Hal LEMBAR PENGESAHAN ………..
PERNYATAAN………. ABSTRAK……….. ABSTRACT……… KATA PENGANTAR……… UCAPAN TERIMAKASIH……….. DAFTAR ISI……….. DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR……….
BAB I PENDAHULUAN……….. Latar Belakang Masalah ………..
A. Fokus Penelitian………
B. Pertanyaan Penelitian ………...
C. Tujuan Penelitian………..
D. Manfaat Penelitian ………..
Penjelasan Istilah ………
BAB II KAJIAN PUSTAKA………....
A. HAKIKAT PENDIDIKAN KARAKTER………
1. Definisi Pendidikan Karakter………...
2. Tujuan Pendidikan Karakter………
3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter………...
4. Pendidikan Karakter dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan...
B. PONDOK PESANTREN DAN SEJARAHNYA DI INDONEISA……
1. Pengertian Pondok Pesantren………..
2. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Di Indonesia …………...
3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pesantren………...
4. Unsur-Unsur Pondok Pesantren. ………
2. Nilai-nilai Karakter Dalam Al-Qur’an………
3. Pola Umum Pendidikan Pesantren……….
4. Pendekatan Pendidikan Karakter di Pesantren………..
5. Prinsip dan Metode Pembelajaran Pesantren……….
D. LANDASAN TEORI PEMBINAAN………..
1. Teori Tindakan dari Talcott Parsons………
2. Teori Pembelajaran Sosial ( Albert Bandura)……….
3. Teori Wortel dan Tongkat dari Jeremy Bentham………
E. HAKIKAT KEMANDIRIAN………..
1. Pengertian Kemandirian………..
2. Unsur-Unsur Kemandirian………...
3. Fungsi Kemandirian……….
F. HAKIKAT DISIPLIN………..
1. Pengertian Disiplin………..
2. Unsur-Unsur Disiplin………...
3. Fungsi dan Tujuan Disiplin………..
4. Upaya Pembinaan Karakter Disiplin………
G. HASIL KAJIAN TERDAHULU………..
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………
A. Pendekatan dan Metodologi penelitian……….
1. Pendekatan Penelitian………...
2. Metode Penelitian ………..
B. Teknik Pengumpulan Data………
C. Sumber Data………...
D. Lokasi dan Subjek Penelitian………
E. Tahapan Penelitian………
1. Tahapan Pra Penelitian………
2. Tahapan Pelaksanaan………..
3. Tahapan Analisis Data………
F. Uji Validitas Data Penelitian……….
A. HASIL PENELITIAN……….
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….
2. Unsur-Unsur Nilai Karakter Yang Dikembangkan Pada Lingkungan
Pondok Pesantren. ………...
a. Istilah Karakter dan Akhlak………....
b. Urgensi Pendidikan Akhlak dalam Islam………....
c. Nilai-Nilai Karakter yang Dikembangkan di Lingkungan Pondok
Pesantren……….
3. Proses Pembinaan dalam Membangun Kemandirian dan Kedisiplin
Santri pada Pondok Pesantren………...
a. Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada lingkungan pondok
pesantren……….
b. Kegiatan ekstrakulikuler yang diselenggarakan di lingkungan
pondok pesantren dalam menunjang pembinaan karakter santri,
terutama yang dapat mendukung kemandirian dan kedisiplinan
santri………
4. Metode Pembinaan Karaker dalam Membangun Kemandirian dan
Kedisiplinan Santri yang Ditemukan pada Pondok Pesantren………….
a. Metode pembinaan karakter mandiri yang dikembangkan pada
lingkungan pondok pesantren………
b. Metode pembinaan karakter disiplin yang dikembangkan pada
lingkungan pondok pesantren………
5. Kendala dalam Pelaksanaan Metode Pembinaan Karakter dalam
Membangun Kemandirian dan Kedisiplinan Santri pada Pondok
Pesantren………...
a. Kendala yang dihadapi dalam melaksanaan metode pembinaan
karkater santri……….
b. Upaya yang dilakukan untuk menangani kendala tersebut………....
6. Keunggulan Hasil yang Dikembangkan dalam Membangun
Kemandirian dan Kedisiplinan Santri pada Pondok Pesantren…………
b. Dampak yang ditimbulkan dari hasil pembinaan karakter/ahlak
dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri di
lingkungan keluarga………...
c. Dampak yang ditimbulkan dari hasil pembinaan karakter/ahlak
dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri di
lingkungan masyarakat……….
B. PEMBAHASAN………..
1. Nilai Fundamental, Instrumental serta Praksis merupakan Nilai-Nilai
Karakter yang Dikembangkan pada Lingkungan Pondok Pesantren…. 2. Proses Pembinaan Menyeluruh, melalui Pembelajaran, Kegiatan
Ekstrakulikuler, Pembiasaan, serta Kerjasama Dengan Masyarakat dan
Keluarga Merupakan Proses Pembinaan Akhlak Mandiri dan Disiplin
Yang Dilaksanakan Pada Pondok Pesantren KH. Zainal Mustafa………
3. Pembiasaan, Pemberian Nasihat, adanya Pahala dan Sanksi, serta
Keteladanan dari Kyiai dan Para Pengajarnya, Merupakan Metode
Pembinaan Karaker Mandiri dan Disipliln Santri pada Pondok
Pesantren KH.Zainal Mustafa………...
4. Hambatan Internal Serta Eksternal Menjadi Kendala yang Dihadapi
dalam Pelaksanaan Metode Pembinaan Karakter Mandiri dan Disiplin
Santri pada Pondok Pesantren KH.Zainal Mustafa……….
5. Perubahan Prilaku yang Semakin Baik, Kemandirian, Kedisiplinan
serta Lahirnya Figur-Figur Penting dalam Masyarkat menjadi beberapa
Keunggulan Hasil Pembinaan Karakter pada Lingkungan Pondok
Pesantren KH.Zainal Musafa………
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………
A. KESIPULAN………
1. Kesimpulan Umum………..
2. Kesimpulan Khusus……….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nilai luhur budaya bangsa menjadi salah satu unsur penting dalam
membina karakter warga negara. Unsur-unsur nilai yang terdapat didalamnya
memberikan bentuk serta corak bagi kehidupan masyarakat. Karakter warga yang
religius, mandiri, ramah, tenggang rasa, serta saling tolong-menolong, menjadi
sebuah ciri khas serta kebanggaan dari bangsa ini. Namun, pelestarian serta
pengembangan nilai budaya tersebut belum optimal, yang mengakibatkan semakin
terkikisnya nilai-nilai karakter bangsa oleh arus perubahan zaman.
Gencarnya arus global tanpa disertai adanya filter dari masyarakat
Indonesia, mengakibatkan rakyat mudah terbawa arus kebebasan dan
indivudualisme, yang berdampak langsung terhadap menurunnya kualitas moral
bangsa. Adanya penurunan kualitas moral bangsa saat ini, dicirikan dengan
maraknya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), terjadinya konflik
(antar etnis, agama, politis, remaja), meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos
kerja, dan sebagainya (Megawangi, 2004:14). Selain itu, Budimansyah (2011:47)
turut memaparkan kondisi paradoksial bangsa saati ini, seperti tindak kekerasan,
pelanggaran lalu lintas, kebohongan publik, arogansi kekuasaan, korupsi kolektif,
kolusi dengan baju profesionalisme, nepotisme lokal dan institusional. Lebih dari
penelitian Megawangi (2004: 14 ) tentang ketidakjujuran siswa Sekolah
Menengah Kejuruan – Teknik Informatika (SMK-TI) di Bogor, dimana hampir
81% siswanya sering membohongi orang tua, 30,6% sering memalsukan tanda
tangan orang tua/wali, 13% siswa sering mencuri dan 11% siswa sering memalak.
