PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gagal jantung masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia (Jessup and Bronzena, 2003). Prevalensi gagal jantung masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 5,8 juta jiwa di Amerika Serikat dan lebih dari 23 juta jiwa di seluruh dunia (Roger, 2013). Di Indonesia hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, didapatkan prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter sebesar 0,13%, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar
0,3% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Neutrofil merupakan leukosit PMN berumur pendek, akan mengalami apoptosis pada kondisi normal.
Meningkatnya kadar sitokin
proinflamasi di sirkulasi darah dan anafilatoksin pada gagal jantung dan berkurangnya apoptosis neutrofil, mendukung data sebelumnya yang menghubungkan gagal jantung dengan
inflamasi low-grade yang
berkepanjangan (Anker and von Haehling, 2004 ; Tracchi et al, 2009).
Berbeda halnya dengan
peningkatan neutrofil yang
berhubungan dengan derajat PJK dan gagal jantung, limfosit menunjukkan hal sebaliknya. Mekanisme pertama berhubungan dengan reseptor dan peningkatan regulasi sintesis sitokin seperti TNF-α. Patut diketahui TNF-α dapat menginduksi apoptosis subset limfosit (khususnya limfosit T-helper dan sel B) (Ommen et al, 1998).
mempengaruhi limfosit secara
kuantitatif dan kualitatif (Muthiah et al, 2013).
Bukti yang ada menunjukkan rasio subtipe sel darah mempunyai nilai prognostik penyakit kardiovaskuler. Rasio neutrofil limfosit (RNL) merupakan penanda inflamasi potensial
pada penyakit kardiak dan non kardiak (Freedman et al, 1996
RNL juga diketahui sebagai prediktor kapasitas fungsional pada
pasien dengan gagal jantung
kardiomiopati dilatasi yang diukur dengan treadmill. Kemampuan latihan merupakan parameter penting yang dapat diterjemahkan dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu, kemampuan latihan ini merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal jantung (Fleg et al, 2002).
B.Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara RNL dan kapasitas fungsional jantung dan hs-CRP pada pasien gagal jantung iskemik AHA stage C ?
C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara RNL dan kapasitas fungsional jantung dan hs-CRP pada pasien gagal jantung iskemik AHA stage C.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis apakah pada RNL yang lebih tinggi mempunyai kapasitas fungsional jantung yang lebih rendah pada gagal jantung iskemik AHA stage C. b. Menentukan cut off point RNL
yang mempunyai sensitivitas dan spesifitas tertinggi dalam menilai kapasitas fungsional jantung yang rendah.
c. Menganalisis apakah pada RNL yang lebih tinggi memiliki kadar hs-CRP yang lebih tinggi.
D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik
Dengan mengetahui hubungan antararasio neutrofil limfosit dan kapasitas fungsional jantung dan hs-CRP pada gagal jantung iskemik AHA stage C, diharapkan RNL dapat digunakan sebagai tambahan marker diagnostik gagal jantung iskemik di pusat layanan primer.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori1. Definisi aterosklerosis dan penyakit jantung koroner
Aterosklerosis adalah suatu perubahan yang terjadi pada dinding arteri yang ditandai dengan akumulasi lipid ekstra sel, rekruitmen dan akumulasi leukosit, pembentukan sel busa, migrasi dan proliferasi miosit, deposit matriks ekstra sel (misalnya: kolagen, kalsium), yang diakibatkan oleh multifaktor yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus serta memiliki manifestasi akut ataupun
kronik yang menimbulkan
penebalan dan kekakuan pada pembuluh arteri (Sloop et al, 1999).
Penyakit jantung koroner ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitan arteri koroner akibat proses aterosklerosis atau spasme atau akibat keduanya (Madjid, 2007).
2. Hubungan leukosit dengan aterosklerosis
Aterosklerosis pada
dasarnya merupakan gabungan dari 3 komponen penting, yaitu:
atherosis yang merupakan
akumulasi dari senyawa yang kaya akan kolesterol (atheroma), sclerosis merupakan ekspansi jaringan fibrosa, inflamasi yang
melibatkan aktifitas
monosit/makrofag, limfosit T dan sel mast (Ross, 1999; Fathoni, 2011).
Neutrofil merupakan sumber dari leukotrien terutama leucotriene
B4 (LTB4). LTB4 adalah kemotraktan neutrofil, dan dapat meningkatkan adhesi dan migrasi dengan cara meningkatkan regulasi Macrophage 1 antigen (MAC-1) (Wright et al, 2010).
Peningkatan agregasi
neutrofil dan aktivitas oksidasi ditunjukkan pada sinus koroner pada pasien yang terbukti memiliki PJK secara angiografi dan angina stabil. Sel-sel inflamasi tidak hanya memainkan peranan penting pada inisiasi dan progresi dari aterosklerosis, tetapi juga
memainkan peranan dalam
destabilisasi plak, sehingga dapat
mengubah proses kronik
aterosklerosis menjadi kejadian iskemik akut (Hatice et al, 2012).
Selain makrofag, neutrofil dilaporkan memediasi lepasnya tautan sel-sel endotel melalui digesti protein permukaan sel-sel endotel akibat dari sekresi protease proteolitik netral (Hatice et al, 2012).
3.
