BAB III
KOORDINASI ANTARA DITJEN PAJAK DAN OJK DALAM HAL
PEMBUKAAN RAHASIA BANK
A.Tinjauan Umum Tentang Ditjen Pajak
Beberapa pendapat para ahli tentang pajak dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Prof.Dr.H.Rochmat Soemitro, S.H.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang dipergunakan untuk membeyar pengeluaran
umum.43
Yang kemudian dilakukan penyesuaian defenisi oleh beliau sebagai berikut:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya di pergunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
2. Prof.Dr.P.J.A. Andriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan umum
(Undnag-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.44
43
Bob Susanto, 12 pengertian pajak menurut para ahli terlengkap, www.spengetahuan .com/2015/03/12-pengertian-pajak-menurut-para-ahli-terlengkap.html, diakses pada tanggal 29 juni 2017, pukul 00.31 wib
44
3. Sommeret Ray M,.Andreson Herschel M,. Dan Brock Horace R.
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan.
Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan terlebih dahulu,tanpa memperoleh
imbalan secara langsung dan profesional, agar pemerntah mampu
melaksanakan tugas-tugasnya dalam menjalankan pemerintahan.
Penjabaran tentang subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri45:
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
a.Orang pribadi atau perseorangan
Orang pribadi akan menjadi subjek pajak dalam negeri apabila memenuhi
ketentuan-ketentuan berikut ini:
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
2) Atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga)nhari tidaklah harus berturut-turut, tetapi
ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
3) Atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
45
Dwiarso Utomo, Yulita Setiawanta, Agung Yulianto, Perpajakan Aplikasi Dan
b.Warisan yang belum terbagi sebagai satu-kesatuan, menggantikan yang
berhak.
Warisan yang belum terbagi dianggap sebagai subjek pengganti, yaitu
menggantikan pihak yang berhak atas warisan tersebut (ahli waris). Warisan
yang belum terbagi mulai menjadi subjek pajak sejak saat meninggalnya
pewaris dan pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan
tersebut tetap dapat dilaksanakan.
c.Badan
Pengertian badan mengacu pada Undang-undang KUP, bahwa badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupan yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, firma, kongsi, operasi, politik atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak
termasuk sebagai subjek pajak, yaitu:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2) Pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
3) Penerimaan dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah;
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat
tinggal atau berkedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui
bentuk usaha tetap.
Subjek pajak luar negeri dapat dibedakan menjadi seperti berikut ini:
a. Orang pribadi
Orang pribadi sebgai subjek pajak luar negeri bila memenuhi beberapa
kriteria sebagai berikut:
1) Tidak bertempat tinggal di Indonesia.
2) Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan.
3) Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia baik melalui
ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak luar
negeri.
b. Badan
Badan sebagai subjek pajak luar negeri adalah badan yang bertempat
kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Kewajiban
mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia, yaitu menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia. Adapun kewajiban tersebut akan
berakhir pada saat badan tersebut tidak lagi mempunyai hubungan ekonomis
dengan Indonesia.
c. Badan usaha tetap
Badan Usaha Tetap atau BUT (pasal 2 ayat 5 UU PPh) adalah bentuk usaha
yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
1) Tempat kedudukan menajemen;
2) Cabang perusahaan;
3) Kantor perwakilan;
4) Gedung kantor;
5) Pabrik
6) Bengkel;
7) Gudang;
8) Ruang untuk promosi dan penjualan;
9) Pertambangan dan pengglian sumber alam;
10) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11) Perikanan, perternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
13) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan
14) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
15) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia, dan
16) Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa,atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Penyidik tindak pidana dibidang perpajakan adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi
serta menemukan tersangkanya.penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor
8/1981 tentang KUHAP.46
Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pejabat pegawai negari
sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jendral Pajak yang di beri wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.47
46
Mardiasmo, Perpajakan-Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta, CV Andi Offset, 2016), hlm 58.
47
Direktorat Jendral Pajak (DJP) adalah salah satu direktorat jendral di bawah
kementrian keuangan di Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.
Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan
dari beberapa unit organisasi yaitu:48
1. Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak
berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas
Bendaharawan Pemerintah;
2. Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap
barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara;
3. Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk
melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak
Badan; dan
4. Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada
Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan
pajak atas tanah yang pada tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak
Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi
Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
B.Peran OJK Sebagai Salah Satu Lembaga Keuangan
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa
48
keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini bertugas mengawasi industri
perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan
pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat.
Menurut penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004,OJK
bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar
pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelum OJK dibentuk,
maka Undang-undangnya harus dibuat terlebih dahulu. Jika mau dibentuk, UU
nya harus dibuat dulu, jika tidak OJK tidak punya dasar hukum.49
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia telah diatur dalam
sebuah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan pada tanggal 22 November 2011. UU
OJK juga mengatur ketentuan pengecualian di Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat (2)
terdapat pengecualian yaitu OJK adalah lembaga yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UndangUndang ini.
Meskipun OJK lembaga yang independen tetapi keindependensiannya tidak
berlaku secara absolut (mutlak). Sifat independensi yang melekat pada OJK,
sejalan dengan asas independensi yang melekat pada tugas dan kewenangan OJK
yang diartikan yaitu independensi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan
49
Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu
Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, (Depok: Fakultas
fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bahwa sifat indenpedensi pada OJK juga dibatasi dengan
prinsip check and balances yang tercantum dalam pengaturan mengenai pelaporan
dan akuntabilitas yang terdapat dalam Pasal 38 UU OJK. Sehingga indepedensi
OJK tidak berlaku secara absolut atau mutlak.50
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan Undang-undang No.21 Tahun 2011.
Tujuan dibentuknya OJK agar seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan:51
a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil; serta
c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
OJK dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa
Keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional
lainnya, antara lain pada bidang dan/atau kegiatan sebagai berikut:52
1. Pengembangan kapasitas kelembagaan, antara lain pelatihan sumber daya
manusia di bidang pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan;
2. Pertukaran informasi; dan
3. Kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan
kejahatan di sektor keuangan.
50
Wiwin Sri Rahyani, Indevedensi OJK terusik?, (Jurnal Rerchts Vinding Online, 2015), hlm 5.
