• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A."

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

72

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. BAHAN PENELITIAN

Dalam Perkara Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian yang Penulis teliti kesemuanya telah diputus oleh Pengadilan yang berwenang, serta telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Terdapat 10 Putusan yang Penulis teliti, dimana Semua Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian berasal dari Perdamaian PKPU. Dari 10 Putusan tersebut, 4 Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian ditolak, sedangkan 6 Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian dikabulkan.

Untuk lebih menjelaskan mengenai Putusan yang akan diteliti, dapat dilihat dari tabel berikut ini:

No. Putusan

Amar Putusan Dikabulkan Ditolak

1

No.06/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2020/PN. Niaga Jkt.Pusat

2

No.09/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2016/PN. Niaga Jkt.Pst

3 No.11/Pdt.Sus-Pailit/2017/

PN. Niaga Smg

(2)

73

4 No.12/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.

Niaga.Jkt.Pst

5

No.02/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2014/PN.

Niaga.Jkt.Pst Jo. No. 385 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 Jo. No.

61/PK/Pdt.Sus-Pailit/ 2016

6

No. 4/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2019/PN. Niaga Jkt Pst Jo. No.718 K/Pdt.Sus- Pailit/2019

7

No . 13/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN Niaga Jkt.Pst

8

No.02/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2020/PN Niaga Jkt. Pst Jo. No. 963 K/Pdt.Sus-Pailit/2020

9

No.03/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2020/PN.

Niaga.Jkt.Pst.

10

No.19/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2020/PN.

Niaga.Jkt.Pst

Dengan melihat tabel diatas, bahwa dari 10 Putusan Permohonon Pembatalas Putusan Perdamaian yang penulis teliti, 40% Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian ditolak, sedangkan 60% Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian dikabulkan. Yang lebih menarik

(3)

74

Perhatian Penulis, terdapat Perbedaan Pendapat antara Majelis Hakim yang memeriksa pada Tingkat Pertama, dengan Majelis Hakim yang memeriksa pada Tingkat Kasasi, dimana 2 Putusan Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan pada Tingkat Pertama (Putusan No.

4/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2019/PN. Niaga Jkt Pst Jo. No. 718 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 dan Putusan No. 02/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2020/PN Niaga Jkt. Pst Jo. No. 963 K/Pdt.Sus-Pailit/2020), dan 1 Putusan yang diajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali dan dikabulkan (No.02/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo. No. 385 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 Jo. No. 61/PK/Pdt.Sus-Pailit/2016).

Untuk lebih melihat lebih jelas, berikut akan dipaparkan Posisi Kasus dan Pertimbangan Hukum Hakim 10 Putusan Perkara Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian yang telah diputus dan telah mempunyai kekuatan Hukum Tetap:

1. Putusan No. 06/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2020/PN.Niaga Jkt.Pusat (Ir. Alisyahbana, Dkk Vs. PT. Selaras Mitra Sejati).

Posisi Kasus :

IR. ALISYAHBANA, MAUDY SETYAWATI, FABTU FANI JANCELIA, dan SARAH secara bersama-sama mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian terhadap PT.

SELARAS MITRA SEJATI di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana terdapat pada surat Permohonannya tertanggal 4 Juni 2020, dengan Nomor Register 06/Pdt.Sus- Pembatalan Perdamaian/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.

(4)

75

Didalam Surat Permohonannya tersebut Pemohon mendalilkan diri sebagai Konsumen/Pembeli atau Kreditur, dimana sebelumnya pada tanggal 23 April 2019 telah diadakan Voting terhadap rencana Proposal Perdamaian yang ditawarkan Debitor kepada Kreditor yang hasilnya telah disahkan dalam Putusan Pengesahan Perdamaian sebagai berikut: a. Jumlah Kreditor yang menyetujui Rencana Perdamaian adalah 151 (Seratus Lima Puluh Satu) Kreditur dari 162 (Seratus Enam Puluh Dua) Kreditur yang hadir dan piutangnya diakui menyetujui Proposal Perdamaian; b. Jumlah Piutang Kreditor yang menyetujui Rencana Perdamaian adalah sebesar Rp 117.957.273.214 (Seratus Tujuh Belas Miliar Sembilan Ratus Lima Puluh Tujuh Juta Dua Ratus Tujuh Puluh Tiga Ribu Dua Ratus Empat Belas Rupiah).

Bahwa Para Pemohon mendalilkan, berdasarkan Perjanjian Perdamaian yang diajukan oleh Termohon, Para Pemohon/ Para Kreditur akan mulai dibayar pada bulan ketiga sejak Putusan Homologasi tanggal 9 Mei 2019, cara pembayaran Termohon kepada para Pemohon dengan cara bertahap yaitu 12 Termin yang dilakukan 2 Bulan sekali selama 24 Bulan, lalu Termohon telah melakukan Pembayaran kepada Para Pemohon sebanyak 4 kali, akan tetapi pada tanggal 31 Maret 2020 Termohon mengirimkan surat pemberitahuan penundaan Jadwal Pelaksanaan Pengembalian Uang (Refund) Termin ke-5.

Didalam Surat Jawabannya, Termohon menyatakan bahwa alasan Penundaan Pembayaran termin ke-5 yang dilakukan Termohon

(5)

76

adalah karena Termohon ada pada keadaan Memaksa (Force Majeur) karena adanya Pandemi Covid-19, sehingga Pembayaran Termin Ke-5 Periode April 2020 Bukan sebagai Kelalaian Pemenuhan Kewajiban Termohon melainkan suatu keadaan Kahar sebagaimana diatur pada Ketentuan Pasal 4 Perjanjian Homologasi. Selain itu Termohon dalam Jawabannya juga mendalilkan mengenai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. M/3/hk.04/iii/2020 TENTANG Perlindungan Pekerja/ Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19, dimana Termohon harus menghentikan seluruh aktifitas perkantoran demi mencegah mewabahnya Virus Covid-19. Bahwa Termohon juga mendalilkan mengenai Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 361 Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Tanggap Darurat Covid-19 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sehingga Termohon harus memperpanjang penghentian aktifitas kantor sampai tanggal 17 Juni 2020, hal tersebut wajib dilaksanakan oleh Termohon karena harus mengikuti Instruksi Pemerintah sesuai ketentuan: (i) Kepres Covid-19 sebagai Bencana Nasional, (ii) Permenkes 9 Tahun 2020, dan (iii) Pergub DKI Jakarta No. 33 Tahun 2020.

Lebih lanjut, Termohon menyatakan bahwa Penundaan Pembayaran Termin Ke-5 hanya untuk sementara waktu, dan akan kembali melakukan Pembayaran (Termin Ke-5) pada Bulan Juli 2020.

Adapun alasan kenapa Bulan Juli 2020 sebagai Pembayaran Termin

(6)

77

Ke-5 dilakukan karena mempertimbangkan aktifitas Perkantoran Termohon yang mulai beroperasi kembali sejak tanggal 17 Juni 2020 dan beberapa kegiatan usaha yang merupakan Sumber Dana Termohon sudah mulai berangsur berjalan, sehingga pada bulan Juli 2020 tersebut Termohon dengan Itikad Baik akan melaksanakan kewajiban Termohon kepada Para Kreditor termasuk Pemohon sesuai ketentuan Perjanjian Homologasi, walaupun Keadaan Kahar sesungguhnya belum berakhir.

Dasar Hukum Pertimbangan Hakim :

Bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut berpendapat berbeda dengan Permohonan Para Pemohon, dimana Majelis Hakim menolak Permohonan Para Pemohon dengan Pertimbangan yang pada Pokoknya sebagai berikut:

- Menimbang, bahwa atas Permohonan Pemohon tersebut, Termohon dan Pemohon telah terikat dalam Perjanjian Perdamaian yang telah mendapat pengesahan/ homologasi sebagaimana tersebut dalam Putusan Perkara Nomor 18/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 18 Februari 2019, namun kesepakatan tersebut tidak dapat berjalan secara keseluruhan bukan dikarenakan adanya itikad tidak baik dari Termohon, tetapi Penundaan Pembayaran termin Ke-5 Periode April 2020 akibat adanya Pandemi Covid-19 terbukti

(7)

78

bukan sebagai kelalaian pemenuhan kewajiban termohon melainkan suatu keadaan kahar sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 4 Perjanjian Homologasi, dan Termohon telah memenuhi isi perjanjian Homologasi dan Putusan PKPU Nomor 18 Tahun 2019 dengan Itikad Baik untuk kepentingan seluruh kreditur, sehingga demikian Permohonan yang diajukan oleh Pemohon tersebut harus dinyatakan ditolak;

- Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Maka Majelis berpendapat bahwa yang menjadi Pokok permasalahan dan akan dipertimbangkan lebih lanjut adalah apakah tidak terlaksananya perdamaian yang telah mendapatkan pengesahan/homologasi tersebut diakibatkan oleh adanya itikad tidak baik dari Termohon sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon, ataukah tidak terlaksananya hal tersebut diakibatkan karena adanya keadaan kahar berupa pandemi Covid-19 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Perjanjian tersebut, seperti yang didalilkan oleh Termohon;

