• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KESENIAN GENJRING BUROK DI KABUPATEN CIREBON: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1971-2002.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN KESENIAN GENJRING BUROK DI KABUPATEN CIREBON: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1971-2002."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

No Daftar FPIPS: 1557/UN.40.2.3/PL/2013

PERKEMBANGAN KESENIAN GENJRING BUROK

DI KABUPATEN CIREBON:

Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1971-2002

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Disusun oleh

Neneng Yessi Murniasari

(0601609)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Perkembangan Kesenian Genjring Burok

di Kabupaten Cirebon:

Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1971-2002

Oleh

Neneng Yessi Murniasari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Neneng Yessi Murniasari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERKEMBANGAN KESENIAN GENJRING BUROK DI KABUPATEN CIREBON: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1971-2002. Penelitian ini bertolak dari kekhawatiran penulis terhadap kesenian Genjring Burok yang hampir punah, untuk itu diperlukan upaya untuk mempertahankan seni tradisi tersebut agar tetap bertahan di tengah-tengah seni modern yang berkembang dalam masyarakat. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini mengenai keberadaan kesenian tradisional Genjring Burok di Kabupaten Cirebon mulai dari latar belakang lahirnya kesenian Genjring Burok, perkembangannya, tanggapan masyarakat terhadap Kesenian Genjring Burok, serta upaya seniman dan pemerintah Kabupaten Cirebon dalam melestarikan Kesenian Genjring Burok. Kajian ini lebih difokuskan pada tahun 1971-2002 karena pada periode tersebut terjadi dinamika dalam perkembangan kesenian Genjring Burok.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penulis juga menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu dengan dibantu oleh ilmu Sosiologi dan Antropologi dalam mengkaji permasalahan yang diteliti. Selain itu, penulis sangat tergantung pada penggunaan sejarah lisan (oral history) melalui teknik wawancara. Hal ini dilakukan karena terbatasnya sumber tertulis dalam mengkaji perkembangan kesenian Genjring Burok yang ada di Kabupaten Cirebon.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon merupakan kesenian tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Latar belakang lahirnya kesenian ini belum diketahui secara pasti. Kesenian Genjring Burok dalam perkembangannya mengalami pergeseran fungsi, pementasan Kesenian Genjring Burok yang dulu digunakan sebagai cara untuk menyebarkan agama Islam kini hanya bersifat hiburan yang dalam hal ini erat kaitannya dengan nilai ekonomis. Dalam perkembangannya Kesenian Genjring Burok mengalami kemunduran, hal tersebut tidak terlepas dari perubahan zaman. Sebagian masyarakat seleranya mulai beralih pada seni modern. Tanggapan masayarakat terhadap kesenian ini cukup positif dan masih memperhatikan keberadaan kesenian ini sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Kabupaten Cirebon.

(5)

ABSTRACT

This thesis is titled THE ART IN THE DISTRICT CIREBON Genjring Burok: An Overview of Social Culture Year 1971-2002.This study departed from the concerns of the arts writer Genjring Burok endangered, it is necessary to attempt to preserve the traditional arts in order to survive in the midst of modern art that developed in the community. The problems discussed in this thesis about the existence of traditional arts in Cirebon regency Genjring Burok backgrounds ranging from the birth of the art Genjring Burok, development, public response to Genjring Burok Arts, as well as artists and government efforts to preserve the Cirebon Arts Genjring Burok.This study focused on the years 1971-2002 due to the dynamics of the period in the development of arts Genjring Burok.

In the preparation of this paper, the author uses descriptive qualitative method. The author also uses an interdisciplinary approach to the science that is assisted by the Sociology and Anthropology in reviewing the problems studied. In addition, the author is highly dependent on the use of oral history (oral history) through interview techniques.This is done because of the limited written sources in studying the development of the arts Genjring Burok in the district of Cirebon.

The results showed that Genjring Art Burok in Cirebon is a traditional art which is passed on from generation to generation. Background of this art is not certain.Art in its development Genjring Burok shift function, staging Arts Genjring Burok that was used as a way to spread the religion of Islam is now only entertainment in this case is closely related to economic value.Art in its development Genjring Burok setback, it is not independent of the changing times.Most public taste began to shift in modern art.Society's response to art is quite positive and still pay attention to the existence of this art as part of community life Cirebon.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR……….. ii

UCAPAN TERIMA KASIH……… iii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL….……….. vii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2. Rumusan Masalah …………...………... 7

1.3. Tujuan Penelitian ……….... 8

1.4. Manfaat Penelitian ……….. 8

1.5. Struktur Organisasi skripsi ………. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 11

2.1. Tinjauan Tentang Seni ... 11

2.2. Seni Tradisional dan Seni Pertunjukan ……….. 14

2.3. Teori-teori Yang Relevan ………. 21

2.4. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ……….…...…... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………... 32

3.1. Metode dan Teknik Penelitian ...…………... 32

3.1.1. Metode Penelitian ... 32

3.1.2. Teknik Penelitian ... 34

3.2. Persiapan Penelitian……….……… 43

3.2.1. Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian……….…… 43

3.2.2. Penyusunan Rancangan Penelitian……….……. 43

3.2.3. Mengurus Perizinan……….……… 44

3.2.4. Proses Bimbingan……… 45

BAB IV HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …... 46

4.1. Gambaran Umum Daerah Kabupaten Cirebon……….. 46

(7)

4.1.2. Penduduk dan Mata Pencaharian………... 52

4.1.3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2002……….………... 53

4.2. Hasil-hasil Penelitian dan Pembahasan ………... 58

4.2.1. Latar Belakang Lahirnya Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon ……… 58

4.2.2. Perkembangan Kesenian Genjring Burok di Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2002………... 63

a. Bentuk Pertunjukan……….. 68

b. Jalannya Pertunjukan……… 75

4.2.3. Tanggapan masyarakat Kabupaten Cirebon terhadap Kesenian Genjring Burok………... 84

4.2.4. Upaya Seniman dan Pemerintah Kabupaten Cirebon Dalam Melestarikan Kesenian Genjring Burok………. 89

a. Seniman……….. 89

b. Pemerintah……….. 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..……….. 93

5.1. Kesimpulan ………. 93

5.2. Saran ………... 95

DAFTAR PUSTAKA………... 96

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dan diperoleh melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2002:182). Kebudayaan itu sendiri memiliki tujuh unsur yang bersifat universal, karena hampir di setiap daerah di dunia ini terdapat unsur-unsur tersebut. Tujuh unsur itu adalah sistem kepercayaan, sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem kekerabatan sosial, sistem mata pencaharian, dan kesenian.

Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal yang terdapat pada setiap kelompok masyarakat di dunia. Koentjaraningrat (1998: 19) mengatakan bahwa pada umumnya bagi orang Indonesia yang berbahasa Indonesia,

kebudayaan adalah “kesenian”, yang bila dirumuskan, bunyinya sebagai berikut:

“ Kebudayaan (dalam arti kesenian) adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis, dan indah, sehingga ia dapat dinikmati dengan pancainderanya (penglihat, penghirup, pengecap, perasa, dan pendengar).”

Berdasarkan penglihatan manusia, kesenian dapat dibagi menjadi: seni rupa, seni patung, seni tari, seni drama. Dalam seni drama sebenarnya pendengaran juga turut berperan karena di dalamnya diolah pula berbagai efek suara dan musik untuk menghidupkan suasana. Berdasarkan indera pendengaran, maka kesenian dibagi ke dalam seni musik (tradisional), dan seni kesusasteraan (pembacaan prosa dan puisi).

Di dalam buku Pertumbuhan seni Pertunjukan oleh Edi Sedyawati (1981:52) diungkapkan bahwa:

(9)

temurun mempunyai perilaku dan wewenang yang amat besar untuk

menentukan rebah dan bangkitnya suatu kesenian.”

Dengan demikian, seni merupakan ekspresi roh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan, ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hambanya. Karya seni merupakan manifestasi sang seniman dalam mewujudkan imajinasinya. Begitu pula dengan kesenian daerah yang merupakan kesenian milik suatu masyarakat daerah tertentu yang memiliki keanekaragaman bentuk dan pesona esentik sebagai ciri dari masyarakat pendukungnya. Kesenian ini menjadi penting bahkan bermuatan positif karena posisi kesenian daerah dalam hal ini merupakan kesenian tradisional yang merupakan kunci bagi terbentuknya kesenian nasional.

Provinsi Jawa Barat merupakan propinsi yang dikenal kaya akan ragam kesenian tradisional. Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat pendukungnya. Hal ini terjadi karena kesenian itu lahir, tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat penyangganya. Demikian pula dengan perkembangannya yang mendapat pengaruh dari lingkungan.

(10)

genjringan adalah rebana kecil yang dilengkapi kepingan logam bundar pada bingkainnya. Sedangkan burok adalah visualisasi bentuk seekor kuda yang bersayap dan berkepala wanita yang berparas cantik, badannya berkaki empat dan berkepala manusia.

Istilah burok oleh masyarakat Cirebon disebut juga badawangan atau bebegig. Dahulunya kesenian ini merupakan kesenian yang menjunjung tinggi

nilai-nilai Islam, kesenian ini sering dipertunjukkan pada upacara khataman di sekolah-sekolah madrasah. Dengan cara arak-arakan atau helaran, berkeliling kampung sambil memukul bunyi-bunyian seperti genjring dan bedug. Lagu-lagu pada Kesenian Genjring Burok adalah lagu-lagu yang bernafaskan keagamaan (Islam) seperti shalawat nabi. Instrument musik pengiringnya terdiri dari empat genjringan dan satu dogdog.

Setelah memasuki tahun 1971, kesenian ini dimodifikasi dari berbagai unsur baik unsur alat musik, lagu dan boneka yang digunakannya. Boneka yang dipakai untuk mengiringi arak-arakan diubah bentuknya menjadi Burok. Begitu pun dengan instrumen untuk Kesenian Genjring Burok sudah diubah dengan menambahkan instrument lainnya. Seperti keyboard, gitar, bass, suling, kecrek, dan drum. Dan lagu-lagu yag disajikan tidak hanya lagu-lagu yang bernafaskan Islam melainkan ditambah dengan menyanyikan lagu-lagu hiburan yang populer di masyarakat seperti, lagu-lagu dangdut Cirebonan, dan lagu-lagu dangdut yang sedang populer di masyarakat.

Nama Burok sendiri diambil masyarakat dari sebuah cerita Rakyat yang berkembang di Cirebon tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Masyarakat percaya bahwa Nabi Muhammad pada waktu

Isra Mi’raj menunggangi hewan kuda bersayap yang lebih dikenal dengan nama

Burok. Itulah sebabnya kesenian ini disebut dengan kesenian Burok.

(11)

tradisional yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke geenerasi berikutnya. Hal itu sesuai dengan apa yang diungkapkan Yoety (1986:13) dalam bukunyaBudaya Tradisi Yang Hampir Punah bahwa:

”Kesenian tradisional adalah kesenian yang sejak lama turun temurun hidup dan berkembang pada suatu daerah, masyarakat etnik tertentu yang perwujudannya mempunyai peranan tertentu dalam masyarakat pendukungnya.”