51
Ikatan Bankir Indoensia, Memahami Audit Intern Bank, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building, 2014), hlm 59.
52
Setiap lembaga atau perusahaan yang didirikan tentu telah memiliki visi,
misi dan tujuan yang ingin dicapai. Visi Otoritas Jasa Keuangan adalah menjadi
lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat,dan mampu mewujudkan industri jasa
keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta
dapat memajukan kesejahteraan umum. Artinya cita-cita OJK utamanya adalah
menginginkan jasa keuangan yang dijalankan oleh lembaga keuangan mampu
memberikan manfaat yang sebesar besarnya untuk kepentingan masyarakat53.
Kemudian misi yang diemban oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
rangka mencapai visinya adalah:54
1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan didalam sektor jasa keuangan
secara teratur, adil,trandsparan, dan akuntabel.
2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Sedangkan tujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah agar keseluruhan
kegiatan jasa keuangan:
a. Terselenggara secara teratur,adil, transparan, dan akuntabel.
b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil.
c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
53
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 321.
54
Di samping memiliki visi, misi, dan tujuan, OJK juga memiliki fungsi, tugas,
dan wewenang yang telah ditentukan menurut Undang-undang. Adapun fungsi,
tugas, dan wewenang OJK adalah:
1. Fungsi otoritas jasa keuangan (OJK) berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan
didalam sektor jasa keuangan.
2. Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasn terhadap kegiatan jasa keuangan yaitu:
a.Perbankan; b.Pasarmodal; c.Asuransi; d.Dana pensiun;
e.Lembaga pembiayan; f.Pegadaian;
g.Lembaga penjaminan
h.Lembaga pembiayaan ekspor indonesia; i. Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan;
j. Penyelenggara program jaminaan sosial, pensiun dan kesejahteraan.
3. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan adalah:
a. Tugas pengaturan:
Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang OJK, peraturan
perundang-undangan bi sektorjasa keuangan, peraturan dan keputusan OJK,
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, kebijakan mengenai
pelaksanaan tugas OJK, peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap lembaga jasa keuangan dapat pihak tertentu, peraturan mengenai tata
cara pengelola statuter, struktur organisasi dan infrastruktur, serta peraturan
mengenai tata cara pengenaan sanksi.
OJK menetapkan kebijakan oprasional pengawasan, melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan, konsumen, dan tindakan
lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/ atau penunjang kegiatan jasa
keuangan, penunjukan dan pengelolaan pengguna statuter, memberikan perintah
tertulis kepada lembaga jasa keuangan atau pihak lain, menetapkan saksi
administratif terhadap pelaku pelanggaran peraturan perundang-undangan bi
sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada lembaga jasa
keuangan.
Dalam Pasal 23A UUD Tahun 1945 yang mengatur bahwa pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan Negara diatur dengan
Undang-Undang. Sejalan dengan hal tersebut, UU OJK memberikan kewenangan
kepada OJK untuk memungut biaya dari industri jasa keuangan. Pungutan
tersebut merupakan penerimaan OJK dan OJK berwenang untuk menerima,
mengelola, dan mengadministrasikan pungutan tersebut secara akuntabel dan
mandiri. Namun demikian, jika jumlah pungutan telah melebihi kebutuhan
pembiayaan OJK, maka kelebihan tersebut disetor ke kas negara sebagai
penerimaan negara.
C.Koordinasi Antara Ditjen Pajak dan OJK Dalam Hal Pembukaan Rahasia
Bank
Direktorat Jenderal Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan
penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) untuk bersama-sama mengawasi
sektor jasa keuangan. Hal tersebut diwujudkan dengan keharmonisan peraturan
menyatakan, ruang lingkup kerjasama ini meliputi harmonisasi peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan perpajakan, pemanfaatan data
dan informasi dalam melaksanakan fungsi pengawasan.55
Dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman SP 22/DKNS/OJK/III/2017
No.10/2017 ini, Ditjen Pajak Berharap koordinasi dan kerja sama kedua instansi
akan semangkin optimal untuk meningktakan efisiensi dan efektivitas tugas
masing-masing pihak.
Penandatanganan Nota Kesepahaman ini disaksikan Menteri Keuangan dan
Ketua Dewan Komisioner OJK pada acara yang dilaksanakan di Gedung Mar‟ie
Muhammad Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta.
Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan meliputi:
a. Harmonisasi peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan dan
perpajakan, termasuk status perpajakan Otoritas Jasa Keuangan;
b. Tukar menukar data dan informasi dalam melaksanakan tugas dan fungsi
pengawasan DJP dan OJK;
c. Penyediaan Akses bagi OJK dan Lembaga Jasa Keuangan di bawah
pengawasan OJK dalam rangka Konfirmasi Status Kepatuhan Wajib
Pajak (KSKWP);
d. Koordinasi pelaksanaan tugas di bidang pengawasan, penegakan hukum
dan perlindungan konsumen di Sektor Jasa Keuangan dan perpajakan;
55
Ditjen Pajak dan OJK Awasi Sektor Jasa Keuangan,
e. Penerapan Pembukaan Rahasia Nasabah Bank dalam rangka
Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan dan Penagihan
di bidang Perpajakan melalui aplikasi elektronik;
f. Penugasan dan pelatihan pegawai di lingkungan DJP untuk mendukung
pelaksanaan tugas OJK; dan
g. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan/sosialisasi terkait dengan
pelaksanaan tugas dan wewenang DJP dan OJK dan sebaliknya.
Direktorat Jendral Pajak (DJP) dapat langsung memanfaatkan keterbukaan
data keuangan nasabah perbankan sejak aturan itu di undangkan. Namun, DJP
mengaku melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
menjalankan kewenangan itu. Seperti diketahui Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
untuk kepentingan perpajakan diundangkan pada 8 mei 2017. Artinya, wewenang
mengakses data nasabah telah berlaku efektif tanpa adanya masa transisi.56
Akses terhadap data keuangan nasabah di perbankan yang tertuang di perpu
Nomor 1 Tahun 2017 sudah resmi berlaku untuk mengakses data nasabah di
dalam maupun luar negeri, apalagi sebelum nya POJK juga pernah mengeluarkan
POJK Nomor.25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing
Terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra Atau Yuridiksi Mitra.
