LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN YAMISA SOREANG KABUPATEN BANDUNG DALAM PROSES MEMBENTUK KEMANDIRIAN
PARA SANTRI
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung untuk memenuhi sebagian syarat
Program Pasca Sarjana
Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Mamat Abdurachman No. Pokok : 755/C/XIX-ll
FAKULTAS PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G
/
^
PROF. DR. ACHMAD SANUSI Pembimbing I
Pembimbing II
R. RUSLI LUTHAN Pembimbing III
FAKULTAS PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G
Halaman
KATA PENGANTAR ±
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
BAB I PENDAHULUAN ]_
A. Latar Belakang i
B. Alasan Penelitian di Pondok Pesantren .. 3
C. Rumusan Masalah 6
D. Tujuan Penelitian 8
E. Kegunaan Hasil Penelitian 9
BAB II RUANG LINGKUP PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 13
A. Asal-usul dan Definisi Pendidikan Luar
Sekolah ( PLS ) 13
B. Konsep dan Program Pendidikan Luar Seko
lah ( PLS ) 15
C. Konsep Pendidikan Seumur Hidup 18
D. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Tra-disional memiliki ciri-ciri Pendidikan
Luar Sekolah ( PLS ) 20
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 22
A. Metode Penelitian 22
B. Wilayah Penelitian 24
C. Instrumen Pengumpulan Data 28 D. Prosedur Pengumpulan Data dan Informasi 33
BAB IV PERKEMBANGAN FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN PON
DOK PESANTREN YAMISA SOREANG 47
A. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lem
baga Pendidikan Pondok Pesantren Tradi
-sional di Pedesaan dipertahankan 47 B. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan Pondok Pe
santren berkembang -51
didikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah 52 D. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba
ga Pendidikan Pondok Pesantren 55
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 62
A. Pengertian Dasar Pondok Pesantren serta
Kom-ponen-komponennya 52
1. Pengertian Dasar Pondok Pesantren 62 2. Komponen-komponen Pondok Pesantren 63 B. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lemba
ga Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional
di Pedesaan dipertahankan 67
C. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan di Pondok Pe
santren berkembang Q1
D. Motivasi terjadinya Alih Fungsi Lembaga Pen didikan Pondok Pesantren Tradisional (
Non-formal ) kepada bentuk Pendidikan Sekolah 93
E. Perbedaan-perbedaan yang nampak antara pen didikan di Pondok Pesantren Tradisional de
ngan Pendidikan Sekolah 95
F. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba
ga Pendidikan Pondok Pesantren 100
1. Fungsi Ilmu 10Q
2. Macam-macam Nilai Luhur 102
3. Pasca Pesantren 113
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
121
A. Kesimpulan
121
B- Saran - saran 131
DAFTAR KEPUSTAKAAN ..
138
LAMPIRAN - LAMPIRAN ...
143
Halaman
Gambar 1 Skema Wewenang Pondok Pesantren 37
Gambar 2 Posisi Pengajian di Mesjid 49 Gambar 3 Posisi Pengajian Bentuk Lingkaran 73
Gambar 4 Posisi Pengajian Bentuk Setengah
Lingkar-an 74
Gambar 5 Posisi Pengaj ian Bentuk U 74 Gambar 6 Posisi Pengaj ian Bentuk Shap 74 Gambar 7 Posisi Pengajian Bentuk U Ganda 75
Gambar 8 Posisi Pengajian Bentuk Shap Berlapis .. 75 Gambar 9 Geneologi Sosial Keturunan Kyai Sihah ..
Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang,.. i2n
Halaman
Tabel 1 Daftar Rekapitulasi Pondok Pesantren se In
donesia Tahun 1982 89
Tabel 2 Nama dan Data Potensi Pondok Pesantren se -luruh Indonesia Tahun 1984 - 1985 90
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini, banyak pondok pesantren yang
mengubah lembaga pendidikannya dari Pendidikan Luar Se
kolah menjadi Pendidikan Sekolah. Pendidikan Luar Se
kolah sebenarnya merupakan ciri yang sudah lama dike -nal masyarakat dari jenis pendidikan di pondok pesan -tren tradisional. Ciri tersebut yang terkandung dalam tradisi pendidikannya antara lain meliputi : (1) Tidak
adanya ketentuan usia harus sama; (2) Lulusan pondok
pesantren tidak memperoleh ijazah, tetapi memiliki
ke-terampilan yang dimanifestasikan dalam sikap dan peri-laku; (3) Pengajaran tidak berjenjang secara ketat; (4)
Kurikulum disusun sendiri, yang didasarkan sepenuhnya
kepada nilai-nilai agama; (5) Lama pendidikan dilakukan
tidak mengenal batas waktu; (6) Lembaga pendidikan di
laksanakan oleh swasta; (7) Melibatkan partisipasi
su-karela dan partime; (8) Penghematan sumber dengan
me-manfaatkan fasilitas dan tenaga yang ada; (9) Tidak di lakukan ujian masuk secara selektif; (10) Seleksi
us-tadz berdasarkan kemampuan, bukan ijazah yang dimi
-likinya; (11) Ketiadaan sentralitas, struktur hierarkhi
di pedesaan, bahkan jauh dari pengaruh-pengaruh kota.
Mereka belum bersedia mengintegrasikan pengetahuan umum
ke dalam kurikulumnya, dalam arti masih tetap memperta -hankan tradisi yang sudah lama dikenalnya. Metode pe-nyampaian pelajaran banyak digunakan melalui sorogan dan pengajian bandungan atau weton. Para santri yang datang dari tempat jauh diperbolehkan untuk bermukim (menetap) di pondok, sedangkan para santri yang datang dari tempat
sekitar pondok pesantren hanya datang pada waktu - waktu pengajian dilaksanakan. Para santri tersebut
berturut-turut disebut SANTRI MUKIM dan SANTRI KALONG. Kehidupan
di pondok pesantren sering dibiasakan dalam keadaan yang
sangat sederhana, masak sendiri, tidur dalam beberapaorang dalam satu kamar yang sempit dan Iain-lain.
Karena itu, tidak kurang sarjana yang melukiskan
kehidupan santri di pondok pesantren dengan nada supaya
segera dilakukan peninjauan dan perbaikan seperlunya dalam hal-hal tertentu.
Para sarjana tersebut antara lain : Van den Berg,
Hurgronye, I.J. Brugmans, J.F.G. Brumund, Harthoorn,
K.F. Creutzberg, dan J. Hardeman menggambarkan
dengan
isi serta tekanan yang sama mengenai pondok
pesantren,
yaitu bahwa pondok pesantren itu mempunyai bangunan yang
sederhana dan terletak dalam lingkungan pesantren ituhadap Kyai di pesantrennya; para santri mempelajari
ki-tab-kitab Islam klasik sebagai pelajaran dasar; kehidup
an di pesantren cukup diliputi kesusahan dan
keprihatin-an, ke tidak teraturkeprihatin-an,ke tidak bersihan dan kesehatan
yang terlantar.
B. ALASAN PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN
Sebagaimana gambaran yang telah dikemukakan para
sarjana tersebut, seperti keadaan bangunan dengan segala
kesederhanaannya; para santri dengan segala sikap
dan
perilakunya; materi pelajaran dengan semua sumber kitabklasiknya; serta pemeliharaan kesehatan dengan
segala
kekurangannya cukup menghimbau jajaran lembaga pendidik
an pondok pesantren khususnya dan menggugah ummat Muslim
pada umumnya.
Karena itu deskripsi tentang kondisi fisik dan
non fisik yang dikemukakan itu, sudah sanggup mengundang
spontanitas para pengelola pendidikan
agar secepatnya
meninjau kembali lembaganya. Kesimpulan yang diperoleh
serta revaluasinya, terlepas dari benar atau
tidaknya
suatu permasalahan, pengelola menganggap perlu
adanya
usaha-usaha perbaikan, penyempurnaan atau perubahan dan sistem pendidikan yang lebih sempurna.
Berkaitan dengan masalah tersebut, berikut ini
hidupan di suatu lembaga pendidikan pondok pesantren
sebagaimana diuraikan para sarjana di atas; (2) Selaku ummat Muslim, merasa terpanggil untuk turut serta bersa-ma-sama bertanggung jawab atas lajunya lembaga pendidik
an pondok pesantren; (3) Mencari jawaban atas pertanyaan yang sering ditemukan para masyarakat tentang pondok pe santren, misalnya mengapa masyarakat di pedesaan masih
tetap memelihara dan mempertahankan sistem pendidikan di
pondok pesantren tradisional; dan sebaliknya mengapa di kota-kota atau di pusat keramaian banyak pondok
pesantrenyang menyempurnakan atau merubah sistem pendidikan
-nya; (4) dan seterusnya.
Selanjutnya, salah satu pondok pesantren yang dapat memenuhi tujuan penelitian adalah PONDOK PESAN
-TREN YAMISA Soreang. Adapun alasan terpilihnya pondok
pesantren tersebut, antara lain : (1) Para santrinya datang dari berbagai pelosok daerah Soreang; (2) Letak pondok pesantren berada di antara kota dan desa; (3)
Jarak pondok pesantren dengan pusat informasi tidak
terlalu jauh; (4) Pondok pesantren itu sendiri telah
memiliki dua bentuk lembaga pendidikan, yaitu Pendidikan
Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah.
