• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Kesejahteraan psikologis dalam hubungannya dengan kecemasan dan dukungan sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Kesejahteraan psikologis dalam hubungannya dengan kecemasan dan dukungan sosial"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora

SOSIOHUMANIORA, 9(1), February 2023, pp. 1-16 2579-4728 (ISSN Online) | 2443-180X (ISSN Print)

Kesejahteraan psikologis dalam hubungannya dengan kecemasan dan dukungan sosial

Indriyati Eka Purwaningsih*, Ryan Sugiarto, Sulistyo Budiarto

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Jl. Kusumanegara No.121, Yogyakarta, 55164 Indonesia Correspondance: indriyati@ustjogja.ac.id

Received: 28 November 2022; Reviewed: 6 Desember 2022; Accepted: 25 Desember 2022

Abstract: This research was backgrounded by indications of a lack of psychological well-being in society. The purpose of this study was to empirically test the relationship between anxiety as well as social support and psychological well-being of people in Karang Rejek Village, Wonosari District, Gunungkidul, Yogyakarta.

Sampling was carried out by accidental sampling method. There are 98 sample in total. Data was collected using the scale: psychological well-being, anxiety and social support. The content validity test shows that the three scales used are valid, measure all of its dimensions. The reliability coefficient of the psychological well-being scale is rxx1: 0.821, the anxiety scale is rxx1: 0,894 and the social support scale is rxx1: 0.879. The result of hypothesis testing which was carried out using multiple regression technique yielded a value of F: 25.813 and p: 0.000 (p<0.05). This research concludes that: The first hypo-thesis is accepted, there is a significant relationship between anxiety and social support variables and psychological well-being variable. Both contributed 59.3 % to the criteria variable altogether. The second hypothesis test produced a beta coefficient price b: - 0. 258, t: - 2.255, and p: 0,026 (p<0.05). Thus, the hypothesis is also accepted. Further-more, the third hypothesis test produced beta coefficient b: 0.702, t : 5.158, p : 0.000 (p<0.05), showing that the hypothesis is likewise accepted. Referring to these results, this study shows the importance of reducing anxiety and increasing social support to maintain and improve psychological well-being in society.

Keywords: social support, anxiety, psychological well-being

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya indikasi kurangnya kesejahteraan psikologis pada masyara- kat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empirik hubungan kecemasan dan dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis pada masyarakat Desa Karang Rejek Kecamatan Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta. Metoda pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling. Jumlah sampel 98. Data peneliti- an dikumpulkan dengan menggunakan Skala: Kesejahteraan Psikologis, Kecemasan dan Dukungan social. Hasil Uji validitas isi menunjukkan bahwa ketiga skala yang digunkan menunjukkan bahwa skala tersebut valid, mengukur semua dimensi ukurnya. Koefisien reliabilitas skala kesejahteraan psikologis rxx1: 0,821, Skala kecemasan rxx1: 0,894 dan skala dukungan sosial rxx1: 0,879. Hasil uji hipotesis yang dilakukan dengan teknik regresi ganda menghasilkan harga F: 25.813, p: 0,000 (p < 0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa hipotesis pertama diterima, terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kecemasan dan dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis. Keduanya secara bersama-sama menyumbang sebesar 59,3 % terhadap variabel kriteriumnya. Pengujian hipotesis kedua menghasilkan harga koefisien beta b: - 0,258, t: - 2,255, .p: 0, 026 (p<0,05), dengan demikian hipotesis diterima. Selanjutnya pengujian terhadap hipotesis ketiga menghasilkan koefisien beta b: 0,702, t: 5.158, .p: 0, 000 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.

Mengacu pada hasil tersebut, penelitian ini menunjukkan pentingnya mengurangi kecemasan dan meningkatkan dukungan sosial untuk mempertahankan maupun meningkatkan kesejahteraan psikologis pada masyarakat.

Kata Kunci: Dukungan social,Kecemasan, Kesejahteraan psikologis.

© 2023 The Authors

https://doi.org/10.30738/sosio.v9i1.13427 This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License

PENDAHULUAN

Dewasa ini kesejahteraan psikologis menjadi issue yang sangat penting dan menjadi perhatian utama pemerintah untuk dikembangkan pada masyarakat. Hal itu disebabkan karena masalah kesehatan jiwa tersebut sampai sekarang belum dapat diselesaikan baik di

(2)

tingkat global maupun di tingkat nasional (Widyawati 2021). Kesejahteraan Psikologis adalah suatu keadaan atau kondisi pada individu atau masyarakat yang ditengarai dengan adanya kemampuan untuk dapat menerima diri sendiri apa adanya, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki otonomi, memiliki tujuan hidup, menguasai lingkungan, mampu menghadapi tekanan sosial, mampu merealisasikan potensi-potensinya dan memiliki pertumbuhan pribadi sehingga punya keberartian hidup (Riff, Carol D, 1989; Aprilia, 2019).

Kesejahteraan psikologis sangat didambakan baik oleh setiap individu, masyarakat maupun pemerintah. Kesejahteraan psikologis yang prima akan dapat memberikan sumbangan terhadap terwujudnya sasaran pembangunan jangka menengah. Menurut direktur pencegahan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan NAPZA (Khalimah, 2020), sasaran pembangunan jangka menengah tahun 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri dan berkeadilan melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang, Untuk itu perlu penekanan pada terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai bidang yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing bukan saja sehat fisik nya tetapi juga harus sehat jiwanya.

Cita-cita yang diharapkan bangsa Indonesia tersebut ternyata belum sepenuhnya terwujud. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk meraihnya. Sumiwi (2022) Dirjen Kesehatan Masyarakat, menyatakan bahwa pada akhir-akhir ini, disaat masa pandemi, terjadi peningkatan prosentase gangguan kesehatan mental pada masyarakat sebesar 64,3%.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (2017) menyatakan bahwa depresi dan kecemasan merupakan gangguan jiwa umum yang prevalensinya paling tinggi. Lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia (3,6% dari populasi) menderita kecemasan. Sementara itu jumlah penderita depresi sebanyak 322 juta orang di seluruh dunia (4,4% dari populasi) dan hampir separuhnya berasal dari wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Depresi merupakan kontributor utama kematian akibat bunuh diri, yang mendekati 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya.

Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi (Widyawati, 2021).

Widyawati (2021) menjelaskan bahwa menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza masalah kesehatan jiwa di Indonesia terletak pada tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. Prevalensi orang dengan gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah satu dari lima penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa, tak terkecuali di wilayah Gunung kidul. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul (2022) menyebutkan bahwa terdapat lebih kurang 1644 orang yang pada saat ini mengalami gangguan kesehatan mental. Seperti telah diurai diatas, kondisi tersebut tentu akan menghambat upaya–upaya terwujudnya sasaran pembangunan baik jangka menengah maupun jangka panjang, karena gangguan jiwa akan berpengaruh negatif terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mentalnya.

Menurut Putri (2015), pada penelitian terdahulu terkait dengan penelitian mengenai hubungan timbal balik antara kesehatan fisik dan kesehatan mental seseorang, ditemukan bahwa individu yang mengalami sakit secara fisik akan menyebabkan terjadinya masalah psikis hingga gangguan mental dan sebaliknya. Hal itu ditunjukkan oleh penelitian Matondang

(3)

(2021) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kesehatan mental remaja. Penelitian Yusup et.al (2017) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi fisik dengan prestasi atlet beladiri di PON XI. Itu berarti bahwa kondisi fisik berpengaruh positif terhadap kinerja individu. Selanjutnya Haryanto (2020) juga menguraikan bahwa menurut Charles Goodstein, MD, profesor psikiater klinis dari New York University’s Langone School of Medicine, otak manusia itu berhubungan erat dengan sistem endokrin yang bekerja melepaskan hormon yang berpengaruh terhadap kesehatan mental individu. Sebaliknya pikiran dan perasaan juga dapat mempengaruhi hormon yang kemudian akan mengganggu sistem kerja organ tubuh kita.

Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut juga akan berpengaruh terhadap lingkungan sosialnya. Terkait dengan hal tersebut Putri (2015) menyatakan bahwa sehat dan sakit itu merupakan kondisi biopsikososial yang menyatu dalam kehidupan manusia.

Menurutnya, pada konsep person in environment dijelaskan bahwa individu dan lingkungan akan saling mempengaruhi. Kehadiran individu dalam lingkungan sosial akan mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakatnya dan sebaliknya. Kondisi tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada perubahan dalam diri individu. Uraian tersebut menggambarkan bahwa gagalnya individu dalam beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya, dapat menyebabkan seseorang menderita gangguan kesehatan mental. Kondisi seperti ini, dalam jangka panjang tentunya akan menyebabkan rendahnya kualitas SDM yang akan menghambat upaya pembangunan bangsa (Khalimah ,2020).

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Kepala Dinkes Kabupaten Gunungkidul (2022) menyebutkan bahwa masalah pribadi dan kondisi sosial merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab gangguan mental. Hasil Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dukungan sosial mempengaruhi kesejahteraan psikologis (Prabowo, 2016; Aprilia, 2020). Penelitian Aprilia tersebut memfokuskan pada hubungan dukungan sosial teman dan keluarga dengan kesejahteraan psikologis pada usia dewasa awal dari orang tua yang bercerai. Selanjutnya hasil penelitian Savitri (2019) dan Fatmawati (2022) menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis juga dipengaruhi oleh kecemasan. Hasil penelitian Fatmawati tersebut menunjukkan bahwa kecemasan berkorelasi negatif dengan kesejahteraan psikologis.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dan dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis, khusus- nya pada masyarakat Desa Karangrejek baik secara bersama-sama maupun secara sendiri- sendiri.

Kesejahteraan Psikologis

Ryff, Carol, (1989); Ryff & Keyes, (2005); APA PsycNet, (2022) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang dapat menerima dirinya, apa adanya, menjalin hubungan-hubungan yang positif yang hangat dengan dengan orang lain, otonomi/mandiri, dapat mengontrol lingkungan, memiliki arti dan tujuan hidup, serta pertumbuhan pribadi. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik adalah orang yang mampu menerima dirinya sendiri tanpa syarat, dapat membangun komunikasi secara dekat dengan orang lain, dapat secara mandiri menyelesaikan suatu tekanan sosial, dapat mengendalikan kehidupan eksternalnya. Selain itu

(4)

juga memiliki arti dan tujuan hidup, serta dapat mewujudkan kemampuan yang ada pada dirinya untuk secara terus menerus mencapai pertumbuhan pribadi.

Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Prabowo, (2016); Huppert, Baylis dan Keverne (dalam Najla & Purwaningsih, 2018) yang menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis akan tampak dan terealisasikan pada bagaimana cara individu bersikap dan dan berperilaku, yaitu suatu perilaku yang memperlihatkan emosi-emosi yang positif dalam hidupnya. Sikap dan perilaku tersebut dapat dicermati dari aspek-aspek yang ada pada variabel kesejahteraan psikologis tersebut. Penelitian ini dirancang dengan mengikuti teori kesejahteraan psikologis dari Ryff, Carol, (1989); Ryff & Keyes, (2005). Terkait dengan aspek- aspek tersebut, Ryff, Carol, (1989); Ryff & Keyes, (2005); APA PsycNet, (2022) menguraikan bahwa terdapat enam aspek kesejahteraan psikologis. Keenam.aspek tersebut adalah: Dapat menerima dirinya sendiri tanpa adanya syarat, mampu membangun komunikasi secara dekat dengan orang lain, dapat secara mandiri menyelesaikan suatu tekanan sosial yang dihadapi, dapat mengendalikan kehidupan eksternalnya, memiliki suatu tatanan kehidupan untuk mencapai tujuan hidupnya dan dapat mewujudkan kemampuan pada dirinya secara optimal.

Kecemasan

Secara etimologi kecemasan berasal dari bahasa latin anxius yang berarti mencekik.