Dimana pasal 1 ayat (2) POJK No.25/POJK.03/2015 menjelaskan bahwa
Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra adalah negara atau yuridiksi yang terkait
dengan negara Indonesia dalam konvensi tentang bantuan administratif bersama
56
Intip Data Nasabah Ditjen Pajak Koordinasi Dengan OJK,
dibidang perpajakan, persetujuan antar pemerintah (Intergovernmental
Agreement/IGA) di bidang perpajakan, atau perjanjian bilateral maupun multilateral lainnya dibidang perpajakan.
Dukungan yang akan diberikan Ditjen Pajak kepada OJK akan meliputi
pemberian data identitas wajib pajak, informasi berupa data identitas wajib pajak,
informasi kepatuhan perpajakan dan atau data serta informasi mengenai hubungan
kepemilikan pelaku kepatuhan di sektor jasa keuangan. Sedangkan data dan
informasi yang dapat diberikan OJK ke Ditjen Pajak meliputi data-data
perpajakan bagi pelaku usaha jasa keuangan.57
57
Ditjen Pajak dan OJK Bersama Awasi Sektor Jasa Keuangan,
BAB IV
PENERAPAN PEMBUKAAN RAHASIA NASABAH BANK OLEH OJK
DALAM HAL PEMERIKSAAN PERPAJAKAN MELALUI APLIKASI
ELEKTRONIK BERDASARKAN POJK NO.25/POJK.03/2015
A.Ketentuan Rahasia Bank dan Penerapannya di Indonesia
1. Ketentuan Rahasia Bank di Indonesia
Ketentuan rahasia bank yang berlaku sekarang, merupakan bagian dari
ketentuan undang No.10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, begitu juga pada Undang-Undang-undang
perbankan sebelumnya yaitu Undang-undang No.14 tahun 1967 tentang
pokok-pokok perbankan mengenai rahasia bank diatur tersendiri dalam bentuk peraturan
pemerintah pengganti Undang-undang, yaitu Perpu No.23 Tahun 1960, tentang
rahasia bank.58
Mesipun demikian kenyataannya ketentuan mengenai rahasia bank pada
Perpu No.23 Tahun 1960 pun tidaklah begitu lengkap didalam nya tidak
tercantum pengertian secara jelas mengenai rahasia bank, hanya disebutan pada
pasal 2, yaitu bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang
keadaan keuangan langgananya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus
dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan. Selanjutnya
pada pasal 3, rahasia bank daat dibuka dengan alasan tertentu, seperti demi
kepentingan pemerisaan perpajakan, dan kepentingan peradilan dalam perkara
tindak pidana.pembukaan rahasia bank tersebut hanya dapat dipenuhi setelah
58
Muhamad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di
permintaan dari instansi perpajakan dan instansi kejaksaan serta kehakiman dalam
hal ini Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.59
Dengan lahirnya Undang-undang No.14 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perbankan,maka peraturan rahasia bank yaitu Perpu No.23 tahun 1960 dinyatakan
tidak berlaku lagi. Undang-undang No.14 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perbankan mengatur tentang rahasia bank pada Bab VII, yaitu pasal 36 dan pasal
37. Ketentuan rahasia bank tersebut pada zaman Undang-undang perbankan 1967
dilengkapi dengan penafsiran yang dikeluarkan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia yang teruang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.2/337 UPPB/PbB,
tanggal 11 september 1969 perihal penafsiran tentang pengertian rahasia bank.60
Setelah lahirnya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan,
maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku begitu pula dengan
Undang-undang No.14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan dinyatakan tidak
berlaku begitu pula dengan Undang-undang No.14 tahun 1992 tentang perbankan
merupakan penyempurnaan, meskipun kenyataannya masih belum terwujud
dengan baik. Pada peraturan perbankan ini pengertian rahasia bank secara tersurat
terdapat pada pasal 1 angka 16, yaitu rahasia bank adalah segala seuatu yang
berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.61
Dari ketentuan yang ada pada Undng-undang No.7 Tahun 1992 tentang
perbankan tersebut dirasa masih belum jelas dan rinci, apa dan bagai mana
kerahasiaan bank yang seuai dengan kondisi hukum dan perkembangan perbankan
59
Ibid, hlm.136
60
Ibid
61
Indonesia. Hal tersebut dirasakan karena belum adanya peraturan pelaksana
lainnya seperti peraturan pemerintah mengenai kerahasiaan bank.62
Kemudian lahirlah Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan.
Terdapat beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum sebagai landasan bagi
rahasia bank agar dapat berlaku secara yuridis formal. Adapun yang merupakan
dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah pasal 40 sampai dengan pasal 45
Undang-undang perbankan.63
Mengenai pembukaan informasi nasabah untuk kepentingan perpajakan,
sebelumnya OJK sudah mengeluarkan Peratuan OJK Nomor.25/pojk.03/2015
tentang penyampaian informasi nasabah asing terkait perpajakan kepada Negara
mitra atau yuridiksi mitra.64Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan,
pemerintah Indonesia bersama-sama dengan instansi terkait perlu melakukan
koordinasi secara regional maupun global.
Baru-baru ini diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk
kepentingan perpajakan. Dengan berlakunya Perpu tersebut maka ada beberapa
pasal di beberapa Undang-undang yang dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang
berkaitan dengan pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan
perpajakan.Yaitu, pasal 35 dan 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan UU Nomor 16 tahun 2009; Pasal 40 dan 41 UU Nomor 7 Tahun 1992
62
Ibid, hlm.139
63
Munir Fuady I. Op cit. Hlm 89
64
tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998;
Pasal 47 UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; Pasal 17,27, dan 55 UU
Nomor 32 Tahun 1997 tentang perdagangan berjangka komoditi sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 2011; serta Pasal 41 dan 42 UU Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.65
2. Penerapan Tentang Ketentuan Rahasia Bank
Meskipun sudah menjadi hukum publik sejak tahun 1960, jarang ditemukan
kasus pelanggaran rahasia bank yang berperkara di pengadilan. Namun dalam
praktek hangat dibicarakan sejauh mana bank wajib menyimpan rahasia
nasabahnya yang tersangkut dengan kredit macet. Mengenai kredit macet terdapat
perbedaan diantara para sarjana tentang apakah kredit dari seorang nasabah
termasuk dalam ruang lingkup rahasia bank sehingga tidak boleh dibuka oleh
bank yang bersangkutan. Dalam hal ini, Undang-undang perbankan yang lama
yaitu Nomor 7 tahun 1992 tidak memberikan indikasi apa-apa tentang hal ini.
