• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAN KEDISIPLINAN SANTRI :Sebuah Kajian Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAN KEDISIPLINAN SANTRI :Sebuah Kajian Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Hal LEMBAR PENGESAHAN ………..

PERNYATAAN………. ABSTRAK……….. ABSTRACT……… KATA PENGANTAR……… UCAPAN TERIMAKASIH……….. DAFTAR ISI……….. DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR……….

BAB I PENDAHULUAN……….. Latar Belakang Masalah ………..

A. Fokus Penelitian………

B. Pertanyaan Penelitian ………...

C. Tujuan Penelitian………..

D. Manfaat Penelitian ………..

Penjelasan Istilah ………

BAB II KAJIAN PUSTAKA………....

A. HAKIKAT PENDIDIKAN KARAKTER………

1. Definisi Pendidikan Karakter………...

2. Tujuan Pendidikan Karakter………

3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter………...

4. Pendidikan Karakter dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan...

B. PONDOK PESANTREN DAN SEJARAHNYA DI INDONEISA……

1. Pengertian Pondok Pesantren………..

2. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Di Indonesia …………...

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Pesantren………...

4. Unsur-Unsur Pondok Pesantren. ………

(2)

2. Nilai-nilai Karakter Dalam Al-Qur’an………

3. Pola Umum Pendidikan Pesantren……….

4. Pendekatan Pendidikan Karakter di Pesantren………..

5. Prinsip dan Metode Pembelajaran Pesantren……….

D. LANDASAN TEORI PEMBINAAN………..

1. Teori Tindakan dari Talcott Parsons………

2. Teori Pembelajaran Sosial ( Albert Bandura)……….

3. Teori Wortel dan Tongkat dari Jeremy Bentham………

E. HAKIKAT KEMANDIRIAN………..

1. Pengertian Kemandirian………..

2. Unsur-Unsur Kemandirian………...

3. Fungsi Kemandirian……….

F. HAKIKAT DISIPLIN………..

1. Pengertian Disiplin………..

2. Unsur-Unsur Disiplin………...

3. Fungsi dan Tujuan Disiplin………..

4. Upaya Pembinaan Karakter Disiplin………

G. HASIL KAJIAN TERDAHULU………..

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………

A. Pendekatan dan Metodologi penelitian……….

1. Pendekatan Penelitian………...

2. Metode Penelitian ………..

B. Teknik Pengumpulan Data………

C. Sumber Data………...

D. Lokasi dan Subjek Penelitian………

E. Tahapan Penelitian………

1. Tahapan Pra Penelitian………

2. Tahapan Pelaksanaan………..

3. Tahapan Analisis Data………

F. Uji Validitas Data Penelitian……….

(3)

A. HASIL PENELITIAN……….

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….

2. Unsur-Unsur Nilai Karakter Yang Dikembangkan Pada Lingkungan

Pondok Pesantren. ………...

a. Istilah Karakter dan Akhlak………....

b. Urgensi Pendidikan Akhlak dalam Islam………....

c. Nilai-Nilai Karakter yang Dikembangkan di Lingkungan Pondok

Pesantren……….

3. Proses Pembinaan dalam Membangun Kemandirian dan Kedisiplin

Santri pada Pondok Pesantren………...

a. Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada lingkungan pondok

pesantren……….

b. Kegiatan ekstrakulikuler yang diselenggarakan di lingkungan

pondok pesantren dalam menunjang pembinaan karakter santri,

terutama yang dapat mendukung kemandirian dan kedisiplinan

santri………

4. Metode Pembinaan Karaker dalam Membangun Kemandirian dan

Kedisiplinan Santri yang Ditemukan pada Pondok Pesantren………….

a. Metode pembinaan karakter mandiri yang dikembangkan pada

lingkungan pondok pesantren………

b. Metode pembinaan karakter disiplin yang dikembangkan pada

lingkungan pondok pesantren………

5. Kendala dalam Pelaksanaan Metode Pembinaan Karakter dalam

Membangun Kemandirian dan Kedisiplinan Santri pada Pondok

Pesantren………...

a. Kendala yang dihadapi dalam melaksanaan metode pembinaan

karkater santri……….

b. Upaya yang dilakukan untuk menangani kendala tersebut………....

6. Keunggulan Hasil yang Dikembangkan dalam Membangun

Kemandirian dan Kedisiplinan Santri pada Pondok Pesantren…………

(4)

b. Dampak yang ditimbulkan dari hasil pembinaan karakter/ahlak

dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri di

lingkungan keluarga………...

c. Dampak yang ditimbulkan dari hasil pembinaan karakter/ahlak

dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri di

lingkungan masyarakat……….

B. PEMBAHASAN………..

1. Nilai Fundamental, Instrumental serta Praksis merupakan Nilai-Nilai

Karakter yang Dikembangkan pada Lingkungan Pondok Pesantren…. 2. Proses Pembinaan Menyeluruh, melalui Pembelajaran, Kegiatan

Ekstrakulikuler, Pembiasaan, serta Kerjasama Dengan Masyarakat dan

Keluarga Merupakan Proses Pembinaan Akhlak Mandiri dan Disiplin

Yang Dilaksanakan Pada Pondok Pesantren KH. Zainal Mustafa………

3. Pembiasaan, Pemberian Nasihat, adanya Pahala dan Sanksi, serta

Keteladanan dari Kyiai dan Para Pengajarnya, Merupakan Metode

Pembinaan Karaker Mandiri dan Disipliln Santri pada Pondok

Pesantren KH.Zainal Mustafa………...

4. Hambatan Internal Serta Eksternal Menjadi Kendala yang Dihadapi

dalam Pelaksanaan Metode Pembinaan Karakter Mandiri dan Disiplin

Santri pada Pondok Pesantren KH.Zainal Mustafa……….

5. Perubahan Prilaku yang Semakin Baik, Kemandirian, Kedisiplinan

serta Lahirnya Figur-Figur Penting dalam Masyarkat menjadi beberapa

Keunggulan Hasil Pembinaan Karakter pada Lingkungan Pondok

Pesantren KH.Zainal Musafa………

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………

A. KESIPULAN………

1. Kesimpulan Umum………..

2. Kesimpulan Khusus……….

(5)
(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nilai luhur budaya bangsa menjadi salah satu unsur penting dalam

membina karakter warga negara. Unsur-unsur nilai yang terdapat didalamnya

memberikan bentuk serta corak bagi kehidupan masyarakat. Karakter warga yang

religius, mandiri, ramah, tenggang rasa, serta saling tolong-menolong, menjadi

sebuah ciri khas serta kebanggaan dari bangsa ini. Namun, pelestarian serta

pengembangan nilai budaya tersebut belum optimal, yang mengakibatkan semakin

terkikisnya nilai-nilai karakter bangsa oleh arus perubahan zaman.

Gencarnya arus global tanpa disertai adanya filter dari masyarakat

Indonesia, mengakibatkan rakyat mudah terbawa arus kebebasan dan

indivudualisme, yang berdampak langsung terhadap menurunnya kualitas moral

bangsa. Adanya penurunan kualitas moral bangsa saat ini, dicirikan dengan

maraknya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), terjadinya konflik

(antar etnis, agama, politis, remaja), meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos

kerja, dan sebagainya (Megawangi, 2004:14). Selain itu, Budimansyah (2011:47)

turut memaparkan kondisi paradoksial bangsa saati ini, seperti tindak kekerasan,

pelanggaran lalu lintas, kebohongan publik, arogansi kekuasaan, korupsi kolektif,

kolusi dengan baju profesionalisme, nepotisme lokal dan institusional. Lebih dari

(7)

penelitian Megawangi (2004: 14 ) tentang ketidakjujuran siswa Sekolah

Menengah Kejuruan – Teknik Informatika (SMK-TI) di Bogor, dimana hampir

81% siswanya sering membohongi orang tua, 30,6% sering memalsukan tanda

tangan orang tua/wali, 13% siswa sering mencuri dan 11% siswa sering memalak.