Latar belakang kondisi objektif tersebut memunculkan sebuah komitmen
kolektif, tidak hanya dari pihak sekolah, dari pihak masyarakat serta
pemerintahpun berupaya untuk melakukan tindakan berupa pembinaan karakter.
Hal ini selaras dengan pendapat Parsons dalam Sarbaini (2011:28), dimana
kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan
mengembangkan suatu bentuk tindakan tertentu. Parsons beranggapan bahwa
yang utama bukanlah tindakan, melainkan nilai-nilai dan norma-norma yang
menuntut dan mengatur tindakan itu. Nilai-nilai, pertama datang dari sistem
kultural. Kemudian berhubungan dengan peran yang normatif atau diharapkan,
yang dipelajari dalam sistem sosial.
Berbagai alternatif penyelesaian lainnya telah banyak yang telah
diimpelementasikan, seperti peraturan, perundang-undangan, peningkatan upaya
pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat, akan tetapi belum mampu
menyelesaikan permasalahan saat ini. Alternatif lain yang banyak dikemukakan
untuk mengatasi, paling tidak mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa
yang dibicarakan itu adalah pembinaan dalam ranah pendidikan. Pendidikan
dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun
generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif,
dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari
pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi
memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat (Husen, dkk, 2010:1).
Pembinaan pendidikan karakter yang optimal, tidak dapat ditangani oleh
salah satu pihak, akan tetapi harus dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh
kalangan, dimulai pada lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah serta
pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Kardiman (2008:165) yaitu;
Pembangunan karakter bangsa tidak saja menjadi tanggungjawab dunia persekolahan tetapi juga menjadi tanggungjawab situs-situs kewarganegaraan di luar persekolahan. Hal ini menegaskan bahwa PKn yang di mana di dalamnya terdapat pendidikan karakter, tidak hanya menjadi mata pelajaran di persekolahan, tetapi menjadi Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan masyarakat (community civic education)
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat dimaknai sebagai Civic
Education (Pendidikan Kewarganegaraan di persekolahan), juga sebagai
citizenship education (Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan masyarkat).
Menurut Cogan (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 10), Pendidikan
Kewarganegaraan tidak hanya didapat di persekolahan akan tetapi mencakup
pengalaman belajar di luar sekolah atau pendidikan nonformal/informal.
Citizenship education atau Pendidikan Kewarganegaraan pada lingkungan
masyarakat, menjadi wahana dalam pembentukan karkater yaitu memberi
kontribusi pendidikan ditujukan untuk mencapai terbentuknya warga negara yang
diinginkan atau diharapkan oleh bangsa Indonesia yaitu warga negara yang
memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia berlandaskan
dimana Visi Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti luas, yakni sebagai sebuah
“sistem Pendidikan Kewarganegaraan”, yang bermakna bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan berfungsi dan berperan sebagai (1) program kurikuler dalam
pendidikan formal dan non-formal, (2) program aksi sosio-kultural dalam konteks
kemasyarakatan, dan (3) sebagai bidang kajian ilmiah dalam wacana pendidikan
disiplin ilmu pengetahuan sosial.
Sebagai program sosio-kultural, Pendidikan Kewarganegaraan
memberikan perwujudan cita-cita, sistem kepercayaan/ nilai, konsep, prinsip, dan
praksis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia
melalui pengembangan partisipasi warga negara secara cerdas dan
bertanggungjawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang
pada akhirnya bermuara pada tumbuh dan berkembangnya komitmen moral dan
sosial kewarganegaraan (Winataputra, 2001: 299).
Branson (Murdiono, 2010:1) mengungkapkan bahwa terdapat tiga
kompetensi kewarganegaraan (civic competences), yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill),
dan watak kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga kompetensi ini yang
hendaknya mampu membangun karakter warga negara yang baik.
Karakter sebagai suatu moral excellence atau akhlak dibangun di atas
berbagai kebaikan (virtues) yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika
dilandasi atas nilai-nilai yang berlaku dalam budaya (bangsa). Karakter bangsa
Indonesia adalah karakter yang dimiliki warga negara Indonesia berdasarkan
berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pendidikan
Karakter Bangsa diarahkan pada upaya mengembangkan nilai-nilai mendasari
suatu kebaikan sehingga menjadi suatu kepribadian diri Warga Negara
(Budimansyah, 2010: 58).
Pondok Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berada pada
lingkungan masyarakat Indonesia dengan model pembinaan yang sangat sarat
dengan pendidikan nilai, baik nilai agama maupun nilai-nilai luhur Bangsa,
sehingga pesantren menjadi sebuah lembaga yang sangat efektif dalam
pengembangan pendidikan karakter atau akhlak peserta didik. Seperti ungkapan
Sauri (http://10604714.siap-sekolah.com/2011/06/02/) yang menyatakan bahwa
“Pendidikan karakter di Pesantren lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan
karakter di persekolahan”. Di Pesantren, model pembinaan pembelajaran yang
dilaksanakan bersifat holistik, tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif,
akan tetapi aspek afektif dan psikomotorik siswa terasah dengan optimal.
Pondok pesantren merupakan bagian integral dari institusi pendidikan
berbasis masyarakat serta merupakan sebuah komunitas yang memiliki tata nilai
tersendiri. Secara historis, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang
dikembangkan secara indigenous oleh masyarakat Indonesia yang sadar
sepenuhnya akan pentingnya arti sebuah pendidikan bagi orang pribumi yang
tumbuh secara natural (Umiarso dan Nurzazin, 2011:9). Madjid (1997:7)
mengatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna
keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous), sebab
kekuasaan Hindu-Budha. Dhofier (2011:41) menyatakan bahwa pesantren ialah
sebuah lembaga pendidikan Islam yang asli Indonesia, yang pada saat ini
merupakan warisan kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang, bahkan
pada saat memasuki millenium ketiga ini menjadi salah satu penyangga yang
sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara bagi negara Indonesia.
Pola pembinaan Pondok pesantren mampu menciptakan tata tertib yang
unik, dan berbeda dari lembaga pendidikan yang lain. Peran serta sebagai lembaga
pendidikan yang luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air, telah banyak
memberikan saham dalam pembentukan Indonesia religius (Mastuhu, 1994: 25).