Definisi Gagal JantungMenurut pedoman
penatalaksanaan gagal jantung dari American College of Cardiology
Foundation/American Heart
Association (ACCF/AHA) tahun 2013, gagal jantung didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis yang
kompleks yang disebabkan
olehgangguan struktural atau fungsional pada pengisian ventrikel atau pompa darah. Manifestasi utama dari gagal jantung adalah sesak napas dan kelelahan yang dapat membatasi toleransi latihan, serta retensi cairan yang dapat menyebabkan kongesti paru dan/ atau splanknik dan/ atau edema perifer (Yancy et al, 2013).
menyebabkan iskemik dan kerusakan jaringan (Beltrami et al, 1994). Secara klinis, pasien didefinisikan memiliki gagal jantung iskemik atau non iskemik berdasarkan riwayat infark miokard atau berdasarkan bukti objektif adanya penyakit jantung koroner melalui angiografi atau tes fungsional yang lain (Felker et al, 2002; Rodeheffer and Redfield, 2007).
Tabel 2.1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan ACCF/ AHA (Yancy et al, 2013).
Klasifi kasi
Keterangan
A Risiko tinggi gagal
jantung, tanpa
disertai kelainan struktural atau gejala gagal jantung
B Terdapat kelainan
struktural jantung,
namun tidak
didapatkan tanda dan gejala gagal jantung
C Terdapat kelainan
struktural jantung dengan riwayat atau sedang mengalami gejala gagal jantung
D Gagal jantung
refrakter yang
membutuhkan intervensi khusus Keterangan ; ACCF : American College of
Cardiology Foundation, AHA : American Heart Association
Sedangkan definisi gagal jantung iskemik yang lain adalah apabila pasien gagal jantung memiliki salah satu kriteria berikut: a. Pasien dengan riwayat infark miokard atau revaskularisasi (Coronary Artery Bypass
Grafting (CABG) atau
Percutaneus Coronary
Intervention (PCI))
b. Pasien dengan stenosis >75% pada arteri koroner kiri utama atau pada proksimal arteri koroner kiri desenden
c. Pasien dengan stenosis >75% pada dua atau lebih arteri koroner epikardial (Felker et al, 2002).
4. Rasio neutrofil dan limfosit ; selayang pandang
Diantara banyak penanda inflamasi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
RNL merupakan prediktor
signifikan terjadinya penyakit kardiovaskuler dan kanker (Wang et al, 2014; Bhat et al, 2013 dan Templeton et al, 2014).
5. Hubungan leukosit dan subsetnya dengan gagal jantung iskemik
Penyakit jantung koroner telah menjadi faktor penyebab tersering pada gagal jantung (Levy et al, 1996; Fox et al, 2001
Pada gagal jantung diketahui bahwa apotosis neutrofil berkurang. Penelitian sebelumnya telah menjelaskan hubungan antara
apoptosis leukosit
polimorfonuklear (PMN) dengan Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) pada pasien gagal jantung, dimana semakin rendah LVEF maka apotosis PMN akan semakin berkurang (Rumalla et al, 2002).
Neutrofil merupakan leukosit PMN berumur pendek, akan mengalami apoptosis pada kondisi normal. Meningkatnya kadar sitokin proinflamasi di sirkulasi darah dan anafilatoksin pada gagal
jantung dan berkurangnya
apoptosis neutrofil, mendukung
data sebelumnya yang
Berbeda halnya dengan peningkatan neutrofil yang berhubungan dengan derajat PJK dan gagal jantung, limfosit menunjukkan hal sebaliknya. Hitung limfosit relatif mempunyai nilai prognostik pada pasien dengan PJK dan gagal jantung kongestif (Hatice et al, 2012), dan pada pasien dengan gagal jantung tingkat lanjut yang menjalani transplantasi jantung (Ommen et al, 1998).
Sedangkan dasar mekanisme dari hubungan antara limfosit dengan gagal jantung menunjukkan hal yang kompleks dan kurang dimengerti. Namun demikian, ada dua mekanisme utama yang diajukan, mengenai turunnya jumlah limfosit dalam sirkulasi pada keadaan gagal jantung. Mekanisme pertama berhubungan dengan reseptor dan peningkatan regulasi sintesis sitokin seperti TNF-α. Patut diketahui TNF-α dapat menginduksi apoptosis subset limfosit (khususnya limfosit T-helper dan sel B). Pada beberapa penelitian klinis mengenai hitung limfosit pada gagal jantung menunjukkan bahwa pasien dengan limfopenia memiliki gejala dan tanda kongesti yang lebih tampak (Muthiah et al, 2013 ; Ommen et al, 1998).
Mekanisme kedua
berhubungan dengan aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal. Gagal jantung, sebagaimana kondisi kronik sistemik lainnya, ditandai dengan stress fisiologis. Jumlah kortisol endogen dan katekolamin dapat secara langsung mempengaruhi limfosit secara kuantitatif dan kualitatif. Selain itu kontrol adrenergik mungkin terlibat dalam mengkontrol distribusi relatif dari subpopulasi leukosit. (Muthiah et al, 2013).
6. Hubungan hs CRP dengan gagal jantung
C-Reactive Protein adalah protein fase akut. Merupakan komponen sistem imun non spesifik, yang melindungi organisme dari infeksi mikroba dan membatasi kerusakan jaringan akibat proses inflamasi. CRP diprodusi di hepar sebagai respon terhadap IL-6 (Windram et al, 2007 ;
Pemeriksaan klinis CRP standard memiliki sensitivitas yang rendah dengan nilai kisaran yang kecil, sehingga tidak dapat digunakan secara efektif untuk pemeriksaan rutin. Oleh karena itu digunakanlah pemeriksaan hsCRP yang memiliki nilai yang lebih baik (Yin et al, 2004).
