• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATAR BELARANG BERKEMBANGNYA FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN YAMISA SOREANG KABUPATEN BANDUNG DALAM PROSES MEMBENTUK KEMANDIRIAN PARA SANTRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LATAR BELARANG BERKEMBANGNYA FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN YAMISA SOREANG KABUPATEN BANDUNG DALAM PROSES MEMBENTUK KEMANDIRIAN PARA SANTRI."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN YAMISA SOREANG KABUPATEN BANDUNG DALAM PROSES MEMBENTUK KEMANDIRIAN

PARA SANTRI

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung untuk memenuhi sebagian syarat

Program Pasca Sarjana

Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh

Mamat Abdurachman No. Pokok : 755/C/XIX-ll

FAKULTAS PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G

(2)

/

^

PROF. DR. ACHMAD SANUSI Pembimbing I

Pembimbing II

R. RUSLI LUTHAN Pembimbing III

FAKULTAS PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G

(3)

Halaman

KATA PENGANTAR ±

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

BAB I PENDAHULUAN ]_

A. Latar Belakang i

B. Alasan Penelitian di Pondok Pesantren .. 3

C. Rumusan Masalah 6

D. Tujuan Penelitian 8

E. Kegunaan Hasil Penelitian 9

BAB II RUANG LINGKUP PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 13

A. Asal-usul dan Definisi Pendidikan Luar

Sekolah ( PLS ) 13

B. Konsep dan Program Pendidikan Luar Seko

lah ( PLS ) 15

C. Konsep Pendidikan Seumur Hidup 18

D. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Tra-disional memiliki ciri-ciri Pendidikan

Luar Sekolah ( PLS ) 20

BAB III PROSEDUR PENELITIAN 22

A. Metode Penelitian 22

B. Wilayah Penelitian 24

C. Instrumen Pengumpulan Data 28 D. Prosedur Pengumpulan Data dan Informasi 33

BAB IV PERKEMBANGAN FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN PON

DOK PESANTREN YAMISA SOREANG 47

A. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lem

baga Pendidikan Pondok Pesantren Tradi

-sional di Pedesaan dipertahankan 47 B. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan Pondok Pe

santren berkembang -51

(4)

didikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah 52 D. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba

ga Pendidikan Pondok Pesantren 55

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 62

A. Pengertian Dasar Pondok Pesantren serta

Kom-ponen-komponennya 52

1. Pengertian Dasar Pondok Pesantren 62 2. Komponen-komponen Pondok Pesantren 63 B. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lemba

ga Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional

di Pedesaan dipertahankan 67

C. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan di Pondok Pe

santren berkembang Q1

D. Motivasi terjadinya Alih Fungsi Lembaga Pen didikan Pondok Pesantren Tradisional (

Non-formal ) kepada bentuk Pendidikan Sekolah 93

E. Perbedaan-perbedaan yang nampak antara pen didikan di Pondok Pesantren Tradisional de

ngan Pendidikan Sekolah 95

F. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba

ga Pendidikan Pondok Pesantren 100

1. Fungsi Ilmu 10Q

2. Macam-macam Nilai Luhur 102

3. Pasca Pesantren 113

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

121

A. Kesimpulan

121

B- Saran - saran 131

DAFTAR KEPUSTAKAAN ..

138

LAMPIRAN - LAMPIRAN ...

143

(5)
[image:5.595.72.481.101.605.2]

Halaman

Gambar 1 Skema Wewenang Pondok Pesantren 37

Gambar 2 Posisi Pengajian di Mesjid 49 Gambar 3 Posisi Pengajian Bentuk Lingkaran 73

Gambar 4 Posisi Pengajian Bentuk Setengah

Lingkar-an 74

Gambar 5 Posisi Pengaj ian Bentuk U 74 Gambar 6 Posisi Pengaj ian Bentuk Shap 74 Gambar 7 Posisi Pengajian Bentuk U Ganda 75

Gambar 8 Posisi Pengajian Bentuk Shap Berlapis .. 75 Gambar 9 Geneologi Sosial Keturunan Kyai Sihah ..

Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang,.. i2n

(6)
[image:6.595.156.441.281.567.2]

Halaman

Tabel 1 Daftar Rekapitulasi Pondok Pesantren se In

donesia Tahun 1982 89

Tabel 2 Nama dan Data Potensi Pondok Pesantren se -luruh Indonesia Tahun 1984 - 1985 90

(7)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Akhir-akhir ini, banyak pondok pesantren yang

mengubah lembaga pendidikannya dari Pendidikan Luar Se

kolah menjadi Pendidikan Sekolah. Pendidikan Luar Se

kolah sebenarnya merupakan ciri yang sudah lama dike -nal masyarakat dari jenis pendidikan di pondok pesan -tren tradisional. Ciri tersebut yang terkandung dalam tradisi pendidikannya antara lain meliputi : (1) Tidak

adanya ketentuan usia harus sama; (2) Lulusan pondok

pesantren tidak memperoleh ijazah, tetapi memiliki

ke-terampilan yang dimanifestasikan dalam sikap dan peri-laku; (3) Pengajaran tidak berjenjang secara ketat; (4)

Kurikulum disusun sendiri, yang didasarkan sepenuhnya

kepada nilai-nilai agama; (5) Lama pendidikan dilakukan

tidak mengenal batas waktu; (6) Lembaga pendidikan di

laksanakan oleh swasta; (7) Melibatkan partisipasi

su-karela dan partime; (8) Penghematan sumber dengan

me-manfaatkan fasilitas dan tenaga yang ada; (9) Tidak di lakukan ujian masuk secara selektif; (10) Seleksi

us-tadz berdasarkan kemampuan, bukan ijazah yang dimi

-likinya; (11) Ketiadaan sentralitas, struktur hierarkhi

(8)

di pedesaan, bahkan jauh dari pengaruh-pengaruh kota.

Mereka belum bersedia mengintegrasikan pengetahuan umum

ke dalam kurikulumnya, dalam arti masih tetap memperta -hankan tradisi yang sudah lama dikenalnya. Metode pe-nyampaian pelajaran banyak digunakan melalui sorogan dan pengajian bandungan atau weton. Para santri yang datang dari tempat jauh diperbolehkan untuk bermukim (menetap) di pondok, sedangkan para santri yang datang dari tempat

sekitar pondok pesantren hanya datang pada waktu - waktu pengajian dilaksanakan. Para santri tersebut

berturut-turut disebut SANTRI MUKIM dan SANTRI KALONG. Kehidupan

di pondok pesantren sering dibiasakan dalam keadaan yang

sangat sederhana, masak sendiri, tidur dalam beberapa

orang dalam satu kamar yang sempit dan Iain-lain.

Karena itu, tidak kurang sarjana yang melukiskan

kehidupan santri di pondok pesantren dengan nada supaya

segera dilakukan peninjauan dan perbaikan seperlunya da

lam hal-hal tertentu.

Para sarjana tersebut antara lain : Van den Berg,

Hurgronye, I.J. Brugmans, J.F.G. Brumund, Harthoorn,

K.F. Creutzberg, dan J. Hardeman menggambarkan

dengan

isi serta tekanan yang sama mengenai pondok

pesantren,

yaitu bahwa pondok pesantren itu mempunyai bangunan yang

sederhana dan terletak dalam lingkungan pesantren itu
(9)

hadap Kyai di pesantrennya; para santri mempelajari

ki-tab-kitab Islam klasik sebagai pelajaran dasar; kehidup

an di pesantren cukup diliputi kesusahan dan

keprihatin-an, ke tidak teraturkeprihatin-an,ke tidak bersihan dan kesehatan

yang terlantar.

B. ALASAN PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN

Sebagaimana gambaran yang telah dikemukakan para

sarjana tersebut, seperti keadaan bangunan dengan segala

kesederhanaannya; para santri dengan segala sikap

dan

perilakunya; materi pelajaran dengan semua sumber kitab

klasiknya; serta pemeliharaan kesehatan dengan

segala

kekurangannya cukup menghimbau jajaran lembaga pendidik

an pondok pesantren khususnya dan menggugah ummat Muslim

pada umumnya.

Karena itu deskripsi tentang kondisi fisik dan

non fisik yang dikemukakan itu, sudah sanggup mengundang

spontanitas para pengelola pendidikan

agar secepatnya

meninjau kembali lembaganya. Kesimpulan yang diperoleh

serta revaluasinya, terlepas dari benar atau

tidaknya

suatu permasalahan, pengelola menganggap perlu

adanya

usaha-usaha perbaikan, penyempurnaan atau perubahan dan sistem pendidikan yang lebih sempurna.

Berkaitan dengan masalah tersebut, berikut ini

(10)

hidupan di suatu lembaga pendidikan pondok pesantren

sebagaimana diuraikan para sarjana di atas; (2) Selaku ummat Muslim, merasa terpanggil untuk turut serta bersa-ma-sama bertanggung jawab atas lajunya lembaga pendidik

an pondok pesantren; (3) Mencari jawaban atas pertanyaan yang sering ditemukan para masyarakat tentang pondok pe santren, misalnya mengapa masyarakat di pedesaan masih

tetap memelihara dan mempertahankan sistem pendidikan di

pondok pesantren tradisional; dan sebaliknya mengapa di kota-kota atau di pusat keramaian banyak pondok

pesantrenyang menyempurnakan atau merubah sistem pendidikan

-nya; (4) dan seterusnya.