Seperti yang diungkapkan oleh Mulyasana (2010: 301), dimana terdapat beberapa
aspek yang layak mendapat perhatian mengenai pesantren dalam melahirkan
orang-orang besar di tataran Nasional bahkan Internasional, yaitu: 1). Pesantren
didirikan, dibentuk dan diselenggarakan oleh keikhlasan Kyiai. Oleh karena itu,
motifnya bukan materi atau kekuasaan, akan tetapi ibadah untuk memperoleh
ridho Allah. 2) Pesantren dibesarkan oleh kepercayaan masyarakat, yang dengan
kepercayaannya tersebut masyarakat memberikan dukungan moral maupun
spiritual secara penuh. 3) Program pembelajaran di pesantren diarahkan pada
terbentuknya pribadi yang taat kepada Allah, berjiwa mandiri, dan memberikan
manfaat bagi sesama. 4) Proses pembelajaran dilakukan melalui sorogan dan
bandongan. Sorogan merupakan metode pembelajaran dengan pola individual
dimana setiap santri secara perorangan menemui Kyiai. Dengan demikian Kyiai
dapat menentukan seberapa banyak materi yang akan diajarkan sesuai dengan
(belajar tuntas). Sedangkan sistem bandongan ialah sistem pembelajaran yang
menggunakan sistem klasikal dimana pengajian diikuti oleh umum dengan
membahas kitab yang sama. 5) Kyiai menempatkan diri sebagai pelayan belajar
yang bertugas membantu kesulitan belajar para santri. dengan demikian Kyiai
mengajar dengan teladan. 6) Pesantren tidak mengotori diri dan jiwa serta pikiran
siswa dengna angka-angka dan ijasah, karena itu proses pengajiannya diarahkan
pada kualitas jati diri dan kematangan kepribadian santri. 7) Pendidikan di
pesantren didisain untuk mencetak santri-santri yang jujur, benar, ahli ibadah,
menjauhi kemunkaran, dan bermanfaat bagi sesama.
Dari ungkapan tersebut, minimal terdapat beberapa unsur pengembangan
nilai karakter bagi santri yang dikembangkan pada lingkungan pondok pesantren,
yaitu nilai ketuhanan, rasa hormat, saling menghargai, kemandirian, kedewasaan,
kedisiplinan, kejujuran, kebenaran, dan mampu bermanfaat bagi sesama. Sebuah
konsep pendidikan yang ideal dalam mengembangkan kulaitas moral serta
watak/kepribadian warga negara. Lebih jauh, hal ini diperkuat dengan
diungkapkan dari Menteri Pendidikan Nasional (Nuh, 2011) bahwa pola-pola
pendidikan berbasis karakter yang berkembang di pondok pesantren dinilai sudah
berhasil dalam mencetak karakter siswa.
Pondok Pesantren Sukamanah-Sukahideung sebagai salah satu pondok
pesantren yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya. Pondok Pesantren ini
merupakan salah satu pesantren yang memiliki andil besar dalam pembangunan
kualitas moral masyarakat, khususnya masyarakat sekitar wilayah Kabupaten
Indonesia merdeka. Pondok pesantren ini didirikan oleh seorang pahlawan
nasional sekaligus seorang ulama yaitu K.H. Zainal Mustofa.
Berdirinya pesantren ini mendapatkan respon yang begitu baik, tidak hanya
dari masyarakat sekitar Kabupaten Tasikmalaya tetap juga dari luar daerah.
Jumlah santri pada tahun-tahun pertama, diasramakan dalam 6 asrama sekitar
600 orang dan yang tidak diasramakan jumlahnya lebih banyak.
Dengan visi pesantren yaitu untuk menjadikan “Pribadi Muslim yang
Berakhlaq Al-Karimah dan Ilmiah Berlandasan Aqidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah”, serta misi “Memiliki Ilmu Pengetahuan dan berakhlaq karimah,
Menanamkan kecintaan terhadap Ilmu dan berpola hidup sederhan,
bertanggungjawab dalam melaksanakan kewajiban, tidak suka memperlihatkan
keprihatinan, mempunyai kepribadian”, dalam tempo belasan tahun, beliau
berhasil mencetak para santrinya berilmu dan beramal, mandiri dan sanggup
menyebarluaskan ilmu yang telah dimilikinya di berbagai tempat dan kampung
halamannya (http://pstkhzmusthofa.or.id. 19 Januari 2012). Dengan komitmen
yang kuat dari pimpinan pondok pesantren serta para penerusnya, kini pondok
pesantren ini telah tumbuh menjadi sebuah pesantren yang besar yang dilengkapi
dengan sekolah formal.
Peranan pondok pesantren yang begitu besar pengembangan karakter
masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, menjadi salah satu alasan peneliti untuk
melakukan penelitian tesis yang berjudul “Model Pembinaan Pendidikan
Kemandirian dan Disiplin Santri (Sebuah Kajian Pengembangan
Pendidikan Kewarganegaraan)”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti memfokuskan
penelitian pada bagaimanakah model pembinaan pendidikan karakter pada
lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal Mustafa dalam membangun
kemandirian dan disiplin santri ?.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pada fokus penelitian di atas, maka peneliti menjabarkan dalam
beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Unsur-unsur nilai karakter apa yang dikembangkan pada lingkungan
pondok pesantren?
2. Bagaimana proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri pada pondok pesantren?
3. Bagaimanan metode pembinaan karaker dalam membangun kemandirian
dan kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok pesantren?
4. Hal apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan
karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada
pondok pesantren?
5. Bagaimana keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun
D. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana model
pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal
Mustafai dalam membangun kemandirian dan disiplin santri.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan pada lingkungan pondok
pesantren.
b. Proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri pada pondok pesantren.
c. Metode pembinaan karaker dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok pesantren.
d. Hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan
karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada
pondok pesantren.
e. Keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun kemandirian
dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren.
E. Manfaat Penelitian
Secara garis besar, hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam
pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata
pelajaran pengembang kepribadian bangsa, serta tambahan referensi dalam
mengkaji dan merumuskan sebuah model pembinaan karkater siswa berbasis
keagamaan yang berada di lingkungan masyarakat, khususnya lingkungan pondok
pesantren.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat
sebagai berikut.
a. Bagi Penulis
1) Dapat menjadi sarana pengembangan potensi diri dalam
mengembangkan keilmuan PKn pada bidang kajian pendidikan
karakter dalam lingkungan masyarakat yang berbasis keagamaan.
2) Dapat menjadi masukan bagi penulis dalam memilih serta menentukan
pendekatan, proses serta metode yang paling tepat dalam penanaman
nilai-nilai karakter mandiri dan disiplin pada berbagai lingkungan, baik
formal maupun informal.
b. Bagi Sekolah
1) Dapat memberikan masukan bagi para pengajar (guru) dalam
mengembangkan model pembinaan karakter mandiri dan disiplin siswa
2) Sebagai tambahan referensi bagi para guru dalam memilih serta
menentukan pendekatan, proses pelaksanaan serta metode pembinaan
karkater dalam membangun kemandirian dan kedisiplin siswa pada
lingkungan sekolah.
3) Sebagai tambahan pengetahuan bagi para siswa dalam meningkatkan
kemandirian serta kedisiplinan, baik pada lingkungan sekolah, keluarga
dan masyarakat.
c. Bagi Pondok Pesantren
1) Menjadi bahan referensi tentang peranan penting pondok pesantren
dalam membangun karakter serta watak peserta didik (santri).
2) Memberikan masukan terhadap pendekatan, metode serta beragam
alternatif pemecahan masalah dalam implementasi pembinaan karakter
pada lingkungan pondok pesantren.
F. Penjelasan Istilah
1. Model Pembinaan
Model pembinaan yaitu sebuah upaya dalam bentuk proses serta tindakan,
yang dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam rangka menuju perbaikan
dan penyempurnaan (Sarbaini, 2011:23; Swasta dan Handoko dalam Syahbudin
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter adalah sebuah usaha sadar dan terencana dalam rangka
mendidik dan mengembangkan potensi positif peserta didik yang dilakukan pada
lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat yang hasilnya dapat terlihat dalam
tindakan nyata seseorang, agar kelak mampu memberi kontribusi positif bagi
lingkungannya (Megawangi, 2004: 95 dan Koesoema, 2010: 133).