Gagal jantung berhubungan dengan aktivasi dan peningkatan jumlah sitokin (contoh; IL-6, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), tumor necrosis factor receptor 1, dan tumor necrosis factor receptor 2 terlarut). Pemeriksaan sitokin-sitokin tersebut tidak rutin dan tidak selalu tersedia untuk diperiksa pada pasien gagal
jantung, namun demikian
pemeriksaan hsCRP tersedia secara luas (Windram et al, 2007). 7. Hubungan kapasitas fungsional
jantung dengan gagal jantung Kapasitas maksimal dari seseorang untuk melakukan aktivitas aerobik didefinisikan
sebagai konsumsi oksigen
maksimal (VO2 max), yang
merupakan suatu produk dari perbedaan cardiac output (CO) dan oksigen arteri-vena (AVO2) saat
(METs); 1 METs setara dengan 3.5 mL O2 /kg/menit (Fleg et al, 2000).
Berkurangnya kapasitas fungsional pada pasien gagal jantung berhubungan bukan hanya dengan berkurangnya kekuatan otot jantung, tetapi juga defek pada otot skeletal. Hal ini terbukti bahwa pada pemberian TNF dan IL-1, miosit otot skeletal mengalami deplesi glikogen dan mensekresi laktat kedalam sirkulasi. IL-1 juga dapat menganggu metabolisme protein pada otot skeletal dan atrial jantung (Missov et al, 1997).
Kapasitas latihan pada gagal jantung tidak bergantung pada fraksi ejeksi ventrikel kiri (Hanson P, 1994). Kapasitas fungsional pada pasien gagal jantung dibagi menjadi empat kategori, dibedakan menurut symptom-limited exercise testing. Normal 7 METs; menurun ringan 5-7 METs; menurun sedang 3-5 METs, menurun berat < 3 METs. Aktivitas fisik ringan sampai sedang (termasuk aktifitas seksual) yaitu setara dengan 3-5 METs (Levine et al, 2012).
Beberapa penelitian yang relevan
Gagal jantung iskemik tidak dapat dipisahkan dari proses aterosklerosis itu sendiri. Banyak penelitian yang menemukan peran RNL dalam berbagai penyakit kardiovaskuler khususnya yang berhubungan dengan aterosklerosis, berikut ini beberapa penelitian yang menggunakan RNL pada aterosklerosis.
1. RNL berhubungan dengan peningkatan CRP (C- Reactive Protein)
Dogdu et al.(2012)
menemukan bahwa pada kelompok penyakit jantung koroner multi vessel yang mengalami gangguan fungsi ventrikel kiri, jumlah hs-CRP dan RNL secara signifikan
meningkat lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok normal (3.9±2.4 vs. 7.9±3.8, p<0.001 dan 2.7±0.7 vs. 3.9±1.2, p<0.001), dan LVEF memiliki hubungan berkebalikan, baik dengan hs-CRP maupun dengan RNL (r = -0.48, p<0.001 dan r = - 0.43, p<0.001).
2. RNL berhubungan dengan
jumlah interluekin
Nilsson et al.
(2014)menemukan bahwa terdapat peningkatan IL-6 pada pasien angina stabil ( 3.1 vs 1.4 ; p < 0.001) dan sindrom koroner akut tanpa elevasi segmen ST (4.9 vs 1.4; p <0.001) bila dibandingkan dengan kontrol, peningkatan IL-6 ini ditemukan seiring dengan peningkatan RNL (2.1 vs 1.5; p = 0.012 dan 2.0 vs 1.5, p = 0.027).
3. RNL berhubungan dengan
komplikasi kardiak mayor /
Major Adverse Cardiac Events
(MACE) pada pasien diabetes mellitus.
Sebuah penelitian observasional yang meliputi 388 pasien diabetes, menganalisis level RNL yang dibagi menjadi tertile. Komplikasi kardiak mayor (MACE) meliputi infark miokard, revaskularisasi koroner, dan mortalitas. Tertile RNL terendah (RNL<1.6) memiliki
MACE yang lebih rendah
4. Derajat gagal jantung
berhubungan dengan RNL,
kapasitas fungsional jantung dan hsCRP
RNL diketahui sebagai prediktor kapasitas fungsional pada pasien dengan gagal jantung yang diukur dengan treadmill. Cakici M et al. (2014) meneliti 94 pasien gagal jantung karena kardiomiopati dilatasi dan gagal jantung iskemik, yang menjalani treadmill. Kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok dengan RNL
3 dan RNL< 3. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pada RNL
3, kapasitas fungsional lebih rendah dan N-terminal pro-brain natriuretic peptide (NT-proBNP) lebih tinggi, (jika dibandingkan dengan pasien gagal jantung yang memiliki RNL <3)
Penelitian lain yang melibatkan pasien-pasien dengan gagal jantung (n=258 ; 74 wanita) dengan etiologi iskemik atau non iskemik di followed up dengan periode rata-rata 17 ± 13 bulan. Keluaran primer yang dinilai adalah mortalitas karena sebab kardiak. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hsCRP
terbukti sebagai prediktor independen signifikan mortalitas karena sebab kardiak (hazard ratio: 1.1, 95% Confidence Interval (CI) 1.05-1.15, p<0.001) (Kozdag Get al, 2010).
B.
HipotesisAda hubungan antara RNL dan kapasitas fungsional jantung dan hsCRP pada pasien gagal jantung iskemik AHA stage C.