Selanjutnya, salah satu pondok pesantren yang dapat memenuhi tujuan penelitian adalah PONDOK PESAN

-TREN YAMISA Soreang. Adapun alasan terpilihnya pondok

pesantren tersebut, antara lain : (1) Para santrinya datang dari berbagai pelosok daerah Soreang; (2) Letak pondok pesantren berada di antara kota dan desa; (3)

Jarak pondok pesantren dengan pusat informasi tidak

terlalu jauh; (4) Pondok pesantren itu sendiri telah

memiliki dua bentuk lembaga pendidikan, yaitu Pendidikan

Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah.

Demikian pula, kehidupan pada saat ini sudah

(11)

ma-tentang harga diri, sudah tahu kedudukan di mana harus berada dan mengerti pula apa yang harus ia

bicarakan.Ke-majuan ini nampaknya telah seirama dengan

perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa Indonesia telah menjadi warga negara yang kritis serta dinamis.

Kenyata-an ini nampak dengKenyata-an adKenyata-anya (1) makin luasnya jKenyata-angkauKenyata-an

hidup masyarakat; (2) berubahnya pola berfikir

mereka;

(3) cara bertindak; (4) gaya berbicara; (5) bahkan sam-pai pada cara penampilan dalam berpakaian. Dinamika ke

hidupan yang dimanifestasikan pada sikap dan perilakunya

seperti ini, memaksa sistem pendidikan pondok pesantren

yang sudah baku dan sudah lama dikenalnya harus dilaku

-kan penyempurnaan atau perubahan seperlunya. Dengan cara

demikian, diharapkan stabilitas status pesantren sebagai

lembaga pendidikan akan senantiasa mampu memimpin masya

rakat di shap paling depan serta lembaga ini tetap

di-anggap sebagai pusat ilmu dan pendidikan.

Masyarakat awam di pedesaan sering kebingungan

dengan banyak ragamnya pendidikan yang diberikan pondok

pesantren, terutama variasi hasil pendidikan yang dima nifestasikan pada masyarakat. Pada hal, bila mereka

me-ngetahui, walaupun banyak lembaga pendidikan serta

ber-aneka ragam pula bidang studinya yang diberikan, namun

pada dasarnya sistem pendidikan yang dilaksanakan

(12)

yang telah mengganti dan merombak seluruh sistem pendi dikan tradisionalnya, lalu beralih fungsi dari bentuk Pendidikan Luar Sekolah ke bentuk Pendidikan Sekolah. Se-butan pondok pesantren berubah menjadi madrasah atau se kolah, misalnya Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madra -sah Aliyah atau SD, SMP dan SMA.

2. Bentuk luar sekolah, yaitu pondok pesantren yang

melaksanakan sistem pendidikannya dengan cara

tradisi-nya yang lama (lihat thesis ini halaman 1).

3. Pendidikan bentuk gabungan, yaitu pondok pesan

-tren yang telah menggabungkan lembaga pendidikannya anta

ra bentuk luar sekolah dengan bentuk sekolah. Di samping

mempertahankan sistem tradisionalnya yang baik, juga

di-lengkapi dengan beberapa ketentuan yang diatur oleh De

partemen Agama atau Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia. Karena adanya integrasi ini,

maka

pada pondok pesantren timbul istilah baru untuk

tujuan

yang ingin dicapai, yaitu MENGINTELEKKAN ULAMA DAN

MENG-ULAMAKAN INTELEK.

C. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas, nampak rumusan masalah se

bagai berikut :

(13)

banyak membantu mencerdaskan bangsa, menghasilkan ula ma dan pemimpin-pemimpin masyarakat, menyebarkan dan mengembangkan agama Islam. Akhir-akhir ini, banyak pon

dok pesantren yang mengembangkan dirinya dengan

me-nyempurnakan atau melengkapi sistem pendidikannya, di samping pendidikan kepesantrenan dalam bentuk tradisio

nal, juga melaksanakan pendidikan dalam bentuk formal seperti sekolah-sekolah umum dan madrasah. Perubahan ini

terutama banyak terjadi pada pondok pesantren yang

ber-lokasi di pusat=pusat kota. Sebaliknya, pondok

pesan

tren yang berada di pedesaan masih tetap berusaha un tuk mempertahankan fungsi tradisi lamanya dalam bentuk Pendidikan Luar Sekolah Rumusan masalah tersebut bila

dituangkan dalam bentuk pertanyaan berbunyi

sebagai

berikut :

1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pondok pesan

tren di pedesaan masih banyak yang mempertahankan fung

si pendidikan tradisionalnya dalam bentuk pendidikan di

luar persekolahan ?

2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan perubahan pon

dok pesantren, terutama pondok pesantren yang berada di

pusat kota cenderung mengintegrasikan dirinya di antara Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah dalam ben

(14)

di, sehingga nampak adanya beberapa perbedaan antara

lembaga pendidikan pondok pesantren tradisional dengan

lembaga pendidikan persekolahan.

4. Nilai-nilai luhur apa yang ingin dicapai oleh

lembaga pendidikan pondok pesantren, baik melalui pen didikan di pondok pesantren tradisional, maupun pendi -dikan di pondok pesantren yang sudah mengalami banyak

perubahan ?

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian yang dilaksanakan selama enam

bulan di lapangan antara lain untuk mencari :

a. latar belakang yang melandasi bentuk lembaga pen

didikan pondok pesantren di pedesaan, yang masih tetap

mempertahankan fungsi tradisi pendidikannya dalam ben

tuk pendidikan di luar persekolahan.

b. sebab-sebab yang melandasi pengembangan bentuk

lembaga pendidikan di pondok pesantren, sehingga bentuk

lembaga cenderung berubah dari lembaga Pendidikan Luar

(15)

ditimbulkan oleh adanya kecenderungan pengembangan fung

si lembaga Pendidikan Luar Sekolah dengan lembaga Pendi

dikan Sekolah.

d. nilai-nilai luhur yang ingin dicapai oleh lembaga

pendidikan pondok pesantren, baik pondok pesantren tra

disional, maupun pondok pesantren yang sudah mengalami

pengembangan atau perubahan.

E. KEGUNAAN HASIL PENELITIAN

!• Informasi dalam Pendidikan

Hasil penelitian, yang berupa informasi atau data

dari lapangan dapat memberikan sumbangan untuk keleng

-kapan dan perbaikan dalam pendidikan, misalnya informasi

yang diterima dari pondok pesantren Yamisa tentang (1) proses belajar mengajar mengalami hambatan, dikarenakan

sarana dan prasarana masih harus dilengkapi; (2) pengem

bangan bidang studi tertentu belum dapat dilaksanakan

sesuai program, disebabkan para pakar yang diperlukan masih harus diusahakan pengadaannya; dan setervsnya.

(16)

Hanya dengan melalui penelitian yang seksama dan

cermat, lembaga yang terkait dapat memprediksi

lebih

positif langkahlangkah yang perlu diambil untuk menca

-pai suatu kesempurnaan pendidikan. Kelengkapan data dan

informasi dapat mendukung pembuatan keputusan pendidikan

yang tepat.

3- Studi pendidikan di masyarakat

Tujuan Pendidikan Nasional ialah meningkatkan

ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, kete

-rampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat

kepriba-dian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah

air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan

Yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama- sama

bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Karena itu, manusia akan menjadi insan yang berkualitas

setelah melalui pendidikan. Selanjutnya pendidikan

itu

sendiri tidak mungkin diterapkan tanpa adanya sekumpulan

masyarakat yang akan menerimanya. Dengan kata lain

an

tara pendidikan dan masyarakat tak dapat dipisahkan ,

ibarat air dengan ikannya. Hanya yang menjadi persoalan

adalah pendidikan mana, yang akan diambil lebih

dulu.

Apakah Pendidikan Luar Sekolah seperti pendidikan yang

dilaksanakan di pondok pesantren dan kursus-kursus; atau

pendidikan bentuk

sekolah seperti yang dilaksanakan

(17)

Dari hasil penelitian, diperoleh data dan infor

-masi tentang pelaksanaan kedua jenis pendidikan tersebut

yaitu di satu pihak Pendidikan Sekolah yang dilaksanakan

pada

madrasah dan sekolah-sekolah umum; di lain pihak

Pendidikan Luar Sekolah berjalan pula dalam bentuk

penga-jian. Jadi,Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah dilakukan

masyarakat bersama-sama sejak awal hingga akhir hayat .

Sedangkan perbedaan yang berkaitan dengan pelak

-sanaan kedua bentuk pendidikan tersebut serta-

jenis-jenis pengajian akan diuraikan lebih Ianjut pada

Bab

(18)

Barangsiapa menghendaki kesejahteraan dunia harus ditempuh dengan ilmu. Ba

rangsiapa menghendaki kebahagiaan di

akhirat harus ditempuh dengan ilmu.

Dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka harus ditempuh dengan ilmu pula.

(19)
(20)

A. METODE PENELITIAN

PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan

kua-litatif dengan menggunakan tehnik partisipasi aktif.

Mak-sud penggunaan metode tersebut. agar dapat menggambarkan

hasil penelitian secara terurai melalui integrasi dan

in-tlmasi dengan Kyai. Wakil Ajengan. para Asatidz dan para

santri pondok pesantren. Dengan integrasi dan inttaasi da

pat mengamati semua kegiatan interaksi yang terjadi sepan

jang nari di pondok pesantren. atau di luar sekitar pondok

pesantren. Di saving itu pula. penggunaan metode ini

di-karenakan tidak dilakukan nipotesa. melainkan didasarkan

atas jawaban dari beberapa pertanyaan penelitian yang

ber-orientasi kepada permasalahan yang sedang diteliti.

