• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perzinahan Dalam Presfektif Islam Sebagai Alternatif Pembaharuan Hukum Pidana Tentang Perzinahan Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perzinahan Dalam Presfektif Islam Sebagai Alternatif Pembaharuan Hukum Pidana Tentang Perzinahan Di Indonesia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PERZINAHAN

A. Ketentuan Perbuatan Zinah Menurut KUHP

Perzinahan adalah persetubuhan yang di lakukan di luar pernikahan, yang di mana persetubuhan tersebut di lakukan antara manusia dan manusia, laki-laki dan perempuan. R Soesilo mengemukakan “persetubuhan adalah apabila anggota kelamin pria telah masuk ke dalam lobang alat kelamin wanita sedemikian rupa sehinnga akhirnya

mengeluarkan mani”.44 Pendapat tersebut berbanding terbalik dengan J.E. Sahetapy, yang mengemukakan “bahwa apabila berpangkal tolak dari pembuktian perzinahan dan bukan berpangkal tolak dari pembuktian kebapakan dari anak ini secara biologik maka penambahan kata-kata “sehingga mengeluarkan air mani” adalah sangat berlebihan. Bahkan sangat sulit dibuktikan, karena bukanlah kompetensi hukum pidana untuk menentukan kebapakan dan keturunan, melainkan termasuk wewenang dan ruang lingkup hukum perdata”.45

Uraian di atas telah memberikan gambaran tentang persetubuhan. Akan tetapi,

persetubuhan tidak lah seharusnya sebatas keluarnya air mani saja tetapi persetubuhan yang di maksud adalah masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam kelamin perempuan seperti pulpen masuk ke dalam tutupnya atau pipet di masukkan ke dalam botol minuman.

44

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , (Bogor: Politea, 1993), hal. 209 45

(2)

Ketentuan perzinahan dalam KUHP di atur dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan dan secara khusus mengatur perzinahan pada pasal 284 yang berbunyi :46

Ketentuan pasal 248 dalam KUHP ini perzinahan adalah hubungan seksual (persetubuhan) di luar pernikahan hanya merupakan suatu kejahatan (delik perzinahan) apabila para pelaku atau salah satu pelakunya adalah orang yang telah terikat dalam perkawinan dengan orang lain dan tidak merupakan suatu delik perzinahan jika kedua pelaku tidak terikat pernikahan dengan kata lain lajang dan

(1) Di hukum penjara selama-lamanya sembilan bulan:

1. a. laki-laki yang beristeri, berbuat zina, sedang di ketahuinya bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) berlaku padanya;

b. perempuan yang bersuami berbuat zina.

2. a. laki-laki yang melakukan perbuatan itu, sedang di ketahuinya, bahwa kawannya itu bersuami;

b. perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu beristeri dan pasal 27

Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku pada kawannya itu. (2) Penuntutan hanya di lakukan atas pengaduan suami (isteri yang mendapat

malu dan jika pada suami (isteri) itu berlaku pada pasal 27 Kitab Undang-uandang Hukum Perdata (sipil) dalam tempo 3 bulan sesudah pengaduan itu, di ikuti dengan permintaan akan bercerai atau bercerai di tempat tidur dan meja makan oleh perbuatan itu juga.

(3) Tentang pengaduan pasal 72,73 dan 75 tidak berlaku

(4) Pengaduan itu boleh di cabut selama pemeriksaan di muka sidang pengadilan belum di mulai.

(5) Kalau bagi suami dan isteri itu berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata(sipil) maka pengaduan itu tidak di indahkan, sebelumnya mereka itu bercerai, atau sebelum keputusa hakim tentang perceraian tempat tidur dan meja makan mendapat ketetapan.

46

(3)

gadis.47 Ketentuan pada pasal ini juga membedakan antara yang tunduk pada pasal 27 KUHPerdata dan yang tidak tunduk pada pasal ini. Pasal 27 KUHPerdata menyatakan bahwa dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya di bolehkan mempunyai satu orang wanita sebagai isterinya,48 yang berarti laki-laki dan perempuan di larang atau di anggap melakukan perzinahan apabila bersetubuh dengan orang lain selain isteri atau suaminya. Ketentuan ini berbeda dengan laki-laki yang tidak tunduk pada pasal 27 KUHPerdata yaitu laki-laki yang beragama islam yang boleh beristri lebih dari satu.49

Tindak pidana perzinahan atau overspel50

47

Ahmad Syaiful Anam, Ed, Op. Cit, hal. 99

48

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita,1992), hal.7

49

Lihat Pada Pasal 3-5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

yang dimaksud dalam Pasal 284

KUHP ayat (1) KUHP itu merupakan suatu opzettleijk delict atau merupakan tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Menurut Simons, untuk adanya suatu perzinahan menurut Pasal 284 KUHP itu diperlukan adanya suatu vleeslijk gemeenschap atau diperlukan adanya suatu hubungan alat-alat kelamin yang selesai

dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita Sehingga apabila dilakukan oleh dua orang yang berjenis kelamin sama bukan merupakan perzinahan yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP.