Di era globalisasi saat ini kesenian Burok hampir tidak berkembang dan itu pun agak susah untuk ditemui, kecuali pada acara-acara tertentu saja yang kebanyakan hanya ada pada acara khitanan karena sudah langka dan biasanya dilakukan oleh generasi lanjut usia. Generasi muda sekarang umumnya tidak menyukai kesenian ini, karena mereka lebih menyukai kesenian yang bersifat modern. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Soedarsono dalam bukunya Perkembangan Kesenian Kita Menjelang Abad XXI (1991:26) bahwa:

“Dampak paling jelas dari masuknya budaya luar terutama barat ke Indonesia adalah menurunnya minat masyarakat, terutama generasi muda terhadap sesuatu yang sifatnya etnik. Hal ini disebabkan pemahaman tentang seluk beluk seni ini sendiri sangat lemah.”

Keberadaan kesenian tradisional yang semakin hari semakin ditinggalkan oleh masyarakat yang terpengaruh oleh perkembangan zaman memerlukan adanya sikap mental yang bertanggung jawab dari para pecinta seni khususnya kesenian Genjring Burok yang sekarang ini mulai dilupakan keberadaannya oleh masyarakat, hal ini sesuai dengan pendapat Sedyawati dalam bukunya Pertumbuhan Seni Pertunjukan (1981 :61) berikut:

(12)

Dewasa ini bentuk-bentuk kesenian tradisional sedang atau telah mengalami pergeseran fungsi di masyarakat akibat dari dinamisasi kehidupan yang menuntut adanya perubahan seiring dengan berubahnya zaman dan pola pikir masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran nilai sehingga pada kenyataan di lapangan terdapat beberapa versi atau pandangan terhadap seni dan budaya. Pada satu pihak ada yang ingin menyesuaikan diri dengan perubahan kemajuan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, pada lain pihak ada yang masih mempertahankan nilai-nilai lama dari budaya sebagai warisan leluhurnya. Bahkan tidak sedikit orang yang sudah melupakan seni dan budaya daerahnya sendiri, sementara seni dan budaya asing dipertahankan dalam gaya kehidupannya.

Kepunahan sebuah kesenian lokal sebagai aset budaya daerah dapat terjadi apabila dalam masyarakatnya terutama generasi muda kurang peduli dan tidak mempunyai keinginan untuk meneruskan dan mengembangkan serta melestarikan keberadaan seni tradisional tersebut. Para generasi muda umumnya lebih memilih untuk menikmati kesenian-kesenian yang bersifat lebih modern. Seperti kesenian tradisional lainnya, kesenian Genjring Burok merupakan salah satu aset kesenian yang ada di daerah Kabupaten Cirebon. Sebagai salah satu seni budaya yang sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat maka kesenian ini perlu dipertahankan eksistensi dan kelestariannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cirebon, diketahui bahwa pemerintah (intansi terkait) kurang peduli terhadap keberadaan seni Genjring Burok ini, ketidakpedulian ini dikhawatirkan akan memusnahkan aset seni yang berharga ini.

(13)

seharusnya mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah, karena hal ini dikhawatirkan akan memusnahkan aset budaya bangsa ini. Kekhawatiran ini pun diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa sistem pewarisannya pun sangat lambat dan tersendat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis berpendapat bahwa kesenian ini sangat penting untuk diteliti dengan beberapa alasan sebagai berikut:

1. Belum terdapat orang yang melakukan penelitian tentang Kesenian Genjring Burok ini, khususnya di Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia.

2. Sebagai putra daerah yang wajib untuk melestarikan sejarah dan budaya lokal yang ada di Kabupaten Cirebon. Hal ini bertujuan untuk memahami sejarah dan perkembangan kesenian di Cirebon, sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa memberikan suatu pengetahuan baru kepada generasi muda tentang adanya kesenian Genjring Burok yang merupakan kesenian tradisional di Kabupaten Cirebon. Berangkat dari rasa kepedulian terhadap nilai-nilai seni dan budaya lokal yang akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian dan dukungan sehingga ikut mengancam terhadap eksistensi seni budaya nasional. Begitu pula dengan kesenian Genjring Burok yang ada di daerah Cirebon ini di era globalisasi seperti sekarang, kesenian Genjring Burok hampir tidak berkembang, dan bahkan menunjukkan tanda-tanda akan punah. Hal ini disebabkan antara lain bahwa Genjring Burok sendiri sudah tidak lagi diminati anak muda sehingga terhambat dari segi regenerasi. Masyarakat, sebagai pemilik sah kesenian ini, hendaknya melakukan usaha untuk mencegah punahnya Kesenian Genjring Burok dengan cara menggerakkan kesadaran bersama bahwa Kesenian Genjring Burok merupakan salah satu dari identitas budaya masyarakat Cirebon.

(14)

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang kesenian Genjring Burok. Penelitian ini ditujukan guna mengetahui lebih jauh tentang perkembangan kesenian Genjring Burok serta ingin mengetahui bagaimana upaya seniman, masyarakat setempat, dan instansi pemerintah setempat khususnya pada tahun 1971 sampai 2002 dalam mengembangkan dan melestarikan kesenian tradsisional yang dimilikinya khususnya kesenian Genjring Burok.

Alasan ketertarikan peneliti pada masalah tersebut karena kesenian Genjring Burok yang sekarang masih hidup dan berkembang tetapi masih belum begitu dikenal oleh masyarakat Cirebon umumnya. Di samping memiliki nilai tatanan budaya yang tinggi tetapi keberadaan dan perkembangannya kurang mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait dan pemerintah. Selain itu kesenian ini dihadapkan pada perubahan masyarakat serta perubahan lingkungan sosial sebagai dampak modernisasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Cirebon terutama terhadap perkembangan sosial dan budaya masyarakatnya. Hal tersebut diatas telah menjadi ketertarikan penulis sehingga dijadikanlah ide dasar dari judul skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mengkaji lebih dalam tentang perkembangan kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon. Maka diangkatlah judul “Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2002 (Suatu Tinjauan Sosial Budaya)”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari judul penelitian yang penulis ajukan, penulis membatasi kajiannya dalam satu rumusan masalah besar yaitu “Bagaimanakah Perkembangan Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2002 ditinjau dari sudut pandang Sosial dan Budaya?”.

