• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENGEMBANGAN GURU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANAJEMEN PENGEMBANGAN GURU."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...v

KATA PENGANTAR ………...vii

DAFTAR ISI ..……….…...…...ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

BAB I PENDAHULUAN …………...…...1

A. Latar Belakang Masalah ... ...1

B. Rumusan Masalah ... ...………...12

C. Tujuan Penelitian ...13

D. Manfaat Hasil Penelitian ... ...14

E. Kerangka Pikir Penelitian ... ...15

F. Hipotesis ...18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...20

A. Posisi Masalah Penelitian dalam Studi Administrasi Pendidikan ...20

B. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia ...24

C. Pengembangan Guru ...32

D. Kinerja Guru SMK ...60

E. Pendidikan Kejuruan ...88

F. Kesimpulan Hasil Kajian Teori ...105

G. Studi Terdahulu ...107

BAB III METODE PENELITIAN...118

A. Pendekatan Penelitian ...118

B. Lokasi, Populasi dan Sampel ...118

C. Definisi Konseptual dan Operasional Penelitian ...118

D. Instrumen Penelitian ...120

(2)

F. Teknik Pengumpulan Data dan Uji Instrumen ...123

G. Teknik Analisis Data ...128

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...137

A. Hasil Penelitian ...137

B. Pembahasan ...153

C. Strategi Pengembangan Guru ...162

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI ...169

A. Kesimpulan ...169

B. Rekomendasi ...172

C. Implikasi...173

DAFTAR PUSTAKA ...177

LAMPIRAN-LAMPIRAN I. INSTRUMEN PENELITIAN ...185

II. DATA HASIL UJI COBA ...222

III. DATA HASIL PENELITIAN ...228

IV. REKAPITLASI HASIL ANGKET ...240

(3)

DAFTAR TABEL

1.1. Kondisi Guru SMK di Majalengka ...6

2.1. Perbandingan antara Pendidikan, Pelatihan dan Forum Ilmiah ...59

3.1. Dimensi dan Indikator Variabel Pendidikan Lanjut ...120

3.2. Dimensi dan Indikator Variabel Pelatihan Profesi ...120

3.3. Dimensi dan Indikator Variabel Kesertaan pada Forum Ilmiah...121

3.4. Dimensi dan Indikator Variabel Kinerja Guru ...121

(4)

DAFTAR GAMBAR

1.1. Program Pendidikan di SMK ...10

1.2. Kerangka Pikir Penelitian ...17

2.1. Siklus Pengembangan Talenta ...37

2.2. Discovering an Individual Training Need ... ...38

2.3. Some Sources Contributing to Teachers Tasks and Behaviors...53

2.4. Alur Kinerja, Motivasi dan Abilitas Guru...64

2.5. Factors Affecting Employees’ Job Performance and Productivity...66

2.6. Proses Motivasi dari Gibson ...86

3.1. Prosedur Penelitian ...123

3.2. Diagram Jalur ...129

4.1. Model Diagram Jalur ...138

4.2. Kurva Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Pertama ...140

4.3. Kurva Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Kedua ...142

4.4. Kurva Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Ketiga ...144

4.5. Kurva Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Keempat ...145

4.6. Kurva Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Kelima... ...147

4.7. Kurva Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Keenam ...148

4.8. Kurva Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Ketujuh.... ...150

4.9. Hasil Pengujian Hipotesis...152

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu alternatif pencapaian harapan masyarakat Indonesia sejahtera

adalah berkembangnya dunia usaha dan dunia industri yang dapat menyerap

banyak tenaga kerja. Peluang kerja dunia usaha dan dunia industri, khususnya

untuk tenaga pelaksana sampai tingkat pengawas, secara teoritik cenderung

mudah didapatkan oleh pencari kerja tamatan sekolah menengah kejuruan

(SMK).

Kecenderungan tersebut sejalan dengan pendapat Supriadi (2002:17),

bahwa “pendidikan kejuruan bertujuan untuk menghasilkan manusia yang

produktif, yakni manusia kerja, bukan manusia beban bagi keluarga.” Malik

Fajar sebagaimana dikutip oleh Supriadi (2002:iii) juga memiliki pandangan

yang sama, bahwa ‘pendidikan kejuruan merupakan investasi yang mahal

namun strategik dalam menghasilkan manusia Indonesia yang terampil dan

berkeahlian dalam bidang-bidangnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan

bangsa khususnya dunia usaha dan industri.’

Dalam kenyataannya, masih dijumpai keluhan atas lulusan SMK yang

kurang terampil sehingga tidak siap untuk bersaing meraih pekerjaan. Hal itu

disebabkan antara lain oleh ketidaksiapan lulusan untuk melaksanakan

pekerjaan dan kesenjangan vokasional antara latar belakang keterampilan

angkatan kerja lulusan SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia

(6)

ungkapan Sukmadinata (2003:1), bahwa “dalam bidang pendidikan kejuruan

salah satu hal yang masih menjadi keprihatinan adalah kemampuan SMK untuk

menghasilkan lulusan yang siap kerja.”

Kondisi demikian menuntut dilakukannya upaya-upaya yang lebih

serius untuk menyelaraskan pendidikan di SMK dengan tuntutan dunia kerja.

Kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki lulusan SMK dengan kompetensi

yang dipersyaratkan oleh pengguna lulusannya dapat dijembatani melalui

pencurahan perhatian yang lebih intensif terhadap SMK. Dengan kata lain,

memberikan solusi alternatif berupa pengembangan gurunya.

Tercapainya harapan akan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia

usaha dan dunia industri, sangat bergantung pada ketersediaan dan kualifikasi

tenaga pendidik, di samping memadainya prasarana, kurikulum,

sumber-sumber belajar, dan media pendidikan. Oleh karena itu, guru merupakan

komponen strategik sistem pendidikan SMK yang perlu ditingkatkan

kualitasnya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pengembangan guru,

sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007

tentang Standarisasi Akademik dan Kompetensi Guru. Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen; dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru

adalah pendidik profesional. Untuk itu, guru dipersyaratkan memiliki

(7)

menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sementara itu masih

banyak guru yang belum berpendidikan sarjana atau diploma IV, untuk Jawa

Barat guru SMK yang berkualifikasi minimal S-1/D-4 hanya 82 % (Rencana

Strategis Depdiknas 2010-2014, 2009:31). Jumlah guru SMK yang

berkualifikasi minimal S-1/D-4 tersebut belum dilihat dari faktor relevansinya.

Karena kenyataan menunjukkan masih terdapat guru SMK yang latar belakang

kualifikasi akademiknya tidak linier dengan mata pelajaran yang diampunya.

Seperti halnya guru pada bidang studi lain, guru SMK juga sebagai

agen pembelajaran. Oleh karenanya guru senantiasa harus belajar. Melalui

belajar bertambah wawasan dan ilmu pengetahuan sehingga ungkapan hari ini

harus lebih baik dari kemarin dan besok harus lebih baik dari hari ini dapat

terpenuhi. Jika dikaitkan dengan filosofi Islam menuntut ilmu itu dimulai dari

buaian hingga liang lahat, yaitu pendidikan sepanjang hayat. Selanjutnya masih

menurut konsep Islam yang tertuang pada surat Al Mujaadilah (Al Quran,

058:011), bahwa “Alloh akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat.” Landasan idiil berikutnya khususnya bagi

kaum muslimin adalah hadis Nabi Muhamad SAW yang menyatakan: “Mereka

yang meninggalkan rumah untuk mencari ilmu, berada di jalan Allah. Mencari

ilmu adalah kewajiban setiap muslim laki-laki maupun perempuan.”

Selain itu filosofi yang disampaikan Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak

Pendidikan Indonesia yang masih relevan hingga hari ini, di antaranya ing

ngarso sung tulodo yang sejalan dengan falsafah Sunda bahwa guru merupakan

(8)

teladan di sekolah dan masyarakat guru harus selalu belajar. Tentu saja ilmu

pengetahuan dimaksud dapat diraih melalui pengembangan, baik itu dalam

format pendidikan formal, non formal ataupun informal.

