• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMANFAATAN RUANG PADA PERUMAHAN MASSAL VERTIKAL SEBAGAI REFLEKSI GAYA HIDUP PENGHUNINYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA PEMANFAATAN RUANG PADA PERUMAHAN MASSAL VERTIKAL SEBAGAI REFLEKSI GAYA HIDUP PENGHUNINYA."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

vii 

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xx

 

BAB I

PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.1.1. Urbanisasi dan Kepadatan Penduduk Perkotaan 1 1.1.2. Peningkatan Kebutuhan Perumahan Versus Keterbatasan

Lahan/Ruang Kota 3

1.1.3. Respon dan Sikap Pengelola Kota dalam Menjawab

Tantangan Kota 7

1.1.4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu Arsitektur,

Planologi, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 18

1.2. Rumusan Masalah 19

1.3. Tujuan, Signifikansi, dan Manfaat Penelitian 19

1.3.1. Tujuan Penelitian 19

1.3.2. Signifikansi dan Manfaat Penelitian 20

1.4. Asumsi 22

1.5. Hipotesis 23

1.6. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Pendekatannya 24

1.6.1. Metode Penelitian 24

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data 24

1.6.3. Pengembangan Instrumen 24

1.6.4. Teknik Analisis 25

1.6.5. Variabel Penelitian 25

1.7. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 26

1.7.1. Lokasi Penelitian 26

(2)

viii   

BAB II

REFLEKSI GAYA HIDUP DAN POLA PEMANFAATAN RUANG

PADA PERUMAHAN MASSAL VERTIKAL 28

2.1. Gaya Hidup (Lifestyle) 29

2.1.1. Pengertian Gaya Hidup (GH) 31

2.1.2. Gaya Hidup dalam Konteks Urban dan Perumahan 36 2.1.3. Perkembangan Penelitian tentang Gaya Hidup 38

2.1.4. Faktor Penentu Gaya Hidup 42

2.1.5. Media Refleksi Gaya Hidup 48

2.1.6. Variabel Gaya Hidup 52

2.2. Perumahan Massal Vertikal (PMV) 53

2.2.1. Pengertian Perumahan Massal Vertikal 53

2.2.2. Perkembangan Paradigma tentang PMV di Indonesia 57 2.2.3. Perkembangan Penelitian tentang PMV di Indonesia 76 2.2.4. PMV sebagai Salah Satu Media Rekleksi Gaya Hidup 86

2.2.5. Profil PMV sebagai Salah Satu Representasi Preferensi

Penghuni 90 2.2.6. Variabel Profil Perumahan Massal Vertikal 94

2.3. Pemanfaatan Ruang 95

2.3.1. Pengertian Pemanfaatan Ruang 95

2.3.2. Pemanfaatan Ruang pada Perumahan Massal Vertikal di

Indonesia. 97 2.3.3. Pemanfaatan Ruang pada Skala Kota, Lingkungan,

dan Skala Ruangan 102

2.3.4. Pemanfaatan Ruang sebagai Salah Satu Indikator Refleksi

Gaya Hidup Penghuni PMV 109

2.3.5. Variabel Pemanfaatan Ruang 111

2.4. Posisi Gaya Hidup, PMV, dan Pola Pemanfaatan Ruang pada

Tataran Teori IPS dan P-IPS 113

2.4.1. Desain Arsitektur Hunian Vertikal sebagai Simbol

Pergeseran Nilai 113

2.4.2. Hunian Vertikal sebagai Wadah/Ajang Pendidikan

Berkehidupan Multikultural 120

2.4.3. Hunian Vertikal sebagai Wadah/Ajang Pendidikan

Kecerdasan Spatial 121

2.5. Penelitian Gaya Hidup dan Pemanfaatan Ruang Memperkaya

Materi Studi Sosial 123

(3)

ix   

BAB III

METODE PENELITIAN 131

3.1. Kerangka Konseptual 131

3.2. Variabel Penelitian 133

3.2.1 Variabel Independen X: Gaya Hidup Penghuni

Pemilik/Penyewa - P3. 133

3.2.2 Variabel Dependen Y: Pola Pemanfaatan Ruang 136

3.3. Definisi Operasional dan Ukuran Variabel Independen (X) Gaya

Hidup Penghuni Pemilik/Penyewa (P3) 137

3.4. Definisi Operasional Variabel Dependen (Y) Pola Pemanfaatan

Ruang 146

3.5. Jenis Data, Ukuran, dan Coding Unit Analisis 148

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian 154

3.6.1. Populasi dan Sampel Penelitian yang Berkaitan dengan

Variabel Gaya Hidup di PMV 154

3.6.2. Populasi dan Sampel Penelitian yang Berkaitan dengan

Variabel Pemanfaatan Ruang di PMV 155

3.7. Instrumen Penelitian 160

3.8. Metode Analisis 162

3.8.1. Teknik Analisis 162

3.8.2. Langkah-langkah Analisis 166

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA 167

4.1 Profil Perumahan Massal Vertikal 167

4.1.1 Lingkup Kota 167

4.1.2 Lingkup Tapak 172

4.1.3 Lingkup Bangunan 183

4.1.4 Lingkup Unit Hunian 191

4.2 Profil Penghuni Pemilik/Penyewa (P3) PMV 209

4.2.1 Atribut P3 (Data Demografis) 210

4.2.2 Properti 224

(4)

x   

4.2.4 Tingkat Konsumsi P3 259

4.2.5 Fasilitas yang Ada di Sekitar PMV 264

4.2.6 Persepsi Ruang 270

4.2.7 Persepsi Responden Berkaitan dengan Energi 289

4.3 Profil Pola Pemanfaatan Ruang 294

4.3.1 PPR pada Ruang Privat/Individu 294

4.3.2 PPR pada Ruang Komunal/Publik 296

4.3.3 Pemisahan Ruang Privat dan Publik di dalam Unit Hunian 297 4.3.4 Persentase Proporsi Ruang Tertutup Perabot di dalam Unit

Hunian 298 4.3.5 Presentase Proporsi Ruang Sirkulasi di Unit Hunian 302

4.3.6 Efisiensi Pemanfaatan Ruang 305

4.4 Korelasi antara Gaya Hidup Penghuni PMV dengan Pola

Pemanfaatan Ruang 307

4.4.1 Korelasi antara Profil P3 dengan Pola Pemanfaatan Ruang

Publik dan Privat 315

4.4.2 Hubungan antara Profil P3 dengan Pola Pemanfaatan

Ruang (PPR) pada Ruang Privat 316

4.4.3 Hubungan antara Profil P3 dengan Pola Pemanfaatan

Ruang (PPR) pada Ruang Publik 321

4.4.4 Hubungan antara Profil PMV dengan Pola Pemanfaatan

Ruang (PPR) pada Ruang Privat 324

4.4.5 Hubungan antara Profil PMV dengan Pola Pemanfaatan

Ruang (PPR) pada Ruang Publik 326

4.4.6 Hubungan antara Profil P3 dengan Profil PMV 328 4.4.7 Hubungan antara Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang

Publik dengan Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang Privat 332

4.4.8 Hubungan antar Variabel dalam Kelompok 333

BAB V

KESIMPULAN 337

5.1 Temuan Makna dan Temuan Masalah 341

5.1.1 Temuan Makna: Refleksi Gaya Hidup Penghuni pada Pola

Pemanfaatan Ruang di PMV 341

5.1.2 Temuan Masalah (1 dan 2): Korelasi antara Profil P3

dengan Pola Pemanfaatan Ruang Publik dan Privat 342 5.1.3 Temuan Masalah (3 dan 4): Korelasi antara Profil PMV

dengan Pola Pemanfaatan Ruang Publik dan Privat 345 5.1.4 Temuan Masalah (5): Korelasi antara Profil P3 dengan

Profil PMV 346

(5)

xi   

Ruang Publik dengan Pola Pemanfaatan Ruang Privat 5.1.6 Temuan Masalah (7): Korelasi antar Variabel dalam

Kelompok 348

5.2 Implikasi dari Temuan Penelitian 350

5.3 Saran 355

5.4 Rekomendasi 359

5.4.1 Refleksi Gaya Hidup pada Pola Pemanfaatan Ruang

sebagai Bahan Pembelajaran Bagi Masyarakat Urban 359 5.4.2 Refleksi Gaya Hidup pada Pola Pemanfaatan Ruang

sebagai Penelitian Multidisiplin untuk Objek Multikultural 364

5.5 Penutup 365

DAFTAR PUSTAKA 367

RIWAYAT HIDUP PENULIS 376

LAMPIRAN

       

(6)

xii 

2.1 Penelitian tentang Gaya Hidup 39

2.2 Jenis Perumahan Vertikal dan Jenis Perumahan Massal Vertikal 56

2.3 Penelitian tentang PMV di Indonesia 77

2.4 Penelitian tentang Pemanfaatan Ruang 99

3.1 Matriks Sub-Variabel Gaya Hidup Penghuni dengan Pola

Pemanfaatan Ruang 134

3.2 Operasionalisasi Variabel 149

3.3 Daftar Alamat PMV di Kota Bandung yang Telah Dihuni 154 3.4 Daftar Alamat PMV di Kota Bandung yang Masih dalam Tahap

Perencanaan/Pembangunan 155 3.5 Daftar PMV di Kota Bandung dan Sekitarnya, serta tahapan

penyediaannya 157 3.6 Daftar PMV di Kota Bandung dan Sekitarnya, serta

Pengelolanya 157 3.7 Daftar PMV di Kota Bandung dan Sekitarnya, serta Status

Kepemilikannya 158 3.8 Perhitungan Unit Hunian yang Diambil sebagai Objek Studi 159