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah potong lintang analitik (Cross Sectional Analytic)
B. Sampel
1. Sampel : Diambil secara konsekutif pada semua pasien dengan gagal jantung iskemik AHA stage C pada poliklinik rawat jalan KSM Jantung dan Pembuluh Darah di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan bersedia untuk melakukan tes treadmill dan diambil darahnya untuk penelitian.
4. Besar Sampel
Sampel minimal dalam penelitian ini adalah 30 subyek (Dahlan, 2013).
5. Kriteria Inklusi :
Pasien sudah tegak diagnosis gagal jantung iskemik AHA stage C
Memiliki disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terbukti pada ekokardiografi dengan ejection fraction (EF) < 45%
Pasien sudah pernah atau sedang mendapat terapi oral untuk gagal jantung yang meliputi ACE (Angiotensin Converting Enzyme)-inhibitor
atau ARB (Angiotensin
Receptor Blocker), diuretik, BB
(Beta Blocker), dan
spironolakton. 6. Kriteria Eksklusi :
Gagal jantung akut yang memerlukan rawat inap
Malignansi
Sirosis hepatis
Penyakit immunologis
Penyakit hematologis
Sepsis
Infeksi sistemik atau lokal yang aktif
Riwayat transfusi darah dalam 3 bulan terakhir
Penggunaan obat-obatan
antiinflamasi steroid dan non steroid 1 bulan terakhir. C.Variabel dan Definisi Operasional
a. Rasio neutrofil limfosit b. hsCRP
c. Kapasitas fungsional jantung
Variabel terikat
Gagal jantung iskemik 2. Definisi Operasional
a. Gagal jantung iskemik AHA stage C
Definisi: adalah gagal jantung yang terdapat kelainan struktural jantung dengan riwayat atau sedang mengalami gejala gagal jantung yang memenuhi salah satu kriteria berikut
Pasien dengan riwayat infark miokard atau revaskularisasi (Coronary Artery Bypass
Grafting (CABG) atau
Percutaneus Coronary
Intervention (PCI) > 6 minggu
Pasien dengan stenosis >75% pada arteri koroner kiri utama atau pada proksimal arteri koroner kiri desenden
Pasien dengan stenosis >75% pada dua atau lebih arteri koroner epikardial
Alat ukur : Rekam medis dan ekokardiografi
b. Kapasitas fungsional jantung
Definisi : Konsumsi oksigen maksimal (VO2 max), yang
merupakan suatu produk dari perbedaan Cardiac Output dan oksigen arteri-vena (AVO2) saat
kelelahan.
Alat ukur : Treadmill
Satuan data : METs (metabolic equivalents)
Skala data : Kontinu
c. hsCRP
Definisi : adalah protein darah yang terikat dengan C-Polisakarida, pentamer 120 kDa dan merupakan salah satu protein fase akut, juga sebagai marker inflamasi yang sudah diakui dan dapat menjadi prediktor kejadian penyakit kardiovaskuler.
Alat ukur : ADVIA
1800Chemistry System (Siemens Healthcare)
Diagnostiks, Deerfield, IL) metode Latex immunoturbidimetry.
Satuan data : mg/L
Skala data : Kontinu d. Rasio neutrofil limfosit
Definisi : Nilai
perbandingan antara jumlah neutrofil dengan limfosit
Alat ukur : Bayer Advia 120
Hematology Analyzer (Bayer
Diagnostiks, Terrytown, NY) metode flowcytometry
Satuan data : -
Skala data : Kontinu
C.
Instrumen penelitianSubyek yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi diambil sebanyak 35 orang secara acak
dengan metode consecutive
sampling, selama penelitian
berlangsung regimen terapi tidak dirubah.
1. Pengambilan data treadmill: Uji treadmill yang dilakukan menggunakan protokol Bruce termodifikasi. Protokol Bruce termodifikasi mempunyai 2 tahap pemanasan, masing-masing 3 menit. Tahap pertama
mesin treadmill akan
menghasilkan kecepatan putar 1.7 mil/jam dan derajat 0% dan pada tahap kedua kecepatan putar 1.7 mil/jam dan derajat 5 %. Protokol ini sering digunakan pada subyek usia tua atau pada subyek dengan kemampuan latihan terbatas akibat penyakit jantung. Teknik pengambilan data treadmill adalah sebagai berikut :
2. Pengambilan darah dan
penanganan spesimen: Teknik pengambilan darah
dilakukan sebelum
pengambilan data
treadmill
a. Teknik pemeriksaan Sampel diambil dari pasien
gagal jantung yang
melakukan pemeriksaan kimia klinik dan darah rutin di Laboratorium Patologi Klinik RS Dr.Moewardi
Surakarta dan telah
memenuhi kriteria inklusi.
Untuk pemeriksaan
hematologi, sampel
diperiksa pada hari yang sama dengan pengambilan sampel. Untuk pemeriksaan jumlah lekosit, netrofil absolut dan limfosit absolut, menggunakan sampel darah
EDTA dengan metode
flowcytometry pada alat
Bayer Advia 120
Hematology Analyzer
(Bayer Diagnostiks,
Terrytown, NY).
Pemeriksaan serum hsCRP
dengan menggunakan
metode Latex
immunoturbidimetry pada
ADVIA 1800Chemistry
System (Siemens Healthcare Diagnostiks, Deerfield, IL).
D.