Jadi penelitian dengan partisipasi aktif ini,

men3-nasilkan deskripsi yang faktual. cermat, terinci mengenai

keadaan lapangan. kegiatan dan situasi sosial. auga kontek

a, mana kegiatan itu terdadi dapat diperoleh berkat adanya

Penelitian tersebut melalui penga^atan secara langsung (Ma.

sution. 1989 ,59). selanjutnya, penelltiM observasi ^^

t-iPasi dapat memberikan manfaat yang lebih jauh dan

men-dalam. sebagaimana dikemukakan oleh „.Q. Patton :(1, de

ngan berada di lapangan akan lebih mampu memahami konteks

*ata dala. keseluruhan situasi.

sehingga

diperoleh

(21)

pandangan yang holistik; (2) pengalamnan langsung

memung-kinkan dapat menggunakan pendekatan induksi yang tidak

di-pengaruhi oleh pandangan dan konsep-konsep

sebelumnya.

sehingga membuka kemungkinan melakukan penemuan; (3) da

pat melihat hal-hal yang kurang atau tidak dapat diamati

orang lain, khususnya orang yang berada dalam

llng.

kungan itu. karena dianggap sudah biasa dan karenanya

tidak terungkapkan dalm „a„ancara; ,4, dapat menemukan

hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan

oleh

responden dalam „a„ancara karena bersifat sensitif.

da-Pat merugikan nama lembaganya; ,5) dapat pula menemukan

hal-hal yang berada di luar persepsi responden. sehingga

memperoleh sustu gambaran yang lebih komprehensif, (6)

di samping memperoleh pengamatan yang menghasilkan

pe

ngumpulan data yang kaya. juga memperoleh kesan - kesan

pribadi.

Dengan memperhatikan butir-butir tersebut di atas

n>aka hasil yang maks^al tentang data dan informasi

di

lapangan hanya diperoleh apabila semua kegiatan di la

pangan dapat dilakukan secara langsung dengan responden

-lalui integrasi dan int^asi. Kegiatan -kegiatan yang

^aksud antara lain meliputi shalat berjama'ah yang

li-- waktu. pengajianli--pengajian di mesjia dan sebagainya

sehingga nampak menyatu dalam berbagai aktivitas.

(22)

santri dalam mencapai tujuannya untuk keberhasilan pro

ses belajar mengajar di bidang pendidikan keagamaan di

-kemukakan berdasarkan data kualitatif. Karenanya, dapat

terungkapkan secara mendetail, mendalam serta kompre

-hensif, walaupun dalam beberapa

hal ada yang

kurang

memuaskan disebabkan adanya keterbatasan - keterbatasan

tertentu.

B. WILAYAH PENELITIAN

Sebelum sampai kepada wilayah dan subyek peneliti

an, terlebih dahulu dikemukakan informasi yang

dijadi-kan dasar pemilihan tempat penelitian, yaitu :

Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren Kantor wila

yah Departemen Agama Propinsi Jawa Barat, menginformasi

-kan di -kantornya pada tanggal 17 Maret 1990 tentang

jum-lah pondok pesantren yang ada di wilayahnya. Menurut

ca-tatan hasil sensus tahun 1982, di Jawa Barat sudah

ter-daftar 1.727 pondok pesantren dengan jumlah santrinya

meliputi 200.122 orang. Selanjutnya, dijelaskan

pula

bahwa pondok pesantren yang ada di bawah

wewenangnya

terdiri dari beberapa bentuk lembaga. Misalnya, pondok

pesantren tipe salafi, yaitu pondok pesantren yang mem

pertahankan sistem sorogah dan weton dengan

pengajaran

agama seratus persen; ada pula pondok pesantren tipe

khalafi, yaitu di pondok pesantren terdapat banyak lem

(23)

dan Aliyah, juga sekolah umum seperti SD, SMP dan SMA.

Informasi lain, yang diperoleh pada saat peneliti an pendahuluan dari seorang tokoh masyarakat, yaitu ketua

RT kampung Cidalima yang pekerjaan sehari-harinya sebagai

guru SD Soreang mengemukakan, bahwa pada pondok pesantren

Yamisa telah berdiri madrasah dan sekolah - sekolah umum.

Para santri dan siswanya berdatangan dari semua pelosok sekitar kecamatan Soreang. Pengajian umum, yang peserta

-nya heterogen diadakan seminggu sekali, sebulan sekali

dan setahun sekali. (Wawancaia Tgl. 18 Maret 1990).

Atas dasar informasi yang diterima, baik dari

Kanwil Depag Propinsi Jawa Barat Urusan Pondok Pesan

-tren, maupun informasi yang diperoleh dari beberapa tokoh masyarakat, maka PONDOK PESANTREN YAMISA Soreang Kabupa -ten Bandung diangkat untuk dijadikan tempat penelitian.

Adapun alasan terpilihnya pondok pesantren terse

-but dijadikan tempat penelitian, adalah atas

beberapa

pertimbangan, antara lain :

a. PARA SANTRINYA. Mereka berdatangan dari berbagai

pelosok sesuai dengan lokasi pondok pesantren yang

le-taknya di persimpangan empat, yaitu jurusan Bandung, Ci-widey, Banjaran dan Cililin. Karenanya, terjadi suatu integrasi dari bermacam-macam tingkat kehidupan, sosial
(24)

b. LETAK PONDOK PESANTREN. Karena letaknya ada di an tara kota dan desa, maka kehidupan dan kebiasaan para

santri di pondok pesantren pun terdiri dari dua jenis

kebiasaan. Di satu pihak kebiasaan yang dibawa para san tri yang berasal dari desa, dan di pihak lain adalah

kebiasaan yang dipengaruhi oleh tradisi kota.

Tugas

lembaga pendidikan pondok pesantren adalah

mengintegrasi-kan kedua budaya tersebut menjadi satu budaya, yaitu bu

daya pondok pesantren dengan segala tata cara kehidupan

-nya.

C JARAK PONDOK PESANTREN DARI PUSAT KOTA. Perbaikan,

serta pengembangan lembaga pendidikan tidak terlepas da

ri kebutuhan sarana di samping para ilmuwan sendiri se

bagai pembinanya. Kota merupakan sumber sarana

dan

prasarana, tempat berkumpulnya para pakar dan

sumber

informasi. Pondok Pesantren Yamisa tidak akan banyak

kesulitan dalam menghadapi berbagai masalah, sebab

pe-mecahan masalah bisa segera dilakukan melalui komunikasi

dengan semua sumber yang ada di kota. Jarak pondok pe

santren dengan kota tidak terlalu jauh, sehingga komuni

-kasi dapat dilakukan setiap saat.

d. PONDOK PESANTREN YAMISA TELAH MEMILIKI DUA

BEN

TUK LEMBAGA. Pertama, Pendidikan Luar Sekolah yang

me-laksanakan fungsinya melalui pengajian sorogan dan

(25)

diatur sendiri. Kedua, Pendidikan Sekolah berupa madrasah

dan sekolah umum. Sistem pendidikan dan kurikulum serta kegiatan proses belajar mengajarnya sudah mengikuti

ketentuan yang dirancang Departemen Pendidikan dan Kebuda

-•yaan atau Departemen Agama Republik Indonesia; karena itu

dengan daerah mana saja di wilayah Republik Indonesia pendidikan yang dilaksanakan pondok pesantren Yamisa akan

memiliki pola dan jangkauan yang sama.

e. Tujuan pendidikan akhir yang ingin dicapai lembaga

pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya

yang

mampu mandiri. Tujuan inilah yang mendorong pondok pe santren mencoba meningkatkan pendidikan keterampilan di

samping pendidikan kepesantrenan dan ilmu pengetahuan

umum, dengan harapan lulusan pendidikan di pondok pesan

tren Yamisa menjadi manusia taqwa, berilmu dan mampu hi

dup mandiri melalui keterampilan yang pernah

dipelajari-nya. (Ditjen Binbaga Islam 1982 : 2).

Pendidikan Luar Sekolah yang dilakukan berupa

penga-jian - pengapenga-jian, langsung diawasioleh Ketua Seksi Kepesantrenan, sedangkan kegiatan serta situasi di da lam pondok sepanjang hari dibantu oleh para santri se

nior dan lurah pondok. Kegiatan operasional pengajian

sorogan di mesjid diasuh oleh para santri yang sudah

duduk di kelas empat ke atas, sedangkan kegiatan

penga-jian bandungan dibina oleh Kyai atau Wakil Ajengan.

(26)

Kyai, Wakil Ajengan (WA), para Asatidz, para santri de

ngan segala kegiatan yang terjadi di pesantren sepan

jang hari, di samping lokasinya sebagai tempat kegiat

-an. Situasi sosial yang menjadi sasaran penelitian

hanya-lah disebut lengkap, apabila mengandung tiga unsur, yaitu

tempat, pelaku dan kegiatannya (Nasution, 1988 : 43).

Unsur-unsur tersebut memegang peranan penting di

dalam proses terjadinya interaksi sosial, hingga

dapat

memberikan jawaban terhadap pertanyaan - pertanyaan yang

diajukan, misalnya : (1) tentang sebab - sebab yang me

landasi bentuk-bentuk pondok pesantren tradisional

yang

mempertahankan lokasinya di pedesaan; (2) tentang bentuk lembaga Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah serta bebera

pa perubahannya, yang mungkin akan terjadi di masa

mendatang; (3) tentang nilai - nilai luhur yang ingin di

capai oleh semua bentuk pondok pesantren, baik tradisi

onal maupun pesantren yang sudah mengalami

perubahanperubahan seperlunya sesuai dengan perkembangan pengeta

-huan dan tehnologi; (4) dan sebagainya.

C INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Instrumen pengumpulan data adalah pelaku peneliti an sendiri. Sedangkan pelaksanaan penelitiannya dilakukan melalui beberapa cara, yaitu observasi, wawancara, studi

dokumentasi dan studi literatur.

(27)

Observasi adalah salah satu cara yang biasa dilakukan untuk memperoleh sejumlah data serta informasi

melalui pandangan dan pendengaran tentang keadaan

yang

sebenarnya. Pengumpulannya dilakukan dengan cara yang

wajar, artinya tidak melalui usaha yang disengaja untuk

mempengaruhi atau mengatur dan memaksanya agar mau menerima kehendak si pelaku penelitian. Observasi dia

-rahkan kepada sasaran sebagai berikut : (a) sikap

dan

perilaku para santri; (b) kegiatan Kyai, Wakil

Ajengan

dan para Asatidz sepanjang hari; (c) tempat tinggal para

santri (kobong) yang disediakan di pondok; (d) peralat-an dperalat-an kelengkapperalat-an lainnya yperalat-ang selalu digunakperalat-an dalam

kegiatan; (e) tempat yang digunakan untuk pengajian

so-rogan dan bandungan (weton); (f) waktu dan situasi

pada

saat pengajian dilaksanakan; (g) posisi pengajian beserta

metode yang dipakai untuk menyampaikan materi; (h)

jenis-jenis keterampilan lainnya di samping pengajian yang di

laksanakan para santri; dan Iain-lain.

2. Wawancara atau Intervlew

Penelitian dengan bantuan observasi tentu saja masih kurang, karena terdapat beberapa hal yang tidak terungkapkan melalui observasi, misalnya perasaan sedih

seseorang yang tidak nampak pada perubahan air muka.

Untuk mengatsi masalah semacam ini,,makaidipandang perlu,

(28)

Segala sesuatu yang tidak nampak serta tersembunyi hanya dapat dikorek melalui wawancara. Dengan wawancara

diharapkan dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan

responden. Selanjutnya, data yang diperoleh dengan wawan

cara menghasilkan data verbal dan non verbal. Data verbal dimanifestasikan melalui mulut dengan bahasa yang dapat

dipahami; sedangkan data non verbal dapat dimanifestasi

-kan dalam gera-kan - gera-kan badan, tangan, kepala atau perubahan wajah seperti sedih, gembira, marah dan pera

saan kecewa. Karena itu, wawancara merupakan salah satu

cara yang sangat ampuh dalam mengungkapkan kenyataan hi

dup tentang apa yang sedang dipikirkan, atau dirasakan

seseorang.

Mengungkapkan masalah dengan bantuan wawancara,

antara lain ditujukan kepada :

a. Para Santri

Beberapa pertanyaan yang diajukan kepada para

santri untuk memperoleh jawaban tentang nilai - nilai luhur yang ingin dicapai mereka; kesulitan - kesulitan yang dialami selama menuntut ilmu serta jalan ke luar

untuk mengatasinya; dan interaksi di antara mereka.

t>. Kyai dan para Asatidz

Pertanyaan yang diajukan kepada para Kyai dan para Asatidz adalah untuk memperoleh penjelasan dari mereka

(29)

dan alasan mendirikan dua jenis lembaga pendidikan, yaitu

Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah; nilai - nilai luhur yang diharapkan; faktor-faktor yang menjadi ciri khas

dari kedua bentuk lembaga tersebut; sejauh mana program pendidikan dapat dilaksanakan menurut kemampuan yang ada; integrasi pondok pesantren di tengah - tengah kehidupan masyarakat; dan sebagainya.

c Tokoh masyarakat dan aparat Pemerintah

Beberapa orang tokoh masyarakat diminta untuk memberikan sekedar pendapat tentang cara merealisasikan

nilai-nilai luhur yang telah diperoleh di pondok pesan

-tren; sejauh mana bantuan masyarakat yang dapat disum

-bangkan untuk kelancaran proses pengajian; demikian pula keuntungan dan mafaat yang dapat dirasakan masyarakat se-hubungan dengan letak pondok pesantren tidak jauh dari

tempat tinggal mereka.

3. Studi Dokumentasi

Metode yang digunakan untuk mencari data-data dan

informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang

dite-liti. Sumbernya antara lain diperoleh dari catatan,

transkript, surat kabar, majalah, notulen rapat,

selebar-an, surat-surat, arsip pengumuman dan sebagainya.

Metode dokumentasi tidak banyak mengalami kesulit

an, karena sumber informasi dan data yang berbentuk doku

(30)

berubah isinya, sehingga tidak perlu banyak

melakukan

pengecekan ualang atau triangulasi (Nasution 1989 : 26)

yaitu untuk memperoleh informasi dari beberapa

pihak

dengan maksud memverifikasi atau mengkonformasi,

agar

hasil penelitian dapat dipercaya.

Penelitian melalui studi dokumentasi dapat

mengum-pulkan sejumlah data. Data -data tersebut di antaranya:

jumlah para asatidz, jumlah para santri pada pondok

pe

santren, lokasi pusat pesantren di seluruh wilayah pulau

Jawa, nama dan potensi pondok pesantren,

perhitungan

IPs, IPk, IPp untuk pendidikan sekolah, struktur program

kurikulum, contoh-contoh format, penentuan indeks

presta-si, struktur organisasi operasional, beban belajar siswa

per minggu, peringatan - peringatan siswa dan lain -lain

sebagainya.

4- Studi Literatur

Metode ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan

sebagai dasar dalam melaksanakan tugas di lapangan. Pe

ngetahuan dasar ini, seluruhnya diarahkan untuk kepen

-tingan penelitian. Di antara literatur tersebut

diutama-kan yang berkaitan dengan (a) Pendididiutama-kan Luar

Sekolah;

(b) teori-teori penelitian; (c) Tipologo Pondok Pesantren

(d) Penyelenggaraan Latihan Kerja Santri; (e) Kode

Etik

(31)

D- PROSEDUR PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI

1. Persiapan

Lokasi dan pondok pesantren yang akan dijadikan

tempat penelitian terlebih dahulu ditetapkan.

Selanjut

nya, pengumpulan data dilaksanakan tahap demi tahap.

Adapun persiapan sebelum pelaksanaan terjun ke

lapang

an tentunya didahului oleh penyelesaian surat - surat perijinan, agar terhindar dari berbagai macam kesulitan yang mungkin terjadi setelah memasuki tempat

peneliti-an.

Seperti kita ketahui, bahwa pondok pesantren pada

hakekatnya merupakan suatu gambaran situasi sosial, ka

rena peristiwa yang terjadi sepanjang hari didominasi

oleh proses interaksi antara Kyai, para Asatidz dan para

santri. Dengan demikian penelitian yang dilakukan ter

hadap situasi di pondok pesantren sama artinya

dengan

penelitian terhadap situasi sosial. Sedangkan pengerti

an situasi sosial itu sendiri hanya dapat terjadi apabila

dilengkapi tiga unsur (Nasution 1989 : 43).

Pertama unsur TEMPAT, yaitu tempat di mana Kyai,

para Asatidz dan para santri melakukan serangkaian kegi

atan dan interaksi. Kedua, unsur PELAKU, yaitu

orang-orangnya yang akan melakukan sesuatu pada tempat terten-tu. Ketiga, unsur KEGIATAN, yaitu segala aktivitas serta

(32)

tempat tertentu.

Untuk memasuki ketiga unsur tersebut, yang meru pakan suatu kesatuan situasi sosial, dan tidak dapat

di-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, maka perlu

dilakukan persiapan - persiapan yang berkenaan

dengan

ketentuan-ketentuannya, hingga mampu membantu dalam

kelancaran jalannya penelitian. Persiapan yang dimaksud

adalah untuk : (a) mengadakan hubungan formal dan infor

-mal terhadap beberapa tokoh masyarakat sebelum terjun ke

lapangan; (b) mengusahakan surat perijinan dari instansi yang berwenang, agar pelaksanaan penelitian mendapat

res-tu, bantuan atau petunjuk-petunjuk yang diperlukan;

(,c)

pelaksanaan penelitian, agar dapat mengumpulkan informasi

dan data sebanyak mungkin; (d) mengolah dan menganali

-sis data yang diperoleh dari hasil penelitian; (e) membu

at surat laporan, hingga akhirnya selesai menjadi sebuah

tesis.

Pelaksanaan kegiatan penelitian tidak dapat dila kukan secara langsung terjun ke lapangan, namun diawali

dengan hubungan formal atau informal terhadap para tokoh

di masyarakat. Beberapa tokoh yang berada di sekitar pon

dok pesantren Yamisa sempat diajak berdialog, antara lain

(1) Ketua RT kampung Cidalima, yang pekerjaan

sehari-harinya mengajar di SD. Beliau telah memberikan beberapa

informasi mengenai sikap masyarakat terhadap pondok

pe

(33)

tenaga kasar saja. Sedangkan bantuan berupa materi sa ngat minim, sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat se

-kitar pondok pesantren, tidak dapat berbuat banyak; (2)

Ketua RW, yang pekerjaan sehariharinya adalah wiraswas

-ta. Beliau memberikan penjelasan tentang sikap dan simpa-ti masyarakat di wilayahnya terhadap pondok pesantren.