Latar belakang kondisi objektif tersebut memunculkan sebuah komitmen

kolektif, tidak hanya dari pihak sekolah, dari pihak masyarakat serta

pemerintahpun berupaya untuk melakukan tindakan berupa pembinaan karakter.

Hal ini selaras dengan pendapat Parsons dalam Sarbaini (2011:28), dimana

kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan

mengembangkan suatu bentuk tindakan tertentu. Parsons beranggapan bahwa

yang utama bukanlah tindakan, melainkan nilai-nilai dan norma-norma yang

menuntut dan mengatur tindakan itu. Nilai-nilai, pertama datang dari sistem

kultural. Kemudian berhubungan dengan peran yang normatif atau diharapkan,

yang dipelajari dalam sistem sosial.

Berbagai alternatif penyelesaian lainnya telah banyak yang telah

diimpelementasikan, seperti peraturan, perundang-undangan, peningkatan upaya

pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat, akan tetapi belum mampu

menyelesaikan permasalahan saat ini. Alternatif lain yang banyak dikemukakan

untuk mengatasi, paling tidak mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa

yang dibicarakan itu adalah pembinaan dalam ranah pendidikan. Pendidikan

dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun

generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif,

(8)

dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab

berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari

pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi

memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat (Husen, dkk, 2010:1).

Pembinaan pendidikan karakter yang optimal, tidak dapat ditangani oleh

salah satu pihak, akan tetapi harus dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh

kalangan, dimulai pada lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah serta

pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Kardiman (2008:165) yaitu;

Pembangunan karakter bangsa tidak saja menjadi tanggungjawab dunia persekolahan tetapi juga menjadi tanggungjawab situs-situs kewarganegaraan di luar persekolahan. Hal ini menegaskan bahwa PKn yang di mana di dalamnya terdapat pendidikan karakter, tidak hanya menjadi mata pelajaran di persekolahan, tetapi menjadi Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan masyarakat (community civic education)

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat dimaknai sebagai Civic

Education (Pendidikan Kewarganegaraan di persekolahan), juga sebagai

citizenship education (Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan masyarkat).

Menurut Cogan (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 10), Pendidikan

Kewarganegaraan tidak hanya didapat di persekolahan akan tetapi mencakup

pengalaman belajar di luar sekolah atau pendidikan nonformal/informal.

Citizenship education atau Pendidikan Kewarganegaraan pada lingkungan

masyarakat, menjadi wahana dalam pembentukan karkater yaitu memberi

kontribusi pendidikan ditujukan untuk mencapai terbentuknya warga negara yang

diinginkan atau diharapkan oleh bangsa Indonesia yaitu warga negara yang

memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia berlandaskan

(9)

dimana Visi Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti luas, yakni sebagai sebuah

“sistem Pendidikan Kewarganegaraan”, yang bermakna bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan berfungsi dan berperan sebagai (1) program kurikuler dalam

pendidikan formal dan non-formal, (2) program aksi sosio-kultural dalam konteks

kemasyarakatan, dan (3) sebagai bidang kajian ilmiah dalam wacana pendidikan

disiplin ilmu pengetahuan sosial.

Sebagai program sosio-kultural, Pendidikan Kewarganegaraan

memberikan perwujudan cita-cita, sistem kepercayaan/ nilai, konsep, prinsip, dan

praksis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia

melalui pengembangan partisipasi warga negara secara cerdas dan

bertanggungjawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang

pada akhirnya bermuara pada tumbuh dan berkembangnya komitmen moral dan

sosial kewarganegaraan (Winataputra, 2001: 299).

Branson (Murdiono, 2010:1) mengungkapkan bahwa terdapat tiga

kompetensi kewarganegaraan (civic competences), yaitu pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill),

dan watak kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga kompetensi ini yang

hendaknya mampu membangun karakter warga negara yang baik.

Karakter sebagai suatu moral excellence atau akhlak dibangun di atas

berbagai kebaikan (virtues) yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika

dilandasi atas nilai-nilai yang berlaku dalam budaya (bangsa). Karakter bangsa

Indonesia adalah karakter yang dimiliki warga negara Indonesia berdasarkan

(10)

berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pendidikan

Karakter Bangsa diarahkan pada upaya mengembangkan nilai-nilai mendasari

suatu kebaikan sehingga menjadi suatu kepribadian diri Warga Negara

(Budimansyah, 2010: 58).

Pondok Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berada pada

lingkungan masyarakat Indonesia dengan model pembinaan yang sangat sarat

dengan pendidikan nilai, baik nilai agama maupun nilai-nilai luhur Bangsa,

sehingga pesantren menjadi sebuah lembaga yang sangat efektif dalam

pengembangan pendidikan karakter atau akhlak peserta didik. Seperti ungkapan

Sauri (http://10604714.siap-sekolah.com/2011/06/02/) yang menyatakan bahwa

“Pendidikan karakter di Pesantren lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan

karakter di persekolahan”. Di Pesantren, model pembinaan pembelajaran yang

dilaksanakan bersifat holistik, tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif,

akan tetapi aspek afektif dan psikomotorik siswa terasah dengan optimal.

Pondok pesantren merupakan bagian integral dari institusi pendidikan

berbasis masyarakat serta merupakan sebuah komunitas yang memiliki tata nilai

tersendiri. Secara historis, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang

dikembangkan secara indigenous oleh masyarakat Indonesia yang sadar

sepenuhnya akan pentingnya arti sebuah pendidikan bagi orang pribumi yang

tumbuh secara natural (Umiarso dan Nurzazin, 2011:9). Madjid (1997:7)

mengatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna

keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous), sebab

(11)

kekuasaan Hindu-Budha. Dhofier (2011:41) menyatakan bahwa pesantren ialah

sebuah lembaga pendidikan Islam yang asli Indonesia, yang pada saat ini

merupakan warisan kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang, bahkan

pada saat memasuki millenium ketiga ini menjadi salah satu penyangga yang

sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara bagi negara Indonesia.

Pola pembinaan Pondok pesantren mampu menciptakan tata tertib yang

unik, dan berbeda dari lembaga pendidikan yang lain. Peran serta sebagai lembaga

pendidikan yang luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air, telah banyak

memberikan saham dalam pembentukan Indonesia religius (Mastuhu, 1994: 25).

Seperti yang diungkapkan oleh Mulyasana (2010: 301), dimana terdapat beberapa

aspek yang layak mendapat perhatian mengenai pesantren dalam melahirkan

orang-orang besar di tataran Nasional bahkan Internasional, yaitu: 1). Pesantren

didirikan, dibentuk dan diselenggarakan oleh keikhlasan Kyiai. Oleh karena itu,

motifnya bukan materi atau kekuasaan, akan tetapi ibadah untuk memperoleh

ridho Allah. 2) Pesantren dibesarkan oleh kepercayaan masyarakat, yang dengan

kepercayaannya tersebut masyarakat memberikan dukungan moral maupun

spiritual secara penuh. 3) Program pembelajaran di pesantren diarahkan pada

terbentuknya pribadi yang taat kepada Allah, berjiwa mandiri, dan memberikan

manfaat bagi sesama. 4) Proses pembelajaran dilakukan melalui sorogan dan

bandongan. Sorogan merupakan metode pembelajaran dengan pola individual

dimana setiap santri secara perorangan menemui Kyiai. Dengan demikian Kyiai

dapat menentukan seberapa banyak materi yang akan diajarkan sesuai dengan

(12)

(belajar tuntas). Sedangkan sistem bandongan ialah sistem pembelajaran yang

menggunakan sistem klasikal dimana pengajian diikuti oleh umum dengan

membahas kitab yang sama. 5) Kyiai menempatkan diri sebagai pelayan belajar

yang bertugas membantu kesulitan belajar para santri. dengan demikian Kyiai

mengajar dengan teladan. 6) Pesantren tidak mengotori diri dan jiwa serta pikiran

siswa dengna angka-angka dan ijasah, karena itu proses pengajiannya diarahkan

pada kualitas jati diri dan kematangan kepribadian santri. 7) Pendidikan di

pesantren didisain untuk mencetak santri-santri yang jujur, benar, ahli ibadah,

menjauhi kemunkaran, dan bermanfaat bagi sesama.