(15)

1. Bagaimanakah latar belakang munculnya Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon?

2. Bagaimanakah perkembangan Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon tahun 1971-2002?

3. Bagaimanakah tanggapan masyarakat baik pelaku maupun penikmat Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon tahun 1971-2002?

4. Upaya apa yang telah di lakukan masyarakat Cirebon untuk mempertahankan Kesenian Genjring Burok tahun 1971-2002?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah menjelaskan perkembangan kesenian Genjring Burok tahun 1971 sampai 2002 di Kabupaten Cirebon.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan tentang latar belakang munculnyaKesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon;

2. Memahami Perkembangan Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon tahun 1971-2002;

3. Mengungkapkan tanggapan dari masyarakat baik pelaku maupun penikmat Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon tahun 1971-2002;

4. Menjelaskan upaya apa saja yang dilakukan oleh masyarakat Cirebon untuk mempertahankan keberadaan Kesenian Genjring Burok tahun 1971-2002.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan penulis tentang keberadaan kesenian tradisional yang perlu dilestarikan, khususnya kesenian Genjring Burok.

(16)

3. Memberikan motivasi kepada pemerintah daerah setempat khususnya, kepada pemerintah pusat pada umumnya, agar terus dilakukan upaya-upaya yang dapat membangkitkan kembali kesenian tradisional yang hampir punah baik melalui regenerasi maupun melalui upaya-upaya lainnya. Apalagi mengingat kesenian Genjring Burok merupakan salah satu aset kesenian yang ada di Kabupaten Cirebon, sebagai salah satu seni budaya yang sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat sehingga kesenian ini perlu diperhatikan eksistensi dan kelestariannya.

3. Memberikan motivasi kepada para seniman, khususnya seniman Genjring Burok. Agar mereka tetap berkreasi dan mengembangkan kualitasnya sehingga mampu hadir sebagai kesenian yang tetap berkembang ditengah-tengah maraknya budaya barat yang ada di masyarakat.

4. Dengan ditulisnya Perkembangan Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon ini, diharapkan masyarakat pembaca terutama generasi mudanya agar mampu meningkatkan apresiasinya terhadap Kesenian Genjring Burok, sehingga kehadirannya dapat dijadikan sebagai komoditi penting dalam perkembangan kesenian yang ada di Kabupaten Cirebon.

5. Menjadi bahan muatan lokal di sekolah sehingga generasi muda khususnya siswa mengenal kesenian yang berkembang di masyarakatnya.

1.5. Struktur Organisasi Skripsi

Penelitian ini disusun berdasarkan sistematika yang telah ditentukan oleh

pihak Universitas Pendidikan Indonesia untuk menyusun karya ilmiah berupa skripsi. Adapun sistematika yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

(17)

mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, Kajian Pustaka. Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai tinjauan terhadap sumber-sumber yang akan digunakan dalam penelitian ini. Penulis akan menjelaskan mengenai sumber-sumber yang akan digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahannya

Bab III, Metodologi Penelitian. Bab ini membahas langkah-langkah, metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, analisis dan cara penulisannya. Semua prosedur dalam penelitian akan di bahas pada bab ini

Bab IV, Hasil-hasil Penelitian dan Pembahasan . Bab ini merupakan isi utama tulisan yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada rumusan masalah dan batasan masalah. Pada Bab ini akan dijelaskan Perkembangan Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon Jawa Barat tahun 1971-2002 : Suatu Tinjauan Sosial Budaya, yang meliputi: Latar belakang lahirnya kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon, perkembangan kesenian Genjring Burok pada kurun waktu 1971 sampai 2002 di Kabupaten Cirebon, tanggapan masyarakat baik pelaku maupun penikmat Kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon, dan upaya masyarakat Cirebon untuk mempertahankan Kesenian Genjring Burok.

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai langkah, prosedur atau metodologi penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan fakta yang berkaitan dengan judul skripsi “Kesenian Genjring Burok di Kab. Cirebon Tahun 1971-2002 (Suatu Tinjauan Sosial Budaya)”. Penulis mencoba untuk memaparkan

berbagai langkah yang digunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, analisis dan cara penelitiannya.

Pada bagian pertama penulis akan menjelasakan metode dan teknik penelitian secara teoritis sebagai landasan dalam pelaksanaan penelitian yang penulis lakukan. Pada bagian kedua akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan persiapan dalam pembuatan skripsi, yaitu penentuan dan pengajuan tema, penyusunan rancangan penelitian, mengurus perizinan dan proses bimbingan.

3.1. Metode dan Teknik Penelitian

3.1.1. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Dalam hal inipenelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci, serta mengidentifikasikan masalah. Penulis, melakukan penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah. Karena orientasinya demikian maka sifatnya naturalistic serta tidak bisa dilakukan di laboratorium melainkan harus terjun di lapangan.

Sehubungan dengan masalah penelitian ini, maka peneliti memiliki rencana kerja atau pedoman pelaksanaan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana yang dikumpulkan berupa pendapat, tanggapan, informasi, konsep-konsep dan keterangan yang berbentuk uraian dalam mengungkapkan masalah.

(19)

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjela. Penelitian kualitatif lebih subjektif dan menggunakan metode dari mengumpulkan informasi, terutama individu, menggunakan wawancara secara mendalam. Proses penelitian dimulai dengan menyususn asumsi dasar dan aturan berfikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berfikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif, informasi yang dikumpulkan dan diolahharus tetap objektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendri.

Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkip wawancara terbuka, deskripsi observasi serta analisis dokumen. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konters sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.