Beberapa tokoh masyarakat dapat memberikan bantuan tenaga

sebagai pengajar (ustadz), yang dapat dimanfaatkan kepada para santri sebagai guru ngaji. Beliau mengemukakan pula,

bahwa masyarakatnya yang bertempat tinggal di sekitar pe

santren tidak dapat berbuat banyak mengenai bantuan yang

berupa materi. Hal tersebut dikarenakan situasi dan kon

disi sosial ekonomi masyarakatnya masih belum memungkin

-kan, sehingga rehabilitasi pisik pondok pesantren sangat

terkatung-katung penyelesaiannya. Demikian pula

kelompen-capir yang telah masuk rencana untuk dilaksanakan di desa

Sukawening (Yamisa II) tidak dapat berjalan dengan lancar

dikarenakan terbentur biaya. Beberapa unit kegiatan ter

-paksa ditutup sementara sambil menunggu perkembangan sa-rananya, misalnya keterampilan menjahit, merajut dan be berapa unit keterampilan lainnya; (3) Penjelasan Sekretaris pondok pesantren Yamisa, yang pekerjaan seharihari -nya sebagai penilik pada Pendidikan Agama Islam Kecamatan
(34)

bidang - bidang pertanian, peternakan dan perikanan .

Sedangkan jenis keterampilan lainnya, seperti

menjahit,

merajut, perbengkelan terpaksa ditangguhkan. Hal tersebut

antara lain disebabkan terbenturnya pengadaan biaya untuk

bahan dasar dan ongkos pemeliharaan yang semakin

memerlukan konsentrasi khusus. Demikian pula mengenai para pern

-bimbingnya hanya menggunakan tenaga para santri

senior,

yang telah mendapat bimbingan terlebih dahulu. Dengan ke-adaan semacam ini, maka tenaga pembimbing selalu keko

-songan, karena pada saat mereka telah selesai menuntut

ilmu di pondok pesantren, lalu pulang ke kampung

halamannya. Jadi kontinuitas tenaga pembimbing selalu terhenti

henti. Beliau sempat pula menggambarkan mengenai struk

tur/jenjang wewenang yang dilakukan para Sesepuh di pon

-dok pesantren secara tradisional. Jenjang wewenang terse

but diawali dari Sesepuh (Pembimbing Umum) yang dilaksa

-nakan oleh Kyai; jabatan Wakil Ajengan (WA) dilaksa-nakan oleh santri yang paling senior serta biasanya setelah me

lalui suatu pengalaman yang disebut NGALANTUNG

sebagai

salah satu syaratnya; kemudian mudir, yang tugasnya se bagai pengawas untuk beberapa pondok; dan Kapil atau Lu-rah, yang tugasnya mengawasi hanya untuk satu pondok

sa-ja. Skema wewenang tersebut digambarkan sebagaimana

ter-lihat pada halaman berikut.

Para santri yang tinggal dalam satu pondok

yang

(35)

P a r a s a n t r i

Gb. 1

(36)

Sedangkan para santri yang tinggal di pondok yang ber

beda, akan diawasi oleh Kapil yang berbeda. Dalam me

laksanakan tugasnya, para Kapil itu diawasi oleh

seo-rang Mudir. Demikianlah seterusnya, hingga pengawasan

yang tertinggi berada pada Kyai yang dibantu oleh Wa

kil Ajengan (WA); (4) Tokoh masyarakat lainnya di So

reang sempat pula memberikan informasi yang bersifat umum yang antara lain mengemukakan tentang kondisi ekonomi ma

syarakat, animo para remaja untuk menjadi santri dan ke

-hidupan yang lebih di masa mendatang. Beliau menambahkan,

bahwa tidak sedikit anggota masyarakat yang mendambakan

anaknya menjadi manusia pintar serta berakhlaq tinggi, yang kemudian berguna bagi dirinya, bangsanya dan

aga-manya.

Pada penelitian pendahuluan, beberapa personal kantor Departemen Agama telah dapat memberikan bantuan

pula. Misalnya, Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren, pa

da Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Ba

rat, yang dalam pertemuannya telah memberikan bebera

pa informasi yang bermanfaat bagi kelanjutan peneliti an tentang kepesantrenan. Di samping itu pula

sejum-lah leteratur yang ada sangkut pautnya dengan peneliti

an di lapangan telah diserahkan untuk dipergunakan se

bagai bahan bacaan. Sedangkan, Kepala Seksi

(37)

Bandung, telah memberikan penjelasan tentang kepesan

trenan secara global. Beliau sempat memberikan gambar

an beberapa pondok pesantren yang telah

melengkapi

lembaga pendidikannya dengan bentuk Pendidikan Sekolah

di samping bentuk Pendidikan Luar Sekolah. Misalnya,

se-lain membuka pengajian sorogan atau bandungan

(weton)

secara tradisional, juga dibuka pula Madrasah Tsanawi

-yah dan Madrasah Ali-yah, bahkan Sekolah Menengah

Umum

Tingkat Pertama serta Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas.

Semua informasi ini dijadikan dasar untuk langkahlang

-kah penelitian seterusnya. (Wawancara tgl. 17 Maret 1989).

Selanjutnya, setelah informasi masuk baik secara

formal maupun informal, maka langkah berikutmya

menyele-saikan surat - surat perijinan untuk memasuki lapangan.

Surat tersebut diajukan kepada Direktur Program

Pasca

Sarjana (FPS) melalui kantor tata usaha, yang akan dite

-ruskan kepada Rektor IKIP Bandung. Surat permohonan per

ij inan ini ditujukan kepada : (1) Kantor Sospol Propinsi

Jawa Barat. Karena penelitian akan dilakukan di Kabupa

(38)

pengantar dari kantor Departemen Agama Kabupaten Bnadung.

Pada akhirnya, barulah surat pengantar yang diperoleh da

ri kantor Departemen Agama Kabupaten Bandung dibawa

dan

diserahkan ke kantor lembaga pendidikan di tempat peneli

tian akan dilaksanakan. Jadi secara ringkas, surat

peri-jinan ini dapat diperoleh dari kantor Kecamatan setempat

dan dari kantor Departemen Agama Kabupaten, dengan

penga-juan permohonan melalui kantor di mana yang bersangkutan

berasal.

2. Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data banyak diperoleh dari

responden secara perorangan atau dari sekelompok kecil

responden saja. Pengumpulan data tersebut baru dianggap

selesai, apabila sudah merasa puas atau responden sen

diri nampak kecapaian dan jemu; atau bila responden

kurang pandai mengemukakan pendapat serta sudah keha

-bisan bahan pembicaraan.

Wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 Juli 1989

adalah wawancara yang pertama kali dilaksanakan dengan

Sesepuh pondok pesantren Yamisa. Beliau memberikan pen

jelasan dengan menggunakan bahsa daerah (bahasa Sunda )

sebagai bahasa pengantarnya, yang kadang-kadang

diselang-seling dengan bahasa Arab.

(39)

disampaikan bersifat umum. Sejarah tentang berdirinya

pondok pesantren; tujuan pendidikan yang ingin dicapai

secara garis besarnya; pengembangan fisik yang dapat di laksanakan lembaga. Sedangkan penjelasan yang berkaitan

dengan hadits dan firman Allah dikemukakan dalam dua ba

hasa, yaitu bahsa Arab dan bahsa lain, misalnya untuk

memperkuat nilai - nilai luhur yang ingin dicapai melalui pendidikannya dikemukakan : "Budi pekerti yang tinggi"

merupakan akhlak alkarimah sebagaimana telah dijelaskan -nya dalam hadits Nabi yang berbunyi "Innamaa bu'itstu

li-utammimaa makaarimal akhlaaq", yang artinya "Sesungguh -nya daku diutus untuk menyempurnakan akhlaq". Demikian pula sewaktu mengatakan, bahwa pondok pesantren merupa

-kan warisan para Wali untuk memelihara dan mengembang kan agama Islam, karena agama Islam menurut keterangan

adalah agama yang paling sempurna. Dikemukakannya dalam firman Allah yang berbunyi : "Alyauma akmaltu lakum diinakum waatmamtu 'alaikum ni'matii waradhiitu lakumul is -laama diina", yang artinya :"Pada hari ini telah

Kusem-purnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan

kepada-mu ni'matKu dan Aku telah menyukai Islam itu menjadi aga

mamu". (Al Maidah : 3).

Sejumlah data dan informasi yang berhasil dikum -pulkan dari pembicaraan tersebut, segera dikelompokkan

(40)

dan menganalisisnya. Demikianlah setiap kali melakukan

observasi atau wawancara, seluruh catatan informasi

atau data yang diperoleh, setelah tiba di rumah segera

dilakukan pengelompokan.

Wawancara berikutnya dilakukan dengan Ketua II

sela ku Seksi Kesehatan, yang merangkap pula sebagai Ke tua Seksi Dakwah. Sehubungan beliau salah seorang yang

termasuk sangat sibuk dengan pelbagai jenis kegiatan, se

perti pengajar pada SLP dan SLA, juga sebagai anggota DPR tingkat kabupaten, di samping beliau sebagai seorang ak

-tivis di pondok pesantren Yamisa. Karena kesibukan inilah

bagi peneliti merupakan suatu kendala dalam keberhasilan,

yang direncanakan untuk melakukan pertemuan dan wawanca

-ra. Rencana terpaksa dirubah dan diisinya dengan kegiatan

lain yang tidak termasuk dalam kegiatan hari itu.