Dari ungkapan tersebut, minimal terdapat beberapa unsur pengembangan

nilai karakter bagi santri yang dikembangkan pada lingkungan pondok pesantren,

yaitu nilai ketuhanan, rasa hormat, saling menghargai, kemandirian, kedewasaan,

kedisiplinan, kejujuran, kebenaran, dan mampu bermanfaat bagi sesama. Sebuah

konsep pendidikan yang ideal dalam mengembangkan kulaitas moral serta

watak/kepribadian warga negara. Lebih jauh, hal ini diperkuat dengan

diungkapkan dari Menteri Pendidikan Nasional (Nuh, 2011) bahwa pola-pola

pendidikan berbasis karakter yang berkembang di pondok pesantren dinilai sudah

berhasil dalam mencetak karakter siswa.

Pondok Pesantren Sukamanah-Sukahideung sebagai salah satu pondok

pesantren yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya. Pondok Pesantren ini

merupakan salah satu pesantren yang memiliki andil besar dalam pembangunan

kualitas moral masyarakat, khususnya masyarakat sekitar wilayah Kabupaten

(13)

Indonesia merdeka. Pondok pesantren ini didirikan oleh seorang pahlawan

nasional sekaligus seorang ulama yaitu K.H. Zainal Mustofa.

Berdirinya pesantren ini mendapatkan respon yang begitu baik, tidak hanya

dari masyarakat sekitar Kabupaten Tasikmalaya tetap juga dari luar daerah.

Jumlah santri pada tahun-tahun pertama, diasramakan dalam 6 asrama sekitar

600 orang dan yang tidak diasramakan jumlahnya lebih banyak.

Dengan visi pesantren yaitu untuk menjadikan “Pribadi Muslim yang

Berakhlaq Al-Karimah dan Ilmiah Berlandasan Aqidah Ahlussunnah Wal

Jama’ah”, serta misi “Memiliki Ilmu Pengetahuan dan berakhlaq karimah,

Menanamkan kecintaan terhadap Ilmu dan berpola hidup sederhan,

bertanggungjawab dalam melaksanakan kewajiban, tidak suka memperlihatkan

keprihatinan, mempunyai kepribadian”, dalam tempo belasan tahun, beliau

berhasil mencetak para santrinya berilmu dan beramal, mandiri dan sanggup

menyebarluaskan ilmu yang telah dimilikinya di berbagai tempat dan kampung

halamannya (http://pstkhzmusthofa.or.id. 19 Januari 2012). Dengan komitmen

yang kuat dari pimpinan pondok pesantren serta para penerusnya, kini pondok

pesantren ini telah tumbuh menjadi sebuah pesantren yang besar yang dilengkapi

dengan sekolah formal.

Peranan pondok pesantren yang begitu besar pengembangan karakter

masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, menjadi salah satu alasan peneliti untuk

melakukan penelitian tesis yang berjudul “Model Pembinaan Pendidikan

(14)

Kemandirian dan Disiplin Santri (Sebuah Kajian Pengembangan

Pendidikan Kewarganegaraan)”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti memfokuskan

penelitian pada bagaimanakah model pembinaan pendidikan karakter pada

lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal Mustafa dalam membangun

kemandirian dan disiplin santri ?.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pada fokus penelitian di atas, maka peneliti menjabarkan dalam

beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Unsur-unsur nilai karakter apa yang dikembangkan pada lingkungan

pondok pesantren?

2. Bagaimana proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri pada pondok pesantren?

3. Bagaimanan metode pembinaan karaker dalam membangun kemandirian

dan kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok pesantren?

4. Hal apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan

karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada

pondok pesantren?

5. Bagaimana keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun

(15)

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana model

pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal

Mustafai dalam membangun kemandirian dan disiplin santri.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan pada lingkungan pondok

pesantren.

b. Proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri pada pondok pesantren.

c. Metode pembinaan karaker dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok pesantren.

d. Hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan

karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada

pondok pesantren.

e. Keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun kemandirian

dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren.

E. Manfaat Penelitian

Secara garis besar, hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan

(16)

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam

pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata

pelajaran pengembang kepribadian bangsa, serta tambahan referensi dalam

mengkaji dan merumuskan sebuah model pembinaan karkater siswa berbasis

keagamaan yang berada di lingkungan masyarakat, khususnya lingkungan pondok

pesantren.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat

sebagai berikut.

a. Bagi Penulis

1) Dapat menjadi sarana pengembangan potensi diri dalam

mengembangkan keilmuan PKn pada bidang kajian pendidikan

karakter dalam lingkungan masyarakat yang berbasis keagamaan.

2) Dapat menjadi masukan bagi penulis dalam memilih serta menentukan

pendekatan, proses serta metode yang paling tepat dalam penanaman

nilai-nilai karakter mandiri dan disiplin pada berbagai lingkungan, baik

formal maupun informal.

b. Bagi Sekolah

1) Dapat memberikan masukan bagi para pengajar (guru) dalam

mengembangkan model pembinaan karakter mandiri dan disiplin siswa

(17)

2) Sebagai tambahan referensi bagi para guru dalam memilih serta

menentukan pendekatan, proses pelaksanaan serta metode pembinaan

karkater dalam membangun kemandirian dan kedisiplin siswa pada

lingkungan sekolah.

3) Sebagai tambahan pengetahuan bagi para siswa dalam meningkatkan

kemandirian serta kedisiplinan, baik pada lingkungan sekolah, keluarga

dan masyarakat.

c. Bagi Pondok Pesantren

1) Menjadi bahan referensi tentang peranan penting pondok pesantren

dalam membangun karakter serta watak peserta didik (santri).

2) Memberikan masukan terhadap pendekatan, metode serta beragam

alternatif pemecahan masalah dalam implementasi pembinaan karakter

pada lingkungan pondok pesantren.

F. Penjelasan Istilah

1. Model Pembinaan

Model pembinaan yaitu sebuah upaya dalam bentuk proses serta tindakan,

yang dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam rangka menuju perbaikan

dan penyempurnaan (Sarbaini, 2011:23; Swasta dan Handoko dalam Syahbudin

(18)

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter adalah sebuah usaha sadar dan terencana dalam rangka

mendidik dan mengembangkan potensi positif peserta didik yang dilakukan pada

lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat yang hasilnya dapat terlihat dalam

tindakan nyata seseorang, agar kelak mampu memberi kontribusi positif bagi

lingkungannya (Megawangi, 2004: 95 dan Koesoema, 2010: 133).

3. Pondok Pesantren

Pondok pesantren yaitu sebuah lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan

berkembang secara indiginous pada lingkungan masyarakat Indonesia yang

berfungsi dalam mewariskan dan memelihara tradisi Islam yang dikembangkan

para ulama (Kyiai) dari masa ke masa sebagai bentuk pedoman hidup

bermasyarkat (Mastuhu, 1994:6; Zimek dalam Umiarso, 2011:19).

4. Kemandirian

Kata mandiri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam

mengambil keputusan atas kehendaknya sendiri lengkap dengan tindakan serta

keberanian untuk menerima konsekwensi tindakan tersebut (Langevel dalam

Soelaiman, 1983: 9; Kartadinata, 1988:51).