Pendapat sebagian sarjana mengatakan bahwa hanya rekening nasabah saja yang
merupakan rahasia bank. Misalnya rekening koran, deposito, ataupun tabungan
sedangkan kredit tidak termasuk rahasia bank.66
Kerahasiaan merupakan jiwa dunia perbankan yang sudah ada sejak dulu,
Namun dalam praktek, kerahasiaan bank sering menimbulkan benturan antara
privasi seseorang dengan kepentingan umum. Jika hal ini terjadi, yang harus
dikesampingkan adalah kepentingan privasi. Masalahnya, sejauh mana makna
kepentingan umum itu ditafsirkan. Disamping itu, adanya ketentuan penerapan
65
Detik News, Selamat Tinggal Kerahasiaan Bank?, http://m.detik.com/new/kolom/d-3508256/selamat-tinggal-kerahasiaan-bank, di akses tanggal 20 juni 2017, pukul 12.30 wib.
66
prinsip mengenal nasabah berarti akan memperlonggar ketentuan asas kerahasiaan
bank (bank secrecy). Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
perbankan akan berkurang, dimana masyarakat tidak mau lagi menanamkan
dananya pada bank dan memindahkan dananya ke luar negeri.67
Secara sosiologi harus dikatakan, bahwa tidak ada peraturan tertulis yang
sempurna dan jelas bila dihadapkan dengan penerapannya pada kehidupan nyata.
Selesainya suatu pembuatan peraturan bukan akhir dari segalanya, tetapi adalah
permulaan dari suatu proses yang lain, yang bisa jauh lebih panjang. Hal utama
yang akan dihadapi adalah kerumitan dalam penegakannya, dan bahwa keadaan
itu tidak pernah berlangsung seperti sebuah garis lurus semuanya mengharuskan
ada ketegaran, kesabaran dan konsistensi. Kita juga pelu dengan lapang dada
menerima dan mengakui kenyataan bahwa penegakan hukum itu adalah suatu
proses yang rumit.68
Suatu ketentuan yang tertuang dalam sebuah pasal tidak selalu dapat secara
cepat diketahui maksudnya baik oleh mereka yang bekecimpung dalam bidang
hukum terlebih lagi oleh mereka yang berada diluar bidang hukum.69
Tetapi meskipun demikian suatu ketentuan tidak bisa karena belum jelasnya
maksud ketentuan tersebut, maka penerapannya ditunda menunggu petunjuk
pelaksanaannya dan petunjuk tekniknya. Ketentuan dari peraturan
67
Erdiansyah, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Bentuk Peranan Bank Dalam Mengantisipasi Tindak Pidana Pencucian Uang (MONEY LAUNDERING) Pada PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG PEKANBARU, Jurnal Ilmu Hukum,vol.3 no.1, hlm 4, https://media.neliti.com/media/publications/9141-ID-penerapan-prinsip-mengenal-nasabah-sebagai-bentuk-peranan-bank-dalam-mengantisip.pdf, di akses pada tanggal 16 juli 2017, pukul 21.45 wib
68
Muhammad Djumhana, Op Cit, hlm 140
69
undangan harus dilaksanakan penuh bila telah diumukan dalam lembaran
negara.70
B.Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Pemeriksaan Perpajakan
Dalam hal kepentingan perpajakan ini, bank dapat berkedudukan seebagai
wajib pajak atau sebagai pihak ketiga yang dimintai keterangan. Dalam
kedudukannya sebagai wajib pajak, perlakuan pemeriksaan pajak terhadap bank
tidak ada perbedaan dengan perlakuan pemeriksaan kepada wajib pajak lainnya.
Hal itu dapat kita ketahui dari isi ketentuan Undang-undang No.6 tahun 1983
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang telah diubah dengan
Undang-undang No.9 tahun 1994.71
Pembukaan rahasia bank untuk kepentingan pemeriksaan perpajakan telah
diatur dalam sistem hukum Indonesia, antara lain pada Undang-undang
perbankan, UU KUP, peraturan Menteri Keuangan, No.201/PMK.03/2007 tentang
tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terkait oleh
kewajiban merahasiakan dan Peraturan Bank Indonesia nomor 2/ 19 /PBI/2000
tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka
rahasia bank, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2017 tantang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, serta
POJK No.25/POJK.03/2015 tentang penyampaian informasi nasabah asing terkait
perpajakan kepada Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra.
70
Ibid
71
Pembukaan rahasia bank untuk kepentigan perpajakan diatur dalam
ketentuan pasal 41 ayat 1 UU Perbankan yang menentukan bahwa:
“untuk kepentingan perpajakan, pimpinan bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”
Untuk pembukaan atau pengungkapan rahasia bank, pasal 41 ayat (1) UU
perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi, sebagai berikut:72
a. Pembukaan rahasia bank untuk kepntingan perpajakan.
b. Pembukaan rahasia bank itu atas permintaan tertulis menteri keuangan.
c. Pembukaan rahasia bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank
Indonesia.
d. Pembukaan rahasia bank ini dilakukan oleh bank dengan memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta sutrat-surat
mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan yang namanya
disebutkan dalam permintaan tertulis Menteri Keuangan.
e. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadan-keadaan
keuangan nesabah penyimpan tersebut diberikan kepada pajabat pajak
yang namanya disebutkan dalam permintaan tertulis Pimpinan bank
Indonesia.
Pengecualian untuk kepentingan perpajakan bagi kerahasiaan bank yang
diatur dalam pasal 41 ayat (1) UU Perbankan tersebut merupakan paksaan hukum
demi kepentingan umum, yaitu kepentingan negara serta kepentingan masyarakat
72
pengaturan tentang kewenangan yang terkait dengan pemeriksaan data wajib
pajak bank diatur pada pasal 35 UU KUP. Adapun isi dari pasal 35 UU KUP
tersebut adalah:
(1)Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan Perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/ atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jendral Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterngan atau bukti yang diminta.