Pertemuan serta wawancara yang paling sering di laksanakan, walaupun responden sendiri tidak lepas dari kesibukan pribadinya, hanyalah dengan Ketua Seksi Ke pesantrenan. Sebenarnya beliau merangkap pula sebagai

kepala Madrasah Aliyah Yamisa Soreang. Bersama beliaulah wawancara dilaksanakan untuk mengumpulkan data serta

informasi yang lebih bebas dan terbuka. Melalui beliau banyak data dan informasi yang diperoleh dalam wawan cara untuk seterusnya diolah dan dianalisa.

(41)

memelihara atau mengembangkan pondok pesantren, baik

pengurusan yang berkenaan dengan pendidikan formal di

sekolah, maupun yang berkaitan dengan pendidikan luar

sekolah di pondok pesantren adalah Ketua Seksi Kurikulum

Madrasah Aliyah. Beliau banyak mengetahui tentang

seluk-beluk dan sejarah pondok pesantren sejak awal hingga

sekarang.

B eberapa dokumen penting mengenai Madrasah Aliyah

berada pada tanggung jawabnya. Semua materi yang sedang berlangsung dikuasainya. Dengan penguasaan sejumlah data

dan informasi tersebut, penelitian dapat dilakukan lebih

mantap dan faktual, sehingga permasalahan yang ingin

diteliti dapat dikorek, dan dilacak secara radikal.

Tidak kurang pentingnya pengumpulan data dan in

formasi yang diperoleh dari beberapa orang santri mukim. Mereka pun dapat memberikan penjelasan tentang tujuan me-nuntut ilmu di pondok pesantren, pengalaman tinggal di

pondok, cara mengatasi kesulitan, cara berkomunikasi an

-tara para santri. Mereka banyak dituntut untuk dapat bel ajar sendiri, berpikir sendiri, mengurus sendiri, dan

me-nyesuaikan diri sendiri dengan lingkungan di mana ia

berada. Dengan kata lain, mereka dituntut untuk

dapat

hidup mandiri, belajar menjadi insan dewasa, yang tidak

selalu menggantungkan diri pada orang lain. Dari pen-jelasannya dikemukakan pula, bahwa mereka dibiasakan un
(42)

dengan etika dan materi yang diprogramkan; dibiasakan pu

la hidup sederhana dan selalu mengabdikan diri

terhadap

Tuhan Yang Maha Esa.

Penelitian yang dilaksanakan terhadap kegiatan di

pondok pesantren,terutama pada waktu para santri

sedang

melakukan berbagai jenis kegiatan, misalnya

pelaksanaan

pengajian sorogan dan bandungan (weton), shalat berjamaah

di mesjid. Tidak berarti, bahwa mencatat itu pun berhenti

selama para santri tidak melakukan kegiatan apa-apa. Ke

giatan pencatatan diteruskan sesuai dengan tujuan

yang

ingin dicapai.

3- Pengelolaan dan Analisa Data

Data-data yang terkumpul, baik yang bersifat ver

bal maupun non verbal, yang diperoleh melalui observasi,

wawancara, studi dokumenter ataupun studi literatur di

lakukan pengolahan. Pengolahan tersebut diawali dengan

pemeriksaan berkas, catatan, dokumen dan isi kaset yang

diperoleh pada wawancara tersebut di atas. Semua hasil

wawancara yang telah diperiksa, lalu dipilih dan dipisah

Pisahkan untuk dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan,

lalu digabungkan dengan hasil pengelompokan lain

yang

telah dikerjakan sebelumnya. Sekali lagi dokumen serta

catatan-catatan lainnya diamati dan diteliti ulang, lalu

diberi tanda atau kode tertentu menurut jenisnya tadi,

(43)

Seluruh catatan hasil observasi maupun hasil wa

wancara yang sejenis dan telah diberi kode itu dikum -pulkan dijadikan satu, sehingga hanya terdapat beberapa berkas, yang setiap stop map hanya berisi satu jenis

kegiatan.

Setelah pengorganisasian dan pengolahan sejumlah

data dan informasi hasil pengumpulan di lapangan, lalu

dilanjutkan dengan penganalisaannya, sehingga akhirnya dapat menghasilkan suatu gambaran hasil penelitian yang

mampu memberikan jawaban serta memecahkan masalah yang

(44)

... dan adakanlah musyawarah dengan mereka dalam beberapa urusan, dan

bila engkau telah mempunyai

keputus-an ykeputus-ang tetap, percayakkeputus-anlah dirimu

kepada Tuhan, sesungguhnya Tuhan

itu menyukai orang-orang yang

mem-percayakan dirinya kepadaNya. (Q.S.

(45)
(46)

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A* PENGERTIAN DASAR PONDOK PESANTREN SERTA

KOMPONEN-KOMPONENNYA

1. Pengertian Dasar Pondok Pesantren

Hasil wawancara dengan Ketua Seksi Kepesantrenan

tanggal 28 Juli 1989 di ruang kerjanya telah menjelaskan atas pertanyaan yang diajukan tentang pengertian pondok

pesantren. Beliau menunjukkan beberapa sumber yang men

jelaskan arti PONDOK PESANTREN. Sumber-sumber tersebut

antara lain (a) Informasi dari Kantor Wilayah Departe

-men Agama Propinsi Jawa Barat; (b) Ramus Muhamad Zain ;

(c) Edaran Ditjen Bimbaga Islam 1982 : 1 ; (d)

Media

Pembinaan Depag 197 6 : 3 dan (e) Penjelasan dari Habib

Chirzin dalam literaturnya 1982 : 82.

Dari beberapa sumber yang dikemukakan tersebut

beliau memberikan suatu kesimpulan, bahwa

pengertian

pondok pesantren mempunyai ciri yang sama, yaitu meru

pakan suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Is

lam yang diberikan secara non klasikal oleh seorang (le

bih) Kyai kepada para santri tentang kitab-kitab

yang

ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar. Pon

dok sebagai tempat tinggal para santrinya dan

mesjid

sebagai pusat lembaganya. Dengan kata lain

pengertian

(47)

PES™

^

^>

P-aidikan islam

_y

dilaksanakan dengan sistem asrama dengan Kyai yang

me-n3ajarkan agama kepada para santrinya. Mesjid sebagai

pusat lembaganya. Ilihnf ,*«,«• •i"»- liinat definisi PLS, h. 14).

2- ^^^^ESSSILjLjSom^^

Kesimpulan yang dikemukakan tersebut. beliau

le-bxh Jauh menguraikan tentang pengertian komponen serta

segala sesuatunya yang terkandung di dalamnya. Sebutan

Pondok pesantren hanya akan terjadi. apabila di dalam

nya terdapat komponen-komponen berikut =(a) Pondok;(b,

Kyai; (C) Para santri- i*\ r,

santri, (d) Pengajaran kitab-kitab

kla-sxk dan (e) Mesjid. Penjelasan tiap-tian v

j =a" xiap-tiap komponen ter

sebut diuraikan sebagai berikuta i DeriKut. (Mp 5-IX-1982 : 24)./M» =

a. Pondok

Pondok merupakan suatu asrama pendidikan

Iulm

tradisional. yaitu tempat tinggal dan belajar bersama

bagr para santri di bawah asuhan dan pengawasan

Kyainya Pada pesantren yang besar. para santrinya berda

-tangan dari tempat sekitar pesantren. bahkan dari

tem-Pat yang Jauh dari pesantren. Sering terjadi pada pe

santren. bahwa Jumlah para santri yang menghuni pondok

tidak setaba„g dengan luas kamar (kobong, pada po„dok

Vang tersedia. yaitu luas kobong sekitar sembilan meter

Persegi dihuni oleh belasan santri. Karena

itulah

-ka beberapa orang santri terpaksa harus tidur di

(48)

serambi mesjid ketika malam hari tiba. Sedangkan

para

santri yang datang dari sekitar pesantren biasanya ha

nya datang ke pesantren pada waktu pengajian di mesjid

akan dilaksanakan.

b. Kyai

Kyai merupakan sentral yang harus dihormati dan

disegani oleh para santri dan masyarakat sekitarnya. Me

reka sering menganggap, bahwa menghormati Kyai sama

artimya dengan menghormati ilmu, karena Guru/Kyai merupa

-kan washilah (perantara) dalam memperoleh ilmu.

Ketua

Seksi Kepesantrenan mengutip ucapan seorang ulama, bah

wa barang siapa di antara para santri melukai hati

gu-runya, maka keberkahan dan keberhasilan ilmu bagi diri

nya tertutup dan hanya akan memperoleh manfaat sedikit

saja dari ilmu yang dikajinya.

Perkembangan pendidikan di pondok pesantren ba

nyak bergantung kepada Kyainya. Kyai sering merupakan

pendiri dari pesantrennya, maka sewajarnya apabila

per-tumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung

pula

pada kemampuan para Kyainya. Dengan demikian kedudukan

yang dipegang oleh seorang Kyai adalah kedudukan ganda,

yaitu di samping beliau sebagai pengasuh dan sekali gus

pemilik pula sebagai pemilik pesantren yang dipimpin

-nya.

(49)

Santri dalam bahasa Parsia diartikan dengan

mu-«d, yaiu orang yang menuntut atau mencari. dalam hal

«r kebenaran. Menurut tradisi pesantren. para santri

dibagi dalam dua kelompok, yaitu ,1, Santri Hukim.

