TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis quinensis jak) merupakan tumbuhan tropis
golongan palem yang termasuk tanaman tahunan. Beberapa jenis yang dikenal
yaitu Dura, Psifera dan Tenera. Ketiga jenis ini dapat dibedakan berdasarkan
penampang irisan buah yaitu :
Jenis Dura memiliki tempurung yang tebal
Psifera memiliki biji yang kecil dan tempurung yang tipis
Tenera adalah hasil persilangan keduanya dimana tempurungnya tipis dan
inti besar
(Naibaho, 1998)
Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun
demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit dari Amerika Selatan yaitu
Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil
dibandingkan di Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur
subur di luar daerah asalnya, seperti mampu memberikan hasil produksi per hektar
yang lebih tinggi.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Kolonial Belanda tahun 1848. Ketika itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang
dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Bagi
Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan
mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa
negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit.
(Satyawibawa, 1992)
2.1.1. Proses Pengolahan Kelapa sawit
Adapun proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit adalah
sebagai berikut :
1. Pengangkutan TBS ke Pabrik
TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam
setelah panen harus segera diolah. Buah yang tidak segera diolah akan
mengalami kerusakan. Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu
mengatasi kerusakan buah selama pengangkutan. Alat angkut yang dapat
digunakan dari kebun ke pabrik, di antaranya lori, traktor gandengan, atau
truk. Pengangkutan dengan lori dianggap lebih baik dibandingkan dengan
alat angkut lain. Guncangan selama perjalanan lebih banyak terjadi jjika
menggunakan truk atau traktor gandengan sehingga pelukaan pada buah
lebih banyak. Setelah TBS sampai ke pabrik, segera dilakukan
penimbangan. Penimbangan penting dilakukan terutama untuk
mendapatkan angka-angka yang berkaitan dengan produksi, pembayaran
upah pekerja, dan perhitungan rendemen minyak sawit.
2. Perebusan TBS
TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus di dalam
uap panas selama 1 jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada
umumnya, besarnya uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu
uap 125 oC. perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak
dan pemucatan karnel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang pendek
menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.
Pada dasarnya tujuan perebusan adalah :
a. Merusak enzim lipase yang menstimulir pebentukan ALB
b. Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang
c. Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses
pemerasan
d. Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga
memudahkan pemisahan minyak.
3. Perontokan dan Pelumatan Buah
Lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat Hosting
Crane yang digerakkan dengan motor. Hosting Crane akan membalikan
TBS ke atas mesin perontok buah (threser). Dari threser, buah yang telah
rontok dibawa kemesin pelumat (digester). Untuk lebih memudahkan
penghancuran daging buah dan pelepasan biji, selama proses digester
dipanasi (diuapin).
4. Pemerasan atau Ekstraksi Minyak Sawit
Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan TBS, perlu dilakukan
pengadukan selama 25 – 30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji
ekstraksi untuk mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara
dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak.
a. Ekstraksi dengan sentrifugasi
Alat yang dipakai berupa tabung baja silindri yang
berlubang-lubang pada bagian dindingnya. Buah yang telah lumat,
dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar. Dengan adanya gaya
sentrifugasi, maka minyak akan keluar melalui lubang-lubang
pada dinding tabung.
b. Ekstraksi dengan cara screw press
Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan buah
lumatan dengan tabung yang berlubang dengan alat ulir yang
berputar sehinggan minyak akan keluar lewat lubang-lubang
tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diukur secara elektris
dan tergantung dari volume bahan yang akan dipress. Cara ini
mempunyai kelemahan yaitu pada tekanan yang terlampau kuat
akan membabkan biji banyak yang pecah.
c. Ekstraksi dengan bahan pelarut
Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara ini adalah dengan
menambah pelarut tertentu pada lumatan daging buah sehingga
minyak larut terpisah dari partikel lain.
d. Ekstraksi dengan tekanan hidrolis
Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis
5. Pemurnian dan Penjernian Minyak Sawit
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih
berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa
partikel-partikel dari tempurung dan serabut serta 40-50% air. Agar
diperoleh menyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut
diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam tangki minyak kasar (crude oil
tank). Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, akan
menghasilkan minyak sawit mentah (CPO). Proses penjernian dilakukan
untuk menurunkan kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah
dijernihkan ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan siap
dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan
minyak sawit murni (processed palm oil, PPO) dan hasil olahan lainnya.
6. Pengeringan Dan Pemecahan Biji
Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut
untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan
dalam silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 oC.