(19)

5. Kedisiplinan

Kata disiplin dapat dimaknai sebagai suatu keadaan seseorang yang mampu

mengikuti dan melaksanakan tata nilai serta peraturan yang berada pada

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Untuk mengungkap bagaimana model pembinaan pendidikan karkater pada

lingkungan pondok pesantren dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan

santri, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitiatif. Hal ini dengan

pertimbangan agar mampu memahami makna di balik data yang tampak. Gejala

sosial sering tidak difahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan,

karena setiap ucapan dan tindakan seseorang sering mempunyai makna tertentu,

oleh karena itu diperlukan adanya penelitian yang bersifat holistik.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Nasution (2003: 5) menyatakan bahwa

hakikat penelitian kualitatif adalah untuk mengamati orang dalam lingkungan

hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran

mereka tentang dunia sekitarnya. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti

memandang bahwa pendekatan kualitatif merupakan pendekatan paling tepat

untuk digunakan, karena dengan pendekatan tersebut mampu membantu peneliti

untuk menemukan jawaban secara mendalam tentang fokus permasalahan yang

akan diteliti, yaitu sebagai berikut:

1. Unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan pada lingkungan pondok

(21)

2. Proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri pada pondok pesantren.

3. Metode pembinaan karaker dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok pesantren.

4. Kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan karakter dalam membangun

kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren.

5. Keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun kemandirian

dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren.

Dalam pelaksanaanya, untuk mendapatkan data yang jelas dan akurat

serta memiliki validitas yang tinggi, peneliti melakukan penelitian langsung

ke sumber data, dalam hal ini lokasi penelitian yakni Pondok Pesantren

KH.Zainal Mustafa Sukamanah Kabupaten Tasikmalaya, kemudian

berinteraksi langsung dengan lingkungan lokasi penelitian dengan berbekal

pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman studi dokumentasi

yang telah disiapkan sebelumnya. Selanjutnya peneliti berupaya

mengumpulkan data selengkap dan sedetail mungkin tentang masalah yang

menjadi pokok penelitian dengan ikut serta menjadi bagian (santri

nonmukim) pada lingkungan tersebut. Data-data yang telah diperoleh tersebut

kemudian dideskripsikan dengan jelas dan detail dalam deskripsi hasil

penelitian sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, selanjutnya

peneliti melakukan pengolahan data, kemudian dibahas dengan dukungan

(22)

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan ialah metode studi kasus, Stake dalam Cresswell

(2010:20) menyatakan bahwa studi kasus ialah penelitian dimana peneliti

didalamnya menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses,

atau sekelompok individu yang dibatasi waktu dan peristiwa. Metode ini

dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu kelompok,

organisasi, lembaga atau gejala tertentu.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti memilih untuk menggunakan

metode studi kasus, karena dalam meneliti sebuah model pembinaan pendidikan

karakter pada sebuah lingkungan pesantren, penelitian membutuhkan pengamatan

secara intensif, terperinci, dan mendalam baik terhadap individu, kelompok,

organisasi atau gejala tertentu yang dibatasi peristiwa dan waktu dengan

memanfaatkan multisumber bukti. Adapun gejala tertentu yang khas dalam

penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Pondok K.H.Zainal Mustafa merupakan salah satu lembaga pendidikan

informal yang sejak lama telah berdiri di lingkungan masyarakat Kabupaten

Tasikmalaya, yang memiliki komitmen kuat dalam menanamkan nilai-nilai

karakter bagi masyarakatnya.

2. Banyaknya figur masyarakat yang dilahirkan dari pembinaan pada

lingkungan pondok pesantren KH. Zainal Mustofa Tasikmalaya.

3. Pondok Pesantren K.H.Zainal Mustafa merupakan salah satu pondok

pesantren besar yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, yang

(23)

Data yang dikumpulkan dari lapangan adalah hasil pengamatan langsung

terhadap situasi natural, wajar, sebagaimana adanya, kemudian dari hasil

wawancara terhadap responden, dan studi dokumentasi, serta diperkuat melalui

studi literasi yang selanjutnya pengumpulan data dilakukan secara langsung

terhadap situasi dan interaksi dalam pengembangan pendidikan karakter dalam

membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada lingkungan pondok

pesantren K.H. Zainal Mustafa Tasikmalaya.

B. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian kulalitatif, instrumen inti (key instrument) dalam

mengungkap sumber data ialah peneliti sendiri yang dibantu dengan beberapa

instrumen, yaitu pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman studi

dokumentasi. Data dan informasi dikumpulkan menggunakan beberapa teknik,

diantaranya ialah Teknik wawancara, Observasi, Studi dokumentasi dan Studi

Kepustakaan.

1. Teknik Wawancara

Wawancara dilaksanakan secara bervariasi dan melihat situasi serta kondisi

di lapangan (lingkungan pondok pesantren KH.Zainal Mustafa), kapan, dimana

dan bagaimana wawancara yang akan dilakukan secara informal. Wawancara

dilaksankan dengan menggunakan pedoman wawancara yang kemudian

disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Adapun wawancara mendalam

dilaksanakan kepada Pimpinan Pondok Pesantren (Kyiai) dan para mudaris

(24)

informan. Wawancara berikutnya dilaksankan terhadap rois roisah, para santri

putri dan santri putra.

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tahapan wawancara yang dilakukan

oleh peneliti yaitu pertama, menentukan siapa yang diwawancarai, kedua

mempersiapkan kegiatan wawancara, ketiga melakukan wawancara dan

memelihara agar wawancara produktif, dan keempat peneliti menghentikan

wawancara dan didapatlah rangkuman hasil wawancara.

Adapun yang menjadi narasumber dalam penelitian ini yaitu Kyiai

(Pimpinan Pondok Pesantren), para pengajar, Dewan Santri, rois dan roisah dan

santri.

2. Teknik Observasi

Observasi dilaksanakan menggunakan panduan observasi yang telah

dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan diri

peneliti secara langsung pada kegiatan pembelajaran di lingkungan madrasah/

mesjid, juga seluruh lingkungan pondok pesantren (asrama, kegiatan-kegaitan

pembiasaan, kegiatan ekstrakulikuler, serta kegiatan-kegatan yang berhubungan

dengan lingkungan masyarakat), terhadap segala bentuk kata-kata dan tindakan

yang dilakukan baik oleh pimpinan pondok pesantren, para pengajar, dewan

santri, rois-roisah terhadap santri/santriah dalam membina kemandirian dan

(25)

3. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non

insani. Studi dokumentasi dilakukan terhadap dokumen-dokumen tertulis yang

berkaitan dengan pembinaan pendidikan karakter dalam membangun kemandirian

dan kedisiplinan santri pada lingkungan pondok pesantren, seperti tata tertib

pondok pesantren, buku saku para santri (berisi catatan pulang, kabur,

pelanggaran-pelanggaran dan sebagainya), profil pesantren, foto-foto kegiatan di

pesantren.