3.9 Teknik Analisis 164

3.10 Hipotesis dan Teknik Analisis 165

4.1. Alamat dan Jarak PMV ke CBD 169

4.2. Frekuensi Jarak Tempat Tinggal Penghuni PMV yang Menjadi

Sampel Penelitian ke CBD 169

4.3. Fasilitas Lingkungan (1) 171

4.4. Fasilitas Lingkungan (2) 172

4.5. Fasilitas Lingkungan (3) 173

4.6. Tipe Pencapaian ke PMV (1) 174

4.7. Frekuensi Tipe Pencapaian ke PMV (2) 174

4.8. Jumlah Massa Bangunan pada PMV (1) 175

4.9. Jumlah Massa Bangunan pada PMV (2) 175

4.10. Frekuensi Jumlah Massa Bangunan (3) 176

4.11. Sistem Sebaran Massa PMV (1) 176

4.12. Sistem Sebaran Massa PMV (2) 177

4.13. Proporsi Luas Lahan Tertutup Bangunan (1) 178 4.14. Proporsi Luas Lahan Tertutup Bangunan (2) 178

(7)

xiii   

4.16. Proporsi Luas Lahan Ruang Terbuka 180

4.17. Persentase Ruang Terbuka 180

4.18. Data PMV pada Lingkup Tapak 181

4.19. Gaya Bangunan PMV di Bandung 181

4.20. Luas Lahan, Jumlah Blok Bangunan, Luas Lantai Bangunan,

dan Jumlah Unit Hunian 184

4.21. Posisi Bukaan Dominan pada Unit Hunian 185

4.22. Fasilitas Primer yang Disediakan dalam Kompleks PMV (1) 188 4.23. Fasilitas Primer yang Disediakan dalam Kompleks PMV (2) 189 4.24. Fasilitas Sekunder yang Disediakan dalam Kompleks PMV 190

4.25. Jenis Ruang yang Ada pada Unit Hunian 195

4.26. Luas Unit Hunian di PMV 196

4.27. Luas Unit yang Dihuni Responden 198

4.28. Kondisi Pencahayaan Berdasarkan Gambar Brosur 200

4.29. Ruang dengan Cukup Cahaya Matahari 202

4.30. Kondisi Penghawaan Berdasarkan Gambar Brosur 203

4.31. Ruang dengan Penghawaan Cukup 205

4.32. Ruang Mendapatkan Penghawaan Kipas/AC 206

4.33. Kondisi View Berdasarkan Gambar Brosur 207

4.34. Ruang dengan View yang Baik 209

4.35. Jenis Kelamin Responden 210

4.36. Usia Responden 210

4.37. Pendidikan Responden 211

4.38. Pekerjaan Responden 212

4.39. Status Perkawinan Responden 213

4.40. Agama Responden 213

4.41. Asal dan Etnik Responden 214

4.42. Keanggotaan Asosiasi Responden 215

4.43. Penghasilan Responden 216

4.44. Pengeluaran Responden 217

4.45. Kemampuan Menabung Responden 217

4.46. Tempat Lahir Responden 218

4.47. Tempat Responden Dibesarkan 218

4.48. Hobi Responden 219

4.49. Pemanfaatan Waktu Luang Responden 220

4.50. Hereditas Responden 221

4.51. Bahasa yang Digunakan Responden di Rumah 222 4.52. Bahasa yang Digunakan Responden di Tempat Kerja 222

4.53. Bacaan yang Dilanggan Responden 223

4.54. Status Kepemilikan Hunian Responden 224

4.55. Kepemilikan Unit Hunian Lain 225

4.56. Alasan Responden Memiliki Hunian di PMV 227

(8)

xiv   

4.58. Responden Penyewa yang Berencana Memiliki Unit Hunian

pada PMV 229

4.59. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian pada PMV 229 4.60. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Lokasi 230

4.61. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Tetangga 231

4.62. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Fasilitas 232

4.63. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Harga 233

4.64. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Posisi/Arah Hadap Hunian 233

4.65. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Luas Unit Hunian 234

4.66. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Desain Bangunan 235

4.67. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan

dengan Desain Unit Hunian 235

4.68. Penghawaan Unit Hunian Responden 236

4.69. Penghawaan pada Unit Hunian Responden yang Tidak Ber AC 236 4.70. Penghawaan pada Unit Hunian Responden yang Ber AC 237 4.71. Luas Unit Hunian Ideal Menurut Responden 238 4.72. Keleluasan Unit hunian yang Dirasakan Responden 238 4.73. Bukaan pada Unit Hunian Responden (Berkaitan dengan View) 239 4.74. Bukaan Unit Hunian Responden (Berkaitan dengan

Pencahayaan) 240

4.75. Jumlah Anggota Keluarga 242

4.76. Keberadaan Pembantu yang tinggal di unit hunian di PMV 243 4.77. Keberadaan Saudara yang Ikut Tinggal di PMV 243

4.78. Tipe Keluarga Responden 244

4.79. Lama Responden Tinggal pada Unit Hunian di PMV 244 4.80. Ruang untuk Kegiatan Khusus di dalam Unit Hunian yang

Disediakan Responden 245

(9)

xv   

4.91. Kepuasan Responden terhadap Lingkungan Tetangga Tempat

Tinggalnya 250 4.92. Kepuasan Responden terhadap Keseluruhan Fasilitas di sekitar

Tempat Tinggalnya 250

4.93. Kepuasan Responden terhadap Lokasi Rumahnya 251 4.94. Perbandingan Mean Pengeluaran Penghuni PMV 251 4.95. Rencana Responden untuk Pindah Rumah dalam Jangka Waktu

5 Tahun Mendatang 252

4.96. Tipe Unit Hunian yang Diinginkan Responden jika Ingin

Pindah 253 4.97. Masalah yang Dirasakan Responden di Lingkungan Tempat

Tinggalnya 253 4.98. Kepuasan Responden terhadap Pola Hidupnya 254 4.99. Penggunaan Waktu Kepala Keluarga Perminggu 254 4.100. Pilihan Pertama Hobi Utama Anggota Keluarga Responden 255

4.101. Hobi Anggota Keluarga Responden 255

4.102. Tinggal di PMV sebagai Ajang Pembelajaran tentang

Kehidupan 256 4.103. Nuansa Acara TV yang Paling Sering Dilihat oleh Responden 257 4.104. Persepsi tentang Pelajaran yang Paling Penting Diberikan untuk

Generasi Muda. 258

4.105. Harga Sewa Sewa/Cicilan/Beli Unit Hunian 259

4.106. Harga Sewa Unit Hunian 260

4.107. Harga Cicilan Unit Hunian 260

4.108. Harga Beli Unit Hunian 261

4.109. Harga Strata Title Unit Hunian 261

4.110. Pengeluaran Responden untuk Kegiatan Keagamaan 263 4.111. Pengeluaran Responden untuk Biaya Pengembangan

Diri/Pendidikan 264 4.112. Perbandingan Rentang Biaya Pengeluaran Penghuni PMV 264 4.113. Fasilitas di Sekitar PMV Menurut Informasi Penghuni PMV 270 4.114. Pro dan Kontra antara Responden tentang Pengertian Efisien 271 4.115. Pro dan Kontra tentang Pengertian Efektif 271 4.116. Pro dan Kontra tentang Pengertian Ruang yang Efisien 272 4.117. Pro dan Kontra tentang Pengertian Ruang yang Efektif 273 4.118. Pro dan kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang

Sebuah Blok Bangunan PMV Berkaitan dengan Perbandingan

antara Ruang Bersama dengan Ruang Individu 273 4.119. Pro dan Kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang

Sebuah Blok Bangunan Perumahan Vertikal Berkaitan dengan

(10)

xvi   

4.120. Pro dan Kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Sebuah Unit Hunian di Perumahan Vertikal Berkaitan dengan Perbandingan antara Ruang yang Terisi Perabot dengan Ruang

Sirkulasi 275 4.121. Perbandingan antara Ruang Terbangun dengan Ruang Terbuka

agar Tingkat Efisiensi Penggunaan Sebuah PMV Disebut

Tinggi Menurut Pendapat Responden 276

4.122. Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Menurut Responden pada

Kompleks Perumahan Vertikalnya 276

4.123. Perbandingan antara Ruang Bersama dengan Ruang Individu agar Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang pada Bangunan di Kompleks Perumahan Vertikal Disebut Tinggi Menurut

Responden 277 4.124. Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Menurut Responden pada

Blok Bangunan di Kompleks Perumahan Vertikalnya 278 4.125. Perbandingan antara Ruang Terisi Perabot dengan Ruang

Sirkulasi agar Tingkat Efisiensi Penggunaan Sebuah Unit

Hunian Disebut Tinggi Menurut Responden 279

4.126. Pendapat Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Sebuah Unit Hunian pada Blok Bangunan di Kompleks

Perumahan Vertikalnya 280

4.127. Pendapat Responden tentang Pembelajaran Memanfaatkan Ruang Secara Lebih Efisien Melalui Tinggal di Perumahan

Vertikal 280 4.128. Pemanfaatan Halaman di Kompleks PMV oleh Anggota

Keluarga Responden untuk Keperluan Pribadi/Keluarga 281 4.129. Pemanfaatan Halaman untuk Keperluan Pribadi oleh Anggota

Keluarga Responden 282

4.130. Pengetahuan Responden tentang Penghuni PMV yang Memanfaatkan Halaman Kompleks untuk Keperluan

Pribadi/Keluarga 283 4.131. Pemanfaatan Halaman oleh Penghuni PMV untuk Keperluan

Pribadi Sepengetahuan Responden 284

4.132. Kegiatan yang Ingin Dilakukan Responden di Halaman PMV

tetapi Tidak Dapat Dilakukan 284

4.133. Pemanfaatan Ruang Bersama di PMV untuk Keperluan

Pribadi/Keluarga oleh Responden/Anggota Keluarganya 285 4.134. Pemanfaatan Ruang-Bersama oleh Anggota Keluarga

Responden 286 4.135. Pengetahuan Responden tentang Pemanfaatan Ruang Bersama

untuk Keperluan Pribadi/Keluarga oleh Penghuni PMV 287 4.136. Pemanfaatan Ruang Bersama pada PMV oleh Penghuni

Menurut Responden 288

4.137. Kegiatan yang Ingin Dilakukan Responden di Ruang Bersama

(11)

xvii   

4.138. Kegiatan yang Ingin Dilakukan Responden di Unit Hunian

tetapi Tidak Dapat Dilakukan 289

4.139. Pro dan Kontra tentang Arti Efisien dalam Penggunaan Energi 289 4.140. Pro dan Kontra tentang Arti Efektif dalam Penggunaan Energi 290 4.141. Persepsi Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan

Energi pada Kompleks Perumahan Vertikal Berkaitan dengan

Konsumsi Energi dalam Kegiatan Sehari-Hari 290 4.142. Pro dan Kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Energi

Berkaitan dengan Perbandingan antara Penggunaan Energi

Buatan dengan Penggunaan Energi Alami 291

4.143. Persepsi Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan

Energi Alami pada Kompleks Perumahan Vertikalnya 292 4.144. Persepsi Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan

Energi pada Blok Bangunan di Kompleks Perumahan

Vertikalnya 292 4.145. Tingkat Efisiensi Penggunaan Energi Alami pada Unit Hunian

Menurut Responden 293

4.146. Persepsi Responden bahwa Tinggal di Perumahan Vertikal Sekaligus Belajar Memanfaatkan Energi Alami Secara Lebih

Efisien 293 4.147. Persentase Ruang Privat di dalam Bangunan (Berdasarkan

Denah) 294 4.148. Persentase Ruang Privat (Berdasarkan Gambar Brosur) 294

4.149. Luas Ruang Privat di Unit Hunian 295

4.150. Persentase Ruang Publik (Berdasarkan Denah) 296 4.151. Persentase Ruang Publik di dalam Bangunan (Berdasarkan

Gambar Brosur) 296

4.152. Luas Ruang Publik di Unit Hunian 297

4.153. Ruang Publik dan Ruang Privat (Berdasarkan Jawaban

Responden) 298 4.154. Ruang Tertutup Perabot pada Unit Hunian (Berdasarkan

Gambar Brosur) 299

4.155. Proporsi Ruang Tertutup Perabot dengan Luas Unit Hunian

(Berdasarkan Pendapat Responden) 300

4.156. Luas Lantai Tertutup Perabot (%) Berdasarkan Gambar Denah 301 4.157. Ruang Sirkulasi Unit Hunian Berdasarkan Gambar Brosur (1) 302

4.158. Ruang Sirkulasi pada PMV 303

4.159. Proporsi Ruang Sirkulasi dengan Luas Unit Hunian

(Berdasarkan Pendapat Responden) 304

4.160. Persentase Luas Lantai Ruang Sirkulasi Berdasarkan Gambar

Denah 305

4.161. Efisiensi Pemanfaatan Ruang 305

4.162. Efisiensi Ruang 307

4.163. Nilai Koefisien Korelasi antara Gaya Hidup Penghuni dengan

(12)

xviii   

4.164. Jumlah Korelasi Signifikan antara Gaya Hidup Penghuni

dengan Pola Pemanfaatan Ruang 310

4.165. Peringkat dan Rentang Nilai Koefisien Korelasi antara Gaya

Hidup Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang 311 4.166. Nilai Koefisien Korelasi antara Sub-Variabel Gaya Hidup

Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang dan Nilai

Signifikansinya 312 4.167. Nilai Koefisien Korelasi antara Sub-Variabel Gaya Hidup

Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang 314

4.168. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil P3 dengan Pola

Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Privat 317 4.169. Korelasi antara Proporsi Ruang dengan Profil Penghuni

Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 317

4.170. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Aktivitas di Ruang

Privat Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 319 4.171. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil P3 dengan Pola

Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Publik 321 4.172. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Proporsi Ruang Publik

Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 322

4.173. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Aktivitas di Ruang

Publik Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 323 4.174. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil PMV dengan Pola

Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Privat 324 4.175. Korelasi antara Profil PMV dengan Proporsi Ruang Privat

Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 325

4.176. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil PMV dengan Pola

Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Publik 327 4.177. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil P3 dengan Profil PMV 329 4.178. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Profil PMV

Berdasarkan Urutan Peringkat Koefisien Korelasi 330 4.179. Nilai Koefisien Korelasi antara Pola Pemanfaatan Ruang pada

Ruang Publik dengan Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang

Privat 333 4.180. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Profil Penghuni 334 4.181. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Profil PMV 337 4.182. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Pola pemanfaatan

Ruang Publik (PPR Publik) 338

4.182. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Pola Pemanfaatan

(13)

xix   

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Hal

1.1. Kerangka Pemikiran Latar Belakang Penelitian 17 1.2. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu P-IPS, Planologi,

dan Arsitektur 18

1. 3. Hubungan Korelasi Kanonikal (Asosiasi/KoVariasional)

Multilinear antar Variabel 26

2.1. Diagram Hirarki Ruang Publik-Privat pada Bangunan

Apartemen 110 2.2. Diagram Hirarki Publik-Privat pada Unit Hunian Apartemen 111 2.3. Diagram Posisi Penelitian dalam Kerangka Teoretik Hubungan

antara Penghuni dan Pemanfaatan Perumahan. 132

3.1 Diagram Hubungan antar Variabel sebagai Turunan dari

Kerangka Konseptual Penelitian 133

3.2 Bagan Hubungan Korelasi Kanonikal (Asosiasi/KoVariasional) Multilinear antar Variabel, Sub Variabel, dan Unit Analisis 153

4.1. Peta Penyebaran Lokasi Perumahan Massal Vertikal di Kota

Bandung 168 4.2. Diagram Nilai Koefisien Korelasi antara Gaya Hidup Penghuni

dengan Pola Pemanfaatan Ruang 305

4.3. Koreksi Hubungan antar Variabel Penelitian 315

(14)

xx   

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN BAB 1

01. Demografi Kota dan Dunia 02. Definisi Kota dan Perkotaan

03. Urbanisasi, Gaya Hidup, Ekstensifikasi, dan Intensifikasi Kota 04. Rumah Susun Sederhana

LAMPIRAN BAB 2

01. Sarana sebagai Tuntutan Gaya Hidup 02. Jenis Perumahan Vertikal

03. Jenis Perumahan Massal Vertikal

04. Perumahan Massal Vertikal dan Teori Modern 05. Pengertian Ruang

LAMPIRAN BAB 3 01.Instrumen Penelitian

LAMPIRAN BAB 4

01.Perkembangan PMV di Bandung

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan perumahan massal vertikal (PMV) di kota-kota besar di Indonesia merupakan salah satu jawaban dari masalah yang ditimbulkan oleh peningkatan jumlah penduduk, urbanisasi, meningkatnya kebutuhan perumahan di kota, persaingan okupasi lahan, kelangkaan lahan untuk perumahan, merebaknya permukiman liar dan kumuh, konversi lahan di pinggiran kota, serta meluasnya kota. Gaya hidup tinggal di PMV merupakan konsekuensi turutan dari jawaban permasalahan tersebut. Tinggal di perumahan massal vertikal (PMV) bukan merupakan hal baru di kota-kota besar di Indonesia, namun sampai kini masih saja dipertanyakan tentang kesesuaiannya dengan cara dan kebiasaan hidup atau gaya hidup (GH) penghuninya. Oleh karena itu, penelitian tentang gaya hidup di PMV menarik dan penting untuk dilakukan. Mengingat persoalan gaya hidup di perumahan massal vertikal bukan merupakan domain tunggal satu disiplin ilmu, maka dalam penelitian ini kajian didekati dari ranah ilmu sosial, P-IPS, geografi, antropologi, dan arsitektur.

1.1.1. Urbanisasi dan Kepadatan Penduduk Perkotaan

(16)

2 bertempat tinggal di kawasan perkotaan, baik secara mondial, nasional, maupun regional. (2) Proses perubahan wilayah non perkotaan menjadi wilayah perkotaan, karena pertumbuhan dan pertambahan penduduk (3) Berpindahnya penduduk ke kota-kota dari perdesaan. (4) Bertambahnya penduduk bermata pencaharian non-agraris di kawasan perdesaan. (5) Tumbuhnya suatu permukiman menjadi kota. (6) Mekarnya atau meluasnya struktur artefaktial-morfologis (wilayah terbangun) suatu kota di kawasan sekelilingnya. (7) Meluasnya pengaruh suasana ekonomi kota ke perdesaan. (8) Meluasnya pengaruh suasana sosial, psikologis, dan kultural kota ke perdesaan, atau dengan kata lain meluasnya nilai-nilai dan norma-norma ke kotaan ke kawasan luarnya (Bruijne, Hademans, dan Heins 1976). (9) Berubahnya dominasi tatanan masyarakat perdesaan menjadi perkotaan. (10) perubahan cara hidup (way of life), yang berkaitan dengan irama dan tatacara kehidupan kota yang cepat, efektif, efisien, produktif, individualistik, penuh kewaspadaan, rasional, ekonomis, mandiri.

Urbanisasi dan memadatnya kota merupakan fenomena yang terus berlangsung baik pada skala dunia, Indonesia, maupun pada skala kota Bandung.

Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan, eksploitasi, dan konsumsi dengan tersedianya sumber daya alam. Terutama ketidak seimbangan antara sumber daya alam berupa lahan atau ruang kota yang terbatas dan relatif tidak dapat terbarukan; dengan kebutuhan ruang atau lahan bagi pembangunan perumahan.

(17)

3 empat, dan lima milyar dibutuhkan hanya 33, 14, dan 13 tahun. Satu milyar berikutnya hanya membutuhkan waktu 11 tahun. Pada tahun 2015 PBB memprediksikan penduduk dunia berkisar antara tujuh milyar (perkiraan rendah) sampai 10 milyar (perkiraan tinggi) (Kompas, 1996).

Di Indonesia, ledakan penduduk terjadi mulai tahun 1970an. Pada tahun 1970 penduduk kota sekitar 30 juta atau 17,1% jumlah penduduk seluruh Indonesia. Meningkat sebanyak 22,4 % pada tahun 1980, dan pada tahun 1990 telah mencapai 30,9 %.

Pada tahun 1980, terdapat delapan kota besar di Indonesia yang penduduknya lebih dari 500 ribu jiwa, termasuk kota di luar Jawa seperti Medan dan Ujung Pandang, selain lima kota di Jawa yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Malang. Pada tahun 2004, Bandung merupakan salah satu dari 5 kota besar di Indonesia yang memiliki penduduk lebih dari satu juta jiwa selain kota Jakarta, Surabaya, Medan, dan Semarang.