Kecemasan didefinisikan sebagai keadaan emosi negatif yang ditandai dengan gejala ketegangan yang tidak menyenangkan, seperti jantung berdebar-debar, berkeringat, dan seringkali sulit bernapas. Anxiety mirip dengan ketakutan, tetapi kurang spesifik. rasa takut biasanya merupakan respons terhadap ancaman langsung, sedangkan kecemasan ditandai dengan rasa takut akan bahaya yang tidak terduga di masa depan (Schwartz, 2000). Jadi kecemasan itu mirip dengan rasa takut yang kurang spesifik. Kartini Kartono (1989) menjelaskannya sebagai suatu bentuk ketidakberanian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas. Menurut Nevid (2005) kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan, tegang, tidak menyenangkan, dan perasaan negatif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi”. Pendapat yang sama disampaikan oleh Stuart, 2006 & APA (dalam Kusuma & Ardani. 2018) yang menguraikan kecemasan sebagai suatu respon emosional dari suatu kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Senada dengan pendapat di atas Yusuf, 2009; & Ilahi 2021 menambahkan pengertian kecemasan sebagai ketidak berdayaan neurotic,,adanya rasa tidak aman, tidak nyaman, tidak percaya diri, serta penurunan konsentrasi belajar dan tidak mampu menghadapi tuntutan lingkungan, kesulitan maupun tekanan kehidupan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa kecemasan tersebut ditandai dengan berbagai gejala, baik secara fisik yang terlihat seperti:

gemetaran, sesak dibagian perut atau dada, berkeringat hebat, mual, pusing, rasa ingin pingsan, tenggorokan terasa kering, jantung berdebar-debar. Kecemasan dapat juga terlihat dari indikasi adanya ketakutan atau kekhawatiran yang terus berlanjut..

Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa kecemasan itu merupakan reaksi normal manusia dalam menghadapi sebuah masalah (Christianto, et.al 2020). Kecemasan sering muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dikontrol. Kecemasan yang dirasakan secara terus menerus dapat mengakibatkan hilangnya pemusatan perhatian dan atau dapat mengakibatkan berkurangnya aktivitas harian yang dapat mempengaruhi kehidupannya.

(5)

Kecemasan pada individu dapat diidentifikasi melalui eksplorasi terhadap aspek-aspek dari kecemasan itu sendiri .

Terkait dengan hal tersebut, Nevid (dalam Suharto, 2019) menguraikan tiga aspek kecemasan sebagai berikut: pertama aspek kognitif, aspek ini terkait dengan aktivitas berpikir pada individu. Individu berpikir akan adanya kejadian-kejadian yang membuat individu merasa tdk aman. Aspek kedua adalah aspek behavioral, yaitu perilaku pada individu yang mengalami gangguan kecemasan ini terlihat dari perilaku menghindar, bergantung pada orang lain, dan lebih memilih untuk menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan dan ketiga aspek fisik. Respon fisik yang sering muncul pada individu yang mengalami gangguan kecemasan antara lain produksi air peluh yang lebih banyak, gemetar, panas dingin, detak jantung yang lebih kencang dari kondisi normal, nafas menjadi sesak, bingung, badan menjadi lemas, diare, dan volume kencing yang lebih banyak dari biasanya.

Dukungan Sosial

Smet (1994) menjelaskan bahwa dukungan sosial itu merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial. Ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan interpersonal. Ikatan dan persahabatan dengan individu lain ditengarai sebagai aspek yang memberikan kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Ketika individu mendapatkan dukungan dari lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah.

Berdasarkan penjelasan tersebut dukungan sosial sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dukungan sosial ini dapat bersumber dari berbagai pihak. Sistem pendukung sosial tersebut oleh Cochran (2009) diidentifikasi sebagai orang-orang yang langsung berhubungan dengan individu yang mencakup orang tua, kerabat, tetangga, rekan kerja, dan teman-teman dengan siapa individu berinteraksi.

Sependapat dengan Smet, Sarason (dalam Sarafino 2011) menjelaskan bahwa dukungan sosial itu adalah perhatian, penghargaan, kenyamanan, dan bantuan yang diterima individu dari individu lain maupun kelompok. Jadi keberadaan, kesediaan, kepedulian dari individu- individu lain, yang menghargai dan menyayangi individu tersebut, itu merupakan suatu bentuk dukungan sosial. Menurut Meta dan Endang (dalam Lestari et.al, 2011) keberadaan individu lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan

Dukungan sosial ini menurut Sarafino dan Smith (2011) memiliki 5 aspek yaitu: pertama dukungan emosional. Dukungan emosional ini dapat berupa empati, kepedulian maupun perhatian, afeksi maupun mendengarkan keluh kesah individu. kedua dukungan penghargaan.

Dukungan penghargaan ini berupa umpan balik atas peran sosial yang dapat menjadikan individu merasa dihargai, dan mendapatkan penilaian positif serta diterima oleh orang lain.

Ketiga, dukungan instrumental. Dukungan instrumental, lebih kepada pemberian bantuan material atau jasa untuk memecahkan masalah secara praktis. Keempat dukungan informasi.

dukungan informasi berupa nasehat, saran maupun umpan balik untuk memecahkan suatu persoalan. Kelima dukungan jaringan sosial. Dukungan Jaringan Sosial ini meliputi rasa kebersamaan dan persahabatan yang dirasakan dalam menyelesaikan masalah dari kelompok tertentu.

(6)

Dinamika Hubungan Kecemasan dan Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan psikologis Hakim et.al (2022) mengasumsikan kecemasan sebagai sebuah kondisi sentimental yang memiliki rangsangan fisiologis, ada rasa tegang, kurang menyenangkan, perasaan negatif dan munculnya perasaan bahwa individu menduga akan ada hal yang jelek akan menimpa dirinya.

Kecemasan tersebut, menurut Supriyanto (2015) memiliki dua komponen. Komponen pertama adalah kecemasan kognitif (cognitive anxiety) yang ditandai dengan rasa gelisah dan ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi dan komponen kedua adalah kecemasan somatik (somatic anxiety) yang ditandai dengan ukuran keadaan fisik seseorang.

Kecemasan berdampak secara psikologis terhadap seseorang dan dapat mempengaruhi prestasi belajar (Hakim, et.al 2022). Kejadian-kejadian yang membuat individu merasa tidak aman akan dapat menjadikan individu kurang dapat menerima dirinya sendiri dan tidak dapat fokus menyelesaikan masalah secara mandiri Hal ini ditunjukkan oleh penelitiannya Fatmawati (2022) yang menyimpulkan bahwa health anxiety yang dialami oleh dokter memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan psikologisnya.