- Menimbang, bahwa setelah Majelis mencermati Bukti tanda P- 3/ T-12 tersebut, khususnya pada Pasal 4 angka 2 (dua) huruf d, ternyata mengatur klausula yang pada pokoknya bahwa keadaan Kahar (Force Majeure) dalam Perjanjian ini berarti peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan manusia normal untuk mencegahnya termasuk akan tetapi tidak terbatas pada kecelakaan, bencana alam, hua-hura, epidemic, dan dalam hal

(8)

79

terjadi Keadaan Kahar (Force Majeure) yang mengakibatkan Debitor tidak dapat melaksanakan kewajibannya yang tercantum dalam Perjanjian ini, atau apabila Keadaan Kahar (Force Majeure) tersebut menyebabkan Pekerjaan Debitor tertunda, maka kewajiban Debitor berdasarkan Perjanjian ini akan diperpanjang untuk jangka waktu selama Keadaan Kahar (Force Majeure) tersebut tanpa mengurangi kewajiban Kreditur berdasarkan Perjanjian ini;

- Menimbang, bahwa sedangkan disisi lain, Keterangan Ahli yang diajukan oleh Termohon yakni Ahli Dr. M. Hadi Subhan, S.H., M.H., C.N. yang pada pokoknya berpendapat bahwa tidak terlaksananya klausula isi perdamaian oleh yang telah disepakati debitor bersama dengan para kreditornya tidak mengakibatkan serta merta debitor dinyatakan pailit, tetapi harus terlebih dahulu dilihat klausula yang telah disepakati, khususnya klausula mengenai keadaan Kahar (Force Majeur) karena selain para pihak harus tunduk pada isi perjanjian tersebut, terhadap perdamaian yang telah mendapat pengesahan, juga masih terikat dengan ketentuan perjanjian secara umum, termasuk adanya keadaan Kahar (Force Majeur) sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga memberi kesempatan kepada Debitor untuk melaksanakan kembali klausula yang tidak dilaksanakan sesuai

(9)

80

dengan kesepakatan adalah jauh lebih baik dari pada tindakan menyatakan debitor pailit dengan segala akibat hukumnya;

- Menimbang, bahwa dari Keterangan Ahli sebagaimana tersebut diatas, maka Majelis sependapat dengan Keterangan Ahli yang diajukan oleh Termohon tersebut, yang pada pokoknya bahwa perdamaian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tersebut, juga tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang diatur secara umum, sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk adanya keadaan Kahar atau Force Majeur atas pelaksanaan isi perjanjian tersebut;

- Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, maka Majelis berpendapat bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan dalil permohonannya bahwa tidak terlaksananya perjanjian tersebut dikarenakan adanya itikad tidak baik dari Termohon, sementara disisi lain Termohon berhasil membuktikan dalil jawabannya bahwa tidak terlaksananya perjanjian tersebut berdasarkan termin yang telah disepakati bukan karena adanya itikad tidak baik dari Termohon, tetapi dikarenakan adanya keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (2) huruf d perjanjian perdamaian tersebut;

- Menimbang, bahwa pendapat Majelis tersebut juga didasari pada adanya sikap atau tindakan dari Termohon yang memberikan penyampaian atau informasi kepada para

(10)

81

kreditornya tentang adanya hambatan pelaksanaan termin pembayaran tersebut, sebagaimana tersebut dalam bukti tanda P-4A sampai dengan P-4B berupa Surat Pemberitahuan dari Termohon kepada seluruh Kreditur (termasuk Pemohon), tanggal 31 Maret 2020 dan tanggal 12 Mei 2020 dapat dijadikan dasar adanya kesungguhan debitor untuk tetap berusaha melaksanakan isi perdamaian tersebut;

- Menimbang, bahwa pendapat Majelis tersebut juga didasari atas pertimbangan dan mengacu pada Azas Manfaat dan Rasa Keadilan sehingga adalah lebih bermanfaat jika terhadap Termohon tersebut diberi kesempatan untuk melanjutkan dan melaksanakan kewajibannya tersebut, daripada Termohon harus dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya;

- Menimbang, bahwa pendapat Majelis tersebut juga didasari dengan pertimbangan bahwa dari bukti tanda P-3/ T-12 berupa Perjanjian Perdamaian antara Debitur PKPU (Termohon) dengan Para Kreditur tertanggal 30 April 2019, setelah Majelis mencermatinya, maka terlihat bahwa dari 83 (Delapan Puluh Tiga) Kreditor Konkuren sebagai Pihak dalam Perjanjian Perdamaian tersebut, yang dihubungkan dengan jumlah kreditor yang mengajukan permohonan pembatalan ini, yakni sebanyak 4 (Empat) Kreditor, sehingga jumlah Kreditor yang mengajukan permohonan pembatalan hanyalah sebagian kecil dari jumlah keseluruhan kreditor konkuren, sehingga hal

(11)

82

tersebut tidak dapat dipandang sebagai perwakilan dari sikap kreditor secara keseluruhan;

Bahwa berdasarkan Pertimbangan-Pertimbangan diatas, Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut menjatuhkan Amar Putusan yang dalam Pokok Perkara isinya adalah:

Menolak Permohonan Pembatalan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) yang diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya.

2. Putusan No. 09/Pdt.Sus/Pembatalan-Perdamaian/2016/PN. NIAGA.

JKT.PST (PT. Telsatindo, Dkk Vs. PT. Citra Sari Makmur).

Posisi Kasus :

PT. TELSATINDO MANDIRI (Pemohon I), BUDI DARMAWAN (Pemohon II), NURGANDA (Pemohon III), I KETUT SUYASA (Pemohon IV), RM. TEGUH SUGITO (Pemohon V), IRVAN NUGRAHA (Pemohon VI), ISAAC FANANNY (Pemohon VII), IR.H.HERY SOBARI (Pemohon VIII), MOHAMMAD (Pemohon IX), KHOLID (Pemohon X), SOEYOTO B.E. (Pemohon XI), RUDY TRIMANTO (Pemohon XII), IMAM MASJHOERY (Pemohon XIII), OKKY HARTOYO (Pemohon XIV), ABDUL ROSYID, SULISTIO (Pemohon XV), MUHAMAD ALI (Pemohon XVI), HASBULLAH (Pemohon XVII), SYUKRI HAMDI (Pemohon XVIII), secara bersama-sama mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian terhadap PT. CITRA SARI MAKMUR di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana terdapat pada

(12)

83

surat Permohonannya tertanggal 26 Agustus 2016, dengan Nomor Register 09/Pdt.Sus/Pembatalan Perdamaian/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo.

Nomor.66/PKPU/2014/PN.NIAGA JKT.PST.

Didalam Surat Permohonannya Pemohon I mendalilkan diri sebagai salah satu dari 23 (Dua Puluh Tiga) Kreditor Konkuren Termohon sebagaimana terbukti dengan Perjanjian Perdamaian dan Rencana Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) melalui Putusan Pengesahan Perdamaian, dimana sebelumnya telah diadakan Voting terhadap rencana Proposal Perdamaian yang ditawarkan Debitor kepada Kreditor yang hasilnya telah disahkan dalam Putusan Pengesahan Perdamaian sebagai berikut: a. Jumlah Kreditor Termohon PKPU terdiri dari: 15 Kreditor Separatis, 23 Kreditor Konkuren, dan 1 Kreditor Preferen; b. Jumlah Tagihan Kreditor Separatis kepada Termohon PKPU adalah sebesar Rp. 1.094.698.287.208,; c. Jumlah Tagihan Kreditor Konkuren kepada Termohon PKPU adalah sebesar Rp.338.177.881.914,81; d. Pada tanggal 24 Juli 2014, telah dilaksanakan Rapat Pemungutan Suara atas Rencana Perdamaian dimana Mayoritas Kreditor Termohon yang hadir menyetujui Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Termohon. Selanjutnya para Kreditor menandatangani Perjanjian Perdamaian bersama-sama dengan Termohon dan Investor; e. Oleh karena berdasarkan hasil pemungutan suara (voting) atas Rencana Perdamaian, mayoritas Kreditor yang hadir baik Kreditor Separatis dan Kreditor Konkuren setuju atas Rencana Perdamaian, maka kuorum dalam Pengambilan Suara untuk Persetujuan

(13)

84

rencana perdamaian sebagaimana dimaksud Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan telah terpenuhi dan mengikat menurut hukum.

Bahwa Pemohon I mendalilkan dalam Perjanjian Perdamaian, Termohon wajib membayar kepada Pemohon I sebesar Rp.2.249.940.000 (Dua Milyar Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Juta Sembilan Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah) yang mana pembayaran atas utang tersebut terbagi dalam 6 termin (Year-1 sampai Year-6) terhitung sejak tahun 2014 sampai dengan 2019.

Bahwa dari keseluruhan tagihan Pemohon I Termohon telah nyata-nyata melakukan Wanprestasi karena tidak membayar utang- utangnya kepada Pemohon I untuk dua Periode (Year-1 dan Year-2) dengan Perincian Pada Year-1 (Periode 19 Agustus 2015 – 18 Agustus 2016) adalah sebesar Rp.22.499.400 (Dua Puluh Dua Juta Empat Ratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Empat Ratus Rupiah), namun hanya dibayar sebesar Rp.11.249.700 (Sebelas Juta Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Ribu Tujuh Ratus Rupiah), sehingga masih terdapat kekurangan pembayaran sebesar Rp.11.249.700 (Sebelas Juta Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Ribu Tujuh Ratus Rupiah). Pada Year-2 (Periode 19 Agustus 2016 – 18 Agustus 2017) adalah sebesar Rp.427.488.600 (Empat Ratus Dua Puluh Tujuh Juta Empat Ratus Delapan Puluh Delapan Ribu Enam Ratus Rupiah), namun hanya dibayar sebesar Rp.46.875.750 (Empat Puluh Enam Juta Delapan Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah), sehingga masih terdapat kekurangan pembayaran sebesar Rp.380.612.850 (Tiga

(14)

85

Ratus Delapan Puluh Juta Enam Ratus Dua Belas Ribu Delapan Ratus Lima Puluh Rupiah).