Pada studi ini, urbanisasi dan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan merupakan titik berangkat permasalahan tentang berkehidupan secara vertikal dengan gaya hidup perkotaan.

1.1.2. Peningkatan Kebutuhan Perumahan Versus Keterbatasan

Lahan/Ruang Kota

Fenomena urbanisasi membawa konsekuensi pada tuntutan penyediaan ruang (space) kawasan perkotaan bagi penyediaan dan pembangunan prasarana (infrastruktur dan utilitas) serta sarana (fasilitas dan amenitas) kota.

(18)

4 hypermarket, arena-arena hiburan dan olah raga, seperti sirkuit balap motor/mobil,

arena menara bungge-jumping, sea-world, berbagai restoran dan cafe franchise (semacam Mc Donald dan Hardrock Cafe), dan lainnya. Itu semua membutuhkan daya dukung ruang beserta infrastrukturnya, sehingga menimbulkan persaingan untuk okupasi dan pemanfaatan ruang/lahan kota. Semua itu, beriringan dengan keharusan menyediakan lahan perumahan sebagai kebutuhan primer sebuah kota berpenduduk padat.

Kebutuhan rumah dapat diperhitungkan dari 5 komponen, yaitu: (1) Jumlah unit rumah yang dibutuhkan untuk menurunkan kepadatan (backlog); (2) Rumah yang harus segera diganti (immediate replacement); (3) Rumah yang segera harus diganti sesuai dengan perencanaan (normal replacement); (4) Rumah yang dibutuhkan karena pertambahan penduduk (new households); dan (5) Kebutuhan rumah untuk menutupi kekurangan rumah sejak tahun tahun sebelumnya (fulfillment of housing deficit).

(19)

5 akan rusak dalam 20 tahun, maka penggantian rumah pertahun adalah 1,7 juta unit. Dari tiga perhitungan itu terlihat bahwa kebutuhan rumah pertahun sampai dengan tahun 2000 adalah sebanyak 2,9 unit. Dari kebutuhan 2,9 unit/tahun tersebut, kebutuhan rumah di kawasan perkotaan sekitar 900.000 unit pertahun. Pemerintah hanya sanggup mentargetkan 10% dari kebutuhan rumah di kawasan perkotaan, yaitu 90.000 unit pertahun atau 450.000 unit perlima tahunan (330.000 unit akan dibangun oleh swasta dan 120.000 unit oleh Pemerintah).

Artinya, jika angka pertumbuhan penduduk diterjemahkan kedalam kebutuhan akan shelter (dalam hal ini, rumah) di kota, ditambah dengan kebutuhan sarana dan prasarana, maka permasalahan yang harus ditanggulangi oleh pengelola kota adalah masalah efisiensi dan perlunya intensifikasi pemanfaatan lahan untuk pengadaan perumahan yang layak di kawasan perkotaan.

(20)

6 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah dan tantangan kota berpenduduk padat sangatlah rumit dan dapat ditinjau dari berbagai aspek seperti aspek spasial; sosial, ekonomi, politik, lingkungan kota, dan kultural.

Dari aspek spasial, tantangan kota berpenduduk padat adalah dalam hal kelangkaan lahan untuk perumahan/permukiman, meluasnya ukuran kota, menjauhnya tempat kerja dengan tempat bermukim, meningkatnya arus ulang-alik dari pinggiran ke pusat kota, meningkatkan kemacetan lalu lintas, tidak efisiennya penyediaan infrastruktur, meningkatnya kawasan permukiman kumuh.

Dari aspek sosial, tantangan kota yang disebutkan di atas akan menjadi ajang pembelajaran secara tidak langsung pada masyarakat tentang ketidak efisienan pemanfaatan ruang kota; menjadikan ajang pembelajaran secara tidak langsung akan kehidupan urban yang semakin individualistik dan menghilangkan rasa kebersamaan dalam kehidupan urban. Selain itu keterpaksaan menjalani kegiatan ulang-alik dari tempat tinggal ke tempat kerja akan menyebabkan dan menambah tingkat stress masyarakat.

Dari aspek ekonomi, masyarakat terbebani oleh biaya transportasi yang bahkan dapat mencapai 60% dari seluruh penghasilan untuk keperluan ulang-alik, sehingga tidak ada kesempatan untuk menabung dan mempersiapkan biaya untuk kesejahteraan yang lebih baik untuk pendidikan bagi dirinya atau bagi keluarga dan putra-putrinya; atau untuk investasi di bidang lainnya.

Waktu yang terbuang di perjalanan dari pinggiran ke pusat kota (central business district-CBD) menyebabkan menurunnya keefektifan produksi, karena

(21)

7 menjadi lebih boros dan tidak efisien, karena kota menjadi tidak kompak akibat kota terlalu melebar atau meluas.

Secara politik, kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi memberi tantangan dan ujian bagi pengelola atau pemerintah kota, dalam hal komitmen politiknya dalam: (1) mewujudkan kepedulian pemerintah untuk mengatasi permukiman kumuh, sebagai tempat hunian yang selain tidak layak dari segi kesehatan, kenyamanan, dan keindahan, tetapi juga memiliki peluang sebagai tempat terjadinya kriminalitas dan gangguan keamanan lainnya; (2) memberikan keadilan, dalam hal memberi kesempatan yang sama untuk tinggal di pusat kota bagi berbagai strata sosial-ekonomi penduduk kota; (3) mewujudkan efisiensi pegelolaan kota dalam peremajaan bagian kota sehingga tercapai "the highest and the best use" dari lahan yang diremajakan.

Dari aspek lingkungan, kota dengan kepadatan yang tinggi memberi tantangan dalam hal semakin berkurangnya ruang terbuka kota, sehingga bidang resapan air tanah dan penyerapan polusi udara juga berkurang. Kepadatan yang tinggi mengakibatkan tidak tersedianya atau tidak tersisa lagi jarak antar bangunan, sehingga sirkulasi udara dan kebutuhan akan pencahayaan alami tidak dapat terpenuhi secara optimal. Selain itu secara visual, kawasan dengan kepadatan yang tinggi secara estetika memberikan kesan yang tidak baik.

1.1.3. Respon dan Sikap Pengelola Kota dalam Menjawab Tantangan Kota

(22)

8 Berbagai teori penyelesaian masalah kota berpenduduk padat dari masa ke masa dicanangkan dan diimplementasikan. Secara teoretik, penyelesaian masalah kota berpenduduk padat dari masa ke masa dapat dikategorikan dengan dua pendekatan, yaitu (1) dengan cara ekstensifikasi-dekonsentrasi; dan (2) dengan cara intensifikasi-rekonsentrasi. Dalam pelaksanaannya, ada yang menerapkannya dengan memilih salah satu atau dengan mengkombinasikan keduanya.

Cara ekstensifikasi dalam menghadapi permasalahan kota dengan kepadatan penduduk tinggi adalah dengan melakukan perluasan kota secara horisontal, sehingga angka kepadatan (jumlah penduduk per satuan luas) dapat ditekan. Biasanya cara ekstensifikasi diiringi dengan dekonsentrasi pusat-pusat kegiatan dan pelayanan kota (seperti Central Business District; pusat hiburan, perdagangan, perkantoran pemerintahan, dan lainnya). Sebaliknya, cara intensifikasi, justru menerapkan kebijakan untuk mengisi ruang kota dengan lebih optimal secara vertikal, sehingga kota menjadi lebih kompak. Atau dengan kata lain mendistribusikan kepadatan buka kearah pinggiran tetapi kearah atas atau bawah. Oleh karena itu cara ini biasanya diiringi dengan rekonsentrasi, atau pemusatan kembali atau menambah lagi pusat-pusat kegiatan di kawasan pusat kota, yang biasanya dikombinasikan dengan pembangunan perumahan vertikal, mixed-use dengan pusat perdagangan dan fasilitas perkotaan lainnya dalam

mega-structure.

(23)

9 kota yang berkepadatan tinggi yang menerapkan cara intensifikasi pula dengan pembuatan perumahan vertikal. Pada kota-kota modern, penanganan masalah kota berpenduduk padat yang kondisi lingkungannya telah merosot adalah dengan cara membangun kota-kota satelit dipinggiran kota induk, dikenal dan dimulai di Inggeris dengan konsep Garden City, yang dicetuskan oleh Ebenezer Howard. Selain itu pembangunan perumahan massal vertikal sebagai cara intensifikasipun diberlakukan, terutama untuk para pekerja industri yang membutuhkan kedekatan dengan tempat bekerjanya. Pada kota-kota post-modern, kedua pendekatan tersebut silih berganti atau kadang secara simultan diberlakukan. Cara ekstensifikasi dilakukan terutama oleh gerakan new-urbanism di Amerika (post-modernism di bidang perkotaan) yang memfokuskan pada romantisme suasana

kota-kota klasik namun dengan konteks modern. Sementara itu, pembangunan perumahan massal vertikal pun sebagai usaha intensifikasi tetap saja dilakukan, dengan memperbaikinya dari kegagalan yang dicapkan pada perumahan massal vertikal pada masa modern.

(24)

10 Untuk kota Bandung pernah diberlakukan kebijakan ekstensifikasi melalui konsep Bandung Raya atau Metropolitan Bandung pada tahun 1980-an, mengiringi pemekaran area kotamadya Bandung dari sekitar delapan ribu hektar, menjadi sekitar 17 ribu hektar. Di samping itu di kota Bandungpun diterapkan pula intensifikasi berupa peremajaan kota di beberapa lokasi, dengan pembangunan perumahan vertikal beserta pusat kegiatan lainnya, juga secara vertikal.

Setelah berlangsung sekitar 20 tahun, kebijakan ekstensifikasi tersebut telah dievaluasi dalam sebuah disertasi yang mengkaji keefektifan dari penyebaran pusat-pusat kegiatan kota tersebut (urban core distribution) (Kombaitan, 1999). Hasil dari studi tersebut menyatakan bahwa keefektifan penyebaran inti kota tersebut tidak signifikan. Ketidakberhasilan cara ekstensifikasi-desentralisasi itu ditandai dengan tidak terwujudnya konsep perwilayahan (zoning) yang awalnya dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan commuting masyarakatnya, namun kenyataannya hal itu tetap berlangsung sampai

kini.