San-trr yang berasal dari daerah yang Jauh dan menetap di

Pesantren dinamakan SANTRI MUK1M. Maksud para santri

mu-*™

di pesantren. dikarenakan ada beberapa tujuan. yang

-tara lain (a, mereka i„gin mempelajari kitab - kitab

*» yang membahas i.laB secara lebih mendalam; ,b, me

reka ingin memperoleh pengalaman kehidupan

pesantren-<=) -reka ingin mengkonsentrasikan dirinya

terhadap

"udi di pesantren. tanpa disibukkan oleh kewajiban

se-fcari-hari di rumah. (2) santri Kalong. Para santri yang

-rasal dari tempat sekitar pondok pesantren. yang

bia-sanya tidak menetap di kompleks pesantren yang

disedia-*an. dikelompokkan kepada Jenis sANTRl k^. Mereka

-ngikuti pengajian hanya pada malam dan pagi hari. Bi.

-nga mereka datang ke tempat pengajian menjelang

sha-iat maghrib tiba. serta pulang lagi ke rUmah„ya

masing--x-9 setelah selesai pengajian sorogan pagi hari.

Be-91tulah setiap hari bolak-balik dari rumahnya ke pondok

Pesantren dan dari pesantren ke rumahnya. TujUa„ ya„g

M91n di°aPainya - ~

—ntren. misalnya (a)

me-n9uasai ilmu agama dan mampu melahirkan insan-insan

mu-tafagguh fiddien; (b, menghayati dan mengamalkan ajaran

(50)

untuk berbakti serta mengabdi kepada Allah swt-

(o)

™ampu menghidupkan sunnah Hasul dan menyebarkan

ajaran-aiarannya secara kaffah; (d, berakhlag luhur, berfikir

^trs. berjiwa dinamis. hidup sederhana. tahan uJi

-rjama.ah. beribadat. tawadlu. kasih sayang terhadap

sesama. mahabbah dan khoshoh serta tawakkal pula kepada

Allah swt.

d- ^^^J^rajLJSitab-ki^ab^jo^sik

Kitab-kitab yang diajarkan di pondok pesantren

^longkan ke dalam delapan kelompok. yaitu ,1, nahwu.

<syntax); dan sharaf (marfologi,; (2) flgh; (3)

^

-» -ika; (8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan

-laghah. Kemudian sistem penyampaian pengajaran kepa

da para santri dilakukan melalui sistem SOKOGAN

-dual) dan sistem BANDUNGAN (wetQn)

^^

^^ ^

rah (Sunda, sebagai bahasa pengantarnya.

e. Mesj id

Mesjid merupakan unsur yanayang tidak dipisahkan da-t,a*v *• •

«

Pengertian pondok pesantren. serta dianggap

seba-9" SUatU t6mPat '"»

»"°>

—t untuk mendidik para

-ntri. terutama dalam melakukan praktika seperti sha

(51)

telah menjadi pusat pendidikan Islam, bahkan di manapun

Kaum Muslimin berada. mereka selalu menggunakan mesjid

sebagai tempat pertemuan. pusat pendidikan.

aktivitas

administrasi dan kultural. Bahkan hingga sekarang.

urn-mat menganggap mesjid adalah Pumah Tuhan (Baitullah) ,

dan orang yang datang ke mesjid merupakan tamu Allah.

Berhubungan dengan tempat kegiatan tersebut. Allah te

lah menerangkan dalam al Quran yang artinya =»„a„yalah

yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah itu. ialah

orang-orang yang bertaan kepada Allah dan Hari Kemudian, ser

ta tetap mendirikan shalat. menunaikan zakat dan tidak

takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka

mere-kalah orang yang diharapkan teonasuk golongan

orang-orang yang mendapat petunjuk".

B-

****

BELAKANG VANG MELANnaST ^NTUK LEMRana BMmT

DIKAN PONDOK «.--, —rISI0HAL nT pm^,„„ „

PERTAHANKAN

Pondok Pesantren Yamisa sebagai lembaga Pendidik

an Luar sekolah yang memelihara dan mempertahankan

ke-tradisiannya dilatar belakangi oleh improvement of so

cial.economic and political standing.

Motivasi yang melatar belakangi tersebut di atas dapat

dikatagorikan dal™ dua kelompok, yaitu faktor kebutuh

(52)

1-

!SmS!m22-Z^^

Banyak orang tua dari seorang anak yang merasa

keberatan bila ditinggal anaknya pergi Jauh untuk

menca-ri ilmu atau maksud lain di tempat baru. Hal ini terja

di disebabkan antara lain, karena mereka tidak terbiasa

untuk hidup terpencar; atau karena tenaga mereka masih

banyak diperlukan dalam membantu perekonomian orang

tua-nya di desa. Menurut ramalan mereka. tanpa bantuan dari

putera-puterinya. kelangsungan hidup mereka cenderung

-njadi kurang lancar. Banyak petani di desa dengan

bi-aya untuk hidup pas-pasan. artinya income hanya akan cu

kup untuk konsumsi saja. (physiological need).

tidak members,., para Rfl1nn „^_.

Pondok pesantren tradisional tidak banyak menun

tut persyaratan. baik terhadap calon santrinya maupun

kepada para calon asatidznya. siapa saja. kapan saja

atau berapa lama saja mereka menuntut ilmu. boleh dan

terbuka seluas-luasnya.

Masyarakat di pedesaan pun telah memiliki

tradi-sr dan budaya. Karena itu. mereka bermaksud untuk mem

pertahankan dan memelihara tradisi serta budaya mereka

yang sudah lama dikenal dan diyaki„inya. Bahkan mereka

(53)

yang diwariskan para Wali terdahulu. Masyarakt mengang

gap, bahwa pondok pesantren tradisional adalah penerus

dalam menyebar luaskan tradisi dan bvdaya melalui para

Ulama. (improvement of social and political standing).

4* Sikap kepatuhan terhadap agama

Kehidupan beragama di pedesaan cukup mantap dan

stabil, sehingga segala aktivitas yang terjadi

tidak

luput dari sikap dan perilaku yang dikaitkan dengan

tradisi keagamaan. Mereka menganggap, bahwa agama se

bagai dasar dari berbagai variasi kehidupan.

5*

Menca^

da" menyampaikan i1mu merupakan

m„+„

kewajiban

Masyarakat menyadari, bahwa mencari ilmu itu

wa-jib sifatnya. Bahkan harus dilakukan sepanjang hayat,

artinya melaksanakan kewajiban ini sejak dari

ayunan

ibunya hingga ke liang lahat. Demikian juga sebaliknya

para asatidz menyampaikan ilmu dilakukan sukarela,

tan-pa tan-pamrih. Mereka hanya mengharap ridla dan tan-pahala dari

Allah swt semata-mata. Penyampaian ilmu Allah adalah

wa-jib, walaupun hanya satu ayat saja.

6* Pondok pesantren mendidik budi pekerti dan akh

-lag yang luhur

Masih banyak masyarakat yang beranggapan, bahwa

menguasai kitab kuning dengan huruf gundulnya

memi

(54)

(Ditjen Binbaga Islam 1983 :22) diajarkan berbagai bu

di pekerti dan akhlaq yang benar di samping pengajaran

yang pokok yaitu syariat dan ibadat. Pondok

pesantren

tradisional membimbing para santrinya, agar menjadi ma

nusia berkualitas, insan berbudi dan beriman,

mengha-yati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan

tekun

semata-mata untuk berbakti dan mengabdi kepada Allah.

1' Tradisi kehidupan di masyarakat

Dinamika kehidupan di masyarakat pedesaan belum

nampak jelas,karena mereka lebih sukar dipengaruhi

hal-hal yang baru dari pada masyarakat kota. Banyak di an

tara anggota masyarakat yang tidak senang dengan

masuk-nya budaya asing yang bertentangan dengan tradisi

lama-nya. Misalnya budaya Barat dapat mempengaruhi

aqidah

serta sikap dan perilaku anak-anak mereka yang sudah la

ma dibinanya. Setelah memasyarakat di kalangan remaja,

seperti mabuk-mabukan, maka pada akhirnya menjadi suatu

masalah bagi semua pihak.

8* Kebernasilan dakwah para Mubaligh dalam menqaiak

ummat untuk selalu berbuat baik.

Para mubaligh selalu mengajak kepada masyarakat

untuk berbuat baik. Perbuatan baik ini meliputi kehidup

(55)

hanya untuk memenuhi kebutuhan sekarang, tetapi

juga

untuk memenuhi kebutuhan di akhir nanti setelah

kita

kembali kepada Tuhan. Karena itu perlu adanya ilmu yang

mengajarkan tentang keseimbangan hidup.

9- Pengaruh lingkungan.

Faktor lingkungan turut serta pula member! warna

terhadap hasil pendidikan. Berhasil tidaknya mencari il

mu, cepat atau lambatnya tujuan dapat dicapai, serta ba

nyak sedikitnya kendala yang menggagalkan suatu usaha,

lingkungan sekitarnya dapat membantu dalam

kelancaran

proses atau sebaliknya yaitu menghambat proses, sehing

ga timbul kelambatan dan kegagalan usaha.

10' Pr°SeS Belajar Menqaiar dj pondok pesan^n

Perlu dikemukakan tradisi yang menjadi ciri pada

pondok pesantren tradisional, antara lain mengenai wak

tu belajar; metode pengajian; posisi pengajian

serta

jenis-jenis pengajian.

a) Waktu belaiar.