Bahwa Pemohon II s.d. XIII mendalilkan diri sebagai Kreditor Preferen Termohon yang telah mengajukan tagihan berupa gaji dan/

atau Tunjangan lain kepada Termohon melalui Serikat Karyawan Termohon (Sekar Makmur) (“Serikat Karyawan”), dimana berdasarkan Rencana Perdamaian terlampir dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) melalui Putusan Pengesahan Perdamaian, Termohon wajib membayar kepada seluruh karyawan Termohon termasuk Para Pemohon Karyawan melalui Serikat Karyawan seluruhnya sevesar Rp.6.810.762.149 (Enam Milyar Delapan Ratus Sepuluh Juta Tujuh Ratus Enam Puluh Dua Ribu Seratus Empat Puluh Sembilan Rupiah), yang mana Pembayaran atas utang tersebut terbagi dalam 5 Termin (Year-2 sampai dengan Year-6) untuk periode Tahun 2015-2019.

Bahwa pada faktanya dari keseluruhan tagihan Para Pemohon Karyawan, Termohon telah nyata-nyata lalai karena sama sekali tidak membayar utang-utangnya kepada Para Karyawan Termohon termasuk Para Pemohon Karyawan melalui Serikat Karyawan untuk Periode Kedua (Year-2) sebesar Rp.1.362.152.430 (Satu Milyar Tiga Ratus Enam Puluh Dua Juta Seratus Lima Puluh Dua Ribu Empat Ratus Tiga Puluh Rupiah), dan Periode Ketiga (Year-3) sebesar Rp.1.362.152.430 (Satu Milyar Tiga Ratus Enam Puluh Dua Juta Seratus Lima Puluh Dua Ribu Empat Ratus Tiga Puluh Rupiah) Hingga saat ini.

(15)

86

Didalam Surat Jawabannya, Termohon menyatakan bahwa Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX, Pemohon X, Pemohon XI, Pemohon XII, dan Pemohon XIII adalah Kreditur yang tidak Berhak dan Memeuhi Kualifikasi untuk mengajukan Permohonan Pembatalan atas Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) melalui Putusan Pengesahan Perdamaian, dikarenakan namanya tidak terdaftar sebagai Anggota Serikat Karyawan PT. Citra Sari Makmur (SEKAR MAKMUR) yang menjadi Lampiran dalam Perjanjian Perdamaian. Dan sampai saat ini masih bekerja dengan Termohon, dan menerima Transport maupun Gaji, dan Termohon juga membayarkan Asuransi Kesehatan, sehingga tidaklah tepat Para Pemohon tersebut mengajukan sebagai Pemohon di Pembatalan Perjanjian Perdamaian, sehingga apabila ingin mengajukan Hak atas Pembayaran Gaji mereka maka seharusnya secara hukum permasalahan ini diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Hubungan Industrial dan bukan mengajukan Permohonan Pembatalan atas Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) melalui Putusan Pengesahan Perdamaian.

Bahwa terhadap dalil Pemohon I, Termohon menganggapi bahwa pada Intinya Termohon telah melakukan Pembayaran untuk Year-1 sebesar Rp.11.249.700, dan untuk Year-2 sebesar Rp.46.875.750,- bahwa adanya Itikad Baik dari Termohon untuk melakukan Pembayaran, dan juga Termohon sampaikan didalam Proposal Perdamaian mengenai Kondisi Persoroan saat ini dalam

(16)

87

Alinea Ke-2 dikatakan bahwa “Dikarenakan Hal tersebut diatas telah menunjukkan aset-aset yang dimiliki oleh Perseroan tidak akan dapat menutupi seluruh kewajiban Perseorangan kepada Para Kreditur, namun Perseroan tetap memiliki Tanggung jawab memenuhi semua kewajibannya kepada Para Kreditur Perseroan”, dengan demikian sangat jelas dan terang apabila Termohon dinyatakan dalam Keadaan Pailit maka yang akan terjadi kemungkinan besar adalah Termohon tidak dapat melakukan Pembayaran kewajibannya kepada Para Kreditur terutama Kreditur Konkuren dan Preferen yang tentunya akan sangat merugikan sekali bagi kreditur Konkuren dan Preferen.

Bahwa Termohon sampaikan bahwa Utang Termohon kepada seluruh Kreditur baik Kreditur Separatis, Preferens, Konkuren adalah sebesar Rp.1.439.686.931.271,81,- Hutang Pajak sebesar Rp.160.805.238.168,-, dan Asset yang dimiliki Termohon keseluruhan hanya tanah yang dijaminkan ke Kreditur Separatis kurang lebih sebesar Rp.200.000.000.000,- sehingga apabila Pailit hasil penjualan boedel pailit diserahkan kepada Pajak dan Kreditur Separatis, sehingga seluruh karyawan maupun Kreditur Konkuren tidak mendapatkan haknya. Tetapi Termohon dalam Hal ini mempunyai Itikad Baik dan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi seluruh kewajiban yang telah disepakati dalam Proposal Perdamaian.

(17)

88

Dasar Hukum Pertimbangan Hakim :

Bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut berpendapat berbeda dengan Permohonan Para Pemohon, dimana Majelis Hakim menolak Permohonan Para Pemohon dengan Pertimbangan yang pada Pokoknya sebagai berikut:

- Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil sangkalannya, Termohon mengajukan bukti-bukti surat yang diberi Tanda T-1 sampai dengan T-13, yang telah diperlihatkan dalam persidangan sebagai berikut:

T-6A: Surat CSM No. B-0219/FIN/SW-PLT/X/2016 kepada Bank BNI Perihal Transfer tertanggal 6 Oktober 2016;

T-6C: Berita Acara Serah Terima tertanggal 06 Oktober 2016 a.n. PT. Citra Sari Makmur;

T-6D: Bilyet Giro No. BC479794 tertanggal 5 Oktober 2016 a.n. PT. Citra Sari Makmur.

- Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti PP-1 atau Bukti T-11 yaitu Perjanjian Perdamaian dibuat dengan tujuan untuk memenuhi dan menjamin kepastian hukum bagi para Kreditor.

Dengan telah disetujuinya dan disahkannya Proposal Perdamaian PT. Citra Sari Makmur (Dalam PKPU) tertanggal 22 Juli 2014 yang telah disahkan (Homologasi) melalui Putusan No. 66/PDT.SUS/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 18 Agustus 2014, maka adalah merupakan kehendak Para Kreditor

(18)

89

untuk tidak menetapkan Termohon dalam Keadaan Pailit. Hal ini menunjukkan bahwa Para Kreditor masih memiliki kepercayaan terhadap Termohon dalam kemampuannya melaksanakan kewajibannya;

- Menimbang, bahwa Utang Termohon kepada seluruh Kreditur baik Kreditur Separatis, Preferens, dan Konkuren, adalah sebesar Rp.1.439.686.931.271,81,- hutang pajak sebesar Rp.160.805.238.168,-, dan asset yang dimiliki Termohon keseluruhannya hanya tanah yang dijaminkan ke Kreditur Separatis kurang lebih sebesar Rp.200.000.000.000,- sehingga apabila pailit hasil penjualan boedel pailit diserahkan kepada pajak dan kreditur separatis sehingga seluruh karyawan maupun kreditur konkuren tidak mendapatkan haknya;

- Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas, Termohon wajib membayar kepada Pemohon I sebesar Rp.2.249.940.000 (Dua Milyar Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Juta Sembilan Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah) yang mana pembayaran atas utang tersebut terbagi dalam 6 termin (Year-1 sampai Year-6) terhitung sejak tahun 2014 sampai dengan 2019;

- Menimbang, bahwa pada Year-1 (periode 19 Agustus 2015 – 18 Agustus 2016) adalah sebesar Rp.22.499.400 (Dua Puluh Dua Juta Empat Ratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Empat Ratus Rupiah), namun hanya dibayar sebesar Rp.11.249.700 (Sebelas Juta Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Ribu Tujuh

(19)

90

Ratus Rupiah), sehingga masih terdapat kekurangan pembayaran sebesar Rp.11.249.700 (Sebelas Juta Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Ribu Tujuh Ratus Rupiah);

- Menimbang, bahwa pada Year-2 (Periode 19 Agustus 2016 – 18 Agustus 2017) adalah sebesar Rp.427.488.600 (Empat Ratus Dua Puluh Tujuh Juta Empat Ratus Delapan Puluh Delapan Ribu Enam Ratus Rupiah), namun hanya dibayar sebesar Rp.46.875.750 (Empat Puluh Enam Juta Delapan Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah), sehingga masih terdapat kekurangan pembayaran sebesar Rp.380.612.850 (Tiga Ratus Delapan Puluh Juta Enam Ratus Dua Belas Ribu Delapan Ratus Lima Puluh Rupiah), sehingga total utang yang belum dibayar oleh Termohon kepada Pemohon I dan telah jatuh tempo dan dapat ditagih untuk dua Periode (Year-1 dan Year-2) adalah sebesar Rp.391.862.550 (Tiga Ratus Sembilan Puluh Satu Juta Delapan Ratus Enam Puluh Dua Ribu Lima Ratus Lima Puluh Rupiah);

- Menimbang, bahwa ternyata Termohon telah melakukan pembayaran kepada Pemohon I sebagaimana dipertimbangkan dimuka, hal tersebut menurut Majelis Hakim menunjukkan adanya Itikad Baik dari Termohon untuk menyelesaikan kewajibannya membayar kepada para Krediturnya;

- Menimbang, bahwa Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX,

(20)

91

Pemohon X, Pemohon XI, Pemohon XII, dan Pemohon XIII namanya tidak terdaftar sebagai anggota Serikat Karyawan PT.