Terdapat beberapa alasan bagi peneliti dalam menggunakan teknik ini,

diantaranya sebagai berikut.

a. Selalu tersedia dan murah

b. Stabil, baik keakuratannya dalam merefleksikan situasi yang terjadi

c. Sumber informasi yang kaya secara kontekstual relevan dan mendasar

dalam konteksnya

d. Pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas

4. Teknik Kepustakaan

Teknik kepustakaan dilaksanakan oleh peneliti dengan mengumpulkan

sejumlah buku-buku, majalah, koran, brosur, leaflet yang berkaitan dengan model

pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok pesantren dalam

membangun kemandirian dan kedisiplinan bagi para santrinya. Dokumen tersebut

peneliti dapatkan baik dari lingkungan pondok pesantren KH.Zainal Mustafa, dari

(26)

C. Sumber Data

Menurut Moleong (2005:157-158) sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen dan lain-lain. Dengan demikian sumber data dapat dibagi ke dalam dua

sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sumber data primer berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari

situasi yang terjadi di lingkungan Pondok Pesantren, baik dari pimpinan pesantren

(Kyiai), para pengajar, dewan mudaris, rois roisah, serta para santri yang berkaitan

dengan pembinaan pendidikan karakter dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri. Kata-kata dan tindakan dari subyek atau informan penelitian,

baik dari observasi dan wawancara merupakan sumber data utama. Sumber data

tersebut dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam (handycamera),

pengambilan foto dan video.

Sementara sumber data sekunder berupa dokumen tertulis, dokumen resmi,

dokumen pribadi dan foto-foto serta data statistik yang berhubungan dengan

pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan Pondok Pesantren K.H. Zainal

Mustafa dalam membina kemandirian dan kedisiplinan para santrinya.

D. Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini ialah Pondok Pesantren K.H.Zainal Mustafa yang

berlokasi di Jalan Raya Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Pondok pesantren ini

(27)

kabupaten Tasikmalaya serta memiliki komitmen yang kuat dalam pembinaan

moral serta karakter umat.

b. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah: Kiyai

(Pimpinan Ponpes), para pengajar, dewan santri, rois, roisah dan santri. Subjek

penelitian inilah yang peneliti gunakan sebagai narasumber dalam memberikan

informasi mengenai pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok

pesantern K.H. Zainal Mustafa Tasikmalaya.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel purposif sehingga

besarnya sampel ditentukan oleh adanya pertimbangan perolehan informasi.

Penentuan sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai pada titik jenuh.

Sehingga pengumpulan data dari responden didasarkan pada ketentuan atau

kejenuhan data dan informasi yang diberikan

E. Tahapan Penelitian

Agar penelitian yang dilaksanakan mengenai pembinaan karakter mandiri

dan disiplin pada lingkungan pondok pesantren dapat berjalan dengan baik guna

mencapai hasil yang maksimal, maka dalam melakukan penelitian ini, disusun

langkah-langkah penelitian secara sistematis sebagai berikut.

1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap pra penelitian, yang pertama kali peneliti lakukan ialah

memilih dan menetukan masalah, judul dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk

(28)

mengajukannya kepada pembimbing untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya

peneliti melakukan pra penelitian ke pondok pesantern KH.Zainal Mustafa dengan

tujuan untuk mengetahui kondisi umum yang berkaitan dengan pembinaan

pendidikan karakter bagi para santri.

Setelah mengadakan pra penelitian, peneliti menyusun sebuah proposal

penelitian yang memuat judul, latar belakang masalah, pertanyaan penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori, metode penelitian dan teknik

penelitian, lokasi dan subjek penelitian. Selanjutnya peneliti menempuh prosedur

perizinan sebagai berikut:

a. Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian terhadap

Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Pascasarjana, yang

selanjutnya diteruskan kepada Asisten Direktur 1 untuk mendapat

rekomendasi dari Kepala BAAK UPI yang secara administratif mengatur

segala jenis urusan administratif dan akademis.

b. Setelah mendapat surat dari SPs UPI, kemudian surat permohonan tersebut

diberikan kepada Pengurus pondok Pesantren KH.Zainal Mustafa

Tasikmalaya untuk memberikan izin kepada peneliti dalam mengadakan

penelitian di pondok pesantren tersebut.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah selesai tahap pra penelitian, dan persiapan-persiapan lain yang

menunjang, maka peneliti terjun ke lapangan untuk pelaksanaan penelitian, yang

dimulai pada bulan Maret 2012 hingga pertengahan bulan Juni 2012. Dalam

(29)

oleh pedoman observasi dan pedoman wawancara. Penelitian ini dilaksankan

untuk mengumpulkan data dari beberapa narasumber, yaitu Pimpinan Pondok

Pesantren, Para pengajar, dewan mudaris, rois roisah dan para santri. Adapun

langkah-langkap yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Menghubungi pengurus pondok pesantren K.H. Zainal Mustafa untuk

meminta izin melaksankaan penelitian.

b. Menentukan narasumber yang akan diwawancara.

c. Menghubungi dan membuat kesepakatan untuk melaksanakan wawancara.

d. Mengadakan wawancara dengan para narasumber.

e. Melaksanakan studi dokumentasi dan membuat catatan yang diperlukan

yang dianggap berkaitan dengan fokus penelitian.

f. Mengikuti beberapa kegiatan terkait masalah yang diteliti, seperti

pengajian kitab, shalat wajib berjamaah, shalat malam, makan bersama,

kegiatan ekstrakulikuler serta pembiasaan-pembiasaan lainnya.

Setelah melaksanakan wawancara dengan beberapa narasumber terkait,

mengikuti beberapa kegiatan dengan para santri, dan pengumpulan

dokumen-dokumen terkait penelitian, peneliti menuliskan kembali data-data yang terkumpul

ke dalam catatan lapangan, dengan tujuan agar mendapat data secara akurat dan

terperinci.

3. Tahap Analisis Data

Kegiatan analisis data dilakukan setelah data lapangan yang diperlukan

terkumpul. Dengan demikian, pada tahap ini, peneliti berusaha mengorganisasikan

(30)

Analisis data kualitatif yang digunakan oleh penelti berdasarkan pada model

Milles dan Huberman (Sugiono, 2007:246), dimana analisis data terdiri dari tiga

alur kegaitan yang dilakukan secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

a. Reduksi data

Kegiatan reduksi data ialah kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan hal penting, mencari tema dan polanya serta menggunting

hal-hal yang dianggap tidak perlu serta mengorganisasi data untuk memperoleh

kesimpulan final. Dalam penelitian ini aspek yang direduksi adalah model

pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal

Mustafa dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri yang meliputi :

1) Unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan pada lingkungan pondok

pesantren, 2) Proses pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri pada pondok pesantren, 3) Metode pembinaan karaker dalam

membangun kemandirian dan kedisiplinan santri yang ditemukan pada pondok

pesantren, 4) Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan metode pembinaan

karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok

pesantren dan 5) Keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membangun

kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren

b. Penyajian data

Setelah proses reduksi data dari lapangan, peneliti melaksanakan penyajian

data (Display data) dengan menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun

(31)

bagan, hubungan antar kategori yang dilaksanakan untuk memudahkan peneliti

dalam memahami apa yang terjadi dan memudahkan dalam pengambilan sebuah

keputusan.

c. Penarikan kesimpulan/ verifikasi

Pada tahap ini, kegiatan penarikan kesimpulan dilaksanakan dengan tujuan

mencari makna dari data yang telah dikumpulkan.

Secara umum, teknik analisis data Miles dan Huberman (Magfiroh,

[image:31.595.118.510.228.534.2]

2011:100) ini, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Teknik analisis data Miles dan Huberman (2007:23)

F. Uji Validitas Data Penelitian

Uji validitas merupakan kekuatan lain dalam penelitian kualitatif selain

reliabilitas. Validitas ini didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian ini

sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara

(32)

cara yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Triangulasi, 2) Member Check

dan 3) Expert Opinion.

1. Triangulasi

Kegiatan triangulasi merupakan proses mencek kembali kebenaran

suatu informasi dengan menggali informasi tersebut dari berbagai pihak

dengan beberapa cara, dengan tujuan untuk melakukan verifikasi atau

konfirmasi informasi. Pada penelitian ini proses triangulasi dilakukan dengan

melakukan wawancara dengan elemen masyarakat serta orang tua para santri,

hal ini dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi yang peneliti dapat

dari narasumber terdahulu sehingga diperoleh kepastian data yang diperlukan.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan triangulasi kepada pihak masyarakat

yang diwakili oleh ibu yuyu dan ibu Imas kemudian pada pihak orang tua

santri yang diwakili oleh Bapak Wardija dan Ibu Rika.

