• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN DI KANTOR PERTANAHAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN DI KANTOR PERTANAHAN."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan

berkesinambungan adalah dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 sehinggaterwujud masyarakat adil dan makmur. Upaya

untuk meningkatkan taraf hidup tersebut salah satunya adalah dengan

mengembangkan perekonomian dan perdagangan.Dalam pembangunan

perekonomian tersebut, perbankan menjadi salah satu unsur yang penting dan

memiliki peran yang strategis dalam menyerasikan dan menyeimbangkan

masing-masing unsur dari Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan

pembangunan, pertumbuhan ekonomidan stabilitas nasional1.

Peran strategis yang diemban oleh bank dikarenakan bank memiliki

fungsi utama sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kembali

ke masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk layanan lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat. Selain itu bank juga memiliki peran sebagai

lembaga intermediasi, yaitu badan usaha yang kekayaannya lebih banyak

berbentuk asset keuangan atau tagihan dibandingkan dengan asset non

keuangan, bank juga memiliki peran penting dalam menggerakkan roda

perekonomian secara keseluruhan yang menentukan dalam proses

pembangunan.

Peran yang dimiliki oleh bank, diperlukan adanya penyempurnaan dan

kepastian hukum terhadap sistem Perbankan Nasional, terutama yang

berkaitan dengan penyaluran dana kepada masyarakat melalui kredit.

Satu hal yang sangat penting dalam masalah utang piutang adalah

adanya kesanggupan dari orang yang berutang untuk mengembalikan

utangnya.Hal ini berhubungan dengan jaminan yang diberikan dalam

1

(2)

pembayaran utang debitor, terutama bagi pihak yang meminjamkan utang.

Adanya jaminan ini mutlak diperlukan dalam utang piutang sehingga ada

kepastian bahwa uang yang dipinjamkan oleh kreditorakan terbayar.

Pernyataan di atas sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10

tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa dalam memberikan

kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan

kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang

diperjanjikan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Dahlan Siamat yang

menyatakan bahwa:

“Guna memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

debitor tersebut, maka penilaian kredit merupakan kegiatan untuk

menilai keadaan calon debitor dan penilaian atau analisis kredit ini

akan sangat mempengaruhi kualitas portofolio kredit bank”2.

Upaya pengamanan kepada kreditor dalam menyalurkan kredit kepada

Debitor dengan memberikan jaminan umum ini telah dijamin oleh

undang-undang.Tanpa diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak, kreditor sudah

mempunyai hak verhaal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada

kreditor, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitor untuk

pemenuhan piutangnya atas benda-benda milik debitor, yaitu benda bergerak

dan tidak bergerak.

Terhadap jaminan umum ini, para kreditor berkedudukan sebagai

kreditor konkuren (persaingan), artinya kedudukan para kreditor adalah sama,

tidak ada yang lebih diutamakan diantara satu dengan yang lain. Apabila

debitor wanprestasi, maka semua benda miliknya dijual lelang dan dibagi

diantara para kreditor secara seimbang dengan jumlah piutang masing-masing

kreditor (secara ponds-ponds gewijze).3

2

Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan, Intermedia, Jakarta, Hlm.99 3

(3)

Ketentuan adanya jaminan umum ini telah diatur dalam Pasal 1131 dan

1132 KUH Perdata.

Perlindungan yang berasal dari jaminan umum tersebut dirasakan

masih belum memberikan rasa aman kepada kreditor, sehingga dalam praktek

penyaluran kredit, bank memandang perlu meminta jaminan khusus terutama

yang bersifat kebendaan, seperti yang dikemukakan oleh Soetojo

Prawirohamidjojo dan Martalena Pohan, dalam Bab-Bab Tentang Hukum

Benda yang menyatakan bahwa :

“Jaminan khusus adalah jaminan yang timbulnya karena diperjanjikan secara khusus.Jaminan khusus hanya tertuju pada benda-benda khusus milik debitor, dan hanya berlaku bagi kreditor tertentu(Khusus).Dengan diperjanjikan secara khusus maka Kreditor pemegang jaminan khusus mempunyai kedudukan Preferen, artinya pemenuhan hak kreditor khusus itu didahulukan dari kreditor lainnya.”4

Permintaan jaminan khusus kebendaan oleh bank dalam penyaluran

kredit merupakan sikap kehati-hatian dari pihak bank. Menurut Djumhana,

bahwa permintaan Jaminan khusus kebendaan oleh bank dalam penyaluran

kredit tersebut merupakan realisasi dari prinsip kehati-hatian bank

sebagaimana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Perbankan5.