Desain Analisis StatistikData karakteristik subyek penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif. Untuk mengetahui pola distribusi data, digunakan uji statistik Kolmogorov Smirnov. Hasil data karakteristik subyek penelitian ditampilkan sebagai mean ± standard deviasi (SD) untuk variabel yang
terdistribusi normal dan
dibandingkan dengan Student’s t-test, dan sebagai median (minimal-maksimal) untuk variabel yang tidak
terdistribusi normal dan
dibandingkan dengan Mann–
Whitney’s U-test. Dari data RNL
yang ada diambil titik potong rasio neutrofil limfosit dengan nilai titik potong RNL= 2.3 berdasarkan penelitian pendahuluan oleh peneliti pada 10 pasien dengan mean RNL = 2.3, sehingga dikelompokkan 2 grup dengan RNL <2.3 dan RNL 2.3. Analisis korelasi RNL dengan kapasitas fungsional jantung menggunakan uji Spearman’s. Kurva
ROC (receiver operating
characteristic) untuk menentukan nilai cut-off dari RNL untuk mengevaluasi sensitivitas dan spesifisitas yang paling optimal dalam menilai rendahnya kapasitas fungsional jantung (METs), 95% Confidence Interval (CI) pada Area
Under Curve (AUC) dihitung
menggunakan asumsi non
parametrik untuk membedakan AUC antara individu pada kurva ROC. Nilai p < 0.05 menyatakan perbedaan bermakna secara statistik. Pengukuran statistik menggunakan program komputer SPSS (versi 20.0; SPSS Inc., Chicago, IL, USA).
E.
Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di bagian Jantung dan Pembuluh Darah
RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 1.5 bulan (November-Desember 2015) dengan jadwal penelitian sebagai berikut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.HASIL PENELITIAN
minimal yang diperlukan adalah 30 orang. Pada penelitian ini sampel berjumlah 35 orang.
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subyek penelitian terdiri dari 35 pasien dengan data kontinu dipresentasikan sebagai mean ± standard deviasi. Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan One sample Kolmogorov Smirnov (tabel 4.1).
Tabel 4.1 Uji normalitas One sample Kolmogorov Smirnov karakteristik subyek penelitian, p signifikan bila < 0.05.
Dari uji normalitas disimpulkan bahwa data dasar sampel terdistribusi secara normal.
2. Uji perbandingan
Setelah didapatkan normalitas data maka subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan penelitian pendahuluan oleh peneliti yaitu RNL < 2.3 dan RNL 2.3. Data variabel kontinu dipresentasikan sebagai mean ± standard deviasi. Karena data dasar menunjukkan semua variabel kontinu terdistribusi secara normal maka perbedaan nilai data kontinu
antara 2 kelompok dianalisis menggunakan uji t independen. Data variabel binomial dipresentasikan sebagai frekuensi. Perbedaan antara variabel binomial dianalisis menggunakan uji chi-square, p signifikan bila < 0.05.
Uji beda mean dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna berbagai variabel antara kelompok dengan RNL <2.3 dan RNL
2.3. Dari data tersebut didapatkan sampel dengan RNL < 2.3 sebanyak 20 orang (57%) dan RNL 2.3 sebanyak 15 orang (43%). Karakteristik awal untuk sampel yang dikelompokkan berdasarkan RNL, menunjukkan tidak ada perbedaan IMT (p=0.102 ; 95% CI 0.39-1.36), fraksi ejeksi (p=0.405 ; 95% CI 2.9-7.0), leukosit (p=0.522 ; 95% CI 0.70-1.36), jenis kelamin (p=0.167), usia (p=0.368), faktor risiko diabetes (p=0.727), dislipidemia (p =0.066), dan merokok (p=0.727).
Terdapat perbedaan karakteristik awal 534.42-2128.11) , limfosit (p<0.001 ; 95% CI 500.88-1294.65), METs (p <0.001 ; 95% CI 1.00-2.53) dan hipertensi (p=0. 4. Uji Korelasi
Hasil analisis uji normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov data karakteristik subyek penelitian menunjukkan data dasar terdistribusi secara normal. Setelah itu dilakukan uji korelasi untuk menilai adakah hubungan antara 2 variabel. Uji
korelasi menggunakan uji
Spearman’s; p signifikan bila < 0.05
Tabel 4.3 Uji korelasi Spearman’s antara rasio neutrofil limfosit (RNL) dengan hsCRP dan METs.
jantung (METs)
5. RNL sebagai marker rendahnya kapasitas fungsional jantung (METs) Pada penelitian ini rendahnya kapasitas fungsional jantung didefinisikan sebagai capaian treadmill < 5 METs. Analisis data menggunakan metode kurva receiver operating characteristic (ROC) untuk melakukan diagnosis kapasitas fungsional jantung rendah menggunakan RNL, menunjukkan bahwa RNL mempunyai nilai diagnostik yang baik karena kurva jauh dari garis 50% dan mendekati 100% (Gambar 4.2).
Nilai Area Under The Curve (AUC) RNL yang diperoleh dari metode ROC sebesar 0.71 (95% IK 0.52-0.89), p<0.001. Secara statistik, nilai AUC sebesar 0.71 tergolong baik. Nilai AUC sebesar 0.71 artinya, apabila rasio neutrofil limfosit 2.28 akan digunakan untuk mendiagnosis ada tidaknya kapasitas fungsional jantung yang rendah pada 100 pasien gagal jantung iskemik AHA stage C, kesimpulan yang tepat akan diperoleh pada 71 pasien gagal
jantung iskemik AHA stage C.