Secara global Indonesia juga dihadapkan pada pemenuhan Komitmen

Dakar mengenai Education For All (EFA), seperti tertulis pada Rencana

Strategis Depdiknas 2010-2014 (2009:31), yaitu: (1) memperluas kesempatan

pendidikan untuk usia dini, (2) menyediakan program wajib belajar pendidikan

dasar gratis untuk semua penduduk, (3) mempromosikan pembelajaran dan

pendidikan kecakapan hidup atau pendidikan keterampilan bagi anak remaja

dan dewasa, (4) meningkatkan angka melek aksara bagi orang dewasa sebesar

50%, (5) meningkatkan paritas gender pada tahun 2005 dan kesetaraan gender

pada tahun 2015, dan (6) meningkatkan mutu pendidikan. Jika dikaitkan

dengan penelitian ini, yang amat menarik dari komitmen Dakar di atas adalah

komitmen ketiga sehubungan dengan pendidikan keterampilan yang

merupakan wilayah kerja SMK dan komitmen keenam tentang peningkatan

mutu pendidikan. Semua kondisi tersebut merujuk pada kebutuhan guru SMK

yang berkompeten dalam bidangnya.

Dalam menyikapi urgensi tuntutan dan kebutuhan guru SMK yang

kompeten, pemerintah pusat maupun daerah telah menempuh beragam upaya.

Upaya tersebut dilaksanakan melalui program pengembangan guru berupa

pendidikan lanjut, sertifikasi guru, pelatihan-pelatihan, seminar, lokakarya,

studi banding, dan jenis-jenis program lainnya. Khususnya Pemerintah

(9)

guru sejalan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2007 Tanggal 9 Juli 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Bidang Pendidikan, bahwa tugas Pemerintah Daerah meliputi

”Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, pendidikan

anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan

nonformal.” Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala

Bidang Perencanaan, Koordinator Pengawas, dan Kepala Sekolah, penulis

mengidentifikasi bahwa belum ada perencanaan yang matang untuk

pengembangan guru. Pengembangan guru yang sudah berlangsung bersifat

pengembangan guru yang dilaksanakan pemerintah dan pengembangan guru

secara individu. Pengembangan yang bersifat individu atau pengembangan diri,

biayanya ditanggung secara swadana dari guru yang bersangkutan. Oleh

karenanya guru yang mengikuti pendidikan lanjut mendapatkan izin dari

atasan dengan catatan tidak meninggalkan tugas. Sehingga dalam mengikuti

pendidikan lanjut mencari lembaga pendidikan yang lokasinya tidak jauh dari

tempat kerja agar tidak meninggalkan tugas mengajar. Sementara itu di

Kabupaten Majalengka sendiri perguruan tinggi masih terbatas. Keinginan

guru SMK untuk mengikuti pendidikan lanjut cukup tinggi guna memenuhi

tuntutan peraturan yang berlaku tentang kompetensi akademik guru. Oleh

karena itu muncul masalah guru melanjutkan pendidikan tidak sesuai dengan

latar belakang pendidikan sebelumnya.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, lebih jelasnya dapat dilihat

(10)

Tabel 1.1

Kondisi Guru SMK Di Kabupaten Majalengka

NO SMK TOTAL KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN KEBUTUHAN KURANG TAHUN

GURU GT GTT DIP III S1/DIV S2 IDEAL RELEVAN BERDIRI

(11)

32 SMKN I Talaga 54 25 28 3 50 1 49 7 2006 33 SMKN II Kehutanan 105 82 23 8 91 6 105 2008 34 SMKN II Majalengka 77 61 16 18 58 1 77 6 1980 35 SMKN Lemahsugih 42 1 41 2 38 2 42 2006

J U M L A H 1302 501 800 103 1150 49 1319 120

PERSENTASE (%) 100 38.48 61.44 7.91 88.33 3.76 9.22

Sumber: Data Pokok SMK Negeri dan Swasta Tahun 2009, Depdik 2009

Pada tabel 1.1 di atas terlihat bahwa guru SMK berjumlah 1.302 orang,

tetapi dari jumlah tersebut terjadi penghitungan ganda (double counting), yaitu

banyak guru tetap pada suatu SMK yang mengajar sebagai guru tidak tetap

pada SMK lain. Setelah penulis mengadakan penghitungan secara lebih cermat,

yaitu hanya menghitung jumlah guru yang bekerja pada home base nya saja

terdapat 937 orang guru SMK. Angka inilah yang digunakan sebagai populasi.

Sedangkan kebutuhan idealnya sebanyak 1.319 orang. Selain jumlahnya masih

kurang, guru SMK yang ada masih terdapat 103 orang (7,91 %) belum S1.

Lebih dari itu sebanyak 120 orang (9,22 %) kurang relevan antara latar

belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang diampu. Dengan berbagai

permasalahan di atas, dimungkinkan kinerja guru belum optimal.

Apabila dilihat dari kualitas pendidikan secara makro menyangkut

pendidikan nasional, kondisinya masih memprihatinkan jika dibandingkan

dengan kemajuan pendidikan di negara lain. Di negara-negara Asean sendiri

pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal. Misalnya jika dibandingkan

dengan pendidikan di Malaysia dan Singapura. Menurut Raka Joni (2008:39)

(12)

antara lain dalam peringkat HDI (Human Development Index) yang dipantau

UNDP (tahun 1996, peringkat 102 dari 174 negara; tahun 1999 peringkat 105

dari 174 negara; tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara),’

kecenderungannya menurun terus.

Demikian juga pendidikan secara mikro yaitu pendidikan pada tingkat

lembaga atau satuan pendidikan. Walaupun sudah banyak yang mencapai taraf

standar pendidikan nasional bahkan ada yang telah mencapai standar

pendidikan internasional, ternyata kesenjangan antar satuan pendidikan masih

sangat tinggi. Seperti terlihat pada tabel 1.1, bahwa ada SMK yang telah

memenuhi kecukupan tenaga pendidiknya, sedangkan di sisi lain masih

terdapat SMK yang tenaga pendidiknya kurang relevan yang cukup signifikan

bahkan ada yang kurang dari segi kuantitasnya.

Di pihak lain, hasil observasi awal yang penulis lakukan terhadap

kondisi guru SMK di Kabupaten Majalengka dapat diidentifikasi sebagai

berikut: jumlah guru belum memenuhi kebutuhan riil SMK; masih ditemukan

guru yang mismacth antara latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran

yang mereka ampu; dan masih ditemukan adanya guru-guru SMK yang belum

memiliki kompetensi akademik, dalam arti baru berijazah Diploma III.

Melihat semangat pengembangan diri guru yang disebabkan oleh

tuntutan peraturan bahwa guru harus sarjana atau diploma IV, tuntutan sosial,

dunia usaha dan dunia industri serta belum terencananya secara matang

pengembangan guru sebagaimana diutarakan dimuka, maka gagasan utama

(13)

melalui pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan kesertaan pada forum ilmiah

yang pada gilirannya terformulasikan strategi pengembangan guru yang

diharapkan lebih berhasilguna.

Di dalam struktur program kurikulum SMK memuat rumpun-rumpun:

(1) pendidikan umum atau normatif; (2) dasar penunjang atau adaptif; (3)

praktek keahlian produktif atau professional competencies. Rumpun ketiga ini

terdiri atas (a) teori kejuruan yang dilaksanakan sepenuhnya di sekolah dan

menjadi tanggung jawab sekolah; dan (b) praktek dasar kejuruan, dapat

dilaksanakan di sekolah, industri/perusahaan atau di kedua tempat tersebut, dan

menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah dengan industri atau

perusahaan mitranya. Adapun praktek keahlian profesi dilaksanakan di

industri/perusahaan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab

industri/perusahaan tersebut. Jika digambarkan secara skematik dapat dilihat

(14)

Teori kejuruan Praktek

dasar kejuruan

Praktek keahlian

produktif

(professional

competencies

)

Kemampuan

normatif

(pembentukan watak)

Kemampuan

adaptif

(pengembangan diri)

Gambar 1.1

PROGRAM PENDIDIKAN DI SMK

Sumber: Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan

Di dalam konstelasi program pendidikan SMK tersebut, posisi dan

tugas guru SMK adalah mengajar dan melatihkan rumpun mata pelajaran baik

yang normatif, adaptif maupun produktif atau vocational study. Oleh karena

itu, kinerja guru SMK merupakan salah satu penentu kualitas dan kompetensi

lulusan yang responsif terhadap perkembangan dan tuntutan dunia usaha dan

industri. Sedangkan kinerja guru itu sendiri dipengaruhi banyak faktor, seperti:

kemampuan, keterampilan, sikap, motivasi, iklim kerja, pendidikan, pelatihan,

(15)

faktor kurang optimalnya kinerja guru secara garis besar disebabkan oleh latar

belakang pendidikan dan kompetensi guru yang tidak relevan dengan mata

pelajaran yang diampu. Menurut Sapaat (2004) yang dikutip Suhendro

(http://duniaguru.com, diakses 2009), menyatakan bahwa guru yang tidak

menguasai bahan ajar, tidak menguasai landasan-landasan kependidikan, tidak

menguasai psikologi belajar siswa dan kompetensi lainnya sudah tidak dapat

diandalkan lagi dalam konteks pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai guru yang profesional.

