme pada diri siswa”.

Alat peraga dalam pelajaran hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang riil sehingga memperjelas pengertian pembelajaran (Sri Anitah, 2009: 4). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah suatu alat pembelajaran yang digunakan utuk menunjukkan sesuatu yang riil sehingga memperjelas materi pelajaran.

Konsep Belajar dan Kesulitan Belajar

Belajar dapat diartikan suatu proses yang akan membentuk pribadi seseorang setelah mempelajari sesuatu yang diajarkan atau dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi sehingga akan memiliki suatu pemahaman dan pemikiran sehingga mempengaruhi kehidupan seseorang. Pembelajaran adalah kerangka untuk menuntun seseorang pada saat seseorang tersebut belajar.

(7)

merupakan suatu proses dapat ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Berdasarkan pendapat-pendapat ini dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang disebabkan karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman diri. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa semua perubahan berarti belajar yaitu perubahan yang mengandung suatu usaha secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu.

Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Adalah Kirk yang pertama kali menyarankan penyatuan nama gangguan-gangguan pada anak seperti disfungsi otak minimal (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis (neurological disorders), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan (developmental aphasia) menjadi satu nama, yaitu kesulitan belajar (learning disabilities) (Fujishima et al., dalam Mulyono, 2009: 6).

Kesulitan belajar sebagaimana dikutip oleh Hallahan, Kauffmann, dan Lloyd (Mulyono, 2009: 6) didefinisikan sebagai suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung.

Dikaitkan dengan pembelajaran matematika, maka kesulitan belajar matematika disebut sebagai diskalkulia (dyscalculis) (Lerner dalam Mulyono, 2009: 259). Istilah diskalkulia tersebut memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem saraf pusat.

Menurut Lerner sebagaimana dikutip oleh Mulyono (2009: 259), ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika. Karakteristik tersebut antara lain meliputi: 1) adanya gangguan dalam hubungan keruangan; 2) abnormalitas persepsi visual; 3) asosiasi visual-motor; 4) per-severasi; 5) kesulitan mengenal dan memahami simbol; 6) gangguan pengha-yatan tubuh; 7) kesulitan dalam bahasa dan membaca; dan 8) performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ.

(8)

Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan (Depdiknas, 2008: 47). Pembelajaran remedial dilakukan ketika peserta didik teridentifikasi oleh guru mengalami kesulitan terhadap penguasaan materi pada KD tertentu yang sedang berlangsung. Guru dapat langsung (segera) melakukan perbaikan pembelajaran (remedial) sesuai dengan kesulitan peserta didik tersebut, tanpa menunggu hasil tes (ulangan harian). Program pembelajaran remedial dilaksanakan di luar jam pelajaran efektif atau ketika proses pembelajaran berlangsung (bila memungkinkan).

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain adalah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 48):

1) Adaptif. Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing 2) Interaktif. Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik

untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia

3) Fleksibilitas dalam metode dan penilaian. Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

4) Pemberian umpan balik sesegera mungkin. Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin.

5) Kesinambungan dan ketersediaan dalam pemberian pelayanan. Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.

(9)

1) Diagnosis kesulitan belajar. Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.

2) Treatment pembelajaran remedial. Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial.

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 50): 1) Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda; 2) Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual; 3) Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus; dan 4) Pemanfaatan tutor sebaya.

Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir dari kajian teori di atas terdiri dari tiga tahap, yaitu kondisi awal, tindakan, dan kondisi akhir. Setiap tahap mendeskripsikan keadaan siswa dan guru pada pelaksanaan pembelajaran remedial guna mengatasi kesulitan belajar matematika dengan menggunakan alat peraga berupa batang lidi.

Pada kondisi awal, ada beberapa siswa kelas 1 semester 2 SD Negeri Palur 03 Mojolaban, Sukoharjo pada semester tahun pelajaran 2014/2015 yang berkesulitan belajar matematika. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa dari 31 anak yang ada, terdapat 9 anak berkesulitan belajar matematika. Atas dasar hal tersebut dilakukan pembelajaran remedial bagi ke 9 anak tersebut.