Fungsi jaminan ini merupakan salah satu aspek penilaian dalam

analisis kredit, sekaligus merupakan alat pengamanan terhadap kemungkinan

adanya debitor yang tidak membayar kembali kredit yang diterimanya.Hal ini

mengingat bahwa dalam praktek pelaksanaan kredit, jaminan kebendaan

mempunyai posisi paling dominan dan dianggap strategis dalam penyaluran

kredit bank.

Dalam praktek pelaksanaan kredit, jaminan yang berupa benda tidak

bergerak atau tanah merupakan jaminan yang paling diterima oleh setiap bank,

karena tanah mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan tidak akan mengalami

4

Soetojo Prawirohamidjojo dan Martalena Pohan, 1991 Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Bina Ilmu: Surabaya, hlm.17

5

(4)

penurunan nilainya 6.6Untuk itu negara harus mengatur segala sesuatunya

yang berkaitan dengan tanah tersebut, agar digunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat. Sehingga mengenai penggunaan dan penguasaan tanah

tersebut, telah dituangkan pengaturannya dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria dan lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok

Agraria(selanjutnya disingkat UUPA). Tujuan utama diberlakukanya UUPA

adalah untuk memberikan pengaturan penggunaan dan penguasaan

tanah.Konsideran UUPA menyebutkan : “perlu adanya hukum agraria, yang

berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin

kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia”.7

Tujuan pemberlakuan UUPA ini adalah untuk menghilangkan sifat

dualisme dalam hukum tanah nasional, yang berarti bahwa terciptanya

unifikasi hukum tanah nasional dan terciptanya kepastian hukum mengenai

hak atas tanah.Selain itu disamping tercapainya fungsi tanah secara optimal

sesuai dengan perkembangan kebutuhan rakyat Indonesia.

Sebelum diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah(UUHT), ketentuan mengenai lembaga jaminan atas

tanah menggunakan ketentuan hipotik sebagaimana diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPerdata).

Ketentuan tentang hipotik tersebut masih berlaku berdasarkan pada

ketentuan dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan bahwa

selama Undang-Undang mengenai Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah

ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek dan creditverband.

6

Habib Adjie, 2000. Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan hak Atas Tanah, Mandar Maju: Bandung, hlm.2.

7

(5)

Keberadaan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan

kepastian hukum bagi pihak-pihak berkepentingan sangat diperlukan,

sehingga dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pemenuhan kebutuhan masyarakat mengenai hak tersebut, maka

lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta benda-benda yang berkaitan dengan

Tanah. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 dinyatakan

bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas

tanah sebagaimana merupakan satu ke satuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditor tertentu kepada kreditor-kreditor lain. Dengan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tersebut,

maka seluruh ketentuan mengenai hipotik dan creditverband tidak berlaku lagi

dan sebagai gantinya diberlakukan ketentuan di dalam Undang-Undang Hak

Tanggungan.Sebagaimana yang terkandung dalam UUHT, maka ciri-ciri

pokok Hak Tanggungan antara lain:

1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang. 2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA. 3. Hak Tanggungan dapat dibebankan terhadap tanahnya (hak atas

tanah)saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengantanah itu.

4. Utang yang dijamin harus sesuatu utang tertentu.

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain8.

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian peraturan yang terdapat

dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu:

1. Perkembangan dan Penegasan Objek Hak Tanggungan.

2. Masalah yang berkaitan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan(SKMHT) yang substansi dan syarat berlakunya yang berbeda

dengan praktek sebelum adanya Undang-Undang Hak Tanggungan.