3. Pondok Pesantren
Pondok pesantren yaitu sebuah lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan
berkembang secara indiginous pada lingkungan masyarakat Indonesia yang
berfungsi dalam mewariskan dan memelihara tradisi Islam yang dikembangkan
para ulama (Kyiai) dari masa ke masa sebagai bentuk pedoman hidup
bermasyarkat (Mastuhu, 1994:6; Zimek dalam Umiarso, 2011:19).
4. Kemandirian
Kata mandiri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengambil keputusan atas kehendaknya sendiri lengkap dengan tindakan serta
keberanian untuk menerima konsekwensi tindakan tersebut (Langevel dalam
Soelaiman, 1983: 9; Kartadinata, 1988:51).
5. Kedisiplinan
Kata disiplin dapat dimaknai sebagai suatu keadaan seseorang yang mampu
mengikuti dan melaksanakan tata nilai serta peraturan yang berada pada
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Untuk mengungkap bagaimana model pembinaan pendidikan karkater pada
lingkungan pondok pesantren dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan
santri, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitiatif. Hal ini dengan
pertimbangan agar mampu memahami makna di balik data yang tampak. Gejala
sosial sering tidak difahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan,
karena setiap ucapan dan tindakan seseorang sering mempunyai makna tertentu,
oleh karena itu diperlukan adanya penelitian yang bersifat holistik.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Nasution (2003: 5) menyatakan bahwa
hakikat penelitian kualitatif adalah untuk mengamati orang dalam lingkungan
hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran
mereka tentang dunia sekitarnya. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti
memandang bahwa pendekatan kualitatif merupakan pendekatan paling tepat
untuk digunakan, karena dengan pendekatan tersebut mampu membantu peneliti
untuk menemukan jawaban secara mendalam tentang fokus permasalahan yang
akan diteliti, yaitu sebagai berikut:
1. Unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan pada lingkungan pondok
2. Proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri pada pondok pesantren.
3. Metode pembinaan karaker dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok pesantren.
4. Kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan karakter dalam membangun
kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren.
5. Keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun kemandirian
dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren.
Dalam pelaksanaanya, untuk mendapatkan data yang jelas dan akurat
serta memiliki validitas yang tinggi, peneliti melakukan penelitian langsung
ke sumber data, dalam hal ini lokasi penelitian yakni Pondok Pesantren
KH.Zainal Mustafa Sukamanah Kabupaten Tasikmalaya, kemudian
berinteraksi langsung dengan lingkungan lokasi penelitian dengan berbekal
pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman studi dokumentasi
yang telah disiapkan sebelumnya. Selanjutnya peneliti berupaya
mengumpulkan data selengkap dan sedetail mungkin tentang masalah yang
menjadi pokok penelitian dengan ikut serta menjadi bagian (santri
nonmukim) pada lingkungan tersebut. Data-data yang telah diperoleh tersebut
kemudian dideskripsikan dengan jelas dan detail dalam deskripsi hasil
penelitian sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, selanjutnya
peneliti melakukan pengolahan data, kemudian dibahas dengan dukungan
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan ialah metode studi kasus, Stake dalam Cresswell
(2010:20) menyatakan bahwa studi kasus ialah penelitian dimana peneliti
didalamnya menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses,
atau sekelompok individu yang dibatasi waktu dan peristiwa. Metode ini
dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu kelompok,
organisasi, lembaga atau gejala tertentu.
Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti memilih untuk menggunakan
metode studi kasus, karena dalam meneliti sebuah model pembinaan pendidikan
karakter pada sebuah lingkungan pesantren, penelitian membutuhkan pengamatan
secara intensif, terperinci, dan mendalam baik terhadap individu, kelompok,
organisasi atau gejala tertentu yang dibatasi peristiwa dan waktu dengan
memanfaatkan multisumber bukti. Adapun gejala tertentu yang khas dalam
penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Pondok K.H.Zainal Mustafa merupakan salah satu lembaga pendidikan
informal yang sejak lama telah berdiri di lingkungan masyarakat Kabupaten
Tasikmalaya, yang memiliki komitmen kuat dalam menanamkan nilai-nilai
karakter bagi masyarakatnya.
2. Banyaknya figur masyarakat yang dilahirkan dari pembinaan pada
lingkungan pondok pesantren KH. Zainal Mustofa Tasikmalaya.
3. Pondok Pesantren K.H.Zainal Mustafa merupakan salah satu pondok
pesantren besar yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, yang
Data yang dikumpulkan dari lapangan adalah hasil pengamatan langsung
terhadap situasi natural, wajar, sebagaimana adanya, kemudian dari hasil
wawancara terhadap responden, dan studi dokumentasi, serta diperkuat melalui
studi literasi yang selanjutnya pengumpulan data dilakukan secara langsung
terhadap situasi dan interaksi dalam pengembangan pendidikan karakter dalam
membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada lingkungan pondok
pesantren K.H. Zainal Mustafa Tasikmalaya.
B. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian kulalitatif, instrumen inti (key instrument) dalam
mengungkap sumber data ialah peneliti sendiri yang dibantu dengan beberapa
instrumen, yaitu pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman studi
dokumentasi. Data dan informasi dikumpulkan menggunakan beberapa teknik,
diantaranya ialah Teknik wawancara, Observasi, Studi dokumentasi dan Studi
Kepustakaan.
1. Teknik Wawancara
Wawancara dilaksanakan secara bervariasi dan melihat situasi serta kondisi
di lapangan (lingkungan pondok pesantren KH.Zainal Mustafa), kapan, dimana
dan bagaimana wawancara yang akan dilakukan secara informal. Wawancara
dilaksankan dengan menggunakan pedoman wawancara yang kemudian
disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Adapun wawancara mendalam
dilaksanakan kepada Pimpinan Pondok Pesantren (Kyiai) dan para mudaris
informan. Wawancara berikutnya dilaksankan terhadap rois roisah, para santri
putri dan santri putra.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tahapan wawancara yang dilakukan
oleh peneliti yaitu pertama, menentukan siapa yang diwawancarai, kedua
mempersiapkan kegiatan wawancara, ketiga melakukan wawancara dan
memelihara agar wawancara produktif, dan keempat peneliti menghentikan
wawancara dan didapatlah rangkuman hasil wawancara.
Adapun yang menjadi narasumber dalam penelitian ini yaitu Kyiai
(Pimpinan Pondok Pesantren), para pengajar, Dewan Santri, rois dan roisah dan
santri.
2. Teknik Observasi
Observasi dilaksanakan menggunakan panduan observasi yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan diri
peneliti secara langsung pada kegiatan pembelajaran di lingkungan madrasah/
mesjid, juga seluruh lingkungan pondok pesantren (asrama, kegiatan-kegaitan
pembiasaan, kegiatan ekstrakulikuler, serta kegiatan-kegatan yang berhubungan
dengan lingkungan masyarakat), terhadap segala bentuk kata-kata dan tindakan
yang dilakukan baik oleh pimpinan pondok pesantren, para pengajar, dewan
santri, rois-roisah terhadap santri/santriah dalam membina kemandirian dan
3. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non
insani. Studi dokumentasi dilakukan terhadap dokumen-dokumen tertulis yang
berkaitan dengan pembinaan pendidikan karakter dalam membangun kemandirian
dan kedisiplinan santri pada lingkungan pondok pesantren, seperti tata tertib
pondok pesantren, buku saku para santri (berisi catatan pulang, kabur,
pelanggaran-pelanggaran dan sebagainya), profil pesantren, foto-foto kegiatan di
pesantren.