2. Member Check

Member check ialah kegiatan narasumber memeriksa kembali catatan

lapangan yang peneliti berikan, baik berupa hasil observasi maupun

wawancara, agar data tentang pembinaan karakter dalam membangun

kemandirian dan kedisiplinan para santri menjadi lebih sesuai dengan apa

yang dimaksud oleh narasumber. Selanjutnya setelah diperiksa oleh

(33)

3. Expert Opinion

Selain triangulasi data dan member check, tahap selanjutnya ialah

expert opinion atau menanyakan serta mengecek kembali data yang telah

didapat mengenai model pembinaan pendidikan karakter pada lingkungan

pondok pesantren dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri

kepada ahli, dalam hal ini pendapat para ahli diwakili oleh pimpinan Pondok

Pesantren Sukahideung yaitu KH. Tatang Muchtar dan Drs. Daris, M.Si.,

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi

penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan

hasil-hasil penelitian dalam Bab IV.

A. Kesimpulan

Merujuk pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan

pada Bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Kesimpulan Umum

Pondok Pesantren KH. Zainal Mustafa sebagai salah satu lembaga

pendidikan nonformal yang telah tumbuh dan berkembang secara idigenous pada

lingkungan masyarakat, telah mampu memberikan sumbangan positif dalam

membina serta mengembangkan nilai-nilai karakter bagi santri dan masyarakat

Kabupaten Tasikmalaya. Model pembinaan yang syarat dengan nilai-nilai

keagamaan serta nilai-nilai luhur budaya Indonesia, menjadikannya salah satu

basis pengembangan karakter bangsa.

Pembinaan karakter santri dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh

(holistik), dimana kegiatan belajar-mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur

dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari pada semua segmen kegiatan serta

lingkungan yang diciptakan pada podok pesantren. Unsur-unsur nilai karakter

yang diajarkan meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang hidup dan

kehidupannya yang bersumber dan bersandar pada Al-Qur’an, Al-Hadist serta

(35)

praksis, yaitu sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk sosial, serta sebagai

makhluk individu.

Proses penanaman unsur-unsur nilai tersebut, dilaksanakan secara kontinyu

(terus menerus) melalui kegiatan pembelajaran dalam mesjid/madrasah,

pembiasaan pada lingkungan pondok pesantren, kegiatan ekstrakulikuler serta

kerjasama dengan pihak keluarga dan masyarakat.

Pengembangan aspek moral knowing (pemberian pengetahuan tentang

moral) disampaikan pada dimensi madrasah/mesjid melalui penyampain materi

dari kyiai dan para pengajar kepada para santrinya. Moral feeling dikembangkan

melalui pengalaman langsung para santri dalam konteks sosial dan personalnya

dilingkungan keluarga, pesantren dan masyarakat. Sedangkan moral action

diwujudkan melalui serangkaian program pembiasaan melakukan perbuatan yang

bernilai baik menurut parameter Allah SWT.

Dalam pelaksanaannya, pembinaan karakter dilingkungan pondok pesantern

K.H. Zainal Mustafa ini mengalami beberapa kendala, baik yang bersifat internal

maupun eksternal. Belum optimalnya pembinaan sumber daya pengajar serta

pengurus pondok pesantren, minimnya sarana dan prasarana, jumlah proporsi

yang tidak seimbang antara pengajar dengan jumlah santri serta adanya perbedaan

latar belakang keluarga santri menjadi penghambat dari sisi internal pondok

pesantren.

Sedangkan pengaruh buruk dari perkembangan IPTEK (warnet, hp,

playstation), lokasi pesantren yang dilalui penduduk setempat, belum optimalnya

(36)

dihadapi pondok pesantren. Akan tetapi, sejauh ini, beberapa kendala tersebut

masih dapat ditangani secara baik oleh pengelola pondok pesantren.

Serangkaian pembinaan dan pengembangan yang telah dilaksanakan pada

lingkungan pondok pesantren, ternyata mampu memberi dampak yang besar bagi

pembangunan kemandirian dan kedisiplinan para santrinya, hal ini dapat dilihat

melalui beberapa indikator berikut: 1). Terdapat perubahan yang semakin baik

dalam sikap, tatakrama serta prilaku santri baik dilingkungan pondok, keluarga

maupun masyarakat, 2) Timbulnya kemandirian santri dalam berfikir dan

bertindak, 3) Timbulnya kedisiplinan santri dalam mengelola waktu, beribadah,

belajar serta menaati tata peraturan, baik yang ada dilingkungan pondok, keluarga

maupun masyarkat, dan 4) Munculnya figur-figur panutan dalam lingkungan

masyarakat, baik dalam bidang pendidikan, keagamaan, politik, kesehatan serta

organisasi kemasyarakatan.

2. Kesimpulan Khusus

a. Unsur-unsur nilai yang meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang

hidup dan kehidupannya, diajarkan serta dikembangkan pada lingkungan

pondok pesantren Yakni nilai-nilai sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk

sosial serta nilai-nilai sebagai makhluk individu (Nilai Fundamental,

Instrumental serta praksis), yang berasal serta berdasar kepada Al-Qur’an,

Al-Hadist serta nilai-nilai luhur Pancasila.

b. Proses pembinaan pendidikan karakter dalam membangun kemandirian dan

(37)

dilaksanakan secara holistic. Seluruh kegiatan pembelajaran merupakan

kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari.

Pembelajaran pada dimensi madrasah/mesjid, pembiasaan pada lingkungan

pesantren, kegiatan ekstrakulikuler, serta dukungan dan kerjasama dari

keluarga dan masyarakat berpadupadan membentuk sebuah kesatuan yang

kuat dalam memperkokoh pembinaan karakter santri.

c. Metode pembinaan kemandirian dan kedisiplinan di lingkungan pondok

pesantren tidak dapat dilaksanakan secara parsial serta dalam waktu yang

singkat. Perlu proses yang panjang serta bertahap, baik melalui pemberian

nasihat pada dimensi mesjid dan madrasah, pembiasaan-pembiasaan pada

seluruh lingkungan pesantren, pemberian pahala dan sanksi (reward and

punishment), serta keteladanan/percontohan dalam rangka penguatan dari

kyai serta para pengajarnya.

d. Terdapat beberapa kendala, baik bersifat internal maupaun eksternal dalam

pelaksanaan pembinaan pendidikan karakter untuk membangun kemandirian

dan kedisiplinan santri, yang diantranya ialah belum optimalnya pengelolaan

sumber daya pengajar serta sarana prasarana, efek negatif IPTEK serta

kurangnya kerjasama dengan masyarakat.

e. Terdapat beberapa keunggulan hasil dalam membangun kemandirian dan

kedisiplinan santri pada lingkungan pondok pesantren K.H. Zainal Mustofa,

hal ini dibuktikan dengan beberapa indikator sebagai berikut 1) Adanya

perubahan sikap, tatakrama serta prilaku santri; 2) Tumbuhnya kemandirian

(38)

beribadah, belajar, mengelola waktu serta menaati tata peraturan: 4) serta

lahirnya figur-figur panutan dalam lingkungan masyarakat, baik dalam

bidang pendidikan, keagamaan, politik, kesehatan serta organisasi

kemasyarakatan.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti ingin merekomendasikan beberapa

hal berkaitan dengan model pembinaan pendidikan karkater pada lingkungan

pondok pesantren.