8

(6)

3. Penegasan tentang kekuatan eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan.

Tiga hal pokok di atas perlu mendapat perhatian, khususnya berkenaan

dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disingkat

SKMHT) sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUHT.Terdapat perbedaan yang

mendasar dengan Surat Kuasa Membebankan Hypotheek (selanjutnya disebut

SKMH) sebelum diberlakukannya UUHT.Pada waktu dulu hampir dapat

dipastikan bahwa dalam suatu perjanjian kredit dengan tanah sebagai

jaminannya, maka antara debitor selaku pemilik tanah dan kreditor tidak

langsung membuat akta Hypotheek. Namun diantara kedua pihak tersebut

cukup dibuat SKMH dengan berbagai alasan, antara lain bahwa proses

pembuatan akta sampai dengan keluarnya setifikat Hypotheek tersebut

memakan waktu cukup lama dan memakan biaya yang relatif mahal. Secara

umum akta Hypotheek baru dibuat apabila debitor menunjukan kecenderungan

untuk wanprestasi (cidera janji).

Praktek peraturan Hypotheek yang lama memberi kesan bahwa SKMH

sebagai sesuatu yang dilembagakan. Berbeda dengan SKMHT yang berlaku

sekarang ini, menurut penjelasan Pasal 15 ayat(1) UUHT, menyatakan bahwa

pemberian hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi hak

tanggungan dengan cara hadir di hadapan PPAT. Hanya apabila karena suatu

sebab tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT, ia wajib menunjuk pihak

lain sebagai kuasanya, dengan SKMHT yang berbentuk akta otentik.

Pembuatan SKMHT selain oleh Notaris juga dapat dilakukan oleh

PPAT.Karena PPAT ini keberadaannya sampai pada wilayah kabupaten, maka

keberadaan PPAT berguna dalam rangka pemerataan pelayanan di bidang

pertanahan. Syarat sahnya SKMHT wajib dipenuhi dengan persyaratan

tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat(1) UUHT, yaitu:

1. SKMHT tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain, selain kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan misalnya memuat kuasa untuk menjual, menyewakan objek Hak Tanggungan atau memperpanjang hak atas tanah.

(7)

yang harus dibedakan adalah yang bukan merupakan kuasa substitusi, jika penerima kuasa memberikan kuasa kepada pihak lain dalam rangka penugasan untuk bertindak mewakilinya, misalnya direksi bank menugaskan pelaksanaan kuasa yang diterimanya kepada Kepala Cabang Banknya atau pihak lainnya yang ditunjuk untuk mewakilinya.

3. Wajib dicantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditor, serta nama dan identitas debitor, Jika debitor bukan pemberi Hak Tanggungan, hal tersebut perlu dicantumkan dengan tegas, karena ada kemungkinan antara pemilik tanah atau benda yang dijadikan Hak Tanggungan, belum tentu memiliki bangunan yang ada di atasnya, jika berbeda maka identitas debitor tersebut harus dicantumkan serta ikut menandatangani SKMHT. Jumlah utang yang dimaksud dalam SKMHT adalah jumlah utang yang sesuai atau yang telah diperjanjikan dalam Pasal 3 ayat(1). Kalau belum dapat disebut jumlahnya yang pasti (fixed load) paling tidak harus dapat dirumuskan perkiraan yang mudah untuk diterapkan dalam menghitung jumlah akhir hutang tersebut. Kejelasan jumlah atau besar utang ini yang dijamin merupakan faktor yang sangat penting baik bagi pihak kreditor maupun debitor, jika akan dilakukan eksekusi berdasarkan sertifikat hak tanggungan atau penjualan di bawah tangan ataupun penjualan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.9

Pembatasan terhadap isi pokok SKMHT ini untuk mencegah

berlarut-larutnya pemberi kuasa dan demi tercapainya kepastian hukum maka surat

kuasa ini dibatasi jangka waktunya. Ketentuan tentang batas waktu untuk

melaksanakan kewajiban yang bersifat imperatif tersebut menegaskan bahwa

SKMHT bukan merupakan syarat dalam proses pembebanan hak tanggungan,

karena syarat mutlak pembebanan hak tanggungan adalah pembebanan hak

tanggungan dan pendaftaran hak tanggungan di kantor pertanahan.