Mewujudkan SMK yang bermutu tentu tidak mudah, dan karenanya

memerlukan usaha dan kerja keras dari seluruh pelaku pendidikan termasuk

siswa sebagai subjek dalam pendidikan. Kemampuan guru melaksanakan

program pengajaran yang menarik menjadi penentu keberhasilan belajar siswa

di sekolah. Siswa memerlukan suasana kondusif untuk benar-benar melakukan

kegiatan belajar, dan memperoleh pengalaman belajar yang bermakna.

Merupakan kewajiban guru untuk menciptakan pendidikan yang bermutu

dengan mengeksploitasi segala kemampuannya yang memungkinkan siswa

menyenangi dan termotivasi untuk belajar. Kualitas belajar yang baik dan

menyenangkan sangat tergantung pada kemampuan guru. Untuk mengatasi

permasalahan di atas pemerintah telah melakukan beberapa cara, seperti:

melalui MGMP, seminar-seminar, semiloka, lokakarya, pelatihan-pelatihan,

pendidikan lanjut, dll. Namun sampai saat ini hasil observasi awal di lapangan

(16)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah dan argumentasi di atas, penulis

terdorong untuk meneliti kinerja guru SMK sebagai variabel yang terikat oleh

aspek-aspek pengembangan guru melalui pendidikan lanjut, pelatihan profesi,

dan kesertaan pada forum ilmiah.

Pokok masalah penelitian ini penulis rumuskan terhadap efektivitas

manajemen pengembangan guru SMK melalui pendidikan lanjut, pelatihan

profesi, dan kesertaan pada forum ilmiah. Pokok masalah tersebut selanjutnya

penulis perinci ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh pendidikan lanjut terhadap kinerja guru?

2. Seberapa besar pengaruh pelatihan profesi terhadap kinerja guru?

3. Seberapa besar pengaruh kesertaan pada forum ilmiah terhadap kinerja

guru?

4. Seberapa besar pengaruh pendidikan lanjut dan pelatihan profesi secara

bersama-sama terhadap kinerja guru?

5. Seberapa besar pengaruh pendidikan lanjut dan kesertaan pada forum

ilmiah secara bersama-sama terhadap kinerja guru?

6. Seberapa besar pengaruh pelatihan profesi dan kesertaan pada forum

ilmiah secara bersama-sama terhadap kinerja guru?

7. Seberapa besar pengaruh pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan

kesertaan pada forum ilmiah secara bersama terhadap kinerja guru SMK

(17)

8. Bagaimana tingkat efektivitas manajemen pengembangan guru SMK

melalui pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan kesertaan pada forum di

Kabupaten Majalengka?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini menelaah aspek-aspek pengembangan dan kinerja guru di

SMK, yang merupakan salah satu bidang kajian dari disiplin ilmu administrasi

pendidikan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis pengaruh pendidikan lanjut terhadap kinerja guru.

2. Menganalisis pengaruh pelatihan profesi terhadap kinerja guru.

3. Menganalisis pengaruh kesertaan pada forum ilmiah terhadap kinerja guru.

4. Menganalisis pengaruh pendidikan lanjut dan pelatihan profesi secara

bersama-sama terhadap kinerja guru.

5. Menganalisis pengaruh pendidikan lanjut dan kesertaan pada forum ilmiah

secara bersama-sama terhadap kinerja guru.

6. Menganalisis pengaruh pelatihan profesi dan kesertaan pada forum ilmiah

secara bersama-sama terhadap kinerja guru.

7. Menganalisis pengaruh pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan kesertaan

pada forum ilmiah secara bersama terhadap kinerja guru SMK di

Kabupaten Majalengka.

8. Menganalisis tingkat efektivitas manajemen pengembangan guru SMK

melalui pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan kesertaan pada forum di

(18)

D. MANFAAT HASIL PENELITIAN

1. Dimensi Teoritik

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut, yang

relevan dan mengarah pada konsep-konsep dan konteks program

pengembangan guru serta kualitas kinerja guru SMK. Analisis pengembangan

guru dan kinerja guru sebagai bagian yang tak terpisahkan dari manajemen

tenaga pendidik, diharapkan dapat memberikan sumbangan konseptual bagi

perkembangan disiplin ilmu administrasi pendidikan.

2. Dimensi Praktek

Dalam tataran praktek, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1) Untuk memperluas wawasan penulis khususnya mengenai pengembangan

tenaga pendidik dan kinerja mengajar guru SMK, sekaligus sebagai temuan

awal untuk penelitian-penelitian lanjutan yang relevan.

2) Sebagai bahan kajian bagi Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Badan

Kepegawaian Daerah dan para pengambil kebijakan di lingkungan

Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka dalam menentukan kebijakan

dan program-program pengembangan dan peningkatan kompetensi guru

SMK.

3) Memberikan umpan balik untuk Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka

dalam menentukan kebijakan dan merencanakan pengembangan guru

(19)

E. KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Berdasarkan fokus dan konteksnya, maka kerangka pikir penelitian ini

memuat hal-hal sebagaimana diuraikan berikut ini.

Pertama, konseptualisasi masalah dan penjelasan teoritik. Dalam tahap

ini penulis merumuskan konseptualisasi masalah penelitian, sebagaimana yang

telah dituangkan di bagian muka. Selanjutnya penulis memberikan penjelasan

teoritik terhadap konsep-konsep kunci yang terkandung di dalam masalah

penelitian ini.

Menurut Sanusi (1998), teori berfungsi: (1) mengonfirmasi atau

memfalsifikasi teori yang ada, dan hasilnya dipakai untuk mengidentifikasi dan

mengurai unsur-unsur dari suatu satuan; (2) mendeskripsi; (3) menganalisis

proses serta hubungan; (4) memprediksi; dan (5) membuat rencana, operasi,

dan kontrol. Dengan demikian, penjelasan teoritik masalah penelitian, penulis

maksudkan guna memfungsikan konsep dan teori untuk menerangi proses

pemahaman masalah penelitian di wilayah empirik, agar masing-masing

dimensi masalah penelitian mendapatkan penjelasan teoritik yang memadai

sehingga dapat dicegah kemungkinan tersesat di wilayah empirik.

Kedua, deskripsi dan analisis temuan empirik. Setelah kategori masalah

penelitian mendapat penjelasan teoritik yang memadai, selanjutnya penulis

memasuki wilayah empirik guna merekam data dan informasi yang

mencerminkan gambaran nyata mengenai masalah penelitian. Selanjutnya,

dilakukan pengujian hipotesis penelitian dan pemaknaan. Pada tingkat empirik,

(20)

hubungan determinatif faktor-faktor pengembangan guru dengan kinerja

mengajar guru. Berdasarkan pengungkapan dan pemaknaan tersebut akan

dikedepankan sebuah strategi pengembangan guru untuk mendukung

peningkatan kinerja mengajar yang sesuai dengan tuntutan relevansi

pendidikan SMK.

Ketiga, mengajukan strategi pengembangan guru. Strategi

pengembangan guru diajukan berdasarkan fakta empirik yang ditemukan di

lapangan, hasil pengujian hipotesis penelitian, perbandingan dengan telaah

teoritik dan penelitian terdahulu. Untuk lebih ringkasnya, kerangka penelitian

(21)

Gambar 1.2.