Demikian pula, kehidupan pada saat ini sudah
ma-tentang harga diri, sudah tahu kedudukan di mana harus berada dan mengerti pula apa yang harus ia
bicarakan.Ke-majuan ini nampaknya telah seirama dengan
perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa Indonesia telah menjadi warga negara yang kritis serta dinamis.
Kenyata-an ini nampak dengKenyata-an adKenyata-anya (1) makin luasnya jKenyata-angkauKenyata-an
hidup masyarakat; (2) berubahnya pola berfikir
mereka;
(3) cara bertindak; (4) gaya berbicara; (5) bahkan sam-pai pada cara penampilan dalam berpakaian. Dinamika kehidupan yang dimanifestasikan pada sikap dan perilakunya
seperti ini, memaksa sistem pendidikan pondok pesantren
yang sudah baku dan sudah lama dikenalnya harus dilaku
-kan penyempurnaan atau perubahan seperlunya. Dengan cara
demikian, diharapkan stabilitas status pesantren sebagai
lembaga pendidikan akan senantiasa mampu memimpin masya
rakat di shap paling depan serta lembaga ini tetapdi-anggap sebagai pusat ilmu dan pendidikan.
Masyarakat awam di pedesaan sering kebingungan
dengan banyak ragamnya pendidikan yang diberikan pondok
pesantren, terutama variasi hasil pendidikan yang dima nifestasikan pada masyarakat. Pada hal, bila mereka
me-ngetahui, walaupun banyak lembaga pendidikan serta
ber-aneka ragam pula bidang studinya yang diberikan, namun
pada dasarnya sistem pendidikan yang dilaksanakan
yang telah mengganti dan merombak seluruh sistem pendi dikan tradisionalnya, lalu beralih fungsi dari bentuk Pendidikan Luar Sekolah ke bentuk Pendidikan Sekolah. Se-butan pondok pesantren berubah menjadi madrasah atau se kolah, misalnya Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madra -sah Aliyah atau SD, SMP dan SMA.
2. Bentuk luar sekolah, yaitu pondok pesantren yang
melaksanakan sistem pendidikannya dengan cara
tradisi-nya yang lama (lihat thesis ini halaman 1).
3. Pendidikan bentuk gabungan, yaitu pondok pesan
-tren yang telah menggabungkan lembaga pendidikannya anta
ra bentuk luar sekolah dengan bentuk sekolah. Di samping
mempertahankan sistem tradisionalnya yang baik, juga
di-lengkapi dengan beberapa ketentuan yang diatur oleh De
partemen Agama atau Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Karena adanya integrasi ini,
maka
pada pondok pesantren timbul istilah baru untuk
tujuan
yang ingin dicapai, yaitu MENGINTELEKKAN ULAMA DAN
MENG-ULAMAKAN INTELEK.
C. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, nampak rumusan masalah se
bagai berikut :
banyak membantu mencerdaskan bangsa, menghasilkan ula ma dan pemimpin-pemimpin masyarakat, menyebarkan dan mengembangkan agama Islam. Akhir-akhir ini, banyak pon
dok pesantren yang mengembangkan dirinya dengan
me-nyempurnakan atau melengkapi sistem pendidikannya, di samping pendidikan kepesantrenan dalam bentuk tradisional, juga melaksanakan pendidikan dalam bentuk formal seperti sekolah-sekolah umum dan madrasah. Perubahan ini
terutama banyak terjadi pada pondok pesantren yang
ber-lokasi di pusat=pusat kota. Sebaliknya, pondok
pesan
tren yang berada di pedesaan masih tetap berusaha un tuk mempertahankan fungsi tradisi lamanya dalam bentuk Pendidikan Luar Sekolah Rumusan masalah tersebut biladituangkan dalam bentuk pertanyaan berbunyi
sebagai
berikut :
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pondok pesan
tren di pedesaan masih banyak yang mempertahankan fung
si pendidikan tradisionalnya dalam bentuk pendidikan di
luar persekolahan ?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan perubahan pon
dok pesantren, terutama pondok pesantren yang berada di
pusat kota cenderung mengintegrasikan dirinya di antara Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah dalam ben
di, sehingga nampak adanya beberapa perbedaan antara
lembaga pendidikan pondok pesantren tradisional dengan
lembaga pendidikan persekolahan.
4. Nilai-nilai luhur apa yang ingin dicapai oleh
lembaga pendidikan pondok pesantren, baik melalui pen didikan di pondok pesantren tradisional, maupun pendi -dikan di pondok pesantren yang sudah mengalami banyak
perubahan ?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yang dilaksanakan selama enam
bulan di lapangan antara lain untuk mencari :
a. latar belakang yang melandasi bentuk lembaga pen
didikan pondok pesantren di pedesaan, yang masih tetap
mempertahankan fungsi tradisi pendidikannya dalam ben
tuk pendidikan di luar persekolahan.
b. sebab-sebab yang melandasi pengembangan bentuk
lembaga pendidikan di pondok pesantren, sehingga bentuk
lembaga cenderung berubah dari lembaga Pendidikan Luar
ditimbulkan oleh adanya kecenderungan pengembangan fung
si lembaga Pendidikan Luar Sekolah dengan lembaga Pendi
dikan Sekolah.
d. nilai-nilai luhur yang ingin dicapai oleh lembaga
pendidikan pondok pesantren, baik pondok pesantren tra
disional, maupun pondok pesantren yang sudah mengalami
pengembangan atau perubahan.
E. KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
!• Informasi dalam Pendidikan
Hasil penelitian, yang berupa informasi atau data
dari lapangan dapat memberikan sumbangan untuk keleng
-kapan dan perbaikan dalam pendidikan, misalnya informasiyang diterima dari pondok pesantren Yamisa tentang (1) proses belajar mengajar mengalami hambatan, dikarenakan
sarana dan prasarana masih harus dilengkapi; (2) pengem
bangan bidang studi tertentu belum dapat dilaksanakan
sesuai program, disebabkan para pakar yang diperlukan masih harus diusahakan pengadaannya; dan setervsnya.
Hanya dengan melalui penelitian yang seksama dan
cermat, lembaga yang terkait dapat memprediksi
lebih
positif langkahlangkah yang perlu diambil untuk menca
-pai suatu kesempurnaan pendidikan. Kelengkapan data dan
informasi dapat mendukung pembuatan keputusan pendidikan
yang tepat.
3- Studi pendidikan di masyarakat
Tujuan Pendidikan Nasional ialah meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, kete
-rampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepriba-dian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah
air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan
Yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama- sama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Karena itu, manusia akan menjadi insan yang berkualitas
setelah melalui pendidikan. Selanjutnya pendidikan
itu
sendiri tidak mungkin diterapkan tanpa adanya sekumpulan
masyarakat yang akan menerimanya. Dengan kata lain
an
tara pendidikan dan masyarakat tak dapat dipisahkan ,
ibarat air dengan ikannya. Hanya yang menjadi persoalan
adalah pendidikan mana, yang akan diambil lebih
dulu.
Apakah Pendidikan Luar Sekolah seperti pendidikan yang
dilaksanakan di pondok pesantren dan kursus-kursus; atau
pendidikan bentuk
sekolah seperti yang dilaksanakan
Dari hasil penelitian, diperoleh data dan infor
-masi tentang pelaksanaan kedua jenis pendidikan tersebut
yaitu di satu pihak Pendidikan Sekolah yang dilaksanakan
pada
madrasah dan sekolah-sekolah umum; di lain pihak
Pendidikan Luar Sekolah berjalan pula dalam bentuk
penga-jian. Jadi,Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah dilakukan
masyarakat bersama-sama sejak awal hingga akhir hayat .
Sedangkan perbedaan yang berkaitan dengan pelak
-sanaan kedua bentuk pendidikan tersebut serta-
jenis-jenis pengajian akan diuraikan lebih Ianjut pada
Bab
Barangsiapa menghendaki kesejahteraan dunia harus ditempuh dengan ilmu. Ba
rangsiapa menghendaki kebahagiaan di
akhirat harus ditempuh dengan ilmu.
Dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka harus ditempuh dengan ilmu pula.
A. METODE PENELITIAN
PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan
kua-litatif dengan menggunakan tehnik partisipasi aktif.
Mak-sud penggunaan metode tersebut. agar dapat menggambarkan
hasil penelitian secara terurai melalui integrasi dan
in-tlmasi dengan Kyai. Wakil Ajengan. para Asatidz dan para
santri pondok pesantren. Dengan integrasi dan inttaasi da
pat mengamati semua kegiatan interaksi yang terjadi sepan
jang nari di pondok pesantren. atau di luar sekitar pondok
pesantren. Di saving itu pula. penggunaan metode ini
di-karenakan tidak dilakukan nipotesa. melainkan didasarkan
atas jawaban dari beberapa pertanyaan penelitian yang
ber-orientasi kepada permasalahan yang sedang diteliti.