50

(4)

Pasal ini juga menentukan bahwa yang di jerat dengan perzinahan bukan hanya orang yang bersuami atau yang beristri saja, melainkan pasangan zinanya (turut berbuat zina) baik laki-laki maupun perempuan, meskipun yang turut berbuat zina lajang/belum terikat perkawinan, sepanjang laki-laki atau perempuan itu mengetahui pasangan zinanya sudah beristri atau sudah bersuami. Akan tetapi Ahmad Bahiej mengemukakan bahwa pasangan (partner) zina lajang atau gadis (belum menikah) hanya dianggap sebagai peserta pelaku (medepleger).

Perzinahan dalam KUHP menetapkan perzinahan salah satu delik aduan absolut (absolutklacht delict)51, artinya meskipun telah terjadi perzinahan pelakunya tidak dapat di tuntut pidana apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami isteri yang di rugikan. Delik aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat di tuntut apabila ada pengaduan dari orang yang di rugikan. Sebagaimana yang di anut oleh KUHP delik aduan absolutmerupakan delik yang menurut sifatnya dalam keadaan apapun hanya dapat di tuntut berdasarkan pengaduan. Tindakan pengaduan di sini di perlukan untuk menuntut peristiwanya sehingga semua yang bersangkut paut dengan itu harus di tuntut.52

51

Ahmad Syaiful Anam, Ed, Loc. Cit

52

Ibid, hal. 104-105

(5)

Hooge Raad menjelaskan adanya ketentuan antara pelaku dengan pihak-pihak yang turut serta dalam delik perzinahan sehingga delik perzinahan itu dapat terjadi. Proses penyidikan dari kepolisian tidak hanya melakukan penyidikan terhadap orang yang diadukan oleh pengadu melainkan juga terhadap orang-orang yang terlibat dalam kejahatan itu, misalnya orang yang menyuruhlakukan, orang yang turut melakukan (medepleger) atau orang yang menggerakkan (oitlokker).

Pasal 284 KUHP merupakan suatu absoluut klachdelict sehingga pengaduan terhadap laki-laki yang melakukan perzinahan juga merupakan pengaduan terhadap isteri yang berzinah, sedang jaksa berwenang untuk atas oportunitas hanya mengadakan penuntutan terhadap salah seorang dari mereka. Ketentuan ini mengatur bahwa undang-undang menentukan bagi gugatan yang dimaksudkan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHP itu tidak berlaku ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 72, 73 dan 75 KUHP.

Adapun ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal itu adalah 53

(2) Jika wakil itu tidak ada atau ia sendiri yang harus diadukan maka penuntutan dapat dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau wali pengampu atau majelis yang menjalankan kewajiban wali pengawas atau kewajiban wali pengampu itu. Demikian juga atas pengaduan istri atau seorang keluarga sedarah dalam turunan yang lurus, atau bila tidak Pasal 72

(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, umurnya belum cukup umur enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau selama ia di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain dari pada keborosan, maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah dalam perkara perdata.

53

Lihat di

(6)

ada keluarga sedarah itu, atas pengaduan sedarah dalam turunan yang menyimpang sampai derajat ke tiga.

Pasal 73

Jika orang yang terkena kejahatan itu meninggal dunia dalam tempo yang ditetapkan dalam pasal berikut, maka tanpa menambah tempo itu, penuntutan dapat dilakukan ataspengaduan orang tuanya, anaknya atau suami/isterinya yang masih hidup kecuali jika dapat dibuktikan bahwa yang meninggal itu tidak menghendaki penuntutan.