Terdapat beberapa alasan bagi peneliti dalam menggunakan teknik ini,
diantaranya sebagai berikut.
a. Selalu tersedia dan murah
b. Stabil, baik keakuratannya dalam merefleksikan situasi yang terjadi
c. Sumber informasi yang kaya secara kontekstual relevan dan mendasar
dalam konteksnya
d. Pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas
4. Teknik Kepustakaan
Teknik kepustakaan dilaksanakan oleh peneliti dengan mengumpulkan
sejumlah buku-buku, majalah, koran, brosur, leaflet yang berkaitan dengan model
pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok pesantren dalam
membangun kemandirian dan kedisiplinan bagi para santrinya. Dokumen tersebut
peneliti dapatkan baik dari lingkungan pondok pesantren KH.Zainal Mustafa, dari
C. Sumber Data
Menurut Moleong (2005:157-158) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain. Dengan demikian sumber data dapat dibagi ke dalam dua
sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari
situasi yang terjadi di lingkungan Pondok Pesantren, baik dari pimpinan pesantren
(Kyiai), para pengajar, dewan mudaris, rois roisah, serta para santri yang berkaitan
dengan pembinaan pendidikan karakter dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri. Kata-kata dan tindakan dari subyek atau informan penelitian,
baik dari observasi dan wawancara merupakan sumber data utama. Sumber data
tersebut dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam (handycamera),
pengambilan foto dan video.
Sementara sumber data sekunder berupa dokumen tertulis, dokumen resmi,
dokumen pribadi dan foto-foto serta data statistik yang berhubungan dengan
pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan Pondok Pesantren K.H. Zainal
Mustafa dalam membina kemandirian dan kedisiplinan para santrinya.
D. Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini ialah Pondok Pesantren K.H.Zainal Mustafa yang
berlokasi di Jalan Raya Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Pondok pesantren ini
kabupaten Tasikmalaya serta memiliki komitmen yang kuat dalam pembinaan
moral serta karakter umat.
b. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah: Kiyai
(Pimpinan Ponpes), para pengajar, dewan santri, rois, roisah dan santri. Subjek
penelitian inilah yang peneliti gunakan sebagai narasumber dalam memberikan
informasi mengenai pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok
pesantern K.H. Zainal Mustafa Tasikmalaya.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel purposif sehingga
besarnya sampel ditentukan oleh adanya pertimbangan perolehan informasi.
Penentuan sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai pada titik jenuh.
Sehingga pengumpulan data dari responden didasarkan pada ketentuan atau
kejenuhan data dan informasi yang diberikan
E. Tahapan Penelitian
Agar penelitian yang dilaksanakan mengenai pembinaan karakter mandiri
dan disiplin pada lingkungan pondok pesantren dapat berjalan dengan baik guna
mencapai hasil yang maksimal, maka dalam melakukan penelitian ini, disusun
langkah-langkah penelitian secara sistematis sebagai berikut.
1. Tahap Pra Penelitian
Pada tahap pra penelitian, yang pertama kali peneliti lakukan ialah
memilih dan menetukan masalah, judul dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk
mengajukannya kepada pembimbing untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya
peneliti melakukan pra penelitian ke pondok pesantern KH.Zainal Mustafa dengan
tujuan untuk mengetahui kondisi umum yang berkaitan dengan pembinaan
pendidikan karakter bagi para santri.
Setelah mengadakan pra penelitian, peneliti menyusun sebuah proposal
penelitian yang memuat judul, latar belakang masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori, metode penelitian dan teknik
penelitian, lokasi dan subjek penelitian. Selanjutnya peneliti menempuh prosedur
perizinan sebagai berikut:
a. Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian terhadap
Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Pascasarjana, yang
selanjutnya diteruskan kepada Asisten Direktur 1 untuk mendapat
rekomendasi dari Kepala BAAK UPI yang secara administratif mengatur
segala jenis urusan administratif dan akademis.
b. Setelah mendapat surat dari SPs UPI, kemudian surat permohonan tersebut
diberikan kepada Pengurus pondok Pesantren KH.Zainal Mustafa
Tasikmalaya untuk memberikan izin kepada peneliti dalam mengadakan
penelitian di pondok pesantren tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah selesai tahap pra penelitian, dan persiapan-persiapan lain yang
menunjang, maka peneliti terjun ke lapangan untuk pelaksanaan penelitian, yang
dimulai pada bulan Maret 2012 hingga pertengahan bulan Juni 2012. Dalam
oleh pedoman observasi dan pedoman wawancara. Penelitian ini dilaksankan
untuk mengumpulkan data dari beberapa narasumber, yaitu Pimpinan Pondok
Pesantren, Para pengajar, dewan mudaris, rois roisah dan para santri. Adapun
langkah-langkap yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut:
a. Menghubungi pengurus pondok pesantren K.H. Zainal Mustafa untuk
meminta izin melaksankaan penelitian.
b. Menentukan narasumber yang akan diwawancara.
c. Menghubungi dan membuat kesepakatan untuk melaksanakan wawancara.
d. Mengadakan wawancara dengan para narasumber.
e. Melaksanakan studi dokumentasi dan membuat catatan yang diperlukan
yang dianggap berkaitan dengan fokus penelitian.
f. Mengikuti beberapa kegiatan terkait masalah yang diteliti, seperti
pengajian kitab, shalat wajib berjamaah, shalat malam, makan bersama,
kegiatan ekstrakulikuler serta pembiasaan-pembiasaan lainnya.
Setelah melaksanakan wawancara dengan beberapa narasumber terkait,
mengikuti beberapa kegiatan dengan para santri, dan pengumpulan
dokumen-dokumen terkait penelitian, peneliti menuliskan kembali data-data yang terkumpul
ke dalam catatan lapangan, dengan tujuan agar mendapat data secara akurat dan
terperinci.
3. Tahap Analisis Data
Kegiatan analisis data dilakukan setelah data lapangan yang diperlukan
terkumpul. Dengan demikian, pada tahap ini, peneliti berusaha mengorganisasikan
Analisis data kualitatif yang digunakan oleh penelti berdasarkan pada model
Milles dan Huberman (Sugiono, 2007:246), dimana analisis data terdiri dari tiga
alur kegaitan yang dilakukan secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
a. Reduksi data
Kegiatan reduksi data ialah kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan hal penting, mencari tema dan polanya serta menggunting
hal-hal yang dianggap tidak perlu serta mengorganisasi data untuk memperoleh
kesimpulan final. Dalam penelitian ini aspek yang direduksi adalah model
pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal
Mustafa dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri yang meliputi :
1) Unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan pada lingkungan pondok
pesantren, 2) Proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri pada pondok pesantren, 3) Metode pembinaan karaker dalam
membangun kemandirian dan kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok
pesantren, 4) Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan metode pembinaan
karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok
pesantren dan 5) Keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun
kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren
b. Penyajian data
Setelah proses reduksi data dari lapangan, peneliti melaksanakan penyajian
data (Display data) dengan menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun
bagan, hubungan antar kategori yang dilaksanakan untuk memudahkan peneliti
dalam memahami apa yang terjadi dan memudahkan dalam pengambilan sebuah
keputusan.
c. Penarikan kesimpulan/ verifikasi
Pada tahap ini, kegiatan penarikan kesimpulan dilaksanakan dengan tujuan
mencari makna dari data yang telah dikumpulkan.