(25)

11 Pembangunan jaringan prasarana menjadi mahal dan tidak terintegrasi. Biaya transportasi, social cost yang disandang masyarakat dan kota menjadi lebih besar. Tempat kerja makin jauh. Kota menjadi tidak efisien dan mahal.

Sementara itu, keberhasilan cara intensifikasi-rekonsentrasi pun masih dipertanyakan dan diperdebatkan. Walaupun akhir-akhir ini, anggapan bahwa cara intensifikasi-rekonsentrasi ini akan lebih berpeluang berhasil dalam menjawab tantangan kota. Hal itu pula yang mendorong, wakil presiden Jusuf Kalla, dengan program 1000 tower, mencanangkan akan membangun rumah susun (selanjutnya disebut rusun) 20 lantai di beberapa kota besar berpenduduk dua juta jiwa atau lebih (Kompas, 2006). Hal itu merupakan salah satu perwujudan cara intensifikasi-rekonsentrasi melalui pembangunan perumahan massal vertikal (PMV).

Terjadi fenomena yang unik di kota besar seperti di Jakarta dan sudah dimulai pula di Bandung, yaitu menjamurnya perumahan massal vertikal (selanjutnya disebut PMV) berupa rumah susun, flat, atau apartemen. Baik yang dihuni oleh kalangan menengah atas, maupun menengah bawah. Hal itu menunjukkan berubahnya gaya hidup (selanjutnya disebut GH) dalam hal menguasai dan memanfaatkan space/lahan yang disesuaikan dengan cara tinggal baru di kawasan perkotaan, dari cara hidup secara horisontal menjadi cara hidup secara vertikal.

(26)

12 Secara spasial, manfaat PMV adalah: menghemat lahan dan intensifkasi ruang kota dengan kepadatan bangunan tinggi; mengendalikan dan intensifikasi kepadatan penduduk; mengurangi kemacetan lalu lintas; mendekatkan penghuni dengan tempat kerja, dan fasilitas umum; mengurangi frekuensi ulang-alik (commuting) penduduk dari pinggiran ke tempat kerja di pusat kota; mengganti permukiman kumuh, menjadikan kota yang lebih tertata rapi; serta mengurangi tuntutan akan lebih banyaknya jaringan jalan dan jaringan infrastruktur lainnya karena proses perluasan kota.

Secara sosial, PMV bermanfaat berperan sebagai: ajang pendidikan/pembelajaran tentang efisiensi bagi masyarakat urban; dan sebagai ajang pendidikan/pembelajaran tentang bagaimana menjalin kehidupan bersama dalam sebuah gedung/bangunan milik bersama. Selain itu, bermanfaat dalam hal mengurangi tingkat ‘stress’ masyarakat yang harus ulang alik dari tempat tinggal ke tempat kerja. Bagi anak-anak yang sejak kecil tinggal di PMV terlatih untuk turun naik tangga, yang diyakini secara tidak langsung melatih kekuatan otot kaki, yang baik untuk kesehatan di masa tuanya.

(27)

13 terbuang karena perjalanan dari pinggiran ke pusat kota (central business district-CBD).

Secara politis, manfaat pembangunan PMV adalah: sebagai perwujudan kepedulian pemerintah untuk mengatasi permukiman kumuh; mengurangi tingkat kriminalitas yang biasanya lebih banyak terjadi pada kawasan kumuh; memberikan keadilan, dalam hal memberi kesempatan yang sama untuk tinggal di pusat kota bagi berbagai strata sosial-ekonomi penduduk kota; merupakan kepedulian pemerintah dalam penyediaan perumahan massal di kota; merupakan perwujudan efisiensi pegelolaan kota dalam peremajaan bagian kota sehingga tercapai "the highest and the best use" dari lahan yang diremajakan.

(28)

14 Secara kultural-edukasional, PMV merupakan: ajang pembelajaran bagi masyarakat urban dalam menghadapi masalah dan tantangan perkotaan di masa depan; ajang pembelajaran perubahan budaya agraris menjadi budaya urban; ajang pembelajaran bahwa masa depan perkotaan akan sampai pada titik masa dimana hidup secara vertikal tidak dapat terhindarkan; ajang pembelajaran budaya yang kental dengan persoalan tarik-ulur batas antara kepentingan privat/individu dengan kepentingan publik/bersama; ajang pembelajaran pemanfaatan ruang secara lebih efisien dan efektif; serta sosok bangunan PMV yang berperan sebagai simbol kultural.

Bila wujud fisik bangunan dan lingkungan dipercaya sebagai simbol kultural dan sebagai pengejawantahan dari kondisi sosial, ekonomi dan budaya penghuni dan masyarakatnya, maka PMV sebagai salah satu wujud fisik bangunan berupa lingkungan binaan artinya juga dapat dianggap sebagai pengejawantahan dari karakter dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya komunitas penghuninya. Demikian pula, cara memanfaatkan dan melakukan kegiatan pada ruang di bangunan PMV, dapat dikatakan sebagai bentuk refleksi gaya hidup penghuninya.

(29)

15 Mengingat kelangkaan lahan/ruang menjadi issue perkotaan padat penduduk yang paling rumit untuk diselesaikan, maka keberadaan PMV dianggap sebagai salah satu jawabannya. Maraknya kembali pembangunan PMV di kota Bandung, merupakan isyarat bahwa PMV makin diterima oleh masyarakat.

Tingkat penerimaan masyarakat terhadap PMV, diindikasikan oleh tingkat okupasi unit hunian yang terjual atau disewa. Tingkat okupasi PMV sangat ditentukan oleh kesesuaiannya dengan kebutuhan, keperluan atau bahkan selera dan gaya hidup (GH) dari masyarakat pembeli, penyewa atau penghuni untuk memanfaatkannya.

Untuk mengantisipasi kehidupan vertikal di masa mendatang yang diasumsikan tidak dapat terhindarkan, maka diperlukan studi yang mendalam tentang bagaimana adaptasi masyarakat dalam mengalami perubahan budaya berkehidupan secara horisontal menjadi budaya berkehidupan secara vertikal. Hal itu dapat terjawab dengan melakukan penelitian yang mengkaji tentang hubungan antara kelompok masyarakat dengan gaya hidup (lifestyle) yang “bagaimana” yang dapat beradaptasi dan merasa cocok dengan kehidupan pada bangunan PMV yang “bagaimana”. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang kesesuaian antara gaya hidup penghuni PMV dengan pola pemanfaatan ruang di PMV. Atau dengan kata lain, bagaimanakah pola pemanfaatan ruang di PMV oleh masing-masing kelompok masyarakat dengan gaya hidup tertentu tersebut?

(30)

16 penghuninya. Pola pemanfaatan ruang merupakan suatu bentuk dari wujud fisik bangunan yang diduga dipengaruhi oleh sosial-ekonomi-budaya penghuninya yang biasanya direpresentasikan melalui gaya hidupnya.

Topik tersebut diturunkan menjadi lebih operasional dengan judul: Pola Pemanfaatan Ruang pada Perumahan Massal Vertikal sebagai Refleksi Gaya Hidup Penghuninya.

(31)

17

(32)

18

1.1.4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu Arsitektur, Planologi, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Hubungan antara gaya hidup di PMV dengan pola pemanfaatan ruang merupakan objek yang berada dalam domain ilmu Arsitektur, Planologi, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, dengan pendekatan dan tujuan masing-masing. Semuanya memiliki kesamaan yaitu menuju situasi masyarakat dan lingkungan hidupnya yang lebih baik di masa datang.

(33)

19

1.2. Rumusan Masalah

Seperti telah dikemukakan di atas, topik yang diangkat dalam penelititan ini mengenai wujud fisik perumahan massal vertikal (PMV) sebagai manifestasi karakter sosial-ekonomi-budaya penghuninya (pemilik/penyewa). Topik tersebut diturunkan menjadi judul: Pola Pemanfaatan Ruang pada Perumahan Massal Vertikal (PMV) sebagai Refleksi Gaya Hidup (GH) Penghuni Pemilik/Penyewa (P3).

Dengan demikian, masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai

hubungan antara pola pemanfaatan ruang pada PMV dengan gaya hidup P3,

dengan pertanyaan penelitian “Bagaimanakah hubungan antara gaya hidup penghuni PMV dengan pola pemanfaatan ruang di PMV?”

1.3. Tujuan, Signifikansi dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan temuan tentang hubungan antara: (1)Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang privat/individu.

(2)Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang publik/komunal. (3)Profil PMV dengan pola pemanfaatan ruang privat/individu. (4)Profil PMV dengan pola pemanfaatan ruang publik/komunal. (5)Profil P3 dengan profil PMV.

Adapun sasaran penelitian ini untuk: (1)Memperoleh gambaran mengenai:

(34)

20 (1.2) Pola pemanfaatan ruang di PMV pada ruang privat/individu dan

publik/komunal.

(2)Menghasilkan temuan berupa kadar korelasi antara:

(2.1) Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang privat/individu. (2.2) Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang publik/komunal. (2.3) Profil PMV terhadap pola pemanfaatan ruang privat/individu. (2.4) Profil PMV terhadap pola pemanfaatan ruang publik/komunal. (2.5) Profil P3 dengan profil PMV.

(3)Mengetahui perbandingan antara keunikan/perbedaan dan universalitas/ persamaan PMV yang ada di kota Bandung dalam hal korelasi antara pola pemanfaatan ruang dengan gaya hidup P3nya.

1.3.2. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa tantangan terbesar dan paling rumit untuk sebuah kota yang padat penduduk adalah masalah kelangkaan lahan sehingga mau tidak mau akan sampai pada titik masa di mana harus terjadi transformasi budaya dari kehidupan secara horisontal menjadi kehidupan secara vertikal. Oleh karena itu antisipasi untuk siap dengan perubahan mind-set dan menciptakan lingkungan hidup dengan budaya ‘baru’ tersebut sangatlah penting.