Penelitian deskriptif kualitatif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode ini menuturkan, menganalisa dan mengklasifikasi, menyelidiki dengan teknik survey, interview, dan lain-lain. Pelaksanaan metode-metode deskriptif tidak terbatas hanya sampaipada pengumpulan dan penysunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Data-data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa, karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik.

(20)

perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode historis Helius Sjamsuddin yang terdiri dari:

1. Memilih suatu topik.

2. Menelaah semua epidensi yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan-catatan penting yang relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian berlangsung.

4. Mengevaluasi secara kritis semua epidensi yang telah dikumpulkan. 5. Menysun hasil-hasil penelitian catatan-catatan fakta-fakta ke dalam suatu

pola yang benar dan sistematis.

6. Menyajikan dalam suatu cerita yang dapat menarik perhatian pembaca.

3.1.2. Teknik Penelitian

Dalam upaya mengumpulkan data dan informasi mengenai penulisan skripsi ini, dilakukan beberapa teknik penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, teknik wawancara dan studi dokumentasi sebagai berikut:

1. Teknik studi kepustakaan (studi literatur)

Studi literatur yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan melakukan pencarian terhadap berbagai sumber tertulis, baik berupa buku-buku, arsip, majalah, artikel, dan jurnal, atau dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Sehingga informasi yang didapat dari studi kepustakaan ini dijadikan rujukan untuk memperkuat argumentasi-argumentasi yang ada.

(21)

serta memilih sumber yang relevan dan dapat dipergunakan dalam penulisan skripsi ini.

2. Teknik wawancara

Teknik ini merupakan teknik yang paling penting dalam penyusunan skripsi ini, karena sebagian besar sumber diperoleh melalui wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh sumber lisan terutama sejarah lisan, yang dilakukan dengan cara berkomunikasi dan berdiskusi dengan beberapa tokoh yang terlibat atau mengetahui secara langsung maupun tidak langsung bagaimana perkembangan kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon.

Penulis berusaha mencari narasumber yang dianggap berkompeten untuk memberikan informasi yang dibutuhkan, kemudian melaksanakan tanya jawab dengan melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh, pengamat, serta para seniman Genjring Burok, sehingga penulis mendapat keterangan dan gambaran tentang permasalah yang dikaji.

Wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara gabungan yaitu perpaduan antara wawancara terstruktur dengan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur atau berencana adalah wawancara yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diwawancarai diberi pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan tata urutan yang seragam. Sedangkan wawancara yang tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak mempunyai persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti.

(22)

pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya dengan tujuan untuk mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang berkembang kepada tokoh atau pelaku sejarah.

Wawancara ini dilakukan oleh penulis kepada orang-orang yang langsung berhubungan dengan peristiwa atau objek penelitian, pelaku atau saksi dalam suatu peristiwa kesejarahan yang akan diteliti dalam hal ini yaitu mengenai kesenian Genjring Burok. Penggunaan wawancara sebagai teknik untuk memperoleh data berdasarkan pertimbangan bahwa periode yang menjadi bahan kajian dalam penulisan ini masih memungkinkan didapatkannya sumber lisan mengenai kesenian Genjring Burok. Selain itu, narasumber (pelaku dan saksi) mengalami, melihat dan merasakan sendiri peristiwa di masa lampau yang menjadi objek kajian sehingga sumber yang diperoleh akan menjadi objektif.

Dalam pengumpulan sumber lisan, dimulai dengan mencari narasumber yang relevan agar dapat memberikan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji melalui teknik wawancara. Dalam hal ini penulis mencari narasumber (saksi dan pelaku) melalui pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan ketentuan yang didasarkan pada faktor mental dan fisik (kesehatan), perilaku (kejujuran dan sifat sombong) serta kelompok usia yaitu umur yang cocok, tepat dan memadai (Kartawiriaputra, 1994: 41).

(23)

Teknik wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap dari sumber tertulis (Kuntowijoyo, 1995: 23). Berdasarkan uraian tersebut, tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi tambahan dari kekurangan atau kekosongan informasi yang ada dari sumber tertulis. Oleh sebab itu, kedudukan sejarah lisan (oral history) menjadi penting. Dudung Abdurahman (1999: 57), menyatakan bahwa wawancara merupakan teknik yang sangat penting untuk mengumpulkan sumber-sumber lisan. Melalui wawancara sumber-sumber lisan dapat diungkap dari para pelaku-pelaku sejarah. Bahkan peristiwa-peristiwa sejarah yang belum jelas betul persoalannya sering dapat diperjelas justru berdasarkan pengungkapan sumber-sumber sejarah lisan.

Menurut Koentjaraningrat (1993: 138-139) teknik wawancara dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Wawancara terstruktur atau berencana yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diselidiki untuk diwawancara diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan urutan yang seragam.

2. Wawancara tidak terstruktur atau tidak terencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti. Dalam melakukan wawancara di lapangan, penulis menggunakan kedua teknik wawancara tersebut. Hal itu digunakan agar informasi yang penulis dapat lebih lengkap dan mudah diolah. Selain itu, dengan penggabungan dua teknik wawancara tersebut pewawancara menjadi tidak kaku dalam bertanya dan narasumber menjadi lebih bebas dalam mengungkapkan berbagai informasi yang disampaikannya.

(24)

dalam kerangka pertanyaan besar. Pertanyaan-pertanyaan itu diberikan dengan tujuan untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa sehingga informasi menjadi lebih lengkap. Teknik wawancara ini berkaitan erat dengan penggunaan sejarah lisan (oral history), seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo (2003 : 26-28) yang mengemukakan bahwa:

“Sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal sejarah lisan tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali permasalahan sejarah bahkan zaman modern ini yang tidak tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan pembuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individual dan yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolongan… selain sebagai metode, sejarah lisan juga dipergunakan sebagai sumber sejarah.”