Akibat proses pengerinagn ini, inti sawit akan mengerut sehingga
memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji sawit yang
sudah kering kemudian dibawa kealat pemecah biji.
Untuk mengawetkan inti sawit yang keluar dari alat pemisah biji perlu
dilakukan usaha untuk menurunkan kandungan air sehingga tidak terjadi
proses penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan kondisi
penyimpanan serta interaksi antara kelembaban udara dengan kadar air
inti. Permukaan inti sawit yang basah merupakan media tumbuh mikroba
yang lebih baik, sehingga spora yang menempel pada permukaan tersebut
lebih cepat tumbuh. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang
dapat merusak lemak, protein, karbohidrat dan vitamin baik secara
hidrolisis ataupun oksidasi. Oleh sebab itu dalam pengawetan inti
pertama-tama ditunjukkan untuk menurunkan air permukaan.
7. Pemisahan Inti Sawit dari Tempurung
Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis
antara inti sawit dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar
dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang
pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1.16. dalam
keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan tempurung tenggelam.
Proses selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai
bersih. Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti
sawit harus segera dikeringkan dengan suhu 80 oC. setelah kering, inti
sawit dapat dipak atau diolah lebih lanjut yaitu dengan ekstraksi untuk
menghasilkan minyak inti sawit (PKO).
8. Minyak Kelapa Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit
Dura, Tenera dan Pasifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan
ketebalan tempurung.
Minyak kelapa sawit dibagi menjadi dua jenis yaitu Crude Palm Oil (CPO)
dan Palm Karnel Oil (PKO)
a. Crude Palm Oil (CPO)
Minyak sawit kasar (CPO) adalah minyak yang dihasilkan dari
daging buah melalui proses pengolahan minyak sawit. Minyak
sawit kasar ini memiliki bau yang enak dan sangat tahan terhadap
proses oksidasi. Sifat ini disebabkan karena adanya zat tocoferol
yang terkandung dalam minyak yang berfungsi sebagai anti
oksidasi.
b. Palm Karnel Oil (PKO)
Inti kelapa sawit dapat menghasilkan minyak inti sawit (palm
karnel oil) dan sebagai hasil samping lain ialah bungkil inti kelapa
sawit palm karnel meal atau pellet). Minyak inti sawit (PKO)
adalah minyak yang dihasilkan dari inti sawit yang telah
mengalami proses pengolahan. Minyak inti sawit dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan minyak putih yang sering kita
pergunakan dalam pengorengan. Bungkil inti kelapa sawit adalah
inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan
pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak
mm. selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai
makanan ternak.
Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan
berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit
diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam
amonianya tidak berubah.
2.2. Limbah
2.2.1. Pengertian Air Limbah
Menurut PP No 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau
kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair atau air buangan adalah sisa air yang
dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan pada umunya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup.
Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan sifatnya yaitu fisika dan
sifat agregat, parameter logam, anorganik nonmetalik, organik agregat dan
mikroorganisme.
Apabila limbah cair yang mengandung bahan pencemaran tersebut langsung
dialirkan ke sungai atau danau akan mengakibatkan terjadinya pencemaran pada
badan air tersebut. Pemerintah telah menetapkan baku mutu efluen dan baku mutu
beberapa badan air sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu efluen bagi industri
diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
KEP-51/MENLH/10/1995. Baku mutu menetapkan kualitas dan jumlah (debit)
ditetapkan dengan memberikan batasan maksimal beberapa parameter bahan
pencemar yang terdapat dalam efluen suatu jenis industri. Pengolahan air limbah
ditujukan agar efluen dapat memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Baku
mutu air limbah juga menetapkan debit maksimal efluen, sehingga pengambilan
air juga akan terkendali dan dapat menjaga ketersediaan sumber air baik air
permukaan maupun air tanah dalam. (Zulkifli, 2014)
2.2.2. Jenis Air Limbah
- limbah cair domestik
Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan,
perdagangan, perkantoran, dan saran sejenisnya. Volume limbah cair dari
daerah perumahan bervariasi, dari 200 sampai 400 liter per orang per hari,
tergantung pada tipe rumah. Aliran terbesar berasal dari rumah keluarga
tunggal yang mempunyai beberapa kamar mandi, mesin cuci otomatis,
dan peralatan lain yang menggunakan air. Angka volume limbah cair
sebesar 400 liter/orang/hari bisa digunakan untuk limbah cair dari
perumahan dan perdagangan, ditambah dengan rembesan air tanah
(infiltration).