Citra Sari Makmur (SEKAR MAKMUR) yang menjadi lampiran dalam Perjanjian Perdamaian. Dan jumlah total anggota serikat karyawan PT. Citra Sari Sekar Makmur karyawan yang tercatat adalah sebanyak 247 (Dua Ratus Empat Puluh Tujuh) Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX, Pemohon X, Pemohon XI, Pemohon XII, dan Pemohon XIII bukan merupakan anggota SEKAR MAKMUR;

- Menimbang, bahwa Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX, Pemohon X, Pemohon XI, Pemohon XII, dan Pemohon XIII, sampai saat ini masih bekerja dengan Termohon, dan menerima transport maupun gaji, dan Termohon juga membayarkan Asuransi Kesehatan sebagaimana Bukti T-5A sampai dengan Bukti T-5D, Bukti T-6A sampai dengan bukti T-6D, bukti T- 7A, T-7B, dan T-8, sehingga tidaklah tepat Para Pemohon tersebut mengajukan sebagai Pemohon di Pembatalan Perjanjian Perdamaian, terlebih 10 Pemohon tersebut tidak termasuk dalam bagian di dalam Perjanjian Perdamaian;

- Menimbang, bahwa apabila Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, Pemohon VIII,

(21)

92

Pemohon IX, Pemohon X, Pemohon XI, Pemohon XII, dan Pemohon XIII ingin mengajukan hak atas pembayaran gaji mereka maka seharusnya secara hukum permasalahan ini diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Hubungan Industrial dan bukan mengajukan Permohonan Pembatalan atas Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) melalui Putusan Pengesahan Perdamaian, karena perjanjian perdamaian tersebut hanya berlaku bagi apra pihak yang membuatnya, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): yang berbuinya “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”;

Bahwa berdasarkan Pertimbangan-Pertimbangan diatas, Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut menjatuhkan Amar Putusan yang dalam Pokok Perkara isinya adalah: Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya, oleh karenanya permohonan yang diajukan oleh Para Pemohon haruslah ditolak seluruhnya.

3. Putusan No. 11/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN Niaga Smg (Hendrianto B.

Santoso Vs. PT. Nyonya Meneer) Kasus Posisi :

HENDRIANTO BAMBANG SANTOSO (Pemohon) mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian terhadap PT.

(22)

93

PERINDUSTRIAN NJONJA MENEER di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang sebagaimana terdapat pada surat Permohonannya tertanggal 20 Juni 2017, dengan Nomor Register 11/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN Niaga Smg Jo. Nomor 01/Pdt.Sus- PKPU/2015/PN.Niaga Smg.

Bahwa Pemohon mendalilkan diri sebagai Kreditor Termohon sebagaimana terbukti dengan Perjanjian Perdamaian dan Rencana Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) melalui Putusan Pengesahan Perdamaian, dimana sebelumnya telah diadakan Voting terhadap rencana Proposal Perdamaian yang ditawarkan Debitor kepada Kreditor yang hasilnya telah disahkan dalam Putusan Pengesahan Perdamaian.

Bahwa Pemohon mendalilkan dalam Perjanjian Perdamaian, dalam Putusan Homologasi ditegaskan untuk jumlah utang diatas Rp.5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah) sampai dengan Rp.35.000.000.000,- (Tiga Puluh Lima Milyar Rupiah) dicicil selama 5 (Lima) tahun dimulai akhir Juli 2015 hingga Juni 2020.

Bahwa Pemohon mendalilkan, Termohon tidak melakukan cicilan sesuai kesepakatan yang ditetapkan di dalam Proposal Perdamaian atau didalam Putusan Homologasi a quo yakni sebesar Rp.7.040.970.500,- (Tujuh Milyar Empat Puluh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Ribu Lima Ratus Rupiah), yang mana seharusnya sesuai dengan Putusan Homologasi Termohon berkewajiban untuk melakukan pembayaran/cicilan kepada Pemohon selama 5 (Lima) Tahun yakni

(23)

94

dimulai dari akhir Juli 2015 hingga Juni 2020, apabila dihitung sejak akhir Juli 2015 hingga diajukannya Permohonan Pembatalan Perdamaian ini, maka Termohon seharusnya sudah melakukan cicilan sebanyak 24 (Dua Puluh Empat) kali yakni Juli 2015 sampai Mei 2017.

Bahwa yang mendasari kenapa Pemohon mengajukan Pembatalan terhadap Putusan Perdamaian adalah karena Termohon telah Lalai, dimana Termohon menyerahkan 10 (Sepuluh) lembar cek yang kesemuanya TIDAK DAPAT dicairkan karena REKENING DITUTUP sebagaimana bukti surat yang dikirimkan oleh Termohon kepada Pemohon tertanggal 15 Juni 2015, yang mana sebagian Bilyet Giro tersebut telah ditolak oleh Bank Penerbit (PT. Bank Central Asia Tbk., KCU Solo) dengan alasan saldo tidak cukup. Sehingga berdasarkan fakta-fakta Hukum tersebut diatas membuktikan bahwa Termohon telah lalai memenuhi isi Putusan Perdamaian/ Homologasi yang diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang tanggal 1 Juni 2015 a quo.

Bahwa didalam Surat Jawabannya, Termohon menyatakan bahwa berdasarkan Perjanjian Perdamaian (Homologasi) yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga Semarang, sebagaimana yang tertuang dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) No: 01/Pdt.Sus- PKPU/2015/Pn Niaga.Smg tanggal 8 Juni 2015, Termohon menolak dengan tegas dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Termohon telah lalai dan melanggar kewajibannya, karena sampai dengan Bulan Mei 2017 Termohon telah melakukan Pembayaran kepada Pemohon sebesar

(24)

95

Rp.421.094.000,- (Empat Ratus Dua Puluh Satu Juta Sembilan Puluh Empat Ribu Rupiah), dengan rincian sebagai berikut:

 Tanggal 28-07-2015 sebesar Rp.20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah)

 Tanggal 3-08-2015 sebesar Rp.20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah)

 Tanggal 31-8-2015 sebesar Rp.10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah)

 Tanggal 9-10-2015 sebesar Rp.15.516.000,- (Lima Belas Juta Lima Ratus Enam Belas Ribu Rupiah)

 Tanggal 16-10-2015 sebesar Rp.25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah)

 Tanggal 27-10-2015 sebesar Rp.52.238.000,- (Lima Puluh Dua Juta Dua Ratus Tiga Puluh Delapan Ribu Rupiah)

 Tanggal 30-10-2015 sebesar Rp.55.612.500,- (Lima Puluh Lima Juta Enam Ratus Dua Belas Ribu Lima Ratus Rupiah)

 Tanggal 17-11-2015 sebesar Rp.53.399.000,- (Lima Puluh

Tiga Juta Tiga Ratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Rupiah)

 Tanggal 8-01-2015 sebesar Rp.11.736.500,- (Sebelas Juta Tujuh Ratus Tiga Puluh Enam Ribu Lima Ratus Rupiah)

 Tanggal 20-01-2016 sebesar Rp.23.884.000,- (Dua Puluh Tiga Juta Delapan Ratus Delapan Puluh Empat Ribu Rupiah)

(25)

96

 Tanggal 18-2-2016 sebesar Rp.31.725.500,- (Tiga Puluh

Satu Juta Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Ribu Lima Ratus Rupiah)

 Tanggal 26-2-2016 sebesar Rp.49.325.500,- (Empat Puluh

Sembilan Juta Tiga Ratus Dua Puluh Lima Ribu Lima Ratus Rupiah)

 Tanggal 5-6-2017 sebesar Rp.20.287.000,- (Dua Puluh Juta Dua Ratus Delapan Puluh Tujuh Ribu Rupiah)

 Tanggal 22-6-2017 sebesar Rp.23.370.000,- (Dua Puluh

Tuga Juta Tiga Ratus Tujuh Puluh Ribu Rupiah)

Bahwa berdasarkan Putusan Perjanjian Perdamaian (Homologasi) yang telah disepakati oleh Termohon dengan Pemohon tidak menyebutkan dan/atau merumuskan bahwa pembayaran kewajibannya Termohon kepada Pemohon harus dilakukan pembayaran cicilan setiap bulan dengan jumlah tertentu untuk setiap bulannya selama (5) lima tahun, akan tetapi Termohon diwajibkan membayar kewajibannya kepada Pemohon secara keseluruhan sebesar Rp.7.040.970.500,- (Tujuh Milyar Empat Puluh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Ribu Lima Ratus Rupiah), selama 5 (lima) tahun dengan cara mencicil, yang tidak mutlak harus mencicil pembayaran tersebut untuk setiap bulannya, Namun yang terpenting bahwa Termohon harus melunasi kewajibannya kepada Pemohon selama 5 (Lima) Tahun dengan cara mencicil sampai akhir bulan Juni 2020.