Narasumber yang diwawancarai adalah mereka yang mengetahui keadaan pada saat itu dan terlibat langsung maupun tidak langsung dengan peristiwa sejarah yang terjadi, mereka berasal dari berbagai kalangan, baik seniman Genjring Burok, pengamat dan pemerhati seni di Kabupaten Cirebon dan pemerintah setempat. Adapun narasumber yang pertama kali penulis wawancara adalah Bapak Sukarno sebagai tokoh seniman di Kabupaten Cirebon. Alasan kenapa penulis memilih Bapak Sukarno sebagai narasumber karena dianggap mengetahui perkembangan kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon.

(25)

Genjring Burok inilah penulis memperoleh informasi mengenai perkembangan seni Genjring Burok di Cirebon dalam kurun waktu tahun 1971 sampai 2002 yang merupakan kajian dalam skripsi ini.

Kemudian penulis melakukan wawancara dengan Bapak Ajid, pelaku kesenian Genjring Burok. Alasan kenapa penulis memilih Bapak Ajid selain karena beliau pelaku kesenian Genjring Burok, beliau juga yang melakukan perubahan pada pertunjukkan Kesenian Genjring Burok.

Narasumber yang penulis wawancara selanjutnya adalah dari kalangan masyarakat yang berperan sebagai penikmat kesenian Genjring Burok yaitu Bapak Udin, Bapak Duryat, Ibu Iti dan Ibu Ela. Sebagai perwakilan dari generasi muda yang tidak begitu mengetahui perkembangan kesenian Genjring Burok penulis mewawancarai Tya, Dika, Eva dan Ilman. Alasan penulis mewawancarai dua generasi yang berbeda adalah agar penulis bisa mengetahui pendapat dari dua generasi tersebut terkait dengan perkembangan kesenian Genjring Burok.

Hasil wawancara dengan para narasumber kemudian disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta pengklasifikasian terhadap sumber-sumber informasi, sehingga benar-benar dapat diperoleh sumber yang relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.

(26)

3. Studi dokumentasi

Teknik penelitian yang juga digunakan penulis adalah teknik studi dokumentasi. Studi dokumentasi adalah kegiatan mengaktualisasikan kegiatan dengan cara mengabadikan kegiatan atau data kegiatan penelitian pada obyek yang diteliti, yaitu pada kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon. Foto-foto dokumentasi yang didapat menjadi bukti, bahwa penelitian dilakukan secara faktual di lapangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mencoba memaparkan beberapa langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian sehingga dapat menjadi karya tulis ilmiah yang sesuai dengan tuntutan keilmuan.

Menurut Miles dan Huberman (1992:16) bahwa langkah-langkah analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Sebagaimana kita ketahui, reduksi data berlangsung terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi menulis memo). Reduksi data/proses transformasi ini berlanjut terus setelah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

(27)

analitis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Secara sederhana dapat dijelaskan, dengan mereduksi data kita tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif, dapat disederhanakan dan diinformasikan dalam aneka macam cara: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.

2. Penyajian Data

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian maka akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut.

(28)

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan final mungkin tidak muncul sampai pengumpulan dan berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti dan tuntutan-tuntutan pemberi dana. Tetapi seringkali kesimpulan-kesimpulan itu telah dirumuskan sebelumnya sejak awal, sekalipun seorang peneliti menyatakan telah melanjutkannya secara induktif.

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintasdalam pikiran penganalisis selama ia menulis. Suatu tinjauan ulang tentang catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Jika tidak demikian, yang dimiliki adalah cita-cita yang menarik mengenai sesuatu yang terjadi dan yang tidak jelas kebenarannya dan kegunaannya.

(29)

3.2. Persiapan Penelitian

Dalam proses persiapan penelitian, ada beberapa hal atau langkah yang harus dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian lebih lanjut. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain :

3.2.1. Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Tahap ini merupakan tahap yang paling awal untuk memulai suatu penelitian. Pada tahap ini penulis melakukan proses memilih dan menentukan topik yang akan dikaji kemudian penulis melakukan upaya-upaya pencarian sumber atau melaksanakan pra penelitian mengenai masalah yang akan dikaji baik melalui observasi ke lapangan atau dengan mencari dan membaca berbagai sumber literatur yang berhubungan dengan tema yang penulis kaji.

Berdasarkan hasil observasi awal dan pembacaan literatur, penulis selanjutnya mengajukan rancangan judul penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) yang secara khusus menangani masalah penulisan skripsi di Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Judul yang di ajukan penulis pada saat itu adalah “Kesenian Genjring Burok Gita Remaja di Kec. Babakan Kab. Cirebon Tahun 1971-2002 (Suatu Tinjauan Sosial Budaya)”. Namun, kemudian ada perubahan judul yaitu “Kesenian Genjring Burok di Kab. Cirebon Tahun 1971-2002 (Suatu Tinjauan Sosial Budaya)”.

Setelah judul tersebut disetujui maka penulis menyusun suatu rancangan penelitian dalam bentuk proposal skripsi.

3.2.2. Penyusunan Rancangan Penelitian

(30)

1. Judul Penelitian

2. Latar Belakang Masalah 3. Rumusan Masalah 4. Tujuan Penelitian 5. Manfaat penelitian 6. Kajian Pustaka

7. Metode dan Teknik Penelitian 8. Struktur Organisasi Skripsi

Setelah rancangan penelitian diseminarkan dan disetujui, maka pengesahan penelitian ditetapkan dengan surat keputusan bersama oleh TPPS dan ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan No 073/TPPS/JPS/2010 tertanggal 26 Oktober 2010 sekaligus menentukan pembimbing I dan II.