- Limbah cair industri
Limbah cair industri adalah buangan hasil proses/sisa dari suatu
kegiatan/usaha yang berwujud cair dimana kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai
2.2.3. Karakteristik Limbah
Dalam menentukan karakteristik limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus
diketahui, yaitu :
1. Sifat Fisik
Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan jumlah padatan terlarut,
tersuspensi dan total padatan, alkalinitas, kekeruhan, warna, salinitas, daya
hantar listrik, bau, dan temperatur. Sifat fisik ini beberapa diantaranya
dapat dikenali secara visual tapi untuk mengetahui secara pasti maka
digunakan analis laboratorium.
a. Padatan
Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan
kedalam dua golongan besar yaitu padatan terlarut dan padatan
tersuspensi. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel koloid dan partikel
biasa. Jenis partikel dapat dibedakan berdasarkan diameternya. Jenis
padatan terlarut maupun tersuspensi dapat bersifat organik maupun
sifat inorganik tergantung dari mana sumber limbah. Disamping kedua
jenis padatan ini ada lagi padatan yang dapat terendap karena
mempunyai diameter yang lebih besar dan dalam keadaan tenang
dalam beberapa waktu akan mengendap sendiri karena beratnya.
b. Kekeruhan
Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena ada
partikel koloidal yang terdiri dari kwartz, tanah liat, sisa bahan-bahan,
merupakan sifat optis larutan. Sifat keruh membuat hilang nilai
estetikanya.
c. Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah terurai
dalam limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang
menimbulkan penciuman tidak enak bagi penciuman disebabkan
adanya campuran nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari
pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau yang
diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses
alamiah. Dengan adanya bau ini akan lebih mudah menghindarkan
tingkat bahaya yang ditimbulkannya dibandingkan dengan limbah
yang tidak menghasilkan bau.
d. Temperatur
Limbah ynag mempunyai temperatur panas yang akan menggangu
pertumbuhan biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah
cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi
memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi
pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat
oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi
pada suhu rendah.
e. Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan
Warna berkaitan dengan kekeruhan, dan dengan menghilangkan
kekeruhan kelihatan warna nyata. Demikian juga warna dapat
disebabkan zat-zat terlarut dan zat tersuspensi. Warna menimbulkan
pemandangan yang jelek dalam air limbah meskipun warna tidak
menimbulkan sifat racun.
2. Sifat Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh biochemical oxygen
demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), dan logam-logam berat
yang terkandung dalam air limbah.
a. Biochemical oxygen demand (BOD)
Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi
zat-zat organis dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat
berlangsung karena ada sejumlah bakteri. Diperhitungakan selama dua
hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai. BOD adalah
kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan
(mengoksidasikan) semua zat-zat organik yang terlarut maupun
sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang lebih
sederhana. Nilai ini hnaya merupakan jumlah bahanorganik yang
dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami.
Aktifnya bakteri-bakteri menguraikan bahan-bahan organik bersamaan
b. Chemical oxygen demand (COD)
Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain
pengukuran kebutuhan oksigen dalam limbah. Metode ini lebih singkat
waktunya dibandingkan dengan analisa BOD. Pengukuran ini
menekankan kebutuhan oksigen akan kimia dimana senyawa-senyawa
yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dipecah secara biokimia.
Adanya racun atau logam tertentu dalam limbah pertumbuhan bakteri
akan terhalang dan pengukuran BOD menjadi tidak realistis. Untuk
mengatasinya lebih tepat menggunakan analisa COD. COD adalah
sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
anorganik dan organik sebagaimana pada BOD. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik.
c. Methan
Gas methan terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi
anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan lumpur yang membusuk
pada dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar.
Methan juga ditemukan pada rawa-rawa dan sawah.
d. Keasaman air
Keasaman air diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan
berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hydrogen dalam air. Air
buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah menjadi air steril dan
sebagai akibatnya membunuh mikroorganisme air yang diperlukan
bersumber dari buangan yang mengandung asam seperti air pembilas
pada pabrik pembuatan kawat atau seng.
e. Alkalinitas
Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan air senyawa karbonat,
garam-garam hidroksida, magnesium dan natrium dalam air. Tingginya
kandungan zat tersebut mengakibatkan kesadahan dalam air. Semakin
tinggi kesadahan dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air
semakin sulit air berbuih.
f. Lemak dan minyak
Kandungan lemak dan minyak yang terdapat dalam limbah bersumber
dari industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak
bersumber dari proses klasifikasi dan proses perebusan. Limbah ini
membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput.
g. Oksigen terlarut
Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin
tinggi BOD semakin rendah oksigen terlarut. Keadaan oksigen terlarut
dalam air dapat menunjukkan tanda-tanda kehidupan ikan dan biota
dalam perairan. Semakin banyak gangga dalam air semakin tinggi
kandungan oksigennya.
h. Logam-logam berat dan beracun
Logam berat pada umumnya adalah metal-metal seperti cooper, selter
pada cadmium, air raksa, lead, chromium, iron dan nikel. Metal lain
mangan, dan aluminium. Logam-logam ini dalam konsentrasi tertentu
membahayakan bagi manusia.