Pemenuhan kebutuhan rasa aman sangat didambakan oleh individu. Teori kebutuhan dari Maslow menyatakan bahwa setiap individu memerlukan pemenuhan kebutuhan rasa aman (safety needs) yang antara lain termanifestasikan pada kebutuhan keamanan, bebas dari rasa takut dan gelisah. Monte dan Sollod (dalam Supriyanto, 2015) menyatakan bahwa pribadi yang sehat adalah pribadi yang mempunyai kemampuan positif. Individu yang neurotis cenderung labil secara emosional, mudah cemas atau terganggu, dan mudah merasa bersalah (Embree dalam Supriyanto, 2015). Terkait dengan emosionalitas ini, Smith et. al (2007) menggambarkan emotional stability sebagai kepribadian yang tidak cemas, tidak depresi, tidak mudah merasa bersalah, dan memiliki kepercayaan diri. Jika individu selalu mengalami kecemasan, maka diprediksi akan mengalami masalah dalam upaya mewujudkan kesejahteraan psikologisnya.

Menurut Kemenkes (dalam Widyawati, 2018) gangguan kecemasan ini merupakan salah satu dari sekian banyak masalah kesehatan mental yang banyak dialami masyarakat. Secara behavioral gangguan tersebut akan terlihat dari perilaku menghindar, bergantung pada orang lain, dan lebih memilih untuk menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan kecemasan.

Kesehatan mental yang baik merujuk pada suatu keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan individu untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar (Endriyani, 2021). Menurut WHO (2017) ada empat kriteria utama seseorang dapat dinyatakan sehat jiwa, yaitu dapat mengenali potensi diri, mampu mengatasi stres sehari-hari, produktif dan bermanfaat untuk orang lain

Dari beberapa uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa individu yang bermental sehat adalah individu yang dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada dirinya secara maksimal, dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain. Individu akan dapat membangun komunikasi secara dekat dengan orang lain serta dapat menghadapi tantangan sosialnya dengan baik. Sebaliknya, individu yang mengalami gangguan dalam kesehatan mentalnya akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk, yang pada akhirnya akan mengalami kesulitan dalam usaha mencapai kesejahteraan psikologisnya.

(7)

Fatmawati (2022) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara health anxiety dengan psychological well being pada para dokter di Provinsi Aceh. Hasil penelitian Savitri (2019) juga menunjukkan ada korelasi negatif antara FOMO (fear off missing out) dengan kesejahteraan psikologis. FOMO memiliki pengaruh negatif sebesar 9,9 % terhadap kesejahteraan psikologis. Selanjutnya Endriyani et.al (2021) menambahkan bahwa masyarakat yang merasakan kecemasan, takut, khawatir dan stress tidak hanya dapat menurunkan kesehatan mental dan psikososialnya saja namun juga pada kesehatan fisiknya.

Dalam bidang olah raga, Supriyanto (2015) menjelaskan bahwa ketegangan itu merupa- kan salah satu indikator dari kecemasan. Individu yang mengalami ketegangan berlebihan dapat merusak performa dan membahayakan dalam berolahraga. Gangguan kecemasan juga dapat terlihat dari respon fisik seperti produksi air peluh yang lebih banyak, gemetar, panas dingin, detak jantung yang lebih kencang dari kondisi normal. Selain itu juga terlihat dari nafas yang menjadi sesak, badan menjadi lemas, diare, dan volume kencing yang lebih banyak dari biasanya. Menurut Supriyanto (2015) ketegangan tersebut berhubungan dengan pasokan adrenaline dalam tubuh. Pasokan adrenalin ini dapat berefek positif maupun nega-tive. Efek negatifnya adalah; dapat menghambat pengambilan keputusan dan dapat meng-ganggu kontrol secara kognitif, serta dapat menjadikan pelaksanaan keterampilan yang kompleks menjadi sulit. Kondisi seperti itu akan berpengaruh terhadap kesejahteraan psiko-logisnya.

Berpengaruh terhadap kemampuan individu untuk membangun berkomunikasi secara dekat dengan orang lain , untuk dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri, maupun untuk mewujudkan kemampuan yang ada pada dirinya (personal growth).

Selain kecemasan, kesejahteraan psikologis juga dipengaruhi oleh dukungan sosial (Prabowo, 2016; Aprilia, 2020). Terkait dengan dukungan sosial ini Sarafino (2011) mendefi- nisikan dukungan sosial sebagai perhatian, penghargaan, kenyamanan, dan bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok orang. Dukungan sosial itu dapat berupa empati, kepedulian, perhatian, kemauan mendengarkan keluh kesah, memberikan penghar- gaan, nasehat, saran, maupun kebersamaan dan persahabatan dalam menyelesaikan masalah.

Dukungan sosial yang diperoleh dari orang disekitarnya akan membuat individu merasa diperhatikan dan disayangi. Hal itu senada dengan pendapat dari Sarason (dalam Sarafino, 2011) yang menjelaskan bahwa dukungan sosial itu dapat ditengarai dari keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, yang menghargai dan menyayangi.

Dukungan sosial yang tinggi diprediksi akan memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan psikologis. Sebaliknya jika individu memiliki dukungan sosial yang rendah maka individu tersebut lebih mudah stres dan tidak mampu menyikapi hal-hal yang terjadi secara positif. Dukungan sosial yang bagus akan membuat individu memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya dan orang lain, cepat dalam mengambil keputusan, mampu mengatur perilakunya, memiliki tujuan hidup yang baik, serta mampu mengembangkan dirinya sendiri.

Deskripsi tersebut sesuai dengan penelitian Eva et.al (2020); Kurniawan (2020); Sari (2021) yang menemukan hasil bahwa dukungan sosial berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswa. Hasil penelitian yang serupa yang dilakukan oleh Jayafa (2018) tentang hubungan dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis pada perawat

(8)

juga menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis.