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Pada gambar 1.2 di atas terlihat bahwa sesuai dengan undang-undang,

peraturan dan kebijakan lainnya bahwa guru harus profesional. Salah satu

Tidak

Ya Ya Ya

PP SNP No. 19/2005

§ §

§ §

§ §

REGULASI :

UUSPN No. 20/2003

UUGD No. 14/2005 MASYARAKAT

Budaya Dunia Usaha Dunia Industri

Relevansi

Kualifikasi akademik

Jumlah guru kurang

Kesenjangan

MANAJEMEN PENGEMBANGAN GURU

Pendidikan Lanjut

v Kemampuan v Keterampilan v Sikap v Motivasi

KINERJA GURU

SMK

Evaluasi Program

Pelatihan Profesi Forum Ilmiah KONSEP / TEORI:

§

Kinerja Pengembangan

(22)

kriteria profesional adalah kompetensi akademik guru minimal sarjana yang

sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Di sisi lain guru juga sebagai

sumber daya manusia kependidikan perlu dikelola dengan baik sesuai dengan

kaidah keilmuan manajemen sumber daya manusia, guna mengurangi

kesenjangan kompetensi akademik guru SMK dilaksanakan beberapa program

pengembangan. Di antaranya pengembangan melalui pendidikan lanjut,

pelatihan profesi dan kesertaan pada forum ilmiah. Melalui program

pengembangan tersebut selain kesenjangan kompetensi akademik dapat teratasi

juga outputnya diharapkan memiliki kinerja mengajar sesuai harapan.

F. HIPOTESIS

Berdasarkan deskripsi teoritik dan kerangka pikir sebagaimana

diuraikan di atas, dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh pendidikan lanjut terhadap kinerja guru.

2. Terdapat pengaruh pelatihan profesi terhadap kinerja guru.

3. Terdapat pengaruh kesertaan pada forum ilmiah terhadap kinerja guru.

4. Terdapat pengaruh pendidikan lanjut dan pelatihan profesi secara

bersama-sama terhadap kinerja guru.

5. Terdapat pengaruh pendidikan lanjut dan kesertaan pada forum ilmiah

secara bersama-sama terhadap kinerja guru.

6. Terdapat pengaruh pelatihan profesi dan kesertaan pada forum ilmiah

(23)

7. Terdapat pengaruh pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan kesertaan pada

forum ilmiah secara bersama-sama terhadap kinerja guru SMK di

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan

explanatory survey yang menurut Singarimbun dan Effendi (1989:4), “yakni

untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa. Penelitian ini juga

dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial

tertentu.” Sementara itu J. Supranto (2004:17), menambahkan bahwa riset

deskriptif dilakukan untuk mendapatkan informasi untuk menjawab pertanyaan:

apa (what), siapa (who), di mana (where), kapan (when), bagaimana (how) atau

berapa banyak/berapa jumlah (how much). Konsekuensi dari pendekatan ini

memerlukan operasionalisasi variabel yang dapat diukur secara kuantitatif

sehingga dapat diuji secara statistik.

B. LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Penelitian ini memilih lokasi pada 35 SMK negeri dan swasta di

Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Populasinya adalah seluruh guru

SMK, yang berjumlah 937 orang. Dengan asumsi bahwa dilihat dari kinerjanya

semua guru mendapat kesempatan sama untuk dijadikan sampel. Oleh karena

itu pengambilan sampel digunakan metode simple random sampling, yang

menurut Sugiyono (2010:93), yaitu “pengambilan sampel dilakukan secara

acak”. Dari 937 orang diurutkan namanya dan diambil dari daftar nama tersebut

loncat setiap sembilan nomor sehingga didapat 104 orang. Jumlah sampel yang

(25)

Sugiyono (2010:102-103), yaitu ‘bila dalam penelitian akan melakukan analisis

dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah

anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variable yang diteliti.’

C. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN

Penelitian ini terdiri atas tiga variabel bebas dan satu variabel terikat.

Variabel bebas berupa pendidikan lanjut (X1); diklat profesi (X2); dan kesertaan

pada forum ilmiah (X3). Sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja guru

SMK (Y). Definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan makna

variabel yang diteliti. Menurut Singarimbun (2003:46-47) “definisi operasional

adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel”.

Semacam petunjuk pelaksanaan caranya mengukur suatu variabel. Berikut ini

definisi operasional variabel penelitian.

(1) Pendidikan lanjut (X1), yaitu jenjang pendidikan yang diikuti oleh guru

SMK yang ketika diterima sebagai guru berlatar belakang pendidikan

Diploma III melanjutkan ke jenjang Strata 1, dengan melihat aspek

pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai.

(2) Diklat profesi (X2), berupa diklat profesi yang pernah diikuti oleh guru

SMK baik pra jabatan, pelatihan dalam jabatan, dan pengembangan teknis

pendidikan, dengan melihat aspek keterampilan, kesinambungan,

motivasi, dan keahlian baru.

(3) Kesertaan pada forum ilmiah (X3), yaitu keikutsertaan guru SMK pada

(26)

organisasi profesi, dengan melihat aspek profesionalisme dari sumber

lain, penambahan ide-ide, implementasi ide-ide, berbagi ide-ide dan

penemuan dalil-dalil, aksioma dan doktrin.

(4) Kinerja guru dalam penelitian ini adalah merupakan tingkat profesional

guru dalam proses belajar mengajar selama periode tertentu, yang dapat

dilihat melalui kemampuan, keterampilan, motivasi dan sikap

profesionalisme guru.

D. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan

data adalah angket/kuesioner. Angket disusun berskala pengukuran ordinal

mengingat angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran

secara kontinus 1 – 5.

Tabel 3.1

Dimensi dan Indikator Variabel Pendidikan Lanjut (X1)

Variabel Dimensi Indikator Butir Jml

Pendidikan Lanjut

Pengetahuan 1. Bidang kajian utama 2. Keguruan

1, 2 3, 4 4 Kemampuan 1. Menyusun RPP

2. Menjawab pertanyaan siswa

5, 6 7, 8 4 Keterampilan 1. Mengajar

2. Menggunakan media belajar 3. Mengevaluasi

(27)

Tabel 3.2

Dimensi dan Indikator Variabel Pelatihan Profesi (X2)

Variabel Dimensi Indikator Butir Jml

Pelatihan Profesi

Keterampilan 1. Menggunakan alat praktek 2. Memberi contoh Keahlian 1. Wawasan teknologi terkini

2. Membuat alat peraga

17, 18

19, 20 4

Jumlah Butir Pernyataan/Pertanyaan 20

Tabel 3.3

Dimensi dan Indikator Variabel Kesertaan pada Forum Ilmiah (X3)

Variabel Dimensi Indikator Butir Jml

Kesertaan pada Forum Ilmiah

Profesionalisme dari sumber lain

1. Materi seminar

2. Wawasan kependidikan

1, 2

3, 4 4 Penambahan ide-ide 1. Teknik pembelajaran

2. Merancang media belajar

5, 6,

7, 8, 9 5 Implementasi ide-ide 1. Dalam pembelajaran

2. Pembuatan media belajar

10

11 2

Berbagi ide-ide 1. Membuat usulan dalam membuat kebijakan

1. Perubahan dalam pekerjaan 2. Mencoba hal baru

16, 17 18, 19, 20 5

Jumlah Butir Pernyataan/Pertanyaan 20

Tabel 3.4

Dimensi dan Indikator Variabel Kinerja Guru SMK (Y)

Variabel Dimensi Indikator Butir Jml

Kinerja Guru SMK

Kemampuan a. kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran

b. kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran (KBM)

c. kemampuan guru dalam melakukan penilaian hasil pembelajaran

Keterampilan a. keterampilan bertanya

b. keterampilan memberi penguatan c. keterampilan mengadakan variasi d. keterampilan menjelaskan

e. keterampilan membuka dan menutup pelajaran f. keterampilan membimbing diskusi kelompok

kecil

g. keterampilan mengelola kelas

(28)

Sikap profesional

a. panggilan jiwa atas profesinya b. tanggung jawab yang maksimal c. idealisme

d. komitmen profesi

e. kesetiaan terhadap organisasi.

Motivasi kerja a. rasa aman dalam bekerja b. pengakuan dan penghargaan c. kesempatan

d. peningkatan kualitas diri e. tanggung jawab.