Pasal 75

Barangsiapa mengajukan penuntutan, ia berhak akan menarik kembali pengaduannya dalam tempo tiga bulan terhitung mulai pengaduan diadukan. Ada beberapa alasan dan pertimbangan mensyaratkan adanya pengaduan bagi delik-delik tertentu Von Liszt Berner dan Von Swinderen mengemukakan pentingnya lembaga pengaduan ini karena di pandang secara objektif pada beberapa delik tertentu itu kerugian material dan ideal dari orang yang secara langsung di rugikan harus lebih di utamakan dari pada kerugian-kerugian lain pada umumnya.54 Jonkers juga memberikan alasan terhadap adanya lembaga pengaduan dalam delik tertentu dengan berargumentasi bahwa dalam beberapa hal kepentingan orang yang bersangkutan untuk tidak mengadakan tuntutan dalam suatu perkara lebih besar dari pada kepentingan negara untuk menuntut perkara itu.55

54

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984), hal.207

55

(7)

Perzinahan merupakan delik umum apabila menyetubuhi anak yang belum dewasa di luar perkawinan dan menyebabkan luka atau kematian56 sebagaimana yang telah di tentukan pada pasal 291 dan 294.57

56

Neng Djubaidah, Op.Cit, hal. 68

57

Pasal 291 KUHPidana berbunyi: (1) kalau salah satu kejahatan yang yang di terangkan pada pasal 286, 287, 289, dan 290 itu menyebabkan luka berat pada tubuh, di jatuhkan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun; (2) kalau salah satu kejahatan yang di terangkan pada pasal 285,286,287,dan 290 itu menyebabkan orang mati, di jatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 294 KUHPidana berbunyi: (1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya,anak peliharaanya,atau dengan seorang yang belum dewasa yang di percayakan padanya untuk di tanggung, di didik atau di jaga atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa di hukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Sebagai perbandingan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Pidana 2012 mengatur tentang perzinahan pada BAB XVI tindakpidana kesusilaan bagian keempat zina dan perbuatan cabul pada pasal 483 yaitu:

(1) Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun: a. Laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan

persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;

b. Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukanpersetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;

c. Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;

d. Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau

e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.

(8)

Bunyi pasal 438 yang terdapat dalam RUU hukum pidana telah mengalami perkembangan. Artinya, dalam undang-undang tersebut telah ada penjeratan terhadap para pihak yang melakukan zina tanpa terikat perkawinan yang sah. Namun bunyi, pasal 438 ayat 2, mengenai pihak-pihak yang dapat melakukan pengaduan kepada penegak hukum atau polisi cenderung kurang tajam sifatnya. Hal ini terjadi karena jika pada bagian pihak ketiga yang merasa tercemar terus dipertahankan maka tempat prostitusi atau lokalisasi pelacuran akan tetap berkembang pesat. Seharusnya untuk pihak ketiga dapat lebih dipertegas dengan kata “setiap orang yang melihat dan mengetahui”. Makna orang disini harus dipahami sebagai orang yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum.

B. Ketentuan Perbuatan Zina Dalam Hukum Pidana Islam

Tindak pidana (jarimah)adalah perbuatan-perbuatan yang di larang oleh

syarak yang di ancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau takzir.58

Hukum Pidana Islam merupakan syari’at Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik dunia dan akhirat, syari’at Islam secara materil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksanakannya demi kebaikan dirinya dan orang lain.

Larangan-larangan syarak tersebut adakalanya berupa perbuatan yang di larang atau meninggalkan perbuatan yang di perintahkan.

59

58

Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 87

59

(9)

Fuqaha pada umumnya membagi perbuatan pidana berdasarkan kewenangan penghukuman dan penentuan hukuman, yaitu menjadi tiga (3) bagian, pidana hudud, pidana takzir, serta pidana qishash /diyat. 60

1. Defenisi zinah

Perbuatan zinah adalah perbuatan tercela yang agama melarang untuk melakukannya, termasuk Islam yang memandang zina perbuatan yang keji.

Al-Qur’an Allah berfirman yang artinya:

“ Dan jangan lah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Israa’ 32)

Perzinahan adalah salah satu tindak pidana yang di ancam oleh Allah dengan hudud, yang artinya perbuatan pidananya diancam dengan hadd yaitu hukuman yang

di tentukan jenis dan jumlah hukumannya dan menjadi hak Allah.

Para ulama dalam memberikan defenisi zina berbeda redaksinya, namun dalam subtansinya hampir sama. Beberapa pendapat ulama tentang definisi zina:61

60

Madiasa Ablisar, Hukuman Cambuk Sebagai Alternatif Pemidanaan Dalam Rangka

Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Medan:USU Pers,2011).hal.44 61

Ibid,hal.153-154

a. Ulama malikiyah zina adalah perbuatan mukallaf yang menyetubuhi farji anak adam yang bukan miliknya secara sepakat (tanpa ada syubhat) dan sengaja.

b. Ulama hanafiyah zina adalah perbuatan lelaki yang menyetubuhi perempuan di dalam kubul tanpa ada milik dan menyerupai milik.

c. Ulama sayafi’iyah zina adalah memasukkan zakar ke dalam farji yang haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang syahwat.

d. Ulama hanabilah zina perbuatan keji pada kubul dan dubur.