(26)

97

Bahwa menurut Termohon dalam dalil jawabannya, berdasarkan Putusan Perjanjian Perdamaian (Homologasi), maka Termohon baru dapat dikatakan lalai terhadap kewajibannya kepada Pemohon setelah lewat waktu 5 (Lima) Tahun berakhir atau telah lewat waktu 5 (Lima) tahun sejak ditetapkannya dalam Perjanjian Perdamaian (Homologasi) yaitu pada Bulan Juli 2020.

Bahwa Termohon dalam Dalil Jawabannya menyatakan, bahwa walaupun pembayaran Termohon kepada Pemohon belum terealisasi secara keseluruhannya sebesar Rp.7.040.970.500,- (Tujuh Miliar Empat Puluh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Ribu Lima Ratus Rupiah), namun Termohon dengan Itikad Baik dan Penuh tanggungjawab akan melunasi kewajiban tersebut, dimana saat ini Termohon sedang bernegosiasi dengan para Calon Investor agar dapat melunasi semua kewajiban Termohon kepada Para Krediturnya In Casu Pemohon, sehingga apabila Majelis Hakim berpendapat lain bahwa Termohon mempunyai kewajiban kepada Pemohon yang belum dijalankan, maka Mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus Perkara a quo berkenan memutuskan untuk memberikan kelonggaran kepada Termohon untuk memenuhi kewajiban yang tertunda selama 30 (Tiga Puluh) hari sejak diputuskannya perkara a quo.

Dasar Hukum Pertimbangan Hakim :

Bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut memberikan Pertimbangan yang pada Pokoknya sebagai berikut:

(27)

98

- Menimbang, bahwa dalam Proposal Perjanjian Perdamaian yang diajukan oleh Termohon secara tegas disebutkan bahwa Huruf c angka 8: Jumlah utang diatas Rp.5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah), akan dibayarkan dengan cara mencicil untuk setiap bulannya dalam jangka waktu selama 5 (Lima) Tahun, akan tetapi dalam Putusan Pengesahan Perjanjian Perdamaian (Homologasi), frase kata dengan cara mencicil untuk setiap bulannya dihilangkan, sehingga tertulis menjadi: dicicil selama 5 (Lima) Tahun dimulai akhir Juli 2015 hingga Juni 2020, Terlepas dari hal tersebut, secara de facto: Termohon dalam melakukan kewajiban pembayaran dilakukan dengan cara mencicil dalam setiap bulannya, Kenyataan tersebut membuktikan, Termohon menyadari dan memahami kewajiban pembayaran cicilan ditentukan secara periodik dalam setiap bulannya selama 5 (Lima) Tahun;

- Bahwa total jumlah pembayaran Termohon kepada Pemohon, adalah baru sejumlah Rp.412.094.000 (Empat Ratus Dua Belas Juta Sembilan Puluh Empat Ribu Rupiah), Meskipun demikian Majelis Hakim menilai jumlah pembayran dimaksud tidak sebanding (tidak signifikan) dengan kewajiban bayar sejumlah Rp. Rp.7.040.970.500,- (Tujuh Miliar Empat Puluh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Ribu Lima Ratus Rupiah), dalam waktu pembayaran yang masih cukup lama 2 (dua) tahun,

(28)

99

terhitung sejak bulan Juli 2015 sampai perkara ini diajukan (bulan Juli 2017);

- Bahwa ternyata pula, Termohon dalam pembayaran dengan menerbitkan Bilyet Giro, akan tetapi keseluruhan Bilyet Giro dimaksud ketika dicairkan oleh Pemohon ternyata diblokir oleh Pihak Bank, dengan alasan Rekening Termohon telah ditutup.

Fakta dimaksud menurut Majelis Hakim, membuktikan Termohon telah dalam keadaan lalai memenuhi kewajiban pembayaran kepada Termohon, bahkan lebih jauh membuktikan Termohon tidak lagi dalam keadaan mampu membayar. Keadaan berhenti membayar tersebut telah cukup untuk menyatakan Termohon dalam keadaan lalai, tanpa harus menunggu batas waktu pembayaran berakhir (tahun 2020) sebagaimana disampaikan dalam bantahan Termohon;

- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, dapat disimpulkan gugatan Pemohon yang menuntut pembatalan Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) cukup beralasan untuk dikabulkan (Pasal 170 ayat (1) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004);

- Menimbang, bahwa terhadap permohonan Termohon mengenai pemberian kelonggaran kepada Termohon untuk memenuhi kewajibannya yang tertunda selama 30 (tiga puluh) hari sejak diputusnya perkara aquo (Pasal 170 ayat (3) Undang-Undang

(29)

100

Nomor 37 Tahun 2004, Majelis Hakim tidak dapat mengabulkannya dengan alasan sebagai berikut:

 Bahwa terhadap perkara Permohonan Pembatalan Perjanjian Perdamaian, sebelumnya telah berulang kali diajukan oleh para Kreditur yang lain ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, dengan substansi yang sama, akan tetapi perkara dimaksud ditolak oleh Majelis Hakim; dalam perkara-perkara yang telah diajukan tersebut, Termohon telah mengajukan usulan yang serupa yaitu adanya permohonan penundaan pembayaran selama 30 (tiga puluh) hari;

 Bahwa semestinya kalau Termohon konsisten dan beritikad

baik untuk memenuhi kewajibannya, tentunya sudah ada pembayaran yang harus dilakukan kepada para Kreditor, termasuk kepada Pemohon (sebagai Kreditor), namun hal itu tidak dilakukan, sehingga membuktikan permohonan Termohon tersebut hanya terkesan sebatas formalitas untuk menunda kewajiban pembayaran utangnya;

Bahwa berdasarkan Pertimbangan-Pertimbangan diatas, Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut menjatuhkan Amar Putusan yang dalam Pokok Perkara isinya adalah: Gugatan Pemohon yang menuntut Pembatalan Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan (Homologasi) cukup beralasan untuk dikabulkan.

(30)

101

4. Putusan No.12/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN. Niaga Jkt.

Pst (Norman Surbakti Vs. PT. Multi Structure).

Kasus Posisi :

NORMAN SURBAKTI selaku Pemohon, mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan Perdamaian terhadap PT. MULTI STRUCTURE di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana terdapat pada surat Permohonannya tertanggal 18 Oktober 2019, dengan Nomor Register 12/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.JKT.PST.

Bahwa Pemohon mendalilkan diri sebagai Kreditor, dimana sebelumnya berdasarkan hasil rapat verifikasi/Pencocokan Piutang, jumlah utang Pemohon pada Termohon yang diakui adalah sebesar Rp.548.856.667,-- (Lima Ratus Empat Puluh Delapan Juta Delapan Ratus Lima Puluh Enam Ribu Enam Ratus Enam Puluh Tujuh Rupiah), dan pada tanggal 12 Februari 2018 Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut telah mengesahkan Proposal Perdamaian, sehingga Termohon wajib untuk tunduk dan mematuhi serta melaksanakan sesuai isi Perjanjian Perdamaian tersebut.

Bahwa Pemohon mendalilkan, pada Faktanya Termohon lalai untuk tunduk dan taat terhadap isi perdamaian yang tercantum pada perjanjian perdamaian tanggal 5 Februari 2018 yang telah disahkan dalam Putusan Nomor 66/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 12 Februari 2018. Dimana pada saat dimulainya pembayaran dari Termohon kepada Pemohon pada Bulan September 2018 telah ada

(31)

102

progres pembayaran dari proyek tersebut, namun sampai dengan Permohonan ini dibuat yang lebih dari Jatuh tempo pembayaran pada bulan September 2019, Termohon belum juga membayar kewajiban utang kepada Pemohon sebagaimana Perjanjian Perdamaian tanggal 5 Februari 2018.