1. Pimpinan dan para pengajar Pondok Pesantren diharapkan tetap menjaga dan

melestarikan unsur-unsur nilai karakater yang bersumber pada nilai-nilai

agama serta nilai-nilai luhur budaya bangsa, sebagai salah satu basis

pengembangan serta pembentukan karakter bangsa di tengah gencarnya arus

global saat ini.

2. Para pengajar PKn di lingkungan sekolah diharapkan mampu mengambil

sisi positif serta keunggulan dari model pembinaan pendidikan karakter pada

lingkungan pondok pesantren yang syarat dengan nilai-nilai agama dan

budaya luhur bangsa, sebagai salah satu referensi dalam membentuk serta

mengembangkan karakter siswa.

3. Para pengajar baik dilingkungan formal, in maupun non formal diharapkan

mampu mengimplementasikan pembinaan pendidikan karakter dengan

(39)

pada proses pembelajaran di kelas, akan tetapi pada seluruh lingkungan

pendidikan.

4. Masyarakat diharapkan mampu bekerjasama dalam memberikan dorongan

baik moral maupun materil bagi perkembangan pondok pesantren, sehingga

akan mengoptimalkan peranan pesantren sebagai basis pengembangan dan

pembentukan moral dan watak santri khususnya, masyarakat serta bangsa

Indonesia pada umumnya.

5. Para pakar PKn diharapkan mulai mempertimbangkan program pembinaan

pendidikan karakter di lingkungan nonformal, khususnya terkait dengan

pengembangan nilai-nilai karakter dengan basis keagamaan.

6. Para peneliti selanjutnya. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga

pendidikan yang diwariskan sejak lama, jauh sebelum Indonesia merdeka,

Peranannya yang begitu besar dalam pembinaan karakter serta moral bangsa

menjadi salah satu alasan untuk melestarikannya. Oleh karena itu, perlu ada

penelitian berbentuk komparasi yang lebih spesifik tentang bagaimana

pelaksanaan Pendididkan Kewarganegaraan disekolah yang berada dibawah

naungan pondok pesantren dengan pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan

yang berada diluar pondok pesantren.

Selaian itu, dirasa perlu pula untuk meneliti tentang bentuk

model-model pembinaan pendidikan karkater/akhlak pada lingkungan pondok

pesantren dengan tipe yang berbeda. Sehingga akan didapat referensi

(40)

Anas, M. (2009). Nilai-nilai Pendidikan dalam kitab berjanzi. Yogyakarta: Skripsi Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Indonesia.

Arifin, M. (1991). Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Asrori, M dan Ali, M.( 2008). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik

Jakarta: PT. Bumi Aksara (online). Available at:

http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversi ty_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]

Asrori, M dan Ali, M.( 2008). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik

Jakarta: PT. Bumi Aksara (online). Available at:

http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversi ty_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]

Asyafah, A.(2011). Mendidik Karakter dengan Pengalaman dan Pembiasaan

dalam “Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya pembinaan

kepribadian bangsa. Bandung: Widya Aksara Press”.

Az-Za’abalwi, S.M. (2007). Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa,

(terjemahan Abdul Hayyi dkk). Jakarta: Gema Insani Press.

Azka, D. (2002). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Branson, S.,M. (1998). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: diterbitkan atas kerjasama: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS).

Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk

Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.

Budimansyah, D. (2011). “Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk

Membangun Karakter Bangsa”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi

upaya pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.

Bruinesen, M. (1999). Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi

(41)

Peningkatan Kemandirian Warga Belajar :Studi Kasus Pada Pengemudi Boat Pancong Di Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Tesis Magister Pendidikan Luar Sekolah Universitas

Pendidikan Indonesia.

Creswell, J.W. (2010). Research Design Qualitative Approach. London: Publication. Lessons In Personal Change. New York: A Fireside Book.

Darmawani, E. (2010). Model Bimbingan Kelompok Dengan Metode Sosiodrama

Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Disiplin Siswa :Studi Eksprimen Tentang Peningkatan Motivasi Belajar Dan Disisplin Siswa Sma Olahraga. Disertasi pada Program Bimbingan dan Konseling Universitas

Pendidikan Indonesia.

Dewantara, K H. (1962). Karja Ki Hajar Dewantara. Jogjakarta: Madjelis Luhur persatuan Taman Siswa.

Dhofier, Z. (2011). Tradisi Pesantren studi pandangan hidup Kyai dan visinya

mengenai masa depan Indonesia. Jakarta: LP3SE.

Djahiri, K . (1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai Moral. Bandung: Lab Pengajaran PMP IKIP Bandung.

________. (2007). Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung. Lab PMPKN FPIPS UPI Bandung.

Downey, M and Kelly, A.V. (1982). Moral Education; Theory and

Practice.London: Harper & Row, Publisher.

Drost S, J. (1998). Sekolah : Mengajar atau Mendidik?. Jakarta: Konislun hlm. 39.

Firdaus, A.S. (1979). Pendidikan Nilai dan Pembinaan Nilai Disiplin di

Lingkungan Pesantren. Direktori Pendidikan Bahasa Arab FPBS UPI. Tidak

diterbitkan.

Gazalba, S. (1975). Mesjid: pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara.

Haedari, A dan Hamid. (2004). Masa Depan Pesantren Dalm tantangan

(42)

Halimi, M. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan

Kewarganegaraan dalam ” Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya

pembinaan kepribadian bangsa”. Bandung: Widya Aksara Press.

Hurlock, B. (1999). Psikologi Perkembangan. (Online). Available at: http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversi ty_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]

Husen, A. dkk. 2010. Model Pendidikan Karakter Bangsa. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Isa, H.A. (2012). Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Hidup Terintegrasi

Dengan Nilai-Nilai Budaya Lokal Dalam Meningkatkan Kemandirian Berusaha: Studi Pada Masyarakat Pesisir Di Kecamatan Batudaa Pantai Provinsi Gorontalo. Disertasi pada prodi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Kamil, M. (2010). Model Penididikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Kardiman, Y. (2008). Membangun Kembali Karakter Bangsa melalui situs-situs

Kewarganegaraan. Bandung: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Acta

Civicus. Vol. 2. No. 2.

Kartadinata, S. (1988). Profil Kemandirian dan Orientasi Timbang Sosial

Mahasiswa serta Karya dengan Perilaku Empatik dan Orientasi Nilai Rujukan. Disertasi Doktoral Universitas Pendidikan Indonesia.

Koesoma, D. (2007). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.

Komalasari, K. (2011). “Pendidikan Karakter di Persekolahan China”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya pembinaan kepribadian bangsa.

Bandung: Widya Aksara Press.

Keosoema, D. (2010).Pendidikan Karakter Integral. Kompas, 11 Februari 2010.

Kuntjojo. (2009). Psikologi Pendidikan. Diktat Psikologi Pendidikan pada jurusan pendidikan Bimbingan Dan Konseling Universitas Nusantara Pgri Kediri. Tidak diterbitkan.

(43)

Lickona, T. (1992). “Educating Form Character How Our School Can Teach

Respect and Responsibility”. New York

-Toronto-London-Sidney-Auckland: Bantam Books.

Lincoln dan Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills London New Dehli

Madjid, N.________. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Magfiroh, R. (2011). Refitalisasi Karaker Bangsa Melalui Pendidikan

Kewarganegaraan Dengan Pengembangan Budaya Lokal :Studi Kasus Budaya Macapat Di Kota Surakarta. Tesis Pada Prodi Pendidikan

Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Disertasi pada Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter solusi yang Tepat untuk Membangun

Bangsa. Bandung: BPMIGAS dan Energi.

Miles, M & Hubermen, AM. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku sumber tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, LJ. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muchtar, U.M. (2011). Implementasi Model Pembelajaran Kemandirian Berbasis

Nilai Satya Dan Darma Pramuka Dalam Membentuk Generasi Muda Mandiri Melalui Kegiatan Alam Terbuka. Disertasi pada Program Studi

Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Mulyasa, E. (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Bandung: Bumi Aksara.