3. Sifat Biologis
Bahan-bahan organik dalam air terdiri dari berbagai macam senyawaan.
Protein adalaha salah satu senyawa kimia organik yang membentuk rantai
kompleks, mudah terurai menjadi senyawa-senyawa lain seperti asam
amino. Bahan yang mudah larut dalam air akan terurai menjadi enzim dan
bakteri tertentu. Bahan ragi akan terfermentasi menghasilkan alkohol. Pati
sukar larut dalam air, akan tetapi dapat diubah menjadi gula oleh aktivitas
mikrobiologi. Bahan-bahan ini dalam limbah akan diubah oleh
mikroorganisme menjadi senyawa kimia yang sederhana seperti karbon
dioksida dan air serta amoniak. (Ginting, 2006)
2.3. Limbah Industri Kelapa Sawit
Industri prngolahan buah kelapa sawit menjadi minyak sawit atau CPO (Crude
Palm Oil) dan inti sawit juga akan menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah
padat, limbah cair dan gas. Limbah cair dan padat PKS merupakan bahan organic
yang mengandung hara yang diperlukan oleh tanaman, oleh karena itu aplikasi
limbah padat dan cair tersebut merupakan usaha daur ulang sebagian hara
( nutrient recycling) yang terikut melalui panen Tandan Buah Segar (TBS) kelapa
sawit, sehingga akan mengurangi biaya pemupukan yang tergolong sangat tinggi
untuk budidaya tanaman kelapa sawit. Untuk mendapatkan manfaat-manfaat yang
optimal, maka kebijakan aplikasi lahan limbah cair didalam limbah cair PKS,
Jumlah atau volume limbah cair maupun padat serta parameter yang
terkandung.
Tingkat kesuburan atau kandungan hara yang tersedia dalam tanah.
2.3.1.Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga limbah cair yang berasal dari
kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosiklon. Sebagaimana limbah industri
pertanian lainnya, limbah cair kelapa sawit pun mempunyai kadar bahan organic
yang tinggi. Tingginya bahan organic tersebut mengakibatkan beban pencemaran
yang semakin tinggi. Karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar.
Limbah cair PKS mengandung padatan melayang dan terlarut maupun
emulsi minyak dalam air. Apabila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai
maka mengendap, terurai secara perlahan, mengonsumsi oksigen terlarut,
menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang sangat tajam, dan dapat
merusak daerah pembiakan ikan. Limbah cair pabrik kelapa sawit mengadung
senyawa anorganik dan organik yang dapat dan tidak dapat dirombak oleh
mikroorganisme. Limbah yang mengandung senyawa organik umumnya dapat
dirombak oleh bakteri dan dapat dikendalikan secara biologis. (Sa’id, 1996)
2.3.2. Sistem Pengolahan IPAL Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Secara Aerobik
Sistem pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit secara aerobic sebagai berikut:
Lumpur aktif (activated sludge) adalah gumpalan partikel tersuspensi yang
mengandung campuran mikroorganisme aerobic yang dihasilkan melalui
proses aerasi. Masa mikroorganisme yang terflokusi terdiri atas bakteri,
terutama bakteri gram negatif termasuk pengoksidasi karbon dan nitrogen,
pembentuk flok dan bakteri aerobic.
b. Kinetika pengolahan limbah cair secara sinambung
Para ahli telah mengembangkan model kinetika dasar untuk pengolahan
limbah secara biologic pada proses sinambung. Dalam bioreactor tersebut
mikroorganisme menggunakan substrat untuk tumbuh hingga konsentrasi
x dengan mereduksi konsentrasi substrat terlarut menjadi S. Asumsi lain
yang digunakan ialah bahwa kandungan influen dan efluen bersifat
homogeny sehingga besar parameter untuk setiap influen maupun efluen
yang diambil mewakili seluruh kondisi limbah.
c. Pencernaan aerobik
Pencernaan aerobik merupakan suatu proses biologi aerobik yang
dirancang untuk waktu tinggal padatan yang lama. Oksidasi didalam
sistem tersebut adalah oksidasi langsung bahan yang dapat didegradasi
oleh mikroorganisme dan respirasi endogenus yaitu proses teroksidasinya
bahan penyusun sel.