(10)

f. Ulama zaidiyah memasukkan kemaluan orang yang hidup yang di haramkan, baik ke dalam kubul maupun dubur tanpa ada syubhat.

Dari beberapa pendapat ulama dapat di simpulkan perzinahan adalah persetubuhan antara laki-laki dan perempuan di lakukan di luar pernikahan yang sah/bukan pasangan suami istri dan keduanya mukallaf/dewasa dan persetubuhan itu tidak termasuk dalam takrif “wati syubhat” (persetubuhan yang meragukan).62

2. Ketentuan Perbuatan Zina yang di ancamkan pidana hudud

Persetubuhan dalam Farji ( al-wath’u)yaitu penetrasi batang kemaluan laki-laki ke dalam lubang kemaluan perempuan sekadar ukuran hasyafah (kepala penis)63

Zina terbagi dua jenis yaitu:

.

64

62

Haji Sa’id Haji Ibrahim, Qanun Jinayah Syari’ah Dan Sistem Kehakiman Dalam

Perundangan Islam Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, (Kuala Lumpur:Darul Ma’rifah,1996).hal.25 63

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hal. 303

64

Haji Sa’id Haji Ibrahim, Op.Cit, hal. 27

a. Zina muhsan yaitu perzinahan yang di lakukan oleh orang yang sudah menikah. b. Zina ghairu muhsan yaitu perzinahan yang di lakukan oleh orang yang belum

menikah.

(11)

Penjatuhan pidana hudud islam sangat berhati-hati, zina yang di ancamkan pidana hudud adalah zina yang dalam arti persetubuhan seperti penjelasan di atas. Jika ada keragu-raguan pidana hudud gugur.

a. Persetubuhan dengan syubhat

Syubhat adalah sesuatu yang menyerupai pasti tetapi tidak pasti65. Ulama zahiriyah berpendapat hudud tidak bisa di gugurkan dan di tegakkan dengan syubhat yang berarti apabila tidak bisa di buktikan hukuman had tidak bisa di

tegakkan dengan syubhat. Dasar perbedaan dalam menentukan syubhat adalah perbedaan mengenai penilaian dan perkiraan, satu pihak memandang suatu peristiwa syubhat sementara pihak lain mengatakan tidak syubhat.66

Ulama syafi’i membagi syubhat menjadi 3 jenis:

Hubungannya dengan persetubuhan yang di anggap sebagai syubhat adalah apabila terdapat suatu keadaan yang meragukan, apakah persetubuhan itu di larang atau tidak.

67

65

Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 161

66

Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hal. 17

67

Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 161-163

(a) Syubhat objektif, contohnya menyetubuhi istri sedang haid, berpuasa, atau meyetubuhi istri melalui duburnya. Syubhat ini terjadi pada tempat persetubuhan yang di haramkan, karena tempat tersebut adalah milik suami, sedangkan sebahagian hak suami adalah menyetubuhi istri. Karena suami di larang menyetubuhi istri dari dubur atau sedang haid dan puasa maka persetubuhan menimbulkan syubhat, di karenakan adanya syubhat ini menuntut gugurnya hukuman hudud.

(12)

(c) Syubhat yuridis maksudnya adalah adanya keserupaan antara halal dan haram. Dasar syubhat ini adalah adanya perbedaan pendapat di kalangan fukaha mengenai perbuatan pidana tersebut.

Para fuqaha sependapat bahwa persetubuhan yang di anggap zinah serta di ancamkan pidana hudud adalah persetubuhan (penetrasi batang kemaluan laki-laki ke dalam lubang kemaluan perempuan sekadar ukuran hasyafah/kepala penis), yang di lakukan dengan sengaja antara laki-laki dan perempuan. Jika persetubuhan nya lain pengertian dari itu pidana hudud gugur, contohnya hanya melakukan senggama di sekitar leher tidak di ancam pidana hudud akan tetapi tetap perbuatan dilarang agama dan di ancam pidana takzir.