(35)

21 Hasil temuan penelitian ini akan menambah khasanah pengetahuan yang mendalam tentang kesesuaian antara gaya hidup (GH) penghuni PMV dan pola pemanfaatan ruangnya dengan tipologi bangunan PMV. Dengan demikian penelitian ini merupakan kajian interdisiplin yang tentunya akan bermanfaat dalam pengembangan ilmu di bidang sosial-budaya, perencanaan wilayah dan kota, serta arsitektur. Ketiga bidang tersebut adalah bidang yang selama ini digeluti dan dicita-citakan untuk didalami dan dikembangkan oleh penulis.

Bagi ranah pendidikan, hasil penelitian ini penting artinya sebagai bahan pembelajaran masyarakat urban tentang perubahan budaya berkehidupan secara horisontal menjadi budaya berkehidupan secara vertikal. Dengan demikian, hasil temuan ini juga penting dalam ikut membantu kesiapan masyarakat urban untuk menjelang kehidupan dengan budaya vertikal tersebut, baik untuk kalangan menengah atas, maupun untuk kalangan menengah bawah. Bagi masyarakat urban hasil penelitian ini penting sebagai preseden dalam proses menentukan

preferensi lingkungan PMV yang akan menjadi pilihannya.

Selain itu, pada tataran pendidikan IPS, hasil penelitian ini berguna bagi pembelajaran yang berkaitan dengan kecerdasan spasial, kecerdasan sosial, dan kecerdasan lingkungan (Gardner, 2003).

Bagi pihak yang bergerak dalam pengembangan PMV, hasil penelitian ini penting dan sangat berguna bagi keperluan analisis, prediksi dan proyeksi segmentasi pasar kelompok sasaran konsumen.

(36)

22 mau harus diantisipasi, sehingga maraknya pembangunan PMV dapat berlangsung secara sustainable, mengingat pentingnya keberadaan PMV bagi kehidupan perkotaan, yang diharapkan memberi dampak yang sebaik-baiknya bagi kota dan masyarakatnya. Selain itu, penelitian ini juga berguna agar pada perencanaan dan perancangan PMV dapat diantisipasi bahwa hasilnya di kemudian hari tidak luput sasaran.

1.4. Asumsi

Di satu pihak, manusia mengubah dan menggubah ruang dan lingkungan tempat tinggalnya. Di lain pihak, ruang dan lingkungan dapat menentukan perilaku pemanfaatan ruang. Ruang awalnya merupakan sesuatu yang natural, namun lebih lanjut penataan dan pemanfaatannya merupakan produk dari cara, kebiasaan, dan gaya hidup pengguna ruang tersebut.

Gaya hidup terbentuk secara berangsur, tergantung pada banyak hal. Pada penelitian ini faktor pengaruh dianggap seragam untuk variabel profil P3 dan profil PMV.

Atribut demografi penghuni, properti, tingkat konsumsi, fasilitas yang digunakan penghuni, selera-sikap-pilihan, perhatian terhadap ruang dan lingkungan, diasumsikan dapat mewakili objektivitas pengukuran sebagian gaya hidup penghuni PMV, karena didasarkan kondisi yang melekat pada profil diri penghuni yang telah merasakan tinggal di PMV.

(37)

23 merupakan salah satu pilihan penghuni yang didasarkan pada kondisi yang melekat pada masing-masing PMV dimana penghuni tinggal.

Pola pemanfaatan ruang di PMV dapat diasumsikan terwakili oleh variabel pemanfaatan ruang individu dan pemanfaatan ruang publik, mengingat isu publik dan privat pada PMV merupakan hal penting.

1.5. Hipotesis

Merujuk perumusan masalah di atas, maka dirumuskan hipotesis utama penelitian ini, yaitu: terdapat korelasi antara gaya hidup penghuni PMV dengan pola pemanfaatan ruang huniannya. Hipotesis utama tersebut diturunkan menjadi beberapa hipotesis, sebagai berikut:

(1)Pola pemanfaatan ruang pada perumahan massal vertikal berkorelasi dengan gaya hidup penghuni pemiliki/penyewa (r).

(2)Pola pemanfaatan ruang privat pada perumahan massal vertikal dipengaruhi oleh profil penghuni pemilik/penyewa-nya (r1).

(3)Pola pemanfaatan ruang publik pada perumahan massal vertikal dipengaruhi oleh profil penghuni pemilik/penyewa-nya (r3).

(4)Pola pemanfaatan ruang privat pada perumahan massal vertikal dipengaruhi oleh profil perumahan massal vertikal (r2).

(5)Pola pemanfaatan ruang publik pada perumahan massal vertikal dipengaruhi oleh profil perumahan massal vertikal (r4).

(38)

24 (7)Terdapat perbedaan/keunikan dan persamaan/universalitas pola pemanfaatan

ruang (PPR) pada berbagai tipe wujud bangunan perumahan massal vertikal.

1.6. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Pendekatannya

1.6.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif korelasional dan komparatif, dengan menggunakan kombinasi data kuantitatif dan data kualitatif yang dikuantitatifkan. Hubungan antar variabel berupa korelasi Kanonikal (Asosiasi/Kovariasional) Multilinear.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Sampel yang dibutuhkan terdiri dari dua jenis, yaitu (1) masyarakat penghuni pemilik/penyewa (P3), dengan unit analisis berupa individu penghuni pemilik/penyewa, untuk mendapatkan data tentang profil dan atribut P3; serta (2) unit PMV dengan unit analisis berupa unit hunian yang dihuni oleh P3, untuk mendapatkan data tentang profil PMV dan pola pemanfaatan ruangnya.

1.6.3. Pengembangan Instrumen

(1) Instrumen untuk variabel dependen (Y): pola pemanfaatan ruang

(39)

25 (2) Instrumen untuk variabel independen (X): gaya hidup penghuni PMV

Untuk mendapatkan data untuk variabel independen dalam hal ini variabel penjelas, yaitu gaya hidup penghuni, dilakukan dengan menyebarkan

angket/kuesionair kepada P3 unit PMV, mencakup data tentang: profil P3;

properti P3; tingkat konsumsi P3; dan fasilitas yang digunakan P3.

1.6.4. Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis korelasi kanonikal, yaitu analisis yang melibatkan lebih dari dua variabel independen dan dua variabel dependen (Silalahi, 2006). Analisis korelasi yag digunakan adalah korelasi Kendall Tau-b.

1.6.5. Variabel Penelitian

(1) Variabel independen/penjelas X1: gaya hidup penghuni pemilik/penyewa – P3. Variabel gaya hidup P3 direpresentasikan melalui sub variabel: profil P3 (x1), terdiri dari: atribut demografi P3; properti P3; tingkat konsumsi P3; fasilitas yang digunakan P3; selera-sikap-pilihan P3; serta perhatian P3 terhadap lingkungan dan ruang.

(2) Variabel independen/penjelas X2: profil PMV sebagai preferensi properti P3. Profil PMV sebagai preferensi properti P3 (x2), diklasifikasikan berdasarkan tipologi PMV, yaitu dalam tingkatan lingkup kota, kompleks tapak, bangunan, lantai, unit hunian dan ruang.

(4)Variabel dependen Y: pola pemanfaatan ruang.

(40)

26 dilakukan oleh penghuni PMV. Pola pemanfaatan ruang pada unit PMV direpresentasikan melalui sub variabel: pola pemanfaatan ruang pada ruang privat/individu (y1); dan pola pemanfaatan ruang pada ruang komunal/publik (y2). Skema hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Hubungan Korelasi Kanonikal (Asosiasi/Kovariasional) Multilinear antar

Variabel

1.7. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1.7.1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, PMV yang diambil sebagai lokasi populasi penelitian adalah PMV di Bandung yang telah dan masih dihuni.

1.7.2. Sampel Penelitian

(41)

27 Faktor yang menjadi patokan dalam pemilihan sampel adalah hal yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, yaitu tipe unit hunian, kemudian dari sampel tersebut, dibagi secara purposif berdasarkan jenis pengelolaan PMV dan status kepemilikannya. Untuk lebih jelasnya, hal itu dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1. Populasi dan Sampel PMV

No Nama PMV unit hunian Jumlah Jumlah unit yang dihuni (kepala keluarga dan unit hunian) Jumlah sampel penelitian

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Angkasa Setiabudi 132 6 2 Antapani 242 9 24 jadi 9 3 Braga City Walk

Aston Apartment 308 24

4 Cigugur Cimahi 192 192 6

5 Cipaku 36 6 12 jadi 6

6 Rusun Cingised 192 192 6 7 Galeri Ciumbuleuit 362/380 24 8 Dago Butik 112 5 24 jadi 5 9 Industri Dalam 160 160 24

10 Kimia Farma 21 21 12

11 Kulalet Soreang 150 150 6

12 Majesty 341 24

13 Martanegara 272 272 12

14 Samoja 144 144 6

15 Sarijadi 864 864 18

16 Seriti Hegarmanah 8 8 6

17 Setiabudi 235 24

18 Turangga 16 16 6

jumlah 224 unit/kk

Keterangan:

(5) Jumlah sampel penelitian

Diambil 6 unit per tipe unit hunian,

(42)

28

DAFTAR PUSTAKA BAB 1

Bailey, K.D. (1982). Methods of Social Research. (2nd ed.). New York: The Free Press.

Bruijne, G.A. de. Hademans, J. dan Heins, J.J.F. (1976). Perspectief op Ontwikkeling. Bussum: Rome. 118-132. Seperti yang dikutip oleh Daldjoeni.

Djarwanto. (1999). Statistik Non-Parametrik. Yogyakarta: BPFE, 84-85. Featherstone, Mike. (1991). Consumer Culture dan Postmodernism. London: Sage Publications.

Gardner, Howard. (2003). Multiple Intelligences. Lyndon. Versi alih bahasa. Sindoro, Alexander. (Ed). Saputra. (2003). Kecerdasan Majemuk. Batam: Interaksara.

Kombaitan. (1999)

Kumar, Arvind. (2002). Modern Sociological Theory. New Delhi: Sarup dan Sons. [Online] Tersedia: http://www.vedamsbooks.com/no28126.htm.