Jadi penelitian dengan partisipasi aktif ini,
men3-nasilkan deskripsi yang faktual. cermat, terinci mengenai
keadaan lapangan. kegiatan dan situasi sosial. auga kontek
a, mana kegiatan itu terdadi dapat diperoleh berkat adanya
Penelitian tersebut melalui penga^atan secara langsung (Ma.
sution. 1989 ,59). selanjutnya, penelltiM observasi ^^
t-iPasi dapat memberikan manfaat yang lebih jauh dan
men-dalam. sebagaimana dikemukakan oleh „.Q. Patton :(1, de
ngan berada di lapangan akan lebih mampu memahami konteks
*ata dala. keseluruhan situasi.
sehingga
diperoleh
pandangan yang holistik; (2) pengalamnan langsung
memung-kinkan dapat menggunakan pendekatan induksi yang tidak
di-pengaruhi oleh pandangan dan konsep-konsep
sebelumnya.
sehingga membuka kemungkinan melakukan penemuan; (3) da
pat melihat hal-hal yang kurang atau tidak dapat diamati
orang lain, khususnya orang yang berada dalam
llng.
kungan itu. karena dianggap sudah biasa dan karenanya
tidak terungkapkan dalm „a„ancara; ,4, dapat menemukan
hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan
oleh
responden dalam „a„ancara karena bersifat sensitif.
da-Pat merugikan nama lembaganya; ,5) dapat pula menemukan
hal-hal yang berada di luar persepsi responden. sehingga
memperoleh sustu gambaran yang lebih komprehensif, (6)
di samping memperoleh pengamatan yang menghasilkan
pe
ngumpulan data yang kaya. juga memperoleh kesan - kesan
pribadi.
Dengan memperhatikan butir-butir tersebut di atas
n>aka hasil yang maks^al tentang data dan informasi
di
lapangan hanya diperoleh apabila semua kegiatan di la
pangan dapat dilakukan secara langsung dengan responden
-lalui integrasi dan int^asi. Kegiatan -kegiatan yang
^aksud antara lain meliputi shalat berjama'ah yang
li-- waktu. pengajianli--pengajian di mesjia dan sebagainya
sehingga nampak menyatu dalam berbagai aktivitas.
santri dalam mencapai tujuannya untuk keberhasilan pro
ses belajar mengajar di bidang pendidikan keagamaan di-kemukakan berdasarkan data kualitatif. Karenanya, dapat
terungkapkan secara mendetail, mendalam serta kompre
-hensif, walaupun dalam beberapa
hal ada yang
kurang
memuaskan disebabkan adanya keterbatasan - keterbatasantertentu.
B. WILAYAH PENELITIAN
Sebelum sampai kepada wilayah dan subyek peneliti
an, terlebih dahulu dikemukakan informasi yang
dijadi-kan dasar pemilihan tempat penelitian, yaitu :Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren Kantor wila
yah Departemen Agama Propinsi Jawa Barat, menginformasi
-kan di -kantornya pada tanggal 17 Maret 1990 tentang
jum-lah pondok pesantren yang ada di wilayahnya. Menurut
ca-tatan hasil sensus tahun 1982, di Jawa Barat sudah
ter-daftar 1.727 pondok pesantren dengan jumlah santrinya
meliputi 200.122 orang. Selanjutnya, dijelaskan
pula
bahwa pondok pesantren yang ada di bawah
wewenangnya
terdiri dari beberapa bentuk lembaga. Misalnya, pondok
pesantren tipe salafi, yaitu pondok pesantren yang mem
pertahankan sistem sorogah dan weton dengan
pengajaran
agama seratus persen; ada pula pondok pesantren tipe
khalafi, yaitu di pondok pesantren terdapat banyak lem
dan Aliyah, juga sekolah umum seperti SD, SMP dan SMA.
Informasi lain, yang diperoleh pada saat peneliti an pendahuluan dari seorang tokoh masyarakat, yaitu ketua
RT kampung Cidalima yang pekerjaan sehari-harinya sebagai
guru SD Soreang mengemukakan, bahwa pada pondok pesantren
Yamisa telah berdiri madrasah dan sekolah - sekolah umum.
Para santri dan siswanya berdatangan dari semua pelosok sekitar kecamatan Soreang. Pengajian umum, yang peserta
-nya heterogen diadakan seminggu sekali, sebulan sekali
dan setahun sekali. (Wawancaia Tgl. 18 Maret 1990).
Atas dasar informasi yang diterima, baik dari
Kanwil Depag Propinsi Jawa Barat Urusan Pondok Pesan
-tren, maupun informasi yang diperoleh dari beberapa tokoh masyarakat, maka PONDOK PESANTREN YAMISA Soreang Kabupa -ten Bandung diangkat untuk dijadikan tempat penelitian.
Adapun alasan terpilihnya pondok pesantren terse
-but dijadikan tempat penelitian, adalah atas
beberapa
pertimbangan, antara lain :
a. PARA SANTRINYA. Mereka berdatangan dari berbagai
pelosok sesuai dengan lokasi pondok pesantren yang
le-taknya di persimpangan empat, yaitu jurusan Bandung, Ci-widey, Banjaran dan Cililin. Karenanya, terjadi suatu integrasi dari bermacam-macam tingkat kehidupan, sosialb. LETAK PONDOK PESANTREN. Karena letaknya ada di an tara kota dan desa, maka kehidupan dan kebiasaan para
santri di pondok pesantren pun terdiri dari dua jenis
kebiasaan. Di satu pihak kebiasaan yang dibawa para san tri yang berasal dari desa, dan di pihak lain adalahkebiasaan yang dipengaruhi oleh tradisi kota.
Tugas
lembaga pendidikan pondok pesantren adalah
mengintegrasi-kan kedua budaya tersebut menjadi satu budaya, yaitu bu
daya pondok pesantren dengan segala tata cara kehidupan
-nya.
C JARAK PONDOK PESANTREN DARI PUSAT KOTA. Perbaikan,
serta pengembangan lembaga pendidikan tidak terlepas da
ri kebutuhan sarana di samping para ilmuwan sendiri se
bagai pembinanya. Kota merupakan sumber sarana
dan
prasarana, tempat berkumpulnya para pakar dan
sumber
informasi. Pondok Pesantren Yamisa tidak akan banyak
kesulitan dalam menghadapi berbagai masalah, sebab
pe-mecahan masalah bisa segera dilakukan melalui komunikasi
dengan semua sumber yang ada di kota. Jarak pondok pe
santren dengan kota tidak terlalu jauh, sehingga komuni
-kasi dapat dilakukan setiap saat.
d. PONDOK PESANTREN YAMISA TELAH MEMILIKI DUA
BEN
TUK LEMBAGA. Pertama, Pendidikan Luar Sekolah yang
me-laksanakan fungsinya melalui pengajian sorogan dan
diatur sendiri. Kedua, Pendidikan Sekolah berupa madrasah
dan sekolah umum. Sistem pendidikan dan kurikulum serta kegiatan proses belajar mengajarnya sudah mengikuti
ketentuan yang dirancang Departemen Pendidikan dan Kebuda
-•yaan atau Departemen Agama Republik Indonesia; karena itu
dengan daerah mana saja di wilayah Republik Indonesia pendidikan yang dilaksanakan pondok pesantren Yamisa akan
memiliki pola dan jangkauan yang sama.
e. Tujuan pendidikan akhir yang ingin dicapai lembaga
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya
yang
mampu mandiri. Tujuan inilah yang mendorong pondok pe santren mencoba meningkatkan pendidikan keterampilan di
samping pendidikan kepesantrenan dan ilmu pengetahuan
umum, dengan harapan lulusan pendidikan di pondok pesantren Yamisa menjadi manusia taqwa, berilmu dan mampu hi
dup mandiri melalui keterampilan yang pernah
dipelajari-nya. (Ditjen Binbaga Islam 1982 : 2).
Pendidikan Luar Sekolah yang dilakukan berupa
penga-jian - pengapenga-jian, langsung diawasioleh Ketua Seksi Kepesantrenan, sedangkan kegiatan serta situasi di da lam pondok sepanjang hari dibantu oleh para santri se
nior dan lurah pondok. Kegiatan operasional pengajian
sorogan di mesjid diasuh oleh para santri yang sudah
duduk di kelas empat ke atas, sedangkan kegiatan
penga-jian bandungan dibina oleh Kyai atau Wakil Ajengan.
Kyai, Wakil Ajengan (WA), para Asatidz, para santri de
ngan segala kegiatan yang terjadi di pesantren sepan
jang hari, di samping lokasinya sebagai tempat kegiat
-an. Situasi sosial yang menjadi sasaran penelitianhanya-lah disebut lengkap, apabila mengandung tiga unsur, yaitu
tempat, pelaku dan kegiatannya (Nasution, 1988 : 43).Unsur-unsur tersebut memegang peranan penting di
dalam proses terjadinya interaksi sosial, hingga
dapat
memberikan jawaban terhadap pertanyaan - pertanyaan yang
diajukan, misalnya : (1) tentang sebab - sebab yang me
landasi bentuk-bentuk pondok pesantren tradisional
yang
mempertahankan lokasinya di pedesaan; (2) tentang bentuk lembaga Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah serta bebera
pa perubahannya, yang mungkin akan terjadi di masa
mendatang; (3) tentang nilai - nilai luhur yang ingin di
capai oleh semua bentuk pondok pesantren, baik tradisional maupun pesantren yang sudah mengalami
perubahanperubahan seperlunya sesuai dengan perkembangan pengeta
-huan dan tehnologi; (4) dan sebagainya.
C INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data adalah pelaku peneliti an sendiri. Sedangkan pelaksanaan penelitiannya dilakukan melalui beberapa cara, yaitu observasi, wawancara, studi
dokumentasi dan studi literatur.
Observasi adalah salah satu cara yang biasa dilakukan untuk memperoleh sejumlah data serta informasi
melalui pandangan dan pendengaran tentang keadaan
yang
sebenarnya. Pengumpulannya dilakukan dengan cara yang
wajar, artinya tidak melalui usaha yang disengaja untuk
mempengaruhi atau mengatur dan memaksanya agar mau menerima kehendak si pelaku penelitian. Observasi dia-rahkan kepada sasaran sebagai berikut : (a) sikap
dan
perilaku para santri; (b) kegiatan Kyai, Wakil
Ajengan
dan para Asatidz sepanjang hari; (c) tempat tinggal para
santri (kobong) yang disediakan di pondok; (d) peralat-an dperalat-an kelengkapperalat-an lainnya yperalat-ang selalu digunakperalat-an dalam
kegiatan; (e) tempat yang digunakan untuk pengajian
so-rogan dan bandungan (weton); (f) waktu dan situasi
pada
saat pengajian dilaksanakan; (g) posisi pengajian besertametode yang dipakai untuk menyampaikan materi; (h)
jenis-jenis keterampilan lainnya di samping pengajian yang di
laksanakan para santri; dan Iain-lain.
2. Wawancara atau Intervlew
Penelitian dengan bantuan observasi tentu saja masih kurang, karena terdapat beberapa hal yang tidak terungkapkan melalui observasi, misalnya perasaan sedih
seseorang yang tidak nampak pada perubahan air muka.
Untuk mengatsi masalah semacam ini,,makaidipandang perlu,
Segala sesuatu yang tidak nampak serta tersembunyi hanya dapat dikorek melalui wawancara. Dengan wawancara
diharapkan dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan
responden. Selanjutnya, data yang diperoleh dengan wawan
cara menghasilkan data verbal dan non verbal. Data verbal dimanifestasikan melalui mulut dengan bahasa yang dapat
dipahami; sedangkan data non verbal dapat dimanifestasi
-kan dalam gera-kan - gera-kan badan, tangan, kepala atau perubahan wajah seperti sedih, gembira, marah dan pera
saan kecewa. Karena itu, wawancara merupakan salah satu
cara yang sangat ampuh dalam mengungkapkan kenyataan hi
dup tentang apa yang sedang dipikirkan, atau dirasakan
seseorang.
Mengungkapkan masalah dengan bantuan wawancara,
antara lain ditujukan kepada :
a. Para Santri
Beberapa pertanyaan yang diajukan kepada para
santri untuk memperoleh jawaban tentang nilai - nilai luhur yang ingin dicapai mereka; kesulitan - kesulitan yang dialami selama menuntut ilmu serta jalan ke luar
untuk mengatasinya; dan interaksi di antara mereka.
t>. Kyai dan para Asatidz
Pertanyaan yang diajukan kepada para Kyai dan para Asatidz adalah untuk memperoleh penjelasan dari mereka
dan alasan mendirikan dua jenis lembaga pendidikan, yaitu
Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah; nilai - nilai luhur yang diharapkan; faktor-faktor yang menjadi ciri khas
dari kedua bentuk lembaga tersebut; sejauh mana program pendidikan dapat dilaksanakan menurut kemampuan yang ada; integrasi pondok pesantren di tengah - tengah kehidupan masyarakat; dan sebagainya.
c Tokoh masyarakat dan aparat Pemerintah
Beberapa orang tokoh masyarakat diminta untuk memberikan sekedar pendapat tentang cara merealisasikan
nilai-nilai luhur yang telah diperoleh di pondok pesan
-tren; sejauh mana bantuan masyarakat yang dapat disum
-bangkan untuk kelancaran proses pengajian; demikian pula keuntungan dan mafaat yang dapat dirasakan masyarakat se-hubungan dengan letak pondok pesantren tidak jauh dari
tempat tinggal mereka.
3. Studi Dokumentasi
Metode yang digunakan untuk mencari data-data dan
informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang
dite-liti. Sumbernya antara lain diperoleh dari catatan,
transkript, surat kabar, majalah, notulen rapat,
selebar-an, surat-surat, arsip pengumuman dan sebagainya.
Metode dokumentasi tidak banyak mengalami kesulit
an, karena sumber informasi dan data yang berbentuk doku
berubah isinya, sehingga tidak perlu banyak
melakukan
pengecekan ualang atau triangulasi (Nasution 1989 : 26)
yaitu untuk memperoleh informasi dari beberapa
pihak
dengan maksud memverifikasi atau mengkonformasi,
agar
hasil penelitian dapat dipercaya.Penelitian melalui studi dokumentasi dapat
mengum-pulkan sejumlah data. Data -data tersebut di antaranya:
jumlah para asatidz, jumlah para santri pada pondok
pe
santren, lokasi pusat pesantren di seluruh wilayah pulau
Jawa, nama dan potensi pondok pesantren,
perhitungan
IPs, IPk, IPp untuk pendidikan sekolah, struktur program
kurikulum, contoh-contoh format, penentuan indeks
presta-si, struktur organisasi operasional, beban belajar siswa
per minggu, peringatan - peringatan siswa dan lain -lain
sebagainya.
4- Studi Literatur
Metode ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
sebagai dasar dalam melaksanakan tugas di lapangan. Pe
ngetahuan dasar ini, seluruhnya diarahkan untuk kepen
-tingan penelitian. Di antara literatur tersebut
diutama-kan yang berkaitan dengan (a) Pendididiutama-kan Luar
Sekolah;
(b) teori-teori penelitian; (c) Tipologo Pondok Pesantren
(d) Penyelenggaraan Latihan Kerja Santri; (e) Kode
Etik
D- PROSEDUR PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI
1. Persiapan
Lokasi dan pondok pesantren yang akan dijadikan
tempat penelitian terlebih dahulu ditetapkan.
Selanjut
nya, pengumpulan data dilaksanakan tahap demi tahap.
Adapun persiapan sebelum pelaksanaan terjun ke
lapang
an tentunya didahului oleh penyelesaian surat - surat perijinan, agar terhindar dari berbagai macam kesulitan yang mungkin terjadi setelah memasuki tempat
peneliti-an.
Seperti kita ketahui, bahwa pondok pesantren pada
hakekatnya merupakan suatu gambaran situasi sosial, ka
rena peristiwa yang terjadi sepanjang hari didominasioleh proses interaksi antara Kyai, para Asatidz dan para
santri. Dengan demikian penelitian yang dilakukan ter
hadap situasi di pondok pesantren sama artinya
dengan
penelitian terhadap situasi sosial. Sedangkan pengerti
an situasi sosial itu sendiri hanya dapat terjadi apabila
dilengkapi tiga unsur (Nasution 1989 : 43).
Pertama unsur TEMPAT, yaitu tempat di mana Kyai,
para Asatidz dan para santri melakukan serangkaian kegi
atan dan interaksi. Kedua, unsur PELAKU, yaitu
orang-orangnya yang akan melakukan sesuatu pada tempat terten-tu. Ketiga, unsur KEGIATAN, yaitu segala aktivitas serta
tempat tertentu.
Untuk memasuki ketiga unsur tersebut, yang meru pakan suatu kesatuan situasi sosial, dan tidak dapat
di-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, maka perlu
dilakukan persiapan - persiapan yang berkenaan
dengan
ketentuan-ketentuannya, hingga mampu membantu dalam
kelancaran jalannya penelitian. Persiapan yang dimaksud
adalah untuk : (a) mengadakan hubungan formal dan infor-mal terhadap beberapa tokoh masyarakat sebelum terjun ke
lapangan; (b) mengusahakan surat perijinan dari instansi yang berwenang, agar pelaksanaan penelitian mendapatres-tu, bantuan atau petunjuk-petunjuk yang diperlukan;
(,c)
pelaksanaan penelitian, agar dapat mengumpulkan informasi
dan data sebanyak mungkin; (d) mengolah dan menganali
-sis data yang diperoleh dari hasil penelitian; (e) membu
at surat laporan, hingga akhirnya selesai menjadi sebuah
tesis.
Pelaksanaan kegiatan penelitian tidak dapat dila kukan secara langsung terjun ke lapangan, namun diawali
dengan hubungan formal atau informal terhadap para tokoh
di masyarakat. Beberapa tokoh yang berada di sekitar pon
dok pesantren Yamisa sempat diajak berdialog, antara lain
(1) Ketua RT kampung Cidalima, yang pekerjaan
sehari-harinya mengajar di SD. Beliau telah memberikan beberapa
informasi mengenai sikap masyarakat terhadap pondok
pe
tenaga kasar saja. Sedangkan bantuan berupa materi sa ngat minim, sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat se
-kitar pondok pesantren, tidak dapat berbuat banyak; (2)
Ketua RW, yang pekerjaan sehariharinya adalah wiraswas
-ta. Beliau memberikan penjelasan tentang sikap dan simpa-ti masyarakat di wilayahnya terhadap pondok pesantren.