Berikut adalah model hubungan antar variabel-variabel penelitiannya:

Gambar 1. model hubungan antar variabel-variabel penelitiannya Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara Kecemasan dan Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan Psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul;

2. Terdapat hubungan negatif antara Kecemasan dengan Kesejahteraan Psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul;

3. Terdapat hubungan positif antara Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan Psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan metoda kuantitatif korelasional. Subjek dalam penelitian ini adalah adalah Masyarakat Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari Gunungkidul Yogya- karta. Teknik sampling dilakukan dengan cara purposive sampling, dengan kriteria masyarakat dengan rentang usia 25 s/d 45 tahun. Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini dilaku-kan dengan menggunakan rumus Lemeshow (1997). Menurut rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebesar 96, namun dalam penelitian ini didapat 98 subyek penelitian.

Selanjutnya, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes, khususnya tes non kognitif. Tes non kognitif atau typical performance test ini mengukur konstruk psiko- logis yang berkaitan dengan karakteristik kepribadian individu. Tes in menuntut eksplorasi subjektif dari testee, sebab tes ini mengukur kecenderungan-kecenderungan karakteristik kepribadian testee, sehingga tes tidak dapat dinilai benar atau salahnya. Instrumen/alat ukur yang digunakan adalah skala kesejahteraan psikologis, skala kecemasan dan skala dukungan sosial. Ketiga instrumen ukur tersebut disusun dalam arah favourable dan unfavourable.

Skala kesejahteraan psikologis terdiri dari 30 aitem. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek-aspek sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Blue print pembobotan skala Kesejahteraan Psikologis

No. Aspek-aspek Bobot (%)

1. Penerimaan diri sendiri tanpa syarat. 17

2. Kemampuan membangun komunikasi secara dekat dengan orang lain 17 3. Kemandirian dalam menyelesaiakn suatu tekanan sosial yang dihadapi 17 4. Kemampuan dalam mengendalikan kehidupan eksternalnya 17 5. Memiliki suatu tatanan kehidupan untuk mencapai tujuan hidupnya 16 6. Kemampuan mewujudkan potensi diri untuk mewujudkan pertumbuhan pribadi 16

Jumlah 100

Kecemasan

Dukungan Sosial

Kesejahteraan Psikologis

(9)

Skala kecemasan, terdiri dari 28 aitem. Skala ini disusun dari aspek-aspek seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Blue Print Pembobotan Skala Kecemasan

Skala Dukungan Sosial terdiri dari 26 aitem. Skala ini disusun dari aspek-aspek sebagaimana yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Blue Print Skala Dukungan Sosial

No. Aspek Bobot (%)

1. Dukungan Emosional 20

2. Dukungan Penghargaan 20

3. Dukungan Instrumental 20

4. Dukungan informasi 20

5. Dukungan jaringan Sosial 20

Jumlah 100

Teknik analisis data untuk menguji hipotesis ini, dilakukan dengan teknik analisis regresi ganda dua prediktor.

HASIL DAN PEMBAHASAN Estimasi Reliabilitas dan Hasil Uji Validitas Isi

Hasil analisis menunjukkan bahwa skala kesejahteraan psikologis ini memiliki nilai koefisien reliabilitas alfa Cronbach (rxx1) sebesar 0,821. Alfa Cronbach (rxx1) skala kecemasan: 0.894 dan alfa Cronbach (rxx1) skala dukungan sosial sebesar 0,879. Seleksi aitem untuk melihat validitas isi dilakukan dengan menggunakan daya beda aitem >0,25 (Azwar, 2015). Dari hasil analisis diketahui skala kesejahteraan psikologis, skala kecemasan dan skala dukungan sosial ini valid secara isi. Skala tersebut mengukur keseluruhan dimensi ukurnya.

Deskripsi Hasil Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Karangrejek, Wonosari, Gunung- kidul. Dari 105 data subjek yang masuk hanya dapat dianalisis sebanyak 97, karena ada sejumlah data yang kurang lengkap. Gambaran tentang subjek penelitian tertera pada Tabel 4.

Table 4. Deskripsi Statistik Variabel Kesejahteraan Psikologis Kecemasan dan Dukungan sosial

Variabel Empirik Hipotetik

Dev. standar mean Min Max N Dev Standar mean Min Max Kes. Psikologis 9.452 115.34 92 142 98 18,66 90 30 150

Kecemasan 7.577 71.53 46 87 98 18,66 84 28 140

Dukungan sosial 6.372 78.01 64 99 98 13 65 26 104

Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan hasil kategorisasi ketiga variabel tersebut, pada subjek penelitian.

No. Aspek-aspek Bobot (%)

1. Aspek fisik 33

2. Aspek perilaku 33

3. Aspek kognitif 34

Jumlah 100

(10)

Tabel 5. Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis

Kategorisasi Var. Kesejahteraan Psikologis F %

Sangat Tinggi X ≥ 126 12 12,24

Tinggi 103 ≤ X< 126 77 78,57

Sedang 81 ≤ X<103 9 9,19

Rendah 58 ≤ X< 81 0 0

Sangat Rendah X< 58 0 0

Total 98 100

Tabel 6. Kategorisasi Kecemasan dan Dukungan sosial Kategorisasi

Veriabel

Kecemasan Dukungan Sosial

Kategori F % Kategori F %

Sangat tinggi X ≥ 94 0 0 X ≥ 88 8 8,16

Tinggi 77 ≤ X < 94 27 27,55 73 ≤ X<88 80 81,64

Sedang 67 ≤ X < 77 51 52,04 57 ≤ X<73 10 10,20

Rendah 55 ≤ X < 67 17 17,35 42 ≤ X<57 0 0

Sangat rendah X < 55 3 3,06 X< 42 0 0

Total 98 100 98 100

Uji Prasyarat

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan teknik analisis regresi berganda. Berikut adalah hasil hasil uji prasyarat yang dilakukan sebelum dilakukan sebelum dilakukan analisis untuk uji hipotesis.