3. Pembuktian Untuk Menetapkan Tindak Pidana Perzinahan

Tindak pidana perzinahan hanya bisa di buktikan dengan empat hal, yaitu:68

Kesaksian dalam hukum Islam di kenal dengan sebutan syahadah, menurut syarak kesaksian adalah pemberitaan yang pasti yaitu ucapan yang keluar yang di

peroleh dengan kesaksian langsung atau dari pengetahuan yang di peroleh dari orang lain karena beritanya telah tersebar.

a. Kesaksian

69

Kesaksian di maksudkan untuk memelihara hak, jika saksi menolak untuk di jadikan saksi maka boleh di panggil paksa.70

68

Ibid, hal. 43-44 69

Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 73

70

Ibid, hal. 74

(13)

“ janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka di panggil” (Al-Baqarah ayat 282)

1) Syarat-syarat kesaksian (a) Saksi berjumlah 4 orang

Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 15 yang artinya :71

Syarat dalam mengajukan saksi adalah 4 orang saksi laki-laki dan tidak di terima saksi perempuan, jika ada jumlah saksi kurang dari empat orang dalam persidangan atas suatu perzinahan ulama sepakat para saksi di jatuhi had qadzf. “dan terhadap para wanita yang berbuat keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu yang menyaksikan”

72

Kesaksian harus pada waktu dan tempat yang sama jika memberi kesaksian tidak pada waktu dan tempat yang sama tidak bisa di terima kesaksiannya dan mereka akan di kenakan had menuduh berzina (qadzf ).73

71

Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hal. 324

72

Ibid, hal.325 73

Haliman, Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Adjaran Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 398

(b) Baligh, orang yang telah dewasa mengikuti syarat-sayarat yang di tentukan oleh syarak.

(c) Berakal,yang mempunyai akal pikiran yang sehat tidak gila.

(14)

(e) Saksi saksi kesemuanya beragama islam, kesaksian non muslim terhadap orang Islam menurut kesepakatan fukaha tidak di terima kesaksiannya. Sedangkan kesaksian orang Islam terhadap non muslim menurut ulama hanafi di perbolehkan.74

Pengakuan menurut bahasa ialah menetapkan dan mengakui sesuatu hak dengan tidak mengingkari. Sacara istilah pengakuan adalah mengabarkan sesuatu hak bagi orang lain.

(f) Saksi-saksi harus benar-benar melihat dengan matanya sendiri zakar laki-laki masuk dalam farj perempuan.

Perzinahan tidak di lakukan secara terang-terangan sehingga sangat sulit untuk membuktikan perzinahan dan hampir mustahil, dalam sejarah Islam belum pernah terjadi hukuman hudud melalui pembuktian pada tindak pidana perzinahan akan tetapi yang pernah terjadi melalui pengakuan. Hasballah Thaib mengemukakan tidak akan ada manusia yang sanggup di saksikan berzina oleh empat (4) orang kecuali binatang.Akan tetapi ini adalah bukan kelemahan dari hukum itu bahkan justru kehati-hatian hukum Islam untuk menghindari adanya menuduh berzina (qazhf).

b. Pengakuan (ikrar)

75

74

Anshoruddin, Op.Cit, hal.80

75

(15)

Pelaku perzinahan Abu Hanifah dan Ahmad Bin Hanbal mensyaratkan pada pelaku perzinahan harus mengaku sebanyak empat (4) kali pengakuan hal ini di kiaskan dengan syarat saksi yaitu empat (4) orang.76

Syarat-syarat pengakuan :77

Qarinah secara bahasa di ambil dari kata muqaronah yang berarti

mushohabah yang artinya pengertian/petunjuk. Secara istilah qarinah adalah

tanda-tanda yang merupakan hasil kesimpulan hakim dalam menangani berbagai kasus melalui ijtihad.

1) Pengakuan harus di depan hakim.

2) Pengakuan harus berasal dari yang siuman dan waras. 3) Pengakuan harus dari yang dewasa menurut syarak.

4) Pengakuan harus dari lisan yaitu dengan mulut dan lafaz, kecuali orang bisu diterima pengakuannya melalui tulisan atau isyarat lain yang bisa di pahami.

5) Pengakuan haruslah jelas mengenai perbuatan zina tanpa menimbulkan syubhat.

c. Qarinah (indikasi)

78

A.Rasyid mengemukakan qarinah harus memeliki kreteria yaitu:

Contohnya kehamilan perempuan yang belum menikah adalah indikasi telah terjadi perzinahan, hukuman hudud bagi perempuan hamil bisa gugur apabila terjadi karena ada paksaan atau selaput dara masih utuh.