Pembuatan SKMHT dalam bentuk kuasa mutlak, dalam arti tidak

berakhir karena sebab-sebab apapun, kecuali kuasa itu telah dilaksanakan atau

selesai masa berlakunya yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2), ayat (3), dan ayat

(4) UUHT. Ciri lain yang istimewa dari SKMHT sesuai dengan Pasal 15 ayat

(3) UUHT adalah terhadap tanah-tanah yang sudah terdaftar, SKMHT harus

sudah digunakan selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak

9

(8)

diberikan dan terhadap tanah-tanah yang belum terdaftar, SKMHT harus

digunakan selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diberikan.

Suatu kuasa harus dibatasi mengenai jangka waktunya, mengingat akan

kebebasan berkontrak. Setiap orang boleh membuat perjanjian apa saja

asalkan tidak tidak bertentangan dengan undang-undang, disamping menganut

“asas kebebasan berkontrak” juga menganut “asas

konsensualisme/konsensualitas.” sebagai mana dinyatakan pada Pasal 1320 KUH Perdata. Artinya : perjanjian itu sudah dianggap lahir sejak

terjadinya kata sepakat.

Ketentuan tersebut di atas terdapat pengecualian terhadap kredit-kredit

tertentu, seperti kredit program, kredit usaha kecil, Kredit Pemilikan

Rumah(KPR), dan kredit sejenis yang telah diatur dalam Pasal 1 dan 2

Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan SKMHT

untuk menjamin pelunasan kredit-kredit tertentu.

Upaya perlindungan dan kepastian hukum kepada semua pihak

(khususnya kreditor), maka pemberian hak tanggungan wajib

didaftar.Pendaftaran itu dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas.Maksud

dari asas publisitas adalah pendaftaran dan pencatatan dari pembebanan objek

Hak Tanggungan sehingga terbuka dan dapat dibaca serta diketahui oleh

umum.Lembaga yang berwenang untuk mendaftar Akta Pemberian Hak

Tanggungan (APHT) adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Pemberian hak tanggungan yang dilakukan oleh debitor kepada

kreditor dengan akta PPAT, maka Hak Tanggungan yang bersangkutan belum

lahir.Hak Tanggungan tersebut baru lahir setelah dibuatnya buku tanah Hak

Tanggungan oleh Kantor Pertanahan.Oleh karena itu mengenai saat

didaftarnya Hak Tanggungan tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi

kreditor.

Menurut Satrio, lahirnya Hak Tanggungan merupakan momen yang

(9)

menentukan tingkat atau kedudukan kreditor terhadap sesama kreditor dalam

hal ada sita jaminan (conservatoir beslag) atas benda jaminan10.

Dengan perkataan lain bahwa kreditor yang lebih dahulu APHTnya

didaftar dalam buku tanah Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan, maka

kreditor tersebut yang harus lebih dahulu diutamakan dari kreditor lainnya.

Dalam Pasal 13 ayat(2) dan(3) UUHT menentukan tata cara

pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Adapun pelaksanaan pendaftaran

Hak Tanggungan adalah sebagai berikut:

1. Setelah APHTdi tandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT,

sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (2) UUHT, maka selambat-lambatnya 7

(tujuh) hari kerja PPAT wajib mengirimkan akta tersebut dan warkah lain

yang diperlukan ke Kantor Pertanahan.

2. Selanjutnya Pasal 13 ayat(3) UUHT menggariskan, bahwa pendaftaran

Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan

buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas

tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut

pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam buku tanah dan

sertifikat hak atas tanah dicatat dasar hukum pembebanan, nama

pemegang hak tanggungan, nilai hak tanggungan dan objek hak

tanggungan.

3. Ditegaskan dalam Pasal 13 ayat(4) UUHT, bahwa tanggal buku tanah Hak

Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara

lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari

ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi

tanggal hari kerja berikutnya. Dalam rangka memenuhi asas publisitas,

daftar bersifat terbuka untuk umum.