3.2.3. Mengurus perizinan

Perlengkapan yang harus disiapkan oleh penulis dalam melakukan penelitian adalah segala fasilitas penunjang untuk kelancaran penelitian skripsi. Untuk mendapatkan hasil yang baik, harus direncanakan rancangan penelitian yang dapat berguna bagi kelancaran penelitian dengan perlengkapan penelitian. Oleh karena itu, penulis melakukan pengurusan perizinan yang menyangkut :

1. Surat Keputusan penunjukan pembimbing skripsi;

2. Surat permohonan izin penelitian dari Rektor Universitas Pendidikan Indonesia;

3. Surat-surat rekomendasi lainnya yang diperlukan.

(31)

3.2.4. Proses Bimbingan

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai Perkembangan Kesenian Genjring Burok Di Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2002, maka terdapat empat hal yang ingin penulis simpulkan, yaitu Pertama, kesenian Genjring Burok terlahir secara anonim artinya tidak diketahui bagaimana latar belakang munculnya Kesenian Genjring Burok dilahirkan dan siapa penciptanya. Namun meskipun demikian, kesenian Genjring Burok merupakan salah satu aset kebudayaan yang ada di Kabupaten Cirebon. Dalam masa awal munculnya, Kesenian Genjring Burok ini dipertunjukan sebagai salah satu cara dalam menyebarkan agama Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari pertunjukannya yang bernuansa Islami.

Kedua, kesenian Genjring Burok di Cirebon berkembang sejak tahun 1934

dan menjadi salah satu media hiburan yang sangat digemari masyarakat. Genjring Burok dalam perjalanannya banyak mengalami perubahan dalam segi pertunjukannya. Kemunculan kesenian Genjring Burok sebagai kesenian daerah mengalami perubahan pada tahun 1971 dengan digantinya boneka badawangan menjadi bentuk binatang Burok. Serta menambahkan waditra pada kesenian Genjring Burok berupa gitar, keyboard, dan lain-lain. Awalnya Kesenian Genjring Burok digunakan sebagai cara untuk menyebarkan agama Islam tetapi dalam perkembangannya kesenian ini hanya berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat. Pergeseran nilai dan fungsi pertunjukan pada kesenian Genjring Burok akibat muncul dan masuknya seni modern karena tantangan zaman juga.

(33)

muncul di lingkungan masyarakat. Mereka lebih memilih hiburan yang sifatnya praktis.

Ketiga, tanggapan masyarakat terhadap pertunjukan Kesenian Genjring

Burok adalah beragam tergantung mereka memandangnya. Beragamnya tanggapan karena ada yang memberikan tanggapan positif dan tanggapan negatif. Dengan adanya tanggapan masyarakat Cirebon menunjukan bahwa mereka masih memperhatikan keberadaan seni Genjring Burok sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kesenian di daerah itu. Mereka yang memberi tanggapan positif umumnya merasa Kesenian Genjring Burok ini merupakan salah satu tontonan yang dapat menghibur para penikmatnya. Sedangkan mereka yang beranggapan negatif umumnya merasa Kesenian Genjring Burok ini tidak menarik untuk disaksikan. Masyarakat yang beranggapan seperti itu lebih memilih untuk menyaksikan hiburan-hiburan yang bersifat modern.

Keempat, keberadaan kesenian Genjring Burok yang sudah mulai tergeser

oleh kesenian modern, diperlukan usaha-usaha untuk dapat melestarikan dan mempertahankannya. Usaha tersebut antara lain adanya dukungan dari masyarakat terutama pelaku atau pendukung dan juga pemerintah setempat yang masih mencintai kesenian daerah yang dimilikinya. Dalam pembahasan ini penulis menitik beratkan upaya pelestarian yang terjadi dalam kesenian Genjring Burok pada dua unsur yang paling terkait dan bertanggung jawab atas perkembangannya. Kedua unsur tersebut tak lain adalah pelaku atau seniman Genjring Burok itu sendiri dan tentu saja pemerintah atau institusi setempat.

(34)

lingkungan masyarakat dengan tidak mengesampingkan nilai budaya yang mendasar dari kesenian tersebut.

5.2. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan pada bagian sebelumnya maka penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut :

a. Agar pemerintah lebih memperhatikan organisasi-organisasi kesenian, khususnya kesenian Genjring Burok, baik dari segi pembinaan untuk memperkaya bentuk pertunjukan maupun dari segi pengelolaan agar lebih dapat bersaing dan berdaya guna dengan kesenian modern yang berkembang di masyarakat, dan hal ini juga dilakukan agar kesenian Genjring Burok tetap terjaga kelestariannya sebagai kesenian khas Kabupaten Cirebon.

b. Pengembangan dan pelestarian kesenian Genjring Burok saat ini perlu dilakukan dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat luas khususnya generasi muda, misalnya dengan menjadikan kesenian Genjring Burok sebagai salah satu kegiatan ektra kurikuler di sekolah.

c. Mengadakan perlombaan Kesenian Genjring Burok antar Kecamatan yang ada di Kabupaten Cirebon, sehingga pelaku kesenian Genjring Burok termotivasi untuk tetap melestarikan kesenian genjring Burok.

d. Mengupayakan lagi untuk mengadakan pementasan dan apresiasi melalui media masa baik cetak maupun elektronik seperti televisi lokal, nasional untuk masyarakat luas.

e. Mengadakan pendokumentasian terhadap kesenian Genjring Burok di Kabupaten Cirebon secara periodik, agar kesenian Genjring Burok tidak mengalami kepunahan. Sehingga hasil pendokumentasian tersebut dapat dibaca dan dipelajari oleh generasi berikutnya.

