• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Pembahasan Dan Analisis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III Pembahasan Dan Analisis"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

Pembahasan Dan Analisis

Pada bagianBab ini akan di bahas pembahasan dan analisis beberapa hal yang di bandingkan dalam UU 32/2004 dengan UU 23/2014adalah sebagai berikut:Pemerintahan Daerah, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah, Pembagian Urusan Pemerintahan, Anggarang Pendapatan Dan Belanja Daerah, Hubungan Kepala Daerah Dengan DPRD, Pembinaan Dan Pengawasan.

A. Pemerintahan Daerah

DalamUU No. 32 Tahun 2004 dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (2) menyebutkan Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya Pasal 24 ayat (1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Dalam ayat (3) menyatakan Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Ayat (4) meliputi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.Sehingga berdasarkan pasal 3 Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah: a) pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi; b) pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah

(2)

kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Ayat (2) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Ayat (4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota.

Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (2) Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada Ayat (3) terjadi perubahan mengenai penyebutan pemerintah daerah yaitu: Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Ayat (4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Selanjutnya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 23 Tahun 2014, terdapat kesamaan antara lain;dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (2) menyebutkan Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

(3)

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada ayat (4) UU 32/2004 dan UU 23/2014 ini menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Hal lain yang membedakan yang menbedakan UU 32/2004 dengan UU 23/2014 antara lain dalam hal penyebutan: UU No. 32/2004 ketentuan umum pasal 1 Ayat (3) menyatakan Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Selanjutnya UU No. 23 Tahun 2014, hanya menyebutkan secara umum tentang pemerintah daerah yang dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (3) Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Meskipun terdapat penyebutan yang berbeda dalam kedua UU ini namun tidak merubah konsep pemerintahan daerah.

Selanjutnya menurut penulis definisi pemerintahan daerah berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

(4)

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan- urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD.

B. Hubungan Antara Pusat dan Daerah

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014 dalam ketentuan umum pasal 1 huruf b, & c bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan. Daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas- luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Selanjutnya pasal 1 ayat (4) menyatakan Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan pemerintahan daerah lainnya. Ayat (5) hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

Selanjutnya berdasarkanUU No. 23 Tahun 2014 dalam ketentuan umum pasal 1 huruf c. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan

(5)

keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam UU 32/2004 dengan UU 23/2014 hubungan antara pusat dan daerah ini tidak diatur secara trinci mengenaihubungan antara pusat dan daerah namum dapat diketahui bahwa hubungan pusat dan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang memiliki hubungan Pemerintah pusat dengan pemerintaha daerah hubungan di maksud melalui pembinaan, pengawasan, dan tugas pembantuan yang intinya adalah hubungan desentralisasi.

C. Pembagian Urusan Pemerintahan

Pembagian urusan dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 hanya dikenal adanya dua pembagian yaitu urusan pemerintah pusat dan urusan pemerintah daerah.Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsimerupakan urusan dalam skala provinsi.

Dalam pasal 10 ayat (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Selanjutnya ayat (2) dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan

(6)

otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Politik luar negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan fiskal nasional dan Agama.

Sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas:

a. Asas Kepastian Hukum; f. Asas Tertib Penyelenggara Negara;

b. Asas Kepentingan Umum; g. Asas keterbukaan;

c. Asas Keterbukaan; h. Asas Proporsionalitas;

d. Asas Profesionalitas; i. Asas Akuntabilitas;

e. Asas Efisiensi; Dan Asas Efektivitas.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Sementara itu, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagaimana

(7)

telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah).

Perbedaan yang cukup menyolok dalam hal pembagian urusan pemerintahan adalah:UU No. 23 Tahun 2014, Bab IV pasal 9 ayat (1) terdapat pembagian urusan pemerintahan dikenal ada tiga pembagian yaitu: Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.Dalam Ayat (2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.Selanjutnya Ayat (3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.Selanjutnya Ayat (4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.Ayat (5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional; dan agama. Selanjutnya sebagaimana dalam urusan pemerintah umum bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat tetapi juga tanggungjawab pemerintaha daerah sebagaimana urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud gubernur dan bupati/wali kota dibantu oleh Instansi Vertikal. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui

(8)

Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Sehingga untuk penyelengaraan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana maksud dari pasal 57 UU No.23 Tahun 2014 ialahKepala Daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Dalam Pasal 19 UU No.32 tahun 2004 ayat (2) menyebutkan penyelengaraan pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Penyelengaraan urusan pemerintah daerah.

Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 menyatakan bahwa: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPRD, Otonomi Daerah. Sedangkan UU No.23 Tahun 2014 menyatakan bahwa: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Urusan Pemerintahan, Otonomi Daerah.

Dengan berdasarkan pada kosep otonomi di atas penulis menemukan dalam UU 32/2004 lebih memberikan kebebasan kepada daerah dalam mengelola pemrintahan secara madiri hal ini dapat dilihat dalam hal pembagian urusan pemerintahan. Kalau pembagian urusan pemerintahan pada undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No 32 Tahun 2004 hanya dikenal adanya dua pembagian yaitu Urusan Pemerintah Pusat dan Urusan Pemerintah Daerahbersifat concurrent.

Sedangkan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 pembagian urusan sebagaimana dituang dalam Pasal 9 dikenal adanya tiga urusan pemerintahan yaitu: Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang

(9)

sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Dapat dilihat dalam UU No 23/2014 dari tiga urusan, dua diantaranya menjadi urusan pemerintah pusat yaitu urusan pemerintahan absolut dan urusan pemerintahan umum, dan satu urusan yang diberikan kepada pemerintah daerah itu pun sebagaimana dalam Pasal 9 ayat (3) di atas dibagi antara pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota, bisa dibilang setengah dari urusan konkuren yang diberikan kepada daerah, sehingga pembagian urusan dalam undang-undang pemerintah daerah memperlihatkan adanya ke tidak seimbangan antara pembagian urusan pusat dan daerah.

Contohnya yang lebih terperinci dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tugas pemerintah untuk pelaksanaannya di daerah lebih terperinci pada instansi vertikal, wilayah administratif, urusan pemerintah wajib/pilihan, Pelayanan dasar, standar pelayanan minimal, dan lain-lain yang tidak ditemukan di dalam UU No.32 Tahun 2004

Dari hasil perbandingan di atas penulis menemukan bahwa Undang- Undang 32 Tahun 2004 lebih pro atau setidaknya mendekati dengan apa yang disebut otonomi daerah sedang lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

(10)

malah memangkas otonomi itu sendiri karena lebih memberatkan mengekang kebebasan daerah dengan mengharuskan beberapa hal harus melalui pemerintah pusat dan menghilangkan kepercayaan terhadap daerah. Atau dapat di katakan bahwa Undang-Undangn No 23 Tahun 2014 memberikan otonomi yang setengah hati.

D. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Dalam hal Pembicaraan mengenai APBD berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (14). Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Pasal 179 APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Undang-undang ini memberikan kewenangan yang besar kepada daerah dalam menata sistem pemerintahan dan mengelola keuangan daerah masing- masing,tugas yang ditangani pemerintah daerah sendiri dibiayai melaui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Dalam APBD pembiayaan berupa tugas pembantuan dan dekonsentralisai tidak nampak, yang dicantumkan adalah dana dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Selanjutnya UU No. 23 Tahun 2014 dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (32) anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan perda. Penting untuk dilihat dalam Ayat (33) bahwa Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan,

(11)

belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasari nya untuk periode 1 (satu) tahun.

Dalam pasal 312ayat (1) Kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum.

Pasal 308 Menteri menetapkan pedoman penyusunan APBD setiap tahun setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.

Persamaan prosedur penyususan RAPBD dalam UU 32/2004 dan UU 23/2014 sebagaimana menjelaskan Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan Perda dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.Rancangan Perda dibahas pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan plafon anggaran.Kepala daerah yang tidak mengajukan rancangan Perda Tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif

Selanjutnya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, dan UU No. 23 Tahun 2014 mempunyai persamaan dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (14) dan ayat (32). Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

(12)

Selanjutnya perbedaan prosedur penyusunan yang terdapat dalam UU 23/2014 Dalam pasal 312 ayat (1) Kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun. Ayat (2) DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan perda tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan. Ayat (3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh kepala daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Perbedaan selanjutnya yang tidak diatur dalam UU 32/2004 tentang pendapatan transfer; dan c. lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Pendapatan transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. transfer Pemerintah Pusat terdiri atas: Dana perimbangan; Dana otonomi khusus;danakeistimewaan; dan 4. Dana Desa. Transfer antar-Daerah terdiri atas:

1. pendapatan bagi hasil; dan bantuan keuangan.