Hasil Uji Normalitas

Peneliti melakukan uji normalitas data menggunakan data residu dari Variabel Prediktor yaitu Kecemasan, Dukungan Sosial, dan Jenis Kelamin Terhadap Variabel Kriterianya yaitu Kesejahteraan Psikologis. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa dan statistik KS-Z:

688 dan harga p: 730. (p > 0.05). Hasil uji terhadap data tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan distribusi data secara empiris dengan hipotetiknya.pada ketiga variabel penelitian tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Tabel berikut adalah tabel data hasil uji normalitas.

Hasil Uji Multikolinieritas

Dari hasil uji multikolinieritas diperoleh hasil Standar Error (X1 variabel kecemasan:

0,114) dan (X2 variabel dukungan sosial : 0,138). Selanjutnya nilai koefisien beta (X1 variabel kecemasan : 0,207) dan (X2 variabel dukungan sosial : 0,473). Nilai keduanya baik di standar error maupun di koefisien beta kurang dari 1. Jika dilihat dari nilai collinearity diagnostic, diperoleh nilai VIF : 1.234 ( < 10) dan nilai Tolerance : 0,810 ( > 0,01). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa standar eror rendah dan tidak terdeteksi akan adanya multikolinieritas Hasil Uji Heteroskedastisitas

Dari hasil uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah terdapat ketidaksa- maan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi linear. Berdasarkan Gambar 1 scatterplot dari hasil analisis uji heteroskedastisitas terlihat bahwa (1) titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. Titik-titik, yang merupakan sebaran data tidak hanya mengumpul di atas atau di bawah saja. Data tidak membentuk pola

(11)

gelom-bang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali, tidak berpola, maka dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas, sehingga model regresi yang baik dan ideal dapat dipenuhi.

Gambar 1. Hasil uji Heteroskedastisitas Uji Hipotesis

Dari hasil pengujian semua asumsi yang dipersyaratkan untuk analisis regresi, baik uji normalitas, linieritas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas, diketahui telah terpenuhi.

Oleh sebab itu peneliti melanjutkan dengan uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi ganda, sebagaimana yang telah dirancang sebelumnya. berikut adalah hasil uji hipotesisnya.

Pengujian Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama berbunyi terdapat hubungan antara Kecemasan dan Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan Psikologis pada masyarakat desa Karangrejek kecamatan Wonosari Gunungkidul. Hasil uji hipotesis mayor didapatkan harga F: 25.813 ; p: 0,000 (p < 0,05). Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima, terdapat hubungan yang signifikan antara variabel. kecemasan dan dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis.

Kedua predictor tersebut menyumbang secara bersama sama terhadap variabel kriteriumnya sebesar 59,3 %.

Pengujian Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua berbunyi terdapat hubungan negatif antara antara Kecemasan dengan Kesejahteraan Psikologis pada masyarakat desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul.Dari hasil uji hipotesis kedua ini didapatkan harga koefisien beta sebesar b: - 0,258 ; t: - 2,255; p: 0, 026 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa hipotesis diterima, terdapat hubungan negatif antara variabel Kecemasan dengan kesejahteraan Psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul. Dari analisis tersebut diketahui bahwa variabel kecemasan ini menyumbang sebesar 17,05 % terhadap Kesejahteraan psikologisnya.

Pengujian Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga berbunyi terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan

(12)

Gunungkidul. Dari hasil uji hipotesis ketiga ini didapatkan harga koefisien beta sebesar b:

0,702; t: 5.158; p: 0, 000 (p<0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut disimpulkan bahwa hipotesis diterima, terdapat hubungan negatif antara variabel dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul. Dari analisis tersebut diketahui bahwa variabel Dukungan sosial ini menyumbang sebesar 31,69 % terhadap Kesejahteraan psikologisnya.

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan ada korelasi negatif antara kecemasan dengan kesejahteraan psikologis. Hasil tersebut sejalan dengan dengan hasil penelitian dari Savitri (2019) yang menunjukkan bahwa Fomo (fear of missing out) menjadi predictor terhadap kesejahteraan psikologis pada individu emerging adulthood pengguna media sosial..FOMO (Fear of Missing Out) oleh Przybylski (2013) didefinisikan sebagai suatu ketakutan seseorang akan kehilangan kesempatan sosial sehingga mendorong orang tersebut untuk selalu terhubung secara terus menerus dengan orang lain dan mengikuti berita terbaru tentang apa yang dilakukan oleh orang lain. Hasil penelitian Savitri (2019) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat Fomo maka semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis dan sebaliknya.

Perasaan tidak enak, cemas dan khawatir tersebut mengindikasikan kurang atau rendahnya kesejahteraan psikologis pada individu (Nevid, 2005). Hal itu akan menyebabkan individu mengalami kesulitan dalam menguasai lingkungan, dalam menjalin relasi yang positif dengan orang lain, dan dalam menerima dirinya (Beyens et.al, 2016), serta dapat mengganggu fungsi sosialnya (Endriyani, 2021). Selain itu juga dapat mempengaruhi dalam prestasi belajar (Hakim, et.al, 2022). Penelitian Przybylski (2013) tentang FOMO menunjukkan bahwa individu yang memiliki fear of Missing Out (FOMO) yang tinggi akan memiliki mood yang lebih rendah dan serta kepuasan hidup yang lebih rendah. Kepuasan hidup merupakan salah satu komponen utama dari kesejahteraan individu (Diener & Scollon, dalam Hamdana & Alhamdu, 2015).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Santrock (2002) menyatakan bahwa kepuasan hidup itu adalah kesejahteraan psikologis secara umum atau kepuasan terhadap kehidupan secara keseluruhan. Kepuasan hidup digunakan sebagai indeks kesejahteraan psikologis pada orang- orang dewasa lanjut. Kepuasan hidup berkaitan dengan pendapatan, kesehatan, gaya hidup yang aktif serta jaringan pertemanan dan keluarga. Dikatakan bahwa kepuasan hidup dapat dipengaruhi oleh jumlah teman-teman dan anggota keluarga yang dimiliki dan juga oleh kecenderungan individu untuk memiliki hubungan yang lebih dekat dan memperoleh dukungan dari hasil hubungan sosial tersebut.