2.4. Parameter Air Limbah untuk Pabrik Kelapa Sawit 2.4.1. COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical oxygen demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen
melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh
kalium dikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion chrom. Kalium
dikromat atau K2C2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini :
CaHbOc+ Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+
Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak
sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalan bahan buangan organik
diperkirakan ada unsure klorida yang dapat menggangu reaksi maka perlu
ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Klorida
dapat menggangu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium dikromat sesuai
dengan reaksi berikut ini :
6 Cl- + Cr
2O72- + 14 H+ 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O
Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat klorida, maka oksigen yang
diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
Seberapa jauh tingkat pencernaan oleh bahan buangan organik tidak dapat
diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion
klor menjadi merkuri klorida mengikuti reaksi berikut :
Hg2+ + 2 Cl- HgCl 2
Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik
sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan
berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium dikromat yang
pada reaksi oksidasi berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti
bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik.
Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran lingkungan dapat
ditentukan. (Wardhana, 1995)
Untuk mrngrtahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan suatu uji
yang lrbih cepat dari pada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu
bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD (chemical oxygen demand), yaitu
suatu uji yang menentukan jumlah oksigenyang dibutuhkan oleh bahan oksidan,
misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air.
Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi
dari pada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan
mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh, selulosa
sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi
biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD. Sembilan puluh enam persen hasil
uji COD yang dilakukan sela 10 menit kira-kira setara dengan hasil uji BOD
selama 5 hari. Adanya senyawa klor selain menggangu uji BOD juga menggangu
uji COD karena klor dapar berekasi dengan kalium dikromat. Cara pencegahannya
adalah dengan menbahkan maerkuri sulfat yang akan membentuk senyawa
kompleks dengan klor. Untuk mencegar reaksi dikromat dengan klor, jumlah
merkuri yang ditambahkan harus kira-kira sepuluh kali jumlah klor di dalam
2.4.2. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme
hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air.
Jika nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi
hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang
ditnjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen teralrut di dalam air, maka
berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk proses reaksi
biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel.
BOD dapat diterima bilamana jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam
waktu lima hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume limbah
pada suhu 200C. Hasilnya dinyatakan dengan ppm. Jika BOD sebesar 200 ppm
berarti bahwa 200 mg oksigen akan dihabiskan oleh sampel limbah sebanyak satu
liter dalam waktu lima hari pada suhu 200C.
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah :
Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan
organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga
Intermediate Oxygen Demand.
Uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari.
Uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat
Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air
tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan
organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti. (Kristanto, 2002)
2.4.3. Minyak dan Lemak
Minyak mengandung senyawa volatile yang mudah menguap, namun masih ada
sisa minyak yang tidak dapat menguap. Karena minyak tidak dapat larut dlam air,
maka sisa minyak akan tetap mengapung di air, kecuali jika minyak tersebut
terdampar ke pantai atau tanah di sekeliling sungai. Minyak yang menutupi
permukaan air akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Selain itu,
lapisan minyak juga dapat mengurangi konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air
karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Akibatnya, terjadi
ketidakseimbangan rantai makanan di dalam air. (Nugroho, 2006)
Minyak tidak dapat larut dalam air, melainkan akan mengapung di atas
permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan
akan mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan buangan cairan
berminyak mengandung senyawa volatile maka akan terjadi penguapan dan luasan
permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan
luasan permukaan ini tergantung pada jenis minyaknya dan waktu. Lapisan
minyak yang menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi oleh
mikroorganisme tertentu, namun memerlukan waktu yang cukup lama.
Lapisan minyak di permukaan air lingkungan akan menggangu kehidupan
a. Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari
udara kedalam air sehingga jumlah oksigen yang larut did lam air menjadi
berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akan menggangu kehidupan
hewan air.
b. Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman
ait tidak dapat berlangsung. Akibatnya, oksigen yang seharusnya
dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan
oksigen dalam air menjadi semakin menurun.
c. Tidak hanya hewan air saja yang terganggu akibat adanya lapisan minyak
pada permukaan air tersebut, tetapi burung air pun ikut terganggu karena
bulunya menjadi lengket, tidak bisa mengembang lagi akibat terkena