• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSFORMASI NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPS SEBAGAI UPAYA MEMUPUK DISIPLIN PESERTA DIDIK:Studi di SDN Pemurus Baru 1, 2, dan 3 Banjarmasin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TRANSFORMASI NILAI-NILAI AKHLAK DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPS SEBAGAI UPAYA MEMUPUK DISIPLIN PESERTA DIDIK:Studi di SDN Pemurus Baru 1, 2, dan 3 Banjarmasin."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN DISERTASI . . . ii

HALAMAN PERNYATAAN . . . iii

ABSTRAK . . . iv

ABSTRCT . . . v

KATA PENGANTAR . . . vi

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH . . . viii

DAFTAR ISI . . . xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . . . 1

B. Rumusan Masalah . . . . . . 9

C. Tujuan Penelitian . . . 10

D. Manfaat Penelitian . . . .. . . 11

E. Asumsi Penelitian .. . . 11

BAB II NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBINA DISIPLIN SISWA A. Urgensi Pendidikan Nilai . . . 17

1. Substansi Pendidikan Nilai . . . 17

a. Pengertian tentang Nilai . . . . . . 17

b. Konsep dan Hakikat Pendidikan Nilai . . . 22

c. Ruang Lingkup Pendidikan Nilai . . . 34

d. Pendidikan Nilai di Sekolah . . . 40

2. Dasar-Dasar Nilai-Nilai Akhlak . . . 43

a. Pengertian Akhlak . . . 43

b. Kandungan Nilai-Nilai Akhlak dalam Alquran. . . . 47

(2)

C. Transformasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Pembelajaran . . . . 68

1. Makna Transformasi dan Disiplin . . . 68

2. Makna Pendidikan Akhlak . . . 72

3. Pendidikan Akhlak dalam Pembelajaran . . . … 73

4. Integrasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Pembelajaran . . . .. 82

D. Hubungan antara Pendidikan Akhlak, Pembelajaran IPS, dan Pengenbangan Disiplin dalam Konteks Pendidikan Umum 1. Pendidikan Akhlak dan Kehidupan Sosial . . . 85

2. Konsep dan Dokumen Pendidikan IPS di Sekolah Dasar . 90

a. Konsep Pendidikan IPS di Sekolah Dasar . . . 90

b. Dokumen IPS di Sekolah Dasar . . . 94

3. Pembinaan Disiplin Siswa di Sekolah . . . 98

4. Kajian antara Nilai-Nilai Akhlak, Pengajaran IPS, dan Pembinaan Disiplin dalam Pendidikan Umum . . . 103

a. Konsep Pendidikan Umum . . . 103

b. Hakikat Pendidikan Umum . . . 105

c. Pola Umum Sistem Nilai Kehidupan Manusia . . . 107

d. Kaitan Nilai-Nilai Akhlak, Pembelajaran IPS, dan Pembinaan Disiplin Siswa . . . 108

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian . . . 113

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Penelitian . . . 125

1. Identifikasi Subjek Penelitian . . . 125

2. Nilai-Nilai Akhlak dalam Mata Pelajaran IPS . . . 127

(3)

4. Kendala-Kendala dalam Mentransformasikan Nilai Akhlak 169

5. Deskripsi Suasana Disiplin Siswa di SDN Pemurus Baru .. 171

B. Pembahasan Hasil Penelitian . . . 185

1. Kandungan Nilai-Nilai Akhlak dalam Mata Pelajaran IPS. . 185

2. Proses Transformasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru Banjarmasin. . . 194

a. Perencanaan Guru . . . 194

b. Implementasi Mengajar Guru . . . 204

3. Kendala-Kendala yang Dihadapi Guru . . . 215

4. Suasana Disiplin Siswa di Sekolah . . . 218

5. Hasil Upaya Transformasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Proses Pembelajaran IPS . . . 225

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Umum . . . 230

B. Simpulan Khusus . . . 234

C. Rekomendasi . . . 239

DAFTAR PUSTAKA . . . 241

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu isu penting yang dikemukakan oleh Presiden RI Susilo Bambang

Yudhoyono pada puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional di Istana Negara, 11

Mei 2010 yang lalu adalah hubungan pendidikan dengan pembentukan watak yang

dikenal dengan character building. Presiden mengemukakan bahwa yang disebut

dengan karakter kuat atau baik, baik perseorangan, masyarakat, maupun bangsa

adalah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Yudhoyono

(2010) http;//www.setneg.go.id/index.php? option=com content&task =iew&id =4552&Itemid=26[18 Mei 2012]

Pendidikan akhlak akhir-akhir ini mengemuka karena sekarang ini bangsa

Indonesia telah dilanda oleh krisis multi dimensional yang berpangkal dari krisis

akhlak, sehingga berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai

fenomena dan gejala sosial seperti praktek sopan santun yang sudah mulai memudar,

kasus-kasus kekerasan, geng motor, pornografi, tauran, bentrok antarwarga, makin

membudayanya ketidakjujuran yang tercermin dengan makin meningkatnya korupsi

di kalangan pejabat negara, kasus-kasus narkoba, kekerasan di kalangan siswa, seolah

sudah menjadi pemberitaan sehari-hari.

Budimansyah (2011: 47) menguraikan bahwa secara kasat mata kita

menyaksikan betapa masih lebarnya kesenjangan antara konsep dan muatan nilai

(6)

sosial, kultural, politik, ideologis, dan religiositas dalam kehidupan masyarakat,

berbangsa, dan bernegara Indonesia sampai dengan saat ini. Dalam media massa

setiap saat kita menyaksikan kondisi paradoksal antara nilai dan fakta, seperti tindak

kekerasan, pelanggaran lalu lintas, kebohongan publik, arogansi kekuasaan, korupsi

kolektif, kolusi dengan baju profesionalisme, dan seterusnya.

Sekolah sebagai institusi pendidikan yang berperan aktif dalam menanamkan

nilai-nilai kepada siswa selalu memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan

nilai dalam rangka membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, yakni

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cita-cita

tersebut tercantum dalam setiap tujuan pendidikan nasional dari masa ke masa. Hal

ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2003 bab II pasal 3 menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional … bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk memenuhi tuntutan tujuan di atas, semua program pendidikan di

berbagai jenjang dan jenis pendidikan dirancang untuk melaksanakan fungsi dan

tujuannya ke arah itu. Rancangan program pendidikan itu disebut dengan kurikulum.

Dalam Undang-Undang RI tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2003, Bab I pasal 1 ayat 19, disebutkan bahwa “kurikulum adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

(7)

adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh

ijazah.

Sehubungan dengan itu, kebijakan mengenai kurikulum seperti yang

tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 37 ayat (1)

menyatakan bahwa isi kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat

antara lain Pendidikan Agama. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan

agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Dalam penjelasan

tersebut terkandung makna bahwa dalam setiap pembelajaran menempatkan akidah

dan akhlak sebagai potensi rohani yang harus diwujudkan dalam bentuk amal shaleh

sehingga menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa serta berakhlak mulia. Kebijakan lainnya yang berhubungan dengan

tugas-tugas guru dalam proses pembelajaran adalah bahwa mulai tahun ajaran 2011-2012

setiap guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hendaklah

mencantumkan “karakter siswa yang diharapkan” setelah rumusan SK dan KD dan

tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan agama seperti yang

dikemukakan oleh Daradjat (2001: 174) bahwa pendidikan Islam berfungsi untuk: (1)

menanamkan rasa keimanan yang kuat, (2) menanamkembangkan kebiasaan dalam

melaksanakan amal ibadah, amal shaleh, dan akhlak mulia, (3)

menumbuhkembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah

Allah SWT.

Dalam kaitan ini, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (3)

(8)

sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan dengan amanat ini

akhirnya pendidikan akhlak diakomodasi oleh lembaga pendidikan sebagai bagian

yang tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Semua lembaga

pendidikan baik yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat

menyelenggarakan pendidikan akhlak, dan semua mata pelajaran hendaknya

mengandung nilai-nilai akhlak yang terintegrasi ke dalam setiap mata pelajaran.

Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa akhlak merupakan elemen

penting dalam pendidikan. Hal ini dapat ditemukan dalam berbagai kata kunci yang

berkenaan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam

undang-undang atau peraturan mengenai tujuan pendidikan, seperti kata ketuhanan,

keimanan, ketakwaan, kepribadian, susila, dan akhlak mulia. Kedudukan pendidikan

agama dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bahkan memperoleh

tempat yang cukup istimewa karena merupakan satu-satunya bahan ajar yang wajib

disampaikan disemua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan.

Bila mencermati tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam

undang-undang, jelas terlihat bahwa akidah dan akhlak dijadikan sebagai landasan pendidikan

melalui setiap mata pelajaran. Hal ini dipandang penting dan mendasar karena tujuan

pendidikan nasional pada intinya adalah membentuk siswa menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mengakui

serta mengimani adanya Tuhan Yang Maha Esa. Di sinilah pentingnya fungsi dan

peranan nilai-nilai akidah/akhlak dalam mencapai maksud dan tujuan yang esensi dari

(9)

Sementara itu, fungsi pendidikan saat ini sedang menghadapi tantangan

sebagai akibat dari pengaruh globalisasi yang sedang melanda masyarakat secara

luas. Berbagai kasus penyimpangan dan kekerasan saat ini sering terjadi dan bahkan

sering dilakukan oleh para siswa yang telah memperoleh berbagai pengetahuan yang

berkenaan dengan akhlak. Tafsir dalam Sauri (2011: vii) menjelaskan bahwa perilaku

bangsa saat ini sedang mengalami dekadensi moral. Tawuran di berbagai kota besar

dan kecil sering terjadi: tauran antarpelajar, antarmahasiswa, antarkampung,

mahasiswa dan sopir angkot, demonstran dengan polisi atau demonstran dengan

lainnya, dan antarkomunal lainnya. Bahkan pertengkaran di gedung kebanggaan

rakyatpun sering terjadi, justru dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya

memosisikan diri dengan akhlak mulia sebagai anggota dewan yang terhormat.

Disiplin kerja dan sopan santun di berbagai kalangan nyaris hilang. Penghormatan

siswa kepada guru terkadang hanya terjadi di ruang kelas saat pembelajaran

berlangsung, di luar itu hubungan keduanya menjadi longgar. Pembunuhan sering

terjadi terhadap orang yang seharusnya dicintai seperti anak membunuh orangtuanya,

dan berbagai kasus kriminal lainnya.

Dengan berlandaskan nilai-nilai akhlak, proses pembelajaran di sekolah yang

sesuai dengan masyarakat Indonesia harus mengacu pada falsafah negara Pancasila

yang menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Hal ini

mengisyaratkan bahwa setiap pemeluk agama hendaknya menjadikan akidah/akhlak

sebagai landasan pendidikan. Karena itu, nilai-nilai akhlak perlu diintegrasikan ke

(10)

manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, taat dan disiplin dalam

kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran yang berlangsung selama ini di sekolah-sekolah belum

sepenuhnya dijadikan sebagai sarana untuk mengajarkan nilai-nilai akhlak yang

berkaitan dengan perilaku disiplin sehingga dirasakan kurang mampu memberikan

pemahaman secara holistik kepada siswa. Karena itu, diperlukan rekonstruksi

pembelajaran akhlak ke arah yang lebih holistik, futuristik, dan humanistik dengan

melakukan transformasi nilai-nilai akhlak dalam setiap pembelajaran sebagai upaya

memupuk perilaku disiplin di kalangan siswa.

Melalui proses transformasi, siswa dapat mengenal nilai-nilai positif yang

bersumber dari ajaran agama dan berkembang dalam masyarakat sehingga dapat

mendorong untuk bertingkahlaku sesuai dengan ajaran agama dan norma yang dianut

dalam masyarakat. Dari proses transformasi itu nilai-nilai akhlak akan terinternalisasi

dalam diri siswa sehingga akan membentuk kepribadian yang mapan. Soekanto

(1982: 140) menjelaskan “sosialisasi sebagai suatu proses, di mana warga masyarakat

dididik untuk mengenal, memahami, menaati, dan menghargai norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat”.

Sabda (2002: 688) “dalam dunia pendidikan transformasi adalah model

pengajaran yang berorientasi pada proses perubahan yang terjadi (perorangan) dan

sosial, baik itu perubahan sikap, nilai, pengetahuan, maupun keterampilan”. Proses

pembelajaran di sekolah-sekolah dirancang melalui adanya interaksi antarkomponen,

seperti tujuan pendidikan dan pengajaran, siswa, guru, perencanaan pengajaran,

(11)

saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan. Hamalik (2001: 78) “proses pengajaran

dapat terselenggara dengan lancar, efisien, dan efektif, bila adanya interaksi yang

positif, konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung dalam

sistem pembelajaran tersebut”. Guru yang profesional memiliki kemampuan untuk

mengorganisasikan semua komponen tersebut sehingga dapat berinteraksi secara

positif.

Guru yang profesional dituntut kemampuan dan kesediaan serta tekad untuk

mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,

baik tujuan secara nasional, institusional, dan bahkan tujuan kurikuler. Untuk itu,

seorang guru dituntut memiliki kemampuan menguasai dan memahami materi sesuai

dengan tujuan pembelajaran, terampil dan kreatif dalam menyajikan materi,

menguasai berbagai strategi dan metode mengajar, sabar dan telaten dalam

membimbing/mengasuh siswa dalam mengamalkan ajaran agama, serta dapat

menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas pembelajaran. Perilaku guru dipandang sebagai sumber

pengaruh yang dapat memberi efek kepada siswa. Para pakar mengemukakan bahwa

betapapun bagusnya kurikulum, hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan

oleh guru di dalam kelas sebagai „curriculum actual’.

Dengan mengikuti alur berpikir di atas, dapat dipahami bahwa transformasi

dalam proses pembelajaran di sekolah berlangsung melalui interaksi pembelajaran

antara guru dan siswa. Di sekolah gurulah yang banyak berperan dalam proses

transformasi nilai-nilai tersebut dengan menggunakan bermacam-macam media dan

(12)

Untuk mengetahui transformasi yang berlangsung dalam proses

pembelajaran serta bagaimana penggunaan komponen-komponen pendidikan secara

holistik-integratif di Sekolah Dasar Negeri, maka penelitian terhadap masalah ini

menjadi sangat penting untuk segera dilakukan. Untuk itu, penelitian ini

memfokuskan pada bagaimana transformasi nilai-nilai akhlak dalam proses

pembelajaran IPS sebagai upaya memupuk disiplin peserta didik di Sekolah Dasar

Negeri dalam wilayah Kelurahan Pemurus Baru Kecamatan Banjarmasin Selatan

Kota Banjarmasin.

Berdasarkan data dari beberapa hasil penelitian yang menggambarkan kondisi

pembelajaran akhlak/budi pekerti sekarang ini, khususnya pembelajaran di

sekolah-sekolah, seperti yang dikemukakan oleh Supriatna, U (2010: 350) menemukan

bahwa pengembangan visi dan misi religius tentang nilai-nilai akhlak karimah di

sekolah hanya dipahami sebagai wacana, slogan, dan lebih banyak teoretisnya.