Berdasarkan interval kepercayaannya, nilai AUC rasio neutrofil yang meningkat pada populasi pasien gagal jantung iskemik
AHA stage C berkisar 52% sampai dengan 89%.
Gambar 4.4 Titik potong optimal nilai RNL berada pada nomor 20. Nilai RNL 2.28 dengan sensitivitas sebesar 73,3% dan spesifisitas sebesar 80%. Hal ini berarti dengan nilai RNL 2.28 akan dapat mendiagnosis adanya pasien gagal jantung iskemik AHA stage C dengan kapasitas fungsional jantung rendah (capaian < 5 METs).
B. PEMBAHASAN
Mengapa perlu mengidentifikasi pasien dengan penurunan kapasitas fungsional pada pasien gagal jantung? Karena sangat mungkin pasien terhambat secara fungsional saat aktivitas harian, kemudian mengurangi kegiatannya agar dapat beradaptasi dengan disabilitasnya sehingga banyak pasien yang mengalami dekondisi jantung. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wilson et al. (1999) yang meneliti 50 pasien rawat jalan. Semua pasien rawat jalan yang mempunyai riwayat gagal jantung selama 6 bulan, menerima digoksin, ACE-inhibitor , dan diuretik. Sebanyak 41 pasien pria dan 9 pasien wanita, rerata umur 51±9 tahun (rentang 39-68 tahun), rerata LVEF 26 ±10%. Penelitian tersebut menunjukkan
.000 .200 .400 .600 .800 1.000 1.200
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
Titik potong optimal
nilai RNL
sensitivitas spesifisitas
Sensitivitas 73.3%
bahwa derajat gejala yang disampaikan pasien (dalam NYHA dan skoring gejala) tidak memberikan hasil yang reliabel dalam mendeteksi dan memonitoring kapasitas fungsional pasien gagal jantung, sehingga amat perlu menggunakan tes latihan dengan beban (treadmill) untuk menilai disabilitas kapasitas fungsional jantung pasien.
Pada penelitian tesis ini subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil sebanyak 35 orang dengan metode consecutive sampling, selama penelitian berlangsung regimen terapi tidak dirubah. Setelah diambil sampel darah vena, maka semua subyek penelitian mengikuti uji treadmill dengan menggunakan protokol Bruce termodifikasi. Data rasio neutrofil
limfosit dan hs-CRP kemudian
dibandingkan dengan hasil uji treadmill. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara RNL dan kapasitas fungsional jantung dan hs-CRP pada pasien gagal jantung iskemik AHA stage C. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa RNL berkorelasi (negatif) kuat dengan kapasitas fungsional jantung (METs) pasien gagal jantung iskemik pada poli rawat jalan RSUD Dr. Moewardi dengan r = -0.600; p< 0.001 dari analisis kurva ROC dan AUC didapatkan titik potong RNL 2.28 mempunyai sensitivitas 70 % dan spesifisitas 80% ; p =0.040.
Pada penelitian tesis ini juga dianalisis hubungan RNL dengan hs-CRP. Uji
Spearman’s menunjukkan RNL
berkorelasi (positif) sedang dengan hs-CRP dengan r = 0.509; p = 0.002.
C. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang analitik, sehingga hubungan antar variabel yang dihasilkan merupakan hubungan yang paling lemah bila dibandingkan dengan penelitian kohort maupun kasus-kontrol. Selain itu penelitian pada tesis ini belum dilakukan secara multisenter.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan (korelasi negatif kuat) yang bermakna antara RNL dengan kapasitas fungsional jantung (r = -0.600; p< 0.001)
2. Terdapat hubungan (korelasi positif sedang) yang bermakna antara RNL dan hsCRP
(r = 0.509; p = 0.002).
3. RNL 2.28 dapat mendiagnosis adanya pasien gagal jantung iskemik AHA stage C dengan kapasitas fungsional jantung yang rendah (< 5 METs).
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara RNL dengan kapasitas fungsional jantung dan hsCRP pada gagal jantung iskemik AHA stage C secara kohort multisenter, untuk memperkuat bukti ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Ablij HC and Meinders AE, 2002. C-Reactive Protein: History and revival. European Journal of Internal Medicine. 13:412-422.
Anker SD and von Haehling S, 2004. Inflammatory mediators in chronic heart failure: An overview. Heart. 90(4): 464–470.
Arruda MA and Barja-Fidalgo C, 2009. NADPH oxidase activity: In the crossroad of neutrophil life and death. Front Biosci (Landmark Ed). 14:4546-4556.
Azab B, Camacho-Rivera M and Taioli E, 2014. Average values and racial differences of neutrophil lymphocyte ratio among a nationally representative sample of United States subjects. PLos ONE. 9(11): e112361.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Hal : 90-93.
population: A 4-year follow-up study.Angiology.64(6): 456-465.
Beltrami CA, Finato N, Rocco M et al, 1994. Structural basis of end-stage failure in ischemic cardiomyopathy in humans. Circulation. 89:151-163.
Bhat T, Teli S, Rijal J et al, 2013. Neutrophil to lymphocyte ratio and cardiovascular diseases: A review. Expert Rev Cardiovasc Ther. 11(1):55–59.
Bourassa MG, Gurne O, Bangdiwala SI et al, 1994. Natural history and patterns of current practice in heart failure. The studies of left
ventricular dysfunction (SOLVD)
investigators. J Am Coll Cardiol. 22:14A– 19A.
Burger AJ, 2005. A review of the renal and neurohormonal effect of B-type natriuretic peptide. CHF.11:30-38.