Pembelajaran remedial dilakukan dengan pemberian tugas kepada ke 9 anak. Setelah dilaksanakan pembelajaran remedial, ternyata masih ada 6 anak yang masih belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hasil belajar yang masih < 65.00 atau di bawah KKM yang ditetapkan. Merujuk pada hasil tersebut, dapat diindikasikan bahwa program pembelajaran remedial yang dilakukan masih belum mampu mengatasi kesulitan belajar siswa secara substansial.

Berdasarkan beberapa masalah di atas peneliti berusaha mencari pemecahan masalahnya. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan pembelajaran remedial secara terprogram. Pembelajaran remedial yang dilakukan bagi ke enam anak tersebut disertai dengan penggunaan media nyata sehingga diharapkan dapat membantu anak mengkonkretkan konsep matematika yang bersifat abstrak.

(10)

Gambar 1. Diagram Kerangka Berpikir Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo 2014/2015. Pemilihan lokasi dilandasi adanya alasan: 1) bahwa peneliti merupakan guru di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan penelitian tindakan yang dilakukan; 2) siswa berkesulitan belajar di kelas tersebut memerlukan perbaikan dalam pembelajaran.

Penelitian ini dilakukan pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Mei 2015.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 1 semester 2 SD Negeri Palur 03 Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang

(11)

mengalami kesulitan belajar dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan dua bilangan. Jumlah siswa berkesulitan belajar matematika di kelas tersebut adalah sebanyak 6 orang siswa, yaitu terdiri dari 2 orang siswa laki-laki dan 4 orang siswa perempuan. Penetapan subjek dilandasi adanya kenyataan bahwa subjek tersebut belum mencapai ketuntasan belajar matematika dengan KKM > 65.00 meskipun telah diberikan pembelajaran remedial.

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data yang berasal dari siswa, guru, maupun sumber lain. Sumber data dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Data tentang pelaksanaan pembelajaran remedial dengan media batang lidi yang diperoleh dari guru; 2) Data tentang aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran remedial diperoleh dari siswa; dan 3) Data tentang pelaksanaan pembelajaran diperoleh dari dokumen berupa RPP, kurikulum, dan leger nilai yang disusun oleh guru.

Prosedur Penelitian

Mengacu pada model penelitian tindakan yang digunakan, alur pikir dalam penelitian diawali dari diagnosis masalah dan faktor penyebab masalah dalam pembelajaran PKn, dilanjutkan dengan memilih tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan, penetapan desain penelitian dan prosedur pengumpulan data, analisis data, dan refleksi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan oleh peneliti secara langsung, yaitu penelitian yang bertujuan memberikan sumbangan nyata peningkatan profesionalisme guru, menyiapkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan tentang prilaku guru pengajar dan murid belajar.

Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti (Arikunto, 2010: 6). Dengan demikian penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) terkait dengan persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru.

Menurut Kurt Lewin, prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus (Sutama, 2012: 145).

(12)

perkembangan dan perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil.

Desain penelitian tindakan kelas yang dinilai akurat dalam mencapai tujuan tersebut adalah model desain alur dari Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja, 2006: 65) yang memiliki ciri khas menggunakan model siklus. Setiap siklus terdiri dari dua atau tiga tindakan pembelajaran, sedangkan setiap tindakan pembelajaran mencakup empat tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi-evaluasi. Agar lebih jelas, model tindakan yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan ke dalam bagan skematis sebagai berikut:

Gambar 2 Diagram Model Penelitian

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan ini adalah teknik tes, observasi, dan dokumen.

1. Tes

Tes yang dilakukan berupa tes yang dilaksanaan oleh guru pada awal tindakan, dan setiap akhir siklus tindakan yang dilakukan. Metode ini digunakan dengan cara memberikan tes tertulis kepada siswa. Tujuan tes adalah untuk mengukur kemampuan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.

Tindakan

Refleksi

Perencanaan Pengamatan

Tindakan

Refleksi

Perencanaan Pengamatan

(13)

Tes diberikan pada setiap akhir siklus tindakan. Tes terdiri dari tes pilihan ganda, isian, dan uraian, yaitu 15 soal dalam bentuk pilihan ganda, 10 soal dalam bentuk isian, dan 5 soal dalam bentuk uraian.