Sedangkan tantangan dan hambatan dari pelaksanaan nilai-nilai akhlak di sekolah

meliputi antara lain: pengaruh pergaulan negatif, pengaruh media masa dan

informatika serta elektronik dari kehidupan global saat ini. Sementara itu Sulthani

(2010: 147) menarik beberapa simpulan: (1) peranan orangtua dalam menanamkan

nilai budi pekerti sangat diperlukan dengan cara pembiasaan dan keteladanan dan

memberi kemudahan serta penghargaan atas prestasi anak dalam mengelola dirinya;

(2) peranan sekolah (guru dan tenaga kependidikan lainnya) dalam menanamkan nilai

budi pekerti dengan memberi keteladanan perilaku yang baik sehingga ia dapat ditiru

dan digugu; (3) kesinambungan pendidikan budi pekerti antara keluarga, sekolah, dan

(13)

pekerti terintegrasi menunjukkan perubahan dalam nilai prestasi belajar dan nilai-nilai

budi pekerti; (5) kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan hari-hari besar

keagamaan/nasional merupakan sarana yang baik dalam pendidikan budi pekrti.

Dari beberapa data penelitian dan pendapat para pakar dan praktisi pendidikan

di atas, menunjukkan bahwa proses pembelajaran nilai-nilai akhlak di sekolah dasar

selama ini masih memiliki banyak permasalahan, baik yang berkenaan dengan aspek

isi/kurikulum, proses pembelajaran, kemampuan guru dalam mengelola kelas,

maupun internalisasi nilai-nilai akhlak dalam diri siswa, yang semua itu belum dapat

dicapai secara maksimal. Proses pendidikan yang berlangsung selama ini di sekolah

telah direduksi maknanya menjadi pengajaran semata, di mana proses pendidikan

agama (akhlak) lebih banyak menekankan dimensi transfer ilmu dan transfer

kompetensi, sedangkan aspek internalisasi nilai dan amaliah belum banyak digarap.

Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka

masalah utama dalam penelitian ini adalah: bagaimana proses

transformasi/internalisasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran sebagai upaya

memupuk disiplin di kalangan siswa? Secara lebih eksplisit, penelitian ini

dikembangkan dengan judul “Transformasi Nilai-Nilai Akhlak dalam Proses

Pembelajaran IPS Sebagai Upaya Memupuk Disiplin Peserta Didik (Studi di Sekolah

Dasar Negeri Pemurus Baru 1, 2, dan 3 Banjarmasin)”.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan masalah utama yang diajukan di atas, maka rumusan masalah

(14)

1. Nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung dan dapat dikembangkan dalam mata

pelajaran IPS di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru Banjarmasin?

2. Bagaimana pelaksanaan transformasi nilai-nilai akhlak dalam proses

pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru Banjarmasin sebagai

upaya memupuk disiplin peserta didik?

3. Kendala-kendala apa yang dihadapi guru dalam mentransformasikan nilai-nilai

akhlak melalui pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru

Banjarmasin?

4. Bagaimana gambaran suasana sikap disiplin siswa di lingkungan Sekolah Dasar

Negeri Pemurus Baru Banjarmasin?

5. Bagaimana hasil upaya transformasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran IPS

di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru Banjarmasin?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan pokok di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan produk secara umum tentang proses transformasi nilai-nilai akhlak

dalam pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru Banjarmasin.

Secara lebih rinci tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk menemukan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam mata pelajaran IPS

di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru Banjarmasin;

2. Untuk mengetahui cara-cara guru mentransformasikan nilai-nilai akhlak dalam

(15)

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh guru IPS dalam

mentransformasikan nilai-nilai akhlak melalui proses pembelajaran di dalam

kelas.

4. Untuk mengetahui gambaran suasana sikap disiplin siswa di lingkungan sekolah

setelah pembelajaran IPS ;

5. Untuk memperoleh gambaran hasil dari upaya transformasi nilai-nilai akhlak

melalui proses pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru

Banjarmasin.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna:

1. Bagi sekolah dan guru dapat dijadikan sebagai bahan dalam menemukan dan

mentransformasikan nilai-nilai akhlak pada setiap proses pembelajaran di sekolah;

2. Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional dapat dijadikan sebagai

landasan untuk menentukan kebijakan dalam menyusun kurikulum, terutama

integrasi nilai-nilai akhlak ke dalam setiap mata pelajaran;

3. Dapat dijadikan sebagai bahan kajian yang mendalam bagi para pakar dan praktisi

pendidikan sebagai upaya menemukan strategi yang tepat dalam proses

penurunan nilai-nilai akhlak di sekolah-sekolah.

E. Asumsi Penelitian

Seperti telah diuraikan pada bagian latar belakang bahwa kualitas pendidikan

sangat berkaitan erat dengan komponen-komponen pendidikan lainnya, seperti guru,

siswa, kurikulum, proses pembelajaran, media pembelajaran, sarana dan pasilitas

(16)

tersebut berupa: siswa sebagai raw input, guru, kurikulum, metode dan media

pembelajaran, kepala sekolah, dan masyarakat.

Siswa sebagai raw input harus diolah melalui proses transformasi dengan

melibatkan berbagai komponen yang saling bersinerji satu dengan yang lainnya.

Kemampuan dan potensi yang dimiliki siswa harus dikembangkan secara wajar dan

normal sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar dan baik pula.

Sementara itu, guru dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya hendaknya dapat

membawa dan mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran ke dalam suasana yang

dapat menyenangkan belajar siswa sehingga dapat tercipta pembelajaran yang aktif,

inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Karena itu, guru harus pandai memilih

dan menentukan metode yang tepat. Trianto (2010: 5) mengemukakan bahwa

“masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini

adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil

belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan”. Rendahnya

perolehan pengetahuan siswa itu tentu sebagian disebabkan kondisi pembelajaran

yang masih bersifat konvensional yang tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik.

Kenyataan sekarang ini proses belajar masih didominasi oleh tindak guru sehingga

dapat menjadi kendala bagi siswa untuk berkembang.

Sedangkan kurikulum yang dituangkan dalam bentuk silabus berisikan

garis-garis materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan rancangan penilaian. Dengan kata

lain kurikulum yang dikembangkan dalam bentuk silabus sangat menentukan arah

pencapaian pengetahuan siswa. Pengetahuan apa yang akan diterima siswa akan

(17)

kurikulum berisikan dokumen pembelajaran yang di dalamnya mengandung standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang diharapkan dicapai oleh siswa. Karena itu,

standar kompetensi dan kompetensi dasar dirumuskan berdasarkan kajian tuntutan

kompetensi lulusan setiap mata pelajaran.

Siklus saling keterlibatan komponen-komponen tersebut dapat digambarkan

pada skema di bawah ini. Skema tersebut merupakan pengembangan dari Peta

Komponen Pendidikan Sebagai Sistem (Sukmadinata, 2006: 7).

(Sumber dari: Sukmadinata, dkk., 2006: 7)

Skema ini menjelaskan bahwa banyak komponen yang ikut berkontribusi

dalam mencapai hasil pendidikan, terutama yang berkaitan secara langsung adalah

kurikulum, kompetensi guru, proses pembelajaran yang meliputi: perencanaan guru,

kegiatan pembelajaran, dan evaluasi. Aspek kurikulum memerlukan kajian yang

mendalam sehingga materi benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan

INSTRUMENTAL INPUT

Kepala Sekolah Guru Bidang Studi Kurikulum/silabus dan RPP

OUTPUT RAW INPUT

Siswa: Intelektual Emosional Spiritual Fisik-kesehatan

Peer group

PROSES

ENVIRONMENTAL INPUT

(18)

perkembangan masyarakat. Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan dengan

mengikutsertakan dalam berbagai pendidikan dan pelatihan serta penataran yang

sesuai dengan bidangnya, sedangkan pada aspek proses harus didukung oleh aspek

kompetensi guru, kurikulum, dan lingkungan baik sekolah, rumah tangga, maupun

masyarakat.