Bahwa atas hal tersebut Pemohon hendak merinci kelalaian Termohon dalam melakukan pembayaran utang Termohon kepada Pemohon hingga saat permohonan Pembatalan Perdamaian ini diajukan tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian perdamaian yang telah disahkan berdasarkan Putusan No, 66/Pdt.Sus- PKPU/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst. Adapun rincian utang yang tidak dibayar oleh Termohon adalah sebagai berikut:

Pembayaran Jumlah Pembayaran Tanggal I Rp.74.480.000,- 13 Juni 2017 II Rp.44.487.300,- 27 Februari 2017 III Rp.56.186.666,- 2 Mei 2018 IV Rp.43.120.000,- 13 Juni 2018

V Rp.5.000.000,- 27 September 2018 VI Rp.10.000.000,- 5 Desember 2018 VII Rp.5.000.000,- 5 Desember 2018 VIII Rp.5.000.000,- 15 Januari 2019

IX Rp.5.000.000,- 13 Februari 2019

(32)

103

Total Pembayaran

Rp.248.273.966,-

(Dua Ratus Empat Puluh Delapan Juta Dua Ratus Tujuh Puluh Tiga Ribu Sembilan Ratus Enam Puluh Enam Rupiah)

Sisa

Pembayaran

Rp.300.582.701,-

(Tiga Ratus Juta Lima Ratus Delapan Puluh Dua Ribu Tujuh Ratus Satu Rupiah)

Bahwa hingga saat ini Termohon tidak kunjung menyelesaikan kewajibannya hingga tuntas dalam hal pembayaran utangnya kepada Pemohon, Karena utang Termohon masih bersisa sebesar Rp.300.582.701,- (Tiga Ratus Juta Lima Ratus Delapan Puluh Dua Ribu Tujuh Ratus Satu Rupiah) dari total uang yang terverifikasi sebesar Rp.548.856.667,00 (Lima Ratus Empat Puluh Delapan Juta Delapan Ratus Lima Puluh Enam Ribu Enam Ratus Enam Puluh Tujuh Rupiah), sehingga Termohon terbukti secara sah dan meyakinkan telah lalai memenuhi isi perjanjian perdamaian dalam Putusan Pengesahan Perjanjian Perdamaian.

Bahwa didalam Surat Jawabannya, Termohon menolak dalil- dalil yang disampaikan Pemohon dalam Permohonannya, dan menyatakan bahwa Termohon dengan Itikad Baik telah menjalankan Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) No. 66/Pdt.Sus- PKPU/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst, hal ini dibuktikan dengan Termohon hampir melunasi hutangnya kepada Para Kreditor Konkuren Gol. I hingga Bulan Oktober 2018. Yang mana Pemohon adalah Kreditur

(33)

104

Konkuren Gol. II dimana pokok yang terhutang berdasarkan tagihan yang diajukan adalah sebesar Rp.548.856.667,- (Lima Ratus Empat Puluh Delapan Juta Delapan Ratus Lima Puluh Enam Ribu Enam Ratus Enam Puluh Tujuh Rupiah), Selain itu berdasarkan Bukti yang ada, Termohon selaku Debitur yang beritikad baik telah melakukan pembayaran kepada Pemohon, Maka dari itu adalah tidak wajar dan patut kiranya Permohonan Pembatalan Perdamaian yang diajukan oleh Pemohon haruslah ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.

Bahwa Termohon dalam Surat Jawabannya menyatakan bahwa adanya keterlambatan pembayaran dan kurang bayar sejak bulan Maret 2019 sampai dengan adanya Permohonan a quo, bukan berarti bahwa Termohon tidak mau atau tidak mampu membayar utang-utang tersebut, namun hal tersebut disebabkan karena adanya hambatan dari Lembaga Pembiayaan selaku Lembaga yang memberikan kredit modal kerja untuk mengerjakan proyek-proyek Termohon, dan dengan adanya hal tersebut, maka secara otomatis tidak bisa menjalankan kelangsungan usaha Termohon secara normal.

Bahwa meskipun ada hambatan dari Lembaga Pembiayaan, namun Termohon tetap melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan kewajibannya kepada Para Kreditor, dan Pemohon tahu bahwa Termohon masih mempunyai piutang usaha berupa tagihan- tagihan atas proyek-proyeknya yang sedang berjalan. Selain itu keterlambatan pembayaran Termohon juga disebabkan karena dengan

(34)

105

telah dikabulkannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Termohon pada tanggal 24 Mei 2017 dengan Putusan Perkara No.

66/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka segala kewenangan perusahaan dan keuangan milik Perusahaan Termohon berada ditangan Pengurus yang telah ditunjuk dalam Putusan a quo. Dan pada saat berakhirnya kepengurusan, ternyata ada Penggelapan Keuangan Perusahaan dan aset-aset perusahaan yang berada di Kalimantan Timur, yang dilakukan oleh Team Pengurus PKPU sebelumnya. Hal ini sudah Termohon laporkan kepada Pihak Kepolisian di Polda Samarinda.

Dasar Hukum Pertimbangan Hakim :

Bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan Putusan dengan Pertimbangan yang pada Pokoknya sebagai berikut:

- Menimbang dalam Permohonan ini Pemohon juga mengajukan Kreditur lain dengan mengajukan Bukti KL-1 sampai dengan KL-6;

- Menimbang, bahwa Bukti P-4 yaitu Proposal Perdamaian yang telah ditandatangani oleh Termohon dengan Para Krediturnya dan dari bukti tersebut dapat diketahui bahwa Pemohon mempunyai tagihan kepada Termohon sebesar Rp.548.856.667,- (Lima Ratus Empat Puluh Delapan Juta Delapan Ratus Lima Puluh Enam Ribu Enam Ratus Enam Puluh Tujuh Rupiah) dan Termohon adalah Kreditur Gol. II

(35)

106

dengan batas akhir pembayaran hutang kepada Pemohon adalah pada Bulan September 2019;

- Menimbang, bahwa dari Bukti P-5 yaitu berupa Putusan Pembatalan Perdamaian No. 10/Pdt.Sus-Pembatalan/2018/PN.

Niaga.Jkt.Pst dan berdasarkan bukti tersebut dapat diketahui bahwa ada Kreditur Gol. II yaitu PT. Bukit Raya Scaffolding dan PT Cigading Habeam Centre yang mengajukan Pembatalan Perdamaian karena tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan Putusan Homologasi sehingga Majelis Hakim menjatuhkan Putusan Pailit tertanggal 13 Februari 2019;

- Menimbang, bahwa terhadap Putusan Pailit tersebut ternyata Termohon mengajukan Upaya Hukum Kasasi dan berdasarkan Bukti P-6 yaitu berupa Putusan Kasasi Pembatalan Perdamaian No.476K/Pdt.Sus-Pailit/2019, dan berdasarkan Putusan Kasasi tersebut Permohonan Pembatalan Perdamaian No. 10/Pdt.Sus- Pembatalan Perdamaian/2018 dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung pada tanggal 3 Juli 2019 dengan Pertimbangan bahwa Pembayaran Kewajiban Termohon adalah sampai bulan September 2019, dan Permohonan Pembatalan Perdamaian didaftarkan pada tanggal 30 November 2018, sehingga menerima Eksepsi Permohonan Kasasi Termohon karena masih Premature dan belum jatuh tempo;

- Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti P-6 tersebut maka status Termohon tidak lagi dalam Keadaan Pailit dan kembali menjadi

(36)

107

dalam keadaan Homologasi, sehingga kewajiban Termohon tetap akan mematuhi isi Perjanjian Perdamaian yang telah dihomologasi terhadap para Krediturnya termasuk kepada Pemohon dalam permohonan a quo;

- Menimbang berdasarkan ketentuan Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No, 37 Tahun 2004 dapat disimpulkan bahwa Kreditur dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila Debitur lalai memenuhi isi perdamaian tersebut dan selanjutnya Debitur wajib membuktikan bahwa Perdamaian telah terpenuhi;

- Menimbang, bahwa Termohon dalam jawabannya menyatakan bahwa Termohon telah melakukan pembayaran kepada Pemohon sejak tanggal 13 Juni 2017 dan terakhir pada tanggal 13 Februari 2019, yang total keseluruhan sebesar Rp.251.906.666,- (Dua Ratus Lima Puluh Satu Juta Sembilan Ratus Enam Ribu Enam Ratus Enam Puluh Enam Rupiah), dan sisanya sebesar Rp.243.950.001,- (Dua Ratus Empat Puluh Tiga Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Satu Rupiah);

- Menimbang, bahwa dari Jawaban Termohon tersebut Maka Majelis berpendapat bahwa Termohon telah mengakui masih mempunyai kewajiban yang belum dibayar kepada Pemohon sebesar Rp.243.950.001,- (Dua Ratus Empat Puluh Tiga Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Satu Rupiah), dan Termohon mengakui bahwa adanya keterlambatan pembayaran dan kurang

(37)

108

bayar sejak bulan Maret 2019 sampai dengan adanya Permohonan a quo bukan berarti Termohon tidak mau atau tidak mampu membayar hutang-hutang tersebut namun disebabkan karena adanya hambatan dari Lembaga Pembiayaan dari Pemberi Kredit modal kerja sehingga tidak dapat menjalankan kelangsungan usaha Termohon secara normal;

- Menimbang bahwa setelah Majelis meneliti Bukti T-31 tersebut yaitu pembayaran yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon adalah pada tanggal 14 November 2019, yaitu setelah Proses Permohonan Pembatalan Perdamaian ini dalam Proses Persidangan, dan walaupun dengan adanya pembayaran sebesar Rp.5.000.000,- (Lima Juta) tersebut belum mencukupi hutang atau kewajiban Termohon kepada Pemohon yang masih sisa sebesar Rp.243.950.001,- (Dua Ratus Empat Puluh Tiga Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Satu Rupiah), sebagaimana telah diakui Termohon dalam jawaban dan kesimpulannya, karena pembayaran dari bulan Februari 2019 sampai dengan bulan September 2019 belum dilaksanakan oleh Termohon yang merupakan jatuh tempo kewajiban Termohon membayar hutangnya yaitu pada bulan September 2019 sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hutang Termohon belum dibayar lunas secara penuh dan terlambat melunasinya, maka Termohon dapat dinyatakan telah melakukan Wanprestasi karena tidak memenuhi isi perjanjian perdamaian yang telah