Beberapa tokoh masyarakat dapat memberikan bantuan tenaga
sebagai pengajar (ustadz), yang dapat dimanfaatkan kepada para santri sebagai guru ngaji. Beliau mengemukakan pula,bahwa masyarakatnya yang bertempat tinggal di sekitar pe
santren tidak dapat berbuat banyak mengenai bantuan yang
berupa materi. Hal tersebut dikarenakan situasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya masih belum memungkin
-kan, sehingga rehabilitasi pisik pondok pesantren sangat
terkatung-katung penyelesaiannya. Demikian pula
kelompen-capir yang telah masuk rencana untuk dilaksanakan di desaSukawening (Yamisa II) tidak dapat berjalan dengan lancar
dikarenakan terbentur biaya. Beberapa unit kegiatan ter
-paksa ditutup sementara sambil menunggu perkembangan sa-rananya, misalnya keterampilan menjahit, merajut dan be berapa unit keterampilan lainnya; (3) Penjelasan Sekretaris pondok pesantren Yamisa, yang pekerjaan seharihari -nya sebagai penilik pada Pendidikan Agama Islam Kecamatanbidang - bidang pertanian, peternakan dan perikanan .
Sedangkan jenis keterampilan lainnya, seperti
menjahit,
merajut, perbengkelan terpaksa ditangguhkan. Hal tersebut
antara lain disebabkan terbenturnya pengadaan biaya untuk
bahan dasar dan ongkos pemeliharaan yang semakin
memerlukan konsentrasi khusus. Demikian pula mengenai para pern
-bimbingnya hanya menggunakan tenaga para santri
senior,
yang telah mendapat bimbingan terlebih dahulu. Dengan ke-adaan semacam ini, maka tenaga pembimbing selalu keko-songan, karena pada saat mereka telah selesai menuntut
ilmu di pondok pesantren, lalu pulang ke kampung
halamannya. Jadi kontinuitas tenaga pembimbing selalu terhenti
henti. Beliau sempat pula menggambarkan mengenai struk
tur/jenjang wewenang yang dilakukan para Sesepuh di pon
-dok pesantren secara tradisional. Jenjang wewenang terse
but diawali dari Sesepuh (Pembimbing Umum) yang dilaksa
-nakan oleh Kyai; jabatan Wakil Ajengan (WA) dilaksa-nakan oleh santri yang paling senior serta biasanya setelah melalui suatu pengalaman yang disebut NGALANTUNG
sebagai
salah satu syaratnya; kemudian mudir, yang tugasnya se bagai pengawas untuk beberapa pondok; dan Kapil atau Lu-rah, yang tugasnya mengawasi hanya untuk satu pondok
sa-ja. Skema wewenang tersebut digambarkan sebagaimana
ter-lihat pada halaman berikut.
Para santri yang tinggal dalam satu pondok
yang
P a r a s a n t r i
Gb. 1
Sedangkan para santri yang tinggal di pondok yang ber
beda, akan diawasi oleh Kapil yang berbeda. Dalam me
laksanakan tugasnya, para Kapil itu diawasi oleh
seo-rang Mudir. Demikianlah seterusnya, hingga pengawasan
yang tertinggi berada pada Kyai yang dibantu oleh Wa
kil Ajengan (WA); (4) Tokoh masyarakat lainnya di So
reang sempat pula memberikan informasi yang bersifat umum yang antara lain mengemukakan tentang kondisi ekonomi ma
syarakat, animo para remaja untuk menjadi santri dan ke
-hidupan yang lebih di masa mendatang. Beliau menambahkan,
bahwa tidak sedikit anggota masyarakat yang mendambakan
anaknya menjadi manusia pintar serta berakhlaq tinggi, yang kemudian berguna bagi dirinya, bangsanya dan
aga-manya.
Pada penelitian pendahuluan, beberapa personal kantor Departemen Agama telah dapat memberikan bantuan
pula. Misalnya, Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren, pa
da Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Barat, yang dalam pertemuannya telah memberikan bebera
pa informasi yang bermanfaat bagi kelanjutan peneliti an tentang kepesantrenan. Di samping itu pula
sejum-lah leteratur yang ada sangkut pautnya dengan peneliti
an di lapangan telah diserahkan untuk dipergunakan sebagai bahan bacaan. Sedangkan, Kepala Seksi
Bandung, telah memberikan penjelasan tentang kepesan
trenan secara global. Beliau sempat memberikan gambar
an beberapa pondok pesantren yang telah
melengkapi
lembaga pendidikannya dengan bentuk Pendidikan Sekolah
di samping bentuk Pendidikan Luar Sekolah. Misalnya,
se-lain membuka pengajian sorogan atau bandungan
(weton)
secara tradisional, juga dibuka pula Madrasah Tsanawi
-yah dan Madrasah Ali-yah, bahkan Sekolah Menengah
Umum
Tingkat Pertama serta Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas.
Semua informasi ini dijadikan dasar untuk langkahlang
-kah penelitian seterusnya. (Wawancara tgl. 17 Maret 1989).
Selanjutnya, setelah informasi masuk baik secara
formal maupun informal, maka langkah berikutmya
menyele-saikan surat - surat perijinan untuk memasuki lapangan.
Surat tersebut diajukan kepada Direktur Program
Pasca
Sarjana (FPS) melalui kantor tata usaha, yang akan dite
-ruskan kepada Rektor IKIP Bandung. Surat permohonan per
ij inan ini ditujukan kepada : (1) Kantor Sospol Propinsi
Jawa Barat. Karena penelitian akan dilakukan di Kabupa
pengantar dari kantor Departemen Agama Kabupaten Bnadung.
Pada akhirnya, barulah surat pengantar yang diperoleh da
ri kantor Departemen Agama Kabupaten Bandung dibawa
dan
diserahkan ke kantor lembaga pendidikan di tempat peneli
tian akan dilaksanakan. Jadi secara ringkas, surat
peri-jinan ini dapat diperoleh dari kantor Kecamatan setempat
dan dari kantor Departemen Agama Kabupaten, dengan
penga-juan permohonan melalui kantor di mana yang bersangkutan
berasal.
2. Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data banyak diperoleh dari
responden secara perorangan atau dari sekelompok kecil
responden saja. Pengumpulan data tersebut baru dianggap
selesai, apabila sudah merasa puas atau responden sen
diri nampak kecapaian dan jemu; atau bila responden
kurang pandai mengemukakan pendapat serta sudah keha
-bisan bahan pembicaraan.
Wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 Juli 1989
adalah wawancara yang pertama kali dilaksanakan dengan
Sesepuh pondok pesantren Yamisa. Beliau memberikan pen
jelasan dengan menggunakan bahsa daerah (bahasa Sunda )
sebagai bahasa pengantarnya, yang kadang-kadang
diselang-seling dengan bahasa Arab.
disampaikan bersifat umum. Sejarah tentang berdirinya
pondok pesantren; tujuan pendidikan yang ingin dicapai
secara garis besarnya; pengembangan fisik yang dapat di laksanakan lembaga. Sedangkan penjelasan yang berkaitan
dengan hadits dan firman Allah dikemukakan dalam dua ba
hasa, yaitu bahsa Arab dan bahsa lain, misalnya untuk
memperkuat nilai - nilai luhur yang ingin dicapai melalui pendidikannya dikemukakan : "Budi pekerti yang tinggi"
merupakan akhlak alkarimah sebagaimana telah dijelaskan -nya dalam hadits Nabi yang berbunyi "Innamaa bu'itstu
li-utammimaa makaarimal akhlaaq", yang artinya "Sesungguh -nya daku diutus untuk menyempurnakan akhlaq". Demikian pula sewaktu mengatakan, bahwa pondok pesantren merupa
-kan warisan para Wali untuk memelihara dan mengembang kan agama Islam, karena agama Islam menurut keterangan
adalah agama yang paling sempurna. Dikemukakannya dalam firman Allah yang berbunyi : "Alyauma akmaltu lakum diinakum waatmamtu 'alaikum ni'matii waradhiitu lakumul is -laama diina", yang artinya :"Pada hari ini telah
Kusem-purnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepada-mu ni'matKu dan Aku telah menyukai Islam itu menjadi aga
mamu". (Al Maidah : 3).
Sejumlah data dan informasi yang berhasil dikum -pulkan dari pembicaraan tersebut, segera dikelompokkan
dan menganalisisnya. Demikianlah setiap kali melakukan
observasi atau wawancara, seluruh catatan informasi
atau data yang diperoleh, setelah tiba di rumah segera
dilakukan pengelompokan.