Jumlah Butir Pernyataan/Pertanyaan 80

E. PENGEMBANGAN INSTRUMEN

Prosedur penelitian dalam kaitan penulisan ini dimaksudkan agar

peneliti dapat memberikan hasil maksimal dengan langkah-langkah yang benar

serta menepis kekeliruan yang sekecil-kecilnya. Di samping itu untuk

menetapkan data yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Langkah awal diadakan persiapan yaitu latar belakang masalah,

perumusan masalah sampai hipotesis penelitian dan dilanjutkan dengan

asumsi-asumsi dari kajian kepustakaan, membuat kisi-kisi penyusunan instrumen,

menyusun pra instrumen penelitian, membuat model inventory dalam bentuk

kuesioner sementara, lalu dijustifikasi inventori oleh promotor (pakar), setelah

dinyatakan layak kemudian diujicobakan di SMKN 1 sebagian sampel.

Kemudian data diolah menjadi data mentah hasil uji coba, dianalisis item

dengan uji validitas dan reliabilitas instrumen dengan uji Alfa Cronbach.

Apakah semua item sudah valid dan reliabel, kalau tidak diadakan koreksi atau

dibuang, kalau benar-benar valid dan reliabel item tersebut digunakan.

Kemudian item yang sudah valid dan reliabel dihimpun lalu diujikan atau

(29)

hasil angket yang disebarkan ditabulasi, selanjutnya menghasilkan data yang

berbentuk data interval (Skala Likert). Data interval langsung diuji dengan

korelasi sederhana maupun korelasi ganda, ditemukan (hasil temuan penelitian),

dibahas dengan dimaknai (diinterpretasikan sesuai dengan analisis).

Akhirnya disimpulkan, implementasi dan rekomendasi. Prosedur

penelitian dimaksud dapat dilihat pada skema pada gambar 3.1.

(30)

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA DAN UJI INSTRUMEN

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

angket yang berisi pernyataan/pertanyaan yang harus dijawab oleh responden,

dengan memilih jawaban yang telah tersedia. Pemilihan jawaban oleh

responden didasarkan atas kesesuaiannya dengan persepsi, pengalaman, dan

pertimbangannya.

Item-item angket mengacu pada skala yang dikembangkan oleh Osgood,

yaitu yang berbentuk semantic differensial. Sugiyono (2002) menjelaskan

bahwa skala semantic differensial tersusun dalam satu garis kontinum, jawaban

yang sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat

negatif terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya.

Pengukuran semua variabel penelitian ini berskala ordinal. Untuk

kepentingan analisis data dengan Analisis Jalur (Path Analysis) yang

mempersyaratkan pengukuran variabel sekurang-kurangnya interval, maka

peningkatan pengukuran variabel berskala ordinal ke skala interval dilakukan

melalui method of successive intervals (Al Rasyid, 2005). Prosedur penggunaan

metode tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Perhatikan banyaknya (frekuensi) responden yang menjawab

(memberikan) respons terhadap alternatif (kategori) jawaban yang

(31)

(2) Bagi setiap bilangan pada frekuensi oleh banyaknya responden (N),

kemudian tentukan proporsi untuk setiap alternatif jawaban responden

tersebut.

(3) Jumlahkan proporsi secara beruntun sehingga keluar proporsi kumulatif

untuk setiap alternatif jawaban responden

(4) Dengan menggunakan Tabel Distribusi Normal Baku, hitung nilai z untuk

setiap kategori berdasarkan proporsi kumulatif pada setiap alternatif

jawaban responden tadi.

(5) Menghitung nilai skala (scale value) untuk setiap nilai z dengan

menggunakan rumus:

(6) Melakukan transformasi nilai skala (transformed scale value) dari nilai

skala ordinal ke nilai skala interval, dengan terlebih dahulu menentukan

angka indeks skala interval (SIx) yang diperoleh dari pengurangan angka

satu (diperoleh dari nilai skala yang nilainya kecil atau harga negatif

terbesar yang kemudian diubah menjadi sama dengan satu) dengan SVi

terkecil (= SVMin). SIx = 1 - SVMin. Sehingga untuk setiap alternatif

jawaban, skala intervalnya dapat diketahui dengan rumus : SIx = SVi +

SIx

2. Uji Instrumen

Untuk menguji validitas setiap item instrumen digunakan rumus

Koefisien Korelasi Product Moment dari Pearson, melalui prosedur sebagai Density at lower limit - Density at upper limit

Area under upper limit - Area under lower limit

(32)

berikut :

(1) Mengumpulkan data dari hasil uji coba.

(2) Memeriksa kelengkapan data, untuk memastikan lengkap tidaknya

lembaran data yang terkumpul. Termasuk di dalamnya memeriksa

kelengkapan pengisian item instrumen.

(3) Memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang perlu diberi skor.

(4) Membuat tabel pembantu untuk menempatkan skor-skor pada item yang

diperoleh untuk setiap respondennya. Dilakukan untuk mempermudah

perhitungan/pengolahan data selanjutnya.

(5) Menghitung jumlah skor item yang diperoleh oleh masing-masing

responden.

(6) Menghitung nilai koefisien korelasi product moment untuk setiap item

instrumen dari data observasi yang diperoleh.

Rumus :

Y = Jumlah skor yang diperoleh masing-masing responden.

∑Y = Total dari jumlah skor yang diperoleh masing-masing responden.

Y2 = Kuadrat dari jumlah skor yang diperoleh masing-masing responden.

(33)

responden.

∑XY = Jumlah hasil kali nomor item angket ke i dengan jumlah skor yang

diperoleh masing-masing responden.

(7) Membandingkan nilai koefisien korelasi product moment hasil

perhitungan dengan nilai koefisien korelasi product moment yang terdapat

dalam tabel. Kriteria kesimpulan : Jika nilai rxy > r xy tabel, maka item

angket valid (sahih).

(8) Membuat kesimpulan.

Sedangkan uji reliabilitas instrumen, yaitu untuk mengetahui

konsistensinya digunakan Metode Alfa dengan prosedur sebagai berikut:

(1) Membuat tabel pembantu untuk menempatkan skor-skor pada item yang

diperoleh untuk setiap respondennya.

(2) Menghitung jumlah skor item yang diperoleh oleh masing-masing

responden.

(3) Menghitung kuadrat jumlah skor item yang diperoleh oleh masing-masing

responden.

(4) Menghitung jumlah skor masing-masing item yang diperoleh.

(5) Menghitung jumlah kuadrat skor masing-masing item yang diperoleh.

(6) Menghitung varians masing-masing item

(7) Menghitung varians total

(8) Menghitung nilai koefisien Alfa

(34)

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya item instrumen

2

i

σ = Jumlah varians item

2

t

σ = Varians total

N = Jumlah responden.

(9) Membandingkan nilai koefisien Alfa dengan nilai koefisien korelasi

Product Moment yang terdapat dalam tabel. Kriteria kesimpulan: Jika

nilai uji r11 > nilai tabel r, maka instrumen angket reliabel

(10) Membuat kesimpulan.

Koefisien reliabilitas hasil hitung, menurut Arikunto (1995) dapat

diinterpretasi sebagai berikut: 0,000 – 0,199 (sangat rendah); 0,200 – 0,399

(rendah); 0,400 – 0,599 (sedang); 0,600 – 0,799 (kuat); dan 0,800 – 1,000

(sangat kuat).

G. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Rancangan Uji Hipotesis

Penelitian ini menganalisis hubungan kausal antara pendidikan lanjut,

pelatihan profesi, dan kesertaan pada forum ilmiah dengan kinerja guru SMK di

Kabupaten Majalengka. Untuk menganalisis hubungan kausal antara variabel

bebas (exogenous variable) dan variabel terikat (endogenous variable) dalam

penelitian ini digunakan Path Analysis Models. Proposisi hipotetik hubungan

dan pengaruh antar variabel tersebut dapat digambarkan dalam diagram jalur

(35)

Gambar 3.2. DIAGRAM JALUR

Keterangan :

X1 = Variabel Pendidikan Lanjut

X2 = Variabel Pelatihan Profesi

X2 = Variabel Kesertaan pada Forum Ilmiah

(36)

= Koefisien korelasi variabel X1 dengan X3, menggambarkan

intensitas keeratan hubungan antara variabel X1 dengan X3.

= Koefisien korelasi variabel X2 dengan X3, menggambarkan

intensitas keeratan hubungan antara variabel X2 dengan X3.