Secara umum, teknik analisis data Miles dan Huberman (Magfiroh,
[image:31.595.118.510.228.534.2]2011:100) ini, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Teknik analisis data Miles dan Huberman (2007:23)
F. Uji Validitas Data Penelitian
Uji validitas merupakan kekuatan lain dalam penelitian kualitatif selain
reliabilitas. Validitas ini didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian ini
sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara
cara yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Triangulasi, 2) Member Check
dan 3) Expert Opinion.
1. Triangulasi
Kegiatan triangulasi merupakan proses mencek kembali kebenaran
suatu informasi dengan menggali informasi tersebut dari berbagai pihak
dengan beberapa cara, dengan tujuan untuk melakukan verifikasi atau
konfirmasi informasi. Pada penelitian ini proses triangulasi dilakukan dengan
melakukan wawancara dengan elemen masyarakat serta orang tua para santri,
hal ini dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi yang peneliti dapat
dari narasumber terdahulu sehingga diperoleh kepastian data yang diperlukan.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan triangulasi kepada pihak masyarakat
yang diwakili oleh ibu yuyu dan ibu Imas kemudian pada pihak orang tua
santri yang diwakili oleh Bapak Wardija dan Ibu Rika.
2. Member Check
Member check ialah kegiatan narasumber memeriksa kembali catatan
lapangan yang peneliti berikan, baik berupa hasil observasi maupun
wawancara, agar data tentang pembinaan karakter dalam membangun
kemandirian dan kedisiplinan para santri menjadi lebih sesuai dengan apa
yang dimaksud oleh narasumber. Selanjutnya setelah diperiksa oleh
3. Expert Opinion
Selain triangulasi data dan member check, tahap selanjutnya ialah
expert opinion atau menanyakan serta mengecek kembali data yang telah
didapat mengenai model pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan
pondok pesantren dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri
kepada ahli, dalam hal ini pendapat para ahli diwakili oleh pimpinan Pondok
Pesantren Sukahideung yaitu KH. Tatang Muchtar dan Drs. Daris, M.Si.,
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi
penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan
hasil-hasil penelitian dalam Bab IV.
A. Kesimpulan
Merujuk pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan
pada Bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Kesimpulan Umum
Pondok Pesantren KH. Zainal Mustafa sebagai salah satu lembaga
pendidikan nonformal yang telah tumbuh dan berkembang secara idigenous pada
lingkungan masyarakat, telah mampu memberikan sumbangan positif dalam
membina serta mengembangkan nilai-nilai karakter bagi santri dan masyarakat
Kabupaten Tasikmalaya. Model pembinaan yang syarat dengan nilai-nilai
keagamaan serta nilai-nilai luhur budaya Indonesia, menjadikannya salah satu
basis pengembangan karakter bangsa.
Pembinaan karakter santri dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh
(holistik), dimana kegiatan belajar-mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur
dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari pada semua segmen kegiatan serta
lingkungan yang diciptakan pada podok pesantren. Unsur-unsur nilai karakter
yang diajarkan meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang hidup dan
kehidupannya yang bersumber dan bersandar pada Al-Qur’an, Al-Hadist serta
praksis, yaitu sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk sosial, serta sebagai
makhluk individu.
Proses penanaman unsur-unsur nilai tersebut, dilaksanakan secara kontinyu
(terus menerus) melalui kegiatan pembelajaran dalam mesjid/madrasah,
pembiasaan pada lingkungan pondok pesantren, kegiatan ekstrakulikuler serta
kerjasama dengan pihak keluarga dan masyarakat.
Pengembangan aspek moral knowing (pemberian pengetahuan tentang
moral) disampaikan pada dimensi madrasah/mesjid melalui penyampain materi
dari kyiai dan para pengajar kepada para santrinya. Moral feeling dikembangkan
melalui pengalaman langsung para santri dalam konteks sosial dan personalnya
dilingkungan keluarga, pesantren dan masyarakat. Sedangkan moral action
diwujudkan melalui serangkaian program pembiasaan melakukan perbuatan yang
bernilai baik menurut parameter Allah SWT.
Dalam pelaksanaannya, pembinaan karakter dilingkungan pondok pesantern
K.H. Zainal Mustafa ini mengalami beberapa kendala, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Belum optimalnya pembinaan sumber daya pengajar serta
pengurus pondok pesantren, minimnya sarana dan prasarana, jumlah proporsi
yang tidak seimbang antara pengajar dengan jumlah santri serta adanya perbedaan
latar belakang keluarga santri menjadi penghambat dari sisi internal pondok
pesantren.
Sedangkan pengaruh buruk dari perkembangan IPTEK (warnet, hp,
playstation), lokasi pesantren yang dilalui penduduk setempat, belum optimalnya
dihadapi pondok pesantren. Akan tetapi, sejauh ini, beberapa kendala tersebut
masih dapat ditangani secara baik oleh pengelola pondok pesantren.
Serangkaian pembinaan dan pengembangan yang telah dilaksanakan pada
lingkungan pondok pesantren, ternyata mampu memberi dampak yang besar bagi
pembangunan kemandirian dan kedisiplinan para santrinya, hal ini dapat dilihat
melalui beberapa indikator berikut: 1). Terdapat perubahan yang semakin baik
dalam sikap, tatakrama serta prilaku santri baik dilingkungan pondok, keluarga
maupun masyarakat, 2) Timbulnya kemandirian santri dalam berfikir dan
bertindak, 3) Timbulnya kedisiplinan santri dalam mengelola waktu, beribadah,
belajar serta menaati tata peraturan, baik yang ada dilingkungan pondok, keluarga
maupun masyarkat, dan 4) Munculnya figur-figur panutan dalam lingkungan
masyarakat, baik dalam bidang pendidikan, keagamaan, politik, kesehatan serta
organisasi kemasyarakatan.
2. Kesimpulan Khusus
a. Unsur-unsur nilai yang meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang
hidup dan kehidupannya, diajarkan serta dikembangkan pada lingkungan
pondok pesantren Yakni nilai-nilai sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk
sosial serta nilai-nilai sebagai makhluk individu (Nilai Fundamental,
Instrumental serta praksis), yang berasal serta berdasar kepada Al-Qur’an,
Al-Hadist serta nilai-nilai luhur Pancasila.
b. Proses pembinaan pendidikan karakter dalam membangun kemandirian dan
dilaksanakan secara holistic. Seluruh kegiatan pembelajaran merupakan
kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari.