(38)

109

dihomologasi dan hal tersebut sejalan dengan pendapat Ahli (Saudara M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N.) yang berpendapat bahwa apabila menyimpang dari isi perjanjian perdamaian maka keadaan tersebut adalah Wanprestasi;

- Menimbang, bahwa walaupun Termohon telah diberikan kesempatan untuk melunasi hutang-hutang kepada Pemohon dan para kreditur lainnya, namun Termohon tidak dapat melunasinya dan selama dalam persidangan terungkap fakta bahwa masih ada juga Kreditur lainnya yang juga belum dibayar oleh Termohon kepada Kreditur lainnya sebagaimana bukti T-11 s/d T-20 sebagaimana juga keterangan Saksi dari Termohon;

- Menimbang, dari bahwa bukti-bukti tersebut dapat diketahui bahwa Termohon mempunyai hutang juga kepada kreditur lainnya sebagaimana tersebut diatas, dan ada yang sudah dibayar lunas dan ada yang masih belum terbayar seluruhnya;

- Menimbang, bahwa dari fakta tersebut diatas maka Majelis berpendapat bahwa Termohon baru sebagian memenuhi kewajibannya dari kesepakatan yang dibuat bersama sesuai dengan jadwal dan jumlah yang telah disepakati, maka dengan demikian Termohon tidak dapat membuktikan bahwa Termohon telah melaksanakan perjanjian yang telah disepakati dengan tepat waktu sesuai dengan jumlah tagihan yang telah disepakati dan Termohon telah terbukti lalai untuk

(39)

110

melaksanakan kewajibannya padahal Termohon telah diberikan kesempatan untuk memenuhi kewajibannya sesuai isi perjanjian perdamaian sehingga Majelis berpendapat bahwa Termohon tidak ada Itikad Baiknya untuk melunasi hutangnya dan tidak ada kemampuan untuk menyelesaikan hutang-hutangnya kepada Pemohon.

Bahwa berdasarkan Pertimbangan-Pertimbangan diatas, Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut menjatuhkan Amar Putusan yang dalam Pokok Perkara isinya adalah: Membatalkan Putusan Pengesahan Perdamaian dengan Nomor 66/Pdt.Sus/

PKPU/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 12 Februari 2018, dan Termohon dinyatakan Pailit dengan segala akibat hukumnya.

5. Putusan No. 61 /PK/Pdt.Sus-Pailit/ 2016 Jo. No. 385 K/Pdt.Sus- Pailit/2014 Jo. No. 02/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2014/PN.

Niaga.Jkt.Pst (PT. Global Pacific Energy Vs. PT. Golden Spike Energy).

Kasus Posisi :

PT. Global Pacific Energy selaku Pemohon mengajukan Gugatan Pembatalan Putusan Perdamaian terhadap PT. Golden Spike Energy Indonesia selaku Termohon di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana terdapat dalam Surat

(40)

111

Permohonannya tertanggal 6 Maret 2014, dengan Nomor Register 02/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst

Bahwa Pemohon mendalilkan diri sebagai Kreditor yang telah mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Termohon selaku Debitor pada Perkara No.

63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst, yang mana berdasarkan Putusan tersebut Termohon memiliki utang yang telah diakui, jatuh tempo, dan dapat ditagih kepada Pemohon sebesar U$D 644,099.18 (Enam Ratus Empat Puluh Empat Ribu Sembilan Puluh Sembilan Koma Delapan Belas Dollar Amerika Serikat).

Bahwa pada saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian antara Termohon selaku Debitor dan Pemohon selaku Kreditor Konkuren, Termohon sepakat membayar utang kepada Pemohon secara bertahap selama 4 Bulan, dimulai dari tanggal 23 Mei 2013, 26 Juni 2013. 24 Juli 2013, dan 21 Agustus 2013. Yang kemudian Perjanjian Perdamaian tersebut disahkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 17 Mei 2013 berdasarkan Putusan PKPU No. 63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Bahwa Pemohon mendalilkan, sebagai usaha agar realisasi pembayaran utang Termohon kepada Pemohon dapat terlaksana dengan baik, Pemohon menyampaikan Surat No. SNP/YS-GPE/V/2013/103 tanggal 21 Mei 2013, Perihal: Pembayaran Utang Tahap Pertama, yang pada intinya menyampaikan alamat transfer bank Pemohon.

(41)

112

Bahwa pada awalnya Termohon memenuhi janjinya terhadap Termohon dimana Termohon melaksanakan 2 (dua) kali pembayaran sebagaimana terbukti dalam Formulir Kiriman Uang tertanggal 28 Mei 2013 sejumlah U$D 50,000 (Lima Puluh Ribu Dollar Amerika Serikat) dan Formulir kiriman uang tertanggal 5 Juni 2013 sejumlah U$D 50,000 (Lima Puluh Ribu Dollar Amerika Serikat).

Bahwa menurut Pemohon, meskipun cara pembayaran utang tahap pertama bertentangan dengan tata cara yang diatur dalam Perjanjian Perdamaian tertanggal 14 Mei 2013 dan Pembayarannya pun telat dari yang dijadwalkan, Pemohon menerima dengan baik dan mengucapkan terima kasih sekaligus memberitahukan kepada Termohon terkait pembayaran utang tahap kedua sebagaimana Surat No. SNP/YS-GPE/VI/2013/129 tanggal 24 Juni 2013, Perihal:

Pembayaran Utang Tahap Kedua.

Bahwa terhadap Surat tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh Termohon, dimana sama sekali tidak melakukan pembayaran utang tahap kedua sebagaimana diuraikan diatas. Bahkan hingga diajukannya Permohonan a quo Termohon juga tidak membayar utang kepada Pemohon secara tunai dan penuh yang menjadi kewajiban sebagaimana telah diuraikan diatas, sehingga Pemohon menilai Termohon telah lalai dalam melaksanakan Kewajibannya untuk memenuhi isi perdamaian sebagaimana diatur dalam Perjanjian Perdamaian 14 Mei 2013 sebagaimana telah disahkan melalui Putusan Homologasi.

(42)

113

Terhadap dalil Pemohonan Pemohon tersebut, Termohon melalui Kuasa Hukumnya mengajukan Jawaban pada tanggal 26 Maret 2019, yang pada pokoknya berisikan sebagai berikut: Bahwa yang menyebabkan pembayaran tersebut tidak dapat dijalankan dengan lancar seperti yang ada pada perjanjian perdamaian adalah karena adanya jumlah tagihan-tagihan yang belum dibayarkan oleh Pertamina kepada Termohon atas hasil lifting Crude Oil dan Gas yang telah dihasilkan sejak periode tahun 2013 (Bukti P-1 – P-2) yaitu dengan total kumulatif sebesar U$D.4.150.434,52 (Empat Juta Seratus Lima Puluh Ribu Empat Ratus Tiga Puluh Empat dan Lima Puluh Dua Sen Dollar Amerika Serikat).

Bahwa Pemasukan yang diterima oleh Termohon yang seharusnya digunakan untuk melunasi kewajibannya kepada Pemohon maupun kreditor lainnya adalah dari Sumber penghasilan atas produksi hasil lifting Crude Oil dan Gas tersebut, sehingga dengan adanya ketidaklancaran pembayaran dari hasil lifting tersebut hingga saat ini Termohon masih berusaha keras mencari sumber pendanaan lain untuk menyelesaikan kewajiban baik kepada Pemohon maupun kepada Kreditur lainnya.

Bahwa dikarenakan adanya ketidaklancaran pembayaran dari hasil lifting tersebut hingga saat ini Termohon masih berusaha keras mencari sumber pendanaan lain untuk menyelesaikan kewajiban baik kepada Pemohon maupun kepada Kreditur lainnya. Bahwa berdasar Prinsip Pari Passu Pro Rata dan Semangat Perdamaian dalam Kepailitan

(43)

114

Perjanjian Perdamaian tersebut dibuat dengan tujuan untuk memenuhi dan menjamin kepastian hukum bagi para kreditur. Adapun jika Termohon belum dapat menyelesaikan sisa kewajibannya kepada Pemohon, hingga saat ini Termohon tetap melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan sumber-sumber pendanaan baru guna menyelesaikan kewajibannya kepada para kreditur termasuk Pemohon, dan jika Termohon pada akhirnya menjadi pailit akan berdampak luas terhadap perkembangan perekonomian, kepastian hukum bagi pencari keadilan bagi Para Kreditur dan akan menjadi preseden yang tidak baik bagi perkembangan perekonomian Indonesia dan kepastian hukum pada umumnya, beberapa kreditur konkuren, yang menurut Perjanjian Perdamaian masih memiliki tempo waktu penyelesaian hingga tahun 2015. Berdasarkan Hal-hal tersebut Termohon meminta agar penyelesaian antara Pemohon dan Termohon dilakukan dengan perdamaian tanpa melalui adanya pembatalan perdamaian demi kepentingan para kreditor lainnya.