= Koefisien jalur variabel X1 terhadap Y, menggambarkan besarnya

pengaruh langsung variabel X1 terhadap Y.

= Koefisien jalur variabel X2 terhadap Y, menggambarkan besarnya

pengaruh langsung variabel X2 terhadap Y.

= Koefisien jalur variabel X3 terhadap Y, menggambarkan besarnya

pengaruh langsung variabel X3 terhadap Y.

= Koefisien determinasi variabel X1 dan variabel X2 terhadap Y,

menggambarkan besarnya pengaruh variabel X1 dan variabel X2

terhadap Y.

= Koefisien determinasi variabel X1 dan variabel X3 terhadap Y,

menggambarkan besarnya pengaruh variabel X1 dan variabel X3

terhadap Y.

= Koefisien determinasi variabel X2 dan variabel X3 terhadap Y,

menggambarkan besarnya pengaruh variabel X2 dan variabel X3

terhadap Y.

= Koefisien determinasi variabel X1, X2 dan X3 terhadap Y,

menggambarkan besarnya pengaruh variabel X1, X2 dan variabel

X3 terhadap Y.

ε = Variabel residu ε (variabel yang mempengaruhi variabel endogenous di luar variabel exogenous)

Pengujian hipotesis merujuk kepada langkah kerja sebagaimana yang

disarankan oleh Daniel J. Mueller (1986) dari Al Rasyid (2003:133) dalam

Sambas (2006:50), yaitu sebagai berikut:

(1) Menentukan hipotesis statistik (H0 dan H1) yang sesuai dengan hipotesis

penelitian yang diajukan.

(2) Menentukan taraf kemaknaan/nyata α ( level of significance α ).

(3) Mengumpulkan data melalui sampel peluang (probability sample/random

sampel).

(4) Menentukan statistik uji yang tepat.

(37)

(6) Menghitung nilai statistik uji berdasarkan data yang dikumpulkan. Lalu

memperhatikan apakah nilai hitung statistik uji jatuh di daerah

penerimaan atau daerah penolakan.

(7) Membuat kesimpulan statistik (statistical conclusion), dan kesimpulan

penelitian (research conclusion).

(8) Menentukan nilai ρ (ρ - value).

2. Prosedur Analisis Statistika

Teknik analisis data dengan Path Analysis Models, menurut Al Rasyid

(2005) dijalankan dengan langkah kerja sebagai berikut:

(1) Menggambar dengan jelas diagram jalur yang mencerminkan proposisi

hipotetik yang diajukan, lengkap dengan persamaan strukturalnya.

(2) Menghitung matriks korelasi antar variabel.

Untuk menghitung koefisien korelasi digunakan Pearson’s

Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient) dari Karl

Pearson. Alasan penggunaan teknik koefisien korelasi dari Karl Pearson

ini adalah karena variabel-variabel yang hendak dicari korelasinya

memiliki skala pengukuran interval. Rumus Pearson’s Coefficient of

Correlation (Product Moment Coefficient):

(38)

( )(

)

(3) Menghitung matriks korelasi variabel exogenous.

Menghitung matriks invers korelasi variabel exogenous.

(4) Menghitung semua koefisien jalur pxuxi, 1,2, … k; melalui rumus:

(5) Menghitung besarnya pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung serta

pengaruh total variabel exogenous terhadap variabel endogenous secara

parsial, dengan rumus:

Besarnya pengaruh langsung variabel exogenous terhadap variabel

(39)

Besarnya pengaruh tidak langsung variabel exogenous terhadap

variabel endogenous = pxuxi x rx1x2 x pxuxi

Besarnya pengaruh total variabel exogenous terhadap variabel

endogenous adalah penjumlahan besarnya pengaruh langsung dengan

besarnya pengaruh tidak langsung = [pxuxi x pxuxi] + [pxuxi x rx1x2 x

pxuxi]

(6) Menghitung R2xu(x1,x2...xk), yaitu koefisien determinasi total X1, X2, … Xk terhadap Xu atau besarnya pengaruh variabel exogenous secara

bersama-sama (gabungan) terhadap variabel endogenous dengan menggunakan

rumus :

(7) Menghitung besarnya variabel residu, yaitu variabel yang mempengaruhi

variabel endogenous di luar variabel exogenous, dengan rumus :

1 2 u(1,2,...,k)

u x x x x

x R

p ε = −

(8) Menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur yang

(40)

i = 1,2, … k

k = Banyaknya variabel exogenous dalam sub struktur yang sedang diuji.

t = Mengikuti tabel distribusi t-student, dengan derajat bebas (degrees

of freedom) n – k – 1

Kriteria pengujian : Ditolak H0 jika nilai hitung t lebih besar dari nilai

tabel t – student. (t0 > ttabel(n-k-1)).

(9) Menguji kebermaknaan (test of significance) koefisien jalur secara

keseluruhan yang telah dihitung, dengan statistik uji yang digunakan

adalah (Nirwana Sitepu, 1994):

)

k = Banyaknya variabel exogenous dalam sub struktur yang sedang diuji

t = Mengikuti tabel distribusi F – Snedecor, dengan derajat bebas (degrees

of freedom) k dan n – k – 1

Kriteria pengujian : Ditolak H0 jika nilai hitung F lebih besar dari nilai

tabel F. (F0 > Ftabel(k, n-k-1)).

(10) Menguji perbedaan besarnya pengaruh masing-masing variabel

exogenous terhadap variabel endogenous, dengan statistik uji yang

digunakan adalah (Al Rasyid, 2005):

(41)

3. Interpretasi Data

Untuk mengetahui tingkat koefisien korelasi penulis mencoba melihat

beberapa kriteria yang telah disampaikan oleh para ahli. Di antaranya, Riduwan

dan Akdon (2007:18) yang mengemukakan bahwa kriteria interpretasi skor

terdiri dari:

Angka 0 % - 20 % = Sangat Lemah

Angka 21 % - 40 % = Lemah

Angka 41 % - 60 % = Cukup

Angka 61 % - 80 % = Kuat

Angka 81 % - 100 % = Sangat Kuat

Sementara itu, Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman

(2007:128) mengemukakan tentang tingkat keeratan hubungan variable X dan

Y, yaitu:

Nilai Korelasi Keterangan

0,00 - < 0,20

≥ 0,20 - < 0,40

≥ 0,40 - < 0,70

≥ 0,70 - < 0,90

≥ O,90 - ≤ 100

Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada)

Hubungan rendah

Hubungan sedang/cukup

Hubungan kuat/tinggi

Hubungan sangat kuat/tinggi

Sedangkan Sugiyono (2008:184), mengetengahkan pedoman untuk

(42)

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Kuat

Sangat kuat

Sekalipun maknanya tidak jauh barbeda, namun rentang derajat kriteria

yang disampaikan Mohamad Ali (1985:188) dalam bukunya tentang Penelitian

Kependidikan Prosedur dan Strategi sebagai pembanding dalam rentang kriteria

koefisien korelasi untuk memperkuat pemaknaan interpretasi hasil penelitian

ini. Kriteria penafsirannya adalah:

± 0.00 s/d ± 0.20 tidak ada/hamper tidak ada korelasi

± 0.21 s/d ± 0.40 korelasi rendah

± 0.41 s/d ± 0.60 korelasi sedang

± 0.61 s/d ± 0.80 korelasi tinggi

± 0.81 s/d ± 1.00 korelasi sempurna

Berdasarkan beberapa kriteria yang disampaikan oleh para ahli di atas,

penulis menginterpretasikan data hasil penelitian berkaitan dengan efektivitas

(43)

Disertasi, Bab V, Ipong Dekawati, NIM 0706379, Nopember 2009 |

BAB V

KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI

A. KESIMPULAN

Setelah mengadakan penelitian selama hampir enam bulan, yang selanjutnya

diolah dan dianalisis. Penulis menyimpulkan bahwa pendidikan lanjut berpengaruh

terhadap kinerja guru, secara langsung sebesar 0,0506. Sedangkan pengaruh tidak

langsung sebesar 0,0195. Sesuai dengan perhitungan pada halaman 141 menunjukkan

bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh pendidikan lanjut sebesar 0,0701, maka hipotesis

pertama diterima.