Cakici M,Cetin M, Doğan Aet al, 2014. Neutrophil to lymphocyte ratio predicts poor functional capacity in patients with heart failure. Turk Kardiyol Dern Ars. 42(7):612-620.
Cave A, Grieve D, Johar S et al, 2005. NADPH oxidase-derived reactive oxygen species in cardiac pathophysiology. Trans. R. Soc. B. 360:2327–2334.
Clyne B and Olshaker JS et al, 1999. The C-Reactive Protein. J Emerg Med. 17:1019- 1025.
Cüneyt K, Gündüz Y, Nilüfer KK et al, 2014. Neutrophil-to-lymphocyte ratio in diabetes mellitus patients with and without diabetic foot ulcer . Eur J Med Sci. 1(1):8-13.
Dahlan, S. 2013. Besar sampel untuk desain khusus. Dalam:Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta, Salemba Medika. Edisi III : hal 105.
de-Souza PB, Canetti C, Barja-Fidalgo C et al, 2012. Leukotriene B4 inhibits neutrophil apoptosis via NADPH oxidase activity: Redox control of NF-κB pathway and mitochondrial stability. Biochimica et Biophysica Acta.1823:1990–1997.
Dogdu O, Akpek M, Yarlioglues M et al, 2012. Relationship between hematologic parameters and left ventricular systolic dysfunction in stable patients with multi-vessel coronary
artery disease. Turk Kardiyol Dern Ars. 40:706-713.
Fathoni M, 2011. Patofisiologi. Dalam: Penyakit jantung koroner; patofisiologi, disfungsi endotel, manifestasi klinis. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Edisi I: hal 3-4.
Felker MG, Shaw LK and O’Connor CM, 2002. A
standardized definition of ischemic cardiomyopathy for use in clinical research. J Am Coll Cardiol. 39(2): 210-218.
Fleg JL, Pin˜IL, Balady GJ et al, 2000.Assessment
of functional capacity in clinical and research applications. Circulation.102:1591-1597.
Fox KF, Cowie MR, Wood DA et al, 2001. Coronary artery disease as the cause of incident heart failure in the population.Eur Heart J. 22:228–236.
Freedman DS, Joesoef MR, Barboriak JJ et al, 1996. Correlates of leukocyte counts in men. Ann Epidemiol.6:74-82.
Gabay C and Kushner I, 1999. Acute phase proteins and other systemic responses to inflammation. N Engl J Med. 340:448-454.
Ganapathi MK, Mackiewicz AJ, Samols D et al, 1990. Induction of C-Reactive Protein by cytokines in human hepatoma cell lines is potentiated by caffeine. Biochem J. 269:41-46.
Gheorghiade M and Bonow RO, 1998. Chronic heart failure in the United States: A manifestation of coronary artery disease. Circulation. 97:282–289.
Hafid AO, Soraya T, Ziad M et al, 2011. Recent advances on the role of cytokines in atherosclerosis. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 31:969-979.
Hal VB, Christopher PC, Sabina AM et al, 2000. Association between white blood cell count, epicardial blood flow, myocardial perfusion, and clinical outcomes in the setting of acute myocardial infarction: A thrombolysis in myocardial infarction 10 substudy. Circulation.102:2329-2334.
Hatice S, Lale D, Mehmet TS et al, 2012. The relation between differential leukocyte count, neutrophil to lymphocyte ratio and the presence and severity of coronary artery disease. Open Journal of Internal Medicine. 2:163-169.
Hill J and Timmis A, 2002. ABC of clinical electrocardiography exercise tolerance testing. BMJ. 324:1084–1087.
Imtiaz F, Shafique K, Mirza SS et al, 2012. Neutrophil lymphocyte ratio as a measure of systemic inflammation in prevalent chronic diseases in Asian population. International Archives of Medicine.5:2.
Jean D and Peter G, 2004. Role of endothelial
dysfunction in atherosclerosis.
Circulation.109[suppl III]:III-27–III-32.
Jessup M and Brozena S, 2003. Heart failure. N Engl J Med. 348:2007-2018.
Kawamoto R, Kusunoki T, Abe M et al, 2013. An association between body mass index and high-sensitivity C-reactive protein concentrations is influenced by age in community-dwelling persons. Ann Clin Biochem. 50(Pt 5):457-464.
Koza Y, 2014. What is the clinical benefit of neutrophil-lymphocyte ratio in cardiovascular patients?J Cardiovasc Thorac Res. 6(2):131-132.
Kozdag G, Ertas G, Kilic T et al, 2010. Elevated level of high-sensitivity C-Reactive Protein is important in determining prognosis in chronic heart failure. Med Sci Monit. 16(3):CR156-161.
Kushner I and Rzewnicki D, 1994. The acute phase response: General aspects. Baillieres Clin Rheumatol. 8:513-530.
Levine GN, Steinke EE, Bakaeen FG et al, 2012. Sexual activity and cardiovascular disease: a scientific statement from the American Heart Association. Circulation. 28;125(8):1058-1072.
Levy D, Kenchaiah S, Larson MG et al, 2002. Long-term trends in the incidence of and survival with heart failure. N Eng J Med.347:1397-1402.
Levy D, Larson MG, Vasan RS et al, 1996. The progression from hypertension to congestive heart failure. JAMA. 275:1557–1562.
Libby P, 2012. The vascular biology of atherosclerosis. In: Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, et al., eds. Braunwald's heart
disease: A textbook of cardiovascular medicine. Elsevier Saunders. Philadelphia. 9thed :pp 902.