79

76

Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 222

77

Haji Sa’id Haji Ibrahim, Op.Cit, hal. 45

78

Anshoruddin, Op.Cit, hal. 88

79

Ibid, hal. 89

(16)

b. Qarinah menurut Undang-Undang di lingkungan peradilan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

C. Perbandingan Pengaturan Ketentuan Tindak Pidana Perzinahan Menurut

KUHP Dengan Hukum Pidana Islam

KUHP merumuskan bahwa hubungan seksual di luar nikah hanya merupakan kejahatan (delik) apabila pelaku atau salah satu pelakunya adalah orang yang terikat perkawinan. Jika salah satu pelaku perzinahan lajang tidak termasuk delik perzinahan. Jika di tinjau dari aspek pendekatan nilai (value oriented approach) adalah tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan masyarakat Indonesia yang religius.

(17)

Hukum pidana islam merumuskan delik perzinahan bukan hanya hubungan seksual yang di lakukan oleh orang-orang yang sudah berkeluarga (terikat perkawinan) saja, tetapi juga oleh orang-orang yang sama-sama belum menikah asalkan perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja dan atas kemauan sendiri dan juga pelakunya sudah mukallaf (dewasa).

Indonesia negara yang berlandaskan pancasila dan mengakui agama, dan mayoritas penduduknya pemeluk agama Islam. Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya menjalankan syariah agamanya secara utuh .

Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya “Masuklah kedalam Islam secara menyeluruh” (Al-Baqarah 208)

Dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia hukum Islam dapat di jadikan alternatif hukum yaitu, seharusnya perzinahan di Indonesia tidak hanya menjerat yang terikat perkawinan saja akan tetapi juga menjerat yang tidak terikat perkawinan seperti yang tertera dalam hukum Islam.

KUHP pasal 284 ayat (2) delik perzinahan merupakan delik aduan obsolut artinya perzinahan itu hanya bisa di tuntut di muka hukum jika ada pengaduan dari suami istri yang bersangkutan. Sifat dan kedudukan delik perzinahan sebagai delik absolut ini telah menimbulkan masalah dan sering di pertanyakan oleh berbagai pihak, sebagai kebijakan yang tidak bijaksana dan berorientasikan pada nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan masyarakat.80

80

Ahmad Syaiful Anam, Ed, Op.Cit, hal. 133

(18)

perzinahan bukanlah masalah private tetapi sudah menjadi masalah sosial dan melanggar norma-norma agama dan moralitas publik.

Pandangan hukum pidana islam tidak memandang zina sebagai delik aduan, tetapi dipandang sebagai dosa besar yang harus di tindak tanpa menunggu pengaduan dari orang-orang yang bersangkutan. Jika persyaratan saksi-saksi telah terpenuhi maka qodhi (hakim) dapat memutuskan perkara perzinahan itu. Saksi di sini tidak menutup kemungkinan dari suami/isteri pelaku atau pun orang lain, maka perzinahan tidak hanya menjadi delik aduan seperti yang di rumuskan di KUHP.

Islam juga memerintahkan untuk mencegah perbuatan keji dan munkar dan zina adalah salah satu perbuatan itu, Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata:

Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:

“Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, jika kamu tidak mampu maka cegahlah dengan lisanmu dan jika kamu

tidak mampu juga maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman “

(Imam Muslim Rahimahullahu)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Gambar 1 dan Gambar 2 dapat diketahui, apabila sampel direndam pada suhu yang lebih tinggi yaitu suhu 45 o C nilai jarak ekspansi lengkung gigi model

56 YANG DIUNDANGKAN TANGGAL 4 AGUSTUS 2015, SYARAT UNTUK MEMPEROLEH PENURUNAN TARIF PAJAK PENGHASILAN ADALAH

3.1 Petunjuk harus meliputi kemampuan berkomunikasi efektif dengan pelanggan dan kolega yang didemonstrasikan (termasuk bagi yang memiliki kebutuhan tertentu) dalam

Hasil dari penelitian tersebut adalah apabila terjadi keterlambatan dalam pengajuan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ke Kementerian Hukum dan

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan

Mengetahui dan memahami hubungan antara layanan yang diberikan oleh lapisan transport dan network 23. Memahami bagaimana lapisan transport menggunakan metoda multiplexing

Melihat hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menerapkan metode Algoritma Interative Dichotomiser 3(ID3) untuk melakukan penentuan

Menimbang, bahwa penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap tergugat dengan dalil- dalil yang pada pokoknya bahwa penggugat dengan tergugat adalah suami isteri, pernah hidup