Pelaksanaan pengajian di pondok pesantren hampir

sepanjang hari, yaitu mulai pukul 05.15 sampai

dengan

pukul 21.00. istirahat dilakukan antara tiga hingga li

ma kali yang lamanya 20, menit sampai 9 jam. Jadwal pe

ngajian dapat dilihat pada halaman 48-49. Istirahat

(56)

lain seperti masak, mencuci pakaian, menghapal dan

lain-lainnya.

b) Metode pengajian.

Pada bab IV (h 49) dikemukakan bahwa jenis pe

ngajian dibagi dalam tiga macam, yaitu sorogan, bandung

an (weton) dan pengajian umum. Metode yang digunakan un

tuk jenis sorogan adalah ceramah, yang ditujukan kepada

perorangan (individual). Pada jenis pengajian ini, para

santri aktif mengikuti apa yang dijelaskan ustadz, dan

hanya menerima apa adanya. Pada pengajian bandungan se

ring digunakan dua jenis metode, yaitu metode

ceramah

dan metode diskusi atau tanya jawab. Sedangakan

pada

pengajian umum biasa digunakan metode ceramah,

jamaah

mendengarkan (pasif) dan Ajengan atau Wakil Ajengan ak

tif menyampaikan materi pengajian.

c) Posisi pengajian.

Pengajian dilakukan di mesjid dengan membentuk

kelompok masing-masing, yang jumlah setiap kelompoknya

antara lima sampai sepuluh orang santri dan diajari se

orang ustadz. Mereka duduk bersila di atas tikar dengan

kitab kuning (Ditjen Binbaga Islam 1983 :22) dihadap

-annya untuk dipelajari. Seorang demi seorang

secara

bergantian menunjukkan batas kitabnya masing-masing ke

(57)

materi santrinya, namun ustadz wajib menguasai seluruh

yang ada pada kitab tersebut, sebab setiap santri memi

liki batas materi yang berbeda.

Dalam suasana hiruk pikuk, mereka duduk

dengan

posisi (1, membentuk suatu lingkaran, sehingga ustadz

-nya berada di tengah-tengah para santri-nya; (2) memben

tuk setengah lingkaran dengan ustadznya agak kepinggir.

Posisi ini dilakukan pada pengajian sorogan. Pada jenis

pengajian bandungan sering dilakukan posisi

bentuk U

atau posisi bentuk shap, karena biasanya jamaah penga

-jian jumlahnya lebih banyak. Apalagi pada saat pengaji

an umum yang jumlahnya lebih banyak lagi, hingga sering

melimpah ruah. Karena itu untuk jenis pengajian

yang

terakhir ini diperlukan ruangan yang sangat luas,dengan

Posisi yang lebih tepat adalah bentuk U ganda atau ben

tuk berlapis. Lebih jelasnya, posisi-posisi tersebut

dapat dilihat pada gambar berikut :

Posisi pada nengajian soro^n

(1) Berrtuklingkaran-2—i^ii (a)t * \ tt~+-Ustadz duduk di* *te

ngah dan dikelilingi

para santrinya.

(b) Ustadz berputar ke

ka-nan untuk mengajar

pa-Gb. 3

Posisi pengajian ra santri berikutnya.

(58)

berpindah tempat untuk saling

mendahului.

(2) Bentuk setengah lingkaran.

^

(a) Ustadz duduk/jongkok di depan

santrinya.

(b) Ustadz berputar ke kanan un

tuk mengajar santri berikut -nya.

Gb. 4

Posisi pengajian bentuk

setengah lingkaran

Posisi pada pengajian bandungan. .

(1) Bentuk U. (a) Kyai atau Wakil Ajengan

ber-diri di depan para jamaah se perti Guru yang sedang menga

jar di kelas.

Gb. 5

Posisi pengajian

bentuk U

(2) Bentuk shap.

o

Gb. 6

Posisi pengajian

bentuk shap

(b) Para santri duduk dengan se

gala perlengkapannya, yaitu kitab serta peralatan lainnya

(a) Kyai/Wakil Ajengan berdiri di

depan, dengan mimbar atau ti

dak.

(b) Para santri duduk bershap

(59)

Posisi pada pengajian umum,

(!) Bentuk U ganda/berlapis. (a) Kyai/Wakil Ajengan

berdiri di depan

mim-bar.

(b) Para jamaah duduk melingkar beberapa ba

-ris/lapis, tergantung

pada jumlah hadirin.

(a) Kyai/Wakil Ajengan

berdiri di depan

mim-bar.

(b) Para jamaah duduk

ber-deret ke samping. Apa

bila jumlahnya

melim-pah, maka dibuat shap

berlapis.

o

-i J

-I

Gb. 7

Posisi pengajian bentuk U ( ganda )

(2) Bentuk shap berlapis

Gb. 8

Posisi pengajian bentuk shap berlapis

d) Jenis-ienis pengajian di pondok pe^ntr.n

Pengajian di pondok pesantren dibagi dalam tiga

jenis, yaitu pengajian sorogan, bandungan dan pengajian

umum. sorogan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (1)

suara santri kedengaran hiruk pikuk; (2) suara Ustadz
(60)

diberikan kepada setiap santri pun berbeda tergantung

pada kecerdasan santri itu sendiri; (6) tidak dilakukan diskusi atau tanya jawab; (7) para santri pasif, mene -rima apa adanya; (8) setiap santri mengkonsentrasikan

pikirannya masing-masing.

Pada pengajian bandungan, para santri hanya ter

dapat satu kelompok saja yang dipimpin oleh Kyai lang

-sung atau Wakil Ajengan yang sudah mendapat kepercayaan

tersendiri.

Ciri-ciri pengajian ini antara lain (1)

diberikan secara klasikal; (2) untuk kelas yang

ting

kat pengetahuannya sama, diberikan materi yang sama;(3)

situasi pengajian biasanya hidmat; (4) biasanya menggu

nakan metode ceramah yang dilanjutkan dengan metode

diskusi atau tanya jawab; (5) pengajarnya, biasanya Wa

kil Ajengan atau langsung Kyai; (6) jamaahnya cukup ba

nyak serta memiliki ilmu agama yang setaraf; dan sete -rusnya, lihat pada tabel berikut di halaman sebelah.

Sedangkan pengajian umum mempunyai ciri-ciri an

(61)

jamaah sifatnya pasif; (7) bahasa yang digunakan adalah

bahasa yang dapat dimengerti oleh umum, yaitu bahasa da

erah (Sunda); dan seterusnya. Untuk bahan perbandingan,

dapat dilihat pada lajur sebagai berikut :

a. Perbedaan pengajian sorogan dengan bandungan

Pengajian Sorogan

!

Pengajian Bandungan

1. Diberikan secara indivi-! Diberikan secara klasikal.

dual. ,

2. Tiap individu materinya !Untuk kelas yang sama

dibe-berbeda. • rikan materi yang sama.i Hv,n m =.

3. Situasi pengajian terde-! Situasi hening, serius dan

ngar hiruk pikuk. , penuh konsentrasi.

4. Tidak diberi kesempatan ! Diawali dengan metode

cera-bertanya atau diskusi. !mah, dilanjutkan tanya

ja-I wab atau diskusi.

5. Pengajarnya para Ustadz ! Pengajarnya langsung Kyai/

atau Ustadzah. , Wakil Ajengan<

6. Setiap Ustadz hanya me- !Peserta pengajian cukup

ba-ngajar sejumlah kecil ! nyak jumlahnya.

para santri. i

7. Batas materi setiap san! Batas materi yang diberi

(62)

8. Para santri biasanya pa! Para santri samasama ak

-Sif . I 4. • C

. tirnya dengan guru.

9. Materi yang dibahas ter-i Materi yang dibahas lebih

batas- ! luas.

10. Posisi pengajian bentuk !Posisi bentuk U atau ber

-lingkaran atau setengah ! shap.

lingkaran. i

11. Para santri melakukan

!Sering dilakukan halaqah ,

persiapan masing-masing.! dan persiapan bersama.

b. Perbedaan pengajian bandungan denge

fan pengajian

umum

Pengajian Bandungan

. Pengajian Umum

1. Jemaah cukup banyak.

,Jemaan lebih banyak lag.

2. Pesertanya para santri !Pesertanya campuran.

senior.

2. Metode yang digunakan : ,Metode y

Gambar

Gambar 1 Skema Wewenang Pondok Pesantren
Tabel 1 Daftar Rekapitulasi Pondok Pesantren se In
Tabel1
Tabel2

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk kegiatan yang dilakukan pondok pesantren dalam melakukan pemberdayaan santri menuju kemandirian dengan metode daurah kebudayaan ini adalah memberikan

1) Lingkungan Pondok Pesantren Salafiah Nurul Iman ini yang sangat berpengaruh kepada akhlaq santri, yang mana lingkungan Pondok Pesantren Salafiah Nurul Iman Desa

Keberhasilan dari konsep ini dilandasi oleh beberapa bentuk komunikasi interpersonal serta pendekatan yang dicanangkan oleh pimpinan pondok pesantren, selain itu

Contoh nyata adalah saat pelaksanaan Program membangun kemandirian santri pondok pesantren Darussalam melalui pembiasaan hidup bersih dan sehat yang dilaksanakan

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (sistem bandongan

Yang dimaksud dengan Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan

Pondok pesantren dengan eksistensinya sebagai salah satu lembaga yang mempunyai pengaruh kuat untuk membangun kemandirian ekonomi melalui program-program yang

Salah satu usuha yang sudah dikembangkan lembaga pondok pesantren dalam membentuk karakter santri adalah memberikan kesempatan pada santri (siswa) untuk