Hasil pembelajaran juga banyak tergantung dari kemampuan guru dalam

mentransformasikan bahan ajar kepada siswa sehingga diperoleh pemahaman yang

benar tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, mampu mengembangkannya

secara lebih komprehensif, dan akhirnya dapat menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Tugas guru dalam proses pembelajaran bukan sekedar mampu mentransfer

ilmu pengetahuan secara kognitif, tetapi juga mampu menumbuhkan nilai yang

menjadi sikap hidup siswa secara afektif, mampu berperan sebagai pembimbing,

pengembang dan pengelola kegiatan pembelajaran, serta mampu menyusun

perencanaan pembelajaran sekaligus sebagai contoh dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

Guru adalah sosok yang ideal dan menjadi idola bagi siswa sehingga harus

menjadi manusia yang dapat ditiru dan digugu. Karena itu, dalam proses

implementasi pembelajaran di dalam kelas guru harus mampu mengembangkan

desain pembelajaran dengan baik dan tampil dengan berbagai media dan metode

sehingga dapat mengembangkan bahan ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran dan

(19)

Sering kritik ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menenkankan

pada aspek kognitif semata. Penumpukan pada ranah kognitif saja pada subjek didik

kurang bermanfaat karena tidak ada keseimbangan antara aspek afektif dan

psikomotor. Akibatnya siswa hanya mampu menghafal konsep dan kurang mampu

menggunakan konsep tersebut dalam kehidupan nyata. Dalam keadaan yang

demikian, maka kompetensi seorang guru dituntut harus mampu meramu bahan ajar

yang lebih komprehensif sehingga proses pembelajaran dapat tercipta lebih menarik

dan menyenangkan.

Siklus keterlibatan guru dengan komponen-komponen pendidikan lainnya

dalam proses pembelajaran dapat dipetakan sebagaimana terlihat dalam bagan berikut

ini:

(Sumber dari: Tim Pengembang Kurikulum dan Pembelajaran FIP UPI, 2002: 54)

Dari alur siklus di atas, dapatlah diyakini bahwa bila semua komponen

tersebut dapat berfungsi dengan baik maka siswa akan mendapat perolehan hasil

(20)

belajar secara maksimal berupa: (1) perolehan pengetahuan, pemahaman, dan

keterampilan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran sebagai dampak dari proses

pembelajaran (instruksional effect); (2) perolehan dari dampak penggiring (nurturent

effect), berupa berakhlak mulia dan sikap disiplin peserta didik. Kedua sasaran inilah

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan naturalistik yang

menghendaki interaksi langsung secara intensif dan mendalam terhadap sumber

informasi dan subjek penelitian, sehingga dapat dengan akurat mengetahui

transformasi nilai-nilai akhlak dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri

Pemurus Baru 1, 2, dan 3 Banjarmasin. Para peneliti kualitatif menekankan sifat

realita yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang

diteliti, dan tekanan situasi yang membentuk penyelidikan. Para peneliti semacam ini

mementingkan sifat penyelidikan yang sarat-nilai. Para peneliti mencari jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara munculnya pengalaman sosial sekaligus

perolehan maknanya. (Denzin, Norman dan Yvonna Lincoln, 2009: 6).

Sementara itu, Nasution (2003: 9-12) menguraikan beberapa ciri dari

penelitian naturalistik, tiga di antaranya yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural setting. Peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Peneliti yang memasuki lapangan berhubungan langsung dengan situasi dan orang yang diselidikinya.

2. Peneliti sebagai instrumen penelitian key instrument atau alat peneliti utama. Mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tak berstruktur, sering hanya menggunakan buku catatan seperti tes atau angket seperti yang lazim digunakan dalam penelitian kuantitatif. Hanya manusia sebagai intrumen dapat memahami makna interaksi antarmanusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden.

(22)

uraian. Penelitian ini tidak mengutamakan angka-angka dan statistik, walaupun tidak menolak data kuantitatif.

Penelitian kualitatif pada dasarnya mementingkan proses dan sekaligus hasil

dengan memperhatikan perkembangan terjadinya sesuatu di lapangan yang bertujuan

untuk mencari makna kelakuan dan perbuatan, sehingga dapat memahami masalah

dan situasi yang terjadi. Pendekatan seperti ini berusaha memahami kelakuan

manusia dalam konteks yang lebih luas. Untuk itu peneliti sendiri terjun ke lapangan

dengan melibatkan diri dalam situasi yang sebenarnya.

Dalam penelitian kualitatif menonjolkan makna kontekstual, di mana peneliti

mengumpulkan dan mencatat data yang sangat rinci mengenai hal-hal yang dianggap

relevan dengan masalah penelitian. Penelitian kualitatif juga lebih mengutamakan

kemampuan menafsirkan fakta-fakta dengan pemahamannya sendiri secara

mendalam, sehingga pemaknaan terhadap masalah tidak terjadi distorsi.

Sementara itu subjek dalam penelitian kualitatif dipandang sebagai menempati

kedudukan yang sama dengan peneliti, sehingga tidak diberlakukan sebagai objek

yang dipandang lebih rendah kedudukannya. Metode kualitatif naturalistic tidak

menggunakan sampling dan tidak menggunakan populasi dan sampel yang banyak.

Sampelnya sedikit dan dipilih menurut tujuan (purpose) penelitian. Guna memperoleh

situasi yang natural, peneliti atau wajar, peneliti tidak menonjolkan diri dalam

melakukan observasi.

Dalam keadaan tertentu sesuai dengan kebutuhan, penelitian kualitatif

naturalistic dapat melakukan triangulasi di mana informasi dari sati pihak dicek

(23)

membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak

agar informasi yang diperoleh memiliki tingkat validitas yang tinggi. Penelitian

kualitatif bermakna pada banyak hal yang lebih mengandalkan penggunaan observasi

terlibat dengan pemaknaan yang mendalam (deep interview). Dalam mengumpulkan

data nanti akan menggunakan observasi terlibat di dalam kelas.

Penggunaan pendekatan kualitatif yang sejalan dengan studi kasus deskriptif

analitik dikemukakan juga oleh Bogdan dan Biklen (1982) yang merinci beberapa ciri

penelitian kualitatif sebagai berikut:

1. Mempunyai latar belakang alamiah (natural setting); 2. Manusia sebagai instrument penelitian;

3. Menggunakan pendekatan kualitatif; 4. Menganalisis data sebagai induktif;

5. Teori dasar (grounded theory) melalui analisis secara induktif; 6. Laporannya bersifat deskriptif;

7. Lebih mementingkan proses dari pada hasil;

8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus penelitian; 9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; 10.Desain bersifat sementara; dan

11.Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Untuk keperluan itu perlu dijelaskan hal-hal yang terkait langsung dengan

proses penelitian sebagaimana uraian berikut ini.

B. Subjek dan Lokasi Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah materi mata pelajaran IPS dan para guru mata

pelajaran IPS di Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru 1, 2, dan 3 Banjarmasin. Guru

yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini dirancang sebanyak enam orang

(24)

yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama manusia sebagai makhluk

sosial yang sangat memerlukan nilai-nilai akhlak. Sedangkan mata pelajaran yang

dijadikan sebagai bahan telaahan dalam menentukan kandungan nilai-nilai akhlak

adalah materi mata pelajaran IPS kelas I s.d. kelas VI. Sementara itu, proses

pembelajaran yang dijadikan sebagai fokus pengamatan dipilih kelas V.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri yang terdapat dalam

Kelurahan Pemurus Baru Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin. Di

Kelurahan Pemurus Baru Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin terdapat

tiga buah Sekolah Dasar Negeri, yaitu Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru 1,

Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru 2, dan Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru 3.

Ketiga Sekolah Dasar Negeri inilah yang dijadikan sebagai sasaran penelitian.

Penentuan ketiga sekolah ini dijadikan sebagai tempat penelitian didasarkan atas

beberapa pertimbangan, antara lain:

1. Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru 2 Banjarmasin ini merupakan salah satu

Sekolah Dasar Negeri yang ditetapkan sebagai sekolah yang berstandar

nasional dan salah satu SDN Percontohan yang terdapat di Kota Banjarmasin;

2. Sekolah-sekolah ini lokasinya terletak disuatu kelurahan yang padat

penduduknya yang mencerminkan lingkungan sosial budaya masyarakat yang

multi cultural, multi etnis, dan dengan latar belakang sosial ekonomi yang

bervariasi sehingga menggambarkan keadaan masyarakat yang majemuk.

3. Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru Banjarmasin telah menyusun visi-misi,

(25)

pendidikan nasional dengan menempatkan iman dan takwa serta akhlak mulia

sebagai sasaran utamanya yaitu:

Visi: mewujudkan sekolah berdisiplin, berkualitas, cerdas, terampil, dan

bertakwa.

Misi:

a. menyusun dan menerapkan KTSP secara bertahap;

b. mengupayakan proses pembelajaran dan bimbingan yang berkualitas;

c. mengupayakan peningkatan SDM tenaga pendidik melalui bimbingan teknis,

KKG, supervisi, pelatihan/workshop, dan studi lanjut;

d. menjalin kerja sama yang harmonis antara warga sekolah dan lingkungan, dan

e. menanamkan aqidah/keyakinan melalui ajaran agama.

Tujuan:

a. Mewujudkan sekolah yang standar sehingga unggul dalam prestasi,

membina akhlak, berwawsan global berdasarkan iman dan takwa;

b. Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal

untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi;

c. Meningkatkan potensi kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kemampuan peserta didik;

d. Mengembangkan keragaman budaya sesuai dengan potensi karakteristik

daerah dan lingkungan; dan

e. Meningkatkan iman dan takwa serta akhlak mulia.

4. Dalam membina keimanan dan akhlak para siswa, sekolah-sekolah ini

(26)

secara berkala melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan keagamaan dengan

dibimbing oleh para guru.

Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif

dan kualitatif, dengan bidang kajian meliputi:

a. Telaah kurikulum, silabus, buku teks, dan RPP guru mata pelajaran untuk

menemukan nilai-nilai akhlak/karakter yang terdapat di dalamnya serta

pengembangannya dalam pelaksanaan pembelajaran;

b. Kualifikasi guru yang mencakup: latar belakang pendidikan,

pelatihan/penataran yang mendukung penguatan kompetensi profesional dan

kompetensi pedagogik yang pernah diikuti;

c. Kinerja guru dalam proses pembelajaran yang meliputi aspek: (1) perencanaan

pembelajaran, (2) pengelolaan proses pembelajaran, (3) pelaksanaan evaluasi;

d. Aktivitas belajar siswa yang meliputi motivasi dan sikap siswa dalam proses

pembelajaran, tingkat keterlibatan dan tanggung jawabnya, serta hasil belajar

yang diperoleh dalam pembelajaran;

e. Suasana disiplin sekolah yang meliputi: disiplin datang/hadir, disiplin masuk

kelas, disiplin dalam belajar, disiplin menggunakan waktu istirahat, dan

disiplin pulang; dan

f. Kendala-kendala yang dihadapi guru dalam menanamkan nilai-nilai

akhlak/karakter siswa yang diharapkan dalam proses pembelajaran.

C. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

(27)

a. Nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam mata pelajaran IPS di sekolah dasar;

b. Kinerja guru, yang meliputi: perencanaan guru, implementasi guru;

c. Suasana disiplin sekolah;

d. Kebijakan-kebijakan sekolah yang terkait dengan pembelajaran;

e. Kualifikasi guru yang mencakup: latar belakang pendidikan, pelatihan dan

penataran kompetensi keguruan yang pernah diikuti;

f. Kompetensi guru, yang meliputi aspek: kemampuan penguasaan materi,

kemampuan mengelola pembelajaran, kemampuan memahami siswa,

kemampuan menjadi teladan bagi siswa, kemampuan berkomunikasi dan

berinteraksi secara edukatif dengan siswa;

g. Kinerja guru, dilihat dari segi aspek: kegiatan merencanakan pembelajaran,

melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi;

h. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran;

i. Pemahaman dan perilaku siswa.

2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini akan diperoleh dari sumber-sumber dokumen-dokumen

pembelajaran berupa: kurikulum/silabus pembelajaran sekolah dasar, buku teks/buku

paket, RPP guru, siswa, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya yang ada di

Sekolah Dasar Negeri Pemurus Baru 1, 2, dan 3 Banjarmasin yang menjadi lokasi dan

subjek dalam penelitian.

Dalam mengumpulkan data dilakukan beberapa teknik, yaitu: Teknik

(28)

Hermeneutika Inquiri digunakan untuk menelaah dan menggali data tentang

nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam mata pelajaran IPS yang dilakukan secara

mendalam sehingga diperlukan ketajaman pemaknaan guna mengungkap informasi

dan melakukan interpretasi data. Teknik ini digunakan terutama untuk menggali

pemahaman guru dalam memahami makna nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam

buku paket, kurikulum/silabus serta kebijakan-kebijakan yang diambil oleh institusi

dan para praktisi pendidikan di sekolah. Teknik ini dipakai karena hermeneutika

merupakan studi tentang pemahaman dan bagaimana data diungkap melalui

penafsiran.

Dokumen analisis diperlukan guna menelaah beberapa bahan dokumen

berupa: kurikulum mata pelajaran/silabus, perencanaan pembelajaran yang dibuat

oleh guru. Dengan demikian melalui analisis dokumen ini akan dilakukan analisis

dokumen kebijakan, panduan kurikulum, dan sampai analisis buku teks yang

digunakan.

Sedangkan penelitian tindakan dilakukan guna memperoleh data tentang

tindakan guru yang dilakukan dengan mengadakan observasi di dalam kelas selama

proses pembelajaran IPS berlangsung. Peneliti sendiri berkolaborasi dengan guru

sebagai sejawat di dalam kelas. Penelitian tindakan dilakukan untuk mengetahui

kinerja guru dalam mentransformasikan nilai-nilai akhlak dalam proses pembelajaran.

Dengan cara ini peneliti dapat melihat tampilan pembelajaran guru IPS secara utuh

melalui tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran yang dilakukan.

Guna memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan teknik yang digunakan

(29)

a. Observasi, terutama untuk: (1) mendeskripsikan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru; (2) memfokuskan kinerja guru

dan murid dalam proses implementasi pembelajaran di dalam kelas; dan (3)

mendeskripsikan suasana disiplin sekolah; dan (4) untuk mengetahui profil

SDN Pemurus Baru 1, 2, dan 3 Banjarmasin;

b. Wawancara, digunakan untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan

permasalahan dan tujuan penelitian. Wawancara memungkinkan untuk

mendapatkan data yang mendalam dan rinci. Peneliti dapat memberikan

pertanyaan susulan dan bahkan dapat menjelaskan pertanyaan yang kurang

jelas bagi responden. Wawancara dipilih bila menghadapi situasi (1)

pewawancara berhubungan dengan orang yang terlibat; (2) ingin menanyakan

sendiri informasi yang lebih mendalam; (3) ingin mengungkap suatu

peristiwa, situasi atau keadaan tertentu di luar kebiasaan yang ada.

c. Dokumen analisis, digunakan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan

file sekolah, guru, dan siswa, serta dokumen pembelajaran yang meliputi

kurikulum/silabus dan RPP guru.

d. Kuesioner, diberikan kepada siswa yang berisi pertanyaan baik terbuka

maupun tertutup yang terkait dengan perilaku dan nilai-nilai akhlak terutama

nilai disiplin sekolah.

Semua jenis data yang diperlukan di atas akan dikembangkan sebagaimana

(30)

KISI-KISI PENGEMBANGAN PERTANYAAN PENELITIAN

No

Pertanyaan

Penelitian Dimensi Aspek Indikator

(31)

c. Kegiatan penutup.