Dalam penelitiannya, Aprilia (2020) menjelaskan bahwa faktor dukungan sosial akan dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Dukungan sosial yang baik akan menjadikan subjek dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, memiliki keman- dirian, mampu menguasai lingkungannya, memiliki tujuan hidup dan dapat mengembangkan kemampuannya secara terus menerus. Karakteristik yang demikian merupakan konstruksi dasar dari kesejahteraan psikologis dimana individu dapat mengevaluasi diri-sendiri dan kuali-tas serta pengalaman hidup. Hasil penelitian Gusweet (2021) menyimpulkan bahwa dengan memiliki kesejahteraan psikologis, seseorang dapat tetap menjalankan aktivitasnya dengan positif, tetap berkonsentrasi saat bekerja, dapat mengontrol emosi-emosi negatif

(13)

yang dimilikinya di tempat kerja sehingga memunculkan rasa puas, bahagia, dan sejahtera secara psikologis maupun fisik.

Sebagaimana diuraikan di orientasi kancah, pemukiman di desa tempat tinggal subjek penelitian berdekatan satu sama lain, membentuk komunitas tersendiri yang diikat oleh tata cara dan adat istiadat desa (Koentjaraningrat, 1984). Terkadang beberapa rumah tangga menempati rumah panjang membentuk keluarga besar (Extended Family). Rumah tersebut terdiri dari beberapa keluarga batih yang hubungannya dekat sekali (Koentjaraningrat, 1984).

Dikatakan oleh Koentjaraningrat bahwa kelompok masyarakat seperti ini secara sosiologis akan membentuk pola perilaku masyarakat, dimana masyarakat tersebut lebih bersifat kolek- tif (kebersamaan), gotong royong, dan kekeluargaan. Pola-pola kebersamaan gotong royong dan kekeluargaan ini secara empiris ditunjukkan dalam temuan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara deskriptif variabel dukungan sosial dan kesejahteraan psikologis masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul berada pada kategori tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kecemasan dan dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul, diterima. Kedua variabel prediktor tersebut secara bersama-sama menyumbang sebesar 35, 2 % terhadap variabel kriteriumnya. Hipotesis kedua yang menyatakan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecemasan dengan kesejahteraan psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul, diterima. Ketiga terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis pada masyarakat Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari Gunungkidul, diterima. Variabel kecemasan menyumbang sebesar 17,05 % terhadap kesejahteraan psikologisnya dan variabel dukungan sosial menyumbang sebesar 31,69 % terhadap kesejahteraan psikologisnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis mayoritas masyarakat berada pada kategori tinggi, kecemasannya tinggi dan dukungan sosialnya juga tinggi.

Mengacu pada temuan tersebut, perlu kiranya upaya untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan kesejahteraan psikologis pada masyarakat Gunungkidul. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan tingkat kecemasan pada masyarakat. Salah satunya adalah dengan meningkatkan dukungan sosial dengan mengaktifkan berbagai kelembagaan desa yang ada baik itu secara formal maupun non formal. Upaya-upaya untuk meningkatkan penguatan dalam kesehatan mental masyarakat harus dilakukan dengan tetap menjaga karak- teristik masyarakat yang penuh dengan kegotongroyongan, kebersamaan dan kekeluargaan.

Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran untuk selalu bersikap terbuka atas persoal-an- persoalan yang dihadapi di lingkungannya. Saling memberikan dukungan-dukungan sosial untuk memperkuat dan mengembangkan kesejahteraan psikologisnya.

DAFTAR PUSTAKA

APA PsycNet (2022) Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of

(14)

Azwar, S. (2015) Reliabilitas dan validitas,Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Aprilia, L. P. P. (2020). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada individu usia dewasa awal yang memiliki orang tua bercerai. (Tesis, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).

Beyens, I., Frison, E., & Eggermont, S. (2016). “I don’t want to miss a thing”: Adolescents’ fear of missing out and its relationship to adolescents’ social needs, Facebook use, and Facebook related stress.Computers in Human Behavior, 64, 1-8.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.083

Centre for Public Mental Healt / CPMH, (2020) Kesehatan Mental: Akar Kesejahteraan Individu, UGM,https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/2020/07/16/kesehatan-mental-akar- kesejahteraan ndividu/

Christianto, L. P., Kristiani, R., Franztius, D. N., Santoso, S. D., & Ardani, A. (2020). Kecemasan mahasiswa di masa pandemi Covid-19. Jurnal Selaras: Kajian Bimbingan Dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan, 3(1), 67-82. https://doi.org/10.33541/Jsvol2iss1pp1 Cochran, C. S. (2009). Effects Of Social Support On The Social Self-Concepts Of Gifted

Adolescents. Masters Theses & Specialist Projects, 5, 55-100.C.

https://digitalcommons.wku.edu/cgi/viewcontent.

Dinas kesehatan Kabupaten Gunungkidul ( 2022) , Ribuan Warga Tercatat Alami Gangguan Kejiwaan di Masa Pandemi https://www.tvonenews.com/

Endriyani, S., Damanik, H. D. L., & Pastari, M. (2021). Upaya mengatasi kecemasan masyarakat di masa pandemi covid-19. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Membangun Negeri, 5(1), 172-183. Google Scholar.

Eva, N., Shanti, P., Hidayah, N., & Bisri, M. (2020). Pengaruh dukungan sosial terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswa dengan religiusitas sebagai moderator. Jurnal

Kajian Bimbingan Dan Konseling, 5(3), 122-131.

http://dx.doi.org/10.17977/um001v5i32020p122

Fatmawati (2022), Health Anxiety And Psychological Well-Being Among Physicians During Coronavirus Pandemi, Psikoislamedia Jurnal Psikologi, 7 (1), 1-8.

http://dx.doi.org/10.22373/psikoislamedia.v7i1.12305

Gursweet K (2021). Psychological Well Being Pada Tenaga Medis Selama Pandemi Covid-19, Buletin KPIN 7 (1).

Parmasari, W. D. (2022). Perbandingan Tingkat Kecemasan Mahasiswa Dalam Menghadapi Ujian CBT Berdasarkan Jenis Kelamin”. Universitas Jember.

Hakim, N., Parmasari, W. D., & Soekanto, A. (2022). Comparison of Student Anxiety Levels in Facing CBT Exams Based on Gender. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 8(2), 115-119. https://doi.org/10.19184/ams.v8i2.31212

Hamdana, F., & Alhamdu, A. (2016). Subjective well-being siswa MAN 3 Palembang yang tinggal di asrama. Psikis: Jurnal Psikologi Islami, 1(1), 95-104.

https://doi.org/https://doi.org/10.19109/psikis.v1i1.560

Haryanto (2020) Ada Hubungan Kesehatan Mental dengan Kesehatan Fisik, Jangan Remehkan!, https://www.industry.co.id/read/73236/

Ilahi A.D.W., Visalia R, Worohayun J, Umi K (2021) The level Of Anciety Student during the covid 19 Pandemic, 1(1) Proceding of Islamic University Conference on psychology.

(15)

Jayafa, D. R. (2018). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Perawat (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

https://eprints.umm.ac.id/39052/

Kartini Kartono (1989). Hygiene mental dan kesehatan mental dalam Islam Bandung: Mandar Maju.

Khalimah S (2020) Rencana Aksi Kegiatan 2020 – 2024 Direktorat P2P Masalah Kesehatan Jiwa Dan Napza. https://e-renggar.kemkes.go.id

Koentjaraningrat (1984) Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Falkultas Ekonomi Indonesia

Kurniawan, S. R., & Eva, N. (2020). Hubungan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa rantau. In Seminar Nasional Psikologi UM 1(1).

Kusuma, I. B. G. H., & Ardani, I. I. (2018). Hubungan tingkat kecemasan terhadap aktivitas sehari-hari pada lansia di Panti Werdha Wana Seraya, Denpasar—Bali. E-Jurnal Medika Udayana, 7(1), 37-42. Google Scholar

Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan), Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Lestari E, Raja Arlizon, Elni Yakub, (2017) Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Harga Diiri (Self Esteem) Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Pekanbaru. Jurnal online mahasiswa, 4(2) https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFKIP/article/view/15830

Matondang, Ika M (2021) Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kesehatan Mental pada Remaja di

Lingkungan I, Kelurahan Panyabungan II”

https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/43773

Najlawati, F., & Purwaningsih, I. E. (2019). Kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri. Jurnal Spirits, 10(1), 5-26. https://doi.org/10.30738/spirits.v10i1.6531

Nevid J S, dkk.(2005) Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1.Jakarta: Erlangga

Prabowo, A. (2016). Kesejahteraan psikologis remaja di sekolah. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 4(2), 246-260. Google Scholar

Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Computers in human behavior, 29(4), 1841-1848. https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.02.014

Putri, A. W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (2015). Kesehatan mental masyarakat Indonesia (pengetahuan, dan keterbukaan masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2).

Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57(6), 1069.

https://doi.org/10.1037/0022-3514.57.6.1069

Ryff.C & Keyes (2005). The Ryff Scales of Psychological Well-Being. Jounal of personality and Sosial Psychology . 69.(4)

Santrock, J.W. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta:

Erlangga.

Sarafino, Edward.P., & Smith, Timothy. (2011). Health Psychology Biopsychosocial Interactions: Stress, Biopsychosocial Factors, and Ilness. 7th Edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Sari, S. M. (2021). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Di Universitas Islam Riau (Doctoral dissertation, Universitas Islam Riau). https://repository.uir.ac.id/9148/1/178110013.pdf

(16)

Savitri, J. A. (2019). Fear of Missing Out dan Kesejahteraan Psikologis Individu Pengguna Media Sosial di Usia Emerging Adulthood. Acta Psychologia, 1(1), 87-96.

https://doi.org/10.21831/ap.v1i1.43361

Schwartz, S. (2000) Abnormal Psychology: A Discovery Approach, Myfield publishing Company.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Stuart.GW. (2006). Buku saku keperawatan jiwa. Alih Bahasa: Ramona P. Kapoh & Egi Komara Yudha. Jakarta: EGC

Suharto, E. P. (2019). Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Kecemasan Menghadapi Mutasi Anggota Polri (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta)

Supriyanto (2015) Psikologi Olah Raga, Yogyakarta UNY Press

Sumiwi (2022) Gangguan Kesehatan Jiwa Meningkat 64,3%, Berikut Upaya Kemenkes https://nasional.kontan.co.id/news

Widyawati (2021). Kemenkes beberkan masalah permasalahan kesehatan jiwa di indonesia.

diakses https://www.google.com diunduh 20 Juli 2022

World Health Organization. (2017). Depression and other common mental disorders: global health estimates (No. WHO/MSD/MER/2017.2). World Health Organization. Google Scholar

Yusup, U., Erawan, B., & Hermanu, E. (2017). Hubungan Kondisi Fisik, Tingkat Kesehatan, Psikologis Dengan Prestasi Atlet Cabang Olahraga Beladiri Jawa Barat Di PON XIX 2016. Jurnal Kepelatihan Olahraga, 10(2), 72-84. Google Scholar

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan perancangan dan implementasi JST untuk identifikasi citra karang dengan mengektraksi nilai warna, tekstur dan bentuk dari citra karang sebagai

Oleh karena itu, berada dalam penerimaan , sehingga ditolak, artinya hasil belajar fisika siswa kelas VIII yang diajarkan menggunakan model kooperatif tipe examples non

Dari pengkajian dan pemetaan tersebut diharapkan akan didapatkan daerah penangkapan yang sesuai untuk alat tangkap cantrang.Tujuan dari penelitian ini adalah

Hampir seluruh ahli ekonomi Islam, termasuk al-Māwardi, berpandangan bahwa mekanisme pasar yang benar diajarkan Rasulullah adalah mekanisme pasar bebas, tidak ada

Aplikasi Berbasis Web untuk Menampilkan Absensi dan Nilai Akhir Peserta Didik ini dikembangkan dengan menggunakan basis data MySQL sebagai media

[r]

Peraturan Daerah ini sebagai pelaksanaan penyerahan sebagian urusan bidang Pekerjaan Umum yang menyangkut masalah kebersihan dan pertanaman sebagaimana digariskan

Pendapatan Nasional Bersih/ Net National Income   adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyrakat dalam suatu periode (biasanya satu tahun) setelah