Sementara itu pelatihan profesi berpengaruh terhadap kinerja guru, secara

langsung sebesar 0,3561. Sedangkan pengaruh tidak langsung sebesar 0,0248. Sesuai

dengan perhitungan pada halaman 143 menunjukkan bahwa kinerja guru dipengaruhi

oleh pelatihan profesi sebesar 0,3809. Maka hipotesis kedua dapat diterima.

Sedangkan kesertaan pada forum ilmiah berpengaruh terhadap kinerja guru,

secara langsung sebanyak 0,1410, dan pengaruh tidak langsung sebesar 0,0243. Sesuai

dengan perhitungan pada halaman 144 menunjukkan bahwa kinerja guru dipengaruhi

oleh kesertaan pada forum ilmiah sebesar 0,1653. Dengan demikian hipotesis ketiga

diterima. Selanjutnya pengaruh pendidikan lanjut dan pelatihan profesi secara

bersama-sama terhadap kinerja guru sebesar 0,3842, pengaruh pendidikan lanjut dan kesertaan

pada forum ilmiah secara bersama-sama terhadap kinerja guru sebesar 0,2516, dan

pengaruh pelatihan profesi dan kesertaan pada forum ilmiah secara bersama-sama

terhadap kinerja guru sebesar 0,4865. Dengan demikian hipotesis keempat, kelima dan

keenam dapat diterima.

Selanjutnya secara bersama-sama ketiga faktor pengembangan guru yaitu

(44)

terhadap kinerja guru sebesar 0,6162. Sesuai dengan perhitungan pada halaman 151

menunjukkan kinerja guru SMK di Kabupaten Majalengka dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain di luar pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan kesertaan pada forum ilmah

sebesar 0,3838. Sehingga dapat dianalisis bahwa pelaksanaan pengembangan guru

SMK di Kabupaten Majalengka secara parsial belum berhasil dengan optimal,

maknanya bahwa pengembangan guru SMK secara parsial yang selama ini

dilaksanakan dapat dimaknai kurang efektif. Hal ini dikarenakan belum

terformulasinya perencanaan yang matang untuk pengembangan guru.

Pengembangan guru yang sudah berlangsung mayoritas bersifat pengembangan

guru yang dilaksanakan secara individu atau pengembangan diri, biayanya

ditanggung secara swadana dari guru yang bersangkutan. Selain biaya pendidikan

lanjut ditanggung secara mandiri oleh guru yang bersangkutan, guru yang

mendapat izin belajar tidak diperbolehkan meninggalkan tugas. Maka dalam

mengikuti pendidikan lanjut mereka mencari lembaga pendidikan yang lokasinya

tidak jauh dari tempat kerja agar tidak meninggalkan tugas mengajar. Sementara

itu di Kabupaten Majalengka sendiri perguruan tinggi masih terbatas. Keinginan

guru SMK untuk mengikuti pendidikan lanjut cukup tinggi guna memenuhi

tuntutan peraturan yang berlaku tentang kompetensi akademik guru. Oleh karena

itu pendidikan lanjut yang diikuti kurang relevan dengan latar belakang

pendidikan sebelumnya serta mata pelajaran yang diampunya. Sehingga

pengembangan guru SMK berlangsung kurang efektif. Sesuai dengan kriteria

(45)

Namun jika dianalisis secara keseluruhan dari ketiga program

pengembangan guru, yaitu pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan kesertaan pada

forum ilmiah tingkat efektivitasnya termasuk kuat atau dapat dimaknai efektif,

dengan pengaruh sebesar 0,6162. Sesuai kriteria interpretasi skor yang

dikemukakan Sugiyono (2008:184) termasuk pada rentang interval koefisien 0,60

hingga 0,799 atau sama dengan kuat. Dengan demikian tingkat efektivitas

pengembangan guru secara keseluruhan yakni pendidikan lanjut, pelatihan

profesi dan kesertaan pada forum ilmiah dapat dikategorikan efektif. Maka

hipotesis ketujuh, yaitu terdapat pengaruh pendidikan lanjut, pelatihan profesi dan

kesertaan pada forum ilmiah terhadap kinerja guru SMK di Kabupaten

Majalengka dapat diterima.

B. REKOMENDASI

Dari mulai pengumpulan, pengolahan data hingga analisis kemungkinan

terdapat kelemahan namun penulis telah berusaha seoptimal mungkin dengan nilai

akurasi data yang sahih. Beranjak dari kondisi tersebut penulis menyampaikan

rekomendasi sebagai berikut:

1. Mendekatkan kebutuhan akan pengembangan guru SMK dari kondisi yang

ada dengan kompetensi yang diharapkan, menentukan calon peserta

mengutamakan kebutuhan. Selanjutnya beri penghargaan (reward) setelah

mengikuti pendidikan lanjut, pelatihan profesi atau kesertaan pada forum

ilmiah dengan segera menyesuaikan akumulasi KUM mereka. Dengan

(46)

pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan sebelumnya atau mata

pelajaran yang diampu.

2. Dilakukan pembenahan dalam pengelolaan pengembangan guru SMK.

Dengan membuat perencanaan pengembangan guru SMK jangka pendek dan

jangka panjang disesuaikan tingkat akomodatif dan antisipatif kebutuhan pada

masa yang akan datang.

3. Menyesuaikan kompetensi guru SMK dengan kurikulum melalui inventarisasi

seluruh guru SMK di wilayah Majalengka, terutama guru produktif.

4. Dibuat matriks kompetensi (competency mattrix) untuk memberi ruang

pengembangan guru dikaitkan dengan pertimbangan linieritas dan pemerataan.

5. Sebagai dasar untuk kesertaan pada program pendidikan lanjut, pelatihan

profesi, dan forum ilmiah menggunakan analisis kesenjangan kemampuan dan

keterampilan atau pendidikan (skill gap and development need analysis).

6. Menyusun perencanaan sumber daya manusia, dalam kaitan ini guru SMK

yang komprehensif disesuaikan dengan perkembangan kurikulum pada tingkat

satuan pendidikan (KTSP) setelah dikoordinasikan dengan pihak dunia usaha

dan dunia industri.

7. Pendekatan manajemen yang tepat disesuaikan dengan kondisi daerah

setempat guna pencapaian tujuan dan sasaran pengembangan guru SMK.

8. Dibuat strategi pengembangan guru yang baku namun adaptif terhadap

(47)

hendaknya tetap mengacu pada program pendidikan di SMK, yaitu

mengakomodir rumpun normatif, adaptif dan produktif.

C. IMPLIKASI

Hasil temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan lanjut,

pelatihan profesi dan kesertaan pada forum ilmiah, baik secara terpisah maupun

bersama-sama memiliki pengaruh terhadap kinerja guru SMK di Kabupaten

Majalengka. Berbagai dimensi dari penelitian ini telah dianalisis dan disimpulkan.

Beranjak dari hasil analisis yang ada maka dapat dirumuskan implikasi dengan

beberapa penekanan sebagai berikut:

1. Upaya perluasan dan transparansi berkaitan informasi program pendidikan

lanjut, pelatihan profesi dan forum ilmiah sehingga sebanyak mungkin

informasi tersebut dapat diserap oleh guru SMK yang memerlukan dan

menginginkan pengembangan melalui ketiga program di atas. Penyebaran

informasi dapat dilakukan melalui alur informasi kedinasan (downward),

media komunikasi internal dinas pendidikan dan pemerintah daerah, ataupun

melalui mulut ke mulut dalam lingkungan pegawai dinas pendidikan. Dengan

sebaran informasi yang menyentuh seluruh guru SMK yang ada di wilayah

Kabupaten Majalengka sangat memungkinkan peluang guru SMK untuk

mengikuti program pengembangan ini menjadi lebih terbuka.

2. Upaya mendekatkan relevansi antara latar belakang pendidikan sebelumnya

atau dengan mata pelajaran yang diampu, diperlukan adanya seleksi awal

(48)

kesertaan pada forum ilmiah. Dimensi relevansi sangat penting untuk

diupayakan terus disinkronkan dengan mata pelajaran yang diampu agar

menghasilkan kebermanfaatan yang optimal, terutama bagi peningkatan mutu

proses pembelajaran yang pada gilirannya dapat meningkatkan kompetensi

peserta didik.