2. Observasi

Budiyono (2003: 53) mengemukakan bahwa “Observasi (atau pengamatan) adalah car pengumpulan data di mana peneliti (atu orang yang ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian demikian hingga si subjek tidak tahu bahwa ia sedang diamati”. Dalam melakukan observasi terhadap siswa selama pelajaran berlangsung, peneliti sebagai guru dibantu oleh guru mitra.

Observasi, digunakan untuk memperoleh data aktivitas dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung di kelas mengenai kondisi siswa. Hasil observasi dicatat pada lembar pengamatan yang berupa sistem penilaian afektif siswa.

Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan presentasi ketuntasan belajar dan mean (rata-rata) kelas. Adapun penyajian data kuantitatif dipaparkan dalam bentuk presentasi dan angka. Teknik analisis kualitatif model alur, meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Milles & Huberman, 1989 dalam Zainal Aqib, 2008).

Indikator Kinerja Penelitian

Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan penelitian mencakup indikator hasil belajar siswa. Indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila sudah memperoleh nilai >

65.0.

2. Pembelajaran dianggap berhasil apabila siswa sudah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata kelas > 65.0.

(14)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Deskripsi Kondisi Awal

Deskripsi kondisi awal memaparkan hasil identifikasi kesulitan belajar matematika dalam materi pengurangan dan penjumlahan dua bilangan pada siswa kelas 1 semester 2 di SD Negeri Palur 03 Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 sebelum dilakukan tindakan perbaikan. Data diperoleh dari hasil tes ulangan harian khusus untuk pembelajaran remedial yang sudah dilakukan sebelumnya.

Berdasarkan hasil identifikasi dari tes ulangan harian, dapat diketahui bahwa siswa yang berkesulitan belajar matematika di kelas 1 semester 2 di SD Negeri Palur 03 Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 adalah sebanyak 9 orang siswa. Hal ini diindikasikan dari perolehan nilai ke 9 siswa tersebut < 65.00 atau di bawah KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00.

Berangkat dari hasil tersebut, selanjutnya guru memberikan pembelajaran remedial bagi 9 orang siswa berkesulitan belajar tersebut. Pembelajaran remedial diberikan dengan cara memberikan penugasan individu bagi ke 9 siswa tersebut. Pelaksanan pembelajaran remedial dilakukan setelah jam pelajaran usai.

Berdasarkan hasil tes remedial yang diberikan kepada 9 orang siswa berkesulitan belajar, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh adalah 43.00 dan nilai tertinggi diperoleh sebesar 68.00. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 57.78. Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 3 orang siswa atau 33.33%. Adapun jumlah siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 6 orang siswa atau 66.67%. Berangkat dari kondisi tersebut, maka siswa yang masih mengalami kesulitan belajar dalam pembelajaran matematika adalah sebanyak 6 orang sehingga memerlukan perhatian khusus berupa pemberian pembelajaran remedial secara terprogram.

(15)

Tabel 1

Hasil Tes Pembelajaran Remedial Pra Tindakan

No. Nama Siswa KKM Nilai Keterangan

1. Dandy Fajar Abadi

65.00

65.00 Tuntas

2. Lusi Citra Anggraini 63.00 Belum Tuntas

3. Muhammad Attar Firdauz 50.00 Belum Tuntas

4. Muhammad Fauzil Adhim 68.00 Tuntas

5. Nazala Ramadanu Adi Q. 56.00 Belum Tuntas

6. Rabiq Ari Putra 60.00 Belum Tuntas

7. Rubben Wahyu Sarwono 65.00 Tuntas

8. Shilvia Devi Ekawati 50.00 Belum Tuntas

9. Yastin Nurhaliza Nabila S. 43.00 Belum Tuntas

Total 520.00 3

Berdasarkan hasil tes remedial sebelum dilakukan tindakan dapat diketahui bahwa pembelajaran remedial dalam bentuk penugasan ternyata belum mampu mengatasi kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran matematika secara substansial. Kesulitan memahami konsep matematika pada siswa berupa: 1) kekurangan pemahaman tentang simbol matematika, 2) kekurangan pemahaman tentang nilai tempat, 3) keku-rangan pemahaman tentang penggunaan proses penghitungan, 4) keku-rangan pemahaman tentang perhitungan, serta 5) tulisan yang sulit dibaca.