(2)Dalam hal pihak-pihak terkait oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan, kewajiban merahasiakn tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.
(3)Tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terkait oleh kewajiban merahasiakan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”
UU KUP pada dasarnya memberikan kesempatan kepada Direktorat Jendral
Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak. Akan tetapi pada kenyataannya
Direktorat Jendral Pajak terkadang mengalami hambatan dalam melakukan
pemeriksaan data wajib pajak yang terdapat pada bank.
Pengaturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu
PBI Nomor 2/19/PBI/2000, PBI Nomor 2/19/PBI/2000 mengatur bahwa
penerobosan rahasia bank demi kepentingan perpajakan terlabih dahulu harus
diperoleh izin atau perintah tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan
Bank Indonesia atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Permintaan
penerobosan rahasia bank tersebut harus disertai tanda tangan dengan
membubuhkan tanda tangan basah dari Manteri Keuangan. Pimpinan Bank
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan kauangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
Proses pembukaan rahasia bank yang seharusnya berjalan dengan mudah
ternyata sangat berpengaruh terhadap kemungkinan turunnya keperacayaan warga
negara asing yang akan menanamkan investasinya pada bank di Indonesia. Karena
sebagian besar warga negara asing takut kerahasiaannya akan dibongkar dan
digunakan untuk hal-hal diluar ketentuan yang ada, mereka akan lebih memilih
untuk menyimpan dananya ke negara lain selain Indonesia yang dinilai lebih
aman dan lebih terjaga karahasiaannya. Akibatnya, seringkali pejabat pajak
Indonesia dipersulit dengan tindakan-tindakan dari perbankan yang
memperlambat dan memperumit upaya untuk mengakses data wajib pajak warga
AS yang disimpan oleh bank. Saah satu contoh tindakan yang mempersulit gerak
para pejabat pajak adalah dengan mengulur-ngulur waktu dalam memberikan
informasi mengenai data nasabah wajib pajak warga AS. Padahal pejabat pajak
sendiri sangat terbentur dengan jangka waktu yang sangat terbatas dan
memerlukan waktu yang cepat untuk melaporkan data-data kerahasiaan bank
tersebut ke Direktorat Jendral Pajak untuk kemudian diserahkan kepada IRS di
Amerika Serikat.
Tidak selamanya permohonan pembukaan terhadap kerahasiaan data wajib
pajak dapat berjalan dengan mudah dan lancar. Tak jarang pejabat pajak yang
berwenang untuk membuat surat permohonan kepada Gubernur Bank Indonesia
mendapat penolakan. Di samping aturan pajak yang berlaku dan diperbolehkan di
Amerika Serikat menyatakan bahwa sah-sah saja jika pejabat pajak Indonesia
meminta data-data kerahasiaan nasabah penyimpan milik wajib pajak AS untuk
kemudian data-data tersebut diserahkan kepada IRS, adapula aturan-aturan pajak
yang harus diperhatikan dan tidak diperbolehkan dalam pembukaan rahasia data
wajib pajak sebagai usaha penerapan ketentuan Foreign Account Tax Compliance
Act (FACTA) di Indonesia ini. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya dalam hal kerahasiaan perbankan pada saat pejabat pajak yang
berwenang meminta data-data kerahasiaan wajib pajak AS kepada Bank
Indonesia, perlu diingat adanya secrecy jurisdiction yang memegang erat rahasia perbankan. Di dalam peraturan perpajakan tidak terlalu jelas dalam mengatur
masalah data-data yang menyangkut rahasia perbankan tersebut. Sehingga perlu
dibuat payung hukum yang dapat melindungi setiap data-data kerahasiaan bank
yang disalah-gunakan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap informasi
tersebut. Serta perlu dibuat payung hukum yang lebih tegas untuk mempermudah
proses permohonan data-data informasi nasabah penyimpan wajib pajak AS dari
Bank Indonesia tanpa harus ada data yang dikecualikan asal data tersebut sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang ada.73
Dari sisi kenyamanan dalam dunia usaha, kerahasiaan perbankan merupakan
hal yang paling penting karena menyangkut keamanan harta para nasabah. Begitu
prudennya kerahasiaan ini sehingga pemerintah Indonesia menjaminnya melalui
ketentuan-ketentuan yang diatur oleh otoritas perbankan maupun perpajakan.
Peraturan Bank Indonesia nomor: 2/19/PBI/2000 mengemukakan bahwa pihak
73
perbankan harus merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah.
Terkait dengan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka
apabila untuk keperluan perpajakan aparat pajak bermaksud memperoleh data atau
keterangan mengenai rekening nasabah/Wajib Pajak maka harus dimulai dengan
permintaan ijin dari komisioner OJK. Terkait dengan ketentuan perbankan dan
OJK tersebut, Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) pun mengatur dalam Pasal 35 ayat (2) bahwa kerahasiaan perbankan
ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas menunjukkan bahwa klausul hukum
terkait kerahasiaan menjadi daya tarik bagi Wajib Pajak yang menjalankan dunia
bisnis perbankan karena hanya dapat dibuka melalui izin Menteri Keuangan
dengan proses manual yang cukup panjang. Sayangnya hampir semua Wajib
Pajak perbankan menafsirkan kerahasiaan perbankan tersebut dengan kegiatan
pemeriksaan pajak terkait pemenuhan kewajiban with holding tax-nya. Dalam
Pasal 29 UU KUP ditegaskan bahwa apabila dalam proses pemeriksaan Wajib
Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan informasi, data, dokumen
maka kewajiban untuk merahasiakan tersebut harus ditiadakan.74
Permasalahan hukum yang muncul terkait dengan pembukaan rahasia bank
untuk kepentingan perpajakan tersebut adalah data atau informasi wajib pajak
sebagai nasabah debitur sekaligus nasabah penyimpan yang diduga melakukan
pelanggaran hukum di bidang perpajakan. Proses pemeriksaan pajak terhadap
74
nasabah penyimpan oleh pemeriksa pajak pada sebuah bank memerlukan izin dari
Gubernur Bank Indonesia berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.