Wawancara berikutnya dilakukan dengan Ketua II
sela ku Seksi Kesehatan, yang merangkap pula sebagai Ke tua Seksi Dakwah. Sehubungan beliau salah seorang yang
termasuk sangat sibuk dengan pelbagai jenis kegiatan, se
perti pengajar pada SLP dan SLA, juga sebagai anggota DPR tingkat kabupaten, di samping beliau sebagai seorang ak
-tivis di pondok pesantren Yamisa. Karena kesibukan inilah
bagi peneliti merupakan suatu kendala dalam keberhasilan,
yang direncanakan untuk melakukan pertemuan dan wawanca
-ra. Rencana terpaksa dirubah dan diisinya dengan kegiatan
lain yang tidak termasuk dalam kegiatan hari itu.
Pertemuan serta wawancara yang paling sering di laksanakan, walaupun responden sendiri tidak lepas dari kesibukan pribadinya, hanyalah dengan Ketua Seksi Ke pesantrenan. Sebenarnya beliau merangkap pula sebagai
kepala Madrasah Aliyah Yamisa Soreang. Bersama beliaulah wawancara dilaksanakan untuk mengumpulkan data serta
informasi yang lebih bebas dan terbuka. Melalui beliau banyak data dan informasi yang diperoleh dalam wawan cara untuk seterusnya diolah dan dianalisa.
memelihara atau mengembangkan pondok pesantren, baik
pengurusan yang berkenaan dengan pendidikan formal di
sekolah, maupun yang berkaitan dengan pendidikan luar
sekolah di pondok pesantren adalah Ketua Seksi Kurikulum
Madrasah Aliyah. Beliau banyak mengetahui tentang
seluk-beluk dan sejarah pondok pesantren sejak awal hingga
sekarang.
B eberapa dokumen penting mengenai Madrasah Aliyah
berada pada tanggung jawabnya. Semua materi yang sedang berlangsung dikuasainya. Dengan penguasaan sejumlah data
dan informasi tersebut, penelitian dapat dilakukan lebih
mantap dan faktual, sehingga permasalahan yang ingin
diteliti dapat dikorek, dan dilacak secara radikal.
Tidak kurang pentingnya pengumpulan data dan in
formasi yang diperoleh dari beberapa orang santri mukim. Mereka pun dapat memberikan penjelasan tentang tujuan me-nuntut ilmu di pondok pesantren, pengalaman tinggal di
pondok, cara mengatasi kesulitan, cara berkomunikasi an
-tara para santri. Mereka banyak dituntut untuk dapat bel ajar sendiri, berpikir sendiri, mengurus sendiri, dan
me-nyesuaikan diri sendiri dengan lingkungan di mana ia
berada. Dengan kata lain, mereka dituntut untuk
dapat
hidup mandiri, belajar menjadi insan dewasa, yang tidak
selalu menggantungkan diri pada orang lain. Dari pen-jelasannya dikemukakan pula, bahwa mereka dibiasakan undengan etika dan materi yang diprogramkan; dibiasakan pu
la hidup sederhana dan selalu mengabdikan diri
terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Penelitian yang dilaksanakan terhadap kegiatan di
pondok pesantren,terutama pada waktu para santri
sedang
melakukan berbagai jenis kegiatan, misalnya
pelaksanaan
pengajian sorogan dan bandungan (weton), shalat berjamaah
di mesjid. Tidak berarti, bahwa mencatat itu pun berhenti
selama para santri tidak melakukan kegiatan apa-apa. Ke
giatan pencatatan diteruskan sesuai dengan tujuan
yang
ingin dicapai.
3- Pengelolaan dan Analisa Data
Data-data yang terkumpul, baik yang bersifat ver
bal maupun non verbal, yang diperoleh melalui observasi,
wawancara, studi dokumenter ataupun studi literatur di
lakukan pengolahan. Pengolahan tersebut diawali dengan
pemeriksaan berkas, catatan, dokumen dan isi kaset yang
diperoleh pada wawancara tersebut di atas. Semua hasil
wawancara yang telah diperiksa, lalu dipilih dan dipisah
Pisahkan untuk dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan,
lalu digabungkan dengan hasil pengelompokan lain
yang
telah dikerjakan sebelumnya. Sekali lagi dokumen serta
catatan-catatan lainnya diamati dan diteliti ulang, lalu
diberi tanda atau kode tertentu menurut jenisnya tadi,
Seluruh catatan hasil observasi maupun hasil wa
wancara yang sejenis dan telah diberi kode itu dikum -pulkan dijadikan satu, sehingga hanya terdapat beberapa berkas, yang setiap stop map hanya berisi satu jenis
kegiatan.
Setelah pengorganisasian dan pengolahan sejumlah
data dan informasi hasil pengumpulan di lapangan, lalu
dilanjutkan dengan penganalisaannya, sehingga akhirnya dapat menghasilkan suatu gambaran hasil penelitian yang
mampu memberikan jawaban serta memecahkan masalah yang
... dan adakanlah musyawarah dengan mereka dalam beberapa urusan, dan
bila engkau telah mempunyai
keputus-an ykeputus-ang tetap, percayakkeputus-anlah dirimu
kepada Tuhan, sesungguhnya Tuhan
itu menyukai orang-orang yang
mem-percayakan dirinya kepadaNya. (Q.S.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A* PENGERTIAN DASAR PONDOK PESANTREN SERTA
KOMPONEN-KOMPONENNYA
1. Pengertian Dasar Pondok Pesantren
Hasil wawancara dengan Ketua Seksi Kepesantrenan
tanggal 28 Juli 1989 di ruang kerjanya telah menjelaskan atas pertanyaan yang diajukan tentang pengertian pondok
pesantren. Beliau menunjukkan beberapa sumber yang men
jelaskan arti PONDOK PESANTREN. Sumber-sumber tersebut
antara lain (a) Informasi dari Kantor Wilayah Departe
-men Agama Propinsi Jawa Barat; (b) Ramus Muhamad Zain ;
(c) Edaran Ditjen Bimbaga Islam 1982 : 1 ; (d)
Media
Pembinaan Depag 197 6 : 3 dan (e) Penjelasan dari Habib
Chirzin dalam literaturnya 1982 : 82.
Dari beberapa sumber yang dikemukakan tersebut
beliau memberikan suatu kesimpulan, bahwa
pengertian
pondok pesantren mempunyai ciri yang sama, yaitu meru
pakan suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Is
lam yang diberikan secara non klasikal oleh seorang (le
bih) Kyai kepada para santri tentang kitab-kitab
yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar. Pon
dok sebagai tempat tinggal para santrinya dan
mesjid
sebagai pusat lembaganya. Dengan kata lain
pengertian
™
PES™
^
^>
P-aidikan islam
_y
dilaksanakan dengan sistem asrama dengan Kyai yang
me-n3ajarkan agama kepada para santrinya. Mesjid sebagai
pusat lembaganya. Ilihnf ,*«,«• •i"»- liinat definisi PLS, h. 14).
2- ^^^^ESSSILjLjSom^^
Kesimpulan yang dikemukakan tersebut. beliau
le-bxh Jauh menguraikan tentang pengertian komponen serta
segala sesuatunya yang terkandung di dalamnya. Sebutan
Pondok pesantren hanya akan terjadi. apabila di dalam
nya terdapat komponen-komponen berikut =(a) Pondok;(b,
Kyai; (C) Para santri- i*\ r,
santri, (d) Pengajaran kitab-kitab
kla-sxk dan (e) Mesjid. Penjelasan tiap-tian v
j =a" xiap-tiap komponen tersebut diuraikan sebagai berikuta i DeriKut. (Mp 5-IX-1982 : 24)./M» =
a. Pondok
Pondok merupakan suatu asrama pendidikan
Iulm
tradisional. yaitu tempat tinggal dan belajar bersama
bagr para santri di bawah asuhan dan pengawasan
Kyainya Pada pesantren yang besar. para santrinya berda
-tangan dari tempat sekitar pesantren. bahkan dari
tem-Pat yang Jauh dari pesantren. Sering terjadi pada pe
santren. bahwa Jumlah para santri yang menghuni pondok
tidak setaba„g dengan luas kamar (kobong, pada po„dok
Vang tersedia. yaitu luas kobong sekitar sembilan meter
Persegi dihuni oleh belasan santri. Karena
itulah
-ka beberapa orang santri terpaksa harus tidur di
serambi mesjid ketika malam hari tiba. Sedangkan
para
santri yang datang dari sekitar pesantren biasanya ha
nya datang ke pesantren pada waktu pengajian di mesjid
akan dilaksanakan.b. Kyai
Kyai merupakan sentral yang harus dihormati dan
disegani oleh para santri dan masyarakat sekitarnya. Me
reka sering menganggap, bahwa menghormati Kyai sama
artimya dengan menghormati ilmu, karena Guru/Kyai merupa
-kan washilah (perantara) dalam memperoleh ilmu.
Ketua
Seksi Kepesantrenan mengutip ucapan seorang ulama, bah
wa barang siapa di antara para santri melukai hati
gu-runya, maka keberkahan dan keberhasilan ilmu bagi diri
nya tertutup dan hanya akan memperoleh manfaat sedikit
saja dari ilmu yang dikajinya.