Dasar Hukum Pertimbangan Hakim :

Bahwa kemudian Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan Putusan dengan Pertimbangan yang pada Pokoknya sebagai berikut:

- Menimbang bahwa dalam jawabannya, Termohon telah mengakui telah melakukan kewajiban pembayaran utang sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada tanggal 28 Februari 2013

(44)

115

sebesar $50,000, dan tanggal 5 Juni 2013 sebesar $50.000, dan selanjutnya tidak melakukan pembayaran lagi;

- Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-6 Halaman 4 (Empat) seharusnya Termohon melakukan pembayaran utangnya antara tanggal 23 Mei 2013 sampai dengan tanggal 21 Agustus 2013 Lunas 100% secara bertahap mulai tanggal 23 Mei 2013, 26 Juni 2013, 24 Juli 2013, 21 Agustus 2013;

- Menimbang, bahwa Termohon dalam jawabannya telah mengakui tidak membayar kewajiban angsuran utangnya dan hanya melakukan pembayaran 2 (dua) kali sebagaimana dalam bukti T-2A dan T-2B, maka pengakuan dipersidangan adalah alat bukti yang sempurna, dan kebenarannya tidak terbantahkan lagi;

Bahwa berdasarkan Pertimbangan-Pertimbangan diatas, Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara tersebut menjatuhkan Amar Putusan yang dalam Pokok Perkara isinya adalah: Membatalkan Perjanjian Perdamaian 14 Mei 2013 yang telah disahkan berdasarkan Putusan Nomor: 63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst (Pengesahan Perdamaian) tertanggal 17 Mei 2013, dan Termohon dinyatakan Pailit dengan segala akibat hukumnya.

Akan tetapi, terhadap Putusan tersebut Termohon mengajukan Upaya Hukum Kasasi. Termohon mengajukan Kasasi dengan alasan yang pada pokoknya menyatakan bahwa Judex Facti dalam Hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah salah

(45)

116

menerapkan Hukum atau Menetapkan Peraturan Hukum tidak sebagaimana mestinya, yang kemudian oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia menganulir Putusan tersebut dan menerima Permohonan Kasasi tersebut dengan Pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dinyatakan bahwa Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Debitor dapat diajukan pula oleh Kreditor yang dapat memperkirakan Debitor yang bersangkutan tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih;

- Bahwa semestinya yang lebih mengetahui keadaan dapat tidaknya melanjutkan membayar adalah Pihak Debitor sendiri sedangkan pihak Kreditor tidak mungkin mengetahui secara pasti keadaan Debitor yang sebenarnya sehingga apabila Pihak Kreditor juga dapat mengajukan permohonan (PKPU) maka seolah-olah lembaga (PKPU) bisa dianggap sebagai jalan pintas bagi Kreditor untuk lebih mudah menjatuhkan pailit Debitor melalui lembaga (PKPU) daripada melalui proses persidangan permohonan pernyataan pailit;

- Bahwa oleh karenanya, sebagai tolok ukur bagi Kreditor dalam menentukan Debitor dapat tidaknya melanjutkan pembayaran hutangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tersebut

(46)

117

haruslah berdasarkan financial audit dan analisa keuangan yang dilakukan oleh Pihak Akuntan Publik Independen dan bukan atas pertimbangan subjektif dari Pihak Kreditor semata;

- Bahwa alasan-alasan Permohonan Kasasi dari PT Golden Spike Energy Indonesia sebagai Pemohon Kasasi pada pokoknya dapat dibenarkan karena terbukti setelah putusan perdamaian dimaksud Pemohon Kasasi pernah membayar hutangnya sebanyak dua kali mengangsur yakni tanggal 28 Pebruari 2013 sebesar USD $ 50.000,00 dan tanggal 5 Juni 2013 sebesar USD

$ 50.000,00 dan selain itu, Pemohon Kasasi masih memiliki tagihan atas hasil lifting crude oil dan gas yang mesti dibayar oleh Pertamina kepada Pemohon Kasasi sebesar USD $ 4.150.434,52;

- Bahwa meskipun Termohon Kasasi selaku Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian tapi sesuai ketentuan dalam Pasal 170 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan (PKPU), pengadilan juga memiliki kewenangan untuk memberikan kelonggaran kepada Debitor in casu Pemohon Kasasi untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 hari setelah Putusan diucapkan dan kelonggaran dimaksud ternyata tidak pernah diberikan oleh Pihak Pengadilan;

- Bahwa oleh karena sebelumnya Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) juga tidak didasarkan adanya penilaian dari Akuntan Publik terhadap kemampuan

(47)

118

Debitor sekarang sebagai Pemohon Kasasi sedangkan usaha dari Pemohon Kasasi sendiri masih dimungkinkan untuk berkembang dan masih adanya piutang yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi diatas serta pihak pengadilan juga belum memberikan kelonggaran seperti diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diatas maka perlu diberikan kesempatan bagi Pemohon Kasasi untuk kembali menyelesaikan kewajiban untuk membayar hutang-hutangnya kepada Termohon Kasasi yakni menguatkan Putusan Nomor 63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 17 Mei 2013 dan menyatakan Perjanjian Perdamaian tanggal 14 Mei 2013 tetap sah dan mengikat;

- Bahwa Termohon/ Debitor terbukti telah lalai yaitu tidak memenuhi isi perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi) sebagaimana Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 66/Pdt.Sus-PKPU/2017 /PN.Niaga Jkt Pst, dan masih tersisa kewajiban Termohon/

Debitur kepada Pemohon untuk membayar sebesar Rp.243.950.001,00 (Dua Ratus Empat Puluh Tiga Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Satu Rupiah) yang telah jatuh waktu pada bulan September 2019;

Bahwa berdasarkan Pertimbangan tersebut, Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Termohon dikabulkan, Oleh karena Mahkamah Agung Republik Indonesia mengabulkan Permohonan Kasasi, sehingga

(48)

119

dalam Putusannya No. 385 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 tertanggal 21 Oktober 2014, amar selengkapnya dalam Pokok Perkara berbunyi: Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT GOLDEN SPIKE ENERGY INDONESIA tersebut; Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 02/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst, Jo Nomor 63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 30 April 2014;

MENGADILI SENDIRI:

1. Menguatkan Putusan Nomor 63/PKPU/2012/PN. Niaga. Jkt. Pst, (Pengesahan Perdamaian) tertanggal 17 Mei 2013;

2. Menyatakan Perjanjian Perdamaian 14 Mei 2013 yang telah disahkan berdasarkan Putusan Nomor 63/PKPU/2012/PN. Niaga. Jkt. Pst, (Pengesahan Perdamaian) tertanggal 17 Mei 2013 tetap sah dan mengikat;

Bahwa tidak puas dengan Putusan Kasasi tersebut, Pemohon kemudian mengajukan Upaya Hukum Luar Biasa yaitu Peninjauan Kembali di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/ Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 15 Maret 2016, sebagaimana Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor 2 PK/Pdt.Sus/Pailit/2016/PN Niaga Jkt. Pst, permohonan tersebut disertai dengan alasan-alasan peninjauan kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/ Niaga Jakarta Pusat.

Bahwa kemudian terhadap alasan-alasan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon tersebut, Mahkamah Agung berpendapat,

(49)

120

Bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dengan seksama Memori Peninjauan Kembali dan Kontra Memori Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Putusan Judex Juris dalam tingkat kasasi dan Putusan Judex Factie dalam perkara a quo, ternyata ditemukan adanya kekhilafan Hakim dan/ atau kekeliruan nyata dalam Putusan Judex Juris dan Putusan Judex Factie tersebut diatas, dengan pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa dengan tidak dibayar lunasnya utang yang telah disepakati dalam Perjanjian Perdamaian sampai dengan tanggal 21 Agustus 2013, maka Termohon Peninjauan Kembali telah ingkar janji atas kesepakatan damai (Homologasi), maka Termohon Peninjauan Kembali harus dinyatakan pailit;

- Bahwa mengenai alasan Ad. A, alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena tidak terdapat kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksud oleh Pasal 295 ayat (2) huruf b Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004;

- Bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali yang keberatan, karena putusan pailit akibat pembatalan perjanjian perdamaian menurut Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat diajukan Kasasi, tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Juris bertumpu pada ketentuan Pasal 293 ayat (1) juncto Pasal 291 juncto Pasal 170 dan 171 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004;

Referensi

Dokumen terkait

selalu terpusat pada satu pokok masalah tertentu. 23 Peneliti memandang bahwa wawancara tidak terstruktur memberi peluang bagi diskusi yang lebih terbuka, sehingga

Gambar sonografis dalam layar monitor yang sebenarnya tidak ada3. Artefak dapat mengganggu penilaian sonografis karena dapat membuat kesalahan interpretasi gambar USG, misalnya

pekerjaan seseorang.. Jadi, pengambilan keputusan karir adalah suatu proses menentukan pilihan karier dari beberapa alternatif pilihan, berdasarkan pemahaman diri

Keseluruhan aspek dalam self-regulated learning yaitu metakognisi, motivasi, berpikir kritis, manajemen waktu pelaksanaan proses pembelajaran memiliki hubungan positif

Dengan di luncurkannya program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat ( BLSM )oleh pemerintah tidak membuat permasalahan kemiskinan di Indonesia semakin berkurang

siswa untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang bahan ajar yang sedang disajikan, objek yang ditampilakan terlihat konkret nyata, penyajian power point yang variatif karena

Penelitian dilaksanakan pada April hingga Oktober 2012 dengan mengambil tanaman terinfeksi bulai dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa

Ketebalan chip merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembuatan pulp sebagaimana diharapkan, larutan pemasak akan menyerap kedalam chip dari segala arah dengan kecepatan