(35)

Burok. Dalam hal ini tetekan aturan seni tetap di jaga dan dilestarikan sehingga tidak mengurangi keutuhan pertunjukan.

g. Kepada pelaku kesenian Genjring Burok, kiranya perlu dilakukan pembenahan susunan sajian dan penataan kembali manajemen organisasi sehingga penyajian kesenian Genjring Burok akan lebih menarik lagi.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurahman, D. (1999). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Abdurahman, P. (1982). Cerbon. Jakarta: Sinar Harapan.

Alfian. (1985) . Persepsi Manusia Tentang Kebudayaan . Jakarta: Gramedia.

Arifin, H.S. (1987). Menyingkap Metode-metode Penyebaran Agama Islam di Indonesia. Jakarta : PT Golden Terayen Press.

Ekadjati, E. S. (2005). Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid 1. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Herawan, D. (2002). Etnomusikologi, Beberapa Permasalahan Dalam Musik Sunda. Bandung : STSI Press.

Ismaun. (1992). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS IKIP Bandung.

Kartawiriaputra, S. (1994). Oral History (Sejarah Lisan Suatu Pengantar). Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Kayam, U. (1981). Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. (1990). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Garamedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. (1998). Pengantar Antropologi: Pokok-Pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta.

(37)

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Miles, M., dan Huberman, M., (1992) Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru, Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI Press.

Mundardjito (1986) “Hakikat Local Genius dan Hakikat Data Arkeologi”. Dalam

Ayatrohaedi, Keporibadian Budaya Bangsa (Local Genius), Jakarta: Pustaka Jaya, halaman 39-45.

Narawati, T. (2003). Pengaruh Perubahan Politik, Sosial, dan Ekonomi Terhadap Perkembangan Seni Pertunjukan di Jawa Barat. Bandung: P4ST UPI

Ogburn, William. (1964). Sociology. New York.

Panuju, R. (1996). Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rohidin, Tjetjep Rohendi. (2000). Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STISI Press.

Rosidi, A. (1984). Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya. Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Sjamsuddin, H. (1994). Metodologi Sejarah. Jakarta: Depdikbud.

(38)

Soedarso, SP. (2007). Beberapa Catatan Tentang Perkembangan Kesenian Kita. Yogyakarta : BP ISI.

Soedarsono, R.M. (1991). Perkembangan Kesenian Kita Menjelang Abad XXI. Yogyakarta: ISI Yogyakarta.

Soedarsono, R.M. (1999). Seni Pertunjukkan Indonesia di Era Globalisasi. Jakarta: Depdikbud.

Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Soekmono. (1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid I. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Soekmono. (1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 3. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Soemardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.

Soepandi, A. (1995). Ragam Cipta Mengenal Seni Pertunjukan Daerah Jawa Barat. Bandung : Beringin Sakti.

Soebadio, H. (1986) Kepribadian Budaya Bangsa. Dalam Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Jakarta: Pustaka Jaya, halaman 18-25.

Suhamihardja, Agraha Suhandi. (1996). Pola Hidup Masyarakat Indonesia. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Sulendraningrat P.S. (1985). Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka.

(39)

Wales, H.G. Quartrich (1948) “The Making of Greater India: A Study in South-East Asia Culture Change”, Journal of Royal Asiatic Society, halaman 2-32.

Yoeti, Oka, A. (1985). Budaya Tradisi Yang Hampir Punah: Bacaan Populer Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

B. MAKALAH DAN SKRIPSI

Budiarto. (2007). Kesenian Burok Sebagai Salah Satu Kesenian Tradisional. Cirebon.

Faturokhmah, Ika. (2000). Pertunjukan Burok Pada Prosesi Khitanan di Cirebon (Analisis Makna, Simbol dan Fungsi). Cirebon.

Fauzan. (2010). Perkembangan Kesenian Terebang Gede Di Kabupaten Serang Banten 1980-2008 (Kajian Historis Nilai-Nilai Budaya Lokal). UPI Bandung : Tidak ditebitkan.

Firmansyah, Arif. (2000). Seni Genjring Burok Grup Lingkung Seni Gita Remaja di Desa Pakusamben Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon Pada Acara

Khitanan. UPI Bandung : Tidak ditebitkan.

Intan. (2010). Seni Tradisi Rengkong ( Suatu Tinjauan Historis terhadap Masyarakat Rancakalong Sumedang 1968-1998). UPI Bandung : Tidak ditebitkan.

Kurniawan, Rahman. (1999). Struktur Pertunjukan Genjring Burok Pada Acara Khitanan di Desa Pakusamben Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon.

(40)

Muhtar, Muhamad. (2009). Bentuk dan Unsur-unsur Visual Burok Dalam Seni Pertunjukan Tradisional Genjring Burok din Cirebon Periode 1970-2008.

STSI Bandung : Tidak ditebitkan.

Murtiyoso. (2005). Asal Usul dan Perkembangan Genjring Burok. Brebes.

Purnama, Prima. (2010). Perkembangan Seni Tradisi Gaok di Kabupaten Majalengka : Kajian Sosial Budaya Tahun 1963-1996. UPI Bandung : Tidak

ditebitkan.

Turyati. (2002). Fungsi dan Makna Kesenian Burok Bagi Masyarakat Desa Sindangheula Kecamatan Banjarharja, Kabupaten Brebes. STSI Bandung :

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedian Barang dan Jasa Nomor: 03/PPBJ/01.12/DPKP/VI/2014, Tanggal 23 Juni 2014, Dengan ini Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertanian

tidak puas, mungkin karena dirinya kurang digambarkan seperti yang diinginkan, atau orang-orang yang. disukainya kurang digambarkan seperti yang

Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, yang

perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban

PDF processed with CutePDF evaluation

Undang – undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang – undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2004

Dengan menggunakan metode flow diagram yang dilanjutkan dengan membuat diagram konteks, diagram zero, entity relationship diagram, dan data dictionary dan normalisasi serta