Pengungkapan rahasia bank pada nasabah debitur tidak terikat pada ketentuan
rahasia bank, artinya bahwa kepadanya dapat dilakukan pemeriksaan tanpa
prosedur sebagaimana diberlakukan kepada nasabah penyimpan. Dirjen Pajak
dapat langsung melakukan pemeriksaan pada bank tertentu tersebut.
Bagi Wajib Pajak (WP) yang terbukti memiliki banyak uang di rekening
(beberapa rekening) dan masih menunggak pajak, maka rekening-rekening
tersebut akan diblokir sampai mencukupi seluruh tunggakan pajak. Sebelum
pemblokiran dilakukan, WP yang bersangkutan akan dikirimi surat elektronik
untuk mengklarifikasi harta yang sudah dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan
Tahunan(SPT).75 Yang menjadi dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak menjadi dasar
hukumnya. Pada UU Nomor 19/1997 pasal 17 ayat 1, berbunyi:
Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,
giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan
pemblokiran terlebih dahulu.
Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan penagihan aktif kepada
Wajib Pajak yang memiliki tunggakan pajak dan sudah berkekuatan hukum tetap.
Penagihan aktif meliputi, penyitaan dan pelelangan harta penanggung pajak,
75
pencegahan penanggung pajak, sampai penyanderaan atau gijzeling. Blokir
rekening tersebut termasuk dalam kategori penyitaan harta wajib pajak. aparat
pajak dapat meminta bank melakukan blokir rekening, yang terpenting identitas
Wajib pajak atau penanggung pajak sudah jelas nama lengkap dan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Aparat pajak juga harus melampirkan Surat Paksa sebagai
dasar pemblokiran rekening dan tidak perlu mencantumnkan nomor rekening WP
di bank tersebut.76 Bila kamu memiliki penghasilan bulanan sama atau lebih dari
Rp 4,5 juta, maka kamu sudah tercatat sebagai Wajib Pajak. Sebagai Wajib Pajak,
kamu memiliki kewajiban membayar pajak penghasilan kepada negara.
C.Pembukaan Rahasia Nasabah Bank Oleh OJK Dalam Hal Pemeriksaan
Perpajakan Melalui Aplikasi Elektronik Berdasarkan POJK
No.25/POJK.03/2015
OJK meresmikan peluncuran bersama sistem izin pembukaan rahasia
nasabah penyimpan untuk tujuan perpajakan. Sistem ini terdiri dari dua
aplikasi yaitu Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (AKASIA) bagi
internal Kementerian Keuangan dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (AKRAB)
bagi internal OJK. Melalui Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank dan Aplikasi
Buka Rahasia Bank yang saling terhubung dalam satu sistem, waktu
pemrosesan perintah pembukaan rahasia bank dipersingkat secara signifikan
dari semula 6 (enam) bulan menjadi 2 (dua) minggu. Namun demikian proses
penerbitan surat perintah pembukaan rahasia bank tetap mengikuti prosedur
76
dan memenuhi persyaratan yang berlaku sesuai UU Perbankan dan peraturan
pelaksanaannya.77
Selain manfaat efisiensi waktu, aplikasi ini memiliki kelebihan fitur
seleksi secara otomatis terhadap permintaan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (auto reject) untuk mempercepat
proses, dan sistem mengelompokkan (grouping) permintaan berdasarkan bank.
Dengan fitur tersebut, jumlah surat perintah yang ditandatangani berkurang,
mempermudah penelusuran surat dan tersedianya statistik data bank penerima
perintah pembukaan rahasia bank.78
Ditjen Pajak berharap koordinasi dan kerjasama kedua instansi akan
semakin optimal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
tugas masing-masing pihak. Bagi Ditjen Pajak sendiri, kerjasama yang
semakin erat dengan OJK akan memungkinkan pemeriksaan, pemeriksaan
bukti permulaan, penyidikan dan penagihan pajak yang lebih efektif khususnya
dengan pembukaan akses data dan informasi nasabah yang lebih mudah.
Pembukaan informasi nasabah untuk kepentingan perpajakan, sebelumnya
OJK sudah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 25/POJK.03/2015 tentang
Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara
Mitra Atau Yurisdiksi Mitra. OJK juga sedang menyiapkan ketentuan
pelaksanaan lebih lanjut berupa Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan yang
77
Herwanto Bimo Pratomo, Resmi Ditjen Pajak dan OJK Sepakat Intip Data Nasabah Bank, Https://www.merdeka.com/uang/resmi-ditjen-pajak-ojk-sepakat-intip-data-nasabah-bank-html, diakses pada tanggal 29 juli 2017 pukul 1.15 wib.
78
Imam Sukanto, Pembukaan data Nasabah Untuk pajak Dipercepat,
khusus mengatur mengenai Automatic Exchange Of Information (AEOI),
antara lain mengatur mengenai tata cara pelaksanaan uji tuntas (due diligence)
kepada nasabah asing dan tata cara penyampaian informasi keuangan nasabah
asing kepada otoritas pajak.79
Tidak semua pihak memiliki akses untuk membuka rekening bank WP,
yang memiliki wewenang untuk membuka rekening bank adalah seluruh Kepala
Kantor Pajak dan beberapa lembaga yang bekerjasama dengan DJP seperti
PPATK dan OJK. Bagi WP yang terbukti memiliki banyak uang di rekening
(beberapa rekening) dan masih menunggak pajak, maka rekening-rekening
tersebut akan diblokir sampai mencukupi seluruh tunggakan pajak.80
Selain itu Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan OJK telah sepakat bekerja
sama dalam pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum serta perlindungan
konsumen di sektor jasa keuangan. Kedua lembaga negara tersebut sepakat
membuat harmonisasi perundang-undangan di sektor perpajakan dan jasa
keuangan serta tukar-menukar data dan informasi. Di antaranya lembaga jasa
keuangan di bawah pengawasan OJK mendapat akses untuk konfirmasi status
kepatuhan wajib pajak. Sebaliknya pihak OJK bisa membuka rahasia nasabah
bank mengenai pemeriksaan, pemeriksaan permulaan, penyidikan dan penagihan
melalui aplikasi elektronik.