Selanjutanya tentang prosedur penyusunana RAPBD berdasarkan UU 32/2004 Pasal 180 ayat (3) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD, dan Pengambilan keputusan DPRD

(13)

untuk menyetujui rancangan Perda dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Serta

Secara garis besar UU 23/2014 lebih mempertegas atau mungkin lebih tepat kalu dikatakan lebih memperinci mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan Daerah.

E. Hubungan Kepala Daerah Dengan DPRD

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, sebagaimana dalam Pasal 25 & pasal 42 sebagaimana mengatur tentang Kepala. Daerah dan DPRD mempunyai tugas dan wewenang dalam menjalankan hubungan sebagai berikut: a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b) Mengajukan rancangan Perda; c) Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; d) Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.

Selanjutnya Pasal 42 ayat (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana mempunyai hubungan dengan pemerintah daerah/kepala daerah: a) membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; b) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; c) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; d) meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; e) UU koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan; f) pemberian pedoman dan standar

(14)

pelaksanaan urusan pemerintahan; g) Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan; h) pendidikan dan pelatihan; dan i) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

Pembagian urusan yang diatur dalam pasal 11 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, dengan menggunakan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dalam rangka mewujudkan proporsionalitas. Dalam urusan bersama yang menjadi kewenangan daerah terbagi dua, yakni urusan wajib dan urusan pilihan.

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 dalam Pasal 207 ayat (1) Hubungan kerja antara DPRD (Legislatif) dan kepala daerah (Eksekutif) didasarkan atas kemitraan yang sejajar. Ayat (2) Hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk: a) Persetujuan bersama dalam pembentukan Perda; b) Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD; c) Persetujuan terhadap kerja sama yang akan dilakukan Pemerintah Daerah; d) Rapat konsultasi DPRD dengan kepala daerah secara berkala; dan e) Bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Selanjutnya dalam UU No. 32 Tahun 2004, mencerminkan pembagian urusan antar tingkat pemerintahan. Pembagian urusan pemerintahan dalam konteks desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada daerah otonom. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah hanyalah urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah saja (eksekutif), tidak termasuk urusan yang menjadi kewenangan legislatif (pembuatan UU) dan

(15)

urusan yang menjadi kewenangan yudikatif (peradilan), Pembagian urusan pemerintahan berangkat dari adanya diktum tidak mungkin urusan diselenggarakan semuanya oleh Pemerintah atau semuanya diserahkan kepada daerah. Sehingga dapat diketahui fungsi DPRD, fungsi legislasi, yaitu fungsi membentuk peraturan daerah bersama pemerintah daerah, fungsi anggaran, yaitu fungsi menyusun dan menetapkan APDB bersama pemerintah daerah, dan fungsi pengawasan.

Selanjutnya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, sebagaimana dalam Pasal 25 & pasal 42 dan UU No. 23 Tahun 2014 dalam Pasal 207 ayat (1)Dan dalam Pasal 42 ayat (1) DPRDsebagaimana mengatur tentang hubungan kerja sama Kepala Daerah dan DPRD mempunyai tugas dan wewenang dalam menjalankan hubungan sebagai berikut: a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b) Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; c) Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; d) mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana mempunyai hubungan dengan pemerintah daerah/kepala daerah; f) membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; g) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah, memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h) meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i) pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan, Pemberian bimbingan, supervisi, dan

(16)

konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan, pendidikan dan pelatihan; dan j) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

Menurut hemat penulis baik UU 32/2004 dan UU 23/3014 melihat hubungan kemitraan antara Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan yang kedudukannya setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan Otonomi Daerah.

F. Pembinaan Dan Pengawasan

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, dalam Pasal .217 (1) Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:

a. Koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;

b. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

c. Pendidikan dan pelatihan; dan

d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

Selanjutnya Pasal 218 ayat (1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:

a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah;

b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

(17)

Ayat (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai petaturan perundang- undangan.Selanjutnya Pasa1 220 ayat (1) Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ayat (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diberikan kepadapemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa. Pasal 222 ayat (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.Pasal 223Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma,prosedur, penghargaan, dan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalamUU No. 23 Tahun 2014 Pembinaan Dan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada umumnya Pasal 373 Ayat (1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi. Ayat (2) Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Ayat (3) pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.