1. Mengumpulkan beberapa literature sebagai bahan kajian analisis dokumen

berupa kurikulum, silabus, dan buku paket guna menemukan nilai-nilai akhlak

yang terkandung dalam setiap mata pelajaran;

2. Melakukan analisis dokumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran guru guna mendeskripsikan kinerja guru dalam menyusun

perencanaan;

3. Melakukan observasi kelas guna mendeskripsikan tindakan atau implementasi

guru dalam mentransformasikan nilai-nilai akhlak melalui proses

(32)

4. Melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa di sekolah guna mendapatkan

gambaran suasana disiplin sekolah yang meliputi disiplin datang, disiplin

(33)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan Umum

Nilai-nilai akhlak yang ditemukan dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar

Negeri Pemurus Baru Banjarmasin yang bersumber dari Isi Pengembangan Silabus

dan Program Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Buku Teks/Paket,

dan RPP guru dapat ditransformasikan dalam proses pembelajaran IPS. Nilai-nilai

tersebut adalah: disiplin (discipline), kerjasama, gotong-royong, tolong-menolong

(cooperation), jujur/amanah (fairness), adil (justice), tanggung jawab (responsibility),

menjaga kehormatan (honor), ikhlas (honest), toleransi (tolerance), rasa hormat

(respect), tekun/rajin (diligence), taat/patuh (faithful), syukur (thanks to God), rendah

hati (humble), teliti (accurate), peduli (caring), ramah (hospitality), cinta tanah air,

cinta lingkungan, cinta kebersihan, cinta keindahan, cinta sesama makhluk, pemaaf,

cinta budaya sendiri, kasih sayang, sopan, dan santun.

Nilai-nilai akhlak tersebut terutama nilai disiplin adalah nilai yang terdapat

disetiap pokok bahasan mata pelajaran IPS dan dapat dikembangkan serta

ditansformasikan melalui proses pembelajaran. Nilai-nilai tersebut masih belum

terintegrasi sepenuhnya secara eksplisit di dalam kurikulum mata pelajaran IPS,

sehingga guru mendapat kesulitan untuk menemukan sendiri nilai-nilai tersebut

(34)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru telah

memenuhi standar penyusunan RPP guru seperti yang terdapat pada Perangkat

Pembelajaran Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Dalam RPP guru, telah tercantum karakter siswa yang

diharapkan yang ditempatkan setelah tujuan pembelajaran. Sedangkan nilai-nilai

akhlak yang terdapat dalam bahan ajar atau buku paket tidak secara eksplisit

tercantum dalam RPP guru, namun nilai-nilai tersebut secara implisit ada dalam

kegiatan inti terutama dalam kegiatan eksplorasi dan elaborasi.

Struktur perencanaan mengajar guru terdiri atas: Identitas (nama sekolah,

mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi waktu); Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar (SK-KD); Tujuan Pembelajaran, Karakter Siswa yang diharapkan;

Materi Pokok, Langkah-Langkah Pembelajaran (eksplorasi, elaborasi, dan

konfirmasi); Alat dan Sumber Bahan, serta Evaluasi.

Dalam proses implementasi, semua guru telah melakukan langkah-langkah

pembelajaran sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam perangkat pembelajaran

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Prosedur implementasi tersebut meliputi: (1)

Kegiatan Awal, berisi presensi, apersepsi, kepercayaan diri untuk mengawali

pembelajaran, memberi motivasi dan menjelaskan tujuan pembelajaran, (2) Kegiatan

Inti, meliputi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi; (3) Kegiatan Penutup, guru

bersama-sama dengan siswa membuat rangkuman/simpulan pelajaran; melakukan

(35)

konsisten dan terprogram; memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil

pembelajaran; serta merencanakan kegiatan tindak lanjut.

Transformasi nilai-nilai akhlak terutama nilai disiplin dilakukan guru dalam

kegiatan inti melalui kegiatan eksplorasi dan sering diulangi/disampaikan lagi dalam

kegiatan penutup berupa pesan-pesan moral yang disampaikan secara normatif

sebagaimana lazimnya setiap mengakhiri suatu pembelajaran. Proses implementasi

pembelajaran dirancang dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Orientasi; meliputi: (a) menyampaikan tujuan, (b) mengenalkan

tema/apersepsi dan memotivasi, (c) mengelompokkan siswa, (d) membagi lembar

tugas kelompok/LKS, dan (e) menyiapkan sumber-sumber yang relevan.

2. Tahap Eksplorasi; meliputi: (a) sintesis informasi/materi baik verbal maupun

nonverbal yang dapat ditangkap oleh siswa dalam rangka memahami materi

pokok yang disampaikan; (b) presesnsi hasil peroleh pengetahuan; dan (c) diskusi

kelas dan tanggapan umum.

3. Tahap Elaborasi; meliputi penambahan, pengembangan, dan perluasan

pengetahuan sisiwa dalam memahami materi yang terkait dengan pokok bahasan.

4. Tahap Konfirmasi; meliputi: (a) mengaitkan dengan situasi kontekstual, (b)

mengidentifikasi landasan nilai yang medasarinya.

5. Tahap Simpulan dan Tindak Lanjut; meliputi: (a) bersama siswa menarik

simpulan pembelajaran, (b) melakukan tindak lanjut hasil perolehan

(36)

Kendala-kendala yang dihadapi oleh para guru dalam mentransformasikan

nilai-nilai akhlak melalui proses pembelajaran IPS dapat diidentifikasi sebagai

berikut: (1) sebagian guru belum terbiasa menemukan sendiri nilai-nilai akhlak yang

terkait langsung dengan materi pelajaran yang akan diajarkan; (2) guru kurang

memiliki pengayaan pengetahuan tentang nilai-nilai akhlak yang berhubungan dengan

materi yang sedang diajarkan, sehingga guru sering tidak mampu mengembangkan

bahan ajar secara lebih luas dan mendalam; (3) guru belum memahami konsep

pembelajaran terpadu sehingga merasa kesulitan dalam menyampaikan bahan ajar;

(4) kurangnya waktu yang disediakan untuk menjelaskan nilai-nilai akhlak yang

terdapat dalam materi pelajaran, sehingga guru takut kalau menyita waktu jam

pelajaran IPS yang bisa berdampak tidak tercapainya tujuan pembelajaran IPS itu

sendiri.

Suasana disiplin siswa di sekolah umumnya sudah cukup kondusif, terutama

disiplin datang, disiplin masuk kelas, disiplin waktu istirahat, dan disiplin pulang.

Sedangkan disiplin belajar di dalam kelas masih rendah terutama bila dilihat dari segi

partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung pasif dalam proses

pembelajaran termasuk dengan metode diskusi sendiri. Keterlibatan siswa hanya

terlihat pada kegiatan menghapal dan menjawab soal-soal pada lembar LKS.

Transformasi nilai-nilai akhlak dalam proses pembelajaran IPS menunjukkan

adanya peningkatan upaya guru dalam proses pembelajaran sebagai upaya memupuk

disiplin siswa di sekolah dasar, meskipun hasil upaya tersebut masih belum maksimal

(37)

melalui proses pembelajaran IPS dapat memupuk kesadaran siswa akan pentingnya

perilaku disiplin di sekolah.

Dalam mentransformasikan nilai-nilai akhlak, guru telah melakukan berbagai

upaya yang dimulai dari menyusun perencanaan mengajar, menyusun karakter siswa

yang diharapkan yang tertuang dalam RPP sebagai pedoman dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Transformasi nilai-nilai akhlak dalam proses pembelajaran IPS

menunjukkan adanya peningkatan upaya guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran sebagai upaya memupuk disiplin siswa, meskipun hasil upaya tersebut

masih belum maksimal dapat dicapai. Sementara itu, transformasi nilai-nilai disiplin

siswa melalui proses pembelajaran IPS di sekolah dapat memupuk kesadaran akan

pentingnya arti disiplin di kalangan siswa berupa disiplin datang ke sekolah, disiplin

masuk kelas, disiplin belajar di dalam kelas, disiplin menggunakan waktu istirahat,

dan disiplin pulang. Upaya transformasi nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran IPS

yang diterapkan di sekolah dasar seperti ini dapat diterapkan dan ditingkatkan serta

dikembangkan sebagai upaya memupuk sikap disiplin peserta didik.