Perkembangan pendidikan di pondok pesantren ba
nyak bergantung kepada Kyainya. Kyai sering merupakan
pendiri dari pesantrennya, maka sewajarnya apabila
per-tumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung
pula
pada kemampuan para Kyainya. Dengan demikian kedudukan
yang dipegang oleh seorang Kyai adalah kedudukan ganda,
yaitu di samping beliau sebagai pengasuh dan sekali gus
pemilik pula sebagai pemilik pesantren yang dipimpin
-nya.
Santri dalam bahasa Parsia diartikan dengan
mu-«d, yaiu orang yang menuntut atau mencari. dalam hal
«r kebenaran. Menurut tradisi pesantren. para santri
dibagi dalam dua kelompok, yaitu ,1, Santri Hukim.
San-trr yang berasal dari daerah yang Jauh dan menetap di
Pesantren dinamakan SANTRI MUK1M. Maksud para santri
mu-*™
di pesantren. dikarenakan ada beberapa tujuan. yang
-tara lain (a, mereka i„gin mempelajari kitab - kitab
*» yang membahas i.laB secara lebih mendalam; ,b, me
reka ingin memperoleh pengalaman kehidupan
pesantren-<=) -reka ingin mengkonsentrasikan dirinya
terhadap
"udi di pesantren. tanpa disibukkan oleh kewajiban
se-fcari-hari di rumah. (2) santri Kalong. Para santri yang
-rasal dari tempat sekitar pondok pesantren. yang
bia-sanya tidak menetap di kompleks pesantren yang
disedia-*an. dikelompokkan kepada Jenis sANTRl k^. Mereka
-ngikuti pengajian hanya pada malam dan pagi hari. Bi.
-nga mereka datang ke tempat pengajian menjelang
sha-iat maghrib tiba. serta pulang lagi ke rUmah„ya
masing--x-9 setelah selesai pengajian sorogan pagi hari.
Be-91tulah setiap hari bolak-balik dari rumahnya ke pondok
Pesantren dan dari pesantren ke rumahnya. TujUa„ ya„g
M91n di°aPainya - ~
—ntren. misalnya (a)
me-n9uasai ilmu agama dan mampu melahirkan insan-insan
mu-tafagguh fiddien; (b, menghayati dan mengamalkan ajaran
untuk berbakti serta mengabdi kepada Allah swt-
(o)
™ampu menghidupkan sunnah Hasul dan menyebarkan
ajaran-aiarannya secara kaffah; (d, berakhlag luhur, berfikir
^trs. berjiwa dinamis. hidup sederhana. tahan uJi
-rjama.ah. beribadat. tawadlu. kasih sayang terhadap
sesama. mahabbah dan khoshoh serta tawakkal pula kepada
Allah swt.
d- ^^^J^rajLJSitab-ki^ab^jo^sik
Kitab-kitab yang diajarkan di pondok pesantren
^longkan ke dalam delapan kelompok. yaitu ,1, nahwu.
<syntax); dan sharaf (marfologi,; (2) flgh; (3)
^
-» -ika; (8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan
-laghah. Kemudian sistem penyampaian pengajaran kepa
da para santri dilakukan melalui sistem SOKOGAN
-dual) dan sistem BANDUNGAN (wetQn)
^^
^^ ^
rah (Sunda, sebagai bahasa pengantarnya.
e. Mesj id
Mesjid merupakan unsur yanayang tidak dipisahkan da-t,a*v *• •
«
Pengertian pondok pesantren. serta dianggap
seba-9" SUatU t6mPat '"»
»"°>
—t untuk mendidik para
-ntri. terutama dalam melakukan praktika seperti sha
telah menjadi pusat pendidikan Islam, bahkan di manapun
Kaum Muslimin berada. mereka selalu menggunakan mesjid
sebagai tempat pertemuan. pusat pendidikan.
aktivitas
administrasi dan kultural. Bahkan hingga sekarang.
urn-mat menganggap mesjid adalah Pumah Tuhan (Baitullah) ,
dan orang yang datang ke mesjid merupakan tamu Allah.
Berhubungan dengan tempat kegiatan tersebut. Allah te
lah menerangkan dalam al Quran yang artinya =»„a„yalah
yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah itu. ialah
orang-orang yang bertaan kepada Allah dan Hari Kemudian, ser
ta tetap mendirikan shalat. menunaikan zakat dan tidak
takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
mere-kalah orang yang diharapkan teonasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk".B-
****
BELAKANG VANG MELANnaST ^NTUK LEMRana BMmT
DIKAN PONDOK «.--, —rISI0HAL nT pm^,„„ „PERTAHANKAN
Pondok Pesantren Yamisa sebagai lembaga Pendidik
an Luar sekolah yang memelihara dan mempertahankan
ke-tradisiannya dilatar belakangi oleh improvement of so
cial.economic and political standing.
Motivasi yang melatar belakangi tersebut di atas dapat
dikatagorikan dal™ dua kelompok, yaitu faktor kebutuh
1-
!SmS!m22-Z^^
Banyak orang tua dari seorang anak yang merasa
keberatan bila ditinggal anaknya pergi Jauh untuk
menca-ri ilmu atau maksud lain di tempat baru. Hal ini terja
di disebabkan antara lain, karena mereka tidak terbiasa
untuk hidup terpencar; atau karena tenaga mereka masih
banyak diperlukan dalam membantu perekonomian orang
tua-nya di desa. Menurut ramalan mereka. tanpa bantuan dari
putera-puterinya. kelangsungan hidup mereka cenderung
-njadi kurang lancar. Banyak petani di desa dengan
bi-aya untuk hidup pas-pasan. artinya income hanya akan cu
kup untuk konsumsi saja. (physiological need).
tidak members,., para Rfl1nn „^_.
Pondok pesantren tradisional tidak banyak menun
tut persyaratan. baik terhadap calon santrinya maupun
kepada para calon asatidznya. siapa saja. kapan saja
atau berapa lama saja mereka menuntut ilmu. boleh dan
terbuka seluas-luasnya.
Masyarakat di pedesaan pun telah memiliki
tradi-sr dan budaya. Karena itu. mereka bermaksud untuk mem
pertahankan dan memelihara tradisi serta budaya mereka
yang sudah lama dikenal dan diyaki„inya. Bahkan mereka
yang diwariskan para Wali terdahulu. Masyarakt mengang
gap, bahwa pondok pesantren tradisional adalah penerus
dalam menyebar luaskan tradisi dan bvdaya melalui para
Ulama. (improvement of social and political standing).
4* Sikap kepatuhan terhadap agama
Kehidupan beragama di pedesaan cukup mantap dan
stabil, sehingga segala aktivitas yang terjadi
tidak
luput dari sikap dan perilaku yang dikaitkan dengan
tradisi keagamaan. Mereka menganggap, bahwa agama se
bagai dasar dari berbagai variasi kehidupan.
5*
Menca^
da" menyampaikan i1mu merupakan
m„+„
kewajiban
Masyarakat menyadari, bahwa mencari ilmu itu
wa-jib sifatnya. Bahkan harus dilakukan sepanjang hayat,
artinya melaksanakan kewajiban ini sejak dari
ayunan
ibunya hingga ke liang lahat. Demikian juga sebaliknya
para asatidz menyampaikan ilmu dilakukan sukarela,
tan-pa tan-pamrih. Mereka hanya mengharap ridla dan tan-pahala dari
Allah swt semata-mata. Penyampaian ilmu Allah adalah
wa-jib, walaupun hanya satu ayat saja.
6* Pondok pesantren mendidik budi pekerti dan akh
-lag yang luhur
Masih banyak masyarakat yang beranggapan, bahwa
menguasai kitab kuning dengan huruf gundulnya
memi
(Ditjen Binbaga Islam 1983 :22) diajarkan berbagai bu
di pekerti dan akhlaq yang benar di samping pengajaran
yang pokok yaitu syariat dan ibadat. Pondok
pesantren
tradisional membimbing para santrinya, agar menjadi ma
nusia berkualitas, insan berbudi dan beriman,
mengha-yati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan
tekun
semata-mata untuk berbakti dan mengabdi kepada Allah.
1' Tradisi kehidupan di masyarakat
Dinamika kehidupan di masyarakat pedesaan belum
nampak jelas,karena mereka lebih sukar dipengaruhi
hal-hal yang baru dari pada masyarakat kota. Banyak di an
tara anggota masyarakat yang tidak senang dengan
masuk-nya budaya asing yang bertentangan dengan tradisi
lama-nya. Misalnya budaya Barat dapat mempengaruhi
aqidah
serta sikap dan perilaku anak-anak mereka yang sudah la
ma dibinanya. Setelah memasyarakat di kalangan remaja,
seperti mabuk-mabukan, maka pada akhirnya menjadi suatu
masalah bagi semua pihak.
8* Kebernasilan dakwah para Mubaligh dalam menqaiak
ummat untuk selalu berbuat baik.
Para mubaligh selalu mengajak kepada masyarakat
untuk berbuat baik. Perbuatan baik ini meliputi kehidup
hanya untuk memenuhi kebutuhan sekarang, tetapi
juga
untuk memenuhi kebutuhan di akhir nanti setelah
kita
kembali kepada Tuhan. Karena itu perlu adanya ilmu yang
mengajarkan tentang keseimbangan hidup.