Mulyasanan, D. (2011). Pendidikan Karakter: Apa, Mengapa dan Bagaimana?

dalam “Pendidikan Karakter: Nilai inti bagi upaya pembinaan kepribadian bangsa”. Bandung: Widya Aksara Press.

Munir, A. (2010). Pendidikan Karakter (Membangun anak sejak dari rumah). Yogyakarta: Pedagogia.

(44)

Nazir, M.( 1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Noor. M. (2006). Potret Dunia Pesantren. Bandung: Humaniora.

Nuh, M. (2011). Pendidikan Karakter di Pesantren dinilai Berhasil. (Online) tersedia di: http://www.indonesia.go.id/in/kementerian Negara RI(10 Desember 2011).

Nurdiansyah. (2012). Kajian Tentang Pola Pendidikan Di Pesantren Dalam

Membentuk Karakter Santri Di Era Globalisasi (Studi Deskriptif Analitis di Pondok Pesantren Modern Mathla‟ul Huda). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Nurmalasari, F. (2012). Model Pendidikan Akhlak Berbasis Riyādaħ Di Pondok Pesantren Azzainiyyah Nagrog Sukabumi. Skripsi pada Jurusan

Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia.

Poerwadarminta. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Pondok Pesantren KH. Zainal Mustofa. (2008). Visi dan Misi Pondok Pesantren

KH. Zainal Mustofa. (Online) tersedia di: (http://pstkhzmusthofa.or.id. (19

Januari 2012).

Prijodarminto, S. (1993). Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Purwasasmita, M. 2010. Memaknai Konsep Alam Cerdas dan Kearifan Nilai

Budaya Lokal (Cekungan Bandung, Tatar Sunda, Nusantara, dan Dunia) Peran Local Genius dalam Pendidikan Karakter Bangsa. Prosiding

Seminar. Bandung: Widya Aksara Press.

Pusat Kurikulum. (2010). Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan

Nilai-nilai Budaya Untuk membentuk daya saing dan Karakter Bangsa.

Kementrian Pendidikan Nasional. (Online). Available at: http://www .puskur.net/files/1_ Pendidikan karakter Bangsa.pdf.

Pusat Bahasa Depdiknas. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

(45)

Ruswandi, U. (2010). Pengembangan Model Pendidikan Nilai Berbasis Karakter

„Ibad Al-Rahman dalam Upaya Membina Pribadi Akhlak Karimah (Studi

Kasus pada SMA Plus Pesantren Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya).

Disertasi Pendidikan Nilai Prodi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan

Sa’abuddin, I.A. (2006). Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Saebani, A dan Hamid, A. (2010). Ilmu Akhlak. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Samani, M dan Haryanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sarbaini. (2012). Pengembangan Model Pembinaan Kepatuhan Peserta Didik

Terhadap Norma Ketertiban Sebagai Upaya Menyiapkan Warga Negara Demokratis Di Sekolah. Tesis Magister Prodi Pendidikan Kewarganegaraan

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan.

Sarwono, S. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sauri, S. (2006).Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung:Genesindo

Sauri, S. (2011). Pendidikan Pesantren dalam Pendidikan Karakter. (Online) Available : http://10604714.siap-sekolah.com/2011/06/02/peran-pesantren-dalam-pendidikan-karakter

Shalihat, IS. (2010). Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Sma :Studi Pengembangan Di Sma Darul Hikam Bandung. Disertasi pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Shihab, M.Q.( 2002). Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Kserasian Al-Qur‟an. Volume 9, Jakarta: Lentera Hati. Peran Pesantren dalam Pendidikan Karakter.

Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

(46)

Sukadi. (2011). Pendidikan Karkater Bangsa Berideologi Pancasila dalam

„Pendidikan Karakter : Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa‟. Bandung : Widya Aksara Press.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & B. Bandung: Alfabeta.

Surya, M. (1988). Dasar-Dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Suseno , F. (1993). Etika Dasar masalah-masalah pokok filsafat Moral. Yogyakarta: Pustaka Kanisus.

Sutadipura, B. (1983). Aneka Problema Keguruan. Bandung: Angksa.

Suyatno. (2010). “Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Membangun

Karakter Bangsa“. Jakarta: Makalah Saresehan Nasional.

Steinberg, L. (2002). Adolescence. New York: Mc Graw Hill (Online). Available at:

http://eprints.undip.ac.id/19010/1/hubungan_kemandirian_dengan_adversit y_intelligence_pada_remaja_tuna_daksa_di_slb-d_ypac_surakarta.pdf. [14 desember 2011]

Syhabudin, A. (2010). Pola Pembinaan Kesadaran Berzakat Dalam

Meningkatkan Kepedulian Sosial: Studi Kasus di Rumah Zakat Indonesia.

Tesis Magister Ilmu Pendidikan pada Prodi Pendidikan Umum / Nilai Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indoensia: Tidak diterbitkan

Tucker-ladd, C. (2011). Psychological Self-Help. (Online) tersedia di

http://www.psikologicalself-helf.org (12/07/2012).

Tu’u, T. (2004). Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi. Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Umiarso & Nurzazin, N.( 2011). Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan

menjawab problematika kontemporer Manajemen Mutu Pesantren.

Semarang: RaSAIL Media Group.

(47)

Vessels, Gordon and Huitt,. (2005). Moral and Character Development. Presented at the National Youth at Risk Conference, Savannah, GA, March

8-10.(Online). Tersedia:

http://chiron.valdosta.edu/whuitt/brilstar/chapters/chardev.doc. [20 Desember 2009].

Wahid, A.( 2001), Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, LkiS, Yogyakarta.

Waruwu, F.E. 2010. Membangun Budaya Berbasis Nilai (Panduan Pelatihan

bagi Trainer). Yogyakarta: Kanisius

Winataputra, U.S .2001. Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana

Sistemik Pendidikan Demokrasi. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung:

tidak diterbitkan.

Winataputra dan Budimansyah. 2007. Civic Education: Konteks, Landasan,

Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan

Kewarganegaraan SPs UPI.

Yin, K. R. (2002). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Pres.

Yusuf L. N. (1989). Disiplin Diri Dalam Belajar Dihubungkan Dengan

Penanaman Disiplin Yang Dilakukan Oleh Orang Tua Dan Guru.

Bandung: tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan.

Gambar

Gambar 3.1. Teknik analisis data Miles dan Huberman (2007:23)

Referensi

Dokumen terkait

KKM = 72 Dan mean kelas kontrol = 55,53 Rata-rata nilai kelas eksperimen di atas KKM dan jauh lebih tinggi dibandingk an dengan rata-rata kelas kontrol Hasil belajar

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru tentang definisi metode pengajaran, persepsi dari ketiga guru partisipan sesuai dengan teori Muslich 2010 dan Raharjo 2012 yang

Jenis sengon mempunyai keragaman genetik yang agak rendah pada sifat ketahanan karat tumor, namun dituntut untuk memuliakan sengon tahan karat tumor 87,88,89. Seleksi individu

Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada tanggal tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki

Tenaga medis dan tenaga Keperawatan yang telah diatur dengan Undang-Undang masing-masing, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum pada pelaksanaan praktik profesinya

syarat suatu gugatan tidak secara rinci diatur oleh Hukum Acara Perdata, yang intinya dalam. syarat-syarat gugatan adalah syarat formil dan syarat substansiil. Adapun syarat

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Sederhana Nomor : 520/113/PPBJ.B- APBD/DISTANAK/2012 Tanggal 22 Oktober 2012, dengan ini kami umumkan Pemenang Pelelangan

Pada hari ini Jumat Tanggal Dua Puluh Delapan Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Lima Belas (28-08-2015) Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Muara Enim Pokja Pengadaan Barang Kelompok