79
Aditya Himawan, Dian Kusumo Hapsani, Ditjen Pajak Resmi Kerjasama 2 Aplikasi Buka Rahasia Bank, http://www.suara.com/bisnis/2017/03/13/182258/ojk-dan-ditjen-pajak-resmi-kerjasama-2-aplikasi-buka-rahasia-bank, diakses pada 23 juli 2017 pukul 20.25 wib.
80
Sebenarnya kebijakan tentang keterbukaan informasi data perbankan
bukanlah semata menyangkut kepentingan perpajakan di dalam negeri. Kebijakan
itu tidak terlepas dari kesepakatan 101 negara yang menyatakan siap
mengimplementasikan AEOI di bidang jasa keuangan untuk kebutuhan
perpajakan. Apa keuntungannya buat Pemerintah Indonesia? Pemerintah meyakini
lewat implementasi AEOI dapat memperoleh informasi keuangan wajib pajak
Indonesia, terutama yang menyimpan dana di negara lain atau yurisdiksi mitra
secara resiprokal. Tidak hanya itu, pemerintah juga optimistis dapat mendorong
sektor keuangan bersaing secara global karena kebijakan AEOI segera berlaku
pada sejumlah negara. Indonesia adalah salah satu dari 101 negara yang
bersepakat mengimplementasikan AEOI karena itu tidak ada alasan untuk tidak
membuka akses data nasabah perbankan, pihak Ditjen Pajak semakin bersemangat
mengejar para wajib pajak yang selama ini bersembunyi di balik kerahasiaan
perbankan. Kebijakan yang menghalalkan lembaga pajak “mengintip” rahasia
nasabah perbankan pada sejatinya adalah salah satu kelanjutan dari program
pengampunan pajak atau tax amnesty yang bersifat kerelaan.
Sayup-sayup rencana penerbitan kebijakan buka data nasabah perbankan
terdengar mengundang pro-kontra. Bagi yang kontra khawatir akan terjadi
masalah di kemudian hari dengan membeberkan rahasia nasabah perbankan.
Namun Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution
mencoba menepis kekhawatiran tersebut. Pengecekan rekening nasabah bukan hal
baru, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu mencontohkan Pusat Pelaporan
demikian, pemerintah tetap harus melakukan sosialisasi sejelas-jelasnya kepada
masyarakat, sebab pengecekan rekening nasabah termasuk persoalan yang
sensitif. Kita percaya bahwa pihak Ditjen Pajak tidak akan gegabah membuka
rekening nasabah bank wajib pajak tanpa sebab.81
Meskipun payung hukum pelaksanaan pertukaran data transaksi keuangan
nasabah warga negara asing berupa Peraturan Presiden Pengganti
Undang-Undang (Perppu) tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan
Perpajakan telah diterbitkan yaitu Perppu No.1 tahun2017. Pada prinsipnya,
perbankan di Indonesia telah berkomitmen untuk mematuhi kewajiban pelaporan
aktiva nasabah warga negara asing. Mengenai pembukaan informasi nasabah
untuk kepentingan perpajakan, sebelumnya OJK sudah mengeluarkan Peraturan
OJK Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing
Terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra Atau Yurisdiksi Mitra. OJK juga sedang
menyiapkan ketentuan pelaksanaan lebih lanjut berupa Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan yang khusus mengatur mengenai AEOI, antara lain mengatur mengenai
tata cara pelaksanaan uji tuntas (due diligence) kepada nasabah asing dan tata cara
penyampaian informasi keuangan nasabah asing kepada otoritas pajak.82
Pertukaran Informasi secara Otomatis adalah pertukaran informasi
berkenaan dengan keperluan perpajakan antara Pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang dilakukan secara berkala
pada waktu tertentu, sistematis, dan berkesinambungan yang jenis dan tata cara
81
Benteng, Mengintip Data Nasabah, https://pemeriksaanpajak.com/2017/04/08/mengintip-data-nasabah/, diakses pada 23 juli 2017 pukul 23.15 wib.
82
pertukaran informasinya diatur berdasarkan perjanjian antara negara Indonesia
dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.83 Perusahaan Asing adalah84:
a. badan hukum yang didirikan atau berkedudukan di Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra;
b. kantor cabang atau kantor perwakilan dari badan hukum yang didirikan,
atau berkedudukan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
c. badan hukum yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau di luar
Indonesia yang bukan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang dimiliki
oleh wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berupa perorangan
atau badan hukum paling sedikit sebesar persentase tertentu yang
tercantum dalam perjanjian Pertukaran Informasi secara Otomatis atau;
d. kantor cabang atau kantor perwakilan dari badan hukum yang didirikan
atau berkedudukan di Indonesia atau di luar Indonesia yang bukan
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang dimiliki oleh wajib pajak
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berupa perorangan atau badan hukum
paling sedikit sebesar persentase tertentu yang tercantum dalam
perjanjian Pertukaran Informasi secara Otomatis.
Lembaga Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat LJK, adalah LJK
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, yang memenuhi kriteria dalam perjanjian pertukaran
83
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25 /POJK.03/2015 Tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra Atau Yurisdiksi Mitra, Pasal 1 angka 3.