Silalahi, Ulber. (2006). Metode Penelitian Sosial, Bandung: Unpar Press. Soehartono, Irawan. (1995). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 58-59. Mengutip dari Altherton, C.R., dan Klemmack, D.L. (1982). Research Methods in Social Work: An Introduction. Lexington, Massachussetts: D.C. Heath 7 Co. Serta Goode, W.J., dan Hatt, P.K. (1952). Methods in Social Research. McGraw Hill, New York.

Solomon, Michael R. (1994). Consumer Behavior (2nd ed.). USA: Allyn dan Bacon.

Sugiyono. (2005). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. 18. Lihat juga Djarwanto. (1990). Statistik Non-Parametrik. Yogyakarta: BPFE.

Sumaatmadja, Nursid. (2005). Hand-out kuliah Urban Geografi, program S3 IPS angkatan 2005. Tidak diterbitkan.

The American Heritage Dictionary of the English Language, 3rd edition.

(43)

i

DAFTAR ISI

BAB I ... 1  PENDAHULUAN ... 1  1.1.  Latar Belakang Masalah ... 1  1.1.1.  Urbanisasi dan Kepadatan Penduduk Perkotaan ... 1  1.1.2.  Peningkatan Kebutuhan Perumahan Versus Keterbatasan Lahan/Ruang Kota 3 

1.1.3.  Respon dan Sikap Pengelola Kota dalam Menjawab Tantangan Kota . 7  1.1.4.  Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu Arsitektur, Planologi, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial ... 18  1.2.  Rumusan Masalah ... 19  1.3.  Tujuan, Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 19  1.3.1.  Tujuan Penelitian ... 19  1.3.2.  Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 20  1.4.  Asumsi ... 22  1.5.  Hipotesis ... 23  1.6.  Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Pendekatannya ... 24  1.6.1.  Metode Penelitian ... 24  1.6.2.  Teknik Pengumpulan Data... 24  1.6.3.  Pengembangan Instrumen ... 24  1.6.4.  Teknik Analisis ... 25  1.6.5.  Variabel Penelitian ... 25  1.7.  Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 26  1.7.1.  Lokasi Penelitian ... 26  1.7.2.  Sampel Penelitian ... 26 

Tabel 1.1.  Populasi dan Sampel PMV ... 27  Gambar 1.1.  Kerangka Pemikiran Latar Belakang Penelitian... 17  Gambar 1.2.  Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu P-IPS, Planologi, dan

Arsitektur 18 

(44)

131

BAB III

METODE PENELITIAN

Seperti yang telah dikemukakan pada Bab 1, penelitian ini mengangkat topik tentang wujud fisik perumahan massal vertikal sebagai manifestasi karakter sosial-ekonomi-budaya penghuninya. Topik tersebut diturunkan menjadi lebih operasional dengan judul pola pemanfaatan ruang pada perumahan massal vertikal sebagai refleksi gaya hidup penghuninya. Pola pemanfaatan ruang merupakan suatu bentuk dari wujud fisik bangunan yang dipengaruhi oleh sosial-ekonomi-budaya (sosekbud) penghuni pemilik/penyewa-nya (P3) yang biasanya direpresentasikan melalui gaya hidupnya.

3.1. Kerangka Konseptual

(45)

132 pilihan tipe dan profil lingkungan huniannya sebagai wahana untuk mengekspresikan karakter sosekbudnya tersebut. Baik lingkungan hunian yang dibangun secara horisontal (non-PMV), maupun lingkungan hunian yang dibangun secara vertikal (PMV).

Karakter dan status sosial ekonomi tiap tipe kelompok masyarakat tersebut populer disebut sebagai pembentuk gaya hidup. Selanjutnya pola pemanfaatan ruang pada unit hunian dapat dikatakan sebagai refleksi dari gaya hidup penghuninya. Oleh karena itu, untuk mengetahui manifestasi sosekbud terhadap kondisi fisik lingkungan binaan, salah satunya dapat dilakukan melalui penelitian tentang refleksi gaya hidup penghuni PMV dalam pemanfaatan ruang di PMV. Secara diagramatik, kerangka konseptual dalam penentuan masalah penelitian dan turunannya menjadi variabel penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

(46)

133

Gambar 3.1.Diagram Hubungan antar Variabel sebagai Turunan dari Kerangka Konseptual

Penelitian

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel Independen X: Gaya Hidup Penghuni Pemilik/Penyewa – P3

(47)

134

Tabel 3.1. Matriks Sub-variabel Gaya Hidup Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang

Gaya Hidup Penghuni Pemilik/Penyewa PMV Pola Pemanfaatan Ruang

X1 PROFIL PENGHUNI X2 PROFIL PMV Y1 PPR PUBLIK Y2 PPR PRIVAT

x11 x12 x13 x14 x15 x16 x17 x21 x22 x23 x24 x25 y11 y12 y21 y22

x11 002 Atribut demografi

penghuni 1

x12 003 properti 1

x13 004 konsumsi 1

x14 005 fasilitas 1

x15 006 selera, sikap, pilihan 1

x16 007 perhatian lingkungan 1

x17 008 perhatian ruang 1

y11 014 aktivitas penghuni 1

y12 015 proporsi ruang 1

y21 016 aktivitas penghuni 1

y22 017 proporsi ruang 1

(1) Profil P3 (X1)

Profil P3 terdiri dari x11 atribut demografi penghuni pemilik/penyewa; x12 properti; x13 tingkat konsumsi penghuni; x14 fasilitas yang digunakan penghuni; x15 selera, sikap, dan pilihan penghuni; x16 perhatian penghuni terhadap lingkungan; serta x17 perhatian penghuni terhadap ruang.

(48)

135 data demografi tersebut secara langsung berperan sebagai indikator gaya hidup, maka dikelompokkan dalam variabel atribut penghuni. Properti mencakup status kepemilikan ruang unit hunian, besar sewa, cicilan, harga unit, biaya pemeliharaan, biaya keamanan. Tingkat konsumsi penghuni mencakup makanan, pakaian, transportasi. Fasilitas yang digunakan penghuni mencakup tempat berbelanja, tempat merawat tubuh, tempat hiburan, tempat ibadah. Selera-sikap-pilihan penghuni mencakup alasan tinggal di PMV; sikap terhadap penghawaan, pencahayaan, dan view huniannya; preferensi penghuni mengenai tetangga; kepuasan penghuni terhadap kehidupan, lingkungan, dan hunian; serta pandangan penghuni tentang hemat energi.

(2) Profil PMV (X2)

Profil perumahan massal vertikal (PMV) sebagai preferensi properti P3 (X2), diklasifikasikan berdasarkan tipologi PMV, yaitu dalam x21 tingkatan lingkup kota, x22 kompleks tapak (compound), x23 bangunan, x24 unit hunian, serta x25 ruang.

Pada lingkup kota, PMV diklasifikasikan berdasarkan posisinya/lokasinya di kota (jarak dari CBD, tipe pencapaian & posisinya terhadap jalan, terhadap fasilitas sekitar, terhadap tempat kerja, tempat belanja, dan tempat hiburan).

Pada lingkup kompleks tapak/compound, klasifikasi PMV berdasarkan susunan bentuk massa & ruangnya (jumlah & sebaran massa; posisi ruang terhadap massa/sebaliknya).

(49)

136 core/inti bangunan dengan ruang sirkulasi horisontal dan vertikal; tatanan slab

atau double/single loaded).

Pada lingkup unit hunian, klasifikasi PMV berdasarkan tipologi prototip & susunan ruangnya (size/tipe unit hunian; jumlah ruang tidur; jenis/fungsi ruang yang ada & susunannya).

Pada lingkup ruang mencakup tipe konfigurasi (pola susunan) ruang publik dan ruang privat.

3.2.2 Variabel Dependen Y: Pola Pemanfaatan Ruang

Pola pemanfaatan ruang pada unit PMV adalah cara yang teratur dan berulang dalam pengaturan penempatan kegiatan dalam unit hunian yang dilakukan oleh penghuni PMV.

Pola pemanfaatan ruang direpresentasikan melalui variabel Y1 pola pemanfaatan ruang pada ruang privat/individu dan Y2 pola pemanfaatan ruang pada ruang komunal/publik.

(1) Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang Privat/Individu (Y1)

(50)

137

(2) Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang Komunal/Publik (Y2)

Variabel Y2 pola pemanfaatan ruang pada ruang komunal/publik terdiri dari sub-variabel: y21 jenis kegiatan, frekuensi dan durasi kegiatan pada ruang bersama; dan y22 jenis perabot dan cara peletakannya pada ruang bersama (koridor, ruang tangga, lobby, ruang parkir, halaman diantara bangunan).

3.3. Definisi Operasional dan Ukuran Variabel Independen (X) Gaya Hidup Penghuni Pemilik/Penyewa (P3)

(1) Atribut Penghuni Pemilik/Penyewa (P3) - x11

Jenis Kelamin, dibedakan berdasarkan jenis kelamin penghuni PMV,

wanita atau pria.

Usia, dibagi atas lima kelompok usia. (1) 0-20 (2) 21-40 (3) 41-60 (4)

61-80 (5) >61-80. Ditentukan dari tanggal, bulan dan tahun kelahiran. Dalam penelitian ini patokan yang dipakai adalah hanya tahun kelahiran saja. Bila lebihnya tidak sampai enam bulan digenapkan ke bawah. Bila lebihnya melebihi enam bulan digenapkan ke atas.

Pendidikan, ditentukan berdasarkan pendidikan formal yang pernah

ditempuh oleh penghuni, yaitu dari sekolah dasar/MI, sekolah menengah pertama/MA, sekolah menengah atas/MS, dan perguruan tinggi dengan strata diploma, S1, S2, dan S3, dengan keterangan lulus atau hanya pernah menempuh. Pendidikan, dibagi menjadi delapan kategori tingkat kelulusan. (1) SD (2) SMP (3) SLTA (4) SM/D3 (5) S1 (6) S2 (7) S3 (8) lainnya

Pekerjaan, ditentukan berdasarkan pekerjaan yang digeluti pada saat

(51)

138 bila ada kontrak, baik kontrak harian maupun kontrak bulanan, dan tahunan. Pekerjaan, dibedakan menjadi empat jenis pekerjaan: (1) pegawai negeri (2) pegawai swasta (3) wirausaha (4) lainnya.