Berangkat dari kondisi tersebut maka guru perlu melakukan perbaikan pembelajaran remedial yang dikhususkan bagi 6 (enam) orang siswa yang berkesulitan belajar. Tindakan perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan pembelajaran remedial berbantuan media batang lidi sebagai alat bantu pembelajaran. Data keenam siswa berkesulitan belajar matematika yang diberi tindakan khusus berupa program pembelajaran remedial dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 2

Hasil Tes Remedial Subjek Penelitian Kondisi Awal

No. Nama Siswa KKM Nilai Keterangan

1. Lusi Citra Anggraini

65.00

65.00 Belum Tuntas

2. Muhammad Attar Firdauz 63.00 Belum Tuntas

3. Nazala Ramadanu Adi Q. 50.00 Belum Tuntas

4. Rabiq Ari Putra 68.00 Belum Tuntas

5. Shilvia Devi Ekawati 56.00 Belum Tuntas

6. Yastin Nurhaliza Nabila S. 60.00 Belum Tuntas

(16)

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui tingkat penguasaan materi pada subjek. Hasil tes menunjukkan bahwa nilai terendah pada subjek adalah sebesar 43.00, nilai tertinggi diperoleh sebesar 63.00. Nilai rata-rata diperoleh sebesar 53.67. Data tersebut di atas dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 3. Diagram Data Hasil Pembelajaran Remedial Kondisi Awal Dekskripsi Tindakan Siklus I

Perencanaan tindakan pembelajaran merupakan langkah operasional awal dari penelitian tindakan kelas yang disusun dengan mengacu pada hipotesis tindakan. Langkah awal yang dilakukan oleh guru dalam tindakan pembelajaran pada Siklus I meliputi antara lain: 1) Melakukan identifikasi terhadap permasalahan kesulitan belajar yang dihadapi masing-masing siswa; 2) Menyusun RPP tematik pembelajaran matematika remedial dengan bantuan media batang lidi; 3) Menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung terlaksananya tindakan pembelajaran, menyiapkan buku sumber rujukan yang relevan dengan materi pembelajaran, dan lain sebagainya; 4) Menyiapkan media batang lidi yang akan digunakan dalam permainan matematika. Batang lidi disiapkan dalam bentuk puluhan yang terdiri dari 10 batang dengan diikat jadi satu, dan satuan yang masing-masing tanpa diikat. Setiap anak diminta menyiapkan masing-masing 100 batang lidi dari rumah; 5) Menyiapkan instrumen untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dan instrumen tes

0 10 20 30 40 50 60 70

LCA MAF NRA RAP SDE YNN

63

50

56 60

50

43

(17)

hasil belajar (dampak produk pembelajaran); 6) Mendeskripsikan secara jelas peran guru sebagai fasilitator pembelajaran tindakan, sebagai pengamat, dan sebagai evaluator; dan 7) Melaksanakan simulasi pelaksanaan tindakan dan menguji keterlaksanaannya di lapangan.

Pelaksanaan tindakan pembelajaran Siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, 19 Maret 2015. Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit. Pertemuan II dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Maret 2015. Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit. Adapun kegiatan yang dilakukan sama seperti pada pertemuan pertama. Kegiatan permainan pada pertemuan kedua adalah berupa penjumlahan dan pengurangan dengan teknik menyimpan.

Tes akhir tindakan pembelajaran remedial tindakan Siklus I untuk mengukur hasil belajar siswa dilakukan pada hari Kamis, 09 April 2015. Hasil tes akhir pembelajaran remedial tindakan Siklus I menunjukkan adanya peningkatan dalam hal tingkat ketuntasan belajar siswa dibandingkan pada kondisi awal.

Berdasarkan hasil tes, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 56.00, sedangkan nilai tertinggi adalah 68.00. Nilai rata-rata diperoleh sebesar 62.67. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa ternyata < KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal tersebut, siswa secara klasikal dianggap belum mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa berkesulitan belajar yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 2 orang siswa atau 33.33%. Jumlah siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar adalah sebanyak 4 orang siswa atau 66.67%. Atas dasar hal tersebut, maka indikator penguasaan penuh belum terpenuhi.

Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan pembelajaran remedial Siklus I dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 3

Hasil Tes Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus I

No. Nama Siswa KKM Nilai Keterangan

1. Lusi Citra Anggraini

65.00

68.00 Tuntas

2. Muhammad Attar Firdauz 60.00 Belum Tuntas

3. Nazala Ramadanu Adi Q. 64.00 Belum Tuntas

4. Rabiq Ari Putra 68.00 Tuntas

5. Shilvia Devi Ekawati 60.00 Belum Tuntas

6. Yastin Nurhaliza Nabila S. 56.00 Belum Tuntas

Total 376.00 2

Nilai Rata-rata 62.67

33.33%

Nilai Tertinggi 68.00

(18)

Data hasil pembelajaran remedial pada tindakan Siklus I dapat digambarkan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 4. Diagram Data Hasil Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus I Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan terhadap tindakan pembelajaran remedial pada Siklus I dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut: 1. Penerapan pembelajaran remedial dengan bantuan media batang lidi pada

tindakan Siklus I dapat mengatasi kesulitan belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa. 2. Peningkatan hasil belajar pada pembelajaran remedial tindakan Siklus I masih

belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan baru adanya 33.33% siswa yang mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00.

3. Kelemahan yang masih ditemui pada tindakan Siklus I adalah bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika yang abstrak. Kesulitan tersebut antara lain pada hal-hal sebagai berikut: 1) kekurangan pemahaman tentang nilai tempat, 2) kekurangan pemahaman tentang penggunaan proses penghitungan, 3) kekurangan pemahaman tentang perhitungan, dan 4) tulisan yang sulit dibaca.

Dekskripsi Tindakan Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pembelajaran pada Siklus I, selanjutnya disusun rencana perbaikan pada tindakan pembelajaran Siklus II. Rencana perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan menyangkut upaya: 1) meningkatkan pemahaman tentang nilai tempat; 2) meningkatkan

0 10 20 30 40 50 60 70

LCA MAF NRA RAP SDE YNN

68

60 64

68

60

56

(19)

pemahaman tentang penggunaan proses penghitungan; dan 3) me-ningkatkan pemahaman tentang perhitungan.

Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada Siklus II dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu selama 4 X 35 menit. Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus ini sama dengan yang dilakukan pada siklus sebelumnya dengan disertai beberapa perbaikan. Perbaikan yang dilakukan pada tindakan Siklus II adalah memperkecil jumlah anggota kelompok dari 3 orang pada tindakan Siklus I, diperkecil menjadi 2 orang pada tindakan Siklus II.

Pertemuan pertama tindakan pembelajaran Siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, 23 April 2015. Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit. Pertemuan II dilaksanakan pada hari Kamis, 30 April 2015. Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah memeriksa hasil kerja individu yang dikerjakan di rumah sesuai penugasan pada pertemuan sebelumnya. Pembelajaran dilanjutkan dengan permainan pengurangan bilangan dengan teknik menyimpan menggunakan batang lidi sebagai alat bantu pembelajaran.

Hasil-hasil observasi pembelajaran tindakan pada Siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut. Tes akhir tindakan Siklus II dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 07 Mei 2015. Hasil tes akhir pembelajaran tindakan Siklus II menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Berdasarkan hasil tes akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 68.0 sedangkan nilai tertinggi adalah sebesar 80.0. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 72.67. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa > KKM yang ditetapkan sebesar 65.00, atau 72.67 > 65.00. Dengan demikian maka secara klasikal siswa sudah mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka.

Ditinjau dari tingkat ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah sebanyak 6 orang siswa atau 100.00%. Siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 sudah tidak ada. Atas dasar hal tersebut maka indikator penguasaan penuh secara kleasikal dengan ketuntasan belajar siswa > 80.00% sudah terlampaui.