84
informasi secara otomatis antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara
mitra atau yurisdiksi mitra.85
Dalam rangka penerapan perjanjian Pertukaran Informasi secara Otomatis,
LJK wajib menyampaikan laporan kepada otoritas pajak Indonesia berupa
informasi Nasabah Asing terkait perpajakan untuk diteruskan kepada otoritas
pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.86 Laporan merupakan laporan
mengenai informasi Nasabah Asing yang memiliki saldo rekening atau nilai
rekening paling sedikit sesuai dengan perjanjian Pertukaran Informasi secara
Otomatis.87 Informasi Nasabah Asing paling sedikit meliputi: informasi nasabah;
dan Informasi keuangan nasabah.88
Penyampaian laporan informasi Nasabah Asing oleh LJK kepada otoritas
pajak dapat dilakukan: melalui Otoritas Jasa Keuangan; atau langsung kepada
otoritas pajak.89 Penyampaian laporan informasi Nasabah Asing disampaikan
paling lambat 60 hari sebelum batas waktu pelaporan kepada otoritas pajak
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berdasarkan perjanjian Pertukaran Informasi
secara Otomatis.90 Dalam hal batas waktu pelaporan informasi Nasabah Asing
jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja setelahnya.91
Dalam rangka penyampaian laporan LJK wajib menyampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan nama pejabat yang bertanggung jawab (responsible
officer) atas pelaporan informasi Nasabah Asing.92 LJK dapat mendelegasikan
pelaksanaan pelaporan kewajiban kepada LJK lain yang menjadi selling agent
dan/atau kustodian.93 Pendelegasian pelaksanaan pelaporan dilakukan berdasarkan
kesepakatan tertulis.94 Pendelegasian pelaksanaan pelaporan tidak meniadakan
tanggung jawab LJK yang mendelegasikan pelaksanaan pelaporan.95
Dampak dari penerapan ini akan mampu mengoptimalkan penerimaan pajak
untuk mendukung program-program pembangunan nasional dan dengan adanya
aplikasi elektronik ini, pembukaan data nasabah bank bisa lebih cepat sehingga
akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan. Hal ini pada akhirnya
akan mendorong tingkat kepatuhan pajak. Penerapan ini merupakan lanjutan dari
program Pengampunan Pajak atau tax amnesty,terkait implementasi Pasal 18 UU
Pengampunan Pajak. Pasal 18 UU Pengampunan Pajak ini adalah terkait sanksi
yang akan diberikan kepada WP yang tidak mengikuti TA atau yang mengikuti
TA tetapi tidak melaporkan harta yang sebenarnya. Jika WP sudah mengikuti TA
namun tidak secara jujur dan kemudian DJP menemukan data harta yang belum
dilaporkan, maka dianggap sebagai penghasilan yang dikenai pajak penghasilan
dengan tarif normal beserta sanksi kenaikan sebesar 200 persen dari pajak yang
kurang bayar. Tetapi jika WP tidak mengikuti TA dan DJP menemukan adanya
harta yang tidak dilaporkan dalam SPT, maka harta tersebut dianggap sebagai
penghasilan dan dikenai pajak beserta sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.96
https://www.hukumonline.com/benta/baca/A58a1af9050a37/ditjen-pajak-siapkan-DJP Dapat Melihat Data Nasabah yang Berada di Luar Negeri dengan Saldo
Minimal US$250.000 atau Rp3,35 Milliar.
Aplikasi pembukaan rahasia bank secara elektronik ini bertujuan untuk
mempersingkat waktu penyelesaian permohonan akses data nasabah bank yang
memakan waktu panjang, yakni 239 hari. DJP dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sejak tahun 2015 lalu telah melakukan serangkaian pembahasan, dan hasilnya
kesepakatan untuk menetapkan aplikasi pembukaan rahasia bank. Aplikasi
pembukaan rahasia bank ini dibagi atas dua bentuk yaitu Aplikasi Usulan Buka
Rahasi Bank (Akasia) yang merupakan aplikasi internal Kementerian Keuangan
untuk mempercepat pengajuan usulan kepada Menteri Keuangan dan Aplikasi
Buka Rahasia Bank (Akrab) yang merupakan aplikasi internal OJK untuk
mempercepat pemberian izin atas surat permintaan Menteri Keuangan. Dengan
adanya aplikasi elektronik ini pembukaan data nasabah bank diharapkan dapat
dilakukan dalam waktu kurang dari 30 hari yang akan meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pemeriksaan sehingga dapat mendorong tingkat kepatuhan wajib
pajak. Regulasi selain menyasar wajib pajak domestik, juga untuk penerapan
pertukaran otomatis perbankan mengenai kepentingan perpajakan secara global,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menyalakan lampu hijau dalam
mengantisipasi implementasi AEOI dengan menerbitkan POJK
No.25/POJK.03/2015 yang meinta kesediaan nasabah perbankan terbuka untuk
keperluan pajak.
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan Bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pengaturan mengenai rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan adalah
pasal 40 sampai dengan pasal 45 UU No.7 Tahun 1992 Jo UU No.10 Tahun
1998.
2. Koordinasi ditjen pajak dan OJK dalam hal pembukaan adalah dengan
ditandatanganinya Nota Kesepahaman SP.22/DKNS/OJK/III/2017 No.10/2017
maka kerjasama dan koordinasi antara OJK dan ditjen pajak semangkin
optimal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari tugas
masing-masing.
3. Penerapan pembukaan rahasia bank oleh OJK dalam Hal pemeriksaan
perpajakan melalu aplikasi elektronik berdasarkan POJK No.25/POJK.03/2015
adalah dengan aplikasi pembukaan rahasia bank secara elektronik ini bertujuan
untuk mempersingkat waktu penyelesaian permohonan akses data nasabah
bank, namun proses penerbitan surat perintah pembukaan rahasia bank tetap
mengikuti produser dan memenuhi persyaratan yaang berlaku sesuai UU
perbankan dan peraturan pelaksanaan lainnya. DJP dan OJK sejak tahun 2015
telah melakukan serangkaian pembahasan, dan hasilnya kesepakatan untuk
menerapkan aplikasi pembukaan rahasia bank, Peraturan OJK
Perpajakan Kepada Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra, OJK juga sedang
menyiapkan ketentuan pelaksana lebih lanjut berupa surat edaran OJK yang
khusus mengatur mengenai AEOI. Pertukaran informasi secara otomatis adalah
pertukaran informasi berkenaan dengan keperluan perpajakan antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra
yang dilakukan secara berkala pada waktu tertentu, sistematis dan
berkesinambungan yang jenis dan tata cara pertukaran informasinya diatur
berdasarkan perjanjian antara Negara Indonesia dengan Negara Mitra atau
Yuridiksi Mitra.
B.Saran
Saran saya kepada pembaca berdasarkan bab-bab sebelumnya adalah:
1. Sebaiknya Pemerintah perlu melakukan pembaharuan Perundang-undangan
Perbankan tentang rahasia bank.
2. Selain sanksi penangguhan rekening yang terdapat pada UU Nomor 19/1997
pasal 17 ayat 1 seharusnya sanksi pidana juga harus diterapkan sehingga wajib
pajak lebih sadar akan kewajiban dalam membayar pajak kepada negara.
3. Seharusnya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan pembukaan