Penjelasan di atas dapat diberikan gambaran, bahwa dengan adanya

ketentuan batas waktu SKMHT tersebut di atas harus ditaati dan segera diikuti

dengan APHT.Akan tetapi tidak menutup kemungkinan dalam prakteknya

10

(10)

SKMHT dapat melebihi batas waktu yang telah di tentukan oleh

undang-undang.Hal ini dapat mempengaruhi kedudukan kreditor apabila debitor

melakukan cindera janji atau wanprestasi maka kedudukan kreditor menjadi

kreditor konkuren.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

lebih lanjut guna penyusunan tesis dengan mengambil judul:

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK

TANGGUNGAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN DI KANTOR

PERTANAHAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka

permasalahanya dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana akibat hukum dari Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan(SKMHT) yang tidak ditindaklanjuti dengan APHT?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditor dalam perjanjian kredit

denganjaminan hak tanggungan yang tidak didaftarkan di kantor

pertanahan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mengkaji akibat hukum dari Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan(SKMHT) yang tidak didaftarkan di

Kantor Pertanahan.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum yang dapat

dilakukan bagi kreditor dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak

(11)

D. Manfaat Penelitian

Sehubungandengan pembahasan terhadap kajian terkait perlindungan

hukum terhadap kreditor dengan Jaminan Hak Tanggungan yang belum

didaftarkan di Kantor Pertanahan dengan segala permasalahannya, maka

penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dari dua sisi, yaitu :

1. Manfaat Praktis

a. Diharapkan dari penelitian ini, dapat memberikan masukan bagi

kreditor mengenai perlindungan hukum dengan jaminan hak

tanggungan yang belum didaftarkan di Kantor Pertanahan dan agar

bisa melakukan tindakan-tindakan antisipasi untuk mengamankan

kepentingannya

b. Diharapkan pula dari penelitian ini dapat memberikan masukan bagi

Notaris dan PPAT sebagai pejabat umum dalam rangka meningkatkan

profesionalisme dibidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.

c. Diharapkan bagi debitor atau pemilik jaminan, agar ada kepastian

kelangsungan dari fasilitas kredit yang disediakan oleh kreditor karena

tetap dicover dengan jaminan yang memadai dan memenuhi ketentuan

hukum yang berlaku serta adanya kepastian hukum terhadap hakatas

tanah.

2. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat memberikan masukanpemikiran bagi

pengembangan Hukum Pertanahan dan Hukum Jaminan yang

berhubungan dengan Hak Tanggungan dan pengaturan-pengaturan

mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, serta dapat

dipergunakan sebagai bahan kajian untuk menyempurnakan Hak

Tanggungan agar lebih akomodatif terhadap perubahan dan perkembangan

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, kajian ini memfokuskan pada analisis isi kandungan yang mengandungi penerapan aspek persefahaman antara agama berdasarkan Huraian Sukatan Pelajaran yang

Oleh itu, kajian ini dijalankan bertujuan untuk melihat elemen-elemen pengajaran guru berdasarkan Modul Pentaksiran Berasaskan Sekolah(MPBS) dalam sesi amali di

Analisis Biaya pada usaha penggilingan padi UD Padi Mulya dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan dalam usaha ini, serta pendapatan

Jumlah kasus yang ada pada saat dilakukan penelitian adalah sebanyak 30 kasus dengan kriteria santri Pondok Pesantren X yang mengalami gejala klinis khas Hepatitis A berdasarkan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan energi dan protein (konsumsi energi, konsumsi protein, energi tercerna, protein tercerna,

Penyuluhan mengenai penggunaan hormon oodev yang dapat mempercepat pematangan gonad dan hormone ovaprim yang dapat meningkatkan frekuensi pemijahan ikan lele budidaya

Sikap Tanggung jawab, peduli sesama, dan menghargai orang lain yang terdapat dalam kumpulan cerpen Guruku Superhero merupakan contoh dari nilai moral hubungan manusia

Mendudukkan RPJP atau GBHN dengan demikian tidaklah menjadi persoalan selagi ada beberapa prasyarat untuk mengakomodasi kelebihan keduanya: pertama, ada jaminan bahwa