Berdasarkan Pasal 252 ayat (1) dan ayat (2) Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4), dikenai sanksi. Ayat (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

(18)

a. sanksi administratif; dan/atau

b. sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda;

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenai kepada kepala Daerah dan anggota DPRD berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diaturdalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan.Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diterapkan pada saat penyelenggara Pemerintahan Daerah masih mengajukan keberatan kepada Presiden untuk Perda Provinsi dan kepada Menteri untuk Perda Kabupaten/Kota.

Beranjak dari uraian sebelumnyadapat di ketahui persamaan dan perbedaannya perbandingan UU 32/2004 dan UU 23/2014.

Untuk unsur persamaan dalam UU 32/2004, dan UU 23/2014 dapat diketahuai pada Pasal .217 ayat (1) mengatur bahwa Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah. Pasal 1 (1), pasal 222 ayat (2), dan ayat (3) UU 32/2004, Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Ayat(3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.(1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.Selanjutnya berdasarkan UU 23/2014, dalam Pasal 373 Ayat (1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi. Ayat (2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Selanjutnya ayat

(19)

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.

Selanjutnya hal yang membedakandalam UU 32/2004 dan UU 23/2014 sebagai berikut:Menurut UU 32/2004 Pasa1 220, Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sanksi sebagaimana dimaksud diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa.

Berdasarkan Pasal 252, Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dikenai sanksi. Sanksi sebagaimana dimaksud berupa: sanksi administratif; dan/atau sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda; Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenai kepada kepala Daerah dan anggota DPRD berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan.

Sanksi sebagaimana dimaksud tidak diterapkan pada saat penyelenggara Pemerintahan Daerah masih mengajukan keberatan kepada Presiden untuk Perda Provinsi dan kepada Menteri untuk Perda Kabupaten/Kota. Selanjutnya Dalam UU 32/2004 diatur adanya kewenangan Mendagri atau Gubernur untuk membatalkan perda APBD dalam hal Gubernur atau Bupati/Walikota tidak menindaklanjuti hasil evalwasi APBD. Sehingga bentuk hukum pembatalan yaitu peraturan Mendagri untuk perda provinsi, peraturan Gubernur untuk perda kabupaten/kota.

(20)

Selanjutnya dalam UU 23/2014, pasal 251 ayat (1)Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. Ayat (4) pembatalan Perda Provinsi dan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Menteri dan pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Selanjutnya hal yang membedakan dalam UU 32/2004 yaitu kewajiban bagi semua perda yang telah disetujui bersama oleh kepala daerah dan DPRD untuk diregister ke pemerintah pusat (Mendagri atau Gubernur) sebelum disahkan oleh kepala daerah. Atas permohonan register tersebut, Mendagri atau Gubernur memberikan nomor register raperda paling lama 7 (tujuh) hari sejak raperda diterima. Sedangkan dalam pasal 243 UU 23/2014 ditegaskan bahwa raperda yang belum dapat ditetapkan oleh kepala daerah dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.

Sehingga perubahan yang mencolok dalam kedua undang-undang tersebut salah satunya perubahan tentang pengaturan UU No 32 Tahun 2004 yaitu kewajiban bagi semua raperda yang telah disetujui bersama kepala daerah dan DPRD untuk dilakukan register ke pemerintah pusat. Raperda yang belum diregister belum dapat disahkan oleh kepala daerah dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.

(21)

Sehingga bentuk pengawasan dan pembinaan dalam UU 32/2004 dan UU 23/2014, tersebut dapat ditarik benang merahnya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004. Jenis pengawasannya preventif dan pengawasan represif, baik untuk perda maupun untuk peraturan kepala daerah. Selanjutnya dalam UU 32/2004 diatur adanya kewenangan Mendagri atau Gubernur untuk membatalkan perda APBD dalam hal Gubernur atau Bupati/Walikota tidak menindaklanjuti hasil evalwasi.

Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 pengawasan mencakup pengawasan raperda dan rancangan perkada (evaluasi) maupun pengawasan raperda dan perkada. Sedangkan evaluasi mencakup raperda provinsi dan kabupaten/kota yang berkenan dengan perencanaan pembangunan, keuangan daerah (APBD) pungutan daerah (pajak dan retribusi daerah). Dapat dilihat bawah UU 23/2014 d itegaskan untuk mengawasi ada tidaknya ketaatan kepala daerah dalam melakukan register.