Pembelajaran pada dimensi madrasah/mesjid, pembiasaan pada lingkungan
pesantren, kegiatan ekstrakulikuler, serta dukungan dan kerjasama dari
keluarga dan masyarakat berpadupadan membentuk sebuah kesatuan yang
kuat dalam memperkokoh pembinaan karakter santri.
c. Metode pembinaan kemandirian dan kedisiplinan di lingkungan pondok
pesantren tidak dapat dilaksanakan secara parsial serta dalam waktu yang
singkat. Perlu proses yang panjang serta bertahap, baik melalui pemberian
nasihat pada dimensi mesjid dan madrasah, pembiasaan-pembiasaan pada
seluruh lingkungan pesantren, pemberian pahala dan sanksi (reward and
punishment), serta keteladanan/percontohan dalam rangka penguatan dari
kyai serta para pengajarnya.
d. Terdapat beberapa kendala, baik bersifat internal maupaun eksternal dalam
pelaksanaan pembinaan pendidikan karakter untuk membangun kemandirian
dan kedisiplinan santri, yang diantranya ialah belum optimalnya pengelolaan
sumber daya pengajar serta sarana prasarana, efek negatif IPTEK serta
kurangnya kerjasama dengan masyarakat.
e. Terdapat beberapa keunggulan hasil dalam membangun kemandirian dan
kedisiplinan santri pada lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal Mustofa,
hal ini dibuktikan dengan beberapa indikator sebagai berikut 1) Adanya
perubahan sikap, tatakrama serta prilaku santri; 2) Tumbuhnya kemandirian
beribadah, belajar, mengelola waktu serta menaati tata peraturan: 4) serta
lahirnya figur-figur panutan dalam lingkungan masyarakat, baik dalam
bidang pendidikan, keagamaan, politik, kesehatan serta organisasi
kemasyarakatan.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti ingin merekomendasikan beberapa
hal berkaitan dengan model pembinaan pendidikan karkater pada lingkungan
pondok pesantren.
1. Pimpinan dan para pengajar Pondok Pesantren diharapkan tetap menjaga dan
melestarikan unsur-unsur nilai karakater yang bersumber pada nilai-nilai
agama serta nilai-nilai luhur budaya bangsa, sebagai salah satu basis
pengembangan serta pembentukan karakter bangsa di tengah gencarnya arus
global saat ini.
2. Para pengajar PKn di lingkungan sekolah diharapkan mampu mengambil
sisi positif serta keunggulan dari model pembinaan pendidikan karakter pada
lingkungan pondok pesantren yang syarat dengan nilai-nilai agama dan
budaya luhur bangsa, sebagai salah satu referensi dalam membentuk serta
mengembangkan karakter siswa.
3. Para pengajar baik dilingkungan formal, in maupun non formal diharapkan
mampu mengimplementasikan pembinaan pendidikan karakter dengan
pada proses pembelajaran di kelas, akan tetapi pada seluruh lingkungan
pendidikan.
4. Masyarakat diharapkan mampu bekerjasama dalam memberikan dorongan
baik moral maupun materil bagi perkembangan pondok pesantren, sehingga
akan mengoptimalkan peranan pesantren sebagai basis pengembangan dan
pembentukan moral dan watak santri khususnya, masyarakat serta bangsa
Indonesia pada umumnya.
5. Para pakar PKn diharapkan mulai mempertimbangkan program pembinaan
pendidikan karakter di lingkungan nonformal, khususnya terkait dengan
pengembangan nilai-nilai karakter dengan basis keagamaan.
6. Para peneliti selanjutnya. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga
pendidikan yang diwariskan sejak lama, jauh sebelum Indonesia merdeka,
Peranannya yang begitu besar dalam pembinaan karakter serta moral bangsa
menjadi salah satu alasan untuk melestarikannya. Oleh karena itu, perlu ada
penelitian berbentuk komparasi yang lebih spesifik tentang bagaimana
pelaksanaan Pendididkan Kewarganegaraan disekolah yang berada dibawah
naungan pondok pesantren dengan pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan
yang berada diluar pondok pesantren.
Selaian itu, dirasa perlu pula untuk meneliti tentang bentuk
model-model pembinaan pendidikan karkater/akhlak pada lingkungan pondok
pesantren dengan tipe yang berbeda. Sehingga akan didapat referensi
Anas, M. (2009). Nilai-nilai Pendidikan dalam kitab berjanzi. Yogyakarta: Skripsi Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Indonesia.
Arifin, M. (1991). Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
Asrori, M dan Ali, M.( 2008). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik
Jakarta: PT. Bumi Aksara (online). Available at:
http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversi ty_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]
Asrori, M dan Ali, M.( 2008). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik
Jakarta: PT. Bumi Aksara (online). Available at:
http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversi ty_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]
Asyafah, A.(2011). Mendidik Karakter dengan Pengalaman dan Pembiasaan
dalam “Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya pembinaan
kepribadian bangsa. Bandung: Widya Aksara Press”.
Az-Za’abalwi, S.M. (2007). Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa,
(terjemahan Abdul Hayyi dkk). Jakarta: Gema Insani Press.
Azka, D. (2002). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Branson, S.,M. (1998). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: diterbitkan atas kerjasama: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS).
Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Budimansyah, D. (2011). “Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Membangun Karakter Bangsa”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi
upaya pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Bruinesen, M. (1999). Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi
Peningkatan Kemandirian Warga Belajar :Studi Kasus Pada Pengemudi Boat Pancong Di Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Tesis Magister Pendidikan Luar Sekolah Universitas
Pendidikan Indonesia.
Creswell, J.W. (2010). Research Design Qualitative Approach. London: Publication. Lessons In Personal Change. New York: A Fireside Book.
Darmawani, E. (2010). Model Bimbingan Kelompok Dengan Metode Sosiodrama
Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Disiplin Siswa :Studi Eksprimen Tentang Peningkatan Motivasi Belajar Dan Disisplin Siswa Sma Olahraga. Disertasi pada Program Bimbingan dan Konseling Universitas
Pendidikan Indonesia.
Dewantara, K H. (1962). Karja Ki Hajar Dewantara. Jogjakarta: Madjelis Luhur persatuan Taman Siswa.
Dhofier, Z. (2011). Tradisi Pesantren studi pandangan hidup Kyai dan visinya
mengenai masa depan Indonesia. Jakarta: LP3SE.
Djahiri, K . (1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai Moral. Bandung: Lab Pengajaran PMP IKIP Bandung.
________. (2007). Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung. Lab PMPKN FPIPS UPI Bandung.
Downey, M and Kelly, A.V. (1982). Moral Education; Theory and
Practice.London: Harper & Row, Publisher.
Drost S, J. (1998). Sekolah : Mengajar atau Mendidik?. Jakarta: Konislun hlm. 39.
Firdaus, A.S. (1979). Pendidikan Nilai dan Pembinaan Nilai Disiplin di
Lingkungan Pesantren. Direktori Pendidikan Bahasa Arab FPBS UPI. Tidak
diterbitkan.
Gazalba, S. (1975). Mesjid: pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara.
Haedari, A dan Hamid. (2004). Masa Depan Pesantren Dalm tantangan
Halimi, M. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan
Kewarganegaraan dalam ” Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya
pembinaan kepribadian bangsa”. Bandung: Widya Aksara Press.
Hurlock, B. (1999). Psikologi Perkembangan. (Online). Available at: http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversi ty_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]
Husen, A. dkk. 2010. Model Pendidikan Karakter Bangsa. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Isa, H.A. (2012). Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Hidup Terintegrasi
Dengan Nilai-Nilai Budaya Lokal Dalam Meningkatkan Kemandirian Berusaha: Studi Pada Masyarakat Pesisir Di Kecamatan Batudaa Pantai Provinsi Gorontalo. Disertasi pada prodi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Kamil, M. (2010). Model Penididikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.
Kardiman, Y. (2008). Membangun Kembali Karakter Bangsa melalui situs-situs
Kewarganegaraan. Bandung: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Acta
Civicus. Vol. 2. No. 2.
Kartadinata, S. (1988). Profil Kemandirian dan Orientasi Timbang Sosial
Mahasiswa serta Karya dengan Perilaku Empatik dan Orientasi Nilai Rujukan. Disertasi Doktoral Universitas Pendidikan Indonesia.
Koesoma, D. (2007). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.