Liu F, Poursine-Laurent J, Wu HY et al, 1997. Interleukin-6 and the Granulocyte Colony-Stimulating Factor Receptor are major independent regulators of granulopoiesis in vivo but are not required for lineage commitment or terminal differentiation. Blood. 90 (7) : 2583-2590.
Madjid A, 2007. Penyakit jantung koroner: Patofisiologi, pencegahan dan pengobatan terkini. Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam bidang ilmu fisiologi. USU e-repository.
Malahfji M, Al Mheid I, Uphoff I et al, 2014. Neutrophil tolymphocyte ratio and measures of systemic inflammation are associated with arterial stiffness in healthy humans. J Am Coll Cardiol. 63(12): A2100.
Missov E, Campbell A, Lebel B et al, 1997. Cytokine inhibitors in patients with heart failure and impaired functional capacity. Jpn Circ J.61:749-754.
Morrow DA, 2010. Cardiovascular Risk Prediction in Patients With Stable and Unstable Coronary Heart Disease. Circulation. 121:2681-2691.
Mosterd A and Hoes AW, 2007. Clinical epidemiology of heart failure. Heart. 93:1137–1146.
Muthiah V, Stephen JG, Javed B et al, 2013. The immunological axis in heart failure: importance of the leukocyte differential. Heart Fail Rev.18:835-845.
Nilsson L, Wieringa WG, Pundziute Get al, 2014. Neutrophil/lymphocyte ratio is associated with non-calcified plaque burden in patients with coronary artery disease. PLoS ONE.9(9):e108183.
Ommen SR, Hodge DO, Rodeheffer RJ et al, 1998. Predictive power of the relative lymphocyte concentration in patients with advanced heart failure. Circulation.97:19-22.
Pepys MB, 2003.C-Reactive Protein: A critical update. J Clin Invest. 111:1805-1812.
clinic cardiology concise textbook. Mayo Clinic Scientific Press. Rochester. 3rd ed :pp 1101-1111.
Roger VL, 2013.Epidemiology of heart failure. Circ Res. 113:646-659.
Ross R, 1999. Atherosclerosis-an inflammatory disease. N Engl J Med. 340:115-126.
Rumalla VK, Calvano SE, Spotnitz AJ et al, 2002. Alterations in immunocyte tumor necrosis factor receptor and apoptosis in patients with congestive heart failure. Ann Surg. 236:254– 260.
Seals DR, Kaplon RE, Gioscia-Ryan RA et al, 2014. You’re only as old as your arteries: translational strategies for preserving vascular endothelial function with aging. Physiology (Bethesda). 29(4): 250–264.
Sloop GD, Kevin JW, Tabas I et al, 1999. Atherosclerosis an inflamatory disease. N Engl J Med. 340 (24):1928-1929.
Stanek EJ, Oates MB, McGhan WF et al,
2000. Preferences for treatment outcomes in patients with heart failure: symptoms versus survival. J Card Fail. 6: 225– 232.
Stavros A, Konstantina V, Virginia A et al, 2009. Interleukin 8 and cardiovascular disease. Cardiovascular Research. 84:353–360.
Steinke EE, Wright DW, Chung ML et al,
2008. Sexual concept, anxiety, and self-efficacy predict sexual activity in heart failure and healthy elders. Heart Lung. 37: 323– 333.
Templeton AJ, McNamara MG, Seruga B et al, 2014. Prognostic role of neutrophil-to-lymphocyte ratio in solid tumors: A systematic review and meta-analysis. J Natl Cancer Inst. 106(6): 124.
Torabi A , Cleland JGF, Khan N et al, 2008. The timing of development and subsequent clinical course of heart failure after a myocardial infarction. Eur Heart J. 29: 859–870.
Tracchi I, Ghigliotti G, Mura M et al, 2009. Increased neutrophil lifespan in patients with congestive heart failure. European Journal of Heart Failure. 11: 378–385.
Wang L, Hu SY, Wu Xet al, 2010. Significances of NT-proBNP and hsCRP in heart failure. Zhonghua Yi Xue Za Zhi. 90(23):1635-1636.
Wang X, Zhang G, Jiang X et al, 2014. Neutrophil to lymphocyte ratio in relation to risk of all-cause mortality and cardiovascular events among patients undergoing angiography or cardiac revascularization: a meta-analysis of observational studies. Atherosclerosis.234(1): 206–213.
Wright HL, Moots RJ, Bucknall RC et al, 2010. Neutrophil function in inflammation and inflammatory diseases.Rheumatology. 49:1618-1631.
Wasyanto T, 2015. Tinjauan pustaka; interleukin 6. Dalam: Midregional pro Atrial Natriuretik Peptide (MR pro ANP) sebagai biomarker disfungsi sistolik ventrikel kiri jantung pada sepsis; Studi hubungan TNF α -procalcitonin-MR pro ANP-disfungsi jantung. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Edisi I:hal 20-21.
Windram JD, Loh PH, Rigby AS et al, 2007. Relationship of high-sensitivity C-Reactive Protein to prognosis and other prognostic markers in outpatients with heart failure. Am Heart J. 153(6):1048-1055.
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B et al, 2013. ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol.62:e147-239.
Yang CH, Tae HY, Doo IK, et al, 2013. Neutrophil to lymphocyte ratio predicts long-term clinical outcomes in patients with ST-segment elevation myocardial infarction undergoing primary percutaneous coronary intervention. Korean Circ J.43:93-99.