3. Upaya peningkatan tingkat kepentingan atau esensialitas dilaksanakannya

program seleksi melalui skala prioritas, yaitu program mana yang lebih dulu

harus dikembangkan. Dalam pelaksanaannya dapat mengacu pada kebijakan

dan tujuan nasional tentang pendidikan serta diadakan dialog dengan pihak

dunia usaha dan dunia industri sebagai pengguna output SMK.

4. Upaya peningkatan manajemen atau kualitas pengelolaan ketiga program

pengembangan di atas dapat dilakukan dengan melaksanakan fungsi

manajemen yang sebenarnya, dari mulai perencanaan, pengorganisasian,

pemilihan pelaksana dan peserta, pengarahan, pengawasan serta evaluasi.

Program pengembangan guru SMK hendaknya direncanakan dengan tepat

baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Disesuaikan dengan

kebutuhan dan tingkat kepentingan tujuan pendidikan kejuruan itu sendiri

sehingga diharapkan terdapat sinkronisasi antara kebutuhan tenaga kerja pada

dunia usaha dan dunia industri dengan lulusan SMK. Selanjutnya fungsi

pengorganisasian dan penetapan orang-orang yang akan melaksanakannya

disesuaikan dengan perencanaan dan target yang hendak dicapai lengkap

dengan pedoman atau petunjuk pelaksanaan dan uraian tugasnya. Samakan

(49)

dikendalikan melalui pengawasan yang cermat. Segera dilakukan penyesuaian

jika terjadi penyimpangan situasional dalam pelaksanaannya. Terakhir setiap

kegiatan selalu dievaluasi sebagai dasar untuk pelaksanaan kegiatan

pengembangan guru SMK berikutnya.

Beberapa kelemahan yang terjadi pada program pengembangan guru SMK

melalui pendidikan lanjut, pelatihan profesi serta forum ilmiah memerlukan

perhatian khusus guna perbaikan di masa yang akan datang. Kondisi demikian

tidak dapat dibiarkan begitu saja, perlu perhatian khusus untuk mengelola

pengembangan guru SMK ini agar dana, waktu dan energi yang dikeluarkan dapat

seimbang dengan manfaat yang dirasakan atau sesuai dengan tujuan dan harapan.

Sekalipun memang untuk linieritas jenjang pendidikan ini tidak mudah karena

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, Aidin (2000), Hubungan Sikap Guru Terhadap Matematika dan

Motivasi Berprestasi dengan Kinerja. Matahari No.1.

Anoraga, Panji (1997), Manajemen Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi (1988), Organisasi dan Administrasi Pendidikan

Teknologi dan Kejuruan, Jakarta : Depdiknas

___________(1995), Manajemen Pengajaran Secara Manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Bafadal, Ibrahim (1992), Supervisi Pengajaran; Teori dan aplikasinya Dalam

Membina Profesi Guru. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara..

Bahaudin, Taufik (2007), Brainware Leadership Mastery: Kepemimpinan

Abad Otak dan Milenium Pikiran, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Bangun, Djonni. (2009), Hubungan Pemberdayaan Guru dan Motivasi Kerja

dengan Kinerja Guru Profesional SMK Negeri di Kota Malang

(http://www.google.co.id/search?q=

Disertasi+kinerja+guru&btnG=Telusuri&hl=id&client=firefox-a&hs=c6x&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&sa=2

Bernardin, H. John & Russel, Joyce E.A. (1993), Human Resource

Management, Singapore: MacGraw Hill Inc.

Cascio, Wayne F. (1993), Managing Human Resources, Productivity, Quality

of Work Life, Profits, Fourth Ed, New York: Mac Graw Hill.

Castetter, William B. (1996), The Human Resource Funtion in Educational

Administration. Sixth Edition. New Jersey-Columbus, Ohio: Prentice

Hall

Covey, Stephen R. (1997), The Seven Habits of Highly Effective People. Jakarta: Binarupa Aksara.

Danim, Sudarwan (2003), Ekonomi Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia

___________ (2008), Kinerja Staf dan Organisasi, Bandung: Pustaka Setia

(51)

Dessler, Gary (2010), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Indeks.

Dharma, Surya (2009), Manajemen Kinerja, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Drucker, Peter F. (1997), Managing i a time of Great Change. Terjemahan. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo

Engkoswara (1987), Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Erwin, Kontribusi Pelatihan Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja

Alumni Diklat: Studi Deskriptif Diklatpin IV Balai Diklat Aparutur Sukamandi http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0104110-132310/

Fattah, Nanang (2008), Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Flippo, Edwin B. (1984), Manajemen Personalia. Jilid I, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gomes, Faustino Cardoso (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset

Hadari, Nawawi (1985), Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: PT. Gunung Agung

Hamalik, Oemar (2001), Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

___________ (1999), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.

Handoko, T. Hani (2002), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.

Harahap, Baharuddin (2004), Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh

Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta:

Damai Jaya.

Hasibuan, Malayu SP. (2009), Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hill, Ann Marie (1994), Perspective on Philosophical Shifts in Vocational

Education : From Realism to Pragmatism and Reconstructionism, Jurnal of Vocational and Technical Education, Volume 10, November

(52)

Hornby, AS. (1987), Dictionary of Current English. London: Oxford University Press.

Hoy, Wayne K.dan Miskel, Cecil G. (2001), Educational Administration:

Theory, Research, and Practice, Singapore: McGraw-Hll ook Co.

Hunger, David. J, and Wheelen, Thomas J. (1993), Strategic Management, USA, Addison-Wesley Publishing Company.

Jenurdin, Hubungan Intensitas Keikutsertaan Pelatihan, Latar Belakang

Pendidikan, Pengalaman Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kinerja

Penilik PLS di Kabupaten Sumedang,

http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1213105-101452/

Joni, Raka T. (2008), Resureksi Pendidikan Profesional Guru, Malang: LP3UM – Cakrawala Indonesia

Laird, Dugan (1985), Training and Development. London: Penguin

Mangkunegoro, Prabu Anwar (2001), Manajemen Sumber Daya Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

McNergney, Robert F. dan Carrier, Carol A. (1981), Teacher Development, New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Moon, Philip (1994), Menilai Bawahan Anda, Terjemahan Hari Wahyudi, Jakarta: PT. Pustaka Binarman Presindo.

Muhidin, Sambas Ali dan Abdurahman, Maman (2007), Analisis Korelasi,

Regresi, dan Jalur Dalam Penelitian, Bandung: Pustaka Setia

Mulyasa, E. (2004), Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya

Musanef (1991), Manajemen Kepegawaian Indonesia, Jakarta: CV. Haji Masagung.

Notoatmodjo, S. (2003), Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Rampersad, Hubert K. (2006), Personal Balanced Score Card, Seri SDM No. 9 Terjemahan Wydia dan Abdul Rosyid, Jakarta: PPM

Rasdi Ekosiswoyo (2003), Pengaruh Pemberdayaan, Kepemimpinan, dan

Gambar

Tabel 1.1 Kondisi Guru SMK Di Kabupaten Majalengka
Gambar 1.1 PROGRAM PENDIDIKAN DI SMK
Gambar 1.2. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Tabel  3.1 Dimensi dan Indikator Variabel Pendidikan Lanjut (X
+5

Referensi

Dokumen terkait

Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lombok Barat Nomor 8 Tahun 1998 Tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta

(1) Jaminan Pemerintah dapat diberikan oleh menteri yang. menyelenggarakan urusan pemerintah di

dalam pertandingan saja, pada saat latihan seorang pemain basket juga.. harus memiliki

Tesis utamanya adalah analisa tindakan ( operari ) manusia yang konkret yang menyatakan sifatnya secara penuh sebagai subjektivitas pribadi yang unik dan tidak dapat

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara semi terstruktur dengan beberapa manager arsip atau pengelola arsip di kantor Gedung Dakwah Pimpinan Pusat

Kami berharap, semoga semua orang yang akan membaca seri buku Bacaan Pemula ini dapat diberkati oleh Tuhan dan kemuliaanNya selalu ada dalam kehidupan kita!. Untuk itu janganlah

Berdasarkan analisis Tabel 5 diatas, strategi pengembangan usahatani jagung di Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur adalah memanfaatkan kebijakan perintah dengan

Moldavian Table of Correspondences US Board on Geographic Names(BGN)/Permanent Committee on Geographical Names for British Official Use(PCGN) 2002 mon_Cyrl2Latn_ALA_1997