(20)

Tabel 4

Hasil Tes Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus II

No. Nama Siswa KKM Nilai Keterangan

1. Lusi Citra Anggraini

65.00

76.00 Tuntas

2. Muhammad Attar Firdauz 72.00 Tuntas

3. Nazala Ramadanu Adi Q. 72.00 Tuntas

4. Rabiq Ari Putra 80.00 Tuntas

5. Shilvia Devi Ekawati 68.00 Tuntas

6. Yastin Nurhaliza Nabila S. 68.00 Tuntas

Total 436.00 6

Nilai Rata-rata 72.67

100.00%

Nilai Tertinggi 80.00

Nilai Terendah 68.00

Data hasil belajar siswa berkesulitan belajar pada tindakan pembelajaran remedial Siklus II dapat disajikan ke dalam diagram berikut.

Gambar 5. Diagram Data Hasil Pembelajaran Remedial Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan terhadap tindakan pembelajaran remedial pada Siklus II dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut: 1. Penerapan pembelajaran remedial dengan bantuan media batang lidi pada

tindakan Siklus I dapat mengatasi kesulitan belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa.

62 64 66 68 70 72 74 76 78 80

LCA MAF NRA RAP SDE YNN

76

72 72

80

68 68

(21)

2. Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I sudah dapat tercapai pada tindakan Siklus II. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran remedial dengan media batang lidi sebagai alat bantu pembelajaran dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa kelas 1 semester 2 di SD Negeri Palur 03 Mojolaban, Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015.

Pembahasan Hasil Tindakan

Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2014/2015” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Hasil belajar siswa berkesulitan belajar pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan adalah kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa sebesar 53.67 atau masih di bawah KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00. Ditinjau dari ketuntasan belajar, belum ada siswa yang mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00. Hal tersebut dapat diartikan bahwa ke 6 (enam) subjek memperoleh nilai < 65.00 dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan dua bilangan sampai dengan 100.

Hasil identifikasi terhadap kemampuan siswa menunjukkan bahwa siswa masih memiliki kelemahan dalam pemahaman konsep matematika. Kelemahan pada ke enam subjek tersebut antara lain meliputi: 1) kekurangan pemahaman tentang simbol matematika, 2) kekurangan pemahaman tentang nilai tempat, 3) kekurangan pemahaman tentang penggunaan proses penghitungan, 4) kekurangan pemahaman tentang perhitungan, serta 5) tulisan yang sulit dibaca.

Atas dasar hal tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dengan fokus meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Upaya yang dilakukan guru ada tindakan Siklus I cukup berhasil dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat penguasaan penuh secara klasikal.

(22)

ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 0.00% pada kondisi awal meningkat menjadi 33.33% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I.

Peningkatan hasil belajar yang diperoleh pada tindakan Siklus I dianggap belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata-rata hasil belajar yang masih < KKM, dan penguasaan penuh secara klasikal dengan ketuntasan belajar > 80.00% dari jumlah siswa. Atas dasar hal tersebut, maka dilakukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus II. Perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan mengintensifkan kerja intra-kelompok maupun antar kelompok.

Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II adalah dengan memperkecil jumlah anggota kelompok dari 3 orang pada tindakan Siklus I diperkecil menjadi 2 orang siswa pada tindakan Siklus II. Tindakan perbaikan yang dilakukan pada tindakan Siklus II cukup efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 62.67 pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I meningkat menjadi sebesar 72.67 pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II. Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 33.33% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I meningkat menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I. Peningkatan hasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II selanjutnya dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 5

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kondisi Awal – Tindakan Siklus II

No. Subjek Awal Siklus I Siklus II

(23)

Gambar 6 Diagram Peningkatan Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II

Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran remedial yang dilakukan guru dapat mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa. Hal ini dimungkinkan karena dalam pembelajaran remedial, guru membantu peserta didik untuk memahami kesulitan belajar yang dihadapinya, mengatasi kesulitannya tersebut dengan memperbaiki cara belajar dan sikap belajar yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.

Keberhasilan pembelajaran remedial yang dilakukan guru tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang melekat dalam pembelajaran remedial itu sendiri. Salah satu prinsip yang melekat dalam pembelajaran remedial adalah berupa prinsip adaptif. Prinsip tersebut memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan daya tangkap, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Guru berupaya mengidentifikasi kelemahan masing-masing individu dalam pembelajaran matematika sehingga dapat memberikan layanan pembelajaran remedial sesuai prinsip adaptif tersebut.