Sehingga menurut hemat penulis dalam halpembinaan dan pengawasan terhadap Daerah kabupaten/kota itu memerlukan peran dan kewenangan yang jelas dan tegas dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah kabupaten/kota.

Karenalangkah akhir untuk memperkuat Otonomi Daerah dalam negara kesatuan adalah adanya mekanisme pembinaan, pengawasan, pemberdayaan, serta sanksi yang jelas dan tegas. Adanya pembinaan dan pengawasan serta sanksi yang tegas dan jelas tersebut memerlukan adanya kejelasan tugas pembinaan, pengawasan dari Kementerian yang melakukan pembinaan dan pengawasan umum.

(22)

81 Maka dari hasil pembahasan dan analisis yang sudah penulis paparkan diatas mengenai perbandingan penulis menemukan adanya perbedaan perbedaan pengaturan dala UU 32/2004 dan UU 23/2014 sebagamana dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Perbedaan perbedaan dan persamaan pengaturan dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014

1. Perbedaan pengaturan dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014.

a. Perubahan klasifikasi urusan Pemerintahan

UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 23 Tahun 2014 1. Urusan yang menjadi kewenangan

Pemerintah (Pusat).

2. Urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. (a. Urusan Wajib (b. Urusan Pilihan

3. Urusan Pemerintahan Sisa

1. Urusan Pemerintahan Absolut (Pemerintah Pusat)

2. Urusan Pemerintahan Konkuren (Pemerintahan Daerah) (a. Urusan Wajib terdiri dari 1) Urusan terkait Pelayanan Dasar 2) Urusan yang tidak terkait Pelayanan Dasar

(b. Urusan Pilihan

3. Urusan Pemerintahan Umum (kewenangan Presiden)

b. Perubahan Pengaturan kriteria pembagian urusan pemerintahan kongkuren

UU No 32 Tahun 2004 UU No. 23 Tahun 2014 kriteria :

a. eksternalitas b.akuntabilitas, dan c. efisiensi dengan

prinsip :

a. akuntabilitas, b. Efisiensi, c. Eksternalitas, d.

kepentingan strategis nasional kriteria:

(23)

memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

a. Pemerintah Pusat

1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara.

2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara

3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara

4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan su mber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau

5. Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.

b. Pemerintahan Daerah Propinsi

1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;

2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota

3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota;

dan/atau

4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan su mber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi.

c. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota

2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya d alam Daerah kabupaten/kota

3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/k ota;

dan/atau

4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan su mber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota

c. Perubahan prinsip pembagian urusan pemerintahan UU No. 23 Tahun 2004 UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 10 sebagai berikut.

1. Pemerintahan daerah

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan

Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan:

1. Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan

(24)

pemerintahan yang oleh Undang- Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah.

2. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

3. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c.

keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

pemerintahan umum.

2. Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

3. Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

4. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.

5. Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Prinsip pembagian urusan pemerintahan dalam UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan,energy, dan sumber daya mineral dibagi antara Pusat dan Daerah. Sedangkan prinsip pembagian urusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014 daerah kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan untuk mengatur urusan pemerintahan tersebut. Artinya kewenangan daerah kabupaten/kota dihilangkan.

d. Perubahan pembagian Pemanfaatan Sumber Daya Alam UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 23 Tahun 2014

Pasal 17 Pasal 14 UU Nomor 23 Tahun 2014.

(25)

1. Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan,

pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan c.

penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.

2. Hubungan dalam bidang pemanfaatan.. sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; b.

kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. Dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan c.

pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya

alam dan sumber daya lainnya.

1. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi.

2. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi

kewenangan Daerah

kabupaten/kota.

3. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

4. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota

e. Perubahan pembagian pengelolaan laut

(26)

UU No 32 Tahun 2004 UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 18

2. Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut 3. Daerah mendapatkan bagi hasil atas

pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

4. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b.

pengaturan administratif; c. pengatu ran tata ruang; d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan;

dan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

5. Kewenangan untuk mengelo la su mber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jau h 1 2 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk prov insi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.

6. Apabila wilayah laut antara 2 (dua)

Kewenangan Daerah Provinsi di Laut Pasal 27

1. Daerah provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam d i laut yang ada di wilayahnya.

2. Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, d an pengelolaan

kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi;

b. pengaturan administratif; c. pengatu ran tata ruang; d. ikut serta dalam memelihara keamanan di laut; dan e. ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara.

3. Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

4. Apabila wilayah laut antard ua Daerah provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari wilayah antardua Daerah provinsi tersebut.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku

(27)

provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

7. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh neIayan kecil.

8. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang- perundangan.

terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan

Pasal 28

1. Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan mempunyai kewenangan mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

2. Selain mempunyai kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan mendapat penugasan dari Pemerintah Pusat untuk melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat di bidang kelautan berdasarkan asas Tugas Pembantuan.

3. Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah Pemerintah Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Pengelolaan sumber daya di laut sepenuhnya menjadi kewenangan daerah Provinsi. Hal ini tentu saja menggeser kewenangan serupa yang ditentukan oleh9 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang membagi antara daerah provinsi dengan daerah kabupaten/kota.

f. Perubahan pada upaya hukum pembatalan perda

UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 145

1. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau p eratu ran

Pasal 251

1. Perda Provinsi dan peraturan gub ernu r yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

(28)

perundang-undangan yang lebih tin ggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.

2. Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala d aerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerahn rnencabut Perda dimaksud.

4. Apabila provinsi/kabupaten/kota tid ak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alas an yang dapat dibenarkan oleh peraturan p erund ang- undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung

lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri.

2. Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tin ggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

3. Pembatalan Perda Provinsi dan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Menteri dan pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

2.Persamaan pengaturan dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014

No.

1. Pemerintahan daerah

(29)

Baik UU 32/2004 maupun UU 23/20114 sama-sama meng konsep kan p en gertian Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2 Hubungan Antara Pusat Dan Daerah

Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah yaitu meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Pembinaan, Pengawasan, dan Tugas Pembantuan.

Berdasarkan konsep otonomi Daerah.

3 Pembagian Urusan

Sama-sama mengatur bahwa yang menjadi Urusan pemerintah pusat meliputi:

Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional;

dan Agama.

Kemudian dalam urusan pemerintah umum, Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan Pemerintah dapat:

menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, melimpah kan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud gubernur dan bupati/wali kota dibantu oleh In stansi Vertikal. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggu n g jawab kepada Presiden melaluiMenteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepadaMenteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

4 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu ) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Persamaan berikutnya Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. p end ap atan a sli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah; b. dana perimbangan; danc. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

(30)

Selanjutnya prosedur penyusunan RAPBD Kepala daerah mengaju kan rancan gan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen -dok umen p endu kun gny a kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama.Rancangan Perd a d ib ah as pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan keb ijakan umum APBD, serta prioritas dan plafon anggaran.Atas dasar persetujuan DPRD kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan.

5 Hubungan Kepala Daerah Dengan DPRD

Hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan yang kedudukannya setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan d aerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar.

Artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja d alam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan Otonomi Daerah

6 Pembinaan Dan Pengawasan

Pembinaan Urusan Pemerintahan Pemerintah berkewajiban melakukan pembin aan kepada pemerintahan daerah untuk mendukung kemampuan pemerintahan d aerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.

Berdasarkan uarain di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan pengaturan salah satu perubahan kursial dari UU tersebut adalah tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dimana urusan pemerintahan yang semula melalui UU No. 32 Tahun 2004 kewenangan tersebut di bagiantara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, kini melalui UU No. 23 Tahun 2014 kewenangan tersebut hanya diberikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Propinsi. Untuk daerah Kabupaten/Kota tidak diberikan kewenangan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Tahun 2013 ketersediaan benih buah mencapai 4,75 %, dari target yang ditetapkan sebesar 4 %, dengan demikian capaian ketersediaan benih buah sebesar 118,75 %. Peningkatan

bahwa sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 320 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana

Dalam pasal 42 ayat (1) pada huruf ( f ) yang antara lain dinyatakan: ”DPRD mempunyai tugas dan wewenang memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap

(1) Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan atas seluruh hasil

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terhutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Menyatakan materi muatan Pasal 14 ayat (1) dan (3), Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Lampiran materiks pembagian urusan yang tercakup

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 320 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 298 ayat (1) Peraturan Menteri

Bagaimana merancang sebuah media informasi yang dapat memberikan wadah kepada anak usia 6-12 tahun untuk mendapatkan pengetahuan tentang peduli hewan peliharaan1. 1.3