B. Simpulan Khusus

1. Nilai-Nilai Akhlak yang terkandung dalam mata pelajaran IPS dapat

ditransformasikan melalui proses pembelajaran, jika guru mampu menemukan

dan mengembangkan sendiri nilai-nilai tersebut serta memahami konsep

pembelajaran terpadu/terintegrasi sebagai upaya memupuk disiplin peserta didik;

(38)

sistematis, maka proses implementasi pembelajaran dalam kegiatan inti meliputi

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi akan mudah dilaksanakan dan menghasilkan

outcome yang berkualitas. Pelaksanaan transformasi nilai-nilai akhlak dalam

proses pembelajaran IPS akan mudah dilakukan, jika prosedur/tahapan

perencanaan dan implementasi pembelajaran di dalam kelas dapat dipenuhi

dengan baik.

3. Jika guru mampu menemukan sendiri nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam mata

pelajaran IPS; memiliki pengayaan pengetahuan yang komprehensif mengenai

hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai akhlak; dan memahami konsep

pembelajaran terpadu antara nilai disiplin dan pembelajaran IPS, maka

kendala-kendala yang dihapi guru dalam mentransformasikan nilai-nilai akhlak akan dapat

diatasi.

4. Suasana disiplin siswa di sekolah akan tumbuh dengan baik, jika timbul kesadaran

di kalangan siswa untuk mematuhi segala peraturan dan tata tertib sekolah. Guna

menumbuhkan dan memupuk kesadaran siswa akan pentingnya arti disiplin,

harus dilakukan melalui proses transformasi nilai-nilai akhlak dengan berbagai

metode, strategi, dan pendekatan. Tujuan disiplin sekolah adalah: (1) memberi

dukungan bagi terciptanya perilaku disiplin siswa; (2) mendorong siswa untuk

melakukan sesuatu yang baik dan benar; (3) membantu siswa memahami dan

menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan menjauhi hal-hal yang dilarang

(39)

dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan teratur serta bermanfaat bagi diri dan

lingkungannya.

5. Hasil upaya transformasi nilai-nilai akhlak akan efektif dapat memupuk sikap

disiplin siswa, jika nilai-nilai tersebut secara eksplisit terintegrasi ke dalam

kurikulum, silabus, dan bahan ajar mata pelajaran IPS. Karena itu, penerapan

konsep pembelajaran terpadu dalam proses pembelajaran IPS harus dipahami oleh

guru. Paradigma sukses belajar ilmu pengetahuan dan teknologi harus diubah,

tidak hanya merekam nilai kognitif semata, tetapi harus dapat menanamkan

keberhasilannya atas sikap, budi pekerti, dan akhlak. Dalam hal ini, substansi

materi pelajaran IPS harus dapat menjadi wahana pembentukan budi pekerti dan

akhlak dengan jalan menanamkan nilai-nilai intrinsik yang dikandungnya. Oleh

karena itu, guru harus mampu mengemas perencanaan pengajaran dengan

memperhatikan karakteristik siswa sebelum proses pembelajaran berlangsung.

C. Rekomendasi

Berdasarkan temuan, pembahasan, analisis, dan simpulan dari hasil penelitian

ini, maka beberapa hal yang perlu direkomendasikan adalah sebagai berikut:

1. Rekomendasi kepada Pengguna

a. Kebijakan pemerintah dalam penerapan Pembelajaran Terpadu Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat menjadikan para guru bertanggung

jawab untuk mengembangkan kurikulum dan pembelajaran di sekolah. Karena

itu, transformasi nilai-nilai akhlak dalam proses pembelajaran dapat

(40)

karakteristiknya sangat sesuai dengan konsep pembelajaran

terpadu/terintegrasi;

b. Karena keberhasilan implementasi transformasi nilai-nilai akhlak lebih

banyak ditentukan oleh peran guru, maka kepala sekolah harus dapat

membangun dan menumbuhkan semangat guru untuk melakukan inovasi

pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan

tujuan pembelajaran dan karakter siswa yang diharapkan.

2. Rekomendasi untuk Pejabat Terkait

a. Implementasi transformasi nilai-nilai akhlak dalam proses pembelajaran IPS

menitikberatkan pada kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran,

kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi, maka pengetahuan dan keterampilan

guru perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan latihan, penataran, workshop,

lokakarya, dan yang sejenisnya yang dilakukan khusus untuk itu;

b. Perlu diadakan kebijakan yang mengarah pada upaya menciptakan suasana

pembelajaran yang kondusif, sehingga keteraturan dan ketertiban proses

pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan baik.

3. Rekomendasi kepada Ilmuan, Peneliti, Pakar dan Praktisi Pendidikan

a. Kepada para ilmuan dan peneliti yang berminat melakukan penelitian yang

serupa dengan fokus pengamatan yang berbeda, kiranya temuan ini dapat

dijadikan sebagai bahan kajian awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut

secara luas dan mendalam yang masih banyak belum terungkap dalam

penelitian ini, terutama yang berkaitan dengan model pengembangan

(41)

b. Kepada para pakar dan praktisi pendidikan kiranya dapat menyusun konsep

kurikulum terpadu antara ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan

nilai-nilai akhlak yang tersebar dalam materi pelajaran, sebagai pedoman bagi

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S dan Hadi Sriwijaya. (2010). Pengembangan Kurikulum dan

Pengembangan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Yogyakarta: Cipta Media

Akbar, S. (2007). Pembelajaran Nilai Kewirausahaan dalam Perspektif

Pendidikan Umum (Prinsip-prinsip dan Vektor-vektor Percepatan Proses Internalisasi Nilai Kewirausahaan). Malang: UM Press

Allport,G.W. (1964). Pattern and Growth in Personality. New York: Holt,

Renehart and Winston Gross Cultural Psychology (vol.5)

Al Munawar, S.A.H. (2005). Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’an dalam Sistem

Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Ciputat Press

Alquran Digital versi 2.1 http://www.alquran-digital.com

Al-Falimbani. (1995). Sairu as-Salihin, I. Terjemahan Abu Hanifah. Jakarta: CV. Dewi Sari

Al-Ghazali. (1989). Ihya ‘Ulumuddin. Beirut: Dar Al-Fikr.

Ali, M. (2008). Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Alu Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. (1994).

Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsir. Kairo: Mu-assasah Daar al-Hilal

Anis, I. (1972). Al-Mu’jam al-Wasith. Kairo: Daar al-Ma’arif

Anshari, M. H. (1996). Kamus Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional

Anshari, H. (1983). Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Anwar, R dan Abdul R. (2002). Kamus Istilah Teologi Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia

Arikunto, S. (1990). Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta

(43)

Balyai. (1999). Proses Belajar Mengajar Agama Islam di SMA, Tesis pada Program Magister IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Barni, M. (2007). Sumber Sifat Buruk dan Pengendaliannya Kajian Tematik

Ayat-Ayat Al-Quran. Banjarmasin: Antasari Press

Berten, K. (1999). Etika. Seri Filsafat Atmajaya. Jakarta: PT. Gramedia

Bogdan, R.C. & Biklen. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon. Inc

Brameld, T. (1975). Education as Power. New York: Holt, Reneheart and Winston, Inc.

Budiardjo, A. (1987). Kamus Psikologi. Semarang: Bahara Prize

Budimansyah, D. (2011). “Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa” dalam Budimansyah, D dan Kokom Komalasari (ed) 2011. Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya

Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Wijaya Aksara Press

bekerja sama dengan Laboratorium UPI

Bukhari. (1979). Shahih al-Bukhari, Juz I. Istambul Turki: Al-Maktabah Al Islami

Buseri, K. (2004). Nilai-Nilai Ilahiah Remaja Pelajar; Telaah Phenomenologis dan Strategi Pendidikannya. Yogyakarta: UI Press

Chaplin, J.P. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Daradjat, Z. (2001). Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Karya Unipress

Denzin, Norman, K dan Yvonna, S. Lincoln. (2000). Handbook of Qualitative

Reseacrh (edisi bahasa Indonesia 2009), Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Djahiri, A. K. (1996). Menelusuri Dunia Afekti:f Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: Lap Pengajaran PMP IKIP Bandung

El-Mubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Fathoni, M. K. (2005). Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional

(Paradigma Baru), Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama

(44)

Fogarty, F. (1991). How to Integrate the Curricula. Skyligh Publising Inc. Polatine Illions

Fraenkel, Jack. R. (1977). How to Teach About Values: An Analytic

Approach. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Greedler, M.E. (1992). Learning and Instruction Theory into Practice. New York: Macmillan Publishing Company.

Gunarsa, S.D. (1987). Psikologi untuk Membimbing. Jakarta: Gunung Mulia

Gunawan, A. (2000). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Hakam, K. A. (2000). Pendidikan Nilai. Bandung: MKDU Press

--- (2008). Pendidikan Nilai. Bandung: Value Press Comb.

Halidah, S. (2008). Transformasi Nilai-Nilai Tarbawiyyah pada Anak.

AN-NAHDHAH: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan. STAI

Darul Ulum Kandangan

Halim, A. (2009). Sistem Boarding School dalam Pembinaan Akhlak Siswa di

Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Qardhan Hasana Kota Banjarbaru. Tidak diterbitkan

Hamalik,O. (2011). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Hasan, H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Henry, N.B. (1952). The Fifty-First Yearbook of the National Society for the

Study of Education: Part One General Education. Chicago: The

University of Chicago Press.

Hurlock, E.B. (1993). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Ibrahim, R. (2009). Pendidikan Nilai dalam Era Pluralitas: Upaya Membangun Solidaritas Sosial, INSANIA: Jurnal Pemikiran

Alternatif Pendidikan, STAIN Purwokerto. Vol. 12 No.3

Ilyas, Y. (2005). Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI UMY

(45)

Indrakusuma, A.D. (1973). Pengantar Ilmu Pendidikan. Malang: IKIP Malang

Jazairya, ABJ. (1978). Aqidah Mukmin. Cet ke-2. Cairo: Maktabah al-kulliyat al-azhariyah.

Khan, Y. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak

Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Publishing

Kniker, C.R. (1977). You and Values Education. Charles E. Merrill Publishing Company, Columbus, Ohio

Krathwohl, D. R. (ed). (1964). Taxonomy of Educational Objectives, London: Longman Group

Kupperman, JJ. (1983). The Foundation of Morality. London: George Allen & Unwin

Langgulung, H. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Maarif

Lemin, M; Potts, Helen, Welssford, Pam. (1994). Values Strategies for

Classroom. Victoria: The Australian Council for Educational

Research, Ltd.

Lickona, T. (1992). Educating for Character: How Our Schools Can Teach

Respect and Responsibility. New York: Publishing History.

---. (2004). Character Matters: How to Help Our Children Develop

Good Judgment, Integrity, and Other Essential Virtues. New York:

Touchstone

Madjid, A. (2006). Pendidikan Berbasis Tauhid. KHAZANAH: Jurnal PPS

UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Vol.03 No.10.

Maftuh, B. (2008). Pengantar Pendidikan Nilai. Bandung: CV. Maulana

Mahmud, AAH. (2004). Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press

Maure, R.E. (1994). Designing Interdisciplinary Curriculum in Middle, Junior

High, and High Schools. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo,

Singapore, Allyn and Bacon

Metclaf, L. E. (ed). (1997). Value Education; Rationale, Strategies, and

(46)

Muhadjir, N. (1987). Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Jogjakarta: Rakesarasen

Muhaimin. (2007). Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah, Madrasah dan

Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Mujib, A. (1999). Fitrah dan Kepribadian Islam – sebuah pendekatan psikologi. Jakarta: Darul Falah

Muliawan, J.U. (2005). Pendidikan Islam Integratif: Upaya Menginterpelasi

Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Nasution, H. (1995). Islam Rasional, Bandung: Mizan

Nasution, S. (1989). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bina Aksara

Nasution, S. (1982). Asas-Asas Kurikulum. Bandung: Jemmars

Nata, A. (2006). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning: A Philosophi of The Curriculum for

General Education. New York: McGraw-Hill Book Company.

Rasyidi & Cawidu, H. 1984. Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat. Jakarta: CV. Kuning Mas

Raths, Louis. E; Harmin, Merril; Simon, Sidney (1978). Values and Teaching;

Working with Values in The Classroom. Second Edition. Sydney:

Charless E. Merrill Publishing Company

Rokeach, M. (1973). The Nuture of Human Value. New York: The Free Press Allport, G.W. 1964: Pattern and Growth in Personality. New York: Holt, Renehart and Winston Cross Cultural Psychology (vol.5)

Rusminah, S. (2010). Aplikasi Materi Akhlak di MAN 2 Kandangan. Tidak diterbitkan

Sabda, S. (2002). Pembaharuan Kurikulum Pendidikan Islam (Upaya Pencarian Model Pendidikan Islam Terpadu), KHAZANAH: Majalah

(47)

--- (2002). Tipologi Konsep Kurikulum Pesantren di Kalimantan Selatan, KHAZANAH: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan IAIN Antasari Banjarmasin, Vol. I No. 6

--- (2006). Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq. Jakarta: PT. ciputat Press Group

--- (2009). Model Pengembangan Kurikulum: Integrasi Saintek

dengan Imtaq. Banjarmasin: Antasari Press

Sabiq, S. (1995). Aqidah Islami Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: CV. Diponegoro

Said, M. (1985). Ilmu Pendidikan. Bandung: Alumni

Salamah. (2004). Pengembangan Model Pembelajaran Bidang Studi PAI untuk Meningkatkan Akhlak Siswa. KHAZANAH. Jurnal Ilmiah

Keagamaan dan Kemasyarakatan IAIN Antasari Banjarmasin. Vol.

III No. 06

Sanjaya, W. (2006). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Kencana

--- (2000). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga (Kajian Nilai

Religi, Social dan Budaya). Bandung: PT. Grafindo

---. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: PT. Genesendo

---, (2010). Meretas Pendidikan Umum. Bandung:

---. (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak: Kajian Filosofis dan Teosofis

tentang Akhlak, Karakter, Nilai, Moral, Etika, Budi Pekerti, Tatakrama, dan Sopan Santun, Bandung: Rizqi Press

Schaefer, C. (1989). Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak. Jakarta: Kasaint Blanc

Shaver, James, P & Strong, William. (1982). Facing Value Decisions,

Rationale Building for Teachers, Second Edition. New York and

London: Teacher College, Columbia University

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan terhadap roti bersubstitusi tepung ampas kopra puti yaitu: kadar protein, karbohidrat, lemak dan kadar serat kasar serta uji organoleptik meliputi tekstur,

Aplikasi yang yang telah dirancang dan dibangun dapat menampilkan informasi terkait dengan koleksi yang terdapat di lingkungan Museum Gunungapi Merapi. Berdasarkan hasil

Simulasi perhitungan KKP KB tahap pengucuran dimulai dari akhir tahap penghempasan dan dilanjutkan hingga suhu kelongsong maksimum tercapai dimana injeksi

Sub indikator (3) penginputan atau datayang dimasukkan di proses (terselesaikan) dikategorikan sangat baik dengan nilai rerata 3,3 dan presentase 82,5%. Hal ini

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : Penerapan pembelajaran outbound

Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran telur ayam ras di Sumatera Utara adalah harga telur ayam ras dan populasi ayam ras petelur..

Sehubungan dengan hal tersebut tujuan penulisan artikel adalah untuk menghitung daya tampung beban pencemaran Sungai Batang Binguang terhadap parameter.. Total

1. Energi yang diperlukan untuk melepaskan electron terluar dari atom Sr sebesar 548 kJ/mol, untuk melepaskan electron kedua memerlukan energi hamper dua kali yaitu sebesar