PENUTUP

Simpulan

Setelah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) seperti yang tertuang pada bab IV, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

Penerapan metode pembelajaran remedial dengan media batang lidi dapat mengatasi kesulitan belajar matematika konsep penjumlahan 2 bilangan bagi

(24)

siswa kelas I SD Negeri Palur 03 Kecamatan Moholaban Kabupaten Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 53.67 pada kondisi awal, meningkat menjadi 62.67 pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 72.67 pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 0.00% pada kondisi awal, meningkat menjadi 33.33% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran remedial Siklus II.

Saran

Berdasarkan dari simpulan di atas selanjutnya dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran remedial dengan bantuan media nyata dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika pada siswa berkesulitan belajar matematika. Untuk itu disarankan kepada siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran sehingga penguasaan materi semakin meningkat.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran remedial dengan bantuan media nyata dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa. Untuk itu disarankan kepada para guru untuk mau memanfaatkan berbagai media guna mengatasi kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

3. Bagi Sekolah

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Andang Ismail. 2009. Education Games. Yogyakarta: Pro-U Media.

Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama Yogyakarta.

Arif S. Sadiman. 2002. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan Dan Pemanfaatan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Asep Jihad. 2008. Pengembangan Kurikulum Matematika. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Azhar Arsyad. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Conny R.Semiawan. 2007. Landasan Pembelajaran Dalam Perkembangan

Manusia. Jakarta: Pusat Pengembangan Kemampuan Manusia. Dani Wardani. 2009. Bermain Sambil Belajar. Bandung: Edukasia.

Darwanti Yuli. 2009. Adaptive Help Seeking Panduan Bagi Guru Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika. Yogyakarta: Logung Pustaka. Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya. Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djaelani dan Haryono. 2008. Matematika I. Jakarta: Buku Sekolah Elektronik. Gatot Muhsetyo, dkk. 2008. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Gatot Muhsetyo. 2010. Pembelajaran Matematika Di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika Di sekolah Dasar. Bandung: Rosdakarya.

Hudoyo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Joko Sugiarto, dkk. 2007. Terampil Berhitung Matematika. Jakarta: Erlangga. Lexy J. Moleong. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Moh. Nazir. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Moh. Uzer Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

(26)

Sugiono . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supinah dan Agus DW.. 2009. Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Yogyakarta: PPPPTKM

Wahyudi. 2008. Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Surakarta: UNS. Winataputra, Udin S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zulkardi. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Bio Data Penulis:

Nama : Sri Murtini, S. Pd. NIP : 19580917 197802 2 005 Jabatan : Guru Kelas 1

Unit Kerja : SD Negeri Palur 03 Mojolaban

Gambar

Gambar 1. Diagram Kerangka Berpikir
Gambar 2 Diagram Model Penelitian
Tabel 2
Gambar 3. Diagram Data Hasil Pembelajaran Remedial Kondisi Awal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bencana alam dan bencana sosial telah tampak di depan mata kita itu semua terjadi dikarenakan ulah manusia sendiri yang tidak dapat menjaga lingkungan.Lingkungan adalah segala

• Perencanaan dimensi pipa harus mempertimbangkan Debit Jam Maksimum dan Debit Jam Minimum untuk perencanaan penggelontoran di beberapa bagian pipa • Perencanaan Pipa

Dari analisis sebab akibat menggunakan fishbone diagram ditemukan ada dua sebab dari empat permasalahan yang terjadi dalam proses pengelolaan persediaan material

Oleh karena perlu ditambahkan IC EEPROM untuk menyimpan data jarak yang sudah ditempuh oleh kendaraan pada saat mesin dimatikan. Sehingga pada saat mesin kendaraan

4. Mengetahui isi teks hasil observasi 5. Mengetahui struktur teks hasil observasi 6. Mengetahui ciri bahasa teks hasil observasi D. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa

[r]

Pada akhir tahun 2010 telah terimplementasikan sistem informasi manajemen terpadu yang mensinergikan sistem informasi akademik (SIKADU), kepegawaian

Kajian terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang menunjukkan bahwa dari 120 negara anggota, 40 negara di kawasan Asia dan Afrika bagian utara