9- Pengaruh lingkungan.
Faktor lingkungan turut serta pula member! warna
terhadap hasil pendidikan. Berhasil tidaknya mencari il
mu, cepat atau lambatnya tujuan dapat dicapai, serta ba
nyak sedikitnya kendala yang menggagalkan suatu usaha,
lingkungan sekitarnya dapat membantu dalam
kelancaran
proses atau sebaliknya yaitu menghambat proses, sehing
ga timbul kelambatan dan kegagalan usaha.
10' Pr°SeS Belajar Menqaiar dj pondok pesan^n
Perlu dikemukakan tradisi yang menjadi ciri pada
pondok pesantren tradisional, antara lain mengenai wak
tu belajar; metode pengajian; posisi pengajian
serta
jenis-jenis pengajian.
a) Waktu belaiar.
Pelaksanaan pengajian di pondok pesantren hampir
sepanjang hari, yaitu mulai pukul 05.15 sampai
dengan
pukul 21.00. istirahat dilakukan antara tiga hingga li
ma kali yang lamanya 20, menit sampai 9 jam. Jadwal pe
ngajian dapat dilihat pada halaman 48-49. Istirahat
lain seperti masak, mencuci pakaian, menghapal dan
lain-lainnya.
b) Metode pengajian.
Pada bab IV (h 49) dikemukakan bahwa jenis pe
ngajian dibagi dalam tiga macam, yaitu sorogan, bandung
an (weton) dan pengajian umum. Metode yang digunakan un
tuk jenis sorogan adalah ceramah, yang ditujukan kepada
perorangan (individual). Pada jenis pengajian ini, para
santri aktif mengikuti apa yang dijelaskan ustadz, dan
hanya menerima apa adanya. Pada pengajian bandungan se
ring digunakan dua jenis metode, yaitu metode
ceramah
dan metode diskusi atau tanya jawab. Sedangakan
pada
pengajian umum biasa digunakan metode ceramah,
jamaah
mendengarkan (pasif) dan Ajengan atau Wakil Ajengan ak
tif menyampaikan materi pengajian.
c) Posisi pengajian.
Pengajian dilakukan di mesjid dengan membentuk
kelompok masing-masing, yang jumlah setiap kelompoknya
antara lima sampai sepuluh orang santri dan diajari se
orang ustadz. Mereka duduk bersila di atas tikar dengan
kitab kuning (Ditjen Binbaga Islam 1983 :22) dihadap
-annya untuk dipelajari. Seorang demi seorang
secara
bergantian menunjukkan batas kitabnya masing-masing ke
materi santrinya, namun ustadz wajib menguasai seluruh
yang ada pada kitab tersebut, sebab setiap santri memi
liki batas materi yang berbeda.
Dalam suasana hiruk pikuk, mereka duduk
dengan
posisi (1, membentuk suatu lingkaran, sehingga ustadz
-nya berada di tengah-tengah para santri-nya; (2) memben
tuk setengah lingkaran dengan ustadznya agak kepinggir.
Posisi ini dilakukan pada pengajian sorogan. Pada jenis
pengajian bandungan sering dilakukan posisi
bentuk U
atau posisi bentuk shap, karena biasanya jamaah penga
-jian jumlahnya lebih banyak. Apalagi pada saat pengaji
an umum yang jumlahnya lebih banyak lagi, hingga sering
melimpah ruah. Karena itu untuk jenis pengajian
yang
terakhir ini diperlukan ruangan yang sangat luas,dengan
Posisi yang lebih tepat adalah bentuk U ganda atau ben
tuk berlapis. Lebih jelasnya, posisi-posisi tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut :
Posisi pada nengajian soro^n
(1) Berrtuklingkaran-2—i^ii (a)t * \ tt~+-Ustadz duduk di* * „ te
ngah dan dikelilingi
para santrinya.
(b) Ustadz berputar ke
ka-nan untuk mengajar
pa-Gb. 3
Posisi pengajian ra santri berikutnya.
berpindah tempat untuk saling
mendahului.
(2) Bentuk setengah lingkaran.
^
(a) Ustadz duduk/jongkok di depan
santrinya.
(b) Ustadz berputar ke kanan un
tuk mengajar santri berikut -nya.
Gb. 4
Posisi pengajian bentuk
setengah lingkaran
Posisi pada pengajian bandungan. .
(1) Bentuk U. (a) Kyai atau Wakil Ajengan
ber-diri di depan para jamaah se perti Guru yang sedang menga
jar di kelas.
Gb. 5
Posisi pengajian
bentuk U
(2) Bentuk shap.
o
Gb. 6
Posisi pengajian
bentuk shap
(b) Para santri duduk dengan se
gala perlengkapannya, yaitu kitab serta peralatan lainnya
(a) Kyai/Wakil Ajengan berdiri di
depan, dengan mimbar atau ti
dak.
(b) Para santri duduk bershap
Posisi pada pengajian umum,
(!) Bentuk U ganda/berlapis. (a) Kyai/Wakil Ajengan
berdiri di depan
mim-bar.
(b) Para jamaah duduk melingkar beberapa ba
-ris/lapis, tergantung
pada jumlah hadirin.
(a) Kyai/Wakil Ajengan
berdiri di depan
mim-bar.
(b) Para jamaah duduk
ber-deret ke samping. Apa
bila jumlahnya
melim-pah, maka dibuat shap
berlapis.
o
•
-i J
-I
Gb. 7
Posisi pengajian bentuk U ( ganda )
(2) Bentuk shap berlapis
Gb. 8
Posisi pengajian bentuk shap berlapis
d) Jenis-ienis pengajian di pondok pe^ntr.n
Pengajian di pondok pesantren dibagi dalam tiga
jenis, yaitu pengajian sorogan, bandungan dan pengajian
umum. sorogan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (1)
suara santri kedengaran hiruk pikuk; (2) suara Ustadzdiberikan kepada setiap santri pun berbeda tergantung
pada kecerdasan santri itu sendiri; (6) tidak dilakukan diskusi atau tanya jawab; (7) para santri pasif, mene -rima apa adanya; (8) setiap santri mengkonsentrasikan
pikirannya masing-masing.
Pada pengajian bandungan, para santri hanya ter
dapat satu kelompok saja yang dipimpin oleh Kyai lang
-sung atau Wakil Ajengan yang sudah mendapat kepercayaan
tersendiri.
Ciri-ciri pengajian ini antara lain (1)
diberikan secara klasikal; (2) untuk kelas yang
ting
kat pengetahuannya sama, diberikan materi yang sama;(3)
situasi pengajian biasanya hidmat; (4) biasanya menggu
nakan metode ceramah yang dilanjutkan dengan metode
diskusi atau tanya jawab; (5) pengajarnya, biasanya Wa
kil Ajengan atau langsung Kyai; (6) jamaahnya cukup ba
nyak serta memiliki ilmu agama yang setaraf; dan sete -rusnya, lihat pada tabel berikut di halaman sebelah.
Sedangkan pengajian umum mempunyai ciri-ciri an
jamaah sifatnya pasif; (7) bahasa yang digunakan adalah
bahasa yang dapat dimengerti oleh umum, yaitu bahasa da
erah (Sunda); dan seterusnya. Untuk bahan perbandingan,
dapat dilihat pada lajur sebagai berikut :
a. Perbedaan pengajian sorogan dengan bandungan
Pengajian Sorogan
!
Pengajian Bandungan
1. Diberikan secara indivi-! Diberikan secara klasikal.
dual. ,
2. Tiap individu materinya !Untuk kelas yang sama
dibe-berbeda. • rikan materi yang sama.i Hv,n m =.
3. Situasi pengajian terde-! Situasi hening, serius dan
ngar hiruk pikuk. , penuh konsentrasi.
4. Tidak diberi kesempatan ! Diawali dengan metode
cera-bertanya atau diskusi. !mah, dilanjutkan tanya
ja-I wab atau diskusi.
5. Pengajarnya para Ustadz ! Pengajarnya langsung Kyai/
atau Ustadzah. , Wakil Ajengan<
6. Setiap Ustadz hanya me- !Peserta pengajian cukup
ba-ngajar sejumlah kecil ! nyak jumlahnya.
para santri. i
7. Batas materi setiap san! Batas materi yang diberi
8. Para santri biasanya pa! Para santri samasama ak
-Sif . I 4. • C
. tirnya dengan guru.
9. Materi yang dibahas ter-i Materi yang dibahas lebih
batas- ! luas.
10. Posisi pengajian bentuk !Posisi bentuk U atau ber
-lingkaran atau setengah ! shap.
lingkaran. i
11. Para santri melakukan
!Sering dilakukan halaqah ,
persiapan masing-masing.! dan persiapan bersama.
b. Perbedaan pengajian bandungan denge
fan pengajianumum
Pengajian Bandungan
. Pengajian Umum
1. Jemaah cukup banyak.
,Jemaan lebih banyak lag.
2. Pesertanya para santri !Pesertanya campuran.
senior.
2. Metode yang digunakan : ,Metode y