Komalasari, K. (2011). “Pendidikan Karakter di Persekolahan China”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya pembinaan kepribadian bangsa.
Bandung: Widya Aksara Press.
Keosoema, D. (2010).Pendidikan Karakter Integral. Kompas, 11 Februari 2010.
Kuntjojo. (2009). Psikologi Pendidikan. Diktat Psikologi Pendidikan pada jurusan pendidikan Bimbingan Dan Konseling Universitas Nusantara Pgri Kediri. Tidak diterbitkan.
Lickona, T. (1992). “Educating Form Character How Our School Can Teach
Respect and Responsibility”. New York
-Toronto-London-Sidney-Auckland: Bantam Books.
Lincoln dan Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills London New Dehli
Madjid, N.________. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Magfiroh, R. (2011). Refitalisasi Karaker Bangsa Melalui Pendidikan
Kewarganegaraan Dengan Pengembangan Budaya Lokal :Studi Kasus Budaya Macapat Di Kota Surakarta. Tesis Pada Prodi Pendidikan
Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Disertasi pada Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter solusi yang Tepat untuk Membangun
Bangsa. Bandung: BPMIGAS dan Energi.
Miles, M & Hubermen, AM. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku sumber tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moleong, LJ. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Muchtar, U.M. (2011). Implementasi Model Pembelajaran Kemandirian Berbasis
Nilai Satya Dan Darma Pramuka Dalam Membentuk Generasi Muda Mandiri Melalui Kegiatan Alam Terbuka. Disertasi pada Program Studi
Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Mulyasa, E. (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Bandung: Bumi Aksara.
Mulyasanan, D. (2011). Pendidikan Karakter: Apa, Mengapa dan Bagaimana?
dalam “Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya pembinaan kepribadian bangsa”. Bandung: Widya Aksara Press.
Munir, A. (2010). Pendidikan Karakter (Membangun anak sejak dari rumah). Yogyakarta: Pedagogia.
Nazir, M.( 1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noor. M. (2006). Potret Dunia Pesantren. Bandung: Humaniora.
Nuh, M. (2011). Pendidikan Karakter di Pesantren dinilai Berhasil. (Online) tersedia di: http://www.indonesia.go.id/in/kementerian Negara RI(10 Desember 2011).
Nurdiansyah. (2012). Kajian Tentang Pola Pendidikan Di Pesantren Dalam
Membentuk Karakter Santri Di Era Globalisasi (Studi Deskriptif Analitis di Pondok Pesantren Modern Mathla‟ul Huda). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Nurmalasari, F. (2012). Model Pendidikan Akhlak Berbasis Riyādaħ Di Pondok Pesantren Azzainiyyah Nagrog Sukabumi. Skripsi pada Jurusan
Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia.
Poerwadarminta. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Pondok Pesantren KH. Zainal Mustofa. (2008). Visi dan Misi Pondok Pesantren
KH. Zainal Mustofa. (Online) tersedia di: (http://pstkhzmusthofa.or.id. (19
Januari 2012).
Prijodarminto, S. (1993). Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Purwasasmita, M. 2010. Memaknai Konsep Alam Cerdas dan Kearifan Nilai
Budaya Lokal (Cekungan Bandung, Tatar Sunda, Nusantara, dan Dunia) Peran Local Genius dalam Pendidikan Karakter Bangsa. Prosiding
Seminar. Bandung: Widya Aksara Press.
Pusat Kurikulum. (2010). Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan
Nilai-nilai Budaya Untuk membentuk daya saing dan Karakter Bangsa.
Kementrian Pendidikan Nasional. (Online). Available at: http://www .puskur.net/files/1_ Pendidikan karakter Bangsa.pdf.
Pusat Bahasa Depdiknas. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Ruswandi, U. (2010). Pengembangan Model Pendidikan Nilai Berbasis Karakter
„Ibad Al-Rahman dalam Upaya Membina Pribadi Akhlak Karimah (Studi
Kasus pada SMA Plus Pesantren Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya).
Disertasi Pendidikan Nilai Prodi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan
Sa’abuddin, I.A. (2006). Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saebani, A dan Hamid, A. (2010). Ilmu Akhlak. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Samani, M dan Haryanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sarbaini. (2012). Pengembangan Model Pembinaan Kepatuhan Peserta Didik
Terhadap Norma Ketertiban Sebagai Upaya Menyiapkan Warga Negara Demokratis Di Sekolah. Tesis Magister Prodi Pendidikan Kewarganegaraan
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan.
Sarwono, S. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sauri, S. (2006).Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung:Genesindo
Sauri, S. (2011). Pendidikan Pesantren dalam Pendidikan Karakter. (Online) Available : http://10604714.siap-sekolah.com/2011/06/02/peran-pesantren-dalam-pendidikan-karakter
Shalihat, IS. (2010). Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Sma :Studi Pengembangan Di Sma Darul Hikam Bandung. Disertasi pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Shihab, M.Q.( 2002). Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Kserasian Al-Qur‟an. Volume 9, Jakarta: Lentera Hati. Peran Pesantren dalam Pendidikan Karakter.
Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sukadi. (2011). Pendidikan Karkater Bangsa Berideologi Pancasila dalam
„Pendidikan Karakter : Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa‟. Bandung : Widya Aksara Press.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & B. Bandung: Alfabeta.
Surya, M. (1988). Dasar-Dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Suseno , F. (1993). Etika Dasar masalah-masalah pokok filsafat Moral. Yogyakarta: Pustaka Kanisus.
Sutadipura, B. (1983). Aneka Problema Keguruan. Bandung: Angksa.
Suyatno. (2010). “Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Membangun
Karakter Bangsa“. Jakarta: Makalah Saresehan Nasional.
Steinberg, L. (2002). Adolescence. New York: Mc Graw Hill (Online). Available at:
http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversit y_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]
Syhabudin, A. (2010). Pola Pembinaan Kesadaran Berzakat Dalam
Meningkatkan Kepedulian Sosial: Studi Kasus di Rumah Zakat Indonesia.
Tesis Magister Ilmu Pendidikan pada Prodi Pendidikan Umum / Nilai Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indoensia: Tidak diterbitkan
Tucker-ladd, C. (2011). Psychological Self-Help. (Online) tersedia di
http://www.psikologicalself-helf.org (12/07/2012).
Tu’u, T. (2004). Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Umiarso & Nurzazin, N.( 2011). Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan
menjawab problematika kontemporer Manajemen Mutu Pesantren.
Semarang: RaSAIL Media Group.
Vessels, Gordon and Huitt,. (2005). Moral and Character Development. Presented at the National Youth at Risk Conference, Savannah, GA, March
8-10.(Online). Tersedia:
http://chiron.valdosta.edu/whuitt/brilstar/chapters/chardev.doc. [20 Desember 2009].
Wahid, A.( 2001), Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, LkiS, Yogyakarta.
Waruwu, F.E. 2010. Membangun Budaya Berbasis Nilai (Panduan Pelatihan
bagi Trainer). Yogyakarta: Kanisius
Winataputra, U.S .2001. Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana
Sistemik Pendidikan Demokrasi. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung:
tidak diterbitkan.
Winataputra dan Budimansyah. 2007. Civic Education: Konteks, Landasan,
Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan SPs UPI.
Yin, K. R. (2002). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Pres.
Yusuf L. N. (1989). Disiplin Diri Dalam Belajar Dihubungkan Dengan
Penanaman Disiplin Yang Dilakukan Oleh Orang Tua Dan Guru.
Bandung: tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan.