DINAMIKA KESENIAN TANJIDOR DI KABUPATEN BEKASI : SUATU TINJAUAN SOSIAL BUDAYA TAHUN 1970-1995
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Sejarah
OLEH
MUNZIZEN
0700727
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
LEMBAR PENGESAHAN
DINAMIKA KESENIAN TANJIDOR DI KABUPATEN BEKASI : SUATU TINJAUAN SOSIAL BUDAYA TAHUN 1970-1995
Oleh Munzizen
0700727
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing: Pembimbing I
Drs. Ayi Budi Santosa M.Si NIP. 19630311 198901 1 001
Pembimbing II
Drs. Syarif Moeis NIP. 19590305 198901 1 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
DINAMIKA KESENIAN TANJIDOR DI KABUPATEN BEKASI : SUATU TINJAUAN SOSIAL BUDAYA TAHUN 1970-1995
Oleh Munzizen
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial
© Munzizen 2013
Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995”. Penelitian ini bertolak dari kekhawatiran penulis terhadap kesenian Tanjidor yang hampir punah, untuk itu diperlukan upaya untuk mempertahankan seni tradisi tersebut agar tetap bertahan di tengah-tengah seni modern yang berkembang dalam masyarakat. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini mengenai keberadaan kesenian tradisional Tanjidor di Kabupaten Bekasi mulai dari latar belakang lahirnya kesenian Tanjidor, dinamikanya, factor pendorong dan penghambat perkembangan kesenian Tanjidor, serta upaya seniman dan pemerintah Kabupaten Bekasi dalam melestarikan kesenian Tanjidor. Kajian ini lebih difokuskan pada tahun 1970-1995 karena pada periode tersebut terjadi dinamika dalam perkembangan kesenian Tanjidor. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode historis yang meliputi empat langkah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi, yang juga menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu dengan dibantu oleh ilmu Sosiologi dan Antropologi dalam mengkaji permasalahan yang diteliti. Sumber-sumber dalam penulisan ini diperoleh melalui sumber tertulis baik berupa buku-buku maupun dokumen yang relevan dengan kajian yang penulis lakukan. Untuk melengkapi informasi penelitian ini, penulis juga menggunakan teknik wawancara melalui sejarah lisan (oral history),
ABSTRACT
ABSTRAK...…………...i
KATA PENGANTAR...ii
UCAPAN TERIMA KASIH………iii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR TABEL………vii
DAFTAR GAMBAR………..viii
BAB I: PENDAHULUAN……….1
1.1. Latar Belakang Masalah…...1
1.2. Rumusan Masalah...10
1.3. Tujuan Penelitan...10
1.4. Manfaat Penelitian...11
1.5. Sistematika Penulisan...12
BAB II: KAJIAN PUSTAKA...15
2.1. Pengertian Seni...16
2.2. Seni Tradisional dan Seni Pertunjukan…...19
2.3. Tanjidor Sebagai Media Transformasi…...……….28
2.4. Upaya Pelestarian Seni Budaya Lokal…………...34
2.5. Penelitian Terdahulu...41
BAB III: METODOLOGI PENELITAN………..………....46
3.1 Metode dan Teknik Penelitian………...46
3.1.1. Metode Penelitian……….………...46
3.1.2. Teknik Penelitian....………...52
3.2.3.2. Penyusunan Rancangan Penelitian...57
3.2.3.3. Mengurus Perijinan Penelitian...58
3.2.3.4. Mempersiapkan perlengkapan Penelitian...59
3.2.3.5. Proses Bimbingan...59
3.3.4. Penulisan Hasil Penelitian (Historiografi)…….………...80
BAB IV: SENI PERTUNJUKAN TANJIDOR DI KABUPATEN BEKASI...87
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Bekasi…………...88
4.1.1. Sejarah Kabupaten Bekasi...88
4.1.2. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bekasi...92
4.1.3. Penduduk dan Mata Pencaharian Masyarakat di Kabupaten Bekasi... 96
4.1.4. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat Kabupaten Bekasi... 101
4.2. Latar Belakang Lahirnya Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi...106
4.3. Struktur dan Bentuk Pertunjukan Kesenian Tanjidor...111
4.3.1. Bentuk Pertunjukan Kesenian Tanjidor...112
4.3.1.1. Persiapan Perlengkapan Kesenian Tanjidor...113
4.3.1.2. Pemain dan Tempat Pertunjukan Kesenian Tanjidor...114
4.5. Fungsi Kesenian Tanjidor bagi Masyarakat Kabupaten Bekasi...142
4.6. Faktor Pendorong dan Penghambat Keberlangsungan Kesenian Tanjidor...152
4.6.1. Faktor Pendorong Keberlangsungan Kesenian Tanjidor...152
4.6.2. Faktor Penghambat Keberlangsungan Kesenian Tanjidor...154
4.6.2.1. Faktor Internal...155
4.6.2.2. Faktor Eksternal…...………...162
4.7. Upaya Seniman dan Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam Melestarikan Kesenian Tanjidor...168
4.7.1. Pelestarian Kesenian Tanjidor Oleh Seniman…...172
4.7.2. Pelestarian Kesenian Tanjidor oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi………...175
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...178
5.1 Kesimpulan...178
5.2 Saran...184
DAFTAR PUSTAKA...188 LAMPIRAN- LAMPIRAN
Tabel Hal.
4.1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kabupaten Bekasi Tahun 1970-1995...97 4.2 Pembagian Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bekasi………..98
Gambar Hal.
4.1 Peta Administratif Kabupaten Bekasi...94
4.2 Contoh sesaji dalam pertunjukan Tanjidor………..114
4.3 Contoh Pertunjukan Tanjidor dengan duduk di kursi...116
4.4 Contoh Pertunjukan Tanjidor dengan arak-arakan berkeliling...117
4.5 Contoh Kostum Tanjidor...119
4.6 Contoh Alat Musik Panil...121
4.7 Contoh Alat Musik Simbal...122
4.8 Contoh Alat Musik Tambur...123
4.9 Contoh Alat Musik Bedug...124
4.10 Contoh Alat Musik Bas Selendang...125
4.11 Contoh Alat Musik Trombon...126
4.12 Contoh Alat Musik Tenor...127
4.13 Contoh Alat Musik Piston...128
4.14 Contoh Alat Musik Clarinet……….129
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Kabupaten Bekasi adalah salah satu kabupaten yang termasuk dalam
Propinsi Jawa Barat, sebuah kabupaten dengan masyarakat yang khas dan heterogen karena daerah Bekasi berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta (Betawi) dan juga Karawang (Sunda). Kabupaten Bekasi mempunyai kesenian lokal yang cukup
beragam yang didukung oleh keadaan masyarakat dan batas wilayah administratif. Budaya Betawi sangat terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di
Kabupaten Bekasi, sehingga daerah Bekasi disebut juga Betawi Ora atau Udik. Kesenian yang terdapat di Bekasi antara lain Kesenian Orkes Gambang Kromong, Tanjidor, Gamelan Ajeng, Gamelan Topeng, Rebana, Gambus, Tari Topeng Betawi
(Rosyadi, 2006: 42).
Dari ragam bentuk seni tradisional tersebut, setiap kesenian mempunyai ciri
dan daya tarik masing-masing. Karakteristik tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain, aspek seni drama misalnya Kesenian Topeng Betawi, aspek seni tari yaitu Kesenian Tari Topeng dan aspek musik yaitu Kesenian Gambang
Hadirnya bentuk-bentuk kesenian Betawi khususnya Tanjidor sekira abad ke-16 berawal dari banyaknya orang Eropa (Portugis, Belanda dan Inggris) yang
datang untuk berdagang ke Batavia, Kondisi tersebut menyebabkan perdagangan menjadi ramai dan maju. Demikian pula kemajuan dalam bidang perdagangan
mendorong kemajuan dalam bidang kesenian. Hal ini dikarenakan banyaknya kebudayaan luar yang ikut masuk ke wilayah Batavia yang saat itu menjadi salah satu jalur perdagangan dunia (Rosyadi, 2006: 25).
Kesenian Tanjidor, awalnya tumbuh dan berkembang dari lingkungan
landhuis para pejabat VOC atau tuan-tuan tanah. Di rumahnya yang sangat besar
serta memiliki banyak budak, pada saat-saat tertentu mereka mengadakan pertunjukan musik. Dari sekian banyaknya budak, ada yang bertugas khusus menghibur menjadi “pemain musik”. Dari kelompok mereka ini terbentuk apa yang
oleh F. de Haan disebut sebagai slaven concerten atau slavenorkrest “budak pemain
musik”. Memiliki slavenorkrest menunjukkan suatu gaya hidup mewah dengan
derajat tertentu di kalangan para landheer pada masa itu (Abdurrachman, 1977: 364).
Tanjidor merupakan kesenian yang bersifat hiburan sejenis orkes rakyat
Betawi, yang menggunakan alat-alat musik Barat, terutama alat tiup. Nama Tanjidor sendiri diperkirakan berasal dari bahasa Portugis tanger (bermain musik)
masyarakat Betawi menyebutnya Tanjidor. Lagu-lagu yang dibawakan Orkes Tanjidor adalah Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was tak-tak, Cekranegara, dan
Welmes. Semua penamaan tersebut berdasarkan istilah setempat. Perkembangan selanjutnya juga membawakan lagu-lagu Sunda seperti Kang Haji, Oncom Lele, dan
sebagainya (Parani, 1980:126).
Pada tahun 1970-an, Kesenian Tanjidor bisa dikatakan salah satu pertunjukan yang paling diminati di Bekasi. Oleh masyarakat pendukungnya
Tanjidor biasa digunakan untuk memeriahkan hajatan seperti pernikahan, khitanan atau pesta-pesta umum seperti perayaan hari Kemerdekaan bahkan untuk sarana
ritual yang bersifat mistis. Di samping itu kelompok-kelompok Tanjidor biasa mengadakan pertunjukan keliling, istilahnya "ngamen". Pertunjukan keliling demikian itu terutama dilakukan pada waktu pesta Tahun Baru, baik Masehi
maupun Imlek, kelompok Tanjidor juga kadang diundang untuk acara penyambutan para tamu undangan Pejabat-pejabat Negara pada acara-acara besar di kantor
pemerintahan.
Berbanding terbalik dengan kondisi di tahun 1970-an, sekira tahun 1995 Seni tradisional seperti Tanjidor seakan tidak punya tempat lagi di tengah
masyarakat. Kesenian Tanjidor sudah sangat jarang dipentaskan dan kalaupun ada yang nanggap kelompok Kesenian Tanjidor kebanyakkan kalangan pengelola acara
tahun baru Cina, baik dari perkantoran maupun pertokoan besar. Kemudian, biasanya ada juga sebagian penanggap dari Kesenian Tanjidor ini adalah para
kerabat dari seniman atau musisi itu sendiri (Miranti, 2003: 32).
Modernisasi dan globalisasi menggerus kesenian lokal yang terus
terpinggirkan sebelum akhirnya mengalami nasib paling menyedihkan yaitu musnah. Begitulah yang dialami Kesenian Tanjidor, satu dari ragam seni tradisional Bekasi yang mulai terlupakan. Penggemarnya perlahan tapi pasti lenyap satu demi
satu karena termakan usia. Nyaris sulit mendapatkan penggemar baru. Sempat jaya pada masa berkuasanya para tuan tanah di Bekasi, namun sekarang Tanjidor tidak
kuat menahan laju perkembangan kesenian modern seperti musik band dan dangdut (Lohanda, 1986: 7).
Kesenian Tanjidor sebagai seni tradisonal diharapkan tidak punah dan tetap
bertahan di tengah-tengah masyarakat. Kesenian Tanjidor di Bekasi merupakan kesenian musik orkes Betawi yang diwarisi dari generasi terdahulu ke generasi
selanjutnya. Oleh karena itu dengan tetap adanya kesenian ini maka tidak akan pernah putus pesan-pesan dari para leluhur untuk dijadikan sebagai pedoman hidup masyarakat Bekasi, serta kekayaan budaya daerah tetap dapat dilestarikan oleh
masyarakat sebagai pendukungnya.
Pewarisan seni tradisional terutama pada era modernisasi dihadapkan pada
penduduk, tingkat pendidikkan, mata pencaharian serta industrialisasi yang mampu menggusur aspek kehidupan budaya masyarakat setempat. Keadaan ini sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh A.O Yoeti bahwa:
Dalam bidang kesenian terjadi permasalahan yang menyangkut pada selera masyarakat. Sebagian masyarakat seleranya beralih pada seni modern, karena kesenian-kesenian yang tradisional yang masih ada dirasakan terdapat kekurangan-kekurangan dibandingkan kesenian modern yang mulai melanda masuk desa (Yoeti, 1985: 10).
Gejala tersebut di atas dipengaruhi oleh adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masalah selera dari generasi muda. Karena dalam persoalan seni tradisi, banyak keunikan dan nilai yang tersembunyi dan umumnya
hal tersebut tidak diketahui oleh banyak orang terutama generasi muda. Secara fisik mereka tahu wujud dari tradisi, namun nilai dan makna di balik wujud musik-musik
tradisi tersebut tidak diketahui. Oleh sebab itu, cukup beralasan bila kesenian tradisional pada saat ini mulai dilupakan oleh generasi muda.
Kesenian Tanjidor mengalami kemunduran, hal tersebut tidak terlepas dari
berkurangnya permintaan untuk melakukan pementasan. Sebagian masyarakat seleranya mulai beralih pada seni modern seiring maraknya kesenian modern yang
muncul di lingkungan masyarakat. Bahkan tidak sedikit orang yang sudah melupakan seni dan budaya daerahnya sendiri, sementara seni dan budaya asing
Selain itu dalam kenyataanya, pembinaan kesenian tradisional dilaksanakan terlambat, sehingga banyak seni tradisi yang ditinggalkan oleh masyarakat
pendukungnya. Hal tersebut bisa jadi merupakan salah satu dampak dari arus transformasi seni budaya yang datang dari Barat. Akibatnya, Kelompok-kelompok kesenian tradisional banyak yang “gulung tikar” karena sepinya permintaan untuk
pentas, sehingga pergelaran sudah jarang dilakukan dan hal itu menyebabkan proses pelestarian dan pewarisan kebudayaan menjadi terhambat. Keadaan ini sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh Mahmud bahwa:
Kini ada kecendrungan seni tradisional satu demi satu luruh mengundurkan diri dari panggung budaya. Berbagai usaha dilakukan untuk melestarikannya seperti pencatatan, penelitian, dan pemergelaranya kembali. Meskipun demikian masih ada jenis-jenis yang hilang yang kelihatanya tidak mungkin tertolong (Mahmud,1980: 18).
Bertolak dari pendapat K. Mahmud tersebut dalam konteks Kesenian Tanjidor, bahwa kepunahan sebuah kesenian lokal sebagai aset budaya daerah dapat
terjadi jika tidak ada rasa kepedulian serta keinginan melestarikannya, terutama dari generasi muda selaku generasi yang bertanggungjawab untuk meneruskan kelestarian seni tradisional. Tantangan yang dihadapi oleh Kesenian Tanjidor saat
ini adalah regenerasi. Minimnya minat generasi muda untuk belajar Tanjidor adalah salah satu penyebab kenapa kesenian ini diambang kepunahan. Bahkan anak-anak
Tanjidor, sudah merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Kesenian Tanjidor mengalami kesulitan untuk berkembang di tangan masyarakat sebagai pemiliknya.
Berbagai permasalahan dihadapi oleh seni budaya tradisional tersebut, selain dihadapkan pada perubahan masyarakat serta perubahan kondisi lingkungan sosial
sebagai dampak dari munculnya berbagai kesenian modern yang mulai menggeser posisi kesenian tradisional menjadi hiburan yang tersisihkan. Prospek Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi agaknya mengalami masa yang agak sulit apalagi
setelah munculnya hiburan-hiburan modern yang menyebabkan kelompok Kesenian Tanjidor hampir habis. Kemudian permasalahan lainnya adalah peralatan musik
yang digunakan juga rata-rata sudah tua dan banyak yang sudah rusak. Kalaupun ingin beli yang baru tergolong sangat mahal, sehingga hal itu juga yang menjadi salah satu penyebab vakumnya kelompok Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi
(Miranti, 2003: 38).
Selain itu, perhatian dari instansi terkait pun dirasakan sangat kurang
terhadap keberadaan dan perkembangan Kesenian Tanjidor. Setelah semakin berkembangnya kesenian modern, maka Kesenian Tanjidor semakin jarang digelar. Seni budaya tradisional yang harus dijaga, bukan hal yang mustahil akan mengalami
kekosongan yang akan berujung kepada kepunahan di tempat seni budaya itu muncul dan berkembang. Padahal mengingat keberadaannya itu sebagai salah satu
seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah, karena hal ini, mengkhawatirkan akan memusnahkan aset budaya bangsa ini. Kekhawatiran ini pun
diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa sistem pewarisannya pun sangat lambat dan tersendat.
Ada beberapa alasan penting mengapa penulis tertarik untuk mengkaji Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi, diantaranya adalah :
1. Kesenian Tanjidor merupakan seni musik tradisional yang harus
dilestarikan. Pendukung kesenian daerah ini sebagian masih ada yang hidup dan berkembang, namun masih banyak pula yang dikhawatirkan akan hilang
dan punah. Melihat keadaan para pendukung Kesenian Tanjidor yang diambang kepunahan, penelitian ini diharapkan sebagai salah satu cara untuk tetap melestarikan kesenian tradisional.
2. Pada penelitian ini penulis fokuskan pada tahun 1970-1995. Setelah penulis mendapatkan data-data di lapangan, penulis mengambil tahun kajian
1970-1995 karena pada tahun 1970-an Kesenian Tanjidor mengalami masa kejayaan ditandai dengan banyaknya kelompok-kelompok Kesenian Tanjidor yang ada di Kabupaten Bekasi dan pada saat itu pementasan
Tanjidor sering ditampilkan, namun sebaliknya sekira tahun 1995 kesenian ini mulai terlihat gejala-gejala penurunan yang terlihat dengan banyaknya
persaingan arus globalisasi dan perubahan kondisi masyarakatnya, serta munculnya berbagai kesenian musik modern lainnya seperti dangdut dan
band pop.
3. Sebagai putra daerah Bekasi, penulis tertarik mengkaji sejarah lokal yang
terdapat di Kabupaten Bekasi. Hal ini bertujuan untuk memahami sejarah dan perkembangan Bekasi, sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa memberikan suatu pengetahuan yang baru tentang kehidupan di
masyarakat Kabupaten Bekasi, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi masyarakat Kabupaten Bekasi serta pengembangan budaya lokal Jawa
Barat.
4. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan suatu pengetahuan yang baru kepada generasi muda tentang adanya Kesenian
Tanjidor yang merupakan kesenian tradisional di Kabupaten Bekasi, apalagi Kesenian Tanjidor Bekasi berbeda dengan Tanjidor yang ada di daerah
lainnya.
Hal tersebut di atas menjadi ketertarikan bagi penulis sehingga dijadikanlah ide dasar dari judul skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mengkaji
1.2 Rumusan Masalah
Dari judul penelitian yang penulis ajukan, penulis membatasi kajiannya dalam satu rumusan masalah besar yaitu “Bagaimana Dinamika Kesenian Tanjidor
di Kabupaten Bekasi pada Kurun Waktu 1970-1995?”. untuk lebih memfokuskan kajian penelitian ini, maka penulis membatasinya dengan beberapa pertanyaan,
sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang lahirnya kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi?
2. Bagaimana bentuk pertunjukan kesenian Tanjidor?
3. Faktor-Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat perkembangan kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi?
4. Bagaimana upaya seniman dan pemerintah Kabupaten Bekasi dalam melestarikan Kesenian Tanjidor?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai pokok pemikiran di atas, terdapat tujuan yang hendak dicapai oleh penulis yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Secara umum penelitian
dilakukan guna memberikan khasanah penulisan karya ilmiah sejarah terutama mengenai sejarah lokal dan sejarah kebudayaan. Tujuan khusus merupakan jawaban
1. Menjelaskan sejarah lahirnya kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi.
2. Menjelaskan bentuk pertunjukan kesenian Tanjidor.
3. Memaparkan Faktor-Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat
perkembangan kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi.
4. Menjelaskan upaya seniman dan pemerintah Kabupaten Bekasi dalam
melestarikan kesenian Tanjidor.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian mengenai perkembangan Kesenian Tanjidor di
Kabupaten Bekasi ini, tentu penulis berharap ada manfaatnya. Adapun manfaat yang hendak dicapai yaitu:
1. Menambah wawasan penulis tentang keberadaan kesenian tradisional yang
perlu dilestarikan, khususnya Kesenian Tanjidor.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa jurusan
Pendidikan Sejarah tentang kesenian tradisional Tanjidor dan memberikan informasi bahwa betapa banyaknya kesenian-kesenian lokal yang kita punya tetapi tidak terekspos, khususnya kesenian Tanjidor yang berada di
Kabupaten Bekasi. Serta memberikan pengembangan studi sejarah lokal Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan masalah kebudayaan dan
3. Memberikan motivasi kepada para seniman, khususnya seniman Tanjidor. Agar mereka tetap berkreasi dan mengembangkan kualitasnya sehingga
mampu hadir sebagai sebuah kesenian yang tetap berkembang di tengah-tengah maraknya budaya Barat yang ada di masyarakat.
4. Memberikan motivasi kepada pemerintah daerah setempat khususnya, kepada pemerintah pusat pada umumnya, agar terus dilakukan upaya-upaya yang dapat membangkitkan kembali kesenian tradisional yang hampir punah
baik yang melalui regenerasi maupun melalui upaya-upaya yang lainnya. Apalagi mengingat kesenian Tanjidor merupakan salah satu aset kesenian
yang ada di daerah Kabupaten Bekasi, sebagai salah satu seni budaya yang sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat sehingga kesenian ini perlu diperhatikan eksistensinya dan kelestariannya.
5. Dalam bidang pendidikan bahwa hasil penelitian (skripsi) ini dapat dijadikan sebagai salah satu materi muatan lokal di sekolah-sekolah baik ditingkat SD,
SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan skrispsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I, berisi mengenai uraian secara rinci mengenai latar belakang penulisan yang menjadi alasan penulis sehingga tertarik untuk melakukan penelitian
diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian yang dilakukan, manfaat penelitian yang dilakukan, teknik dan metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II, penulis menjelaskan topik-topik permasalahan yang terdapat dalam penelitian dengan mengacu kepada suatu tinjauan pustaka. Dengan begitu penulis
mengharapkan tinjauan pustaka ini bisa menjadi acuan untuk membantu menerangkan temuan-temuan penelitian.
BAB III, mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh
peneliti adalah metode historis. Pada bab ini membahas mengenai langkah-langkah penelitian yang harus dilakukan peneliti untuk memperoleh sumber-sumber yang
relevan dengan kajian. Selain itu, peneliti juga melakukan teknik wawancara kepada beberapa narasumber untuk menunjang penelitian.
BAB IV, membahas tentang uraian yang berisi penjelasan-penjelasan
terhadap aspek-aspek yang ditanyakan dalam perumusan masalah sebagai bahan kajian. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini yaitu, gambaran umum
kehidupan masyarakat di Kabupaten Bekasi, seperti lokasi administratif, geografis, dan gambaran keadaan penduduk. Latar belakang lahirnya kesenian Tanjidor, bentuk pertunjukan kesenian Tanjidor, seni pertunjukan Tanjidor di Kabupaten
upaya seniman dan pemerintah Kabupaten Bekasi dalam melestarikan kesenian Tanjidor.
BAB V, Kesimpulan dan saran. Merupakan bab terakhir dari rangkaian penulisan skripsi yang berisi tentang kesimpulan maupun saran-saran yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab III penulis akan memaparkan tentang metodologi penelitian yang dilakukan dalam mengkaji berbagai permasalahan yang berkaitan dengan skripsi
yang berjudul Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995 (Kajian Historis Nilai-Nilai Budaya Lokal).
Penulis mencoba untuk memaparkan berbagai langkah yang digunakan dalam
mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, analisis, dan cara penelitiannya. Dalam melakukan analisis terhadap permasalahan yang menjadi kajian dalam
penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan konsep-konsep dari ilmu Seni, ilmu Sosiologi, dan ilmu Antropologi. Konsep-konsep tersebut terdiri dari konsep seni pertunjukan, seni tradisional, dan kebudayaan.
3.1 Metode dan Teknik Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian
Metode berarti suatu prosedur, cara, atau teknik untuk mencapai atau menggarap sesuatu secara efektif atau efisien. Metode merupakan salah satu ciri kerja ilmiah. Berbeda dengan metodologi yang lebih mengarah kepada kerangka
referensi, maka metode lebih bersifat praktis. Yaitu memberikan petunjuk mengenai cara, prosedur, dan teknik pelaksanaan secara sistematik. Metodologi yang
multidisipliner yang menggunakan bantuan ilmu sosial lainnya seperti disiplin ilmu sosiologi dan antropologi. Teknik penelitiannya yaitu menggunakan teknik
wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa
lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta yang telah diperoleh yang disebut historiografi (Gottschalk, 1985: 32). Sedangkan metode sejarah menurut Ismaun (2005: 35) adalah:
“Proses untuk mengkaji dan menguji kebenaran rekaman dan peninggalan-peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya”.
Dari beberapa definisi tersebut, metode sejarah digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa data-data yang digunakan berasal dari masa lampau, sehingga perlu dianalisis terhadap tingkat kebenarannya agar kondisi pada masa lampau dapat
digambarkan dengan baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian sejarah, metode historis merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengkaji suatu
peristiwa atau permasalahan pada masa lampau secara deskriptif dan analitis. Oleh karena itu, penulis menggunakan metode ini karena data dan fakta yang dibutuhkan sebagai sumber penelitian skripsi ini berasal dari masa lampau. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode historis sangat sesuai dengan data dan fakta yang diperlukan yang berasal dari masa lampau khususnya mengenai
Secara ringkas Wood Gray (Sjamsuddin, 2007: 89-90) mengemukakan ada enam langkah dalam metode historis sebagai berikut:
1. Memilih topik yang sesuai
Dalam penelitian ini, topik tentang Kesenian Tanjidor dipilih peneliti karena
peneliti tertarik untuk mengangkat kesenian lokal yang masih dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Bekasi.
2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.
Mencari dan mengumpulkan data-data yang terkait dengan kesenian Tanjidor atau teori-teori tentang kesenian Tanjidor. Mencari seniman yang
kompeten dengan masalah kesenian Tanjidor, adat istiadat masyarakat Betawi, dan proses-proses seniman dalam melestarikan Kesenian Tanjidor. Buku-buku tersebut penulis cari dibeberapa perpustakaan, diantaranya;
Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Perpustakaan Nasional Indonesia, Perpustakaan STSI, Perpustakaan Daerah Kabupaten Bekasi, dan
beberapa toko buku. Selanjutnya penulis mencari data-data mengenai kehidupan sosial masyarakat Kabupaten Bekasi untuk mendapatkan data-data yang mendukung terhadap penulisan skripsi ini.
Dalam langkah ini penulis membuat catatan-catatan penting terutama dari hasil wawancara peneliti dengan narasumber. Hasil wawancara dengan para
narasumber yang kompeten dan ahli mengenai kesenian Tanjidor, kemudian disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan penulis dalam proses
pengkajian penelitian mengenai Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan
(melakukan kritik sumber).
Kritik dilakukan terhadap semua sumber yang dihimpun peneliti tentang
kesenian Tanjidor untuk memperoleh data yang relevan. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta pengklasifikasian
terhadap sumber-sumber informasi, selain itu penulis pun membandingkan hasil dari wawancara terhadap narasumber yakni para seniman Tanjidor di
Kabupaten Bekasi dengan buku-buku yang berkaitan dengan kesenian Tanjidor. Dari perbandingan tersebut, bisa diperoleh sumber yang relevan dengan masalah penelitian mengenai Kesenian Tanjidor di Kabupaten
5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan
sebelumnya.
Catatan fakta-fakta hasil penelitian disusun dalam sebuah sitematika yang
baku, dilakukan oleh civitas mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dengan berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang penulis dapatkan. Selanjutnya, penulis akan mencoba menuangkannya
dalam skripsi yag berjudul Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995 (Kajian Historis
Nilai-Nilai Budaya Lokal).
6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti
sejelas mungkin.
Adapun beberapa tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005)
yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pengertian dari beberapa langkah kegitan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Heuristik, yaitu mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber
Kesenian Tanjidor Kabupaten Bekasi, masyarakat Kabupaten Bekasi dan Pemerintah setempat. Pada tahap ini pula akan dilakukanpencarian sumber
tertulis yaitu untuk memperoleh data yang dianggap relevan dengan pembahasan mengenai kesenian Tanjidor dan kebudayaan Betawi pada
umumnya.
2. Kritik Sumber, dilakukan terhadap sumber-sumber sejarah yang telah diperoleh dalam langkah pertama, baik kritik terhadap sumber-sumber
primer maupun sekunder. Dari sini diharapkan akan diperoleh fakta-fakta historis yang otentik. Ada dua macam kritik yang dilakukan pada tahap ini
yaitu kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal yaitu meneliti dari sumber yang diperoleh. Sedangkan kritik internal digunakan untuk mengetahui keaslian dari aspek materi.
3. Interpretasi yaitu proses penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah serta penyusunan yang menyangkut seleksi sejarah. Tahap ini diawali dengan
melakukan penafsiran terhadap fakta yang berasal dari sumber tertulis maupun lisan yang telah melaului fase kritik. Penulis menganalisis dan mengkaji fakta-fakta tersebut, kemudian diinterpretasikan oleh penulis.
4. Historiografi, merupakan tahapan terakhir dari metode ilmiah sejarah dalam penulisan skripsi. Dalam historiografi ini, fakta-fakta yang telah melalui
berbagai macam proses kemudian disusun menjadi satu kesatuan sejarah yang dituangkan dalam sebuah karya tulis.
Langkah-langkah penelitian yang diungkapkan oleh Ismaun (2005) dengan Sjamsuddin (2007) mempunyai persamaan. Penelitian mengenai dinamika kesenian Tanjidor ini mengacu pada tahapan penelitian yang diungkapkan oleh Sjamsuddin.
Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode historis dengan pendekatan multidisipliner yang menggunakan bantuan ilmu sosial lainnya
seperti disiplin ilmu sosiologi dan antropologi. Pada tahap pengusutan evidensi, penulis mengumpulkan data-data yang terkait dengan kesenian Tanjidor hal ini juga disebutkan oleh Ismaun dalam tahapan heuristik. Begitu juga dengan tahapan kritik
dan interpretasi, evaluasi semua evidensi dihimpun penulis untuk memperoleh data yang relevan.
3.1.2 Teknik Penelitian
Teknik penelitian dalam suatu penelitian penting untuk dilakukan, karena teknik penelitian merupakan upaya mengumpulkan data dan informasi yang harus
diperoleh dalam penulisan karya ilmiah. Dalam upaya mengumpulkan bahan untuk keperluan penelitian, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data.
dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan yakni wawancara, studi kepustakaan (literatur), dan studi dokumentasi yang akan dijelaskan pada uraian
berikut:
1. Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data yang digunakan untuk
mendapatkan informasi berkenaan dengan pendapat, aspirasi harapan, persepsi, keinginan dan lain-lain dari individu atau responden oleh peneliti. Pada tahapan ini penulis mewawancarai beberapa narasumber yang berkaitan dengan kesenian
Tanjidor. Wawancara atau interview dalam suatu penelitian bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat
serta pendirian-pendirian mereka, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi (Koentjaraningrat, 1997: 129).
Sebelum seorang peneliti memulai wawancara, ada beberapa masalah yang
harus dipecahkan oleh peneliti sebelum melakukan wawancara diantaranya, seleksi individu untuk diwawancara, pendekatan orang yang telah diseleksi
untuk diwawancara, dan pengembangan suasana lancar dalam wawancara serta usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang diwawancara.
2. Studi literatur, merupakan cara mempelajari sumber-sumber yang terkumpul dalam bentuk tulisan atau sumber tertulis lainnya yang berhubungan dan
yang telah ditemukan dianggap memadai untuk penulisan ini, maka akan lebih mempermudah dalam proses penulisannya. Studi literatur juga merupakan
teknik yang digunakan penulis dengan membaca berbagai sumber yang berhubungan, dengan mengkaji sumber seperti dari buku yang membantu
penulis dalam menentukan landasan teori dan keterangan tentang permasalahan yang akan dikaji. Khususnya studi literatur tentang sosial budaya dan pendidikan karena penelitian ini dikaji dari sudut pandang sosial budaya dan
pendidikan.
3. Studi dokumentasi, yaitu teknik penelitian dengan cara melakukan kajian
terhadap data informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan atau lain-lain. Studi dokumentasi ini mempunyai kelebihan, yaitu apabila terdapat kekeliruan, sumber datanya masih tetap dan belum berubah. Hal
tersebut menjadikan penulis lebih yakin dalam melakukan penelitian karena didukung dengan adanya bukti fisik dari studi dokumentasi tersebut.
3.2. Lokasi, Subjek dan Persiapan Penelitian
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang ditentukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian, diantaranya sebagai berikut:
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mengenai kesenian Tanjidor ini dilakukan di Desa
pusat dari adanya Kesenian Tanjidor yang berada di Kabupaten Bekasi. Desa Kertarahayu dan Segarajaya dipilih, menjadi lokasi penelitian utama, karena tempat
tersebut adalah tempat dimana grup Tanjidor Sinar Pusaka dan Pusaka Grup berada dan narasumber pangkal yang diwawancarai peneliti adalah pemimpin grup dari
kesenian Tanjidor tersebut. Jarak dari pusat Kabupaten Bekasi ke lokasi penelitian kurang lebih 35 km. Rute perjalanan menuju lokasi penelitian ditempuh sekitar 2 jam dengan menggunakan transportasi umum.
3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang menjadi sasaran penelitian atau
sumber yang dijadikan informasi yang dipilih secara selektif dan bertalian dengan permasalahan yang dikaji. Subjek yang akan dijadikan sumber dipilih langsung oleh penulis. Subjek penelitian ini dibagi atas tiga unsur, yaitu: Pertama, katagori
tokoh-tokoh atau pelaku utama dari kesenian Tanjidor. Kedua, masyarakat sebagai saksi sejarah terhadap eksistensi Kesenian Tanjidor. Ketiga, lembaga terkait seperti
Pemerintah Desa Kertarahayu, Kecamatan Setu dan Kabupaten Bekasi. 3.2.3 Persiapan Penelitian
Dalam proses persiapan penelitian, ada beberapa hal atau langkah yang
harus dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian lebih lanjut. Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain:
Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan penelitian yaitu menentukan tema. Tema yang dipilih yaitu sejarah lokal mengenai kehidupan sosial budaya dan
pendidikan masyarakat Kabupaten Bekasi yang masih mempertahankan kesenian Tanjidor. Sebelumnya, peneliti tertarik untuk menulis mengenai Pertamina yang ada
di Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi. Alasannya ketertarikannya karena masyarakat di sekitar perusahaan masih merasa belum diperhatikan oleh perusahaan tersebut dan banyak warga masyarakat yang mengeluh terhadap dampak dari
pencemaran limbah atau polusi yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Selain itu, jalan banyak yang rusak akibat sering dilalui truk-truk besar yang mengangkut
minyak mentah.
Setelah konsultasi dengan Bapak Drs. Ayi Budi Santosa M.Si. memberikan tanggapan bahwa skripsi-skripsi sebelumnya sudah banyak yang menulis mengenai
perusahaan minyak tersebut, karena perusahaan ini tersebar di seluruh daerah di Jawa Barat dan mempunyai permasalahan yang sama.
Pada tanggal 20 November 2011, peneliti mengunjungi Desa Kertarahayu Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi. Di tempat tersebut terdapat sebuah grup Kesenian Tanjidor. Penelitipun merasa tertarik untuk lebih mangkaji mengenai
kesenian tersebut yang merupakan warisan kebudayaan lokal. Setelah melalui tahap demi tahap, penulis memutuskan untuk mengajukan judul baru dan meminta
Pertimbangan Penulisan Skripsi). Bapak Ayi Budi Santosa memberikan respon yang baik, mengingat kesenian yang akan peneliti tulis belum pernah ditulis di
Jurusan Pendidikan Sejarah. Atas saran dan masukan tersebut peneliti memilih judul kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi dan masuk ke dalam tahapan penyusunan
rancangan penelitian.
3.2.3.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Pada tahap ini, penulis mulai melakukan pengumpulan berbagai data dan
fakta dari tema yang akan dikaji. Hal yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan data dan fakta tersebut dengan cara melakukan wawancara kepada pemimpin
Kesenian Tanjidor di Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi dan membaca sumber-sumber tertulis mengenai masalah yang akan dibahas. Setelah memperoleh data dan fakta yang sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji, rancangan penelitian ini
kemudian dijabarkan dalam bentuk proposal skripsi yang memuat judul penelitian, latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode, teknik penelitian, dan sistematika penelitian.
Proposal skripsi tersebut kemudian dipresentasikan dalam seminar proposal yang dilakukan pada tanggal 09 Desember 2011. Rancangan tersebut kemudian
disetujui setelah ada perbaikan-perbaikan dalam hal judul maupun isi dari proposal tersebut. Selanjutnya dikeluarkan surat keputusan TPPS jurusan Pendidikan Sejarah
yaitu kepada Bapak Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si dan pembimbing II yaitu kepada
Bapak Drs. Syarif Moeis.
3.2.3.3 Mengurus Perijinan Penelitian
Langkah awal perijinan penelitian yaitu menentukan instansi-instansi yang
memungkinkan data dan fakta yang terkait dengan masalah yang dikaji. Perijinan dilakukan untuk mempelancar proses penelitian dalam mencari sumber-sumber yang diperlukan. Adapun surat perjanjian tersebut diberikan kepada beberapa
instansi seperti kantor KESBANGPOLINMASDA Kabupaten Bekasi, kantor Kecamatan Setu dan Tarumajaya, Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi,
BPKS Kabupaten Bekasi, dan Pimpinan grup kesenian tradisional Tanjidor Sinar Pustaka dan Pusaka Grup.
3.2.3.4. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian
Sebelum melakukan kegiatan penelitian langsung ke lapangan, penulis mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam menyediakan perlengkapan
yang akan dibutuhkan dalam penelitian. Hal pertama yang dilakukan oleh penulis adalah membuat surat perijinan penelitian guna memperlancar penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, penulis juga mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan
dalam penelitian diantaranya sebagai berikut: 1. Jadwal kegiatan penelitian
3. Alat perekam dan kamera
4. Catatan lapangan
3.2.3.5 Proses Bimbingan
Proses bimbingan merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan penulis
selama penyusunan skripsi. Proses bimbingan ini dapat membantu penulis dalam menentukan langkah yang tepat dari setiap kegiatan penelitian yang dilakukan. Pada proses ini, penulis juga mendapat masukan dan arahan baik itu berupa komentar
atau perbaikan dari Pembimbing I dan Pembimbing II. Selama proses penyusunan skripsi penulis melakukan proses bimbingan dengan Pembimbing I dan
Pembimbing II sesuai dengan waktu dan teknik bimbingan yang telah disepakati bersama sehingga bimbingan dapat berjalan lancar dan diharapkan penyusunan skripsi dapat memberikan hasil sesuai ketentuan.
3. 3 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan utama dalam rangkaian
penelitian yang dilakukan. Langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
3. 3. 1 Heuristik
Langkah awal yang dilakukan oleh penulis pada tahap ini yaitu melakukan proses pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan dan berhubungan
maupun sumber benda (artefak). Heuristik merupakan sebuah kegiatan awal mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah atau
evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007: 86). Dalam proses pengumpulan sumber, penulis mencarinya dari berbagai sumber-sumber sejarah yang dapat dibagi atas tiga
golongan besar, yaitu sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber benda (artefak) agar mendapatkan informasi secara lengkap mengenai permasalahan yang dikaji, dengan tujuan untuk memudahkan analisis dalam penulisan ini (Gottschalk, 1985: 35-36).
Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini.
3. 3. 1. 1 Pengumpulan Sumber Tertulis
Pada tahap ini peneliti mencoba mencari sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, skripsi dan dokumen-dokumen relevan yang sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini:
1. UPT Perpustakaan UPI
Data yang didapatkan yaitu buku-buku umum yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti dalam mengerjakan skripsi. Terutama yang berkaitan dengan ruang lingkup seni. Pencarian sumber tertulis di Perpustakaan UPI dilakukan secara rutin. Peneliti menemukan beberapa buku yang
berkaitan dengan kebudayaan, sistem sosial, perubahan sosial dan budaya. Buku-buku tersebut antara lain adalah Mosaik Budaya karya dari Kusman K. Mahmud,
Budaya dan Masyarakat. Kemudian buku yang membahas tentang kesenian tradisional dan seni pertunjukan antara lain buku karya R.M Soedarsono yang
berjudul Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi dan O.A Yoeti yang berjudul Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah.
2. Perpustakaan STSI Bandung
Data yang didapatkan dari Perpustakaan STSI yaitu berupa buku-buku umum yang sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan skripsi ini. Pencarian
sumber tertulis di perpustakaan tersebut dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan. Peneliti menemukan beberapa buku mengenai kebudayaan. Buku-buku
tersebut di antaranya adalah Jangan Tangisi Tradisi karya Johanes Mardimin, buku tersebut menjelaskan mengenai kondisi kesenian tradisional Indonesia yang pada saat ini sudah sangat memprihatinkan karena sudah mulai jarang ditampilkan. Di
dalam buku tersebut juga dijelaskan mengenai upaya melestarikan kesenian tradisional. Selanjutnya penulis memperoleh buku Seni Tradisi Masyarakat karya
Umar Kayam dan Pertumbuhan Seni Pertunjukan karya Edi Sedyawati. Buku-buku tersebut membantu penulis dalam menganalisa beberapa seni budaya yang bersifat tradisional yang terdapat dalam masyarakat.
3. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Data yang didapatkan dari Perpustakaan Nasional yaitu berupa buku-buku
sumber tertulis di perpustakaan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali dalam sebulan. Peneliti mendapatkan beberapa buku yang berkaitan dengan sejarah
Kesenian Tanjidor yaitu buku karya Fabricius yang berjudul Mayor Jantje: Cerita Tuan Tanah Batavia Abad ke-19, karya Paramita R. Abdurrahchman yang berjudul
Keroncong Moresko, Tanjidor dan Ondel-ondel, Sebuah Dongengan Sejarah, buku karya Yulianti Parani yang berjudul Sebuah Laporan Pengamatan Lapangan Kesenian Tanjidor di Daerah Jakarta dan Sekitarnya Mei-Oktober 1979.
Buku-buku tersebut membantu penulis dalam menganalisa kesenian Tanjidor di Kabupaten bekasi.
4. BPKS Kabupaten Bekasi
Sumber tertulis yang diperoleh dari BPKS Kabupaten Bekasi yaitu data-data mengenai kondisi fisik Kabupaten Bekasi meliputi kuantitas jumlah penduduk, mata
pencaharian dan data-data lainnya yang mendukung peneliti selama melakukan penelitian ini. Pencarian informasi di BPKS tersebut dilakukan pada tanggal 23
April 2012.
5. Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi
Sumber yang diperoleh dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi
berupa data-data mengenai persebaran grup-grup Tanjidor yang ada di Kabupaten Bekasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tambahan informasi agar dapat
3. 3. 1. 2 Pengumpulan Sumber Lisan
Sumber lisan kaitannya dengan heuristik yaitu sumber memiliki kemampuan
menyikapi peristiwa masa lalu, fungsinya sebagai sumber tentu menjadikan sumber lisan sangat memberikan kontribusi yang luas dalam mencari data dan fakta yang
diperlukan. Dalam menggali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu mengajukan banyak pertanyaan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi.
Sumber lisan diperoleh penulis dari kegiatan wawancara, dalam penelitian ini narasumber dikatagorikan menjadi dua, yaitu pelaku dan saksi. Sebutan bagi
pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian yang menjadi bahan kajian seperti para pelaksana Kesenian Tanjidor dan budayawan yang bisa disebutkan sebagai pelaku sejarah yang mengikuti jalannya Kesenian
Tanjidor dari waktu ke waktu. Saksi sejarah adalah mereka yang melihat dan mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, dalam hal ini adalah masyarakat
sebagai saksi serta instansi pemerintah sebagai lembaga terkait. Hal lain yang harus menjadi perhatian bahwa narasumber yang bisa diwawancarai adalah mereka yang dengan nyata dapat memberikan kesaksian peristiwa yang terjadi dengan melihat
dan mengalami pada waktu yang bersangkutan.
Teknik wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi
2003: 23). Kedudukan sejarah lisan semakin menjadi penting, untuk mengetahui keberadaan dan dinamika kesenian Tanjidor. Melalui wawancara, sumber-sumber
lisan dapat diungkapkan dari para pelaku-pelaku sejarah. Bahkan peristiwa-peristiwa sejarah yang belum jelas persoalannya. Menurut Koentjaraningrat, teknik
wawancara dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Wawancara terstruktur atau berencana yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diselidiki atau diwawancara, diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan urutan yang seragam.
2. Wawancara tidak terstruktur atau tidak terencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipenuhi peneliti (Koentjaraningrat, 1997: 138-139).
Dalam melakukan wawancara di lapangan, penulis menggunakan kedua teknik wawancara tersebut. Hal ini digunakan agar informasi yang penulis dapatkan bisa lebih lengkap dan mudah diolah. Selain itu, dengan penggabungan dua teknik
wawancara tersebut, penulis menjadi tidak kaku dalam bertanya dan narasumber menjadi lebih bebas dalam mengungkapkan berbagai informasi yang
disampaikannya.
Sebelum wawancara dilakukan, disiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Daftar pertanyaan tersebut dijabarkan secara garis besar, pada pelaksananya,
pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan, sehingga pembicaraan berjalan sesuai dengan pokok permasalahannya. Apabila informasi yang diberikan oleh narasumber
dalam kerangka pertanyaan besar. Pertanyaan-pertanyaan diberikan dengan tujuan untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa sehingga
informasi menjadi lebih lengkap, teknik wawancara ini berkaitan dengan penggunaan sejarah lisan, seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo bahwa:
Sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal, sejarah lisan tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali permasalahan sejarah bahkan jaman modern ini yang tidak tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan membuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individu dan yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolongan... selain sebagai metode, sejarah lisan juga dipergunakan sebagai sumber sejarah (Kuntowijoyo, 2003: 26-28).
Dalam pemilihan narasumber, penulis melakukan pemilihan narasumber yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Narasumber yang diwawancarai adalah mereka yang mengetahui keadaan pada saat itu dan terlibat langsung maupun tidak langsung dengan peristiwa sejarah yang
terjadi, mereka berasal dari berbagai kalangan, baik seniman Tanjidor, pengamat dan pemerhati seni di Kabupaten Bekasi, masyarakat umum dan pemerintah setempat. Adapun narasumber yang pertama kali penulis wawancara adalah Bapak
Ir. Iswandi Ichsan (40 tahun), seorang pengusaha yang juga sebagai tokoh budayawan di Kabupaten Bekasi tepatnya sebagai Ketua DKB (Dewan Kebudayaan
Narasumber selanjutnya yang penulis wawancara adalah ibu Tety Jumati (35 tahun), pegawai fungsional di Dinas Kebudayaan yang membawahi bidang
kesenian, sebagai perwakilan dari instansi pemerintah setempat. Alasan penulis melakukan wawancara terhadap Ibu Tety adalah sebagai perwakilan dari instansi
atau pemerintah setempat tempat Kesenian Tanjidor tumbuh dan berkembang. Setelah melakukan wawancara dengan narasumber Dinas Kebudayaan, kemudian penulis mendapatkan informasi tentang siapa saja yang selanjutnya harus penulis
wawancarai guna mengetahui perkembangan Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan informasi dari pihak Dinas Kebudayaan kemudian penulis melakukan wawancara dengan pihak seniman Tanjidor yaitu Bapak Enjin (75 tahun), meliputi bagaimana latar belakang munculnya Kesenian Tanjidor di
Kabupaten Bekasi terutama di Kampung Cisaat Desa Kertarahayu Kecamatan Setu, alat-alat musik apa saja yang digunakan dalam pertunjukan, prestasi apa saja yang
pernah diraih, upaya yang dilakukan untuk mempertahankan Kesenian Tanjidor dari arus globalisasi selama pimpinannya sebagai pemimpin dari Kesenian Tanjidor ini. Wawancara dengan beliau dilakukan 2 kali, yaitu setelah waktu Dzuhur, dari Bapak
Wawancara yang lain dengan seniman Kesenian Tanjidor yaitu dilakukan dengan Bapak Bekong (81 tahun), beliau adalah pelaku Kesenian Tanjidor. Alasan
penulis memilih beliau sebagai narasumber selain karena pelaku Tanjidor, beliau juga merupakan pemain Tanjidor Kombinasi yaitu Kesenian Tanjidor yang sudah
dimodifikasi dengan alat musik gesek sebagai tambahan yaitu berupa biola dan rebab yang disebut Tanji Godot. Hal ini yang membedakan kelompok Tanjidor tersebut dengan yang lainnya. Wawancara dilakukan di rumah kediamannya setelah
Ashar, pertanyaan yang diajukan penulis seputar kondisi Kesenian Tanjidor sebelum tahun kajian dan bagaimana bentuk pertunjukannya, pertanyaan yang sama
juga diajukan dengan Bapak Enjin yaitu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan Kesenian Tanjidor dari tantangan jaman yang semakin terbuka dengan seni-seni pertunjukan modern.
Narasumber yang penulis wawancara selanjutnya adalah dari kalangan masyarakat yang berperan sebagai penikmat Kesenian Tanjidor yaitu bapak
Samsudin (38 tahun), Bapak H. Karnata (48 tahun), dan Ibu Selvia Erviliani (31 tahun). Sebagai perwakilan dari generasi muda yang tidak begitu mengetahui perkembangan Kesenian Tanjidor penulis mewawancarai Firda Anissa (16 tahun),
pendapat dari dua generasi tersebut terkait dengan perkembangan Kesenian Tanjidor.
Hasil wawancara dengan para narasumber tersebut kemudian disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan
dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta mengklasifikasikan terhadap sumber-sumber informasi, sehingga benar-benar
dapat diperoleh sumber relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.
3. 3. 1. 3. Pengumpulan Sumber Benda (artefak)
Sumber Benda kaitannya dengan heuristik yaitu benda yang memiliki kemampuan menyikapi peristiwa masa lalu. Contoh-contoh sumber benda adalah; candi, patung, potret, film dan lukisan. Sumber benda yang diperoleh penulis
didapatkan dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi berupa foto-foto dan video rekaman Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi. Selain itu juga sumber
benda lainnya adalah alat-alat musik Tanjidor yang rata-rata sudah berumur sangat tua yaitu sekitar 60 tahun. Penulis melihatnya langsung di rumah salah satu pimpinan Kesenian Tanjidor di Setu Kabupaten Bekasi. Sehingga dari benda-benda
tersebut penulis bisa mengetahui informasi lebih mengenai Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi.
Langkah kedua setelah melakukan Heuristik dalam penelitian, penulis tidak lantas menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber
yang sudah dikumpulkan. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyaringan secara kritis terhadap sumber yang diperoleh, terutama terhadap sumber-sumber
primer, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah-langkah inilah yang disebut sebagai kritik sumber, baik terhadap bahan materi sumber maupun terhadap isi sumber. Dalam tahap ini data-data yang telah dibuat berupa hasil tertulis maupun
sumber lisan, disaring dan dipilih untuk dinilai dan diselidiki kesesuain sumber, keterkaitan dan keobjektifannya.
Kritik sumber dapat dilakukan terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan. Informasi berupa data atau fakta dari sumber tertulis disesuaikan dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk sumber lisan kritik dilakukan dengan
memperhatikan beberapa hal seperti faktor usia, prilaku dalam arti apakah narasumber mengatakan yang sebenarnya. Kemudian penulis mengadakan kaji
banding terhadap data lisan dari beberapa narasumber. Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal.
3.3.2.1. Kritik Eksternal
Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 134).
Kritik eksternal bertujuan untuk menguji otentitas (keaslian) suatu sumber,
agar diperoleh sumber yang benar-benar asli dan bukan tiruan. Sumber yang asli biasanya waktu dan tempatnya diketahui, erat hubungannya dengan historiografi,
otentitas suatu sumber mengacu kepada masalah sumber primer dan sumber sekunder. Maka konsep otentitas (keaslian) memiliki tingkatan tertentu, dan terdapat tiga kemungkinan otentitas (keaslian) suatu sumber, yaitu sepenuhnya asli,
sebagian asli, dan tidak asli. Dalam hubungan ini, dapat diinterpretasikan bahwa sumber primer adalah sumber yang sepenuhnya asli, sedangkan sumber sekunder
memiliki derajat keaslian tertentu. Sumber kritik eksternal harus menerangkan fakta dan kesaksian bahwa:
1. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu
authenticity atau otentisitas.
setiap individu, malah ada yang ditambah ceritanya atau dikurangi, tergantung pada sejauh mana narasumber mengingat peristiwa sejarah
yang sedang dikaji.
Menurut Sjamsuddin (2007: 135) kritik eksternal melakukan verifikasi atau
pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Selain itu dijelaskan juga bahwa sebelum sumber-sumber dapat digunakan dengan aman, setidaknya ada lima pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:
a. Siapa yang mengatakan itu?
b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?
c. Apa sebenarnya yang dimaksud orang itu melalui kesaksiannya tersebut?
d. Apakah yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang kompeten; apakah ia mengetahui fakta itu?
e. Apakah orang tersebut memberikan informasi dengan sebenarnya?
Jadi pada dasarnya kritik eksternal merupakan upaya untuk menguji
otentitas dan integritas sumber sejarah.
Penulis melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis, penulis
memperhatikan aspek akademis dari penulis buku yaitu dengan melihat latar belakang penulis buku tersebut untuk melihat keontentitasanya, memperhatikan
Berdasarkan kriteria tersebut, penulis menentukan apakah sumber-sumber tertulis yang diperoleh itu layak atau tidak untuk digunakan sebagai bahan referensi dan
acuan dalam penulisan skripsi.
Buku-buku yang menjadi sumber tertulis sebagian besar ditulis dari tahun
1990 sampai 2000-an, sehingga tampilan bukunya masih baik dan mudah dibaca. Adapun buku yang didapatkan penulis sebelum tahun 1990-an yaitu buku karya Paramita R. Abdurrahchman yang berjudul Keroncong Moresko, Tanjidor dan
Ondel-ondel, Sebuah Dongengan Sejarah tahun 1977 salah satu buku utama yang dijadikan bahan referensi oleh penulis ini dinilai cukup berkompeten hal ini dilihat
dari riwayat hidup penulis yang secara langsung pernah berkecimpung di dunia kesenian dan sejarah, buku karya Paramita R. Abdurrahchman ini diterbitkan oleh Budaya Jaya. Paramita R. Abdurrahchman tidak diragukan lagi kredibilitasnya
sebagai sejarawan. Namun satu kelemahan dari buku itu adalah ejaan yang digunakan adalah ejaan yang lama. sehingga penulis agak kesulitan dalam
memahaminya selain itu, sistematika dan editornya dinilai masih kurang baik karena penulis banyak menemukan kata-kata yang kurang tepat dalam penulisannya akibatnya menyulitkan penulis dalam memaknai isi bukunya.
Penulis pun melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan yang dilakukan penulis dengan cara mengidentifikasi narasumber. Kritik eksternal
kedudukan, kondisi fisik dan perilaku, pekerjaan, pendidikan, agama, dan keberadaanya pada kurun waktu 1970-1995. Narasumber yang penulis kunjungi
rata-rata memiliki usia yang tidak terlalu muda namun juga tidak terlalu tua, sehingga daya ingatnya masih cukup baik. Contohnya Bapak Bekong dan Bapak
Enjin dari kalangan seniman Tanjidor sebagai narasumber utama yang diwawancarai walaupun secara umur mereka sudah tua akan tetapi ingatan mereka masih baik dan secara jasmani mereka juga masih terlihat sehat. Dari kedua
narasumber tersebut penulis mendapatkan beberapa informasi yang penting mengenai perkembangan Tanjidor.
3. 3. 2. 2. Kritik Internal
Kritik internal dilakukan untuk menguji kredibilitas dan reabilitas sumber-sumber sejarah. Penulis melakukan kritik internal dengan cara mengkomparasikan
dan melakukan cross check di antara sumber yang diperoleh. Kritik internal bertujuan untuk mengetahui kelayakan sumber yang telah diperoleh peneliti dari
hasil wawancara dengan narasumber sebagai sumber sejarah yang berhubungan dengan peristiwa yang sedang diteliti.
Kritik internal menekankan kegiatannya dengan melakukan pengujian
terhadap aspek-aspek dalam dari setiap sumber. Kritik internal dilakukan untuk mengetahui isi sumber sejarah tersebut atau tingkat kredibilitas isi informasi dari
dilakukan dengan membandingkan antara sumber-sumber yang telah terkumpul dan menentukan sumber relevan dan akurat dengan permasalahan yang dikaji. Setelah
penulis melakukan kaji banding, pendapat narasumber yang satu dan lainnya kemudian membandingkan pendapat narasumber dengan sumber tertulis atau
dengan menggunakan pendekatan triangulasi. Kaji banding ini bertujuan untuk memperoleh kebenaran fakta-fakta yang didapat dari sumber tertulis maupun sumber lisan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Kritik internal untuk sumber lisan penulis melakukan kaji banding terhadap hasil wawancara narasumber yang satu dengan yang lainnya karena tidak semua
orang memiliki pandangan yang sama terhadap suatu permasalahan. Contohnya hasil wawancara antara bapak Enjin dengan Bapak Bekong yang merupakan seniman yang menjaga dan melestarikan Kesenian Tanjidor, penulis melakukan kaji
banding antara narasumber yang satu dengan yang lainnya kemudian membandingkan pendapat narasumber dengan sumber tertulis apakah terdapat
perbedaan-perbedaan dari jawaban yang dikemukakan oleh narasumber. Jika kebanyakan isinya seragam, dengan demikian penulis menyimpulkan apa yang dikatakan narasumber adalah benar. Hal ini untuk mencari kecocokan diantara
narasumber dan untuk meminimalisir subjektifitas narasumber tersebut. Namun pada wawancara berikutnya penulis juga melakukan kaji banding antara narasumber
antara Ibu Tety Jumiati dari instansi pemerintah dan Bapak Iswandi Ichsan budayawan Bekasi dari pihak DKB (Dewan Kesenian Bekasi).
Penulis menanyakan beberapa pertanyaan yang sama namun jawabanya berbeda yaitu pertama, mengenai ada berapa grup Kesenian Tanjidor yang ada di
Kabupaten Bekasi. Ibu Tety menjawabnya bahwa di Kabupaten Bekasi terdapat 10 grup Kesenian Tanjidor yang masih ada, sedangkan dari pihak DKB yang di wakili oleh Bapak Iswandi Ichsan mengatakan hanya ada 5 grup Tanjidor yang masih ada.
Kedua, mengenai upaya pemerintah terhadap pelestarian Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi. Ibu Tety menjawabnya bahwa pemerintah sudah melakukan
berbagai usaha untuk melestarikan Kesenian Tanjidor salah satunya dengan selalu mempromosikan kesenian Tanjidor dikalangan remaja agar dikenal, sedangkan menurut Bapak Iswandi mengatakan bahwa perhatian pemerintah sangatlah kurang
hal ini bisa dilihat dengan banyaknya grup Kesenian Tanjidor yang gulung tikar dan kurang dikenalnya kesenian Tanjidor pada masyarakat Kabupaten Bekasi.
Setelah penulis melakukan kaji banding terhadap hasil wawancara narasumber antara Ibu Tety dan Bapak Iswandi maka penulis menyimpulkan bahwa tidak semua orang memiliki pandangan yang sama terhadap suatu permasalahan.
Oleh karena itu, untuk membuktikan kebenarannya maka penulis mencoba mencari faktanya di lapangan yaitu; Pertama, penulis mencari grup Tanjidor yang masih ada
Tanjidor yang masih ada. Kedua, penulis menanyakan langsung ke seniman Tanjidor mengenai upaya pemerintah terhadap kesenian Tanjidor dan para seniman
tersebut menjawab bahwa perhatian pemerintah daerah terhadap Kesenian Tanjidor dirasa masih kurang. Maka setelah penulis melakukan kaji banding, antara pendapat
narasumber yang satu dan lainnya, akhirnya penulis bisa menyimpulkan jawaban dan memperoleh kebenaran fakta-fakta yang didapat dari sumber lisan yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
3. 3. 3. Penafsiran Sumber (Interpretasi)
Pada tahap ini penulis melakukan penafsiran terhadap fakta-fakta yang
diperoleh baik dari sumber tulisan maupun sumber lisan. Fakta-fakta tersebut kemudian dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga setiap fakta tidak berdiri sendiri dan menjadi rangkaian peristiwa yang saling berhubungan. Penelitian
dalam tahap ini berusaha memilih dan menafsirkan setiap fakta yang dianggap sesuai dengan bahasan dalam penelitian, setiap fakta-fakta yang diperoleh penulis
dari sumber primer yang diwawancarai dibandingkan dan dihubungkan dengan fakta lain yang diperoleh baik dari sumber tulisan maupun sumber lisan. Hal ini dilakukan untuk mangantisipasi sebagian data yang diperoleh tidak mengalami
penyimpangan. Setelah fakta-fakta tersebut dapat diterima dan dihubungkan dengan fakta lainnya maka rangkaian fakta tersebut diharapkan dapat menjadi sebuah
masyarakat Kabupaten Bekasi yang masih melestarikan Kesenian Tanjidor tahun 1970-1995.
Mengkaji permasalahan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan interdisipliner, yaitu pendekatan dalam penelitian sejarah yang menggunakan
bantuan disiplin ilmu lain (ilmu sosial) dalam mempertajam analisa kajian. Selain menggunakan ilmu sejarah untuk mengkaji permasalahan yang terjadi di masa lampau, penulis juga menggunakan konsep-konsep sosiologi dan antropologi.
Konsep-konsep yang dipinjam dari sosiologi seperti peranan sosial, perubahan sosial serta yang lainnya. Secara metodologis pendekatan Sosiologi dalam kajian
sejarah, seperti yang dikemukakan oleh Weber (Abdurrahman, 2007: 23) adalah sebagai berikut:
Secara metodologis, penggunaan sosiologi dalam kajian sejarah itu adalah bertujuan memahami arti subjektif dari kelakuan sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Dari sini tampaklah bahwa fungsionalisasi sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah pada pencarian arti yang dituju oleh tindakan individual berkenaan dengan peristiwa-peristiwa kolektif sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing sejarawan dalam menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau faktor-faktor dari suatu peristiwa.
Penelitian pergerakan sejarah atas bantuan sosiologi biasanya dapat pula membantu mengungkapkan proses-proses sosial yang erat hubungannya dengan
upaya pemahaman kausalitas antara pergerakan sosial dan perubahan sosial. Pendekatan sosiologi dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengkaji mengenai