Status Perkawinan, ditentukan berdasarkan kondisi ikatan pernikahan

yang sah. Status perkawinan penghuni dibedakan atas, (1) kawin (2) tidak kawin.

Agama, ditentukan berdasarkan agama resmi yang dianut oleh responden,

atau ritual agama yang dijalani oleh penghuni, yaitu agama: (1) Islam (2) Kristen (3) Katolik (4) Hindu (5) Budha (6) agama lainnya di luar kelima agama yang telah disebutkan.

Etnik, disebutkan sesuai dengan etnik yang disebutkan oleh penghuni

masing-masing.

Keanggotaan asosiasi, ditentukan berdasarkan keanggotaan aktif

penghuni pada asosiasi profesi pekerjaannya atau keahliannya. Keanggotaan asosiasi penghuni, sesuai dengan asosiasi yang disebutkan oleh penghuni masing-masing.

Penghasilan, ditentukan berdasarkan jumlah uang yang diterima sebagai

imbalan pekerjaan/usaha penghuni dalam periode tertentu, dalam hal ini adalah perbulan. Untuk penghuni yang menerima penghasilan perminggu maka dikali dengan 4, bila perhari dikali dengan 26 hari kerja, bila pertahun, dibagi 12 bulan kerja. Untuk penguni yang tidak mempunyai penghasilan yang diterima secara periodik, diambil pertahun, kemudian dibagi 12.

Pengeluaran, ditentukan berdasarkan jumlah uang yang dikeluarkan

(52)

139 hal ini adalah perbulan. Penghuni menghitung pengeluarannya berdasarkan kebiasaan dan cara mereka masing-masing. Bila penghuni lebih mudah menyatakannya perminggu maka dikali dengan 4, bila perhari dikali dengan 26 hari kerja, bila pertahun, dibagi 12 bulan kerja. Untuk penghuni yang tidak dapat menyatakan pengeluarannya secara periodik, dapat diambil pertahun, kemudian dibagi 12.

Tabungan, ditentukan berdasarkan jumlah uang yang dapat disimpan

dalam periode tertentu, dalam hal ini perbulan. Bila dilakukan perminggu, maka dikali 4, bila dilakukan perhari, maka dikali 30, bila pertahun dibagi 12.

Penghasilan/Pengeluaran/Tabungan, dalam satuan jutaan rupiah, dibagi

menjadi kategori: (1) 0,3-1 (2) >1-2 (3) >2-3 (4) >3-4 (5) >4-5 (6) >5-6 (7) >6-7 (8) >7-8 (9) >8.

Tempat Kelahiran, ditentukan berdasarkan nama kota atau daerah

dimana penghuni dilahirkan, kemudian dibuat pengelompokannya.

Tempat dibesarkan, ditentukan berdasarkan nama kota atau daerah

dimana penghuni mengalami masa kecil hingga dewasa (dari bayi sampai berusia 18 tahun, atau selepas SMA). Dapat juga berupa nama kota atau daerah, dimana penghuni tinggal sebelum tinggal di PMV.

Hobi, ditentukan berdasarkan kegiatan penghuni yang disukai dilakukan

di waktu senggang.

Bahasa, ditentukan berdasarkan bahasa yang paling banyak digunakan di

(53)

140

Etnik, ditentukan berdasarkan suku bangsa yang diyakini sebagai atribut

mayoritas keluarga.

Hereditas, ditentukan berdasarkan gelar ningrat atau kebangsawanan yang

diwariskan dari leluhurnya.

Dialek/Logat yang Digunakan, ditentukan berdasarkan ciri khas dari

bahasa yang paling melekat ketika berbicara atau berkomunikasi.

Koran/Majalah yang Dibaca/Dilanggan, ditentukan berdasarkan nama

koran/majalah yang paling sering dibaca atau nama koran yang dilanggan.

(2) Properti – x12

Properti adalah istilah untuk menunjukkan kondisi kepemilikan barang/benda yang berharga/bernilai yang dipunyai oleh seseorang, antara lain berupa: tanah, rumah, kendaraan roda empat, kendaraan roda dua. Dalam penelitian ini, properti yang dijadikan indikator adalah kepemilikan ruang unit hunian pada PMV.

Status Kepemilikan Ruang Unit Hunian, ditentukan berdasarkan jenis

kepastian hukum tentang wewenang responden terhadap ruang unit huniaannya. Dapat berupa wewenang permanen sepenuhnya memiliki, atau dapat pula berupa wewenang temporer penyewaan. Status Kepemilikan Ruang Unit Hunian, dibagi menjadi tiga jenis kepemilikan, (1) milik pribadi (2) menyewa tahunan (3) menyewa bulanan.

Harga unit, adalah besaran nominal uang yang harus dibayarkan

(54)

141

Besar Sewa, adalah besaran nominal uang yang harus dibayarkan

penghuni kepada pihak yang menyewakan unit PMV, sehingga responden tersebut berhak sepenuhnya untuk menggunakan unit PMV yang disewanya selama masa perjanjian sewa berlaku.

Harga Cicilan, adalah besaran nominal uang yang harus dibayarkan

penghuni kepada pihak penjual unit PMV secara berkala tergantung pada perjanjian jual beli dengan cara mengangsur yang disepakati oleh keduanya.

Biaya Pemeliharaan, adalah besaran nominal uang yang harus

dibayarkan penghuni untuk usaha yang dikerahkan untuk menjamin terjaganya kondisi fisik unit huniannya dan fasilitas bersama, yang biasanya dibayarkan kepada pengurus organisasi penghuni yang mengelola pemeliharaan seluruh kompleks PMV.

Biaya Keamanan, adalah besaran nominal uang yang harus dibayarkan

penghuni kepada pihak penyedia jasa penjaga keamanan dan ketertiban. Biaya Pemeliharaan dan Biaya Keamanan, disebutkan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

(3) Tingkat Konsumsi P3 – x13

Tingkat konsumsi penghuni untuk makanan, pakaian, dan transportasi, merupakan biaya perbulannya yang harus dikeluarkan penghuni untuk memenuhi ketiga kebutuhan tersebut.

(4) Fasilitas yang Digunakan P3 –x14

Tempat berbelanja, tempat merawat tubuh, tempat hiburan, tempat

(55)

142 disediakan oleh pengelola PMV atau dapat berupa fasilitas yang terdapat disekitar lingkungan PMV (+/- berjarak 1.5 km dari tapak PMV).

(5) Selera-Sikap-Pilihan P3 –x15

Selera-sikap-pilihan penghuni mencakup alasan tinggal di PMV; sikap terhadap penghawaan, pencahayaan, dan view huniannya; preferensi penghuni mengenai tetangga; kepuasan penghuni terhadap kehidupan, lingkungan, dan hunian; serta pandangan penghuni tentang hemat energi.

Alasan penghuni tinggal di PMV dapat berkaitan dengan lokasi, tetangga,

lingkungan, harga, posisi, luas, dan desain unit huniannya.

Sikap dan pilihan penghuni terhadap penghawaan alami (non AC),

non alami (AC), atau kombinasi.

Sikap dan pilihan penghuni terhadap pencahayaan alami (dominan

dari sinar matahari), non alami (dominan dari pencahayaan buatan lampu), atau kombinasi.

Sikap dan pilihan penghuni terhadap view pemandangan kota, alam,

dan permukiman sekitar.

Preferensi penghuni mengenai tetangga berkaitan dengan kesamaan

suku bangsa, agama, pendidikan, dan penghasilan.

Kepuasan penghuni terhadap kehidupan, lingkungan, dan hunian,

(56)

143

Pandangan penghuni tentang hemat energi, yaitu pendapat penghuni

tentang definisi hemat energi, diklasifikasikan dalam lima tingkatan sangat setuju , setuju, sedang, tidak setuju , dan sangat tidak setuju.

(6) Perhatian Penghuni terhadap Lingkungan–x16

Perhatian penghuni terhadap lingkungan diindiasikan dengan

pengetahuan penghuni tentang fasilitas lingkungan di sekitar PMV yang

dihuni, diklasifikasi kan dalam dua kategori: mengetahui atau tidak mengetahui. Penghuni yang mengetahui adalah yang dapat menyebutkan lebih dari setengah jumlah fasilitas lingkungan yang ditanyakan.

(7) Perhatian Penghuni terhadap Ruang–x17

Perhatian penghuni terhadap ruang mencakup pandangannya tentang definisi efisiensi & efektifitas ruang; kesadaran tentang proporsi ruang; dan kesadaran tentang pemanfaatan ruang.

Pandangan penghuni tentang definisi efisiensi dan efektifitas ruang

diklasifikasikan dalam lima tingkatan; yaitu: sangat setuju, setuju, sedang, tidak setuju, atau sangat tidak setuju terhadap definisi efisiensi dan efektifitas ruang yang diberikan pada kuesionair.

Kesadaran tentang proporsi ruang dan pemanfaatan ruang,

Gambar

Tabel  1. 1
Gambar Brosur) Persentase Ruang Publik di dalam Bangunan (Berdasarkan Luas Ruang Publik di Unit Hunian
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Latar Belakang Penelitian
Gambar 1.2. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu P-IPS, Planologi, dan Arsitektur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Pendidikan Se-Provinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian lanjut menunjukan bahwa dimensi nilai-nilai budaya merupakan pembentuk variabel budaya organisasi paling

Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, sekolah mengupayakan pemenuhan kebutuhan dan harapan siswa, guru dan orang tua siswa; kedua, dalam mewujudkan mutu pendidikan,

Preliminary research indicates that during NW flight 2337 (which flies from Detroit to Los Angeles), the number of hours of wifi that will be used by passengers at a price of p

Setelah dilakukan pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa penggunaan model quantum teaching memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan kemampuan

Peserta yang keberatan terhadap Pengumuman Pemenang ini dapat menyampaikan Surat Sanggahan kepada Pokja ULP Mahkamah Agung RI Korwil Riau Pembangunan Gedung Kantor Tahap III

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Perangkat pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

The markedly lower mean of grain yield per pot of rice grown at soil taken from the specific location than those grown at soil taken from the target location (Table 4)